28
Tabel 2.10 Perbandingan Emisi Biodiesel dengan Petroleum Diesel No
Type emisi B100
B20
1 Hidrokarbon tak terbakar
Turun hingga 93 Turun hingga 30
2 Karbonmonoksida
Turun hingga 50 Turun hingga 20
3 Massa partikulat
Turun hingga 30 Turun hingga 22
4 Senyawa NO
x
Turun hingga 13 Turun hingga 2
5 Senyawa SO
x
Turun hingga 100 Turun hingga 20
6 nPAH
Turun hingga 90 Turun hingga 50
Sumber : U.S. Environmental Protection Agency EPA Keterangan :
B20 : Campuran 20 Biodiesel dan 80 Petrodiesel Penggunaan biodiesel sebagai bahan bakar alternatif atau aditif dapat mereduksi
polutan yang dikeluarkan oleh petroleum diesel. Riset yang dimulai oleh Southwest Research Institute pada mesin Cummnis
N14 mengindikasikan bahwa buangan biodiesel memiliki pengaruh bahaya yang kecil pada kesehatan manusia dibandingkan dengan petrodiesel. Emisi biodiesel
memiliki semua tingkat hidrokarbon aromatik polisiklik PAH dan bahan campuran nitrit PAH yang lebih kecil dibandingkan dengan buangan petroleum
diesel. PAH dan bahan campuran nPAH telah diidentifikasi sebagai bahan penyebab kanker yang potensial.
2.8 Proses Pembuatan Biodiesel
2.8.1 Esterifikasi
Esterifikasi adalah tahap konversi dari asam lemak bebas menjadi ester. Esterifikasi mereaksikan minyak lemak dengan alkohol. Katalis-katalis yang
cocok adalah zat berkarakter asam kuat dan, karena ini, asam sulfat, asam sulfonat organik atau resin penukar kation asam kuat merupakan katalis-katalis yang biasa
terpilih dalam praktek industrial Soerawidjaja.T, 2006. Untuk mendorong agar reaksi bisa berlangsung ke konversi yang sempurna pada temperatur rendah
misalnya paling tinggi 120°C, reaktan metanol harus ditambahkan dalam jumlah yang sangat berlebih biasanya lebih besar dari 10 kali nisbah stoikiometrik dan
Universitas Sumatera Utara
29
air produk ikatan reaksi harus disingkirkan dari fasa reaksi, yaitu fasa minyak. Melalui kombinasi-kombinasi yang tepat dari kondisi-kondisi reaksi dan metode
penyingkiran air, konversi sempurna asam-asam lemak ke ester metilnya dapat dituntaskan dalam waktu 1 sampai beberapa jam. Reaksi esterifikasi dapat dilihat
pada Gambar 2.7. RCOOH + CH
3
OH RCOOCH
3
+ H
2
O
Gambar 2.7 Reaksi esterifikasi dari asam lemak menjadi metil ester
Esterifikasi biasa dilakukan untuk membuat biodiesel dari minyak berkadar asam lemak bebas tinggi berangka asam
≥ 5 mg-KOHg. Pada tahap ini, asam lemak bebas akan dikonversikan menjadi metil ester. Tahap esterifikasi biasa diikuti
dengan tahap transesterfikasi. Namun sebelum produk esterifikasi diumpankan ke tahap transesterifikasi, air dan bagian terbesar katalis asam yang dikandungnya
harus disingkirkan terlebih dahulu.
2.8.2 Transesterifikasi
Transesterifikasi adalah tahap konversi dari trigliserida menjadi alkil ester, melalui reaksi dengan alkohol, dan menghasilkan produk samping yaitu gliserol.
Di antara alkohol-alkohol monohidrik yang menjadi kandidat sumberpemasok gugus alkil, metanol adalah yang paling umum digunakan, karena harganya murah
dan reaktifitasnya paling tinggi sehingga reaksi disebut metanolisis. Sebagian besar dunia ini, biodiesel praktis identik dengan ester metil asam-asam lemak
Fatty Acids Metil Ester, FAME. Reaksi transesterifikasi trigliserida menjadi metil ester dapat dilihat pada Gambar 2.8.
Gambar 2.8 Reaksi Transesterifikasi dari Trigliserida menjadi Metil Ester
Universitas Sumatera Utara
30
Transesterifikasi juga menggunakan katalis dalam reaksinya. Tanpa adanya katalis, konversi yang dihasilkan maksimum namun reaksi berjalan dengan lambat
Mittlebatch.M, 2004. Katalis yang biasa digunakan pada reaksi transesterifikasi adalah katalis basa, karena katalis ini dapat mempercepat reaksi.
Gambar 2.9 Tiga Tahapan Reaksi Transesterifikasi
Gambar 2.9 diatas menunjukkan reaksi transesterifikasi sebenarnya berlangsung dalam 3 tahap yaitu sebagai berikut:
1. Tahap pertama yaitu konversi trigliserida menjadi digliserida 2.
Tahap kedua yaitu konvesri digliserida menjadi monogliserida 3.
Tahap ketiga yaitu konversi monogliserida menjadi gliserol yang menghasilkan satu molekul metal ester dari setiap gliserida
Produk yang diinginkan dari reaksi transesterifikasi adalah ester metil asam-asam lemak.
Universitas Sumatera Utara
31
Faktor–faktor yang berpengaruh pada proses transesterifikasi diantaranya sebagai berikut:
1. Suhu awal minyak sebelum proses transesterifikasi
Menurut Lele.S 2005, peningkatan suhu awal minyak, berpengaruh terhadap peningkatan konversi pembentukan biodiesel. Namun jika pemanasan pada
minyak yang melebihi 60
o
C, akan menyebabkan hilangnya metanol karena penguapan metanol.
2. Suhu reaksi
Laju reaksi sangat dipengaruhi oleh suhu reaksi. Secara umum, reaksi akan mendekati titik didih methanol pada tekanan atmosfer. Yield ester terbentuk
pada suhu antara 60
o
C 80
o
C, dengan perbandingan molar alkohol dengan minyak sebesar 6 : 1. Kecepatan reaksi secara kuat dipengaruhi oleh
temperatur reaksi. Pada umumnya reaksi ini dapat dijalankan pada suhu mendekati titik didih metanol 60
o
C 70
o
C pada tekanan atmosfer. Kecepatan reaksi akan meningkat sejalan dengan kenaikan temperatur.
Semakin tinggi temperatur, berarti semakin banyak energi yang dapat digunakan oleh reaktan untuk mencapai energi aktivasi. Ini akan
menyebabkan tumbukan terjadi lebih sering diantara molekul-molekul reaktan untuk kemudian melakukan reaksi Rahayu, 2003, sehingga
kecepatan reaksi meningkat. Setyawardhani 2003 menggunakan temperatur reaksi 60
o
C pada reaksi transesterifikasi untuk menghindari menguapnya methanol yang bertitik didih 65
o
C. Darnoko dan Cheryan 2000 juga menggunakan suhu 60
o
C untuk reaksi. Arhenius mengatakan bahwa hubungan antara konstanta kecepatan reaksi dengan temperatur mengikuti
persamaan: K = A exp -ERT
2.6 K = Konstanta kecepatan reaksi
R = Konstanta gas A = Faktor frekuensi
T =Temperatur absolut E = Energi aktivasi
Universitas Sumatera Utara
32
3. Rasio alkohol terhadap minyak.
Variable lain yang berpengaruh besar terhadap yield pada biodiesel adalah perbandingan molar alkohol terhadap minyak Lele.S, 2005. Umumnya
dalam proses industri digunakan perbandingan molar 6 : 1 untuk menghasilkan yield biodiesel sampai lebih besar terhadap minyak akan
berpengaruh pada pemisahan gliserol. Ini menunjukkan bahwa rasio yang lebih rendah akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk
menghasilkan biodiesel dengan yield yang tinggi. Dengan perbandingan molar yang lebih besar akan meningkatkan konversi tetapi akan
mempersulit proses pemisahan gliserol yang terbentuk dari hasil samping reaksi.
4. Katalis
Katalis berfungsi untuk mempercepat reaksi dengan menurunkan energi aktivasi reaksi namun tidak menggeser letak kesetimbangan. Tanpa katalis,
reaksi transesterifikasi baru dapat berjalan pada suhu sekitar 250
o
C. Penambahan katalis bertujuan untuk mempercepat reaksi dan menurunkan
kondisi operasi. Katalis yang dapat digunakan adalah katalis asam, basa, ataupun penukar ion. Dengan katalis basa reaksi dapat berjalan pada suhu
kamar, sedangkan katalis asam pada umumnya memerlukan suhu reaksi diatas 100
o
C Kirk dan Othmer,1992. Katalis yang digunakan dapat berupa katalis homogen maupun heterogen. Katalis homogen adalah katalis yang
mempunyai fase yang sama dengan reaktan dan produk, sedangkan katalis heterogen adalah katalis yang fasenya berbeda dengan reaktan dan produk.
Katalis homogen yang banyak digunakan adalah alkoksida logam seperti KOH dan NaOH dalam alkohol. Selain itu, dapat pula digunakan katalis asam
cair, misalnya asam sulfat, asam klorida, dan asam sulfonat Kirk.R.E dan Othmer.D.F, 1992. Penggunaan katalis homogen mempunyai kelemahan,
yaitu: bersifat korosif, sulit dipisahkan dari produk, dan katalis tidak dapat digunakan kembali Nijhuis.T.A et al., 2002. Saat ini banyak industri
menggunakan katalis heterogen yang mempunyai banyak keuntungan dan sifatnya yang ramah lingkungan, yaitu tidak bersifat korosif, mudah
Universitas Sumatera Utara
33
dipisahkan dari produk dengan cara filtrasi, serta dapat digunakan berulangkali dalam jangka waktu yang lama Yadav.G.D, 2002. Selain itu
katalis heterogen meningkatkan kemurnian hasil karena reaksi samping dapat dieliminasi Altiokka.M.R, 2003. Contoh-contoh dari katalis heterogen
adalah zeolit, oksida logam, dan resin ion exchange. Katalis basa seperti KOH dan NaOH lebih efisien dibanding dengan katalis asam pada reaksi
transesterifikasi. Konsentrasi katalis basa divariasikan antara 0,5 1 dari
massa minyak untuk menghasilkan 94 99 konversi minyak nabati menjadi
ester. Lebih lanjut, peningkatan konsentrasi katalis tidak meningkatkan konversi dan sebaliknya menambah biaya karena perlunya pemisahan katalis
dari produk. Penambahan katalis yang berlebihan menyulitkan dalam proses pemisahan pada akhir reaksi transesterifikasi untuk memisahkan
produk biodiesel dari katalisnya. 5.
Pengadukan dan intensitas Pencampuran Pada reaksi transesterifikasi, reaktan-reaktan awalnya membentuk system
cairan dua fasa. Reaksi dikendalikan oleh difusi diantara fase-fase yang berlangsung lambat. Seiring dengan terbentuknya metil ester, ia bertindak
sebagai pelarut tunggal yang dipakai bersama oleh reaktan-reaktan dan sistem dengan fase tunggal pun terbentuk. Dampak pengadukan ini sangat signifikan
selama reaksi. Sebagaimana sistem tunggal terbentuk, maka pengadukan menjadi tidak lagi mempunyai pengaruh yang signifikan. Pengadukan
dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan campuran reaksi yang bagus.Setelah penambahan metanol dan katalis pada minyak 5–10 menit
pengadukan akan meningkatkan konversi. Pengadukan yang tepat akan mengurangi hambatan antara massa. Untuk reaksi heterogen, ini akan
menyebabkan lebih banyak reaktan mencapai tahap reaksi. Sofiyah 1995 menggunakan pengadukan 1425 rpm rotation per minutes, Setyawardhani
2003 500 rpm, Purwono 2003 1500 rpm, Rahayu dkk, 2003 200 250
rpm, Kusmiyati 1999 1000 rpm, serta Azis 2003 800 rpm.
Universitas Sumatera Utara
34
6. Kemurnian reaktan
Impuritis yang terdapat pada minyak akan berpengaruh pada level konversi. Pada kondisi yang sama, konversi 67
84 dalam membentuk ester dengan menggunakan minyak tanaman sedangkan dengan menggunakan
minyak yang telah dimurnikan sebesar 94 97 .
7. Kandungan Asam Lemak bebas.
Jumlah kandungan asam lemak bebas hanya berpengaruh pada transesterifikasi dan memakai katalis basa akan menimbulkan reaksi samping
yaitu penyabunan. Asam lemak bebas lebih reaktif bereaksi dengan katalis basa menghasilkan sabun disbanding trigliserida dan reaksi berlangsung
secara nonreversible Yucel dan Tukay, 2003. Reaksi asam lemak bebas dengan katalis basa menghasilkan reaksi saponifikasi, hal ini menimbulkan
masalah baru pada tahap pemurnian biodiesel. 8.
Waktu reaksi Lamanya reaksi sangat mempengaruhi jumlah konversi trigliserida ke ester
metil, semakin lama reaksi berlangsung, maka metil ester yang dihasilkan semakin banyak. Hal ini bisa terjadi karena semakin banyak kesempatan
suatu katalis untuk bereaksi dengan minyak.
2.9 Kromatografi Gas