Minyak pelumas yang digunakan dalam percobaan ini adalah minyak pelumas Federal SAE 20W50.
Sedangkan minyak pelumas yang digunakan sebagai perbandingan adalah minyak pelumas Enduro SAE 20W50.
Putaran poros yang dipilih pada penelitian ini adalah putaran 1000 rpm. 1250 rpm, 1500 rpm, 1750 rpm dan 2000 rpm. Pemilihan putaran ini
didasarkan pada putaran operasi kerja mesin motor bakar ukuran besar dimana prinsip bantalan luncur ini digunakan
1. 4. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan disusun sedemikian rupa sehingga konsep penulisan laporan menjadi berurutan dalam rangka alur pemikiran yang mudah dan
praktis. Sistematika tersebut disusun dalam bentuk bab-bab yang saling berkaitan satu sma lain, yaitu:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini memberikan gambaran menyeluruh mengenai tugas akhir yang meliputi, pembahasan tentang latar belakang, perumusan masalah tujuan,
manfaat dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi tentang hasil penelitian terdahulu yang dapat diambil dari jurnal, disertasi, tesis dan skripsi yang actual. Selain itu juga berisi landasan
teori yang meliputi konsep-konsep yang relevan dengan permasalahan yang akan diteliti.
BAB METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini berisi tentang diagram alir pengujian, alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian, proses pengisian minyak pelumas, pengujian
karakteristik bantalan luncur, serta pengujian kekentalan minyak pelumas
Universitas Sumatera Utara
BAB IV DATA PENGUJIAN DAN ANALISA
Bab ini berisi tentang data hasil penelitian, analisa serta pembahasannya.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Berisikan jawaban dari tujuan penelitian dan saran-saran dari penulis untuk kepentingan penelitian yang lebih lanjut.
Universitas Sumatera Utara
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2. 1. Teknik Pelumasan
Teknik Pelumasan adalah suatu cara untuk mengurangi dan memperkecil gesekan dan keausan dengan menempatkan suatu lapisan tipis film fluida di
antara permukaan-permukaan yang bergerak atau bergesek yang selanjutnya disebut bahan pelumas. Bahan pelumas yang umum adalah wujud cair seperti
minyak mineral mempunyai kekentalan bervariasi tergantung pada pemakaiannya, biasanya digunakan untuk bantalan pada motor bakar atau mesin-mesin industri.
Bahan pelumas semi padat seperti minyak gemuk biasanya digunakan untuk bantalan putaran rendah dan padat seperti grafit dan molybdenum biasanya
digunakan pada temperature yang sangan tinggi. Pemakaian bahan pelumas sangat luas pada bidang mekanisme mesin
antara lain seperti gerakan berputar poros pada bantalan luncurm, jurnal yang berputar pada bantalan, gabungan dari gerakan gelinding atau luncuran pada gigi-
gigi roda gigi yang berpasangan, gerakan luncur pada piston terhadap silindernya. Semua mekanisme ini memerlukan pelumasan untuk mengurangi gesekan,
keausan, dan panas.
2. 2. Fungsi Bahan Pelumas
Fungsi utama dari bahan pelumas yang umum digunakan pada peralatan permesinan adalah sebagai berikut:
a. Mengurangi gesekan dan keausan
Mengurangi gesekan dan keauasan adalah fungsi primer dari bahan pelumas. Bahan pelumas harus mampu mencegah persinggungan langsung
antara permukaan yang bergesekan pada temperatur kerja, daerah pembebanan
Universitas Sumatera Utara
dan kondisi lainnya. Sifat ini didapat dari kekentalan yang dimiliki minyak pelumas viscosity.
b. Memindahan panas
Panas yang ditimbulkan oleh elemen mesin yang bergerak misalnya: bantalan dan roda gigi dipindahkan oleh minyak pelumas, asalakan terjadi aliran yang
mencukupi. c.
Menjaga sistem tetap bersih Bahan pelumas harus dapat menghindarkan kontaminasi sistem dari
komponen-komponen bergerak yang bias merusak sistem tersebut. Partikel- partikel logam akibat keausan, abu yang berasal dari luar dan sisa hasil
pembakaran dapat memasuki sistem dan menghalangi operasi yang efisien. d.
Melindungi sistem Karat bias disebabkan kehadiran udara dan air, serta kuausan
korosif dapat dikarenakan asam-asam mineral yang terbentuk secara kimiawi selama pembakaran bahan bakar. Karat dapat menyebabkan kerusakan
komponen, sehingga komponen tersebut tidak dapat bekerja sebagaimana mestinya. Karena hal itulah bahan pelumas harus direncanakan untuk
melindungi sistem terhadap serangan korosif.
2. 3. Tipe-tipe Pelumasan
2. 3. 1. Pelumasan Hidrodinamis
Pelumasan ini adalah bahwa permukaan penerima beban dari bantalan dipisahkan oleh lapisan pelumas yang agak tebal, sedemikian rupa
untuk menjaga persinggungan antara dua logam. Pada pelumasan hidrodinamis ini tidak tergantungan pada pemberian pelumasan dengan
tekanan, walaupun hal itu mungkin terjadi, tetapi yang jelas ia memerlukan adanya penyediaan pelumas yang cukup setiap waktu. Tekanan pada lapisan
tipis pelumas biasanya dibangkitkan oleh gerakan relatif dari kedua permukaan itu sendiri
Pada gerakan menggelinding, penggelindingan bergerak di atas lapisan tipis minyak dengan kadar terlalu tinggi untuk membiarkan
Universitas Sumatera Utara
sambungan atau kontak langsung melalui lapisan tipis minyak pelumas tersebut. Gerakan rotasi misalnya pada poros dengan menggunakan bantalan
luncur jurnal. Dengan gerakan ini bahan pelumas di tarik dari celah yang lebar pada bagian atas ke bagian yang sempit di sebelah bawah, sehingga
membentuk oil wedge yang memisahkan kedua permukaan. Berikut adalah gambar pelumasan hidrodinamis.
Gambar 2.1 Pelumasan hidrodinamis untuk gerakan meluncur pada bidang rata
Gambar 2.2 Pelumasan hidrodinamis pada roller yang bergerak relative pada bidang rata
2. 3. 2. Pelumasan Elastohidrodinamis
Pelumasan elastohidrodinamis Elastohydrodynamic Lubrication juga merupakan bentuk dari pelumasan hidrodinamis, tetapi pada pelumasan
elastohdrodinamis deformasi elastis dari permukaan yang dilumasi menjadi sangat besar. Artinya kontak kontak bidang permukaan yang bergesekan
sangat kecil, sehingga timbul tekanan yang demikian besar pada lapisan tipis
Universitas Sumatera Utara
minyak pelumas yang membatasi kedua permukaan itu. Misalkan pada bantalan gelinding roller bearing, mimis ballroller akan menekan cincin
sehingga terjadi deformasi elastis biarpun gaya yang diberikan demikian kecilnya.
2. 3. 3. Pelumasan Bidang Batas
Pelumasan bidang batas Boundary Lubrication mengacu pada situasi kombinasi geometri kontak, beban relatif besar, kecepatan rendah, kuantitas
pelumas yang tidak cukup sehingga tidak dimungkinkan untuk membangkitkan lapisan tipis minyak pelumas yang sempurna pada
bagianyang bersinggungan. Pada beberapa kasus pelumasan bidang batas masih terjadi kontak asperity permukaan kasar pada suatu permukaan yang
dilihat di bawah mikroskop. Pada situasi normal, asperity setiap logam dilapisi oleh lapisan oksida, misalnya besi oksida pada besi atau baja,
aluminium oksida alumina pada aluminium dan sebagainya. Ketika asperities
tersebut untuk melekat relative lembut. Namun, bila lapisan oksida tersebut aushabis akibat gesekan yang berat maka permukaan-permukaan
yang bersinggungan memiliki kecenderungan untuk melakukan kontak langsung. Maka sangat penting untuk mmepertahankan lapisan oksida
tersebut, agar terjadi gesekan yang relatif lembut. Dan jika permukaan logam tersebut kehilangan lapisan oksidanya maka akan terjadi gesekan dan keausan
yang parah. Dan pada kasus tersebut di atas pelumasan bidang batas dapat mengurangi gesekan dan keausan yang terjadi. Mekanisme dari pelumasn
bidang batas sendiri adalah misalnya dengan physical adsorption, chemical adsorption
, maupun chemical reaction.
2. 3. 4. Pelumasan Tekanan Ekstrim
Pelumasan tekanan ekstrim mengacu pada kondisi apabila kontak yang terjadi di bawah pengaruh kerja paling hebatekstrim,seperti pada pemotongan
logam atau roda gigi yang mengalami bebankejut,sehingga aditif tekanan ekstrim EP additive digunakan untuk melumasi. EP extreme Pressure
Universitas Sumatera Utara
additive inin merupakan senyawa minyak yang dapat larut dan biasanya mengandung zat belerang, chlorin atau fosfor yang bereaksi dengan
permukaan bantalan pada temperature tinggi yang timbul dimana lapisan tipis minyak pelumasd pecah, membentuk zat lapisan tipis yang titik cairnmya
tinggi antara permukaan-permukaan yang berkontak.
2. 3. 5. Pelumasan Padat
Pelumasan padat Solid Lubrication adalah sistem pelumasan dimana diantara permukaan kontak saling melumasi sendiri oleh bahan padat yang
dilapisi dan kadang menyatu pada elemen tersebut. Pelumasan padat dapat dipahami misalnya pada sebuah contoh, misalnya debu pasir dan keriil pada
permukaan jalan dapat menyebabkan kendaraan tergelincir karena debu, pasir dan kerikil mengurangi gesekan antara ban dan permukaan jalan. Teknisnya,
debu, pasir dan kerikil tersebut bertindak sebagai pelumas, namun tentu saja tidak ada yang merekomendasikan debu pasir debu, pasir dan kerikil sebagai
pelumas padat pada elemen mesin. Walaupun telah banyak dikembangkan bahan inorganic untuk pelumasan
padaT, seperti misalnya mica, talc, dan chalk namun sangat sedikit yang digunakan secara umum untuk permesinan. Bahan-bahan yang umum dan
paling banyak digunakan sebagai pelumas adalah grafit dan molybdenum disulfide dan PTFE polytetraflouroethylene Teflon.
Adapun karakterisatik bahan yang baik digunakan sebagai pelumas padat adalah sebagai berikut:
Mempunyai koefisien gesek rendah namun konstan dan terkendali Memiliki stabilitas kinia yang baik sepanjang temperatu yang
diperlukan Tidak memiliki kecenderungan untuk merusak permukaan bantalan
Lebih diutamakan yang memiliki daya adhesi yang kuat terhadap
permukaan bantalan, sehinngga tidak mudah hilangaus dari permukaan bantalan
Memiliki daya tahan terhadap keausan dan umur yang relative panjang
Universitas Sumatera Utara
Mudah diaplikasikan pada permukaan yang bergesekann terutama bantalan
Tidak beracun dan ekonomis Bahan inorganic seperti grafit dan molybdenum disulfide memiliki sifat mampu
membentuk lapisan tipis pada permukaan logam yang bergeser dengan mudah dan menahan penetrasi oleh permukaan-permukaan yang bergesek. Senyawa-senyawa
demikian dapat digunakan sendiri-sendiri atau disuspensikan dalam tempat cairan atau minyak gemuk. Jenis plasticpolimer seperti PTFE dapat digunakan sebagai
permukaan bantalan yang dalam penggunaan tidak menggunakan atau membutuhkan pelumasan lanjutan ataupunb lainyya.
Beberapa bahan yang digunakan sebagai pelumas padat dapat dilihat pada table 2.1
Table 2.1 Beberapa material yang digunakan sebagai bahan pelumas padat
Kelompok Bahan
Nama Bahan
Layer-lattice compounds
Molybdenum disulphide Graphite
Tungsten diselenide Tungsten disulphide
Niobium diselenide Tantalum disulphide
Polymers PTFE
Nylon PTFCE
Acetal PVF
2
Polyimide Metals
Lead Tin
Gold Silver
Other Inorganics
Molybdic oxide Boron trioxide
L d id
B it id
sumber : Lubrication and Lubricant Selection: A Practical Guide, Third Edittion by A.R.Lansdown
2.3.6 Pelumasan hidrostatis
Pada pelumasan hidrodinamis, seperti pada penjelasan di atas, permukaan yang bergesekan dipisahkan secara sempurna oleh lapisan tipis pelumas. Lapisan
Universitas Sumatera Utara
tipis pelumas tersebut dicapai dengan akibat gerakan luncuran lapisan minyak pelumas oil-wedge untuk membvangkitkan tekanan minyak pelumas didalam
bantalan. Namun pada mesin-mesin yang mempunyai beban besar dan kecepatan putaran rendah tidak dimungkinkan lagi terjadi pelumasan hidrodinamis pada saat
start. Untuk itu diperlukan tekanan yang lebih besar agar terjadi lapisan tipis minyak pelumas diantara poros dan bantalan. Tekanan demikian diperoleh
dengan menggunakan pompa tekanan tinggi yang akan menekan minyak pelumas ke bagian-bagian yang bergesek, bukan sekedar pompa tekanan rendah yang
berfungsi hanya sebagai pendistribusi atau pensirkulasi minyak pelumas. Pelumasan sedemikian disebut pelumasan hidrostatis hydrostatic lubrication.
Pelumasan hidrostatis disebut juga pelumasan tekanan luar externally pressurized
karena tekanan yang timbul diakibatkan pengaruh kerja dari luar sistem. Dalam beberapa kasus, setelah poros berputar dengan kecepatan tinggi
biasanya pompa tekanan tinggi yang digunakan dapat dihentikan, sementara pompa tekanan rendah sebagai pensuplai minyak pelumas tetap difungsikan.
Dalam kasus ini, pada operasi normal yang terjadi vukan pelumasan hidrostatis lagi, melainkan pelumasan hidrodinamis.
2.4 Kekentalan minyak pelumas Viscosity 2.4.1 Kekentalan dinamik dan kekentalan kinamatik
Dalam industry perminyakan khususnya minyak pelumas dikenal istilah kekentalan, karena kekentalan merupakan sifat yang paling panting bagi minyak
pelumas khususnya dan bahan pelumas umumnya, karena sifat ini menunjukan kemampuan untuk melumasi sesuatu dan kemampuan suatu fluida untuk
mengalir. Pada gambar 2.3 menunjukkan pendefenisian kekentalan dinamik menurut Hukum Newton tentang aliran viskos. Suatu permukaan bergerak relatif
dengan kecepatan u terhgadap permukiaan lain dimana diantara kedua permukaan ditempatkan suatu lapisan tipis fluida. Kekentalan didefenisikan sebagai besarnya
tahanan fluida untuk mengalir di bawah pengaruh tekanan yang dikenakan dan besarnya harga kekentalan merupakan perbandingan antara tegangan gesr yang
bekerja dengan kadar gesekan rate of shear
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3 Pendefenisian kekentalan dinamik menurut hukum Newton tentang aliran viskos
Dari gambar 2.3 secara matematis dapat ditulis: du
u dy
h
2.1
dimana:
tegangan geser fluida Nm
2
kekentalan dinamik Poise, P u = kecepatan relatif permukaan mdet
h = tebal lapisan pelumasan m Sehingga kekentalan dinamik dapat ditulis:
du dy
2.2
Kekentalan dinamik disebut juga dengan kekentalan absolut, sementara kadar geseran adalah dudy. Jika kekentalan dinamik dibagi dengan rapat massa pada
temperatur yang sama hasilnya disebut kekentalan kinematik. Secara matematis ditulis:
Universitas Sumatera Utara
v
dimana: v = kekentalan kinematik Stokes, S
= rapat massa gramcm
3
Dalam satuan cgs, tegangan geser adalah dalam dynecm
2
dan kadar geseran dalam det
-1
, maka satuan kekentalan dinamik adalah poise disingkat P. Sedangkan satuan rapat massa gramcm
3
sehingga satuan kekentalan kinematik adalah stokes disingkat St.
Satuan yang paling umum dalam industri perminyakan adalah centipoise disingkat cP dan centistoke disingkat cSt, dimana 1 P = 100 cP dan 1 St = 100 cSt. Dalam
satuan SI, untuk kekentalan dinamis adalah N detm
2
atau kgm det dan satuan kekentalan kinematik adalah m
2
det. Dengan demikian diperoleh hubungan satuan-satuan:
1 P = 10
-1
N detm
2
1 cP = 10
-3
N detm
2
1 St = 10
-4
m2det 1cSt = 10
-6
m2det Dalam satuan British untuk kekentalan dinamik dikenal satuan lbf.sin
2
pound force second per square inch
yang disebut juga dengan reyn, yang diberikan untuk penghormatan terhadap Sir Osborne Reynolds.
Hubungan antara reyn dan centipoise:
1 reyn = 1 lbf.sin
2
= 7,03 kgf.sm
2
Universitas Sumatera Utara
1 reyn = 6,9 . 10
6
cP
Kekentalan juga dapatpernah dinyaatakan dengan unit sebagai berikut: Kekentalan Redwood Redwood viscosity
Secara teknis Redwood viscocity bukanlah satuan untuk kekentalan melainkan waktu alir. Itu adalah jumlah waktu yang diperlukan 50 ml
minyak untuk mengalir melalui cerobong saluran berbentuk mangkuk cuo-shaped funnel akibat gaya beratnya sendiri.
Kekentalan Saybolt Saybolt viscosity Saybolt viscosity
secara teknis adalah waktu alir dan hal tersebut juga bukan satuan kekentalan, karena memiliki cara yang sama dalam
pengukurannya dengan Redwood Viscosity. Metode ini pernah menjadi metode standar pada ASTM.
Kekentalan Engler Engler viscosity Engler viscosity
juga merupakan waktu alir dengan metode hampir sama dengan Redwood Viscosity, tetapi hasilnya dinyatakan dengan derajat,
waktu alir sampel minyak terhadap yang diukur air pada temperatur yang sama. Hal ini ditetapkan hanya di hampir seluruh Eropa, tetapi seara
berangsur-angsur mulai ditinggalkan.
2.4.2 Klasifikasi Kekentalan Minyak Pelumas
Kekentalan minyak pelumas perlu distandarkan dan diklasifikasikan agar penggunaannya sesuai dengan kebutuhan. Kekentalan minyak pelumas untuk
Universitas Sumatera Utara
keperluan teknik dan industry telah diklasifikasikan seperti ISO, SAE, ASTM, DIN, AGMA dan lain sebagainya. Klasifikasi yang paling banyak digunakan
dalam dunia industri adalah klasifikasi menurut ISO dan SAE.
1. Klasifikasi kekentalan menurut ISO
Sistem kekentalan minyak pelumas menurut ISO Iternational Standard Organization adalah berdasarkan kekentalan kinematic, dalam satuan centistokes
cSt, pada daerah range kekentalan pada temperature 40 C. Setiap daerah
kekentalan diidentifikasi dengan angka ISO VG Viscosity Grade atau derajat kekentalan ISO, dimana kekentalan tersebut merupakan kekentalan kinematic
rata-rata pada daerah tersebut midpoint kinematic viscosity. Untuk mendapatkan nilai kekentalannya, harus dihitung 10 dari nilai rata-rata kekentalannya, harus.
Misalnya ISO VG 100 mempunyai kekentalan rata-rata 100 cSt untuk maksimum. Nilai kekentalan menurut ISO untuk minyak pelumas dapat dilihat pada gambar
grafik dan table berikut, yang dikutip dari dokumen ISO 3448 “Industrial Liquid Lubricants – ISO Viscosity Classification”.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.4 Kekentalan minyak pelumas menurut dokumen ISO 3448 pada tekanan atmosfer
Universitas Sumatera Utara
Nilai kekentalan pada ganbar diatas dapat dilihat pada table dibawah, untuk nilai kekentalan pada suhu 40
C. Nilai untuk harga kekentalan kinematic minyak pelumas pada 40
C menurut dokumen ISO 3448.
Tabel 2.2 Klasifikasi kekentalan ISO minyak pelumas pada suhu 40 C
Angka derajat
kekentalan ISO
Harga tengah kekentalan,
cSt pada 40
°C
Batas kekentalan kinematik, cSt pada 40
°C
Minimum Maksimum
ISO VG2
ISO VG3
ISO VG5
ISO VG7
ISO VG10
ISO VG15
ISO VG22
ISO VG32
ISO VG46
ISO VG68
ISO VG100
ISO VG150
ISO VG220
ISO VG320
ISO VG460
ISO VG680
ISO VG1000
ISO VG1500
2,2 3,2
4,6 6,8
10 15
22 32
46 68
100 150
220 320
460 680
1000 1500
1,98 2,88
4,14 6,12
9 13,5
19,8 28,8
41,4 61,2
90 135
198 288
4174 612
900 1350
2,42 3,52
5,06 7,48
11 16,5
24,2 35,2
50,6 74,8
110 165
242 352
506 748
1100 1650
sumber: Prinsip pelumasan dan minyak pelumas mineral, A.Halim Nasution
Universitas Sumatera Utara
2. Klasifikasi kekentalan menurut SAE
Sistem kjlasifikasi disusun oleh SAE Society of Automotive Engineers, dalam SAE J300 SEP80 pertama kali dilaporkan Divisi Anekaragam
Miscellaneous Division, disetujui pada Juni 1911, dan direvisi kembali oleh suatu komite pada September 1980. Walaupun sistem kekentalan ini disusun oleh
SAE, klasifikasi kekentalan minyak kekentalan minyak pelumas bukan hanya untuk ootomatif, melainkan semua tipe penggunaan minyak pelumas termasuk
industry, kapal laut dan dan pesawat udara. Klasisikasi SAE merupakan klasifikasi untuk minyak pelumas mesin-mesin secara rheology saja.
Karakteristik lain dari minyak pelumas tidak termasuk. Praktek yang dianjurkan ini ditunjukkan penggunaan oleh penggunaan pabrik pembuat mesin-mesin dalam
menentukan derajat kekentalan minyak pelumas yang akan direkomendasikan untuk penggunaan mesin-mesin yang diproduksi, dan oleh perusahaan minyak
dalam merumuskan dan memberi label produksi mereka. Dua seri derajat kekentalan diberikan pada table 2.2, dimana salah satu
mengandung letter W dan lainnya tidak. Derajat kekentalan dengan letter W didasarkan atas kekentalan masimum pada temperature rendah dan temperature
pemompaan batas maksimum, sebagaimana kekentalan minimum pada 100 C.
minyak pelumas tanpa letter W didasarkan atas kekentalan pada 100 C. minyak
yang diklasifikasikan kekentalannya pada temperature rendah dan pada temperature pemompaan memenuhi persyaratan untuk derajat W, dan yang mana
kekentalannya pada 100 C berada dalam daerah yang telah ditentukan dari salah
satu klasifikasi derajat non-W. kekentalan pada temperature rendah diukur seseuai dengan prosedur tertentu. Prosedur ini merupakan versi multi-temperatur
dari ASTM D 2602, yaitu dengan cara Metode Pengujian Kekentalan Minyak Pelumas Mesin pada Temperatur Rendah dengan menggunakan simulator
Pengengkolan Dingin Method of Test for Apparent Viscosity of motor Oils at Low Temperature Using the Cold Crancing Simulator
, dan hasilnya dilaporkan dalam centipoise cP. Kekentalan diukur dengan metode ini dan telah ditemui
Universitas Sumatera Utara
hubungannya denga kecepatan putaran yang diberikan selama pengengkolan temperature rndah.
Tabel 2.3 Derajat kekentalan SAE untuk minyak pelumas mesin SAE J300 Engine Oil Visccosity Classification
SAE Viscosity
Grade
Viscosity cP
a
at temp
C
max.
Borderline
b
pumping temp
C
max.
c
Viscosity cSt
min max
0W 5W
10 W
15 W
20 W
25 W
20 W
30 W
40 W
50 W
60 W
3250 at -30
3250 at -30
3250 at -30
3250 at -30
3250 at -30
- -
- -
- -35
-30 -25
-20 -15
-10 -
- -
- -
3,8 3,8
4,1 5,6
5,6 9,3
5,6 9,3
12,5 16,3
21,9 -
- -
- -
- 9,3
12,5 16,3
21,9 26,1
sumber: Prinsip pelumasan dan minyak pelumas mineral, A.Halim Nasution
2.5 PengukuranPengujian Kekentalan Minyak Pelumasan
Kekentalan fluidaminyak
pelumas dapat diukur dengan berbagai metode
dengan prinsip-prinsip yang berbeda. Pengujian minyak pelumas biasanya dilakukan pada temperatur yang konstan, misalnya -18
C, 10 C, 28
C, 40 C,
50 C atau 100
C. Alat untuk mengukur kekentalan minyak pelumas disebut dengan viskometer viscometer
2.5.1 Viskometer Bola Jatuh Falling Sphare Viscometer 2.5.1.1 Viskometer Bola Jatuh Yang Memenuhi Hukum Stokes
Menurut hukum Stokes, sebuah bola dengan jari-jari r yang bergerak dengan kecepatan rendah v di dalam fluida akan mengalami gaya gesekan yang
Universitas Sumatera Utara
melawan arah gerakannya akibat kekentalan fluida, dengan suhu dan tekanan konstan yang besarnya dirumuskan sebagai berikut:
6. . . . Fv
r v
2.4 Dimana:
Fv = gaya yang melawan gerakan kg mdet r = jari-jari bola m
v = kecepatan bola relatif mdet = kekentalan fluida N detm
2
Gambar 2.5 Viskometer bola jatuh ayang memenuhi hukum Stokes Dalam metode bola jatuh sebuah bola jatuh dijatuhkan ke dalam tabung transparan
yang berisi fluida. Kecepatan bola jatuh mula-mula rendah, tetapi percepatan gravitasi menyebabkan kecepatan bertambah sehingga gaya Fv semakin besar.
Gaya yang dialami bola adalah gaya gravitasi Fg arahnya ke bawah, gaya apung Fb arahnya ke atas, dan gaya gesekan Fv arahnya ke atas. Pada suatu
kecepatan tertentu akan terjadi keseimbangan:
Universitas Sumatera Utara
F
Fg = Fb + Fv 2.5
Maka kecepatan bola tidak berubah lagi melainkan tetap pada nilai maksimum atau nilai akhir yang ditulis dengan kecepatan v. Gaya Fg dan Fb dapat ditulis
sebagai fungsi jari-jari bola r, rapat massa bola
b
dan rapat massa fluida
f
: Fg = 43.
.r
3
.
b
.g 2.6
Fb = 43. .r
3
.
f
.g 2.7
Fg = Fb + Fv 43.
.r
3
.
b
.g = 43. .r
3
.
f
.g + 6. . . .
Fv r v
6. . . .
Fv r v
= 43.
.r
3
.
b f
.g 2.8
Maka diperoleh kekentalan dinamik minyak pelumas fluida yang diuji:
2
2 .
9
b f
r g
v
2.9 dimana:
= kekentalan dinamik N detm
2
2
r v
= perbandingan kuadrat jari-jari bola baja dengan kecepatan rata-rata mdet
b
= rapat massa bola baja kgm
3
f
= rapat massa fluida kgm
3
g = gaya gravitasi = 9,81 mdet
2
Universitas Sumatera Utara
2.5.1.2 Viskometer Bola Jatuh Menurut Hoeppler
Gambar 2.6 Viskometer bola jatuh menurut Hoeppler Viskometer bola jatuh menurut Hoeppler dapat dilihat pada gambar diatas.
Salah satu keuntungan viskometer bola jatuh menurut Hoeppler dibandingkan dengan menurut hukum Stokes adalah peralatan yang relatif lebih kecil dan
adanya kontrol temperatur, artinya pengukuran dapat dilakukan dengan temperatur yang bervariasi.
Formula untuk pengukuran viskometer menurut Hoeppler adalah :
1 2
. K
t
2.10
Dimana: = kekentalan dinamik cP
1
= massa jenis bola uji gramcm
3
2
= massa jenis fluida gramcm
3
K = Konstanta bola uji mPa.s. cm
3
gr.s
Universitas Sumatera Utara
2.5.2 Viskometer Rotasional
Viskometer Rotasional Rotational Cylindrical Viscometer seperti pada gambar 2.2 terdiri dari dua silinder konsentris dengan fluida yang terdapat
diantara keduanya. Silinder terluar diputar dan torsi diukur pada silinder yang terdapat di dalam.
Jika: r
i
= jari-jari silinder bagian dalam r
o
= jari-jari silinder bagian luar
a
= panjang tabungsilinder c
= radial clearence =
kecepatan sudut
Maka berdasarkan postulat Newton:
o
u f
A c
2.11 Catatan:
o
merupakan konstanta proporsional, disebut juga kekentalan absolut .
Dimana: A = luas area,
2
a
r l
u =
kecepatan, .
o
r
2
o o
o a
r f
r l c
2.12 Maka atorsi yang terjadi pada silinder bagian dalam adalah:
2
2
i a q
i
r r l t
fr c
Didapat kekentalan dinamikabsolut:
Universitas Sumatera Utara
2
2
q i a
t c r r l
2.13
Gambar 2.7 Viskometer Rotasional
2.5.3 Viskometer Pipa Kapiler
Pengukuran kekentalan pada viscometer pipa kapiler Capillary Viscometers
didasarkan pada pengukuran rata-rata aliran fluida melalui tabung berdiameter kecilpipa kapiler.
Ada banyak tipevarian viscometer yang menggunakan prinsip aliran fluida melalui pipa kapiler, dan viscometer pipa kapiler merupakan
viscometer yang memiliki varian yang paling banyak dibandingkan gengan tipe viscometer lain. Beberapa diantaranya dapat dilihat seperti
pada gambar di bawah.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.8 Beberapa jenis tipe viscometer pipa kapiler
Gambar 2.9 Penampang pipa kapiler Secara umum perhitungan viskositas pada viskometer pipa kapiler:
Berdasarkan aliran fluida pada pipa bundar:
4
8 4
q dp
dx a
2.14
Universitas Sumatera Utara
Jika
1
adalah tekanan masuk dari fluida dan
t
l
adalah panjang pipa kapiler, maka:
4
8
i t
t i
dp dx
q a
2.15
Dimana
i t
gh
dan
t
h adalah tinggi pipa kapiler dan
adalah rapat massa pada
=0 dan temperatur konstan. Maka dapat dituliskan:
4 ,
4
8 8
t i
t t
k o
q gh
a q
h A q
a g
2.16
Dimana
, k o
adalah kekentalan kinematik pada p=0 dan temperatur
tetap, serta A =
4
8
t
ga
, dan mengingat q 1
t , maka:
,0 t
k
h B t
A q
2.17
Dimana B adalah konstanta dari fungsi alat uji tersebut.
2.5.4 Viskometer Cone and Plate
Gambar 2.6 menunjukkan prinsip kerja viskometer Cone-and-Plate Viscometer. Sudut
sangat kecil. Kecepatan permukaan pada kerucut cone pada jari-jari r adalah u =
.r
. Ketebalan lapisan fluida adalah h = r tan r . Berdasarkan postulat Newton :
Universitas Sumatera Utara
2 2
,
R R
o o
o o
u r
f A
rdr rdr
h r
Maka torsi yang terjadi:
2 2
2 2
3
R o
o q
o
R t
r dr
Sehingga:
3
3 2
q o
t R
2.18
Gambar 2.10 viskometer Ferranti-cone dan plate viscometers
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.11 prinsip kerja cone-and-plate viscometer
2.5.5 Viskometer tipe lain
Selain dari viscometer diatas, masih banyak lagi viscometer tipe lain, beberapa diantaranya dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 2.12 Stormer viskometers
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.13 Saybolt Viscometers
Gambar 2.14 Mac Michael Viscometers
Universitas Sumatera Utara
2.6 Bantalan Luncur dan Pelumasan pada Bantalan Luncur 2.6.1 Bantalan Luncur
Jenis bantalan luncur journal bearings sangat luas penggunaannya pada mesin-mesin yang memiliki elemen berputar
rotating machines, seperti turbin uap, generator, blower, kompresor, motor bakar, poros kapal laut, bahkan sebagai bantalan pada elemen yang
seharusnya menggunakan bantalan gelinding rolling elements bearing. Hal tersebut karena bantalan luncur lebih baik dari bantalan gelinding
pada parameter yang dianggap sama dalam hal penyerapan getaran, tahapan terhadap gaya kejut, relative tidak bising dan umurnya lebih
panjang. Semua karakteristik ini disebabkan oleh prinsip pelumasan bantalan luncur yang menggunakan lapisan tipis minyak pelumas saat
menumpu poros, misalnya. Tentu saja hal tersebut tidak lepas dari teknik desain dan pemilihan material yang terus dikembangkan.
Bantalan luncur termasuk dari jenis bantalan yang arah pembebanan normalnya pada arah radial atau lebih banyak mengarah tegak lurus pada
garis sumbu poros. Maka bantalan luncur termasuk ke dalam jenis plain bearing atau kadang disebut dengan sliding bearing.
Disebut bantalan luncur dalam bahasa Indonesia adalah karena adanya gesekan luncur dan gerakan luncur sliding yang terjadi pada bantalan,
akibat adanya lapisan fliuda tipis diantara bantalan dan poros tersebut. Dapat juga dibandingkan seperti atlit selancar air yang
berselancarmeluncur bebas diatas air, demikian juga dengan poros yang dapat meluncur dengan mudah pada bantalan dengan batuan lapisan tipis
minyak pelumas. Dalam bahasa inggris disebut journal bearings karena poros ditumpu oleh
bantalan pada tempatdaerah yang dinamakan tap-poros atau leher poros neck, dan daerah leher poros tersebut dinamakan journal.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.15 Bantalan luncur
2.6.2 Pelumasan hidrodinamis pada bantalan luncur
Ada berbagai jenis bantalan luncur dan bantalan-bantalan tersebut dapat dilumasi dengan minyak pelumas, gas bahkan dengan minyak
gemuk. Namun tipe pelumasan yang paling efektif dan paling banyak digunakan adalah dengan minyak pelumas dengan tipe pelumasan
hidrodinamis. Seperti yang telah dijelaskan diatas, teori pelumasan hidrodinamis ini
berasal dari penelitian Beauchamp Tower, yang dianalisa oleh Osbone Reynolds.
Universitas Sumatera Utara
2.6.2.1 Teori aliran hidrodinamis fluida diantara dua platpermukaan datar
Gambar 2.16 Aliran hidrodinamis fluida diantara dua platpermukaan datar
Lihat lapisan minyak pelumas diantara dua plat AB dan CD, salah satu permukaan bergerak dengan kecepatan V, dan permukaan yang satunya CD diam, seperti
pada gambar 2.16. kecepatan minyak saat kontak dengan CD adalah nol saat CD diam. Gaya pada minyak yang digambarkan dalam elemen kubus dx, dy, dz pada
Setiap titik xyz seperti pada diagram, dimana F adalah gaya yang terjadi pada gesekan internal dan p adalah tekanan pada titik tersebut xyz.
Berdasarkan hukum Newton: F =
v y
2.19
Universitas Sumatera Utara
Dimana = koefisien kekentalan dan v = kecepatan pada arah x. Anggap elemen
dx.dy.dz berada dalam gerakan seragam pada arah x dan p
y
p adalah independent terhadap y, sehingga solusi gaya: .
. F
p F
dy F dx dz
p p
dx dy dz
y x
2.20
Sehingga hasilnya: F
p y
x
Substitusi nilai F: v
F y
y y
Maka:
2 2
F v
y y
2 2
F p
v y
d y
2.21 Kemudian kita Integralkan persamaan 2.21 sehingga kita mendapatkan
persamaan 2.22:
2 1
2
1 2
p v
y C y C
x
2.22 Lalu kita tentukan kondisi v=V ketika y=0 dan v=0 ketika y=h, didapat:
1 1
1 2
y p
y v
V hy
h x
h
2.23
catatan: Kondisi yang diterapkan untuk menentukan konstanta C
1
dan C
2
adalah karena y diukur berlawanan dengan arah yang diindikasikan.
Universitas Sumatera Utara
Dari sini fungsi internal pada persamaan 2.20 harus bernilai ,
F F
F dy pengganti F
dy y
y
sehingga:
F p
y x
Atau tanda F
y
dibuat negatif dan persamaan kecepatan menjadi:
1 1
1 2
y p
y v
V hy
h x
h
2.24
2.6.2.2 Persamaan Tekanan Sommerfeld untuk Pelumasan Hidrodinamis
pada Bantalan Lucur
Gambar 2.17 Bantalan luncur dan tata namanya Pada tahun 1904, A. J. W. Sommerafeld 1869-1951 menemukan suatu
persamaan yang dapat menganalisa tekanan pada lapisan tipis minyak pelumas pada bantalan luncur, yang dikenal dengan persamaan Sommerfeld, yaitu:
2 2
2 2
6 sin 2 cos
2 1
cos r
p p
2.25
Universitas Sumatera Utara
Dapat juga ditulis:
2 2
2 2
6 sin 2 cos
2 1
cos r
p p
2.26 Dimana:
p = tekanan pada minyaka pelumas Pa
p = tekanan suplai Pa
= kecepatan putaran poros journal rpm
R = radius bantalan m
r = radiaus poros m
= kelonggaran radiala R-r
e = eksentrisitas
= perbandingan eksentrisitas =
e
= viskositas minyak pelumas
h = tebal lapisan minyak pelumas
= posisi angular
o
Dimana lapisan film minyak pelumas minimum adalah: h
= 1
.cos
Sommerfeld juga memberikan solusi untuk beban total di sepanjang bantalan,
yaitu sebagai berikut: P
=
3 2
2 2
12 . 2
1 . .
r
Universitas Sumatera Utara
P =
2
2 . . 1
l r k
2.27
Dimana: P
= Beban total di sepanjang bantalan N k
= angka sommerfeld Pa l
= panjang bantalan m r
= jari-jari poros m
= perbandingan eksentrisitas
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODE PENGUJIAN
3.1 Diagram Alir Pengujian
Minyak Pelumas
Pengisian Minyak dan Pemanasan warm up
Pengujian Karakteristik Bantalan Luncur
Putaran 1500 rpm Putaran 1750 rpm
Putaran 2000 rpm Putaran 1000 rpm
Putaran 1250 rpm
Pencatatan Data
AnalisaHasilPengujian Pengujian kekentalan_minyak
pelumas
Gambar 3.1 Diagram Alir Pengujian
Universitas Sumatera Utara
3.2 Variabel Pengujian
Pada pengujian ini variable pengujian untuk mendapatkan karakteristik tekanan bantalan luncur adalah kekentalan minyak pelumas
µ dan kecepatan putaran poros ω.
3.2 Peralatan Pengujian
Pengujian dilakukan di laboratorium Teknik Pelumasan Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
Alat yang digunakan adalah Alat uji Bantalan Luncur TM25 buatan TecQuipment Ltd, Inggris. Spesifikasi Alat Uji Bantalan Luncur adalah
sebagai berikut: Dimensi Alat Uji:
990 mm x 970 mm x 2850 mm dan 68 kg
Kondisi operasi:
Pada Temperatur +5 C sampai +40
C
Pada jangkauan kelembaban relative setidaknya 80 pada temperature 31
C dan 50 pada temperature 40 C
Suplai energy listrik:
Single phase 220 VAC 50 Hz Spesifikasi Bantalan Luncur:
Diameter journal
: 50 mm
Diameter bantalan : 55 mm
Lebar efektif bantalan
: 70 mm
Lebar bantalan sepenuhnya : 80 mm
Volume minyak pada bantalan
: 65,5 cm
3
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.2 Alat Uji Bantalan Luncur TecQuipment TM25
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.3 Pandangan assembling peralatan bantalan luncur TM25
Keterangan gambar 3.3: A
: Poros journal B
: Poros motor penggerak
Universitas Sumatera Utara
C : Bantalan luncur
D : Karet diafragma Flexible rubber diaphragm
E : Piringan penutup bantalan
F : Petunjuk keseimbangan bantalan
H : Beban
I : Batang beban
Peralatan pengujian TM25 memiliki bantalan acrylic dan papan manometer yang besar, sehingga tekanan minyak pelumas pada bantalan
dapat diobservasi dengan jelas. Poros motor penggerak dan journal memiliki putaran yang sama. Peralatan ini juga dilengkapi dengan
variable kecepatan putaran pada unit control dan sensor kecepatan pada motor untuk melakukan percobaan pada kecepatan yang bervariasi.
Pada bantalan terdapat 16 enam eblas titik observasi untuk mengukur besarnya tekanan pada bantalan luncur. Dua belas titik berada
di sekeliling equispaced bantalan, yang masing-masing berjarakmembentuk sudut 30
, yaitu titik observasi yang bernomor 3, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, dan 16. Sedangkan empat titik berada pada
arah aksial lihat bantalan, yaitu titik 1, 2, 4 dan 5. Titik 3 dapat juga dianggap berada pada arah aksial lihat gambar 3.3. Masing-masing titik
pengujian dihubungkan ke tabung pada papan manometer dengan pipa plastic fleksibel, sehingga distribusi tekanan pada sekeliling bantalan
dapat diobservasi pada manometer tersebut. Pada papan manometer terdapat 16 tabungpipa yang menunjukan nilai tekanan untuk masing-
masing titik tersebut, dan nilainya dalam satuan mm oil.
3.4 Pengisian Minyak Pelumas dan Pelumasan
Peralatan pengujian bantalan luncur TecQuipment TM25 memiliki reservoir sebagai penampung minyak pelumas. Reservoir dihubungkan
Universitas Sumatera Utara
dengan dua saluran sebagai pintu masuk minyak pelumas ke dalam bantalan. Reservoir juga dilengkapi dengan keran untuk membuka dan
menutup aliran minyak pelumas ke bantalan. Sebelum melakukan pengujian tekanan pada enam belas titik pengujian
harus sama agar terjadi keseimbangan tekanan. Caranya dengan membuka keran masuk minyak pelumas.
Saat pengujian gelembung-gelembung udara harus dikeluarkan agar tidak terjadi kesalahan pembacaan tekanan. Salah satu caranya adalah
dengan cara melakukan pemanasan atau warm up. Pemanasan dilakukan dengan menghidupkan motor dan meningkat kecepatan putaran secara
bertahap sampai 1500 rpm, kemudian dibiarkan sampai satu jam setelah satu jam kecepatan putaran dikutangi hingga stabil pada 1000 rpm selama
kira-kira 10 menit.
3.5 Pengujian Karakteristik Distribusi Tekanan Bantalan Luncur
Pengujian untuk mendapatkan karakteristik bantalan luncur ini menggunakan minyak pelumas Enduro SAE 20W50 dan Federal
20W50. Pada pengujian ini ditetapkan lima variasi kecepatan putaran, yaitu: 1000 rpm, 1250 rpm, 1500 rpm, 1750 rpm, 2000 rpm. Putaran poros
ditetapkan searah jarum jam clock wise. Setelah dilakukan pemanasan warm up, kemudian putaran poros
ditetapkan pada kecepatan putaran terendah, yaitu 1000 rpm, lalu stabil pada putaran tersebut selama 10 sepuluh menit, kemudian dilakukan
pembacaan pada papan manometer. Demikian pula untuk putaran 1250, 15000, 1750 dan 2000 rpm untuk masing-masing minyak pelumas.
3.6 Pengujian kekentalan minyak pelumas
Pengujian kekentalan minyak pelumas pada percobaan ini menggunakan viscometer bola jatuh menurut Hoeppler, merk HAAKE
Universitas Sumatera Utara
Fissons, buatan Jerman, yang terdapat pada Laboratorium Fisika Lanjutan Universitas Sumatera Utara. Pengujian kekentalan dilakukan pada
temperature ruang 28 C dan pada 40
C, karena kondisi pengujian kekentalan ini adalah berkisar 40
C. Menurut buku manual HAAKE Fissons, pengujian ini sesuai
dengan standar DIN 53015.
Gambar 3.4 Viskometer HAAKE Fissons
3.7 Minyak Pelumas Yang Digunakan
Sampel minyak pelumas yang digunakan dalam penalitian ini adalah minyak pelumas kemasan Enduro SAE 20W50 sedangkan sebagai
perbandingan adalah minyak pelumas kemasan Federal SAE 20W50.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV DATA PENGUJIAN DAN ANALISA