indeks RCA lebih kecil dari satu 1 berarti keunggulan komparatif negara tersebut untuk komoditas tersebut rendah, atau dibawah rata-rata dunia.
t i
ti i
i
XW XWO
X XO
RCA Indeks
Keterangan: XO
i
= nilai ekspor komoditas x dari negara i X
ti
= nilai total ekspor komoditas x dari negara i XWO
i
= nilai ekspor komoditas x dunia XW
t
= nilai total ekspor komoditas x dunia Untuk mengetahui apakah suatu negara memiliki keunggulan atau tidak
dalam aktifitas perdagangan suatu komoditas tertentu di dunia, akan tergambar dari perubahan persentase rasio ekspor bersih net export komoditas tersebut
dengan total perdagangan komoditas tersebut pada negara bersangkutan. Nilai rasio net ekspor dengan total perdagangan berkisar antara +100 dan –100.
Apabila rasio net ekspor dengan total perdagangan bernila positif berarti negara tersebut mempunyai nilai ekspor yang lebih besar dari nilai impor pada
total perdagangan komoditas tersebut di negara bersangkutan. Untuk mendapatkan nilai rasio tersebut diformulasikan dengan:
i i
i i
i i
MO XO
MO XO
TT NE
Keterangan: NETT = rasio Net Export dan Total Trade komoditas x di negara i XO
i
= nilai ekspor komoditas x di negara i MO
i
= nilai impor komoditas x di negara I
D. Analisis Daya Saing Ekspor CPO Indonesia dan Malaysia
Analisis daya saing ekspor CPO Indonesia dan Malaysia dilihat dari dua pendekatan yaitu Constant Market Share CMS, dan analisis indeks Revealed
Comparative Advantage RCA. Share ekspor CPO asal Indonesia ke negara-negara Eropa untuk periode
1995-1999 secara rata-rata mengalami penurunan, dan cenderung direbut oleh
85
CPO asal Malaysia, yaitu tahun 1995 share ekspor CPO Indonesia dan Malaysia di pasar Eropa masing-masing 36,7 dan 28,0 persen, dan tahun 1999 menjadi 21,9
dan 36,7 persen. Penurunan share ekspor CPO Indonesia di pasar Eropa tersebut mengindikasikan daya saing CPO Indonesia lebih rendah dari CPO asal Malaysia,
sehingga pasar Eropa dapat direbut CPO asal Malaysia. Sedangkan di pasar Amerika, India dan China, share pasar CPO Indonesia berfluktuasi tetapi
cenderung mengalami peningkatan. Tabel 8.1 Market Share Impor CPO Asal Indonesia dan Malaysia pada Bebarapa
Negara Importir, 1995-1999 dalam persen Negara
Importir 1995
1996 1997
1998 1999
Ind. Mys. Ind.
Mys. Ind. Mys. Ind. Mys. Ind. Mys. Bel-lux
53.5 18.3 45.51 13.34 28.7 13.1 27.6 18.9 17.9 15.1 Denmark
21.2 57.7 24.01 55.68 20.6 55.9 15.3 44.1 0.0
64.8 Perancis
4.6 3.2
6.45 0.00
5.0 2.0
5.4 12.4
1.2 0.0
Jerman 45.7 26.0 48.96 24.28 57.9 23.0 38.5 35.7 32.1 46.6
Greece 35.2 33.6 62.50 18.92 48.0 35.7 39.5 46.9 27.1 52.1
Italia 50.0 34.1 43.05 29.93 18.4 48.3 21.1 42.1 16.3 40.2
Nederland 58.3 17.1 44.89 28.73 58.0 22.7 38.9 43.2 36.9 40.1
Spanyol 61.0 33.2 57.06 31.10 67.4 20.4 55.7 22.9 61.8 20.2
Swedia 4.5
40.7 6.09
12.19 15.6 20.0 2.5
22.7 1.3
45.2 UK
32.5 15.9 26.19 11.08 25.7 14.8 27.3 39.3 24.7 42.6
Eropa 36.7 28.0
36.5 22.5 34.5 25.6 27.2 32.8 21.9 36.7
USA 17.5 73.4 20.73 74.96 16.4 81.9 13.1 85.4 21.3 74.4
China 10.2 68.4 13.95 63.10 24.0 63.7 22.1 66.5 27.3 62.0
India 13.2 85.3 23.56 75.36 31.1 67.1 16.3 83.1 30.9 68.8
Pakistan 4.8
95.0 2.55
97.44 7.2 90.7
2.0 97.5
0.9 96.2
Sumber: Oil World 1999 dan 2000 Pergeseran pangsa pasar CPO Indonesia itu menunjukkan daya saing
minyak kelapa sawit Indonesia di pasar Eropa semakin lemah, yang diduga disebabkan oleh klasifikasi mutu CPO asal Indonesia belum memenuhi keinginan
konsumen Eropa. Sementara itu klasifikasi mutu CPO Malaysia lebih dapat diterima konsumen Eropa, seperti pencantuman kadar kandungan logam dalam
klasifikasi mutu CPO yang telah diterapkan oleh Malaysia, sedangkan Indonesia, belum mampu memenuhi tuntutan ini. Walaupun demikian penampilan ekspor
CPO Indonesia dari tahun-ketahun tetap mengalami kenaikan, baik terhadap perkembangan ekspor CPO dunia maupun terhadap perkembangan ekspor total
Indonesia. Kemampuan memperbaiki penampilan ekspor CPO Indonesia sesuai
86
dengan analisis market share yang menggambarkan tingkat daya saing CPO Indonesia terhadap total ekspor Indonesia. Penampilan ekspor export
performance CPO Indonesia secara jelas dapat dilihat pada Tabel 8.2. Tabel 8.2. Analisis Constant Market Share Ekspor CPO Indonesia 1991-1999
Tahun Pertumbuhan Ekspor CPO
Deviasi Efek Distribusi
Indonesia Dunia
PS DP
RS 1991
64,9 19,9
45,0 30,7
6,0 50,0
1992 6,3
13,3 -7,1
213,0 11,1
-147,8 1993
32,5 8,1
24,5 24,8
-19,9 119,0
1994 51,9
61,2 -9,2
117,7 -7,6
-13,0 1995
4,1 12,4
-8,3 300,6
61,8 -312,0
1996 10,4
-11,9 22,4
-114,4 8,3
202,9 1997
75,2 18,4
56,8 24,4
-2,9 61,8
1998 -48,5
12,7 -61,1
-26,2 -11,4
120,1 1999
49,5 -31,2
80,7 -63,1
-1,3 138,8
Sumber: World Bank diolah PS = Pertumbuhan Standar
DP = Distribusi Pasar RS = Residual Daya Saing
Deviasi positif antara pertumbuhan ekspor CPO Indonesia dan dunia selama periode penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan ekspor CPO
Indonesia lebih tinggi daripada pertumbuhan ekspor CPO dunia, sedangkan deviasi negatif menunjukkan bahwa pada tahun-tahun tersebut 1992, 1994, 1995,
dan 1998 pertumbuhan ekspor CPO Indonesia lebih rendah dari pertumbuhan ekspor CPO dunia.
Efek pertumbuhan standar ekspor CPO Indonesia bernilai positif kecuali tahun 1996, 1998, dan 1999. Efek pertumbuhan standar lebih banyak menentukan
tingkat daya saing ekspor CPO Indonesia untuk periode 1991-1995. Hal ini mengindikasikan bahwa pada periode tersebut pertumbuhan ekspor CPO
Indonesia lebih banyak memanfaatkan pertumbuhan ekspor CPO dunia. Disisi lain efek distribusi pasar lebih kecil, yang menggambarkan upaya ekspansi pasar
ekspor CPO Indonesia sangat kecil. Sedangkan efek residual yang menggambarkan daya saing CPO Indonesia untuk tahun 1993 cukup besar. Hal ini
menunjukkan bahwa daya saing CPO Indonesia pada tahun 1993 cukup kuat bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
87
Sedangkan untuk periode 1996-1999, daya saing ekspor CPO Indonesia lebih banyak dijelaskan oleh efek residual yang menggambarkan daya saing.
Artinya untuk periode tersebut daya saing ekspor CPO Indonesia cukup kuat, tetapi bukan karena pertumbuhan ekspor CPO dunia tinggi, atau karena ekspansi
pasar yang lebih luas, akan tetapi lebih disebabkan oleh daya saing karena perubahan harga, atau peningkatan mutu. Kecenderungan peningkatan daya saing
ekspor CPO Indonesia pada periode tersebut lebih disebabkan oleh penurunan harga CPO Indonesia yang dinilai dengan USD. Turunya harga ekspor CPO
Indonesia tersebut akibat terjadinya depresiasi Rupiah terhadap USD, sebagai dampak krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1997. Dengan harga
yang lebih rendah tersebut konsumen CPO dunia melakukan impor CPO asal Indonesia dalam jumlah yang lebih besar.
Hasil analisis RCA menunjukkan bahwa indeks RCA ekspor CPO Indonesia dan Malaysia lebih besar dari satu 1, berarti ekspor CPO asal
Indonesia dan Malaysia mempunyai daya saing yang lebih besar dari rata-rata dunia. Artinya Indonesia dan Malaysia memiliki daya saing yang kuat dalam
perdagangan CPO dunia. Dan apabila ekspor CPO antara Indonesia dan Malaysia dibandingkan, ternyata daya saing CPO Indonesia lebih rendah dari CPO
Malaysia, yang ditunjukkan oleh indeks RCA Malaysia yang lebih tinggi dari Indonesia. Lebih jelas indeks RCA ekspor CPO asal Indonesia dan Malaysia,
serta rasio Net export dan Total Trade dapat dilihat pada Tabel 8.3. Tabel 8.3. Analisis Indeks RCA Ekspor CPO Indonesia dan Malaysia, 1990-1999
Tahun Nilai Eks. CPO
Indeks RCA NETT
Dunia Indonesia Malaysia Indonesia Malaysia Indonesia Malaysia 1990
0,07 0,79
4,73 11,22
66,91 92,74
99,13 1991
0,08 1,15
4,71 13,85
56,67 92,05
90,26 1992
0,09 1,05
4,64 11,94
52,73 51,70
93,93 1993
0,10 1,58
4,25 16,60
44,55 80,30
91,50 1994
0,14 1,79
4,83 13,21
35,63 85,59
93,37 1995
0,13 1,65
4,86 12,92
38,11 91,97
98,57 1996
0,11 1,66
4,21 15,55
39,52 87,06
99,57 1997
0,12 2,71
4,35 22,22
35,73 93,32
98,48 1998
0,14 1,53
5,64 10,93
40,42 96,87
97,96 1999
0,09 2,29
4,08 24,76
44,09 96,95
96,16 Share ekspor CPO terhadap total ekspor
Sumber: World Bank diolah
88
Indonesia dan Malaysia ternyata sama-sama memiliki keunggulan dalam aktifitas ekonomi CPO, yang digambarkan oleh perubahan persentase rasio ekspor
bersih net export CPO dengan total perdagangan pada kedua negara tersebut. Rasio net ekspor dengan total perdagangan Indonesia yang lebih besar dari 80
persen kecuali 1992, menunjukkan bahwa Indonesia mempunyai nilai ekspor CPO lebih besar dari nilai impor CPO.
Dari kedua indikator daya saing tersebut CMS dan RCA, dapat dikatakan bahwa CPO Indonesia memiliki daya saing yang kuat dalam perdagangan CPO
dunia, tetapi masih lebih rendah dari daya saing CPO Malaysia. Rasio net ekspor dan total perdagangan terlihat bahwa Indonesia dan Malaysia sama-sama negara
net eksportir. Dan pada tahun 1999 terlihat bahwa net ekspor Indonesia telah melampaui net eksportir Malaysia, hal ini menunjukkan bahwa Indonesia
memiliki peluang besar untuk menyaingi Malaysia dalam ekspor CPO dunia.
E. Rangkuman