kemasan pada kendaraan Mobil Automatic dan Mobil Manual, yang berjudul, "Analisa Distribusi Tekanan Minyak Pelumas Pada Bantalan Luncur Menggunakan Minyak Pelumas SAE 15W/40 dan SAE 20W/50

(1)

ANALISA DISTRIBUSI TEKANAN MINYAK PELUMAS

PADA BANTALAN LUNCUR MENGGUNAKAN PELUMAS

SAE 15W/40 DAN PELUMAS SAE 20W/50

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

FANDI SATRIA H

080401104

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2014


(2)

(3)

(4)

ABSTRAK

Pelumasan adalah suatu cara untuk mengurangi dan memperkecil gesekan dan keausan diantara permukaan-permukaan yang bergerak relatif satu sama lain dengan menempatkan bahan pelumas diantara kedua permukaan yang bergerak tersebut. Khusus pada penelitian ini digunakan 2 jenis minyak pelumas pada kendaraan Mobil Automatic dan Mobil Manual yaitu minyak pelumas oli kemasan Super 2000 SAE 15W/40 dan minyak pelumas oli kemasan Prima Xp SAE 20W/50 sebagai perbandingannya. Dalam penelitian dilakukan perbandingan antara 2 jenis minyak pelumas oli kemasan untuk mengetahui pengaruh penggunaan tersebut pada bantalan luncur. Fenomena pelumasan dapat dilihat pada hampir semua jenis bantalan luncur yang berfungsi untuk menumpu poros. Tipe yang paling umum digunakan adalah bantalan gelinding (rooler bearing) dan bantalan luncur (journal bearing), sebab konstruksinya sederhana, mudah dalam pekerjaan bongkar pasang, harga relatif murah, dan mudah dalam pengerjaannya.


(5)

ABSTRACT

Lubrication is a way to reduce and minimize friction and wear between surfaces that move relative to each other by placing a lubricant material between the two surfaces that move. This particular study used two types of lubricant on vehicles Cars and Car Manual Automatic lubricating oil Super 2000 SAE 15W/40 and lubrication oil SAE 20W/50 Xp Prima packaging as a comparison. In a study conducted a comparison between the two types of lubricant oil packaging to determine the effect of such use on plain bearings. Lubrication phenomenon can be seen in almost all types of plain bearings which serve to rivet shaft. The most commonly used type is the rolling bearing and plain bearings, because the construction is simple, easy disassembly work, the price is relatively cheap, and

easy the process. .


(6)

KATA PENGANTAR

Pujian dan rasa syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas berkat karunia-Nya, Skripsi ini dapat selesai dengan baik. Skripsi ini diajukan untuk melengkapi syarat dan melengkapi studi untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada jenjang pendidikan sarjana (S1) menurut kurikulum Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini membahas tentang teknik pelumasan pada bantalan luncur yang dilumasi dengan 2 jenis minyak pelumas Oli kemasan pada kendaraan Mobil Automatic dan Mobil Manual, yang berjudul, "Analisa Distribusi Tekanan Minyak Pelumas Pada Bantalan Luncur Menggunakan Minyak Pelumas

SAE 15W/40 dan SAE 20W/50 .

Dengan terselesainya Skripsi ini, pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terima-kasih yang sebesar-besarnya kepada:

l. Orang Tua dan seluruh keluarga tercinta yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materil kepada penulis tanpa pamrih.

2. Bapak Ir. H. A Halim Nasution, M.Sc. selaku dosen pembimbing Skripsi yang telah meluangkan waktu dan pikiran untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan Skripsi ini.

3. Bapak Dr. Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri selaku Ketua Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Ir. M. Syahril Gultom, MT selaku Sekretaris Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

5. Seluruh Staf Pengajar dan Pegawai di Lingkungan Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

6. Semua mahasiswa Teknik Mesin umumnya, dan khususnya sesama rekan-rekan stambuk 2008.


(7)

Penulis telah mencoba semaksimal mungkin guna tersusunnya Skripsi ini dengan baik. Penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun. Akhir kata, Penulis mengharapkan semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Medan, Januari 2014

Penulis

FANDI SATRIA H NIM : 080401104  


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR ISI... v

DAFTAR GAMBAR... viii

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR NOTASI... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 3

1.3 Manfaat Penelitian ... 4

1.4 Batasan Masalah ... 4

1.5 Sistematika Penulisan... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Gesekan dan Keausan ... 6

2.2 Pengertian Pelumasan ... 6

2.3 Fungsi Bahan Pelumas ... 7

2.4 Tipe-tipe Pelumasan ... 8

2.4.1 Pelumasan hidrodinamis ... 8

2.4.2 Pelumasan elastohidrodinamis ... 9

2.4.3 Pelumasan bidang batas ... 10

2.4.4 Pelumasan tekanan ekstrim ... 11

2.4.5 Pelumasan padat ... 11

2.4.6 Pelumasan hidrostatis ... 13

2.5 Kekentalan (Viscosity) ... 14

2.5.1 Kekentalan dinamik dan kekentalan kinematik ... 14

2.5.2 Klasifikasi kekentalan minyak pelumas ... 17

2.5.3 Minyak pelumas multigrade ... 21


(9)

2.6 Pengukuran/Pengujian Kekentalan Minyak Pelumas ... 25

2.6.1 Viskometer bola jatuh (Falling Sphere viscometers) ... 26

2.6.1.1 Viscometer Bola Jatuh yang memenuhi Hukum Stoke ... 26

2.6.1.2 Viskometer Bola Jatuh Menurut Hoeppler ... 27

2.6.2 Viskometer rotasional ... 28

2.6.3 Viskometer pipa kapiler ... 29

2.6.4 Viskometer cone and plate ... 31

2.6.5 Viskometer Tipe lain ... 31

2.7 Aditif minyak Pelumas ... 32

2.8 Bantalan Luncur dan Pelumasan pada Bantalan Luncur ... 33

2.8.1 Bantalan Luncur ... 33

2.8.2 Pelumasan hidrodinamis pada bantalan luncur ... 34

2.8.2.1 Teori aliran hidrodinamis fluida diantara dua plat/permukaan datar ... ... 35

2.8.2.2 Persamaan tekanan Sommerfelt untuk Pelumasan Hidrodinamis pada bantalan Luncur... ... 37

2.8.3 Ketidakpastian Pengukuran (Uncertainties Measurement) J.P.Holman... 39

      2.8.4 Grafik kurva teoritis Sommerfeld... 42 

BAB III METODE PENGUJIAN ... . 45

3.1 Diagram Alir Pengujian Tekanan Minyak Pelumas ... 45

3.2 Variabel Pengujian Tekanan Minyak Pelumas ... 46

3.3 Peralatan Pengujian Tekanan Minyak Pelumas ... 46

3.4 Pengisian Minyak Pelumas dan Pemanasan ... 49

3.5 Pengujian Karakteristik Bantalan Luncur ... 49

3.6 Pengujian Kekentalan Minyak Pelumas ... 50

BAB IV DATA PENGUJIAN DAN ANALISA ... 51


(10)

4.2 Analisa hasil pengujian kekentalan minyak pelumas ... 52

4.3 Data pengujian distribusi tekanan ... 53

4.3.1 Data distribusi tekanan setiap titik pengujian pada bantalan Luncur dengan menggunakan minyak pelumas SAE 15W/40 dan SAE 20W/50 ... 53

4.4 Analisa tekanan pada bantalan luncur menggunakan persamaan tekanan Sommerfeld... 63

4.5 Analisa beban bantalan luncur ... 66

4.6 Pembahasan terhadap distribusi tekanan ... 68

4.6.1 Pengaruh Putaran Poros Terhadap Tekanan Pada Bantalan Luncur... 68

4.6.2 Tekanan Maksimum dan Minimum PadBantalan Luncur pada setiap putaran... 68

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 70

5.1 Kesimpulan ... 70

5.2 Saran ... 71

DAFTAR PUSTAKA ... 72


(11)

DAFTAR GAMBAR

HALAMAN Gambar 2.1 Pelumasan hidrodinamis untuk gerakan meluncur pada

bidang rata ... 9

Gambar 2.2 Pelumasan hidrodinamis pada roller yang bergerak relatif pada bidang rata ... 9

Gambar 2.3 Pendefinisian kekentalan dinamik menurut hukum newton Tentang aliran viskos ... 15

Gambar 2.4 Pengaruh tekanan terhadap kekentalan, persamaan barus dan persamaan koeland ... 24

Gambar 2.5 Pengaruh temperatur terhadap minyak pelumas SAE pada tekanan atmosfer ... 25

Gambar 2.6 Viskometer bola jatuh yang memenuhi hukum stokes... 26

Gambar 2.7 Viskometer bola jatuh menurut hoeppler ... 27

Gambar 2.8 Viskometer rotasional ... 29

Gambar 2.9 Beberapa jenis tipe viskometer pipa kapiler ... 30

Gambar 2.10 Viskometer ferranti-cone and plate viskometer ... 31

Gambar 2.11 Prinsip kerja cone-and-palte viskometer ... 31

Gambar 2.12 Viskometer stormer ... 32

Gambar 2.13 Viskometer saybolt ... 32

Gambar 2.14 Viskometer mac michael ... 32

Gambar 2.15 Bantalan luncur ... 34

Gambar 2.16 Aliran hidrodinamis fluida diantara dua plat / permukaan datar ... 35

Gambar 2.17 Mekanisme pulumasan hidrodinamis pada bantalanluncur .... 37

Gambar 2.18 Distribusi tekanan dan geometri bantalan luncur ... 37


(12)

Gambar 3.2 Alat uji bantalan luncur tecaupment TM 25... 47 Gambar 3.3 Pandangan asembling peralatan bantalan luncur TM 25 ... 47 Gambar 3.4 Vskometer bolajatuh menurut Hoppler merek HAAKE

FISSONS ... 50 Gambar 4.1 Grafik distribusi tekanan pada bantalan luncur menggunakan

minyak pelumas SAE 15W/40... 56 Gambar 4.2 Grafik distribusi tekanan disekeliling bantalan luncur

menggunakan minyak pelumas SAE 15W/40... 58 Gambar 4.3 Grafik distribusi tekanan pada bantalan luncur menggunakan

minyak pelumas SAE 20W/50... 60 Gambar 4.4 Grafik distribusi tekanan disekeliling bantalan luncur


(13)

DAFTAR TABEL

HALAMAN Tabel 2.1 Bahan yang digunakan sebagai pelumas ... 13 Tabel 2.2 Klasifikasi kekentalan ISO minyak pelumas pada suhu 40° ... 19 Tabe1 2.3 Derajat kekentalan SAE untuk minyak pelumas mesin (SAE

J300 Engine oil visccosity clasification) ... 21 Tabel 2.4 Klasifikasi multigrade SAE crankcase oil viscosity ... 22 Tabe1 4.1 Data hasil pengujian masa pengukuran minyak

pelumas... .. 51 Tabel 4.2 Data hasil pengukuran kekentalan minyak pelumas SAE

15W/40 dan 20W/50 dengan menggunakan Viskometer Bola

Jatuh Menurut Hoeppler ... 51 Tabel 4.3 Data pembacaan manometer dan dsitribusi tekanan pada

bantalan luncur menggunakan minyal pelumas oli SAE 15W/40... ... 55 Tabe1 4.4 Data pembacaan manometer dan dsitribusi tekanan pada

sekeliling bantalan luncur menggunakan minyal pelumas oli

SAE 15W/40... .. 57 Tabel 4.5 Data pembacaan manometer dan dsitribusi tekanan pada

bantalan luncur menggunakan minyal pelumas oli SAE 20W/50... .. 59 Tabel 4.6 Data pembacaan manometer dan dsitribusi tekanan pada

sekeliling bantalan luncur menggunakan minyal pelumas oli

SAE 20W/50 ... 61 Tabel 4.7 Nilai dan k terhadap minyak pelumas oli SAE

15W/40... ... 65 Tabel 4.8 Nilai dan k terhadap minyak pelumas oli SAE

20W/50…... ... 65 Tabel 4.9 Beban total pada bantalan luncur terhadap minyak pelumas

oli SAE 15W/40... ... 67 Tabe1 4.10 Beban total pada bantalan luncur terhadap minyak pelumas


(14)

DAFTAR NOTASI

Notasi Arti Satuan

A Luas permukaan m2

D Diameter bantalan M

D Dimeter poros/journal M

E Eksentrisitas M

G gravitasi bumi m/s2

h, dy Tebal lapisan minyak pelumas M

h„, Tebal minimum lapisan minyak pelumas M K Konstanta bola uji viskometer Haake

K Angka Sommerfeld untuk bantalan luncur Pa

1 Lebar efektif bantalan M

Ob Titik pusat bantalan -

Oj "fitik pusat poros -

P Beban pada bantalan N

P Tekanan minyak pelumas Pa

PO Tekanan suplai Pa

R Jari jari bantalan .. M

R jari jari poros l journal M

T Waktu detik (s)

Waktu rata-rata detik (s)

Kelonggaran radial M


(15)

Τ Tegangan geser fluida N/m2

Θ Sudut pengukuran radial/angular derajat (°)

θm Sudut pengukuran radial/angular pada tekanan derajat (°) Maksimum

U Kecepatan relatif permukaan m/s

Kekentalan dinamik Poise (P)

Kekentalan kinematik Stokes (S)

Ρ Kapat massa kg/m3

Kecepatan putaran poros l Journal Rpm


(16)

ABSTRAK

Pelumasan adalah suatu cara untuk mengurangi dan memperkecil gesekan dan keausan diantara permukaan-permukaan yang bergerak relatif satu sama lain dengan menempatkan bahan pelumas diantara kedua permukaan yang bergerak tersebut. Khusus pada penelitian ini digunakan 2 jenis minyak pelumas pada kendaraan Mobil Automatic dan Mobil Manual yaitu minyak pelumas oli kemasan Super 2000 SAE 15W/40 dan minyak pelumas oli kemasan Prima Xp SAE 20W/50 sebagai perbandingannya. Dalam penelitian dilakukan perbandingan antara 2 jenis minyak pelumas oli kemasan untuk mengetahui pengaruh penggunaan tersebut pada bantalan luncur. Fenomena pelumasan dapat dilihat pada hampir semua jenis bantalan luncur yang berfungsi untuk menumpu poros. Tipe yang paling umum digunakan adalah bantalan gelinding (rooler bearing) dan bantalan luncur (journal bearing), sebab konstruksinya sederhana, mudah dalam pekerjaan bongkar pasang, harga relatif murah, dan mudah dalam pengerjaannya.


(17)

ABSTRACT

Lubrication is a way to reduce and minimize friction and wear between surfaces that move relative to each other by placing a lubricant material between the two surfaces that move. This particular study used two types of lubricant on vehicles Cars and Car Manual Automatic lubricating oil Super 2000 SAE 15W/40 and lubrication oil SAE 20W/50 Xp Prima packaging as a comparison. In a study conducted a comparison between the two types of lubricant oil packaging to determine the effect of such use on plain bearings. Lubrication phenomenon can be seen in almost all types of plain bearings which serve to rivet shaft. The most commonly used type is the rolling bearing and plain bearings, because the construction is simple, easy disassembly work, the price is relatively cheap, and

easy the process. .


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam sistem perawatan elemen mesin telah dikenal luas teknik pelumasan, yang berperan penting dalam mengendalikan gesekan dan keausan. Pada mesin-mesin yang yang mempunyai bagian-bagian bergerak relatif satu sama lain dan saling bergesekan pasti selalu dibubuhkan minyak pelumas ke bagian yang bergesekan tersebut untuk membuat gesekan dan keausan menjadi sekecil mungkin. Gesekan yang tidak bisa dikendalikan tidak saja memberi kerugian langsung dalam energi dan material, juga dapat berpengaruh langsung pada kinerja mesin. Gesekan dan gerakan yang tidak terkendalikan tersebut dapat menyebabkan temperatur bagian yang bergesekan menjadi lebih tinggi dari lingkungan sekitar dan akan semakin tinggi. Jika gesekan tersebut tidak dikendalikan, akan mengganggu operasi mesin dan dapat berakibat pada kegagalan mesin. Hal tersebut mengakibatkan bertambahnya biaya yang diperlukan untuk mereparasi mesin.

Dengan mengendalikan bagian yang bergerak dan bagian yang bergesekan tersebut diharapkan dapat memperpanjang umur dari elemen mesin dan mencegah kegagalan dari elemenmesin tersebut. Oleh karena itu teknik atau sistem pelumasan harus dipertimbangkan dalam setiap perancangan mesin khususnya yang memiliki bagian yang bergerak dan bergesekan.

Fenomena pelumasan dapat dilihat pada hampir semua jenis bantalan yang berfungsi menumpu poros. Tipe yang paling umum digunakan adalah bantalan gelinding (roller hearing) dan bantalan luncur (journal hearing), sebab


(19)

konstruksinya sederhana, mudah dalam pekerjaan bongkar-pasang, harga relatif murah dan mudah dalam pelumasannya.

Pada bantalan luncur, tipe pelumasan yang biasa dijumpai adalah pelumasan hidrodinamis. Bantalan luncur merupakan tipe bantalan hidrodinamis yang paling banyak digunakan dalam praktek.

Penelitian mengenai bantalan luncur telah banyak dilakukan, baik analitis dan experimental, untuk mempelajari dan mengetahui karakteristik bantalan luncur. Peneliti pertama yang tercatat dalam sejarah yang meneliti bantalan luncur adalah Beauchamp Tower, saat meneliti bantalan luncur roda kereta api di laboratoriumnya pada awal tahun 1980-an untuk mengetahui metode pelumasan terbaik pada bantalan tersebut. Bermula pada suatu kejadian error, saat melakukan penelitian tersebut Beauchamp Tower terkejut saat minyak pelumas pada bantalan menyembur keluar melalui lubang pada bagian atas yang dibuat sendiri pada peralatan bantalan uji miliknya. Diambil kesimpulan bahwa minyak pelumas diantara poros (journal) dan bantalan berada di bawah tekanan, dan distribusi tekanan tersebut dapat mengangkat/mendukung poros pada bantalan. Tercatat Tower melaporkan hasil penelitiannya empat kali, namun yang paling terkenal adalah pada tahun 1883 dan 1885.

Kemudian hasil eksperimen Seauchamp Tower dianalisa dan dijelaskan secara teoritis oleh Osborne Reynolds, yang kemudian melaporkan tulisannya pada tahun 1886. Didalam laporan tersebut juga dijelaskan mengenai adanya distribusi tekanan pada lapisan pelumas yang memisahkan poros dan bantalan.

Distribusi tekanan yang terjadi pada bantalan luncur juga telah dianalisa A.J.W Sommerfeld, dan solusinya diberikan dalam persamaan Sommerfeld.


(20)

Persamaan tekanan Sommerfeld juga memberikan solusi dalam bentuk gratik, sehingga mudah dalam menganalisa fenomena tekanan pada bantalan luncur.

Namun untuk memperoleh prediksi yang akurat tentang performa dan karakteristik bantalan luncur di bawah berbagai kondisi operasi sangat sulit diperoleh, hal tersebut terjadi seiring dengan perkembangan teknologi bantalan, variasi kecepatan dan beban serta peningkatan kualitas bahan pelumas, misalnya minyak pelumas multigrade.

Penelitian ini adalah lanjutan dari penelitian yang dilakukan oleh Amechrisler Sinurat (2003), yang menguji karakteristik bantalan luncur terhadap minyak pelumas multigrade. Pada penelitian tersebut Amechrisler Sinurat menggunakan 3 sampel pelumas multigrade. Dari ketiga sampel tersebut tercatat pelumas SAE 15W/50 memiliki karakteristik yang lebih baik dari ketiga pelumas tersebut. Oleh karena itu penulis terdorong untuk melakukan penelitian atau pengujian terhadap karakteristik bantalan luncur terhadap kecepatan putaran poros dan minyak pelumas multigrade dengan dan tanpa aditif tambahan (oil additives / oil treatment).

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menganalisa karakteristik distribusi tekanan dan kekentalan minyak pelumas multigrade tanpa penambahan aditif pada bantalan luncur (oil additives / oil treatment) menggunakan teori persamaan Sommerfeld. 2. Membandingkan tekanan minyak pelumas SAE 15W/40 dengan minyak


(21)

3. Menganalisa pengaruh putaran dan tekanan terhadap beban bantalan luncur

1.3 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Bagi mahasiswa dapat menambah wawasan dan pengetahuanserta pengalaman tentang ilmu Pelumasan.

2. Bagi akademik, penelitian dapat digunakan sebagai referensi tambahan untuk penelitian tentang Pelumasan.

3. Bagi industri dapat digunakan sebagai acuan atau pedoman dalam proses Pelumasan khususnya pada Bantalan Luncur.

1.4 Batasan Masalah

Pembatasan masalah penelitian ini adalah untuk memperoleh karakteristik bantalan luncur terhadap perubahan kecepatan poros menggunakan minyak pelumas oli kemasan Super 2000 dan oli kemasan Prima Xp sebagai perbandingan.

Karakteristik bantalan luncur yang dianalisa pada penelitian ini adalah distribusi tekanan lapisan minyak pelumas pada bantalan luncur. Sifat atau karakteristik minyak pelumas yang diperlukan dalam penelitian ini adalah sifat fisika yaitu kekentalan minyak pelumas.

Minyak pelumas yang digunakan dalam percobaan ini adalah minyak Pelumas oli kemasan super 2000 dengan SAE 15W/40. Sedangkan minyak pelumas oli kemasan yang digunakan sebagai perbandingan adalah Pelumas oli


(22)

kemasan Prima Xp dengan SAE 20W/50. Putaran poros yang dipilih pada penelitian ini adalah putaran 1000 rpm, 1250 rpm, 1500 rpm, 1750 rpm dan 2000 rpm.

1.5 Sistematika Penulisan

Laporan tugas akhir ini disusun dengan sistematika sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN, yang berisi latar belakang penelitian, tujuan penelitian, batasan masalah dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, berisi tentang gesekan dan keausan, tentang pelumasan, kekentalan, pengukuran pengujian kekentalan minyak pelumas, dan bantalan luncur.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN, mencakup diagram alir penelitian berdasarkan data-data yang diperoleh, peralatan pengujian dan langkah-langkah prose pengerjaan dan proses pengujian.

BAB IV DATA PENGUJIAN DAN ANALISA, meliputi pengujian kekentalan minyak pelumas, pengujian distribusi tekanan, analisa tekanan pada bantalan menggunakan persamaaan Sommerfeld.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN, dari hasil pengujian tersebut pada bab sebelumnya akan diperoleh kesimpulan tentang kekentalan minyak pelumas, distribusi tekanan pada bantalan.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gesekan dan Keausan

Ketika suatu permukaan bergerak relatif terhadap permukaan lainnya di bawah pengaruh tekanan yang diberikan maka gaya yang bekerja pada kedua permukaan bersinggungan tersebut akan timbul tahanan tehadap gerakan, fenomena ini menunjukkan adanya gesekan. Ada tiga tipe dasar gesekan yakni, gesekan luncur, gesekan menggelinding dan gesekan fluida. Gesekan meluncur dan gesekan menggelinding adalah gesekan kering, sedangkan gesekan fluida adalah gesekan basah. Disebut gesekan basah karena ada lapisan fluida yang memisahkan secara sempurna pada salah satu atau kedua permukaan bergesekan. Ketika dua atau lebih permukaan mengalami gesekan, maka ada kecenderungan kedua permukaan tersebut akan mengalami keausan. Gesekan juga dapat merusak komponen mesin karena adanya energi gesekan tersebut yang diubah menjadi kalor. Fenomena tersebut banyak ditemukan pada elemen-elemen mesin, baik yang bergerak translasi, rotasi maupun gabungan keduanya. Ring piston dan slinder, poros dan bantalan, roda gigi, sabuk dan puli adalah contoh elemen mesin yang saling bergesekan.

2.2 Pengertian Pelumasan

Gesekan dan keausan dalam elemen mesin harus dikendalikan, supaya mesin tersebut dapat bekerja optimal baik pada saat stasioner maupun pada saat beban puncak/maksimum. Dengan mengendalikan gesekan pada elemen juga


(24)

dapat memperpanjang masa hidup atau masa pakai mesin tersebut. Cara yang paling efektif dan banyak digunakan untuk mengendalikan gesekan tersebut adalah dengan suatu teknik yang disebut pelumasan.

Pelumasan adalah suatu cara untuk mengurangi dan memperkecil gesekan dan keausan diantara permukaan-perrnukaan yang bergerak relatif satu sama lain dengan menempatkan bahan pelumas diantara kedua permukaan yang bergerak tersebut. Bahan pelumas yang umum adalah berupa cairan (liquids) dan semi-liquid, tapi dapat juga berupa padat atau gas, atau kombinasi cair, padat dan gas. Bahan pelumas dalam wujud cairan sering disebut dengan minyak pelumas.

2.3 Fungsi Bahan Pelumas

Bahan pelumas banyak digunakan seperti pada motor bakar, baik untuk pembakaran dengan busi (siklus Otto) maupun untuk pembakaran dengan tekanan (siklus Diesel dan siklus Dual).

Bahan pelumas juga digunakan pada sektor industri, misalnya untuk bantalan, roda gigi pompa maupun kompresor, turbin dan lain-lain. Dalam hal ini termasu pemanasan dan pendinginan pada industri baja, pertambangan, industri kertas, industri tekstil, dan sebagai pendingin dan pelumas untuk mata pahat mesin perkakas.

Pada beberapa penggunaan diperlukan minyak pelumas yang dapat bekerja pada interval temperatur yang besar, dengan kata lain diperlukan indeks kekentalan minyak pelumas yang besar, misalnya pada turbin gas.

Bahan pelumas umumnya mempunyai kekentalan yang relatif tinggi, karenanya fluiditas atau kemampuannya untuk mengalir relatif rendah. Dengan


(25)

demikian sifat ini dapat dimanfaatkan untuk melindungi sistem dari kontaminasi udara luar. Dengan kata lain, bahan pelumas dapat berperan sebagai paking (seal).

2.4 Tipe-Tipe Pelumasan 2.4.1 Pelumasan Hidrodinamis

Pelumasan hidrodinamis (Hydrodynamic Lubrication) adalah tipe pelumasan dimana gerakan relatif dari gerakan meluncur pada sebuah permukaan menyebabkan formasi tekanan lapisan pelumas memisahkan sepenuhnya permukaan yang bergesekan. Dengan kata lain lapisan tipis pelumas dibangkitkan oleh gerakan relatif dari salah satu atau kedua permukaan itu sendiri. Penggambaran dari prinsip pelumasan hidrodinamis dapat dilihat pada gambar 2.1. Pada gambar 2.1, salah satu permukaan (slider) bergerak relatif terhadap suatu permukaan yang diam, gerakannya disebut gerakan meluncur. Lapisan tipis minyak pelumas (oil film) terbentuk akibat adanya.gerakan meluncur dari slider

terhadap permukaan yang diam yang membangkitkan pressure wedge. Begitu juga halnya dengan roller yang bergerak pada relatif pada permukaan rata (gambar 2.2).

Pelumasan hidrodinamis umumnya diaplikasikan pada permukaan bidang dengan gerakan meluncur, misalnya poros yang menggunakan bantalan luncur (journal bearing).

Teori pelumasan hidrodinamis yang sekarang berkembang adalah hasil penelitian Beauchamp Tower pada awal tahun 1880-an di Inggris, yang menyelidiki gesekan pada bantalan luncur pada roda kereta api dan mempelajari tipe pelumasan yang terbaik pada bantalan luncur tersebut. Hasil yang diperoleh


(26)

oleh Beauchamp Tower mempunyai keteraturan dan kesamaan karakteristik seperti yang disimpulkan Osborne Reynolds bahwa harus ada persamaan defenitif yang terbatas dalam hubungan gesekan, tekanan dan kecepatan. Berdasarkan penelitian Beauchamp Tower tersebut, Osborne Reynolds mengembangkan teori matematis untuk menjelaskan eksperimen yang dilakukan Beauchamp Tower, dan dipublikasikan pada tahun 1886.

Gambar 2.1 Pelumasan hidrodinamis untuk gerakan meluncur pada bidang rata

Gambar 2.2 Pelumasan hidrodinamis pada roller yang bergerak relatif pada bidang rata

2.4.2 Pelumasan Elastohidrodinamis

Pelumasan elastohidrodinamis (Elastohydrodynamic Lubrication) juga merupakan bentuk dari pelumasan hidrodinamis, tetapi pada pelumasan elastohidrodinamis deformasi elastis dari permukaan yang dilumasi menjadi sangat besar. Artinya terjadi kontak bidang permukaan yang bergesekan sangat kecil, sehingga timbul tekanan yang demikian besar pada lapisan tipis minyak


(27)

pelumas yang membatasi kedua permukaan itu. Misalnya pada bantalan gelinding (roller bearing), mimis (hall/roller) akan menekan cincin sehingga terjadi deformasi elastis biarpun gaya yang diberikan demikian kecilnya.

2.4.3 Pelumasan Bidang Batas

Pelumasan bidang batas (Boundary Lubrication) mengacu pada situasi kombinasi geometri kontak, beban relatif besar, kecepatan rendah, kuantitas pelumas yang tidak cukup sehingga tidak dimungkinkan untuk membangkitkan lapisan tipis minyak pelumas yang sempurna pada bagian yang bersinggungan. Pada beberapa kasus pelumasan bidang batas masih terjadi kontak asperity (permukaan kasar pada suatu permukaan yang dilihat di bawah mikroskop). Pada situasi normal, asperity setiap logam dilapisi oleh lapisan oksida, misalnya besi oksida pada besi atau baja, aluminium oksida (alumina) pada aluminium dan sebagainya. Ketika asperities tersebut saling bergesekan, kecenderungan asperities tersebut untuk melekat relatif lembut. Namun, bila lapisan oksida tersebut aus/habis akibat gesekan yang berat maka permukaan-permukaan yang bersinggungan memiliki kecenderungan untuk melakukan kontak langsung. Maka sangat penting untuk mempertahankan lapisan oksida tersebut, agar terjadi gesekan yang relatif lembut. Dan jika permukaan logam tersebut kehilangan lapisan oksidanya maka akan terjadi gesekan dan keausan yang parah. Dan pada kasus tersebut diatas pelumasan bidang batas dapat mengurangi gesekan dan keausan yang terjadi. Mekanisme dari pelumasan bidang batas sendiri adalah misalnya dengan physical adsorption, chemical adsorption, maupun chemical reaction.


(28)

2.4.4 Pelumasan Tekanan Ekstrim

Pelumasan tekanan ekstrim mengacu pada kondisi apabila kontak yang terjadi di bawah pengaruh kerja paling hebat/ekstrim, seperti pada pemotongan logam atau roda gigi yang mengalami beban kejut, sehingga aditif tekanan ekstrim (EP additive) digunakan untuk melumasi. EP (Extreem Pressure) additive ini merupakan sennyawa minyak yang dapat larut dan biasanya mengandung zat belerang, chlorin atau fosfor yang bereaksi dengan permukaan bantalan pada temperatur tinggi yang timbul dimana lapisan tipis minyak pelumas pecah, membentuk zat lapisan tipis yang titik cairnya tinggi antara permukaanpermukaan yang berkontak.

2.4.5 Pelumasan Padat

Pelumasan padat (Solid Lubrication) adalah sistem pelumasan dimana diantara permukaan kontak saling melumasi sendiri oleh bahan padat yang dilapisi dan kadang menyatu pada elemen tersebut.

Pelumasan padat dapat dipahami misalnya pada sebuah contoh, misalnya debu pasir dan kerikil pada permukaan jalan dapat menyebabkan kendaraan tergelincir karena debu, pasir dan kerikil mengurangi gesekan antara ban dan permukaan jalan. Teknisnya, debu, pasir dan kerikil tersebut bertindak sebagai pelumas, namun tentu saja tidak ada yang merekomendasikan debu, pasir dan kerikil sebagai pelumas padat pada elemen mesin.

Walaupun telah banyak dikembangkan bahan inorganik untuk pelumasan padat, seperti misalnya mica, talc, dan chalk namun sangat sedikit yang digunakan secara umum untuk permesinan. Bahan-bahan yang umum dan paling banyak


(29)

digunakan sebagai pelumas padat adalah grafit dan molybdenum disulfida dan PTFE (Polytetrafluoroethylene) / teflon.

Adapun karakterisitik bahan yang baik digunakan sebagai pelumas padat adalah sebagai berikut:

• Mempunyai koefisien gesek rendah namun konstan dan terkendali.

• Memiliki stabilitas kimia yang baik sepanjang temperatur yang diperlukan. • Tidak memiliki kecenderungan untuk merusak permukaan bantalan.

• Lebih diutamakan yang memiliki daya adhesi yang kuat terhadap permukaan bantalan, sehingga tidak mudah hilang/aus dari permukaan bantalan.

• Memiliki daya tahan terhadap keausan dan umur yang relatif panjang. • Mudah diaplikasikan pada permukaan yang bergesekan terutama bantalan. • Tidak beracun dan ekonomis.

Bahan inorganik seperti grafit dan molybdenum disulfida memiliki sifat mampu membentuk lapisan tipis pada permukaan logam yang bergeser dengan mudah dan menahan penetrasi oleh permukaan-permukaan yang bergesek. Senyawa-senyawa demikian dapat digunakan sendiri-sendiri atau disuspensikan dalam tempat cairan atau minyak gemuk. Jenis plastik/polimer seperti PTFE dapat digunakan sebagai permukaan bantalan yang dalam penggunaan tidakmenggunakan atau membutuhkan pelumasan lanjutan ataupun lainnya.


(30)

Tabe1 2.1 Bahan yang digunakan sebagai pelumas.

Kelompok Bahan Nama Bahan

Layer-lattice compounds Molybdenum disulphide Tungsten diselenide Niobium diselenide Calcium fluoride Graphite Tungsten disulphide Tantalum disulphide Graphite fluoride Polymers PTFE PTFCE PVF2 FEP PEEK Nylon Acetal Polyimide Polyphenylene sulphide Metals Lead Gold Tin Silver Indium Other Inorganics Molybdic oxide Lead monoxide Boron trioxide Boron nitride

(sumber : Lubrication and Lubricant Selection :A Practical Guide, Third Edition by A.R Lansdow)

2.4.6 Pelumasan Hidrostatis

Pada pelumasan hidrodinamis, seperti pada penjelasan diatas permukaan yang bergesekan dipisahkan secara sempurna oleh lapisan tipis pelumas. Lapisan tipis pelumasn tersebut dicapai dengan akibat gerakan luncuran yang membangkitkan lapisan baji minyak pelumas (oil-wedge) untuk membangkitkan


(31)

tekanan minyak pelumas di dalam bantalan misalnya. Namun pada mesin-mesin yang mempunyai beban besar dan kecepatan putaran rendah tidak dimungkinkan lagi terjadi pelumasan hirodinamis pada saat start. Untuk itu diperlukan tekanan yang lebih besar agar terjadi lapisan tipis minyak pelumas diantaraporos dan bantalan misalnya. Tekanan demikian diperoleh dengan menggunakan pompa tekanan tingi yang akan menekan minyak pelumas ke bagian-bagian yang bergesek, bukan sekedar pompa tekanan rendah yang berfungsi hanya sebagai pendistribusi atau pensirkulasi minyak pelumas. Pelumasan sedemikian disebut pelumasan hidrostatis (Hidroslcctic Lubrication).

Pelumasan hidrostatis disebut juga pelumasan tekanan luar (externally pressurize) karena tekanan yang timbul diakibatkan pengaruh kerja dari luar sistem. Dalam beberapa kasus, setelah poros berputar dengan kecepatan tinggi biasanya pompa tekanan tinggi yang digunakan dapat dihentikan sementara pompa tekanan rendah sebagai pensuplai minyak pelumas tetap difungsikan. Dalam kasus ini, pada operasi normal yang terjadi bukan pelumasan hidrostatis lagi, melainkan pelumasan hidrodinamis.

2.5 Kekentalan Minyak Pelumas (Viscosity)

2.5.1 Kekentalan Dinamik dan Kekentalan Kinematik

Dalam industri perminyakan khususnya minyak pelumas dikenal istilah kekentalan, karena kekentalan merupakan sifat paling penting bagi minyak pelumas khususnya dan bahan pelumas umumnya, karena sifat ini menunjukkan kemampuan untuk melumasi sesuatu dan kemampuan suatu fluida untuk mengalir. Pada gambar 2.3 menunjukkan pendefenisian kekentalan dinamik


(32)

menurut Hukum Newton tentang aliran viskos. Suatu permukaan bergerak relatif dengan kecepatan u terhadap permukaan lain dimanadiantara kedua permukaan ditempatkan suatu lapisan tipis fluida. Kekentalan didefenisikan sebagai besamya tahanan fluida untuk mengalir di bawah pengaruh tekanan yang dikenakan dan besarnya harga kekentalan merupakan perbandingan antara tegangan geser yang bekerja dengan kadar geseran (rate of shear).

Gambar 2.3 Pendefenisian kekentalan dinamik menurut hukum Newton tentang aliran viskositas

Dari gambar 2.3 secara matematis dapat ditulis:

(2.1) Dimana : τ = tegangan geser fluida (N/m2)

µ = kekentalan dinamik (Poise, P) u = kecepatan relatif permukaan (m/det) h = tebal lapisan pelumasan (m)

Sehingga kekentalan dinamik dapat ditulis T

(2.2)

(Sumber : Matakuliah Teknik Pelumasan, In A.Halim Nasution M.Sc, Departemen Teknik Mesin USU).

Kekentalan dinamik disebut juga dengan kekentalan absolut, sementara kadar geseran adalah du/dy. Jika kekentalan dinamik dibagi dengan rapat massa


(33)

pada temperatur yang sama hasilnya disebut kekentalan kinematik. Secara matematis ditulis:

Dimana: v = kekentalan kinematik (Stoker, S)

Ρ = rapat massa (gram/cm 3)

Satuan tegangan geser adalah dalam cm2 dan kadar geseran dalam det-1, maka satuan kekentalan dinamik adalah Poise disingkat P. Sedangkan satuan rapat massa gram/cm3 sehingga satuan kekentalan kinematik adalah Stokes disingkat St. Satuan yang paling umum dalam industri perminyakan adalah Centipoise disingkat cP dan Centistoke disingkat cSt, dimana 1 P = 100 cP dan 1 St =100 cSt. Dalam satuan SI, untuk kekentalan dinamis adalah N det/m2 atau kg/m det dan satuan kekentalan kinematik adalah mz/det. Dengan demikian diperoleh hubungan satuan-satuan:

1 P = 10-1 N det/mz 1 Cp = 10-3 N detJmz 1 St = 104 mz/det 1 cSt = 10-6 mz/det

Dalam satuan British untuk kekentalan dinamik dikenal satuan lbfs/in2 (pound force second per square inch) yang disebut juga dengan reyn, yang diberikan untuk penghormatan terhadap Sir Osborne Reynolds.

Hubungan antara reyn dan centipoise:


(34)

1 reyn = 6,9. 106 cP

Kekentalan juga dapat/pernah dinyatakan dengan unit sebagai berikut:  Kekentalan Redwood (Redwood viscosity)

Secara teknis Redwood viscosity bukanlah satuan untuk kekentalan melainkan waktu alir. Itu adalah jumlah waktu yang diperlukan 50 ml minyak untuk mengalir melalui cerobong saluran berbentuk mangkuk (cup-shaped funnel) akibat gaya beratnya sendiri.

 Kekentalan Saybolt (Saybolt viscosity)

Saybolt viscosity secara teknis adalah waktu alir dan hat tersebut juga bukan satuan kekentalan, karena memiliki cara yang sama dalam pengukurannya dengan Redwood viscosity. Metode ini pernah menjadi metode standar pada ASTM.

 Kekentalan Engler (Engler viscosity)

Engler viscosity juga merupakan waktu alir dengan metode hampir sama dengan Redwood viscosity, tetapi hasilnya dinyatakan dengan derajat, waktu alir sampel minyak terhadap yang diukur air pada temperatur yang sama. Hal ini diterapkan hanya di hampir seluruh Eropa, tetapi secara berangsur-angsur mulai ditinggalkan.

2.5.2 Klasifikasi Kekentalan Minyak Pelumas

Kekentalan minyak pelumas perlu distandarkan dan diklasifikasikan agar penggunaannya sesuai dengan kebutuhan. Kekentalan minyak pelumas untuk keperluan teknik dan industri telah diklasifikasikan oleh beberapa organisasi standarisasi seperti ISO, SAE, ASTM, DIN, AGMA, dan lain sebagainya.


(35)

Klasitikasi yang paling banyak digunakan dalam dunia industri adalah klasifikasi menurut ISO dan SAE.

1. Klasifikasi Kekentalan Menurut ISO

Sistem klasifikasi kekentalan minyak pelumas menurut ISO (International Standard Organization) adalah berdasarkan kekentalan kinematik, dalam satuan centistokes (cSt), pada daerah (range) kekentalan pada temperatur 400C. Setiap daerah kekentalan diidentifikasi dengan angka ISO VG (Viscosity Grade) atau derajat kekentalan 150, dimana kekentalan tersebut merupakan kekentalan kinematik rata-rata pada daerah tersebut (midpoint kinematic viscosity). Untuk mendapatkan nilai kekentalannya, harus dihitung 10% dari nilai rata-rata kekentalan kinematiknya. Misalnya ISO VG 100 mempunyai kekentalan rata-rata 100 cSt, dimana batas kekentalannya adalah 90 cSt untuk minimum dan 110 cSt untuk maksimum.

Nilai kekentalan menurut ISO untuk minyak pelumas dapat dilihat pada gambar grafik dan tabel berikut, yang dikutip dari dokumen ISO 3448 "Industrial Liquid Lubricants - ISO Viscosity Classification".

Nilai kekentalan standar ISO dapat dilihat pada tabel di bawah, untuk nilai kekentalan pada suhu 40°C. Nilai untuk harga kekentalan kinematik minyak pelumas pada 40°C menurut dokumen ISO 3448.


(36)

Tabel 2.2 Klasifikasi kekentalan ISO minyak pelumas pada suhu 40 °C. Angka derajat

kekentalan ISO

Harga tengah kekentalan, cSt

Batas kekentalan kinematik, cSt pada 40°C

Minimum Maksimum

ISO VG2 2,2 1,98 2,42

ISO VG3 3,2 2,88 3,52

ISO VG5 4,6 4,14 5,06

ISO VG7 6,8 6,12 7,48

ISO VG10 10 9 11

ISO VG I S 15 13,5 16,5

ISO VG22 22 19,8 24,2

ISO VG32 32 28,8 35,2

ISO VG46 46 41,4 50,6

ISO VG68 68 61,2 74,8

1S0 VG 100 100 90 110

ISO VG 150 150 135 165

ISO VG220 220 198 242

ISO VG320 320 288 352

ISO VG460 460 4174 506

ISO VG680 680 612 748

ISO VG 1000 1000 900 1100

ISO VG 1500 1500 1350 1650

(sumber: Prinsip pelumasan dan minyak pelumas mineral,Ir. A.Halim Nasution MSc )

2. Klasifikasi Kekentalan Menurut SAE

Sistem klasifikasi ini disusun oleh SAE (Society of Automotive Engineers), dalam SAE J300 SEP80 pertama kali dilaporkan Divisi Aneka ragam


(37)

(Miscellaneous Division), disetujui pada Juni 1911, dan direvisi kembali oleh suatu komite September 1980. Walaupun sistem kekentalan ini disusun oleh SAE, klasifikasi kekentalan minyak pelumas bukan hanya untuk otomotif, melainkan ssemua tipe penggunaan minyak pelumas termasuk industri, kapal laut dan pesawat udara. Klasifikasi SAE merupakan klasifikasi untuk minyak pelumas mesin-mesin secara rheologi saja. Karakteristik lain dari minyak pelumas tidak termasuk. Praktek yang dianjurkan ini ditujukan untuk penggunaan oleh pabrik pembuat mesin-mesin dalam menentukan derajat kekentalan minyak pelumas yang akan direkomendasikan untuk penggunaan mesin-mesin yang diproduksi, dan oleh perusahaan minyak dalam merumuskan dan memberi label produksi mereka.

Dua seri derajat kekentalan diberikan pada tabel 2.2, dimana salah satu mengandung letter W dan lainnya tidak. Derajat kekentalan dengan letter W didasarkan atas kekentalan maksimum pada temperatur rendah dan temperatur pemompaan batas maksimum, sebagaimana kekentalan minimum pada 100 °C . Minyak pelumas tanpa letter W didasarkan atas kekentalan pada 100 °C . Minyak yang diklasifikasikan kekentalannya pada temperatur rendah dan temperatur pemompaan memenuhi persyaratan untuk derajat W, dan yang mana kekentalannya pada 100 °C berada dalam daerah yang telah ditentukan dari salah satu klasifikasi derajat non-W.

Kekentalan pada temperatur rendah diukur sesuaidengan prosedur tertentu. Prosedur ini merupakan versi multi-temperatur dari ASTM D 2602. Metode Pengujian Kekentalan. Nyata Minyak Pelumas Mesin pada Temperatur Rendah dengan mnggunakan Simulator Pengengko)an Dingin (Method of "Test for


(38)

Apparent Viscosity of Motor Oils at Low Temperature Using the Cold Crancing Simulator), dan hasilnya dilaporkan dalam centipoise (cP). Kekentalan diukur dengan metode ini dan telah ditemui hubungannya dengan kecepatan putaran yang diberikan selama pengengkolan temperatur rendah.

Tabel 2.3 Derajat kekentalan SAE untuk minyak pelumas mesin (SAE J300 Engine Oil Viscosity Clasification).

SAE Viscosity

Grade

Viscosity (eP)= at temp (°C)

max.

Borderline b pumping temp (°C)

mwcos;ty Cost) at 100 °C . min Max

0W 3250 at -30 -35 3,8 -

5W 3250 at -30 -30 3,8 -

10W 3250 at -30 -25 4,1 -

15W 3250 at -30 -20 5,6 -

20W 3250 at -30 -15 5,6 -

25W - -10 9,3 -

20W - - 5,6 9,3

30W - - 9,3 12,5

40W - - 12,5 16,3

50W - - 16,3 21,9

60W - - 21,9 26,1

2.5.3 Minyak Pelumas Multigrade

Minyak pelumas multigrade sering menimbulkan keraguan. Pada dasarnya jenis ini merupakan salah satu yang mempunyai indeks kekentalan yang bersesuaian dengan persyaratan pada 100 °C dan -18 °C .


(39)

Tabe1 2.4 Klasifikasi Multigarde SAE Crankcase OH Viscosity Nomor SAE Ganda Indeks Kekentalan

10W/30 145 10W/40 169 10W/50 190 20W/40 113 20W/50 133

Minyak pelumas mesin otomotif diklasifikasikan oleh SAE seperti tercantum pada tabel 2.4. Tabel 2.4 khusus menunjukkan kekentalan minyak pelumas multigrade. Ternyata bahwa minyak pelumas jenis ini mempunyai indeks kekntalan yang tinggi.

Seperti diungkapkan sebelumnya bahwa nomor SAE yang diikuti dengan letter W (Winter) ditunjukkan sebagai minyak pelumas yang dimaksudkan untuk kemudahan dalam menghidupkan mesin selama kondisi cuaca dingin. Misalnya SAE 20W/50, artinya bahkan pada saat musim dingin (atau pada pagi hari saat bukan musim dingin) nilai kekentalannya akan sama seperti SAE 20, dan pada saat udara panas (kondisi operasi) atau bukan musim dingin kekentalan maksimalnya adalah akan sama seperti SAE 50.

Minyak pelumas multigrade pada awalnya dibuat khusus untuk daerah yang memiliki empat musim (iklim) dalam satu tahun, termasuk didalamnya musim dingin, agar memudahkan pemilihan minyak pelumas untuk pengoperasian mesin pada keempat musim tersebut. Namun dalam perkembangannya penggunaan minyak pelumas multigrade tidak hanya digunakan pada wilayah


(40)

yang memiliki musim dingin, tetapi juga yang beriklim tropis, sehingga sering menimbulkan keragu-raguan bagi pengguna. Secara teori minyak pelumas SAE 20W/50 tersebut dapat diaplikasikan/digunakan pada sistem yang memerlukan minyak pelumas SAE 20, SAE 30, SAE 40 dan SAE 50.

2.5.4 Pengaruh Tekanan dan Temperatur Terhadap Kekentalan

Tekanan memiliki pengaruh yang kuat terhadap kekentalan pelumas. Hal ini sangat penting dalam pelumasan tipe elastohidrodinamis dan bidang hidrolika. Minyak pelumas yang menunjukkan perubahan kekentalan yang besar terhadap temperatur juga akan menunjukkan perubahan yang besar dengan perubahan tekanan.

Persamaan Baru memberikan solusi hubungan kekentalan dan tekanan, yaitu: ..

. (2.4)

(sumber: Literatur 1, bab 4, ha129)

Dimana µo. dan eαp adalah kekentalan masing-masing pada tekanan p

dan tekanan atmosfir, adalah koefisien tekanan untuk kekentalan. Koefisien tekanan untuk kekentalan untuk minyak pelumas yang memiliki indeks viskositas rendah dan menengah iebih tinggi daripada untuk minyak pelumas dengan indeks viskositas tinggi.

Persamaan kekentalan-tekanan Roeland merupakan persamaan alternatif untuk menentukan kekentalan minyak pelumas terhadap perubahan tekanan yang dinyatakan dengan:


(41)

Dimana:

µ = kekentalan pada tekanan p(cP) µ0= kekentalan dalam tekanan atmosfer

z = konstanta yang harganya bergantung pada jenis minyak pelumas

(Sumber: Analisa Karakteristik bantalan luncur terhadap minyak pelumasTugas Sarjana,

Departemen Teknik Mesin USU).

Gambar. 2.4 Pengaruh tekanan terhadap , persamaan Barus dan Persamaan Roeland

Temperatur memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap kekentalan minyak pelumas. Pada temperatur rendah molekul-molekul pada cairan sangat rapat sekali satu sama lain; dengan kata lain volume bebas terbatas. Pada daerah ini tahanan cairan untuk mengalir (kekentalan) bergantung secara kritis pada ukuran, bentuk dan fleksibilitas dari molekul-molekul dan gaya tarik molekul molekul tersebut. Pada temperatur tinggi volume bebas bertambah, kekentalan fluida turun dan ukuran, bentuk, molekul-molekul dan sebagainya tidak begitu penting.


(42)

Persamaan Roeland, Blok dan Vlugter memberikan hubungan antara kekentalan minyak pelumas dengan temperatur, dinyatakan sebagai berikut:

Log (1,200+1og µ ) =log b - S log ( ) (2.6) (sumber: Literatur I, bah 4, ha1.36)

Dimana :

µ = kekentalan (cP) t = temperatur (°C)

(sumber: Lubrication and Reliability Handbook, by M.J.Neale).

Gambar 2.5 pengaruh tempratur terhadap minyak pelumas pada tekanan atmosfer.

2.6 Pengukuran/Pengujian Kekentalan Minyak Pelumas

Kekentalan fluidalminyak pelumas dapat diukur dengan berbagai metode dengan prinsip-prinsip yang berbeda. Misalnya dengan prinsip bola jatuh yang memenuhi hukum Stokes atau menurut Hoeppler. Pengujian minyak pelumas


(43)

biasanya dilakukan pada temperatur yang konstan misalnya 400C. Alat untuk mengukur kekentalan minyakpelumas disebut dengan viskometer (viscometers).

2.6.1 Viskometer Bola Jatuh (Falling Sphere riscomneter) 2.6.1.1 Viskometer Bola Jatuh Yang Memenuhi Hukum Stokes

Menurut hukum Stokes, sebuah bola dengan jari-jari r yang bergerak dengan kecepatan rendah v di dalam fluida akan mengalami gaya gesekan yang melawan arah gerakannya akibat kekentalan fluida, dengan suhu dan tekanan konstan digambarkan seperti pada gambar di bawah.

Dalam metode bola jatuh sebuah bola jatuh dijatuhkan ke dalam tabung transparan yang berisi fluida. Kecepatan bola jatuh mula-mula rendah, tetapi percepatan gravitasi menyebabkan kecepatan bertambah sehingga gaya gesekan fluida semakin besar. Gaya yang dialami bola adalah gaya gravitasi gaya apung (arahnya ke atas), dan gaya gesekan (arahnya ke atas). Pada suatu kecepatan terentu akan terjadi keseimbangan.

Tabung atau slinder yang digunakan dalam pengujian bola jatuh yang memenuhi hukum Stokes ini haruslah tabung transparan, sehingga dapat dengan mudah diamati dan dicatat waktu jatuh bola uji.


(44)

Gambar 2.6 viskometer bola jatuh yang memenuhi hukum stokes. Maka diperoleh kekentalan dinamik (µ) minyak pelumas (fluida) yang diuji:

.

Dimana:

µ = kekentalan dinamik (N.s/m2)

= perbandingan kuadrat jari-jari bola baja dengan kecepatan rata-rata (m/det )

ρb = rapat massa bola baja (kg/m3)

ρf = rapat massa fluida (kg/m3)

g = gaya gravitasi = 9,81 (m/s2)

(sumber : fisika untuk universitas edisi ke -7 jilid 1)

2.6.1.2 Viskometer Bola Jatuh Menurut Hoeppler

Gambar 2.7 Viskometer bola jatuh menurut Hoeppler

Viskometer bola jatuh menurut Hoeppler dapat dilihat pada gambar diatas. Pengaturan suhu dapat dilakukan dengan menaikkan atau menurunkan selimut air (water bath) pada tabung viskometer.


(45)

Formula untuk pengukuran viskositas menurut Hoeppler adalah:

̅

(2.8)

(Sumber : Fisika untuk Universitas edisi ke-7 jilid 1)

Dimana : µ = kekentalan dinamik (Poise)

ρ1 = massa jenis bola uji (kg/m3)

ρ2 = massa jenis fluida (kg/m3)

K = Konstanta bola uji viskometer

̅

= waktu rata-rata 2.6.2 Viskometer Rotasional

Viskometer rotasional (Rotational Cylindrical Viscometer) seperti pada gambar 2.2 terdiri dari dua slinder konsentris dengan fluida yang terdapat diantara keduanya. Slinder terluar diputar dan torsi diukur pada slinder yang terdapat di dalam.

Jika: ri = jari jari slinder bagian dalam ro = jari-jari slinder bagian luar la = panjang tabung/slinder

TM = radial clearance

Didapat kekentalan dinamik/absolut:


(46)

Gambar 2.8. Viskometer Rotasional

2.6.3 Viskometer Pipa Kapiler

Pengukuran kekentalan pada viskometer pipa kapiler (Capillary Fiscometers) didasarkan pada pengukuran rata-rata aliran fluida melalui tabung berdiameter kecil/pipa kapiler.

Ada banyak tipe/varian viskometer yang menggunakan prinsip aliran fluida melalui pipa kapiler, dan viskometer pipa kapiler merupakan viskometer yang memiliki varian paling banyak dibandingkan dengan tipe viskometer yang lain. Beberapa diantaranya dapat dilihat seperti pada gambar.


(47)

Gambar 2.9 Beberapa jenis tipe viskometer pipa kapiler

Jika , adalah kekentalan kinematik pada p = 0 dan tempratur tetap, Serta A* = ̅ dan mengingat q a 1 ,

Dimana B* adalah konstanta dari fungsi alat uji tersebut.


(48)

2.6.4. Viskometer Cone and Plate

Gambar 2.10 Viskometer Ferranti – Cone and Plate Viskometers

Gambar 2.11. Prinsip kerja Viskometer Ferranti – Cone and Plate Viscometers

2.6.5. Viskometer tipe lain

Selain dari viscometer diatas, masih banyak lagi viscometer tipe lain, beberapa diantaranya dapat dilihat pada gambar.


(49)

Gambar 2.12 Viskometer Stormer Gambar 2.13 Viskometer Saybolt

Gambar 2.14 Viskometer MacMichael

2.7 Aditif minyak pelumas

Aditif minyak pelumas (oil additives) atau bahan tambahan minyak pelumas, yang sering disebut juga oil treatment, adalah sejenis zat kimia yang jika ditambahkan ke dalam minyak pelumas baik yang memiliki bahan dasar (base oil) minyak bumi maupun sintetis akan mempertinggi atau memperbaiki sifat yang


(50)

ada dari minyak pelumas tersebut. Atau dapat juga memberikan sifat yang baru pada minyak pelumas, yang tidak dimiliki sebelumnya.

Minyak pelumas awalnya ada yang diberikan aditif, namun dalam jumlah yang sangat sedikit, agar terjaga keseimbangan komposisi kimia dalam pelumas. Penambahan aditif haruslah dalam takaran yang sesuai dengan rekomendasi pabrikan pembuat aditif tersebut.

Dalam bahasa Inggris disebut journal bearings karena poros ditumpu oleh bantalan pada tempat/daerah yang dinamakan tap-poros atau leher-poros (neck), dan daerah leher-poros tersebut dinamakan journal.

2.8 Bantalan Luncur dan Pelumasan pada Bantalan Luncur 2.8.1 Bantalan Luncur

Bantalan luncur (journal bearings) sangat luas penggunaannya pada mesin-mesin yang memiliki elemen berputar (rotating machines), seperti turbin uap, generator, blower, kompresor, motor bakar, poros kapal laut, bahkan sebagai bantalan pada elemen yang seharusnya menggunakan bantalan gelinding (roling elements bearings). Hal tersebut karena bantalan luncur lebih baik dari bantalan gelinding (pada parameter yang dapat dianggap sama) dalam hal penyerapan getaran, tahanan terhadap gaya kejut, relative tidak bising, dan umurnya lebih panjang. Semua karakteristik itu disebabkan oleh prinsip pelumasan bantalan luncur yang menggunakan lapisan tipis minyak pelumas saat menumpu poros, misalnya. Tentu saja hal tersebut tidak lepas dari teknik desain dan pemilihan material yang terus dikembangkan.


(51)

Bantalan luncur termasuk dari jenis bantalah yang arah pembebanan normalnya pada arah radial atau lebih banyak mengarah tegak lurus pada garis sumbu poros. Maka bantalah luncur termasuk ke dalam jenis plain bearing atau kadang disebut dengan sliding bearing.

Disebut bantalan luncur (dalam bahasa Indonesia) adalah karena adanya gesekan luncur dan gerakan luncuran (sliding) yang terjadi pada bantalan, akibat adanyal lapisan fluida tipis diantara bantalan dan poros tersebut. Dapat juga dibandingkan seperti atlet selancar air yang berselancar/meluncur bebas diantara air, demikian juga dengan poros yang dapat meluncur dengan mudah pada bantalah dengan bantuan lapisan tipis minyak pelumas.

Dalam bahasa Inggris disebut journal bearings karena poros ditumpu oleh bantalan pada tempat/daerah yang dinamakan tap-poros atau leher-poros (neck), dan daerah leher-poros tersebut dinamakan journal.


(52)

2.8.2 Pelumasan hidrodinamis pada bantalan luncur

Ada berbagai jenis bantalan luncur, dan bantalan-bantalan tersebut dapat dilumasi dengan minyak pelumas, gas bahkan dengan minyak gemuk. Namun tipe pelumasan yang paling efektif dan paling banyak digunakan adalah dengan minyak pelumas dengan tipe pelumasan hidrodinamis.

Seperti yang telah dijelaskan diatas, teori pelumasan hidrodinamis ini berasal dari penelitian Beauchamp Tower, yang dianalisa oleh Osborne Reynolds.

2.8.2.1 Teori aliran hidrodinamis fluida diantara dua plat/permukaan datar

Gambar 2.16 Aliran hidrodinamis fluida diantara dua plat / permukaan datar

Lihat lapisan minyak pelumas diantara dua plat AB dan CD, salah satu permukaan bergerak dengan kecepatan V, dan permukaan yang satunya (CD) diam, seperti pada gambar 2.14. Kecepatan minyak saat kontak dengan CD adalah nol saat CD diam. Gaya pada minyak yang digambarkan dalam elemen kubus dx.dy.dz pada setiap titik (xyz) seperti pada diagram, dimana F adalah gaya yang terjadi pada gesekan internal dan p adalah tekanan pada titik tersebut (xyz).


(53)

Dimana µ = koefisien kekentalan dan v = kecepatan pada arah x Anggap elemen dx.dy.dz berada dalam gerakan seragam pada arah x dan (p adalah independent terhadap y), sehingga solusi gaya:

, . , . (2.12)

Substitusi nilai F:

(2.13) Integral persamaan (2.10) terhadap y:

(2.14) Lalu kita tentukan kondisi v=V ketika y==0 dan v=0 ketika y=h, didapat:

(2.15) catatan: Kondisi yang diterapkan untuk menentukan konstanta C 1 dan C2 adalah karena y diukur berlawanan dengan arah yang diindikasikan.

Dari sini fungsi internal pada persamaan (2.9) harus bernilai Atau tanda dibuat negatif dan persamaan kecepatan menjadi:


(54)

2.8.2.2 Persamaan tekanan sommerfeld untuk pelumasan Hidrodinamis Pada bantalan luncur.

Mekanisme pelumasan hidrodinamis pada bantalan luncur dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 2.17 Mekanisme pelumasan hidrodinamis pada bantalan luncur

Gambar 2.18 Distribusi tekanan dan geometri bantalan luncur

Pada tahun 1904, A.J.W. Sommerfeld (1869-1951) menemukan suatu persamaan yang dapat menganalisa tekanan pada lapisan tipis minyak pelumas pada bantalan luncur, yang dikenal dengan persamaan Sommerfeld, yaitu:


(55)

(2.17) Dapat juga ditulis:

(2.18)

Dimana:

po = tekanan suplai (Pa)

ω = kecepatan putaran poros l journal (rpm) R = radius bantalan (m)

r = radius poros (m)

= kelonggaran radial (R-r) e = eksentrisitas

= perbandingan eksentrisitas

µ= viskositas minyak pelumas h = tebal lapisan minyak pelumas

θ = posisi angular (°)

(sumber : Matakuliah Teknik Pelumasan,Ir.A.Halim Nasution.M.Sc. Departemen Teknik Mesin USU).

dimana lapisan film minyak pelumas minimum adalah:


(56)

Sommerfeld juga memberikan solusi untuk beban total (P) di sepanjang bantalan , yaitu sebagai berikut:

. . . .

Jika : . . .

Maka : . . (2.19)

(Sumber : Matakuliah Teknik Pelumasan,Ir.A.Halim Nasution.M.Sc. Departemen Teknik Mesin USU).

 

2.8.3 Ketidakpastian Pengukuran (Uncertainties Measurement) J.P.Holman Kesalahan (error) merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari dalam suatu pengukuran. Kesalahan dalam pengukuran biasanya didefinisikan sebagai perbedaan antara nilai sebenarnya dengan nilai terukur. Efek error adalah menciptakan ketidakpastian (uncertainty) dalam nilai sebuah hasil pengukuran. Perhitungan ketidakpastian yang teliti tidak hanya memberikan perkiraan yang tepat mengenai data penelitian yang didapat, tapi juga dapat digunakan untuk menentukan pengukuran–pengukuran yang memerlukan kepresisian lebih tinggi agar didapat hasil yang akurat. Analisis ketidakpastian merupakan alat yang sangat berguna untuk menetapkan tingkat reliabilitas sebuah pengukuran dan untuk validasi model–model teoritis dan simulasi.

Analisis ketidakpastian digunakan untuk mengukur seberapa baik data eksperimental mengambarkan nilai-nilai faktor gesekan aktual. Metode yang diuraikan oleh R.J Moffat (1988) untuk ketidakpastian pengukuran sampel


(57)

tunggal d ketidakpas

digunakan u stian :

untuk melakkukan anallisis. Persammaan dasarr dalam an

(2.24)


(58)

(59)

2.8.4 Gr

Be dimana tah berjarak 1 sedemikia titik B, sel

rafik kurva

erikut (gamb hap awal ad 80°. Kemm an, titik pert

lanjutnya tit

a teoritis So

bar 4.10) ad dalah penen mudian nilai

ama (1), ata tik kedua, k

ommerfeld

dalah prosed ntuan θm , ni

tekanan So au titik yang ketiga dan se

dur penggam lai (p-p0) max

ommerfeld p g berada pa

eterusnya d

mbaran kurv

x dan titik A

pada setiap da posisi 0° digambar ke

va Sommer A dan B yan titik di plot ° berada pad e arah kiri ku

    feld, ng t da urva.


(60)

(61)

(62)

3.1. Diag

PUTAR 1000 r

ram Alir P

MIN TIDAK PENGUJIA RAN rpm MET Penelitian Gambar 3. PEN NYAK PELUMA SAE 15W/40 AN DISTRIBUS PUTARAN 1250 rpm A BAB I TODE PEN .1 Diagra NGISIAN MIN STUDI LITER MULA PERSIAPAN PENGUJ AS PENGU KEKENT MINYAK P SI TEKANAN PUTAR 1500 rp MENCATAT ANALISA DAT SELESA III NGUJIAN

am alir Peng YAK PELUMA RATUR AI BAHAN IAN  UJIAN TALAN PELUMAS PADA BANTA P AN pm T DATA TA HASIL AI gujian AS MINYAK PELUMAS SAE

20 / 0

ALAN LUNCU

PUTARAN 1750 rpm

E

UR TM 25

PUTARA 2000 rpm

AN m


(63)

3.2 Variabel Pengujian

Pada pengujian ini variabel pengujian unhilc mendapatkan karakteristik tekanan bantalan luncur adalah kekentalan minyak pelumas ( t ) dan kecepatan putaran poros (ω).

3.3 Peratatan Pengujian

Pengujian dilakukan di Laboratorium Mesin Fluida Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Alat yang digunakan adalah Alat Uji Bantalan Luncur TM25 buatan TecQuipment Ltd, Inggris. Spesifikasi Alat Uji Bantalan Luncur adalah sebagai berikut:

• Dimensi Alat Uji:

 990 mm x 970 mm x 2850 mm dan 68 kg • Kondisi operasi:

 Pada temperatur +5 °C sampai +40 °C

 Pada jangkauan kelembaban relatif setidaknya 80% pada temperatur < 31 °C dan 50% pada temperatur 40°C.

• Suplai energi listrik:

 Single phase 230 V AC , 50 Hz atau 110 V AC ,60 Hz. • Spesifikasi Bantalan Luncur:

 Diameter journal : 50 mm

 Diameter bantalan : 55 mm

 Lebar efektif bantalan : 70 mm  Lebar bantalan sepenuhnya : 80 mm  Volume minyak pada bantalan : 65,5 cm3


(64)

Gambar 3.2 Alat Uji Bantalan Luncur TecQuipment TM25


(65)

Keterangan gambar 3.3: A : Poros /journal

B : Poros motor penggerak C : Bantalan luncur

D : Karet diafragma (Flexible rubber diaphragm) E : Piringan penutup bantalan

F : Penunjuk kesimbangan bantalan G : Fixed frame

H : Beban

I : Batang beban

Peralatan pengujian TM25 memiliki bantalan acrylic dan papan manometer , sehingga tekanan minyak pelumas pada bantalan dapat diobservasi dengan jelas. Poros motor penggerak dan journal memiliki putaran yang sama. Peralatan ini juga dilengkapi dengan variabel kecepatan putaran pada unit kontrol dan sensor kecepatan pada motor untuk melakukan percobaan pada kecepatan yang bervariasi.

Pada bantalan terdapat 16 (enam belas) titik observasi untuk mengukur besarnya tekanan pada bantalan luncur. Dua belas titik berada di sekeliling (equispaced) bantalan, yang masing-masing berjarak/membentuk sudut 30°, yaitu titik observasi yang bernomor 3, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, dan 16. Sedangkan empat titik berada pada arah aksial (lebar bantalan), yaitu titik 1, 2, 4 dan 5. Titik 3 dapat juga dianggap berada pada arah aksial (lihat gambar 3.3). Masing-masing titik pengujian dihubungkan ke tabung pada papan manometer dengan pipa plastik fleksibel, sehingga distribusi tekanan pada sekeliling bantalam


(66)

dapat diobservasi pada manometer tersebut. Pada papan manometer terdapat 16 tabung/pipa yang menunjukkan nilai tekanan untuk masing-masing titik tersebut, dan nilainya dalam satuan mm oil.

3.4 Pengisian Minyak Pelumas dan Pemanasan

Peralatan pengujian bantalan luncur TecQuipment TM25 memiliki reservoir sebagai penampung minyak pelumas. Reservoir dihubungkan dengan dua saluran sebagai pintu masuk minyak pelumas ke dalam bantalan. Resrvoir juga dilengkapi dengan keran untuk membuka dan menutup aliran minyak pelumas ke bantalan.

Sebelum melakukan pengujian tekanan pada enam belas titik pengujian harus sama agar terjadi keseimbangan tekanan. Caranya dengan membuka keran masuk minyak pelumas.

Saat pengujian gelembung-gelembung udara harus dikeluarkan agar tidak terjadi kesalahan pembacaan tekanan. Salah satu caranya adalah dengan cara melakukan pemanasan atau warm up. Pemanasan dilakukan dengan menghidupkan motor dan meningkatkan kecepatan putaran secara bertahap sampai 2000 rpm, kemudian dibiarkan sampai satu jam. Setelah satu jam kecepatan putaran dikurangi hingga stabil pada 1000 rpm selama kira-kira 10 menit.

3.5 Pengujian Karakteristik (Distribusi Tekanan) Bantalan Luncur

Pengujian untuk mendapatkan karakteristik bantalan luncur ini menggunakan minyak pelumas SAE 15W/40 serta minyak pelumas SAE 20W/50.


(67)

Pada pengujian ini ditetapkan lima variasi kecepatan putaran, yaitu: 1000 rpm, 1250 rpm, 1500 rpm, 1750 rpm, 2000 rpm. Putaran poros ditetapkan searah jarum jam (clock wise).

Setelah dilakukan pemanasan (warm up), kemudian putaran poros ditetapkan pada kecepatan putaran pengujian terendah, yaitu 1000 rpm, lalu dibiarkan stabil pada putaran tersebut selama 10 (sepuluh) menit, kemudian dilakukan pembacaan pada papan manometer. Demikian juga untuk putaran 1250,1500,1750 dan 2000 rpm untuk masing-masing minyak pelumas.

3.6 Pengujian Kekentalan Minyak Pelumas

Pengujian kekentalan kekentalan minyak pelumas pada percobaan ini menggunakan viskometer bola jatuh menurut Hoeppler, merek HAAKE Fissons, buatan Jerman, yang terdapat pada Laboratorium Fisika Lanjutan Universitas Sumatera Utara. Pengujian kekentalan dilakukan pada temperatur ruang 28 °C dan pada 40 °C. Namun dalam analisa nilai kekentalan yang digunakan adalah data percobaan pada temperatur 40 °C, karena kondisi temperatur operasi peralatan bantalan adalah berkisar 40 °C. Menurut buku manual HAAKE Fissons, pengujian kekentalan ini sesuai dengan standar DIN 53015.


(68)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Pengujian Kekentalan Minyak Pelumas

Berikut adalah data-data hasil pengujian kekentalan minyak pelumas yang dilakukan di Laboratorium Fisika hanjutan Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara. Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, pengujian kekentalan pada penelitian ini menggunakan viskometer bola jatuh menurut Hoeppler.

Tabel 4.1 Data hasil pengujian massa pengukuran minyak pelumas.

Bahan Volume

Pengukuran (cm3)

Massa Pengukuran (gram) Minyak Pelumas Oli

SAE 15W/40 100 79,30

Minyak Pelumas Oli

SAE 20W/50 100 80,33

Tabel 4.2 Data hasil pengukuran kekentalan minyak pelumas SAE 15W/40 dan SAE 20W/50 dengan menggunakan Viskometer Bola jatuh Menurut Hoeppler dengan suhu 40o.

Bahan Waktu Jatuh Bola Baja, t (detik)

Minyak Pelumas SAE 15W/40

tl t 2 t 3 t4 t5 t6 t7 t8 t9 t10 Δt 21,72 21,9 21,41 21,72 21,44 21,74 21,45 20,40 21,70 21,67 21,522 Minyak Pelumas

SAE 20W/50


(69)

4.2 Analisa Hasil Pengujian Kekentalan Minyak Pelumas

Analisa Pengujian Kekentalan Minyak Pelumas dilakukan pada data hasil pengujian dengan temperature 40oC.

Rumus yang dipergunakan untuk menghitung kekentalan minyak pelumas

adalah : Δt. ( ).K

Dimana:

ρ1 = Massa jenis bola uji (gram/ cm 3)

ρ2 = Massa pengukuran minyak pelumas (gram/ cm 3)

t = Waktu rata-rata jatuhnya bola baja (detik) K = Konstanta bola baja (gram)

µ = Kekentalan dinamik (cP)

(Sumber : Fisika untuk universitas edisi ke-7 jilid 1) I. Minyak Pelumas Oli SAE 15W/40

t. ( ).K

= 21,522 . ( 7,7 – 0,7930 ).12,54 = (21,522 s) . (6,907gr/cm3) . (12,54gr)

= 1864,07 cP

II. Minyak Pelumas Oli SAE 20W/50 t. ( ).K

= 23,765 . (7,7 – 0,8033) . 12,54

= (23,765s) .( 6,8967gr/cm3) . (12,54gr) = 2055,30 cP


(70)

4.3 Data Pengujian Distribusi Tekanan

Pengujian distribusi tekanan pada bantalan luncur dilakukan di laboratorium Mesin Fluida Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Alat yang digunakan adalah Alat Uji Bantalan Luncur TM25 buatan 'TecQuipmen Ltd, Inggris.

Data-data hasil pembacaan tekanan pada papan manometer peralatan bantalan luncur TecQuipment TM25 menggunakan minyak pelumas oli SAE 15W/40 dan oli SAE 20W/50.

Perlu diketahui bahwa titik 1, 2, 3, 4 dan 5 berada pada arah aksial (lebar bantalan). Sedangkan distribusi tekanan di sekeliling lingkaran (objek utama penelitian ini) ditunjukkan oleh titik pengujian 3,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15, dan 16. Masing-masing titik pada keliling bantalan berjarak atau membentuk sudut 30˚.

4.3.1 Data Distribusi Tekanan Setiap Titik Pengujian Pada Bantalan luncur Dengan Menggunakan Minyak Pelumas SAE 15W/40 dan SAE 20W/50

Enam belas titik pengujian pada peralatan bantalan luncur TecQuipment TM25 menunjukkan distribusi tekanan yang terjadi di sekeliling bantalan luncur. Observasi pada manometer adalah perubahan tinggi permukaan minyak pelumas pada papan manometer akibat adanya tekanan di sekeliling bantalan luncur, sehingga data yang didapat adalah kenaikan permukaan minyak dalam satuan mm oil, oleh karena itu perlu didapat nilai dari tekanan yang terjadi di sekeliling bantalan:


(71)

P = ρ. g. (hl- h2) Dimana:

P = tekanan (Pa)

ρ = massa jenis minyak pelumas (kg/m3) g = gaya gravitasi (9,81 m/det2)

h 1 = tinggi permukaan minyak basil pengamatan (m)

h1 = tinggi mula-mula permukaan minyak pada manometer (m)

(Sumber : Analisa karakteristik bantalan luncur terhadap minyak pelumas, tugas sarjana, departemen teknik mesin USU, Medan 2003).

Pada titik 1.

Menggunakan minyak pelumas oli SAE 15W/40 putaran 1000 rpm P = 793 . 9,81 (0,740 - 0,6)

= 793 . 9,81 . 0,14 = 1089,1 Pa

Menggunakan minyak pelumas oil SAE 20W/50 putaran 1000 rpm P = 803,3 . 9,81 (0,870 - 0,6)

= 803,3 . 9,81 . 0,27 = 2127,7 Pa

Dengan cara yang sama, maka nilai tekanan untuk setiap putaran poros pada masing-masing titik pengujian dalam satuan Pascal akan didapat. Hasilnya diberikan dalam tabel 4.7 dan Tabel 4.8 berikut.


(72)

Tabel 4.3 Data Pembacaan Manometer Dan Distribusi Tekanan Pada Bantalan Luncur Menggunakan Minyak Pelumas Oli SAE15W/40

Kecepatan

Poros titik 3  6  7  8  9  10  11  12  13  14  15  16  3 

1000 rpm

Sudut Kemiringan (°) 0  30  60  90  120  150  180  210  240  270  300  330  360 

Tinggi Permukaan

MinyakHasil Pengamatan (m ) 0.84  0.820  0.58  0.345  0.25  0.245  0.355  0.32  0.445  0.53  0.62  0.745  0.84 

Tekanan (Pa) 1867.04  1711.45  ‐155.59  ‐1983.73 

2722.77  ‐2761.66  ‐1905.94  ‐2178.21  ‐1205.80  ‐544.55  155.59  1128.00  1867.04 

titik 3  6  7  8  9  10  11  12  13  14  15  16  3 

1250 rpm

Sudut Kemiringan (°) 0  30  60  90  120  150  180  210  240  270  300  330  360 

Tinggi Permukaan

MinyakHasil Pengamatan (m ) 0.88  0.89  0.68  0.35  0.21  0.205  0.265  0.315  0.43  0.535  0.645  0.765  0.88 

Tekanan (Pa) 2178.21  2256.01  622.35  ‐1944.83 

3033.94  ‐3072.84  ‐2606.08  ‐2217.11  ‐1322.49  ‐505.66  350.07  1283.59  2178.21 

1500 rpm

titik 3  6  7  8  9  10  11  12  13  14  15  16  3 

Sudut Kemiringan (°) 0  30  60  90  120  150  180  210  240  270  300  330  360 

Tinggi Permukaan

MinyakHasil Pengamatan (m ) 0.9  0.92  0.725  0.365  0.15  0.13  0.215  0.31  0.425  0.54  0.655  0.78  0.9 

Tekanan (Pa) 2333.80  2489.39  972.42  ‐1828.14 

3500.70  ‐3656.29  ‐2995.04  ‐2256.01  ‐1361.38  ‐466.76  427.86  1400.28  2333.80 

1750 rpm

titik 3  6  7  8  9  10  11  12  13  14  15  16  3 

Sudut Kemiringan (°) 0  30  60  90  120  150  180  210  240  270  300  330  360 

Tinggi Permukaan

MinyakHasil Pengamatan (m ) 0.905  0.93  0.745  0.375  0.125  0.1  0.19  0.31  0.425  0.54  0.66  0.79  0.905 

Tekanan (Pa) 2372.70  2567.18  1128.00  ‐1750.35 

3695.18  ‐3889.67  ‐3189.53  ‐2256.01  ‐1361.38  ‐466.76  466.76  1478.07  2372.70 

2000 rpm

titik 3  6  7  8  9  10  11  12  13  14  15  16  3 

Sudut Kemiringan (°) 0  30  60  90  120  150  180  210  240  270  300  330  360 

Tinggi Permukaan

MinyakHasil Pengamatan (m ) 0.91  0.935  0.755  0.38  0.11  0.085  0.185  0.31  0.425  0.545  0.665  0.795  0.91 

Tekanan (Pa) 2411.59  2606.08  1205.80  ‐1711.45 

3811.87  ‐4006.35  ‐3228.42  ‐2256.01  ‐1361.38  ‐427.86  505.66  1516.97  2411.59   


(73)

Dari tabel 4.3 jika disajikan dalam bentuk grafik, maka akan terbentuk kurva sebagai berikut

Gambar 4.1 Grafik Distribusi Tekanan Pada Bantalan Luncur Menggunakan Minyak Pelumas SAE 15W/40

Pada grafik Grafik Distribusi Tekanan Pada Bantalan Luncur Menggunakan Minyak Pelumas SAE 15W/40 dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Tejadi gerakan penurunan tekanan minyak pelumas terhadap bantalan luncur, penurunan tekanan dimulai dari titik 8 posisi angular 90°, sampai titik 14 posisi angular 270°. Untuk minyak pelumas oli SAE 15W/40 penurunan tekanan khusus pada putaran 1000 terjadi pada titik 7 posisi angular 60°. Penurunan tekanan pada minyak pelumas oli SAE 15W/40 terjadi sampai titik 14 posisi angular 270°.

2. Gerakan penurunan tekanan pada grafik terjadi karena pengaruh tekanan atmosfer, yaitu berada dibawah tekanan atmosfer atau berada pada posisi vacum (kedap udara). Terjadi vacum dapat juga dipengaruhi oleh titik

‐5000 ‐4000 ‐3000 ‐2000 ‐1000 0 1000 2000 3000

0 50 100 150 200 250 300 350 400

Te k a n a n   (P a)

Posisi Angular (°)

Grafik Distribusi Tekanan Pada Bantalan Luncur Menggunakan Minyak  Pelumas SAE 15W/40


(74)

observasi pada bantalan luncur yaitu titik 8,9,10,11,12 dan 13 posisi angular 90°, 120°, 150°, 180°, 210° dan 240° berada dibawah pada bantalan luncur.

3.. Grafik kembali naik dimulai dari titik 14 posisi angular 270° sampai titik 3 posisi angular 360°/0°. Gerakan naik grafik karena titik observasi 14,15,16 dan 3, posisi angular 270°, 300°, 330°, 360°/0°, berada diatas pada bantalan luncur dan berada pada tekanan atmosfer. Tetapi pada minyak pelumas oli kemasan SAE 20W/40 gerakan naik dimulai pada titik 15, karena titik 14 masih dalam keadaan vacum.

Tabel..4.4 Data Pembacaan Manometer dan Distribusi tekanan pada Sekeliling Bantalan Luncur Menggunakan Minyak Pelumas Oli SAE 15W/40

Kecepatan Poros titik 3 4 5 1 2 3

1000 rpm

Sudut Kemiringan (°) 0 7,5 15 345 352,5 360 Tinggi Permukaan Minyak

(m ) 0,84 0,825 0,755 0,74 0,82 0,84 Tekanan (Pa) 1867,04 1750,35 1205,80 1089,11 1711,45 1867,04

1250 rpm

titik 3 4 5 1 2 3

Sudut Kemiringan (°) 0 7,5 15 345 352,5 360 Tinggi Permukaan Minyak

(m ) 0,88 0,865 0,795 0,735 0,86 0,88 Tekanan (Pa) 2178,21 2061,52 1516,97 1050,21 2022,63 2178,21

1500 rpm

titik 3 4 5 1 2 3

Sudut Kemiringan (°) 0 7,5 15 345 352,5 360 Tinggi Permukaan Minyak

(m ) 0,9 0,885 0,82 0,81 0,875 0,9 Tekanan (Pa) 2333,80 2217,11 1711,45 1633,66 2139,32 2333,80

1750 rpm

titik 3 4 5 1 2 3

Sudut Kemiringan (°) 0 7,5 15 345 352,5 360 Tinggi Permukaan Minyak

(m ) 0,905 0,89 0,83 0,82 0,88 0,905 Tekanan (Pa) 2372,70 2256,01 1789,25 1711,45 2178,21 2372,70

2000 rpm

titik 3 4 5 1 2 3

Sudut Kemiringan (°) 0 7,5 15 345 352,5 360 Tinggi Permukaan Minyak

(m ) 0,91 0,9 0,84 0,825 0,885 0,91 Tekanan (Pa) 2411,59 2333,80 1867,04 1750,35 2217,11 2411,59


(75)

Jika data tabel diatas disajikan dalam grafik maka akan terbentuk kurva sebagai Berikut :

Gambar 4.2 Grafik Distribusi tekanan disekeliling bantalan luncur menggunakan minyak pelumas SAE 15W/40

Pada grafik arah aksisl pada bantalan luncur tidak terjadi penurunan tekanan minyak pelumas pada bantalan luncur sampai posisi minus karena, posisi titik 1,2,3,4,dan 5 berada pada arah aksial (lebar) bantalan dan titik tersebut terletak di atas pada bantalan. Sehingga titik 1,2,3,4 dan 5 berada pada tekanan atmosfer sehingga tidak terjadi vacum (kedapudara).

Pada titik 1, 2, 4, 5 dengan sudut kemiringan 7,5° , 15°, 345°, 352,5°terjadi

penurunan tekanan dan kembali naik pada titik 3 dengan sudut kemiringan 360° 0

500 1000 1500 2000 2500 3000

0 120 240 360

TEKANAN

 

(Pa)

POSISI Aksial (˚)

Grafik Distribusi Tekanan di Sekeliling Bantalan Luncur dengan  Minyak Pelumas SAE 15W/40  


(76)

Tabel 4.5 Data Pembacaan Manometer Dan Distribusi Tekanan Pada Bantalan Luncur Menggunakan Minyak Pelumas Oli SAE20W/50

Kecepatan Poros titik 3 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 3

1000 rpm

Sudut Kemiringan (°) 0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360

Tinggi Permukaan Minyak (m ) 0,965 1,04 0,92 0,535 0,25 0,24 0,355 0,47 0,57 0,675 0,775 0,89 0,965 Tekanan (Pa) 2839,46 3422,91 2489,39 -505,66 -2722,77 -2800,56 -1905,94 -1011,31 -233,38 583,45 1361,38 2256,01 2839,46

1250 rpm

titik 3 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 3

Sudut Kemiringan (°) 0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360

Tinggi Permukaan Minyak (m ) 1,04 1,13 0,995 0,51 0,175 0,2 0,335 0,455 0,575 0,675 0,78 0,905 1,04 Tekanan (Pa) 3422,91 4123,04 3072,84 -700,14 -3306,22 -3111,73 -2061,52 -1128,00 -194,48 583,45 1400,28 2372,70 3422,91

1500 rpm

titik 3 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 3

Sudut Kemiringan (°) 0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360

Tinggi Permukaan Minyak (m ) 1,05 1,15 1,01 0,505 0,17 0,22 0,255 0,48 0,58 0,68 0,785 0,91 1,05 Tekanan (Pa) 3500,70 4278,63 3189,53 -739,04 -3345,11 -2956,15 -2683,87 -933,52 -155,59 622,35 1439,18 2411,59 3500,70

1750 rpm

titik 3 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 3

Sudut Kemiringan (°) 0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360

Tinggi Permukaan Minyak (m ) 1,055 1,155 1,02 0,51 0,18 0,23 0,37 0,49 0,59 0,69 0,79 0,92 1,055 Tekanan (Pa) 3539,60 4317,53 3267,32 -700,14 -3267,32 -2878,35 -1789,25 -855,73 -77,79 700,14 1478,07 2489,39 3539,60

2000 rpm

titik 3 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 3

Sudut Kemiringan (°) 0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360

Tinggi Permukaan Minyak (m ) 1,065 1,16 1,02 0,515 0,18 0,24 0,375 0,5 0,6 0,69 0,8 0,95 1,065 Tekanan (Pa) 3617,39 4356,42 3267,32 -661,24 -3267,32 -2800,56 -1750,35 -777,93 0,00 700,14 1555,87 2722,77 3617,39


(77)

Dari tabel 4.5 jika disajikan dalam bentuk grafik, maka akan terbentuk kurva sebagai berikut :

Gambar 4.3 Grafik Distribusi Tekanan Pada Bantalan Luncur Menggunakan

Minyak Pelumas SAE 20W/50

Pada grafik Grafik Distribusi Tekanan Pada Bantalan Luncur Menggunakan Minyak Pelumas SAE 20W/50 dapat dijelaskan sebagai berikut : .

1. Terjadi gerakan penurunan tekanan minyak pelumas terhadap bantalan luncur, penurunan tekanan dimulai dari titik 8 posisi angular 90° sampai dengan titik 13 posisi angular 240°.

2. Gerakan penurunan tekanan pada grafik terjadi karena pengaruh tekanan atmosfer yaitu berada dibawah tekanan atmosfer atau berada pada posisi vacum (kedap udara). Terjadi vacum karena titik obsevasi pada bantalan luncur yaitu titik 8,9,10,11,12 dan 13, posisi angular 90°,120°,150°,180°,210° dan 240°, berada dibawah pada bantalan.

‐4000 ‐3000 ‐2000 ‐1000 0 1000 2000 3000 4000 5000

0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360

Te k a n a n   (pa)

posisi angular (˚)

Grafik Distribusi Tekanan Pada Bantalan Luncur Menggunakan Minyak  Pelumas SAE 20W/50


(1)

67  

Dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.9 Beban total pada bantalan luncur terhadap minyak pelumas oli SAE 15W/40.

Putaran Poros

(rpm)

ε

k P (newton)

1000 0,43 1110,6 13,5

1250 0,43  1464.0 17,8

1500 0,43  1613,0 19,7

1750 0,43  1663,4 20,3

2000 0,43  1688,6 20,6

Tabel 4.10 Beban total pada bantalan luncur terhadap minyak pelumas oli SAE 20W/50.

Putaran poros

(rpm)

ε

k P (newton)

1000 0,43 1901,1 23,2

1250 0,43  2154,5 26,3

1500 0,43  2433,3 29,7

1750 0,43  2458,7 30

2000 0,43  2498,2 30,5


(2)

68  

4.6 Pembahasan Terhadap Grafik Distribusi Tekanan

4.6.1 Pengaruh putaran poros terhadap tekanan pada bantalan

Berdasarkan hasil percobaan terhadap 2 sampel jenis minyak pelumas oli kemasan. Pada grafik dapat dilihat perbedaan tekanan yang berbeda pada setiap putaran poros.

Tekanan minyak pelumas oli SAE 15W/40 pada bantalan luncur lebih rendah dibandingkan dengan tekanan minyak pelumas oli SAE 20W/50. Pengaruh perbedaan tekanan diantara kedua jenis sampel minyak pelumas ini karena perbedaan kekentalan.

4.6.2 Tekanan maksimum dan minimum pada bantalan pada setiap putaran poros

 Oli SAE 15W/40 Putaran 1000 rpm

P max = 1711,4 (pada titik 6 posisi angular 300) P min = -2761,6 (pada titik 10 posisi angular 1500) Putaran 1250 rpm

P max = 2256,0 (pada titik 6 posisi angular 300) P min = -3072,8 (pada titik 10 posisi angular 1500) Putaran 1500 rpm

P max = 2489,3 (pada titik 6 posisi angular 300) P min = -3656,2 (pada titik 10 posisi angular 1500)


(3)

69  

Putaran 1750 rpm

P max = 2567,1 (pada titik 6 posisi angular 300) P min = -3889,6 (pada titik 10 posisi angular 1500) Putaran 2000 rpm

P max = 2606,0 (pada titik 6 posisi angular 300) P min = -4006,3 (pada titik 10 posisi angular 1500)

 Oli SAE 20W/50 Putaran 1000 rpm

P max = 3667,3 (pada titik 6 posisi angular 300) P min = -2836,6 (pada titik 10 posisi angular 1500) Putaran 1250 rpm

P max = 4176,3 (pada titik 6 posisi angular 300) P min = -3349,1 (pada titik 10 posisi angular 1500) Putaran 1500 rpm

P max = 4334,2 (pada titik 6 posisi angular 300) P min = -3388,5 (pada titik 10 posisi angular 1500) Putaran 1750 rpm

P max = 4373,2 (pada titik 6 posisi angular 300) P min = -3309,7 (pada titik 10 posisi angular 1500) Putaran 2000 rpm

P max = 4413,0 (pada titik 6 posisi angular 300) P min = -3369,7 (pada titik 10 posisi angular 1500)  


(4)

70 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengujian tekanan minyak pelumas pada bantalan luncur menggunakan minyak pelumas oli SAE 15W/40, dan oli SAE 20W/50 adalah sebagai berikut:

1. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh karakteristik distribusi tekanan antara 2 jenis minyak pelumas yaitu:

a. Tekanan minyak pelumas SAE 15W/40 pada bantalan luncur paling besar diperoleh pada saat putaran 2000 rpm dengan sudut 30o yaitu sebesar 2606 Pa, dan tekanan paling kecil terjadi pada putaran 2000 rpm dengan sudut 150o yaitu sebesar -4006,3 Pa

b. Tekanan minyak pelumas SAE 20W/50 pada bantalan luncur paling besar diperoleh pada saat putar 2000 rpm dengan sudut 30o yaitu sebesar 4356,42Pa dengan dan tekanan paling kecil terjadi pada putaran 2000 rpm dengan sudut 150o yaitu sebesar -3369,7Pa

c. Kekentalan minyak pelumas SAE 15W/40 adalah sebesar 1864,07 cP , dan kekentalan minyak pelumas SAE 20W/50 adalah sebesar 2055,30 cP 2. Berdasarkan hasil penelitian, dari grafik distribusi tekanan Sommerfeld

terlihat jelas bahwa tekanan minyak pelumas oli SAE 20W/50 lebih tinggi dibandingkan dengan minyak pelumas oli SAE 15W/40. Ini diakibatkan oleh perbedaan kekentalan minyak pelumas oli.


(5)

71 3. Tekanan yang semakin meningkat akibat putaran poros ditingkatkan, dengan meningkatnya tekanan pada bantalan luncur maka beban yang diterima oleh bantalan lucur juga semakin besar yaitu beban maksimal yang diterima sebesar 30,5 Newton. Sehingga lapisan tipis minyak pelumas pada bantalan akan semakin tebal yang mengakibatkan berkurangnya tekanan pada dinding bantalan luncur.

1.2 Saran

1. Pengaruh temperature sangat besar terhadap kekentalan minyak pelumas, oleh karena itu diperlukan alat untuk mengukur kekentalan minyak saat mesin beroperasi.

2. Getaran yang terjadi pada alat uji dapat mengganggu pembacaan tekanan pada manometer, oleh karena itu diharapkan pada penelitian selanjutnya diperlukan analisa untuk mengetahui pengaruh getaran tersebut.

3. Diperlukan penelitian lanjutan pada bantalan luncur untuk mengetahui pengaruh penambahan aditif pada minyak pelumas.

 


(6)

72 DAFTAR PUSTAKA

Junivall, Robert C. dan Marshek, Kurt M, “Fundamentals of Machine Component Design”. Jhon Wiley and Sons, 1991.

Nasution, A. Halim, Prinsip Pelumasan dan Minyak Pelumas Mineral Diktat Kuliah”, Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik USU, Medan, 2011.

O’Connor, James J. dan Boyd, Jhon, “Standard Handbool of Lubrication Engineering”, McGraw-Hill, Inc. New York, 1968.

Sinurat, Amechrisler, “Analisa Karakteristik Bantalan Luncur Terhadap

Variasi Minya Pelumas Multigrade”, Tugas Sarjana, Departemen

Teknik Mesin USU, Medan, 2003.

L. Mott, Robert, “Elemen-elemen Mesin dalam Perancangan Mekanis”, University of Dyton, Andi, Yogyakarta.

Sularso, Kiyatsu Suga, “Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin”, Pradya Paramita, Jakarta, 2004.

Zemansky, Sears, “Fisika untuk Universitas”, Edisi ke-7, Jilid 1, Binacipta, Bandung, 1991.