5
perlu dilakukan secara bersama. Artinya, selain para pemrakarsa RUU, proses penyusunan strategi konsultasi publik RUU ini harus pula melibatkan para pemangku kepentingan
terkait yang berkepentingan dengan pengelolaan sumberdaya pesisir secara luas. Pemerintah dan DPR, selaku pihak yang memegang otoritas konstitusional dalam
pembuatan UU, harus menyediakan ruang yang memadai kepada publik untuk berperan serta dalam proses perancangan UU lewat sebuah proses konsultasi yang transparan
dan efektif.
C. Arti Peran Serta Publik dalam Proses Penyusunan RUU
Sejalan dengan upaya menciptakan tata-kelola pemerintahan yang bagus good gover- nance di Indonesia, proses penyusunan RUU Wilayah Pesisir hendaknya memenuhi
kaidah-kaidah yang akan membantu terciptanya good governance tersebut, di antaranya adalah: a melibatkan semua pemangku kepentingan terkait inklusif; b bersifat terbuka
atau transparan; dan c bertanggung-gugat accountable.
UU Pengelolaan Wilayah Pesisir harus merupakan kesepakatan pengaturan yang diputuskan oleh para pemangku kepentingan. Hanya dengan cara demikianlah diperoleh
legitimasi publik yang sebenarnya, sehingga UU yang dihasilkan benar-benar dapat diimplementasikan di lapangan. Apabila proses pelibatan publik tidak dilakukan secara
memadai, dikhawatirkan UU yang dihasilkan akan mengundang resistensi dari masyarakat luas serta terjadinya konflik antaraturan hukum, antarlembaga sektoral, dan
antarkompetensi di lapangan.
Proses pelibatan publik secara memadai dalam perancangan UU Pengelolaan Wilayah Pesisir akan membantu terwujudnya produk aturan hukum berupa UU yang memenuhi
tiga unsur sekaligus, yakni unsur filosofis, sosiologis, dan yuridis. UU yang dihasilkan akan berlandaskan pada: a cita-cita pemenuhan rasa keadilan—sehingga memenuhi
unsur filosofis dari suatu UU; b aspirasi dan nilai-nilai sosial budaya masyarakat— sehingga memenuhi unsur sosiologis dari suatu UU; dan c penghargaan yang tinggi
terhadap supremasi dan kepastian hukum—sehingga memenuhi unsur yuridis dari suatu UU.