Karakteristik Kimia dan Organoleptik Minuman Instan Madu Bubuk dengan Penambahan Kerabang Telur sebagai Sumber Kalsium

(1)

KARAKTERISTIK KIMIA DAN ORGANOLEPTIK MINUMAN

INSTAN MADU BUBUK DENGAN PENAMBAHAN

TEPUNG KERABANG TELUR SEBAGAI

SUMBER KALSIUM

SKRIPSI NUZUL WAHYUNI

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005


(2)

RINGKASAN

NUZUL WAHYUNI. D14201005. 2005. Karakteristik Kimia dan Organoleptik Minuman Instan Madu Bubuk dengan Penambahan Kerabang Telur sebagai Sumber Kalsium. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing I : Zakiah Wulandari, S. TP., M.Si. Pembimbing II : Ir. Suhut Simamora, MS

Kerabang telur merupakan salah satu hasil ikutan peternakan dan juga limbah bagi egg breaking plants dan industri pengolahan bahan pangan berbahan baku telur yang cukup potensial untuk diolah. Pengolahan kerabang telur menjadi tepung dapat mempermudah pengaplikasiannya terhadap bahan pangan. Kerabang telur mempunyai kandungan mineral khususnya kalsium yang cukup tinggi yaitu sekitar 36% dari berat total, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan tambahan dalam produk pangan yang rendah kalsium. Salah satu bahan pangan berenergi tinggi dengan kadar kalsium rendah adalah madu yaitu sekitar 5mg/ 100g, padahal madu merupakan bahan pangan dengan kadar air yang relatif tinggi sehingga perlu dilakukan pengeringan guna memperpanjang daya simpannya dan mempermudah dalam aplikasi.

Tujuan penelitian ini adalah untuk membuat tepung kerabang telur dan madu bubuk. Memformulasikan madu bubuk (MB), tepung kerabang telur (KT), sukrosa (S) dan asam sitrat (AS) menjadi minuman instan madu bubuk yang mengandung kalsium dan berfungsi sebagai pangan fungsional. Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk menganalisa karakteristik kimia dan organoleptik produk akhir yang dihasilkan. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola searah dengan tiga taraf perlakuan formulasi bahan dan empat kali ulangan. Formulasinya adalah sebagai berikut: (A) 45% MB, 25% S, 17% AS, 13% KT; (B) 50% MB, 25% S, 14% AS, 11% KT dan (C) 55% MB, 25% S, 11% AS, 9% KT. Bila sidik ragam menunjukkan perbedaan yang nyata dari peubah yang diukur, maka dilanjutkan dengan uji Duncan. Data organoleptik dianalisa secara statistik non parametrik dengan uji Kruskal Wallis dan jika hasilnya berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji beda rataan rangking yang dikembangkan oleh Gibbons.

Hasil uji kimia menunjukkan bahwa perbedaan formulasi tidak berpengaruh secara nyata terhadap kadar air, total asam tertitrasi dan kadar kalsium. Kadar abu dipengaruhi secara nyata oleh perbedaan formulasi.

Pengujian sifat warna larutan dan rasa asam menunjukkan bahwa perbedaan formulasi memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap sifat tersebut, sedangkan warna serbuk, rasa sparkle dan tekstur menunjukkan hasil tidak berbeda nyata antar formulasi. Rata-rata panelis menyatakan suka terhadap minuman instan madu bubuk formulasi A dan menyatakan agak suka untuk formulasi B dan C. Kata kunci : minuman instan, madu bubuk, tepung kerabang telur, kalsium


(3)

ABSTRACT

Chemical and Organoleptic Characteristics of Honey Powder Instant Beverage which Added Egg Shell Meal as Calcium Source

Wahyuni N., Z. Wulandari, and S. Simamora

Egg shell has a big potential about its calcium carbonate contents, approximately 94% from total weight of it. Therefore it can be used as food additive to increase human nutrition values, especially in calcium elements. The Objective of this research was to create high calcium honey powder instant beverage from honey powder (HP), egg shell meal (EM), , citric acid (CA) and sucrose (S). This research was also conducted to evaluate chemical characteristic and costumer’s acceptability of the product. This research used Completely Randomized Design with three level formulations and four replications. The formulations were (A) 45% HP, 25% S, 17% CA, 13% EM; (B) 50% HP, 25% S, 14% CA, 11% EM dan (C) 55% HP, 25% S, 11% CA, 9% EM. The result showed that formulations didn’t significantly effected water content (4,59%), titrated total acid (16ml NaOH 0,1N/g) and calcium content (221mg/100g), but significantly effected ash content (5,4–7,6%). The colour of powder, taste of sparkle, texture and general perception of the three honey powder instant were not different. On the hand, the colour of solution and taste of acid were different and the panelist liked the A formulation beverage more than the others. Keywords : instant beverage, honey powder, egg shell meal, calcium


(4)

KARAKTERISTIK KIMIA DAN ORGANOLEPTIK MINUMAN

INSTAN MADU BUBUK DENGAN PENAMBAHAN

TEPUNG KERABANG TELUR SEBAGAI

SUMBER KALSIUM

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan

Institut Pertanian Bogor

Oleh:

Nuzul Wahyuni D14201005

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005


(5)

Judul : KARAKTERISTIK KIMIA DAN ORGANO0LEPTIK MINUMAN INSTAN MADU BUBUK DENGAN PENAMBAHAN KERABANG TELUR SEBAGAI SUMBER KALSIUM

Nama : Nuzul Wahyuni NRP : D.14201005

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

(Zakiah Wulandari, S.TP., MSi.) (Ir. Suhut Simamora, MS) NIP 132 206 246 NIP 130 422 708

Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

(Dr. Ir. Ronny Rachman Noor, MRur.Sc) NIP 131 624 188


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 1 Februari 1984 di Malang, Jawa Timur. Penulis adalah anak tunggal dari pasangan Bapak R. Jeki dan Ibu Umi Nafi’ah.

Pendidikan formal diawali tahun 1987 di TK Islam Dewi Masyithoh Gondanglegi, Malang hingga tahun 1989. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1995 di SD Islam Salafiyah Khairudin Gondanglegi, Malang. Pada tahun yang sama Penulis melanjutkan ke MTs Negeri Malang III, lulus tahun 1998. Setelah itu Penulis menyelesaikan pendidikan lanjutan menengah atas pada tahun 2001 di SMU negeri I Gondanglegi, Malang.

Tahun 2001, Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis terdaftar sebagai mahasiswa program studi Teknologi Hasil Ternak, Jurusan Ilmu Produksi Ternak yang sekarang menjadi Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Selama mengikuti pendidikan, Penulis pernah menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Produksi Ternak (HIMAPROTER) Fakultas Peternakan IPB periode 2001-2002 dan Forum Aktivitas Mahasiswa Muslim Al an’am (FAMM Al an’am) Fakultas Peternakan IPB periode 2002-2003. Pernah menjadi bagian dari Kelompok Pecinta Alam Fakultas Peternakan IPB (KEPAL D) periode 2002-2003 adalah kebanggan tersendiri bagi Penulis. Selain itu Penulis juga aktif mengikuti kepanitiaan di beberapa acara yang diadakan di kampus Institut Pertanian Bogor.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT Sang Pemberi petunjuk atas segala pertolongan, nikmat kemudahan, rahmat dan keridhoan-Nya sehingga penelitian dan skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam selalu tercurah bagi junjungan kita Rasulullah Muhammad SAW.

Skripsi ini berjudul Karakteristik Kimia dan Organoleptik Minuman Instan Madu Bubuk dengan Penambahan Kerabang Telur sebagai Sumber Kalsium ditulis berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan penulis pada bulan Juni hingga Juli 2005. Kandungan kalsium yang tinggi pada kerabang telur yaitu sekitar 36% dari berat total dapat digunakan sebagai sumber kalsium untuk bahan pangan. Salah satu bahan pangan berenergi tinggi tapi kandungan kalsiumnya rendah yaitu madu (sekitar 5mg/100g). Pengeringan madu bubuk dapat memperpanjang daya simpannya dan mempermudah dalam aplikasi, sedangkan penepungan kerabang telur bertujuan untuk mempermudah aplikasi terhadap bahan pangan.

Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat baik untuk kalangan akademis maupun umum.

Bogor, Oktober 2005


(8)

DAFTAR ISI Halaman

RINGKASAN ... i

ABSTRACT... ii

RIWAYAT HIDUP ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN... xi

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 2

Tujuan ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Kerabang Telur ... 3

Madu ... 4

Karakteristrik Madu ... 5

Sifat-sifat fisik Madu ... 5

Komposisi Kimia Madu ... 7

Kegunaan Madu ... 9

Standar Mutu Madu di Indonesia ... 10

Madu Bubuk ... 10

Bahan Pengisi ... 11

Gum Arab ... 11

Dekstrin ... 13

Asam Sitrat ... 14

Sukrosa ... 14

Pangan Fungsional ... 15

Minuman Instan ... 16

Kalsium ... 18

Penyerapan Kalsium dalam Tubuh ... 20

Pengeringan Semprot ... 21

METODE ... 24

Lokasi dan Waktu ... 24

Materi ... 24

Rancangan Percobaan ... 24


(9)

Model ... 25

Peubah yang Diukur ... 25

Analisis Data ... 27

Prosedur ... 28

Penelitian Pendahuluan ... 28

Penelitian Utama ... 29

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

Penelitian Pendahuluan ... 32

Penelitian Utama ... 32

Sifat Kimia ... 32

Kadar Air ... 33

Kadar Abu ... 34

Total Asam Tertitrasi ... 35

Kadar Kalsium ... 35

Sifat Organoleptik ... 36

Warna ... 37

Rasa ... 39

Tekstur ... 40

Penerimaan Umum... 41

KESIMPULAN DAN SARAN ... 42

Kesimpulan ... 42

Saran ... 42

UCAPAN TERIMA KASIH ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44


(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Komposisi Kimia Rata-rata dari Madu ... 8

2. Persyaratan Madu Berdasarkan SNI 01-3545-2004 ... 10

3. Persyaratan Minuman Serbuk Tradisional (SNI 01-4320-2004) ... 17

4. Persyaratan Minuman Soda ... 19

5. Formulasi Minuman Instan Madu Bubuk ... 25

6. Formulasi Madu Bubuk ... 28

7. Hasil Uji Kimia Minuman Instan Madu Bubuk ... 33

8. Nilai Skoring Uji Organoleptik Minuman Instan Madu Bubuk ... 37


(11)

KARAKTERISTIK KIMIA DAN ORGANOLEPTIK MINUMAN

INSTAN MADU BUBUK DENGAN PENAMBAHAN

TEPUNG KERABANG TELUR SEBAGAI

SUMBER KALSIUM

SKRIPSI NUZUL WAHYUNI

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005


(12)

RINGKASAN

NUZUL WAHYUNI. D14201005. 2005. Karakteristik Kimia dan Organoleptik Minuman Instan Madu Bubuk dengan Penambahan Kerabang Telur sebagai Sumber Kalsium. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing I : Zakiah Wulandari, S. TP., M.Si. Pembimbing II : Ir. Suhut Simamora, MS

Kerabang telur merupakan salah satu hasil ikutan peternakan dan juga limbah bagi egg breaking plants dan industri pengolahan bahan pangan berbahan baku telur yang cukup potensial untuk diolah. Pengolahan kerabang telur menjadi tepung dapat mempermudah pengaplikasiannya terhadap bahan pangan. Kerabang telur mempunyai kandungan mineral khususnya kalsium yang cukup tinggi yaitu sekitar 36% dari berat total, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan tambahan dalam produk pangan yang rendah kalsium. Salah satu bahan pangan berenergi tinggi dengan kadar kalsium rendah adalah madu yaitu sekitar 5mg/ 100g, padahal madu merupakan bahan pangan dengan kadar air yang relatif tinggi sehingga perlu dilakukan pengeringan guna memperpanjang daya simpannya dan mempermudah dalam aplikasi.

Tujuan penelitian ini adalah untuk membuat tepung kerabang telur dan madu bubuk. Memformulasikan madu bubuk (MB), tepung kerabang telur (KT), sukrosa (S) dan asam sitrat (AS) menjadi minuman instan madu bubuk yang mengandung kalsium dan berfungsi sebagai pangan fungsional. Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk menganalisa karakteristik kimia dan organoleptik produk akhir yang dihasilkan. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola searah dengan tiga taraf perlakuan formulasi bahan dan empat kali ulangan. Formulasinya adalah sebagai berikut: (A) 45% MB, 25% S, 17% AS, 13% KT; (B) 50% MB, 25% S, 14% AS, 11% KT dan (C) 55% MB, 25% S, 11% AS, 9% KT. Bila sidik ragam menunjukkan perbedaan yang nyata dari peubah yang diukur, maka dilanjutkan dengan uji Duncan. Data organoleptik dianalisa secara statistik non parametrik dengan uji Kruskal Wallis dan jika hasilnya berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji beda rataan rangking yang dikembangkan oleh Gibbons.

Hasil uji kimia menunjukkan bahwa perbedaan formulasi tidak berpengaruh secara nyata terhadap kadar air, total asam tertitrasi dan kadar kalsium. Kadar abu dipengaruhi secara nyata oleh perbedaan formulasi.

Pengujian sifat warna larutan dan rasa asam menunjukkan bahwa perbedaan formulasi memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap sifat tersebut, sedangkan warna serbuk, rasa sparkle dan tekstur menunjukkan hasil tidak berbeda nyata antar formulasi. Rata-rata panelis menyatakan suka terhadap minuman instan madu bubuk formulasi A dan menyatakan agak suka untuk formulasi B dan C. Kata kunci : minuman instan, madu bubuk, tepung kerabang telur, kalsium


(13)

ABSTRACT

Chemical and Organoleptic Characteristics of Honey Powder Instant Beverage which Added Egg Shell Meal as Calcium Source

Wahyuni N., Z. Wulandari, and S. Simamora

Egg shell has a big potential about its calcium carbonate contents, approximately 94% from total weight of it. Therefore it can be used as food additive to increase human nutrition values, especially in calcium elements. The Objective of this research was to create high calcium honey powder instant beverage from honey powder (HP), egg shell meal (EM), , citric acid (CA) and sucrose (S). This research was also conducted to evaluate chemical characteristic and costumer’s acceptability of the product. This research used Completely Randomized Design with three level formulations and four replications. The formulations were (A) 45% HP, 25% S, 17% CA, 13% EM; (B) 50% HP, 25% S, 14% CA, 11% EM dan (C) 55% HP, 25% S, 11% CA, 9% EM. The result showed that formulations didn’t significantly effected water content (4,59%), titrated total acid (16ml NaOH 0,1N/g) and calcium content (221mg/100g), but significantly effected ash content (5,4–7,6%). The colour of powder, taste of sparkle, texture and general perception of the three honey powder instant were not different. On the hand, the colour of solution and taste of acid were different and the panelist liked the A formulation beverage more than the others. Keywords : instant beverage, honey powder, egg shell meal, calcium


(14)

KARAKTERISTIK KIMIA DAN ORGANOLEPTIK MINUMAN

INSTAN MADU BUBUK DENGAN PENAMBAHAN

TEPUNG KERABANG TELUR SEBAGAI

SUMBER KALSIUM

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan

Institut Pertanian Bogor

Oleh:

Nuzul Wahyuni D14201005

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005


(15)

Judul : KARAKTERISTIK KIMIA DAN ORGANO0LEPTIK MINUMAN INSTAN MADU BUBUK DENGAN PENAMBAHAN KERABANG TELUR SEBAGAI SUMBER KALSIUM

Nama : Nuzul Wahyuni NRP : D.14201005

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

(Zakiah Wulandari, S.TP., MSi.) (Ir. Suhut Simamora, MS) NIP 132 206 246 NIP 130 422 708

Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

(Dr. Ir. Ronny Rachman Noor, MRur.Sc) NIP 131 624 188


(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 1 Februari 1984 di Malang, Jawa Timur. Penulis adalah anak tunggal dari pasangan Bapak R. Jeki dan Ibu Umi Nafi’ah.

Pendidikan formal diawali tahun 1987 di TK Islam Dewi Masyithoh Gondanglegi, Malang hingga tahun 1989. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1995 di SD Islam Salafiyah Khairudin Gondanglegi, Malang. Pada tahun yang sama Penulis melanjutkan ke MTs Negeri Malang III, lulus tahun 1998. Setelah itu Penulis menyelesaikan pendidikan lanjutan menengah atas pada tahun 2001 di SMU negeri I Gondanglegi, Malang.

Tahun 2001, Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis terdaftar sebagai mahasiswa program studi Teknologi Hasil Ternak, Jurusan Ilmu Produksi Ternak yang sekarang menjadi Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Selama mengikuti pendidikan, Penulis pernah menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Produksi Ternak (HIMAPROTER) Fakultas Peternakan IPB periode 2001-2002 dan Forum Aktivitas Mahasiswa Muslim Al an’am (FAMM Al an’am) Fakultas Peternakan IPB periode 2002-2003. Pernah menjadi bagian dari Kelompok Pecinta Alam Fakultas Peternakan IPB (KEPAL D) periode 2002-2003 adalah kebanggan tersendiri bagi Penulis. Selain itu Penulis juga aktif mengikuti kepanitiaan di beberapa acara yang diadakan di kampus Institut Pertanian Bogor.


(17)

KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT Sang Pemberi petunjuk atas segala pertolongan, nikmat kemudahan, rahmat dan keridhoan-Nya sehingga penelitian dan skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam selalu tercurah bagi junjungan kita Rasulullah Muhammad SAW.

Skripsi ini berjudul Karakteristik Kimia dan Organoleptik Minuman Instan Madu Bubuk dengan Penambahan Kerabang Telur sebagai Sumber Kalsium ditulis berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan penulis pada bulan Juni hingga Juli 2005. Kandungan kalsium yang tinggi pada kerabang telur yaitu sekitar 36% dari berat total dapat digunakan sebagai sumber kalsium untuk bahan pangan. Salah satu bahan pangan berenergi tinggi tapi kandungan kalsiumnya rendah yaitu madu (sekitar 5mg/100g). Pengeringan madu bubuk dapat memperpanjang daya simpannya dan mempermudah dalam aplikasi, sedangkan penepungan kerabang telur bertujuan untuk mempermudah aplikasi terhadap bahan pangan.

Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat baik untuk kalangan akademis maupun umum.

Bogor, Oktober 2005


(18)

DAFTAR ISI Halaman

RINGKASAN ... i

ABSTRACT... ii

RIWAYAT HIDUP ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN... xi

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 2

Tujuan ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Kerabang Telur ... 3

Madu ... 4

Karakteristrik Madu ... 5

Sifat-sifat fisik Madu ... 5

Komposisi Kimia Madu ... 7

Kegunaan Madu ... 9

Standar Mutu Madu di Indonesia ... 10

Madu Bubuk ... 10

Bahan Pengisi ... 11

Gum Arab ... 11

Dekstrin ... 13

Asam Sitrat ... 14

Sukrosa ... 14

Pangan Fungsional ... 15

Minuman Instan ... 16

Kalsium ... 18

Penyerapan Kalsium dalam Tubuh ... 20

Pengeringan Semprot ... 21

METODE ... 24

Lokasi dan Waktu ... 24

Materi ... 24

Rancangan Percobaan ... 24


(19)

Model ... 25

Peubah yang Diukur ... 25

Analisis Data ... 27

Prosedur ... 28

Penelitian Pendahuluan ... 28

Penelitian Utama ... 29

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

Penelitian Pendahuluan ... 32

Penelitian Utama ... 32

Sifat Kimia ... 32

Kadar Air ... 33

Kadar Abu ... 34

Total Asam Tertitrasi ... 35

Kadar Kalsium ... 35

Sifat Organoleptik ... 36

Warna ... 37

Rasa ... 39

Tekstur ... 40

Penerimaan Umum... 41

KESIMPULAN DAN SARAN ... 42

Kesimpulan ... 42

Saran ... 42

UCAPAN TERIMA KASIH ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44


(20)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Komposisi Kimia Rata-rata dari Madu ... 8

2. Persyaratan Madu Berdasarkan SNI 01-3545-2004 ... 10

3. Persyaratan Minuman Serbuk Tradisional (SNI 01-4320-2004) ... 17

4. Persyaratan Minuman Soda ... 19

5. Formulasi Minuman Instan Madu Bubuk ... 25

6. Formulasi Madu Bubuk ... 28

7. Hasil Uji Kimia Minuman Instan Madu Bubuk ... 33

8. Nilai Skoring Uji Organoleptik Minuman Instan Madu Bubuk ... 37


(21)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Penampang Melintang Kerabang Telur ... 3

2. Reaksi Degradasi Heksosa dalam Madu oleh Sel Khamir ... 6

3. Stuktur Gum Arab ... 12

4. Struktur Dekstrin... 13

5. Reaksi Kimia antara Asam Sitrat dan Kalsium karbonat ... 19

6. Mekanisme Metabolisme Kalsium ... 20

7. Bagian Alat Pengering Semprot (Spray Dryer) ... 23

8. Diagram Alir Proses Pembuatan Minuman Instan Madu Bubuk ... 30

9. Kadar Abu Minuman Instan Madu Bubuk pada Berbagai Perlakuan .... 34

10. Respon Panelis terhadap Warna Larutan Minuman Instan Madu Bubuk Tiap Formulasi ... 38

11. Respon Panelis terhadap Rasa Asam Minuman Instan Madu Bubuk Tiap Formulasi ... 40


(22)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1. Formulir Uji Skoring Minuman Instan Madu Bubuk ... 50 2. Hasil Sidik Ragam Uji Kadar Air ... 51 3. Hasil Sidik Ragam Uji Kadar Abu ... 51 4. Hasil Sidik Ragam Uji Total Asam Tertitrasi ... 51 5. Hasil Sidik Ragam Uji Kadar Kalsium Minuman Instan Madu Bubuk 51 6. Hasil Analisis Non Parametrik Kruskal Wallis terhadap

Warna Serbuk Minuman Instan madu Bubuk... 52 7. Hasil Analisis Non Parametrik Kruskal Wallis terhadap

Warna Larutan Minuman Instan madu Bubuk ... 52 8. Hasil Analisis Non Parametrik Kruskal Wallis terhadap

Rasa Sparkle Minuman Instan madu Bubuk... 52 9. Hasil Analisis Non Parametrik Kruskal Wallis terhadap

Rasa Asam Minuman Instan madu Bubuk ... 53 10. Hasil Analisis Non Parametrik Kruskal Wallis terhadap

Tekstur Minuman Instan Madu Bubuk ... 53 11. Hasil Analisis Non Parametrik Kruskal Wallis terhadap

Penerimaan Umum Minuman Instan Madu Bubuk ... 53 12. Gambar Alat Spray Dryer Tipe Buchi 190 ... 54 13. Gambar Alat Homogenizer ... 54 14. Minuman Instan Madu Bubuk Formulasi A ... 55 15. Minuman Instan Madu Bubuk Formulasi B ... 55 16. Minuman Instan Madu Bubuk Formulasi C ... 55


(23)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kerabang telur merupakan salah satu limbah peternakan yang menjadi masalah bagi egg breaking plants dan industri pengolahan bahan pangan yang berbahan baku telur. Tidak ada data yang memuat angka pasti jumlah kerabang telur yang dihasilkan per tahun di Indonesia, akan tetapi jika dilihat dari jumlahnya industri pengolahan pangan yang berbahan baku telur maka dapat dipastikan jumlah limbah kerabang telur juga akan cukup besar. Produksi yang cukup besar menimbulkan usaha-usaha yang bertujuan untuk memanfaatkan limbah ini agar lebih berdaya guna. Selama ini kerabang telur lebih banyak dimanfaatkan sebagai bahan kosmetik dan campuran pakan ternak. Padahal kandungan kalsium kerabang telur yang tinggi yaitu sekitar 36% dari berat total kerabang telur dapat digunakan juga sebagai bahan penambah nilai gizi suatu bahan pangan.

Kalsium merupakan zat kimia yang mempunyai ciri-ciri antara lain berwarna bening, tidak beracun dan menimbulkan rasa pahit pada kadar-kadar tertentu. Mayoritas kalsium dalam tubuh disimpan dalam tulang dan gigi, sisanya di cairan tubuh dan jaringan lunak. Kalsium dalam darah jumlahnya relatif konstan. Kalsium diperlukan tubuh untuk berbagai fungsi seperti pembekuan darah, penyusun tulang dan gigi, kontraksi otot dan sebagainya.

Madu merupakan bahan pangan bersumber energi tinggi karena mengandung gula-gula sederhana yang dapat segera dimanfaatkan oleh tubuh.. Sifat madu yang higroskopis menyebabkan kadar air madu mudah mengalami peningkatan pada suhu ruang sehingga dapat menyebabkan terjadinya fermentasi. Madu sebagai larutan gula memiliki sifat sangat jenuh dan tidak stabil sehingga di bawah kondisi tertentu dapat mengalami kristalisasi. Oleh karena itu, perlu dicari alternatif cara untuk mengurangi tingkat kerusakan madu yaitu dengan mengolah madu menjadi bentuk bubuk (powder).

Pengeringan madu menjadi bentuk bubuk dapat mengurangi kadar air dari dalam madu tersebut sampai sekitar 3-5% sehingga dapat memperpanjang daya simpannya dibandingkan dalam bentuk cair (liquid). Selain itu, pengolahan madu dalam bentuk bubuk juga dapat mempermudah aplikasi madu pada produk-produk pangan.


(24)

Perumusan Masalah

Kerabang telur merupakan hasil ikutan dari produk peternakan yang masih dapat ditingkatkan keoptimalan penggunaannya. Mengingat kandungan kalsiumnya yang begitu tinggi (sekitar 36% dari berat total kerabang telur) dan kebutuhan manusia akan kalsium yang begitu tinggi pula (sekitar 500-600mg/hari), maka kerabang telur dapat digunakan sebagai bahan tambahan pangan yang berguna untuk meningkatkan kadar kalsium suatu bahan pangan.

Penggunaan kalsium dapat dikombinasikan dengan madu bubuk yang mempunyai potensi sebagai makanan sumber energi yang cukup potensial. Penambahan kalsium dari tepung kerabang telur diharapkan mampu meningkatkan kadar kalsium dalam madu, sehingga terbentuk produk yang selain sebagai sumber energi tetapi juga dapat menjadi sumber kalsium.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk membuat tepung kerabang telur dan madu bubuk. Memformulasikan madu bubuk, tepung kerabang telur, sukrosa dan asam sitrat menjadi minuman instan madu bubuk yang mengandung kalsium sekitar 3200-4800mg/100g dan berfungsi sebagai pangan fungsional. Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk menganalisa karakteristik kimia dan organoleptik produk akhir yang dihasilkan.


(25)

TINJAUAN PUSTAKA

Kerabang Telur

Hasil Ikutan Ternak (animal by-product) merupakan hasil samping dari pemotongan ternak yang dianggap kurang berharga, bahkan menjadi limbah dan menimbulkan masalah bagi industri dan lingkungan. Usaha pemanfaatan hasil ikutan dan limbah dari pemotongan ternak telah banyak dilakukan, baik untuk kepentingan manusia, untuk pakan ternak maupun untuk keperluan industri (Hardianto, 2002). Sebanyak 45.400.000 Kg (100.000.000 pounds) limbah kerabang telur diproduksi tiap tahun oleh egg breaking plants di Amerika. Kebanyakan limbah ini dibuang tanpa pengolahan lebih lanjut (Walton et al., 1973). Sekitar 0,5Kg limbah kerabang telur dihasilkan oleh pedagang nasi goreng atau martabak di seputar wilayah Kampus Dalam Darmaga Bogor setiap harinya.

Sebutir telur ayam kurang lebih terdiri dari 11 % kerabang telur, 31 % kuning telur dan 58 % putih telur (Benjamin et al., 1960 ; Mountney, 1966). Kerabang telur yang membungkus telur tersebut beratnya 9-12 % dari berat telur total, dan mengandung 94 % kalsium karbonat, 1 % kalium phosphat, 1 % magnesium karbonat dan 4 % bahan organik (Benjamin et al., 1960 ; Mountney, 1966; Stadelman dan Cotteril, 1972). Berikut disajikan gambar melintang lapisan kerabang telur:


(26)

Berdasarkan gambar di atas dapat dijelaskan bahwa kerabang telur terdiri dari beberapa lapis. Lapisan tersebut berturut-turut adalah membran sel ( membaran pembatas, dalam dan luar), lapisan inti (kerucut, palisade dan kristal permukaan) dan kutikula.

Kerabang telur mengandung 1,6% air dan 98,4% bagian padat. Bagian padat ini terdiri 3,3% protein, 0,03% lemak dan 95,1% mineral. Jumlah mineral di dalam kerabang telur beratnya 2,25 gram yang terdiri dari 2,21 gram kalsium, 0,02 gram magnesium, 0,02 gram phosphor serta sedikit besi dan sulfur (Romanoff dan Romanoff, 1963). Kerabang telur kaya akan kalsium dan mangandung juga protein yang berasal dari sisa-sisa albumin, selaput kerabang telur dan “matriks” kerabang telur (Meyer et al., 1973; Vandepopuliere et al., 1975 ; Christmas dan Harms, 1976). Menurut Daengprok et al. (2003) Tepung kerabang telur telah direkomen-dasikan sebagai sumber kalsium yang atraktif untuk kesehatan manusia guna meningkatkan kepadatan mineral tulang bagi yang mengalami osteoporosis. Saat ini telah dikembangkan riset guna meningkatkan nilai tambah kerabang telur sebagai bahan pangan (Daengprok et al., 2003).

Mountney (1966) menyatakan bahwa kerabang telur sebanyak 0,4% ditambahkan pada puding bakar, es krim, kue dasar, muffin, yeast roll, popovers dan mayonaise guna meningkatkan kandungan kalsiumnya. Penambahan itu tidak mampengaruhi kualitas palatabilitas dan pemasakan pangan-pangan tersebut (Mountney, 1966).

Madu

Madu adalah cairan manis yang dihasilkan oleh lebah madu berasal dari sumber nektar (SNI 01-3504-2004). Menurut Tim penyusun kamus besar bahasa Indonesia (1999), madu adalah cairan yang banyak mengandung zat gula yang terdapat pada sarang lebah atau bunga (rasanya manis).

Di Eropa, madu didefinisikan sebagai substansi manis yang diproduksi lebah madu dari nektar bunga atau hasil sekresi tanaman hidup yang dikumpulkan oleh lebah, diubah dan disimpan dalam sarangnya (Gojmerac, 1983). Menurut Pusat Apiari Pramuka (2002), madu adalah cairan kental yang dihasilkan oleh lebah madu dari berbagai sumber nektar yang masih mengandung enzim diastase aktif.


(27)

Karakteristik Madu

Karakteristik madu yang bisa diamati adalah aroma, rasa dan warna. Karakteristik tersebut berbeda-beda tergantung dari sumber nektarnya. Aroma madu ditentukan oleh komponen volatile yang terdiri dari grup karbonil seperti formaldehyde, propionaldehide, aseton, metal etil keton dan metakrom (White, 1979). Aroma madu juga dipengaruhi oleh asam lemak atsiri dan senyawa lain dalam nektar (Sukartiko, 1986).

Flavor madu ditentukan oleh variasi gula, asam amino dan asam-asam lain, tannin dan senyawa non volatile (White, 1992). Aroma dan rasa madu mudah hilang oleh pemanasan dan penyimpanan yang kurang sempurna (Sukartiko, 1986). Menurut Sumoprastowo dan Suprapto (1980), warna madu dipengaruhi oleh tingkat pemanasan karena pemanasan yang lama akan mengubah warna madu menjadi lebih gelap.

Warna, aroma dan flavor madu pada derajat tertentu masih berhubungan. Warna dapat diukur secara objektif sedangkan aroma dan flavor masih menggunakan pengujian subjektif. Ketiga karakteristik tersebut sangat penting bagi konsumen (Gojmerac, 1983).

Sifat-Sifat Fisik madu

Densitas atau Berat Jenis. Densitas madu adalah berat madu persatuan volume, bila densitas suatu bahan dibandingkan dengan berat air pada volume sama pada suatu temperatur tertentu disebut berat jenis. Sifat ini dipengaruhi oleh temperatur pengukuran dan kandungan air madu. Semakin tinggi kadar air dalam madu maka berat jenis madu semakin rendah (White, 1992).

Viskositas. Viskositas menunjukkan kekentalan dari aliran madu, biasa disebut body. Madu yang kental menunjukkan viskositas yang tinggi, sebaliknya madu yang yang encer memiliki viskositas yang rendah. Viskositas dalam madu dipengaruhi oleh temperatur, semakin rendah temperatur maka semakin tinggi pula viskositasnya, selain itu viskositas juga dipengaruhi oleh kandungan air yang terdapat dalam madu . Peningkatan 1% kadar air akan menurunkan viskositas madu secara nyata (Root, 1980).


(28)

Sifat Higroskopis. Sukartiko (1986) menyatakan bahwa madu bersifat higroskopis atau menyerap air. Madu matang yang sudah dikeluarkan dari selnya akan segera menyerap air dari udara sekelilingnya sampai mencapai keseimbangan. Hal ini dikarenakan madu merupakan larutan sangat jenuh dan tidak stabil (Gojmerac, 1983).

Madu yang berkadar air 17,4% memiliki keseimbangan uap air 58%, ini menunjukkkan bahwa kadar air madu dipengaruhi oleh RH udara (Gojmerac, 1983. White (1992) menunjukkan bagaimana pengaruh kelembaban udara terhadap kandungan air madu. Kelebihan dari air madu dapat dikurangi dengan mengekspos madu pada ruangan dengan RH lebih rendah daripada nilai keseimbangannya (White, 1992). Kadar air yang lebih tinggi dapat menyebabkan madu mengalami fermentasi oleh mikroorganisme (Winarno, 1982).

Kristalisasi. Menurut Krell (1996), kristalisasi terbentuk dari kristal glukosa monohidrat yang bervariasi dalam jumlah, dimensi maupun ukurannya. Proses ini dipicu oleh komposisi madu yang memiliki kadar air yang rendah dan kadar glukosa yang tinggi. Menurut Sumoprastowo dan Suprapto (1980) bahwa jika kadar glukosa tinggi, kadar air rendah dan temperatur rendah maka kristalisasi akan berjalan cepat. Kristalisasi optimal terjadi pada temperatur penyimpanan 14° C.

Fermentasi. Menurut Tjokroadikoesomo (1986), fermentasi merupakan proses perubahan-perubahan kimia dalam suatu substrat organik yang berlangsung karena aksi katalisator biokimia, yaitu enzim yang dihasilkan oleh mikroba, sehingga fermentasi dapat berlangsung. Lebih lanjut Achmadi (1991) menambahkan, bahwa fermentasi merupakan proses biokimia yang umum terjadi pada madu yang disimpan. Penyebabnya adalah sejenis khamir dari genus Zygosaccharomyces yang tahan terhadap konsentrasi gula tinggi, sehingga dapat hidup dan berkembang dalam madu. Menurut Fardiaz (1989), sel khamir akan mendegradasi hexosa dalam madu menjadi alkohol (etanol) dan karbondioksida. Reaksinya adalah sebagai berikut: Khamir

C6H12O6 2 C2H5OH + 2 CO2

Gambar 2. Reaksi Degradasi Hexosa dalam Madu oleh Sel Khamir Sumber: Fardiaz (1989)


(29)

Hidroksimetilfurfural. Menurut Baum (1970), apabila monosakarida berada dalam kondisi asam maka monosakarida tersebut merupakan pentosa, maka akan terbentuk furfural, sedangkan apabila monosakarida tersebut merupakan heksosa maka akan terbentuk hidroksimetilfurfural (HMF). Achmadi (1991) menambahkan bahwa HMF merupakan hasil dekomposisis glukosa, fruktosa dan monosakarida lain yang memiliki enam atom C dalam suasana asam dan dipercepat dengan bantuan panas. Reaksi selanjutnya menghasilkan asam format dan levulinat. Adanya HMF menunjukkan bahwa madu telah mengalami proses pemanasan dan penambahan gula (White, 1979).

Komposisi Kimia Madu

Komposisi kimia madu dipengaruhi oleh dua hal, yakni komposisi nektar yang dihasilkan dan yang berhasil dikumpulkan oleh lebah serta faktor eksternal, seperti cuaca dan iklim. Selain itu banyak tidak bunga, derajat kematangan madu serta cara ekstraksi juga turut mempengaruhi komposisinya (White, 1979).

Komposisi madu terutama terdiri dari air dan karbohidrat. Selain itu, madu juga mengandung komponen lain seperti asam, mineral dan enzim dalam jumlah sedikit (White,1992).

Air. Air yang terkandung dalam sisiran madu berasal dari nektar yang telah dimatangkan oleh lebah. Konsentrasinya tergantung dari beberapa faktor yang mempengaruhi proses pematangan madu antara lain kondisi cuaca, kadar air awal nektar serta kekuatan koloni (White, 1992).

Febrinda (1993) mengungkapkan secara alami kadar air madu Indonesia cukup tinggi yakni sekitar 22,9%. Kadar air yang tinggi ini disebabkan oleh kelembaban relatif udara di Indonesia yang tinggi sekitar 80%.

Karbohidrat. Karbohidrat dalam bentuk gula merupakan komponen utama dalam madu dan jumlahnya bisa mencapai 90-95%. Gula yang terdapat dalam madu terdiri dari fruktosa, glukosa, sukrosa dan dekstrin. Gula-gula tersebut tidak seluruhnya terdapat dalam nektar, tetapi kandungannya meningkat karena aktifitas enzim selama pemanasan madu (Root, 1980).


(30)

Bahan-Bahan Lain. Komponen lain dalam madu adalah asam, mineral, enzim, protein dan vitamin. Berikut disajikan tabel komposisi kimia rata-rata madu yang direkomendasikan oleh instansi atau perorangan berdasarkan hasil penelitian.

Tabel 1. Komposisi Kimia Rata-Rata dari Madu Komposisi

Rata-Rata

1 2 3 4 5 Kadar air(%) 17.20 20.00 23.00 17.20 17.10

Fruktosa(%) 38.20 - - - 38.50

Dekstrosa(%) 31.30 - - - 31.00

Sukrosa(%) 1.30 - - - 1.50

Maltosa(%) 7.30 - - - 7.20

Oligosakarida(%) 1.50 - - - -

Karbohidrat(%) 79.60 79.50 76.00 82.30 82.40

Asam bebas(%) 0.43 - - - -

Glukonolaktone(%) 0.14 - - - -

Total asam(%) 0.57 - - - -

Nitrogen(%) 0.04 0.30 0.30 0.30 0.04

pH 3.90 - - - 3.90

Nilai diastase 20.80 - - - -

Kadar abu(%) 0.17 0.22 - 0.20 -

Fosfor(mg) - 16.00 - 6.00 1.9-6.3

Natrium(mg) - - - 5.00 0-7.60

Kalium(mg) - - - 51.00 13.2-168

Kalsium(mg) - 5.00 5.00 5.00 4.4-9.2

Vitamin A(mg) - - Trace - -

Vitamin C(mg) - 4.00 - - 2.2-2.4

Thiamin(mg) - - 0.05 - <0.006

Riboflavin(mg) - - 0.02 0.04 <0.06

Niacin(mg) - - - 0.30 <0.36

Sumber : 1. Bernice dan Annabel ( 1975) 2. White et al. (1979)

3. Direktorat Gizi Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1979) 4. Suharjo et al. (1985)


(31)

Berdasarkan tabel di atas, secara umum hasil penelitian yang telah dilakukan membuktikan adanya variasi yang besar dari beberapa jenis madu. Asam yang terutama adalah asam glukonat, meskipun jumlahnya sedikit tetapi dapat mempengaruhi cita rasa, aroma, dan kestabilan madu terhadap mikroorganisme (Root, 1980 ; Sihombing, 1997). Madu memiliki kadar abu yang berkisar antara 0,2% sampai 1%. Mineral yang dominan terdapat dalam madu adalah fosfor, kalium, kalsium, besi dan natrium (Suharjo et al., 1985).

Secara keseluruhan madu mempunyai macam-macam enzim yaitu amilase, glukooksidase, katalase, invertase, diastase, peroksidase, fosfatase dan enzim-enzim proteolitik (Lineback dan Inlett, 1982). Semua enzim ini berasal dari nektar, serbuk sari dan sekresi saliva lebah (White, 1992).

Root (1980) menyatakan bahwa sejumlah kecil nitrogen terdapat dalam madu yakni berjumlah sekitar 0,04% hingga 0,23%, dalam bentuk protein, nilai protein terdapat sekitar 0,25% sampai 0,8%. Madu juga mengandung asam amino yang berasal dari pemecahan rantai protein. Sekitar 11 sampai 12 asam amino terdapat dalam madu, antara lain prolin, tyrosin, leusin, asam glutamat, alanin, fenilalanin, dan isoleusin.

Unsur penting lainnya pada madu adalah vitamin, terutama adalah thiamin, riboflavin, biotin, asam askorbat, piridoksin, niacin dan asam panthotenat yang jumlahnya masing-masing tergantung pada jenis madunya (White, 1979). Menurut Winarno (1982) kandungan thiamin adalah 0,1 mg/100 g madu, sedangkan riboflavin 0,02 mg/100 g madu.

Kegunaan Madu

Madu merupakan salah satu minuman yang digemari karena banyak sekali manfaatnya. Beberapa manfaat yang telah diketahui diantaranya adalah untuk kesehatan, kecantikan dan juga sering digunakan sebagai campuran minuman jamu tradisional. Hal ini didukung oleh ayat Alqur’an dalam Surat An-Nahl : 69 yang berbunyi ”” Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang yang berfikir” (Q.S. An-Nahl : 69).


(32)

Di dalam industri pangan, madu memegang peranan penting seperti sebagai penyerta dalam pembuatan beberapa macam kue dan roti. Disamping itu juga digunakan dalam industri farmasi dan kosmetik.

Standar Mutu Madu di Indonesia

Di Indonesia persyaratan mutu madu di atur oleh Dewan Standarisasi Nasional dengan SNI 01-3545-2004 mengenai mutu dan cara uji madu. Berikut disajikan tabel tentang beberapa persyaratan madu yang terdapat dalam peraturan tersebut :

Tabel 2. Persyaratan Madu Berdasarkan SNI 01-3545-2004 Bau, rasa dan warna Normal

Aktifitas diastase Minimal 3DN

HMF Maksimal 50 mg/Kg

Air Maksimal 22%

Gula pereduksi Minimal 65%

Sukrosa Maksimal 5%

Keasaman Maksimal 50 mek/Kg

Padatan tak terlarut Maksimal 0,5%

Abu Maksimal 0,5%

Asam benzoat Tak boleh ada Logam berbahaya Negatif Sumber: SNI 01-3545-2004

Berdasarkan tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa kadar air yang disyaratkan oleh Dewan Standarisasi Nasional untuk madu di Indonesia adalah maksimal 22%, kadar abu maksimal 0,5% dan keasaman maksimal 50mek/Kg. Zat asam yang tidak boleh ada pada madu adalah asam benzoat.

Madu Bubuk

Secara komersial madu yang telah dikeringkan tersedia dalam bentuk bubuk, serpihan, butiran dan kristal. Pembuatan madu yang dikeringkan selalu ditambah dengan bahan lain untuk mengurangi sifat higroskopis madu kering yang dihasilkan. Sehingga diperoleh madu yang tidak lengket. Bahan-bahan tersebut antara lain dari


(33)

golongan pemanis (High Fructose Corn Syrup, maltodekstrin dan sirup gula) dan bahan anti cacking (kalsium stearat, dekstrin, tepung pati) (NHB, 2004 b). Warna madu kering bervariasi dari warna terang sampai coklat. Hal ini tergantung dari warna asal, proses pengeringan yang digunakan dan jumlah bahan pengisi (NHB, 2004 b).

National Honey Board (2004 b) menambahkan bahwa produk madu bubuk memiliki kelebihan antara lain kadar airnya rendah (2-3,5%), tekstur, flavor dan warna lebih konsisten, bobot yang lebih ringan, mengurangi ruang penyimpanan dan mudah dibersihkan. Akan tetapi karena penggunaan dalam industri masih sangat terbatas maka sejauh ini belum ada standar USDA untuk madu bubuk. Madu bubuk dengan formulasi 38% madu, 6% gum arab dan 56% dekstrin yang dihasilkan dengan metode pengeringan semprot dengan pemanasan 180° C tidak mengalami kerusakan nutrisi, terutama kadar fruktosa dan glukosa (Kumalasari, 2001). Meskipun terjadi peningkatan kadar HMF madu bubuk yaitu sekitar 24,2 mg/Kg-26,3 mg/Kg dari 14,15 mg/Kg (madu segar), akan tetapi masih memenuhi standar kadar HMF yang ditentukan (Chasanah, 2001).

Bahan Pengisi

Bahan pengisi adalah bahan yang ditambahkan untuk memperbesar volume dan meningkatkan jumlah total padatan. Kandungan total padatan berpengaruh terhadap lama proses pengeringan semprot dan rendemen (Master, 1979). Menurut Crane (1979), pembuatan madu yang dikeringkan dapat menggunakan kurang lebih 55 % pati sebagai bahan pengisi supaya dicapai hasil yang maksimal.

Gum Arab

Gum arab dikenal juga dengan sebutan gum akasia yang merupakan gum alami yang paling dikenal. Gum ini merupakan hasil sekresi bagian kulit atau batang tanaman (plant exudation) dari spesies tertentu pohon akasia yang berupa cairan kental dan akan jadi padat bila dibiarkan dingian. Spesies Acasia banyak yang ditemukan namun hanya tiga jenis yang dimanfaatkan secara komersial yaitu A. senegal, A. seyal dan A. laeta (Klose dan Glicksman,1968).

Glicksman dan Schachat (1959) menyatakan bahwa gum arab merupakan senyawa kompleks heteropolisakarida yang terdiri dari arabinosa (30,3%),


(34)

L-ramnosa (11,4%), D-galaktosa (36,8) dan D-asam glukoronat (13,8%) serta mengandung ion kalsium, magnesium, dan kalium. Gum arab merupakan bahan pengisi yang aman digunakan atau Generally Recognize as Safe (GRAS), tidak beracun dan tidak bahaya untuk dikonsumsi manusia (Lewis, 1989).

Fungsi gum arab adalah untuk memperbaiki viskositas, tekstur dan bentuk makanan. Gum arab juga mempertahankan aroma dari bahan yang akan dikeringkan dengan pengering semprot karena gum arab dapat melindungi senyawa aroma dari pengaruh oksidasi, evaporasi dan absorbsi dari udara terbuka terutama untuk produk-produk yang higroskopis (Glicksman dan Sachachat, 1959). Gum arab memiliki sifat mudah larut dalam air dingin dan membentuk larutan yang kurang kental, sehingga gum arab cocok digunakan sebagai bahan pengisi untuk bahan pangan yang dikeringkan dengan pengering semprot (Glicksman dan Sachachat, 1959). Berikut disajikan gambar struktur gum arab:

GALP GALP

ARAF ARAF

ARAF ARAF

GALP --- GALP --- GALP --- GALP RHAP --- GALP RHAP ---- GALP GA GA

ARAF ARAF Keterangan : ARAF = L-arabofuranosa

RHAP = L-ramnopyranosa GALP = D-galactopyranosa GA = D-glucorome acid

Gambar 3. Stuktur Gum Arab (Glicksman dan Schachat, 1959)

Berdasarkan gambar di atas gum arab terdiri atas 4 komponen utama. Komponen-komponen tersebut adalah L-arabofuranosa, L-ramnopyranosa, D-galactopyranosa dan D-glucorome acid.


(35)

Dekstrin

Dekstrin merupakan oligosakarida yang dihasilkan dari hidrolisa pati secara tidak sempurna. Dekstrin bersifat sangat larut dalam air panas atau dingin, dengan viskositas yang relatif rendah. Sifat tersebut akan mempermudah penggunaandekstrin bila dipakai dalam konsentrasi yang cukup tinggi (Lineback dan Inlett, 1982).

Pada pembentukan dekstrin terjadi transglukosidasi yaitu perubahan ikatan pada alpha 1,4-glukosidik menjadi ikatan alpha 1,6-glukosidik. Perubahan ini menyebabkan dekstrin tidak kental, lebih cepat terdispersi dan lebih stabil daripada pati (Satterwaite dan Iwinski, 1973).

Menurut Lewis (1989), dekstrin merupakan bahan yang aman untuk digunakan (Generally Recognize as Safe), tidak beracun dan tidak berbahaya untuk dikonsumsi manusia. Dekstrin dipakai untuk campuran serbuk minuman, pembuatan gula-gula dan bermacam-macam kue.


(36)

Asam Sitrat

Asidulan merupakan senyawa kimia bersifat asam yang ditambahkan pada proses pengolahan makanan atau minuman dengan berbagai tujuan seperti pemberi rasa, penegas rasa dan warna, pengawet. Selain itu dapat juga digunakan untuk menyelubungi after taste yang tidak disukai (Rohdiana, 2003).

Asam sitrat termasuk ke dalam kelompok asidulan (senyawa kimia yang bersifat asam yang ditambahkan pada proses pengolahan makanan dengan berbagai tujuan) yang dapat digunakan sebagai penegas rasa dan warna atau menyelubungi after taste yang tidak disukai (Winarno, 1992). Asam sitrat memiliki kelarutan yang tinggi dalam air dan mudah didapatkan dalam bentuk granular (Rohdiana, 2003).

Asam sitrat adalah asam hidroksi trikarboksilat (2-hidroksi-1,2,3-propana trikarboksilat) yang diperoleh dari ekstraksi buah-buahan atau dari cara fermentasi. Asam sitrat merupakan asam organik yang pertama kali diisolasi dan dikristalkan oleh Scheele pada tahun 1784 dari sari buah jeruk kemudian diproduksi secara komersial pada tahun 1860 di Inggris (Rosniawati, 2002).

Asam sitrat juga dapat bersifat sebagai chelating agent atau sekuestran, yaitu senyawa yang dapat mengikat logam-logam divalent seperti Mn, Mg dan Fe. Logam-logam ini sangat dibutuhkan sebagai katalisator dalam reaksi-reaksi biologis. Asam sitrat sebagai chelating agent juga dapat mengikat logam dalam bentuk ikatan kompleks sehingga dapat mengalahkan sifat dan pengaruh jelek logam dalam bahan. Dengan demikian senyawa ini dapat menstabilkan warna, cita rasa dan tekstur (Kharisma, 2002).

Sukrosa

Menurut Dewi (1986), karakteristik bahan pemanis ideal antara lain : (1) kemanisan minimal sama dengan sukrosa, (2) tidak berwarna, (3) dapat larut dalam air, (4) komposisinya stabil, (5) dapat dimetabolisme secara normal, secara ekonomis layak, (6) tidak beracun, (7) tidak menimbulkan karies pada gigi, (8) tidak menambah kalori pada diet dan (9) memiliki sifat-sifat dan fungsi lain untuk makanan dan minuman. Dewasa ini dikenal beberapa jenis gula buatan yang lebih tepat dikenal sebagai bahan pemanis, karena mempunyai sifat lebih manis daripada gula tetapi bukan karbohidrat dan tidak berkalori. Tujuan mula-mula pemakaian


(37)

bahan pemanis umumnya adalah untuk memperbaiki flavour (rasa dan bau) bahan makanan, sehingga rasa manis yang timbul dapat meningkatkan kelezatan, kegunaannya yang lain yaitu dapat memperbaiki tekstur bahan makanan misalnya dengan peningkatan kekentalan, menambah ’bobot rasa’ (body), meningkatkan mouth feel dan sebagainya.

Sukrosa adalah oligosakarida yang mempunyai peranan penting dalam pengolahan makanan dan banyak terdapat pada tebu, bit, siwalan dan kelapa kopyor. Secara komersial gula pasir dibuat melalui proses penyulingan dan kristalisasi (Almatsier, 2001). Kemanisan sukrosa sama dengan 1,00. Industri-industri makanan biasa menggunakan sukrosa dalam bentuk kristal halus atau kasar dan dalam bentuk cairan sukrosa (sirup) (Winarno, 1992).

Ada tidaknya sifat pereduksi dari suatu molekul gula ditentukan oleh ada tidaknya gugus hidroksil bebas yang reaktif. Gugus hidroksil yang reaktif pada glukosa biasanya terletak pada karbon anomerik, sedangkan pada fruktosa hidroksil reaktifnya terletak pada atom karbon nomor 2, sukrosa tidak mempunyai gugus hidroksil bebas yang reaktif karena keduanya sudah saling terikat (Winarno, 1992).

Pangan Fungsional

Menurut The International Food Information Council (IFIC), pangan fungsional adalah pangan yang memberikan manfaat kesehatan di luar zat-zat gizi dasar (IFIC Foundation, 1998). Menurut Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Jepang, pangan fungsional adalah pangan yang berdasarkan pengetahuan antara pangan atau komponen pangan dan kesehatan, diharapkan memiliki keuntungan dalam kesehatan dan telah dinyatakan bahwa orang yang menggunakan produk tersebut untuk kesehatan akan memperoleh kesehatan (Fardiaz, 2003).

Muchtadi (2001) mengatakan bahwa ilmuwan Jepang menekankan pada 3 fungsi dasar pangan fungsional yaitu sensori (warna, penampilan menarik dan citarasa yang enak), nutritional (bergizi tinggi) dan fisiologikal (memberi pengaruh fisiologis bagi tubuh). Beberapa fungsi fisiologis yang diharapkan antara lain pencegah dari timbulnya penyakit, meningkatkan daya tahan tubuh, regulasi kondisi ritme fisik tubuh, memperlambat proses penuaan dan penyehatan kembali (recovery).


(38)

Menurut Ichikawa (1994) suatu pangan dapat dikatakan sebagai pangan fungsional bila memenuhi syarat-syarat berikut: (1) dapat digunakan sebagai makanan dan memilki fungsi untuk kesehatan, (2) manfaatnya bagi kesehatan dan pemenuhan gizi harus berdasarkan data ilmiah, (3) jumlah yang dikonsumsi setiap hari harus ditentukan dan diizinkan oleh ahli kesehatan dan gizi, (4) aman dalam diet yang seimbang, (5) memiliki karakteristik sifat fisik dan kimia disertai metode analisis yang jelas, serta sifat kuantitatif dan kualitatifnya di dalam bahan pangan dapat ditentukan, (6) tidak mengurangi nilai gizi pangan, (7) dikonsumsi dengan cara yang wajar, (8) tidak dikonsumsi dalam bentuk tablet, kapsul ataupun serbuk dan (9) berasal dari bahan-bahan alami.

Menurut Woodroof dan Philips (1974), minuman secara umum memiliki fungsi kesehatan karena mengandung senyawa gula (sukrosa, glukosa, fruktosa) yang dapat langsung dirubah menjadi energi, mengandung air yang sangat penting bagi tubuh (pencernaan, mengendalikan suhu tubuh, melumasi sendi, membuang sisa pencernaan, menyerap O2 dan membuang CO2 di jantung). Minuman kesehatan

diartikan sebagai minuman yang dapat meningkatkan fungsi fisiologis tubuh seperti menghilangkan stres, menurunkan kandungan kolesterol, meningkatkan sistem pertahanan tubuh, disamping memiliki rasa dan aroma yang enak (Sampoerna dan Fardiaz, 2001).

Minuman Instan

Produk pangan instan menurut Hartomo dan Widiatmoko (1992) didefinisikan sebagai produk dalam bentuk konsentrat atau terpekatkan dengan penghilangan air sehingga mudah ditambah air (dingin/panas), mudah larut dan siap disantap. Proses instan berjalan ideal apabila bubuk yang terkena media air menjadi basah dalam beberapa saat lalu tenggelam dan segera larut atau terdispersi secara merata dalam mediumnya (Hartomo dan Widiatmoko, 1992).

Produk minuman merupakan sekelompok makanan atau pangan yang mempunyai peranan penting dan jenisnya sangat beragam. Bentuk minuman yang ada sebagai hasil industri saat ini berupa cairan encer atau kental serta serbuk. Menurut Verral (1984), minuman serbuk dapat diproduksi dengan biaya yang lebih rendah daripada minuman cair, tidak atau sedikit sekali mengandung air dengan berat


(39)

dan volume yang rendah, memiliki kualitas dan stabilitas produk yang baik, memudahkan dalam transportasi, cocok untuk konsumsi skala besar serta cocok sebagai pembawa zat gizi seperti vitamin dan mineral yang lebih mudah mengalami kerusakan jika dalam minuman bentuk cair.

Proses pembuatan serbuk instan dapat dilakukan dengan cara tradisional dan modern, tergantung pada teknologi yang dipakai. Secara tradisional, serbuk instan dapat diperoleh dari pengeringan sederhana dengan penjemuran di bawah sinar matahari atau dengan pemasakan larutan bahan yang disertai dengan pengadukan sampai diperoleh serbuk kering. Serbuk instan dengan pengolahan modern diantaranya dapat dilakukan dengan menggunakan pengering semprot, pengering beku dll (Glicksman, 1986). Berikut persyaratan untuk minuman serbuk:

Tabel 3. Persyaratan Minuman Serbuk Tradisional (SNI 01-4320-2004) Warna Bau Rasa Air Abu Jumlah gula

Bahan Tambahan Makanan Pemanis buatan Sakarin Siklamat Pewarna tambahan Cemaran logam Timbal (Pb) Tembaga (Cu) Seng (Zn) Timah (Sn) Arsen (As) Cemaran mikroba Angka Lempeng Total Koliform

Normal

Normal, khas rempah-rempah Normal, khas rempah-rempah Maksimal 3%

Maksimal 1,5% Maksimal 85%

Tidak ada Tidak ada

Sesuai SNI 01-0222-1995

Maksimal 0,2 mg/Kg Maksimal 2 mg/Kg Maksimal 5 mg/Kg Maksimal 40 mg/Kg Maksimal 0,1 mg/Kg

3 x 103 koloni/gr < 3 APM/gr Sumber: SNI 01-3708-1995


(40)

Kalsium

Kalsium merupakan zat kimia yang mempunyai ciri-ciri antara lain berwarna bening, tidak beracun dan dapat menimbulkan rasa pahit pada kadar-kadar tertentu. Menurut Cameron (1985), mayoritas kalsium dalam tubuh disimpan dalam tulang dan gigi, sisanya di cairan tubuh dan jaringan lunak.

Osteoporosis merupakan masalah umum yang dialami oleh sebagian besar masyarakat di dunia. Sebuah penelitian oleh D. M. Hegsted di tahun 1973 menyebutkan bahwa di Amerika terdapat 14 juta wanita dan lebih sedikit pria yang menderita efek cacat akibat osteoporosis. Selain itu, pertumbuhan gigi dan kemampuan pembekuan darah dapat melambat akibat kekurangan kalsium. Bahkan, penelitian oleh dr. Susan Thys-jacob dan rekan-rekannya di New York, menyebutkan gejala premenstruasi sindrom (PMS) dapat dikurangi 48 % pada wanita yang mengonsumsi kalsium tiga siklus haid sebelumnya (Surono, 1999).

Kandungan kalsium dalam makanan dapat diperoleh langsung dari alam contohnya bayam, daun talas, daun melinjo, kacang-kacangan dan ikan-ikan laut ataupun dari produk pangan miskin kalsium yang telah direkayasa dengan menambahkan kalsium ke dalamnya (Surono, 1999). Terdapat pula dalam susu, daging dan telur (Cameron, 1985).

Menurut Soekirman (1999), Angka Kecukupan Gizi rata-rata untuk kalsium bagi pria umur 20-45 tahun adalah 500 mg/ hari, sedangkan untuk wanita 600 mg/hari. Sedangkan menurut Miller (1996) kebutuhan pria dan wanita umur 11-24 th serta ibu hamil dan menyusui adalah 1200 mg/ hari, sedangkan pria dan wanita umur 24-50 th adalah 800 mg/hari.

Manfaat kalsium diantaranya adalah untuk menjaga kelangsingan tubuh, mengurangi PMS, membantu otot-otot jantung bekerja dengan baik, mengurangi resiko kanker kolon (Tim Penulis Nirmala, 2003). Jika dari makanan sehari-hari asupan kalsium kurang, suplemen sangat membantu. Asupan kalsium bisa ditoleransi oleh tubuh dengan baik pada dosis 2000 – 2500 mg (Surono, 1999). Konsumsi suplemen kalsium lebih dari 2500 mg per hari dapat meningkatkan resiko terkena batu ginjal dan kanker prostat (Tim Penulis Nirmala, 2003).

Suplemen kalsium tersedia dalam tiga bentuk yaitu kalsium karbonat, kalsium sitrat dan kalsium fosfat. Kalsium karbonat merupakan bahan yang paling


(41)

banyak digunakan dalam suplemen karena jenis ini yang paling baik dicerna bila disertai makanan. Bila konsumsi kalsium tidak disertakan dalam makanan, maka bentuk kalsium yang paling cepat dicerna. Bagi penderita achlorhydria (tidak mempunyai asam pencernaan), kalsium sitrat lebih efektif penggunaannya (Surono, 1999).

Asam sitrat akan membentuk kalsium sitrat jika ditambahkan pada kalsium karbonat, karena Ca dari kalsium karbonat akan bereaksi dengan sitrat membentuk Ca3(C6H5O7). Karbondioksida yang dihasilkan akan memberikan efek sparkle (rasa

seperti soda). Reaksi ini dikehendaki terjadi secara spontan ketika dilarutkan dalam air yang reaksinya adalah sebagai berikut :

2 H3C6H5O7.H2O + 3 CaCO3 Ca3(C6H5O7)2 + 5 H2O + 3 CO2

Asam sitrat Ca-karbonat Ca-sitrat Air Karbondioksida

Gambar 5. Reaksi Kimia antara Asam Sitrat dan Kalsium karbonat

Berikut persyaratan minuman soda berdasarkan SNI 01-3708-1995:

Tabel 4. Persyaratan Minuman Soda Berdasarkan SNI 01-3708-1995

Kriteria Satuan Persyaratan

Keadaan Warna Bau Rasa CO2 (270C)

Total Padatan Terlarut Bahan Tambahan makanan Cemaran Logam Timbal (Pb) Tembaga (Cu) Seng (Zn) Raksa (Hg) Timah (Sn) Arsen (As) Cemaran Mikroba Angka Lempeng Total Coloform Eschericia. coli Salmonella Staphylococcus aureus Vibrio species Clostridium Perfringens Kapang dan Khamir

- - - atm mg/Kg - mg/Kg mg/Kg mg/Kg mg/Kg mg/Kg mg/Kg koloni/ml APM/ml APM/ml - koloni/ml koloni/ml koloni/ml koloni/ml Jernih Tidak Berbau Normal 3-5 Maksimal 500

Tak ada Sesuai SNI 01-3708-1995 Maksimal 0,2

Maksimal 2 Maksimal 5 Maksimal 0,03

Maksimal 40 Untuk Kaleng 250

Maksimal 0,1 Maksimal 2.102

Maksimal 20 < 3 1/100ml 0 (-) (-) Maksimal 50 Sumber:SNI 01-3708-1995


(42)

Penyerapan Kalsium dalam Tubuh

Menurut Winarno (1992), penyerapan kalsium sangat bervariasi tergantung umur dan kondisi badan. Usia anak-anak atau usia pertumbuhan sekitar 50-70% kalsium yang dicerna diserap, tetapi waktu dewasa hanya sekitar 10-40% yang diserap. Selain itu garam kalsium lebih larut dalam asam, maka penyerapan kalsium terjadi pada bagian atas usus kecil tepat setelah lambung. Mekanisme metabolisme kalsium dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Mekanisme Metabolisme Kalsium (Horst, 1986)

Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa konsentrasi kalsium darah secara homeostatik dikontrol oleh gabungan aliran Ca2+ ke dalam atau ke luar darah dan resorpsi Ca2+ urin. Hal ini terjadi melalui aktivitas hormon paratiroid (PTH) yang


(43)

kemudian mengontrol pengaktifan vitamin D menjadi bentuk hormonnya dan kedua hormon berinteraksi dengan peningkatan kalsium darah. Melalui vitamin D aktif, PTH meningkatkan resorpsi tulang dan retensi kalsium oleh tubulu ginjal, ini juga merangsang penyerapan kalsium makanan dalam usus halus. Sekresi kalsitonin tiroid cenderung menurunkan konsentrasi kalsium darah dengan jalan kebalikan dari pengaruh aliran kalsium tulang dan menyebabkan peningkatan deposito mineral tulang secara keseluruhan (Linder, 1992). Mekanisme metabolisme kalsium dapat dilihat pada Gambar 6.

Beberapa bahan makanan nabati dapat mengandung cukup banyak kalsium tetapi kalsium tersebut tidak dapat digunakan karena ada dan tingginya kadar oksalat. Oksalat dalam makanan dapat menurunkan ketersediaan magnesium dan besi makanan. Asam oksalat dan fitat menyebabkan mineral-mineral tersebut tidak dapat digunakan karena terbentuknya garam-garam yang tidak larut (Linder, 1992).

Jumlah kalsium yang diekskresi dalam urin merupakan refleksi dari sejumlah kalsium yang diserap dari bahan makanan. Kalsium-urin yang hilang ditingkatkan oleh asidosis dan tingginya konsumsi protein. Kalsium yang keluar melalui sekresi dan yang masuk ke dalam saluran pencernaan diperkirakan sama dan hanya sedikit yang dapat diserap kembali. Kalsium yang hilang melalui keringat jumlahnya sekitar 20-350 mg, sedangkan selama kehamilan sekitar 300 mg dan pada saat menyusui sekitar 15-20 mg (Linder, 1992).

Pengeringan Semprot (Spray Drying)

Pengeringan adalah suatu metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air suatu bahan pangan dengan menggunakan energi panas. Keuntungannya adalah bahan menjadi lebih awet dengan volume bahan menjadi lebih kecil, sehingga mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan dan pengepakan. Tetapi ada segi kerugiannya juga, yaitu sifat bahan yang dikeringkan dapat berubah, misalnya bentuknya, sifat fisik dan kimianya, penurunan mutu dan lainnya (Winarno et al., 1980). Buckle et al. (1985) menyatakan bahwa pengeringan mempunyai kerugian hilangnya flavor yang mudah menguap dan memucatkan pigmen, perubahan struktur dan menimbulkan bau gosong pada kondisi tak terkendali. Menurut Potter (1980), pengering semprot sering digunakan untuk bahan-bahan makanan yang berbentuk


(44)

cairan, puree atau pasta dengan viskositas rendah. Penggunaan pengering semprot ini terutama untuk produk-produk yang sensitif panas.

Pengering semprot dapat menghasilkan produk berkualitas tinggi, terutama untuk bahan-bahan sensitif terhadap panas. Hal ini disebabkan oleh proses atomisasi yang menggunakan sejumlah udara dengan suhu sekitar 204ºC (400ºF) dan partikel yang keluar setelah dikeringkan mempunyai suhu sekitar 82ºC (180ºF) (Potter, 1980).

Menurut Master (1979), pengeringan semprot adalah proses perubahan bahan dari bentuk cair ke bentuk partikel kering oleh suatu proses penyemprotan bahan ke dalam medium kering yang panas. Sedangkan menurut Greenwald dan King (1981), produk kering yang dihasilkan dapat berupa tepung, butiran atau gumpalan, tergantung sifat fisik dan kimia bahan yang dikeringkan.

Waktu kontak antara droplet dengan udara panas dalam ruangan pengering berlangsung sangat singkat, hanya beberapa detik, sehingga sedikit sekali kemungkinan terjadinya degradasi karena panas (Master, 1979). Sedangkan Kjaergaard (1974) menyatakan bahwa produk mengalami pengeringan tanpa persinggungan dengan logam panas, suhu produk relatif cukup tinggi. Penguapan berlangsung sangat cepat, karena luasnya permukaan bahan.

Larutan yang akan dikeringkan dengan pengering semprot harus mempunyai konesntrasi yang tinggi. Hal ini menyangkut efisiensi dari alat pengering itu sendiri dan masalah ekonomi yang menyangkut rendemen hasil pengeringan (Master, 1979).

Ada tiga elemen yang sangat penting pada pengering semprot, yaitu atomizer, ruang pengering dan sistem pengumpul partikel-partikel yang telah kering. Masing-masing elemen tersebut memerlukan kondisi tertentu yang tergantung pada sifat bahan yang dikeringkan (Harper, 1976). Pengeringan semprot terdiri dari empat proses, yaitu: (1) atomisasi bahan, sehingga dapat membentuk semprotan sehalus mungkin, (2) kontak antara partikel hasil atomisasi dengan udara pengering, (3) penguapan air bahan dan (4) pemisahan bubuk kering dengan aliran udara yang membawanya.

Apabila kecepatan alir bahan terlalu besar, produk yang dihasilkan masih basah dan tidak semua produk dapat dikeringkan sebab atomizer tersebut tidak mampu menyemprotkan semua bahan yang masuk, sedangkan bila terlalu kecil


(45)

menyebabkan waktu yang dibutuhkan untuk mengeringkan produk semakin lama (Suratmi, 1993). Kadar air bahan hasil pengeringan dengan alat pengering semprot ini berkisar antara 3-5% (Taib et al., 1988). Berikut disajikan gambar mini spray dryer beserta bagian-bagiannya:

Keterangan: 1. Nozzle

2. Ruang pengeringan 3. Pengontrol aliran bahan

4. Tombol pengontrol tekanan bahan 5. Selang pemasukan bahan

6. Tempat bahan

7. Tombol penunjuk dan pengontrol pengeringan

8. Tombol pengontrol aspirator 9. Penunjuk digital suhu inlet 10. Penunjuk digital suhu outlet

11. Soket penghubung pencatatan labora-torium

12. Cyclone

13. Kotak pengumpul hasil pengeringan

Gambar 7. Bagian Alat Pengering Semprot (Spray Dryer) Sumber: Mini Spray Dryer Buchi 190; Operating Instruction

Gambar 7 adalah pengeringsemprot tipe Buchi-190. Tahapan peng-operasiannya adalah sebagai berikut: (1) dihidupkan kompresor dan tekanan dipertahankan pada 6Kgf/cm2, (2) diperiksa dengan cermat pompa peristaltik untuk pengumpan dan dihubungkan selang pada pompa pengumpan dengan air destilasi dan satu lagi pada atomizer, (3) disiapkan suspensi bahan yang akan dikeringkan, (4) diperiksa sambungan pipa produk dan udara, (5) dipasang gelas penampung yang bersih untuk menampung produk di bawah siklon, (6) dihidupkan motor aspirator, diatur laju aliran udara dan suhu udara pemanas, (7) diumpan air ke atomizer, (8) diatur kecepatan mengumpan, (9) tepung kering ditampung dalam gelas, (10) kecepatan pengumpan dikurangi, (11) pengumpanan air dihentikan, (12) pemanas dimatikan, (13) udara bertekanan dibiarkan masuk selama 3 menit, (14) udara pengumpanan dihentikan, (15) atomizer diangkat dan dibersihkan, (16) aspirator dihentikan, (17) dibuka sambungan pipa penghubung ruang pengering dengan pengumpul produk dan (18) dibersihkan secara hati-hati.


(46)

METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni hingga Juli 2005. Tempat Penelitian meliputi Pilot Plant SEAFAST yang ada di Pusat Antar Universitas (PAU) Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor untuk pembuatan madu bubuk, Laboratorium Bagian Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor untuk proses formulasi dan uji organoleptik serta Laboratorium Balai Penelitian Pasca Panen, Cimanggu, Bogor untuk pengukuran peubah yang diamati.

Materi

Bahan

Bahan yang telah digunakan dalam penelitian ini adalah kerabang telur yang berwarna coklat sekitar 1Kg, madu karet yang berasal dari PUSBAHNAS sekitar 2,5Kg, sukrosa dan asam sitrat. Bahan kimia yang digunakan adalah asam nitrat, toluene, asam sulfat pekat, asam perklorat, asam klorida, NaOH dan fenolftalein. Bahan lain yang juga digunakan adalah gum arab, dekstrin dan aqua destilata yang didapat dari toko kimia.

Alat

Peralatan yang digunakan adalah blender kering, saringan 18 dan 100 mesh, timbangan analitik dengan ketelitian 0,01 g (AND-HL 100), spray dryer merek Buchi tipe B-190, homogenizer, kompor, panci, alat AAS model 170-30, oven dan tanur. selain itu, diperlukan juga tabung beserta alat sentrifusi, cawan porselin dan buret.

Rancangan Percobaan

Perlakuan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam program penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola searah dengan tiga perlakuan formulasi bahan dan empat kali ulangan. Ketiga formulasi bahan tersebut seperti yang tersaji pada Tabel 5.


(47)

Tabel 5. Formulasi Minuman Instan Madu Bubuk

Perlakuan Sukrosa Tepung madu Tepung kerabang telur Asam sitrat

……….%... A

B C

25 25 25

45 50 55

13 11 9

17 14 11

Model

Model matematis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Yij = μ + τi + εij

Keterangan :

Yij = nilai pengamatan/peubah dari formulasi ke-i dan ulangan ke-j

μ = nilai tengah

τi = pengaruh formulasi ke-i

εij = galat

i = A,B,C j = 1,2,3,4 Peubah yang Diukur

Kadar Air (AOAC, 1995). Kadar air ditentukan secara langsung dengan oven pada suhu 1050C. Sampel seberat tiga gram dimasukkan ke cawan alumunium yang telah diketahui beratnya, kemudian dikeringkan dalam oven selama 4-6 jam hingga beratnya konstan. Setelah itu sampel didinginkan dalam desikator selama 15 menit. Kadar air sampel dihitung sebagai berikut :

Bobot sampel awal – Bobot sampel akhir

Kadar Air (%) = X 100% Bobot sampel awal

Kadar Abu (AOAC, 1995). Sampel lima gram dimasukkan ke cawan porselin yang telah diketahui beratnya dan dibakar sampai tidak keluar asap, kemudian dimasukkan ke tanur listrik dengan temperatur 400-6000C selama 24 jam. Setelah selesai, cawan


(48)

dikeluarkan dan dimasukkan ke desikator untuk didinginkan dan ditimbang. Persentase kadar abu dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Bobot sampel awal – Bobot sampel akhir

Kadar abu = × 100 % Bobot sampel awal

Total Asam Tertitrasi (AOAC, 1995). Sebanyak 10 gram produk dimasukkan dalam labu takar 100 ml dan ditambahkan air sampai tanda tera. Sebanyak 10 ml sampel dititrasi dengan NaOH 0,1 N dengan indikator phenolphtalein. Titik akhir titrasi tercapai ketika warna larutan berubah dari tidak berwarna menjadi merah muda. Total asam tertitrasi dapat dihitung dengan rumus:

(100/10) × N NaOH × ml NaOH

TAT = x 100% gram contoh

Kandungan Kalsium (AOAC, 1995). Sebanyak 0,5 g sampel dimasukkan ke dalam labu destruksi, dengan ditambahkan 10 ml asam campur (HClO4 pekat : HNO3 pekat

: H2SO4 pekat = 6:6:1). Labu dipanaskan secara bertahap dalam alat destruksi sampai

larutan tinggal 3/4 dan larutan berwarna bening (± 1 jam), setelah itu diangkat dan setelah dingin ditepatkan volumenya dengan H2O sampai 25 ml. Larutan dianalisa

dengan alat spektrofotometri penyerapan atom (AAS) model 170-30 dengan panjang gelombang 422,7 nm untuk kalsium. Kalibrasi alat dan penetapan sampel dilakukan dengan cara sebagai berikut: (1) alat AAS diset sesuai dengan instruksi dalam manual alat tersebut, (2) diukur larutan standar kalsium (1000mg/L) dan blanko, (3) diukur larutan sampel (selama penetapan sampel, diperiksa secara periodik apakah nilai standar tetap konstan) dan (4) dibuat kurva standar (nilai absorpsi vs konsentrasi kalsium dalam mg/L). Perhitungan dilakukan dengan rumus sebagai berikut:

a x 100 x FP Kadar logam (mg/L) =

W Keterangan:

a = konsentrasi larutan sampel yang terbaca dari kurva standar (mg/L) FP = faktor pengenceran


(49)

Uji Organoleptik (Rahayu, 1998). Sifat organoleptik dari produk minuman instan madu bubuk dianalisa dengan menggunakan uji skoring (Lampiran 1). Panelis menilai sifat-sifat spesifik minuman instan madu bubuk yang meliputi warna serbuk dan tekstur sebelum dilarutkan dalam air dingin dan warna larutan, rasa asam, rasa sparkle dan penerimaan umum setelah dilarutkan dalam air dingin dengan perbandingan 1g serbuk:4ml air. Nilai skoring berkisar dari satu sampai lima untuk masing-masing jenis penilaian. Panelis yang digunakan dalam analisa ini adalah panelis agak terlatih sebanyak 25 orang. Jumlah panelis ini sudah memenuhi kriteria jumlah panelis untuk uji skoring yang disarankan oleh Rahayu (1998) yaitu sebanyak 15-25 orang panelis agak terlatih.

Analisis Data

Pengaruh perlakuan terhadap peubah yang diamati dianalisa dengan menggunakan sidik ragam. Jika perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05), maka dilanjutkan dengan uji Duncan (Steel and Torrie, 1995).

Data kuantitatif hasil pengujian organoleptik dianalisa secara statistika non parametrik dengan uji Kruskall Wallis (Steel and Torrie, 1995), dan jika hasilnya berbeda nyata dilanjutkan dengan uji banding rataan rangking (mean comparison rank test) yang dikembangkan oleh Gibbons (1975). Persamaan statistika non parametrik uji Kruskal Wallis adalah sebagai berikut:

12 Ri2

H = x ∑ − 3(n+1) N(n+1) ni

Keterangan:

Ri = Jumlah rangking dalam perlakuan ke-i

ni = Jumlah pengamatan dalam perlakuan ke-i

n = Jumlah total pengamatan

Bila hasil dari uji Kruskasl Wallis berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan uji banding rataan rangking (mean comparison rank test) yang dikembangkan oleh Gibbons (1975). Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:


(50)

Ri-Rj < Zα [ Κ (Ν+1) /6 ]0,5

Keterangan:

Ri = Rataan rangking pada perlakuan ke-i

Rj = Rataan rangking pada perlakuan ke-j

Zα = Nilai Z untuk pembanding lebih dari dua rata-rata (α=0,05 dan α=0,01) Ν = Jumlah total pengamatan (jumlah panelis x jumlah sampel)

K = Jumlah taraf dalam perlakuan (1, 2 dan 3)

Jika nilai Ri-Rj > Zα [ Κ (Ν+1) /6 ]0,5 , maka perlakuan Ri dan Rj dikatakan

berbeda nyata pada taraf α.

Prosedur

Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan ini bertujuan untuk menentukan formulasi yang tepat dalam pembuatan madu bubuk dari madu karet berkadar air ± 17%. Metode pembuatan menggunakan spray drying, suhu pengeringan terbaik adalah 180ºC untuk suhu inlet dan 92-93ºC untuk suhu outlet pada kecepatan aliran bahan 20 ml/menit (Kumalasari, 2001). Formulasi yang digunakan ada 2 yaitu A dan B, formulasi A mengacu pada hasil terbaik penelitian yang telah dilakukan oleh Kumalasari (2001). Formulasinya tersaji pada Tabel 6 sebagai berikut:

Tabel 6. Formulasi Madu Bubuk

Perlakuan Madu karet Dekstrin Gum arab

……….(%)... A

B

38 34

56 60

6 6

Madu yang telah dicampur dengan bahan pengisi sesuai perbandingan di atas diencerkan dengan pengenceran optimum satu bagian bahan dalam satu bagian aqua destilata. Setelah diaduk dalam homogenizer kurang lebih selama 15 menit, larutan dikeringsemprotkan pada suhu optimum. Madu bubuk yang dihasilkan siap digunakan untuk tahap ketiga.


(51)

Penelitian Utama

Penelitian utama terdiri dari 4 tahap yaitu:

Pembuatan Madu Bubuk. Tahap pertama merupakan tahap pembuatan madu bubuk. Metode pembuatan menggunakan spray drying dengan formulasi madu dan bahan pengisi mengacu pada hasil dari penelitian pendahuluan yang telah dilakukan sebelumnya. Suhu pengeringan terbaik adalah 180ºC untuk suhu inlet dan 92-93ºC untuk suhu outlet pada kecepatan aliran bahan 20 ml/menit.

Madu yang telah dicampur dengan bahan pengisi sesuai perbandingan di atas diencerkan dengan pengenceran optimum satu bagian bahan dalam satu bagian aqua destilata. Setelah diaduk dalam homogenizer kurang lebih selama 15 menit, larutan dikeringsemprotkan pada suhu optimum. Madu bubuk siap digunakan.

Pembuatan Tepung Kerabang Telur. Tahap ini merupakan persiapan bahan berupa pembuatan tepung kerabang telur. Pembuatan kerabang telur dimulai dengan pencucian kerabang dari kotoran-kotoran dan selaput telur yang melekat, selanjutnya direbus pada suhu 100ºC selama 15 menit dan dikeringoven pada suhu 60ºC selama 2 jam. Setelah itu diblender dan diayak dengan ukuran 100 mesh.

Pembuatan Formulasi Minuman Instan Madu Bubuk. Tahap tiga merupakan tahap pencampuran keempat bahan utama, madu bubuk, tepung kerabang telur, sukrosa dan asam sitrat. Penentuan kadar bahan-bahan tersebut didapatkan dari pemisahan satu takaran per satu kali minum yang biasa dijual di pasaran yaitu 25 gram.

Kadar kalsium didalamnya harus memenuhi AKG (Angka Kecukupan Gizi) rata-rata yang dianjurkan1200 mg. Oleh karena itu, dalam 25 g minuman madu bubuk instan maksimal harus mengandung 3,2 g tepung kerabang telur, atau sama dengan 13 % dari total campuran.

Perbandingan asam sitrat dan kerabang telur yang digunakan adalah 17 : 13 karena didasarkan pada reaksi kimia sebagaimana tertuang pada Gambar 5.

Konsentrasi madu bubuk didapatkan dari rumus berikut :

% madu bubuk = % campuran – (%kerabang telur + %asam sitrat)

Formulasi minuman instan madu bubuk dapat dilihat pada Tabel 5. Proses pembuatan minuman madu bubuk instan dapat dilihat dalam Gambar 8.


(52)

Gambar 8. Diagram Alir Proses Pembuatan Minuman Instan Madu Bubuk (Kumalasari, 2001) dan (Simamora dan Wahyuni,2004) (Modifikasi) Ditambahkan

bahan pengisi

Diencerkan dengan aqua destilata dengan pengenceran

optimum

Diaduk dalam homogenizer selama 15 menit

Dikeringsemprotkan pada suhu optimum

Pencucian kerabang

Perebusan kerabang telur pada suhu 1000Cselama 15 menit

Pengovenan kerabang selama 2 jam pada suhu

60’C

Penumbukkan dan pengayakan

Pencampuran dan penghomogenan

Pengujian kualitas

Asam sitrat Madu

Kerabang telur

Madu bubuk

Tepung kerabang telur


(53)

Analisis Kimia dan Uji Organoleptik. Formulasi yang memberikan hasil terbaik dinilai dengan mempertimbangkan peubah yang diukur yaitu kadar air, kadar abu, kandungan kalsium dan total asam tertitrasi. Selain itu juga dilakukan uji skoring yang meliputi warna, rasa, tekstur dan penerimaan umum. Pengujian skoring terhadap produk minuman instan madu bubuk dengan cara mengintruksikan panelis untuk memberikan tanggapan pribadinya terhadap respon sesuai skala yang sudah ditentukan. Skala skoring yang digunakan adalah 5. Sedangkan jumlah panelis yang digunakan adalah 25 orang panelis agak terlatih.


(54)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan menghasilkan bahwa formulasi yang terbaik guna menghasilkan madu bubuk dari bahan dasar madu karet berkadar air ± 17% adalah formulasi B yaitu terdiri dari 34% madu karet, 6% gum arab dan 60% dekstrin. Madu bubuk yang dihasilkan dari formulasi A (38% madu karet, 6% gum arab dan 56% dekstrin) cenderung lebih lengket dan agak keras, sehingga bentuknya tidak dapat disebut bubuk. Semakin tinggi konsentrasi dekstrin ternyata dapat memperbaiki tekstur dari madu bubuk yang dihasilkan. Hal ini terjadi karena dekstrin mempunyai kemampuan untuk mempermudah proses pengeringan.

Penelitian Utama

Penelitian utama meliputi pembuatan madu bubuk, formulasi minuman instan madu bubuk dan pengukuran peubah yang diamati. Pembuatan madu bubuk mengacu pada metode pembuatan madu bubuk dari hasil terbaik pada penelitian pendahuluan yaitu menggunakan perbandingan pengenceran adonan dengan aquades sebesar 1:1, menggunakan suhu inlet 1800 C dan outlet 92-930 C serta formulasi yang digunakan yaitu 34% madu karet, 6% gum arab dan 60% dekstrin.

Formulasi yang digunakan dalam pembuatan minuman instan madu bubuk adalah seperti yang terlihat pada Tabel 4. Formulasi didasarkan pada Angka Kecukupan Gizi rata-rata orang dewasa akan kalsium yang terwakili oleh konsentrasi tepung kerabang telur, sedangkan konsentrasi bahan lain mengikuti berdasarkan reaksi kimia.

Sifat Kimia

Penghitungan sifat kimia dilakukan untuk mengetahui peningkatan nilai gizi dari minuman instan madu bubuk dengan penambahan tepung kerabang telur, terutama kandungan kalsiumnya. Produk minuman instan madu bubuk diharapkan tidak hanya tinggi karbohidrat saja, tetapi juga kandungan kalsiumnya. Hasil uji kimia pada minuman instan madu bubuk dapat dilihat pada Tabel 7.


(55)

Tabel 7. Hasil Uji Kimia Minuman Instan Madu Bubuk Parameter

Perlakuan

Rataan KK A B C

KA (%) Abu (%) TAT Ca (mg/kg)

4,61±0,6 7,6±0,8A 13±15,1 272±9

4,75±0,39 7,5±1,04A

21±13 219±2

4,42±0,88 5,4±1,51B 15±9,6

173±2

4,59±0,61 14,2 - - 16±11,9 77,9 221±74 30,6 Keterangan: Huruf superskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (p<0,01) A= 25% sukrosa, 70% madu bubuk, 13% tepung kerabang telur dan 17% asam sitrat B= 25% sukrosa, 75% madu bubuk, 11% tepung kerabang telur dan 14% asam sitrat C= 25% sukrosa, 80% madu bubuk, 9% tepung kerabang telur dan 11% asam sitrat KA= Kadar Air

TAT= Total Asam Tertitrasi (ml NaOH 0,1 N/g) KK= Koefisien Keragaman (%)

Kadar Air. Kadar air minuman instan madu bubuk merupakan faktor yang penting guna menentukan daya simpan, cara pengemasan, penyimpanan dan pendistribusian produk tersebut. Semakin rendah kadar air produk maka waktu simpan produk tersebut akan semakin lama, demikian juga dengan cara pengemasan, penyimpanan dan pendistribusian akan lebih mudah.

Kadar air bahan pangan menunjukkan banyaknya kandungan air per satuan bobot bahan tersebut. Kadar air minuman instan madu bubuk berkisar antara 4,42% - 4,75% (Tabel 7).

Hasil analisis ragam kadar air minuman instan madu bubuk menunjukkan bahwa perbedaan formulasi minuman instan madu bubuk tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan kadar air antar formulasi (Lampiran 2). Rataan kadar air pada minuman instan madu bubuk adalah sekitar 4,59%. Menurut Winarno (1992) jika kadar air bahan berkisar antara 3-4% maka akan tercapai kestabilan yang optimum pada bahan makanan tersebut. Menurut SNI 01-4320-1996 maksimal kadar air untuk minuman serbuk adalah 3%. Berdasarkan penentuan tersebut, maka kadar air dari minuman instan madu bubuk pada penelitian ini masih relatif tinggi dan masih agak rawan terhadap kerusakan.

Kadar air minuman instan madu bubuk yang relatif tinggi dikarenakan sifatnya yang sangat higroskopis, sehingga madu bubuk akan menyerap air dari lingkungan sekitar. Demikian juga dengan bahan-bahan lain yang ditambahkan


(56)

seperti asam sitrat dan sukrosa. Penanganan dan penyimpanan asam sitrat memerlukan perhatian khusus karena bersifat sangat higroskopis (Martindale, 1989). Demikian juga dengan sukrosa yang mempunyai sifat sedikit higroskopis dan mudah larut dalam air (Pulungan et al., 2004). Kadar air kerabang telur sekitar 1,6% (Romanoff dan Romanoff, 1963) dan tidak bersifat higroskopis sehingga diduga tidak akan mengalami peningkatan kadar air setelah pengolahan.

Kadar Abu. Kadar abu suatu bahan pangan menunjukkan kadar mineral yang dikandungnya. Semakin tinggi kadar abu maka semakin tinggi pula kadar mineral yang terkandung.

Kadar abu minuman instan madu bubuk berkisar antara 5,4%-7,6% (Tabel 7). Tingkat kadar abu yang paling rendah adalah formulasi C yaitu 5,4% dan yang paling tinggi adalah formulasi A yaitu 7,6%. Perlakuan dengan konsentrasi tepung kerabang telur yang semakin besar akan meningkatkan kadar abu.

Gambar 9. Kadar Abu Minuman Instan Madu Bubuk pada Berbagai Perlakuan Keterangan: A= 25% sukrosa, 45% madu bubuk, 13% tepung kerabang telur dan 17% asam sitrat B= 25% sukrosa, 50% madu bubuk, 11% tepung kerabang telur dan 14% asam sitrat C= 25% sukrosa, 55% madu bubuk, 9% tepung kerabang telur dan 11% asam sitrat

Gambar 9 memperlihatkan bahwa perlakuan dengan konsentrasi tepung kerabang telur yang semakin besar akan meningkatkan kadar abu. Hasil ini terjadi karena bahan baku tepung kerabang telur mengandung kadar mineral yang tinggi yaitu sebesar 95,1% (Romanoff dan Romanoff, 1963). Selain itu madu juga memiliki kadar abu yang berkisar antara 0,2 sampai 1% (Suharjo et al., 1985), sehingga menghasilkan produk minuman instan madu bubuk dengan kadar abu yang tergolong tinggi.

7.6 7.5

5.4

0 2 4 6 8

A B C

Perlakuan

K

a

da

r a

bu (

%

)


(1)

Lampiran 1. Formulir Uji Skoring Minuman Instan Madu Bubuk FORMULIR UJI SKORING

Nama Panelis : Tanggal pengujian : Jenis Contoh :

Intruksi : Nyatakan penilaian saudara terhadap rasa contoh yang disajikan dengan memberi tanda √ pada pernyataan yang sesuai

* Minuman instan sebelum dilarutkan

* Minuman instan setelah dilarutkan

Kriteria Penilaian Nilai Kode Sampel

102 312 137 Warna Sangat gelap 1

Gelap 2 Agak gelap 3

Terang 4

Sangat terang 5

Tekstur Sangat kasar 1

kasar 2 Agak halus 3

Halus 4 Sangat halus 5

Kriteria Penilaian Nilai Kode Sampel

102 312 137

Warna Sangat coklat 1

Coklat 2 Kuning kecoklatan 3

Kuning 4

Sangat kuning 5 Rasa asam Sangat asam 1

Asam 2 Agak manis 3

Manis 4 Sangat manis 5

Rasa sparkle Sangat sparkle 1

sparkle 2

Agak sparkle 3

Tidak sparkle 4

Sangat tidak sparkle 5 Penerimaan

umum

Sangat suka 1

Suka 2 Agak suka 3

Tidak suka 4 Sangat tidak suka 5


(2)

Lampiran 2. Hasil Sidik Ragam Uji Kadar Air Minuman Instan Madu Bubuk

Lampiran 3. Hasil Sidik Ragam Uji Kadar Abu Minuman Instan Madu Bubuk

Keterangan: *= hasil berbeda nyata

Hasil Rataan dan Uji Duncan Kadar Abu

Perlakuan Kadar abu (%) Uji Duncan A

B C

7,6±0,8 7,5±1,04 5,4±1,51

A A B

Lampiran 4. Hasil Sidik Ragam Uji Total Asam Tertitrasi Minuman Instan Madu Bubuk

Lampiran 5. Hasil Sidik Ragam Uji Kadar Kalsium Minuman Instan Madu Bubuk

SK db JK KT F Perlakuan Galat 2 9 0,22 3,84 0,11 0,43 0,26

Total 11 4,06

SK db JK KT F Perlakuan Galat 2 9 12,29 12,17 6,14 1,35 4,45*

Total 11 24,46

SK db JK KT F Perlakuan Galat 2 9 120,06 1.234,42 60,03 205,737 0,292

Total 11 1.354,48

SK db JK KT F Perlakuan Galat 2 9 0,019 0,041 0,0099 0,0046 2,17


(3)

Lampiran 6. Hasil Analisis Non Parametrik Kruskal Wallis Uji Skoring terhadap Warna Serbuk Minuman Instan madu Bubuk

Perlakuan Jumlah Panelis Nilai Rataan Rangking A

B C

25 25 25

41,1 37,1 35,8 H = 0.82 DF = 2 P = 0.664

H = 0.91 DF = 2 P = 0.636

Lampiran 7. Hasil Analisis Non Parametrik Kruskal Wallis Uji Skoring terhadap Warna Larutan Minuman Instan madu Bubuk Perlakuan Jumlah Panelis Nilai Rataan Rangking

A B C

25 25 25

48,8 31,2 34 H = 9.46 DF = 2 P = 0.009

H = 11.62 DF = 2 P = 0.003

Uji Banding Rataan Rangking Gibbons (Z0,05)

Antar Perlakuan Ri-Rj Z0,05 [K (N+1)/6]0,5 RA – RB

RA - RC RB - RC

17,6* 14,8* 2,8tn

14,76 14,76 14,76 Keterangan: * = berbeda nyata

tn = tidak berbeda nyata

Lampiran 8. Hasil Analisis Non Parametrik Kruskal Wallis Uji Skoring terhadap Rasa Sparkle Minuman Instan madu Bubuk

Perlakuan Jumlah Panelis Nilai Rataan Rangking A

B C

25 25 25

32,8 39,1 42,2 H = 2.42 DF = 2 P = 0.298


(4)

Lampiran 9. Hasil Analisis Non Parametrik Kruskal Wallis Uji Skoring terhadap Rasa Asam Minuman Instan madu Bubuk

Perlakuan Jumlah Panelis Nilai Rataan Rangking A

B C

25 25 25

27,0 41,0 46,0 H = 10.27 DF = 2 P = 0.006

H = 13.61 DF = 2 P = 0.001

Uji Banding Rataan Rangking Gibbons (Z0,05)

Antar Perlakuan Ri-Rj Z0,05 [K (N+1)/6]0,5 RA – RB

RA - RC RB - RC

14tn 19*

5tn

14,76 14,76 14,76

Keterangan: * = berbeda nyata tn = tidak berbeda nyata

Lampiran 10. Hasil Analisis Non Parametrik Kruskal Wallis Uji Skoring terhadap Tekstur Minuman Instan Madu Bubuk

Perlakuan Jumlah Panelis Nilai Rataan Rangking A

B C

25 25 25

35,3 40,8 37,9 H = 0.77 DF = 2 P = 0.679

H = 0.96 DF = 2 P = 0.619

Lampiran 11. Hasil Analisis Non Parametrik Kruskal Wallis Uji Skoring terhadap Penerimaan Umum

Perlakuan Jumlah Panelis Nilai Rataan Rangking A

B C

25 25 25

31,0 42,0 41,0 H = 3.92 DF = 2 P = 0.141


(5)

Lampiran 12. Gambar Alat Spray Dryer Tipe Buchi 190

Lampiran 13. Gambar Alat Homogenizer


(6)

Lampiran 14. Minuman Instan Madu Bubuk Formulasi A

Lampiran 15. Minuman Instan Madu Bubuk Formulasi B


Dokumen yang terkait

Sifat Fisik dan Organoleptik Minuman Instan Madu Bubuk dengan Penambahan Efek Effervescent dari Tepung Kerabang Telur

0 5 71

Karakteristik Fisik, Kimia dan Mikrobiologi serta Organoleptik Minuman Whey Probiotik dengan Penambahan Ekstrak Cincau yang Berbeda

0 3 122

Karakteristik Fisik Kimia dan Organoleptik Dodol Susu dengan Penambahan Krim

0 3 28

UJI ORGANOLEPTIK DAN KADAR KALSIUM ES KRIM DENGAN PENAMBAHAN KULIT PISANG DAN DAUN KELOR Uji Organoleptik Dan Kadar Kalsium Es Krim Dengan Penambahan Kulit Pisang Dan Daun Kelor Sebagai Sumber Gizi Alternatif.

1 4 11

UJI ORGANOLEPTIK DAN KADAR KALSIUM ES KRIM DENGAN PENAMBAHAN KULIT PISANG DAN DAUN KELOR SEBAGAI SUMBER Uji Organoleptik Dan Kadar Kalsium Es Krim Dengan Penambahan Kulit Pisang Dan Daun Kelor Sebagai Sumber Gizi Alternatif.

1 4 15

KANDUNGAN KALSIUM, VITAMIN C DAN ORGANOLEPTIK YOGHURT SARI JAGUNG DENGAN PENAMBAHAN Kandungan Kalsium, Vitamin C Dan Organoleptik Yoghurt Sari Jagung Dengan Penambahan Ekstrak Kelopak Bunga Rosella Dan Madu.

0 2 17

KANDUNGAN KALSIUM, VITAMIN C DAN ORGANOLEPTIK YOGHURT SARI JAGUNG DENGAN PENAMBAHAN Kandungan Kalsium, Vitamin C Dan Organoleptik Yoghurt Sari Jagung Dengan Penambahan Ekstrak Kelopak Bunga Rosella Dan Madu.

0 2 17

KADAR BETAKAROTEN DAN ORGANOLEPTIK MINUMAN DAUN PEGAGAN HIJAU INSTAN DENGAN PENAMBAHAN Kadar Betakaroten Dan Organoleptik Minuman Daun Pegagan Hijau Instan Dengan Penambahan Konsentrasi Gula Pasir Yang Berbeda.

0 1 15

KADAR BETAKAROTEN DAN ORGANOLEPTIK MINUMAN DAUN PEGAGAN HIJAU INSTAN DENGAN PENAMBAHAN Kadar Betakaroten Dan Organoleptik Minuman Daun Pegagan Hijau Instan Dengan Penambahan Konsentrasi Gula Pasir Yang Berbeda.

0 2 12

PENGARUH PENAMBAHAN BUBUK COKLAT TERHADAP SIFAT FISIK, KIMIA, DAN ORGANOLEPTIK MINUMAN INSTAN BEKATUL

0 0 9