EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI UDANG VANNAMEI DI PANTAI TRISIK DESA KARANGSEWU KECAMATAN GALUR KABUPATEN KULONPROGO

(1)

EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PRODUKSI UDANG VANNAMEI DI PANTAI TRISIK

DESA KARANGSEWU KECAMATAN GALUR

KABUPATEN KULONPROGO

SKRIPSI

Disusun Oleh:

Sri Utami Lestari

2012 022 0118

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2016


(2)

EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PRODUKSI UDANG VANNAMEI DI PANTAI TRISIK

DESA KARANGSEWU KECAMATAN GALUR

KABUPATEN KULONPROGO

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Sebagai Bagian Dari Persyaratan Yang Diperlukan Guna Memperoleh Derajat Sarjana Pertanian

Oleh: Sri Utami Lestari

2012 022 0118

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2016


(3)

Skripsi yang berjudul :

EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PRODUKSI UDANG VANNAMEI DI PANTAI TRISIK

DESA KARANGSEWU KECAMATAN GALUR

KABUPATEN KULONPROGO

Yang dipersiapkan dan disusun oleh : Sri Utami Lestari

20120220118

Telah dipertahankan di depan dewan Penguji Pada tanggal 22 Agustus 2016

Skripsi tersebut telah diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian

Yogyakarta, 2 September 2016

Pembimbing Utama, Penguji,

Francy Risvansuna F, SP. MP Dr. Ir. Triwara Buddhi. S. MP NIK : 19720629199804 133 046 NIK : 19590712199603 133 022 Pembimbing Pedamping,

Ir. Lestari Rahayu, MP

NIK : 19650612199008 133 008

Fakultas Pertanian

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Dekan,

Ir. Sarjiyah, MS NIP : 196109181991 032 001


(4)

i

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rhamat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Efisiensi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Udang Vannamei Di Pantai Trisik Desa Karangsewu Kecamatan Galur Kabupaten Kulonprogo”. Penulisan skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Terwujudnya skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, sehingga dengan penuh kerendahan hati dan rasa hormat penuis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Keluarga tercinta ayahanda Bapak Handoko, dan Ibunda Ibu Sumiati, serta kakakku Tutut Handayani, S.Pi, Agustina Mayasari S.E. Ledy Daniati, S.Kep, Rahmad Hidayat, dan adik-adikku Selly Hardianti, Ria jayanti, Heny Cosiana yang telah menyemangati, memberikan doa, dukungan yang sangat tulus dan ikhlas kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan kuliah dan meraih gelar sarjana.

2. Ibu Francy Risvansuna F., SP, MP dan Ir. Lestari Rahayu, MP selaku dosen pembimbing skripsi yang telah berkenan meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, semangat dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


(5)

ii

3. Ibu Ir. Sarjiyah, M.S selaku Dekan Fakultas Pertanian Muhammadiyah Yogyakarta dan Ibu Ir. Eni Istiyanti, M.P selaku Ketua Jurusan Agribisnis Fakultas pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

4. Bapak dan ibu dosen serta karyawan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah banyak membantu dalam proses pendidikan dan khususnya dalam penelitian ini.

5. Teman seperjuanganku Wilda Fitra K, S.P, Ayusri Fitria N, Dede H, Kartika Farah, teman Kelasku Agribisnis C 2012 dan anak-anak bestcamp.

6. Anak Kontrakan Siti Nur Aisyah Ayu S. Kep, Herlia Resti Setiawati S. Kep, Resaa Putri Hardina S. Kep, dan Dwi Suci Permata yang selalu mendoakan, mendukung dan memotivasi, agar skripsi ini cepat selesai. Terimakasih kalian adalah keluarga.

7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang telah banyak membantu hingga terselesaikannya skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, maka dengan penuh kerendahan hati penulis senantiasa mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesmpurnaan skripsi ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi pembaca dan semoga Allah SWT selalu meridhoi setiap langkah dan senantiasa membalas budi kebaikan Bapak/Ibu/sdr sekalian.

Wassalamualaikum Wr.Wb.

Yogyakarta, 22 Agustus 2016


(6)

iii DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

INTISARI ... viii

ABSTRACT ... ix

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 4

C. Kegunaan Penelitian... 4

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI ... 7

A. Tinjauan Pustaka ... 7

B. Kerangka Pemikiran ... 17

C. Hipotesis ... 19

III. METODE PENELITIAN ... 20

A. Metode Pengambilan Sampel ... 20

B. Metode Pengumpulan Data ... 21

C. Asumsi dan Pembatasan Masalah ... 22

D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 22

E. Teknik Analisis Data ... 24

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN ... 33

A. Letak Geografis ... 33

B. Topografi dan Kondisi Tanah ... 32

C. Kependudukan... 33

D. Sarana Transportasi ... 36

E. Keadaan Pertanian ... 37

F. Keadaan Perikanan ... 38

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 44

A. Identitas Petambak ... 44

B. Analisis Penggunaan Faktor Produksi Cobb-Douglass ... 47

C. Hasil Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi ... 59


(7)

iv

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 66

A. Kesimpulan ... 66

B. Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 67


(8)

v

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Data Luas Lahan dan Produksi Udang Vannamei Kabupaten Kulonprogo

... 2

Tabel 2. Produksi Udang Vannamei Dunia Tahun 2009-2013 (ton) ... 7

Tabel 3. Data Produktivitas Udang Vannamei dalam Kecamatan di Kulonprogo 20 Tabel 4. Luas Penggunaan Lahan Desa Karangsewu ... 33

Tabel 5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia ... 33

Tabel 6. Penduduk Berdasarkan Pendidikan Desa Karangsewu ... 34

Tabel 7. Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Desa Karangsewu ... 35

Tabel 8. Sarana Transportasi Desa Karangewu 2012 ... 37

Tabel 9. Tanaman Pangan Desa Karangsewu 2012 ... 38

Tabel 10. Pemberian Pakan Udang Vannamei Berdasarkan Umur ... 40

Tabel 11.Petani Tambak Udang Vannamei Menurut Umur ... 44

Tabel 12. Petani Tambak Udang Vannamei Menurut Jenis Kelamin ... 43

Tabel 13.Petani Tambak Udang Vannamei Menurut Tingkat Pendidikan ... 44

Tabel 14.Petani Tambak Udang Vannamei Menurut Pengalaman Usaha ... 45

Tabel 15.Petani Tambak Udang Vannamei Menurut Jumlah Tanggungan Keluarga ... 46

Tabel 16.Petani Tambak Udang Vannamei Menurut Status Kepemilikan Lahan 47 Tabel 17. Rata-rata Produksi dan Penggunaan Faktor Produksi ... 48

Tabel 18. Hasil Analisis Uji t Faktor-Faktor Produksi ... 51

Tabel 19. Perhitungan Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi ... 60 Tabel 20. Rata-rata Biaya Produksi Usaha Udang Vannamei Desa Karangsewu 61 Tabel 21. Keuntungan Rata-rata Usaha Udang Vannamei Di Desa Karangsewu 63


(9)

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Grafik hubungan antara kurva-kurva TPP, MPP, dan APP serta

pembagian daerah berdasarkan elastisitas produksi. ... 12 Gambar 2. Kerangka Pemikiran ... 19


(10)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Identitas Petani udang vannamei Desa Karangsewu ... 66

Lampiran 2. Status Kepemilikan lahan ... 70

Lampiran 3. Regresi ... 71

Lampiran 4. Perhitungan Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi ... 74

Lampiran 5. Biaya Eksplisit, Implisit, dan Keuntungan Musim Kemarau ... 75


(11)

(12)

ix

EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI UDANG VANNAMEI DI PANTAI TRISIK DESA KARANGSEWU

KECAMATAN GALUR KABUPATEN KULONPROGO

Efficiency Of Factors Influence Vannamei Shrimp Production In the Trisik Beach Karangsewu Village Galur Subsdistrict Kulonprogo Regrency

Sri Utami Lestari

Francy Risvansuna F / Lestari Rahayu Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian UMY

ABSTRACT

The research aims to know the factors that the influence, the production of vannamei shrimp, to know degree efficiency of production factors, and to know profit of vannamei effort in the Karangsewu village, Galur subsdistrict, Kulonprogo regency. The data was collected by using simple random sampling as many as 40 people. Data obtained by using a quesionaire with the interview methods. Then the data were analyzed using a production function model of cobb-douglass. The result showed that at dry season, rain season, and agregat the land, shrimp fry, woof, omega protein, super nb, biosolution, biclin, vitamin c, vitaral, latibon, labor, and season influence of vannamei shrimp production. While in partial at the dry season labor influential real. At rain season and aggregate land, biosolution, latibon, and season influential real. The factor can be in the efficiency is land of rain season and aggregate, but the use of land yet efficient because value NPMx/Px is more than 1 (9,48 and 28,33). The advange of vannamei shrimp effort at dry season taller than rain season.


(13)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Wilayah pesisir dan lautan mempunyai peran yang sangat penting sebagai sumber penghidupan bagi penduduk Indonesia. Kedua wilayah ini diperkirakan menjadi tumpuan bagi pembangunan bangsa Indonesia di masa depan. Hal ini disebabkan sebagian besar wilayah Indonesia merupakan wilayah pesisir dan laut yang memiliki berbagai sumber daya alam serta jasa lingkungan yang beragam. Ada beberapa sumber daya alam yang dapat dikelola dan dikembangkan, diantaranya sumber daya perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Perikanan budidaya meliputi budidaya air payau, pantai dan laut. Semakin menurunnya produksi yang dihasilkan oleh perikanan tangkap, maka usaha pemanfaatan lahan tambak dilakukan, khususnya budidaya air payau (tambak udang) diharapkan mampu menopang target produksi nasional perikanan.

Menurut Lawaputri (2011), Komoditas yang dapat dikembangkan pada kegiatan akuatur di Indonesia diantaranya adalah berasal dari kelas crustecea seperti udang, kepiting, dan rajungan. Jenis komoditas ini banyak dikembangkan karena sangat bernilai ekonomis penting, yang diantaranya memberikan kontribusi terbesar terhadap nilai ekspor nilai hasil perikanan. Kehadiran jenis udang vannamei diharapkan tidak hanya menambah pilihan bagi petambak tapi juga menopang kebangkitan usaha pertambakan terutama komoditas udang, introduksi jenis udang baru yang lebih unggul dan tahan penyakit tampaknya menjadi salah satu kunci perwujudan mimpi diatas, selain memperkaya dan menambah alternatif jenis udang baru yang lebih tahan penyakit, peluang investasi pertambakan udang


(14)

diyakini bakal kembali prospektif, apalagi hasil budidaya pada lahan uji coba di sejumlah daerah memang menunjukan tingginya produktivitas dibanding perolehan hasil, semisal jenis udang windu yang telah dikenal sebelumnya. Salah satu usaha tambak yang dibudidayakan saat ini adalah usaha tambak udang di Desa Karangsewu, Kecamatan Galur, Kabupaten Kulonprogo, Yogyakarta yang menggunakan varietas Udang Vannamei. Berikut data luas lahan dan produksi udang vannamei di Kabupaten Kulonprogo:

Tabel 1. Data Luas Lahan dan Produksi Udang Vannamei Kabupaten Kulonprogo

Jenis Data Tahun Satuan

2010 2011 2012 2013 2014

(1) Luas 7.4 8.61 13.40 45.59 75.87 Ha

(2) Jumlah produksi 78,702 34,037 91,118 213,730 1,497,981 Kg (3) Produktivitas 10635 3953 6799 4688 19744 Kg/Ha Sumber: Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan Kabupaten Kulonprogo, 2015

Tabel 1 menjelaskan bahwa luas lahan tambak di Kabupaten Kulonprogo setiap tahunnya mengalami peningkatan dari tahun 2010 seluas 7,4 Ha sampai dengan tahun 2014 seluas 75,87 Ha. Ini disebabkan bahwa banyak nelayan yang beralih fungsi bekerja menjadi petambak udang. Begitu sebaliknya pada produksi perikanan budidaya komoditas udang selama 5 tahun terakhir terlihat bahwa produksi udang mengalami peningkatan tiap tahunnya, tetapi jika dilihat dari produktivitasnya udang vannamei mengalami fluktuatif dari tahun ke tahun. Dinas Perikanan Kelautan dan Peternakan Kulonprogo mencatat produktivitas udang dikawasan pesisir turun 17,27%. Hal ini disebabkan oleh penyakit white feces deceas (WFD). Serangan WFD ditandai dengan berak putih, udang keropos setelah umur 60 hari, dan nafsu makan turun.


(15)

Desa Karangsewu, Kecamatan Galur, Kulonprogo merupakan salah satu daerah di Yogyakarta yang membudidayakan udang vannamei dengan cara tambak disekitar Pantai Trisik. Dalam mengelola budidaya udang vannamei terdapat beberapa permasalahan atau kesulitan yang dihadapi oleh petani udang vannamei yaitu: serangan penyakit dan beberapa udang mati ditandai udang mengapung dikolam dikarenakan tidak cocok dengan kadar garam air (salinitas) yang rendah, adapun salinitas ideal adalah 15-25 ppt, suhu 28-31 ˚C, dan pH tanah 7,7-8,5 serta benur udang kurang bagus. Pembelian benur masih jauh yaitu di Daerah Wonosari (Pantai Indrayanti), bahkan luar Kota (Lampung dan Surabaya) yang mengakibatkan harga menjadi lebih tinggi dan resiko kematian pada benur udang tersebut. Kesulitan dalam mencari tenaga kerja yang telaten, rajin dalam mengelola dan menjaga tambak selama 24 jam, karena apabila tenaga kerja malas-malasan dalam melakukan pekerjaan akan mengakibatkan hasil produksi budidaya udang vannamei menjadi kurang optimal.

Hal tersebut juga tidak terlepas dari faktor yang mempengaruhi produksi udang tersebut. Penggunaan faktor produksi yang tepat akan menghasilkan produksi dari usahatani yang maksimal, sehingga akan berpengaruh terhadap pendapatan yang akan diterima oleh petani/petambak. Faktor produksi tidak hanya dillihat dari segi jumlah atau ketersediaan dalam waktu yang tepat, akan tetapi juga dilihat dari segi efisiensi penggunaannya.

Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:


(16)

1. Faktor produksi apa saja yang berpengaruh terhadap produksi udang vannamei di Desa Karangsewu Kecamatan Galur Kabupaten Kulonprogo?

2. Bagaimana tingkat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi udang vannamei di Desa Karangsewu Kecamatan Galur Kabupaten Kulonprogo? 3. Berapa besar keuntungan yang diperoleh dari usahatani udang vannamei di

Desa Karangsewu Kecamatan Galur Kabupaten Kulonprogo?

B.Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui faktor-faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi udang

vannamei di Desa Karangsewu Kecamatan Galur Kabupaten Kulonprogo. 2. Mengetahui tingkat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi udang

vannamei di Desa Karangsewu Kecamatan Galur Kabupaten Kulonprogo. 3. Mengetahui keuntungan usaha udang vannamei di Desa Karangsewu

Kecamatan Galur Kabupaten Kulonprogo.

C. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi Bagi peneliti, penelitian ini dapat dijadikan sebagai proses pembelajaran dalam penerapan ilmu yang telah dipelajari dan sebagai tambahan pengetahuan, bagi petambak sebagai informasi dan bahan pertimbangan yang berguna dalam meningkatkan produktivitas dan pendapatan dari usahatani udang vannamei. Sedangkan manfaat bagi pemerintah daerah adalah untuk memberi pedoman penentuan arah kebijakan pengembangan usahatani udang vannamei.


(17)

5

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka 1. Udang Vannamei

Udang vannamei atau udang putih (Litopenaeus vannameii) adalah salah satu spesies udang unggul yang sejak tahun 2002 mulai dikultur ditambak-tambak di Indonesia.Udang yang biasa disebut pacific white shrimp atau rostris ini berasal dari perairan Amerika dan Hawaii yang sukses dikembangkan di beberapa Negara Asia seperti Cina, Thailand, Vietnam, dan Taiwan.Sebenarnya ada dua spesies udang yang dikenal sebagai pacific white shrimp yang merupakan udang introduksi yaitu Litopenaeus vannameii dan L. stylirotris.Namun spesies yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia adalah vannamei (L.vannameii).

Klasifikasi udang vannamei sebagai berikut: Kingdom : Animalia

Filum : Anthropoda Kelas : Crustacea Ordo : Decapoda Famili : Penaidae Genus : Litopenaeus

Spesies : Litopenaeus vannameii

Secara morfologi tubuh udang dapat dibedakan menjadi dua bagian cephalotorax (bagian kepala) dan abdomen (bagian perut). Bagian cephalotorax terlindungi oleh kulit chitin yang dinamakan carapace. Pada bagian perut (abdomen) terdapat lima pasang kaki renang yang telah berubah menjadi dua


(18)

pasang ekor kipas atau sirip ekor (urupoda) dan satu ruas lagi ujungnya runcing membentuk ekor yang disebut telson. Dibawah pangkal ujung terdapat anus. Sedangkan bagian cephalotorax terdapat beberapa anggota tubuh yang berpasang-pasangan antara lain anula, sirip kepala (scophocerit), sungut besar (mandibula), alat pembantu rahang (maxilla) yang berjepit kecil pada ujungnya (chela) yang dua pasang periopoda belakangnya tidak terjepit.

Pertumbuhan udang vannamei dipengaruhi dua faktor yaitu frekuensi molting/ganti kulit (waktu antara molting) dan pertumbuhan pada setiap molting. Tubuh udang mempunyai karapas/kulit luar yang keras, sehingga pada setiap kali berganti kulit, karapas terlepas dan akan membentuk karapas baru. Ketika karapas masih lunak, udang berpeluang untuk dimangsa oleh udang lainnya.

Udang merupakan organisme pemakan segala (omnivorus). Pada habitatnya, udang vannamei memakan jasad renik (fitoplankton dan zooplankton), alga bentik, detritus dan bahan organik lainnya. Udang vannamei tidak makan sepanjang hari, tetapi hanya beberapa waktu saja dalam sehari. Nafsu makan tergantung oleh kondisi lingkungan dan laju konsumsi pakan akan meningkat pada kondisi lingkungan optimum. Pakan yang diberikan pada udang vannamei yaitu yang mengandung protein 32-38%. Sifat biologis udang vannamei, yaitu aktif pada kondisi gelap (nocturnal) dan dapat hidup pada kisaran salinitas yang luas yaitu 2- 0 ppt. dang annamei akan mati jika terpapar suhu diba ah 15 atau diatas C selama 24 jam.

Perolehan benur atau benih berbeda dengan udang windu, dimana induknya masih dipengaruhi dari hasil penangkapan di alam, sementara induk


(19)

udang vannamei sudah dapat didomestikasi (diproduksi secara massal). Keberhasilan domestikasi membuka peluang untuk dilakukan rekayasa genetik (improvement genetic) sehingga saat ini mampu dihasilkan induk yang tahan penyakit (specific phatogen resisten, SPR) dan induk yang bebas penyakit (specific phatogen free, SPF).

Tabel 2. Produksi Udang Vannamei Dunia Tahun 2009-2013 (ton)

Negara 2011 2012 2013 Nilai kenaikan

rata-rata %

China 1.325.549 1.453.241 1.429.929 9,72

Indonesia 246.420 238.663 376.189 27,9

Thailand 603.227 588.370 311.879 5,75

Ecuador 260.000 281.100 304.000 15,05

Vietnam 187.000 130.000 256.197 55,96

India 125.000 136.300 211.200 32

Mexico 109.816 100.320 120.585 9,05

Brazil 69.266 75.000 64.669 -1,36

Honduras 30.295 31.936 49.427 23,15

Malaysia 60.322 48.992 45.474 -2,03

Total 3.135.940 3.220.038 3.220.038 11,14

Sumber: Fishstat J FAO, Maret 2015

Berdasarkan tabel 2, dapat dilihat bahwa Indonesia menduduki 5 besar produsen udang vannamei dunia. Selama tiga tahun terakhir rata-rata kenaikan produksi udang vannamei Indonesia mengalami kenaikan sebesar 27,9%. Kenaikan rata-rata produksi udang vannamei Indonesia sangat besar dibanding kenaikan rata-rata produksi udang dunia yaitu sebesar 11, 14 %.

Indonesia, tahun 2013 telah menjadi produsen udang vannamei terbesar kedua di dunia menggeser Thailand yang produksi udangnya turun drastis. Pada tahun 2013, produksi udang vannamei Thailand hanya sebesar 311.879 ton dibanding dengan tahun sebelumnya sebesar 588.370 ton. Namun, produksi udang Indonesia masih kalah dengan Negara China yang menjadi penyumbang produksi


(20)

udang vannamei terbesar di dunia. Walaupun produksi udang vannamei di China stagnan, namun kontribusi terhadap dunia masih besar yaitu bisa dilihat dari tahun ke tahun china terus mengalami peningkatan produksi udang vannamei.

2. Faktor Produksi

Menurut Soekartawi (1990), istilah faktor produksi sering pula disebut dengan “korbanan produksi,” karena faktor produksi tersebut “dikorbankan” untuk mneghasilkan produksi. Dalam bahasa inggris faktor produksi disebut dengan “input.” Oleh karena itu, untuk menghasilkan suatu produk, maka diperlukan pengetahuan hubungan antara faktor produksi (input) dan produk (output). Hubungan antara input dan output ini disebut dengan “factor

relationship” (FR). Dalam rumus matematis, FR ini dituliskan dengan:

Y = f (X , X , X ,…, Xn) Keterangan:

Y = Produksi atau variabel yang dipengaruhi oleh faktor produksi X, X , X , X = Faktor produksi atau variabel yang mempengaruhi Y

Dalam proses produksi pertanian, maka Y dapat berupa produksi pertanian dan X dapat berupa lahan pertanian, tenaga kerja, modal, dan manajemen. Dalam praktek, keempat faktor tersebut belum cukup untuk dapat menjelaskan Y. Faktor-faktor sosial ekonomi lainnya, seperti tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, tingkat keterampilan dan lain-lain juga berperan dalam mempengaruhi tingkat produksi. Oleh karena itu, sebelum seseorang merancang untuk menganalisis kaitan input dan output maka perlu diperlukan pemahaman dan identifikasi terhadap variabel-variabel apa yang mempengaruhi proses produksi.


(21)

Dalam praktek, faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ini dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu:

a. Faktor biologi, seperti lahan pertanian dengan macam dan tingkat kesuburan, bibit, varietas, pupuk, dan obat-obatan, dan sebagainya.

b. Faktor sosial-ekonomi seperti biaya produksi, harga, tenaga kerja, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, risiko dan ketidakpastian, kelembagaan, tersedianya kredit, dan sebagainya.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Andriyanto, F. et al (2013) menyatakan bahwa faktor produksi antara lain: tenaga kerja, pupuk, pakan, dan padat penebaran dapat memberikan informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi produksi udang vannamei. Tenaga kerja, pupuk, pakan, dan padat penebaran secara bersama-sama berpengaruh secara nyata terhadap hasil produksi udang vannamei. Faktor-faktor produksi yang berpengaruh signifikan terhadap jumlah produksi udang vannamei dalam penelitian ini adalah tenaga kerja, pupuk, pakan, dan padat penebaran.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Zepriana. D, (2010), faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi udang galah dan memenuhi syarat fungsi produksi adalah benih, tenaga kerja, pupuk TSP, pakan buatan, dan kapur. Menurut penelitian Az-zarnuji. A.T, (2011) mengatakan bahwa faktor produksi luas lahan dan benih berpengaruh secara signifikan terhadap produksi ikan lele, sedangkan faktor yang tidak berpengaruh adalah tenaga kerja, pakan, dan pupuk.


(22)

Menurut penelitian yang dilakukan Mustika. R, (2009) menyatakan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap tingkat produksi adalah luas kolam, jumlah benih, jumlah pakan dan tingkat mortalitas.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Asri. R. A, dan Arianti. N. N, (2013), menyatakan bahwa faktor atau variabel luas kolam dan jumlah pakan berpengaruh positif terhadap produksi ikan nila merah di Desa Tegalrejo, sementara faktor jumlah bibit, jumlah pupuk kandang dan jumlah tenaga kerja tidak berpengaruh.

3. Fungsi Produksi

Fungsi produksi menguraikan cara-cara bagaimana berbagai masukan (input) dapat digabungkan untuk menghasilkan suatu produk dengan jumlah produk yang telah direncanakan. Menurut Soekartawi (1990), fungsi produksi adalah hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan biasanya berupa input. Secara matematis, hubungan ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

Keterangan:

Y : Tingkat Produksi (output)

: Berbagai input yang digunakan

Berdasarkan persamaan tersebut, petani dapat melakukan tindakan yang mampu meningkatkan produksi (Y) dengan cara menambah jumlah salah satu dari input yang digunakan atau menambah jumlah beberapa input (lebih dari satu) dari input yang digunakan.

Pada teori ekonomi diambil satu asumsi dasar mengenai sifat dari fungsi produksi yaitu produksi dari semua produsen diangggap tunduk pada suatu hukum


(23)

yang disebut “The Law of Diminishing Return”. Hukum ini mengatakan bah a

“bila satu macam input ditambah penggunaannya sedang input-input lain tetap maka tambahan output yang dihasilkan dari setiap tambahan satu unit input yang ditambahkan tadi mula-mula menaik tetapi kemudian seterusnya menurun bila input terus ditambah”. (Boediono, 1997)

Kurva Total Phsycal Product (TPP) adalah kurva yang menunjukan tingkat produksi total (Y) pada berbagai tingkat penggunaan input variabel (input-input yang dianggap tetap).

TPP = f(X) atau Y = f (X)

Kurva Marginal Phsycal Product (MPP) adalah kurva yang menunjukan tambahan dari TPP, yaitu ΔTPP atau ΔY, yang disebabkan oleh penggunaan tambahan satu unit input variabel. Secara sistematis dapat dituliskan sebagai berikut:

=

Kurva Average Physcal Product (APP) adalah kurva yang menunjukan hasil rata-rata per unit variabel pada berbagai tingkat penggunaan input tersebut. Secara sistemastis dapat dituliskan sebagai berikut:

APP = TPP/X = Y/X = f (X)/X


(24)

Gambar 1. Grafik hubungan antara kurva-kurva TPP, MPP, dan APP serta pembagian daerah berdasarkan elastisitas produksi.

Dalam gambar 1 dijelaskan tahap-tahap produksi yang dipengaruhi oleh hukum The Law of Diminishing Returns. Gambar 1 merupakan hasil produksi (TPP) yang bergerak dari titik 0 menuju titik A, B, dan C pada berbagai tingkat penggunaan input.

Titik A : Adalah titik belok (inflection Point) dimana kurva TPP berubah arah yang merupakan batas mulai berlakunya hukum The Law of Dimishing Returns. Pada titik ini, MPP mencapai maksimal, sedangkan TPP mulai naik (cekung ke atas), begitu pula dengan APP mulai naik.

Titik B : Adalah titik pada saat kurva TPP naik (cekung keatas) dan menyinggung garis bantu. Pada titik ini, kurva APP mencapai maksimal dan memotong kurva MPP.

Titik C : Adalah titik pada saat kurva TPP mencapai maksimal. Pada titik ini, kurva MPP memotong sumbu X, sedangkan kurva APP mulai menurun.


(25)

Hubungan antara input dan output akan lebih informatif dengan mengaitkan antar kurva TPP, MPP dan APP. Selain itu, dapat diketahui elastisitas produksi yang sekaligus juga akan diketahui proses produksi yang sedang berjalan dalam usaha dengan indikator elastisitas produksi yang rendah atau sebaliknya.

Elastisitas produksi (EP) adalah persentasi perubahan dari output sebagai akibat dari adanya perubahan input sebesar 1%.

Ep = : atau

= MPP.

Jadi, EP =

Daerah pada kurva di gambar 1 dapat dibagi menjadi tiga daerah yaitu: a. Daerah I (daerah irrasional)

EP > 1, saat MPP > APP

Pada daerah ini keuntungan maksimum belum tercapai sebab dengan penambahan penggunaan input masih akan diikuti dengan penambahan keuntungan. Pada daerah ini, petani masih akan diikuti dengan penambahan keuntungan. Sehingga, petani masih mampu memperoleh sejumlah produksi yang menguntungan apabila sejumlah input ditambahkan.

b. Daerah II (daerah rasional) 0 ≤ Ep ≤ 1, saat 0 < MPP < APP

Pada daerah ini keuntungan maksimum dapat tercapai sebab dengan penggunaan input yang optimal dapat diperoleh produksi yang optimal dan keuntungan yang maksimal pula. Petani sebaiknya melakukan kegiatan


(26)

produksinya pada daerah ini, karena pada daerah ini bisa dicapai keuntungan yang maksimum.

c. Daerah III (daerah irrasional) Ep < 0, saat MPP < APP

Pada daerah ini penambahan input secara terus-menerus akan menyebabkan produksi semakin menurun. Pada daerah ini, petani akan mengalami kerugian apabila terus menambah jumlah input yang dipergunakan.

4. Efisiensi produksi

Menurut Soekartawi (1990), efisiensi produksi dapat diartikan sebagai upaya penggunaan input atau faktor produksi yang sekecil-kecilnya untuk mendapatkan hasil produksi yang sebesar-besarnya. Efisiensi akan tercapai jika nilai produk marginal (NPM) untuk suatu input sama dengan harga input (P) tersebut atau dapat ditulis dengan rumus:

NPMx = Px atau

Dalam kenyataan NPMx tidak selalu sama dengan Px, yang sering terjadi adalah:

a. NPMx/Px> 1, artinya penggunaan input X belum efisien. Untuk mencapai efisien, input X perlu ditambah.

b. NPMx/Px< 1, artinya penggunaan input X tidak efisien. Untuk mencapai efisien, input X perlu dikurangi.

c. NPMx/Px = 1, artinya penggunaan input X sudah efisien dan diperoleh keuntungan maksimal.


(27)

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Andriyanto. F, et al (2013), menyatakan hasil analisis efisiensi produksi didapatkan bahwa faktor produksi tenaga kerja, pupuk, pakan, dan padat penebaran belum efisien (kondisi optimum belum tercapai). Hal ini perlu melakukan penambahan faktor produksi tenaga kerja, pupuk, pakan, dan padat penebaran.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Widyarto. T, (2012),menyatakan bahwa menunjukan nilai efisiensi teknis masih dibawah 1 yaitu 0,79. Artinya usahabudidaya udang windu di Kabupaten Pati yang dilakukan tidak efisien secara teknis. Nilai efisiensi harga sebesar 6,28 yaitu lebih dari 1 artinya belum efisien secara harga. Sedangkan nilai efisiensi ekonomi sebesar 4,96 yaitu lebih dari 1 artinya belum efisien ini menunjukan bahwa usaha budidaya komoditas udang windu di Kabupaten Pati belum efisien secara ekonomi.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Zepriana. D, (2010), Analisis faktor-faktor produksi menurut kriteria efisiensi alokatif pada tingkat harga input dan output, menunjukan bahwa semua faktor produksi dalam penggunaannya belum efisien. Penggunaan faktor produksi benih, tenaga kerja, dan pakan dalam penggunaannya melebihi tingkat optimalnya, sedangkan faktor produksi kapur dan pupuk TSP penggunaannya masih kurang.Penggunaan faktor produksi yang belum efisien menyebabkan produksi udang galah di daerah penelitian rendah.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan Az-zarnuji. A. T, (2011) bahwa nilai efisiensi teknik sebesar 0,94 dapat dikatakan bahwa usaha budidaya ikan lele di daerah penelitian tidak efisien secara teknis sehingga penggunaan


(28)

input harus dikurangi. Demikian juga dengan efisiensi harga dan efisensi ekonomi yang juga tidak efisien.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Asri. R. A, dan Arianti. N. N, (2013), menyatakan bahwa nilai efisiensi alokatif faktor luas kolam dan jumlah pakan masing-masing adalah 1,90 dan 1,25 atau lebih besar dari 1 yang berarti belum efisien sehingga perlu ditambah lagi penggunaannya.

5. Biaya Produksi a. Biaya

Biaya merupakan semua pengorbanan yang perlu dilakukam untuk suatu proses produksi yang dinyatakan dengan satuan uang menurut harga pasar yang berlaku, baik yang sudah terjadi maupun yang akan terjadi. Menurut Soekartawi (2010), biaya usaha disini adalah merupakan biaya investasi dan biaya operasional yang dibutuhkan selama umur usaha melakukan kegiatan produksi. Untuk mengetahui besarnya pendapatan usahatani, terdapat 2 konsep biaya yaitu biaya eksplisit dan biaya implisit. Biaya eksplisit merupakan biaya yang diperhitungkan secara nyata dalam proses produksi, seperti pembelian sarana produksi, upah tenaga kerja, dan biaya sewa lahan. Sedangkan, biaya implisit merupakan biaya yang tidak secara nyata diperhitungkan tetapi diikutsertakan dalam proses produksi, seperti sewa lahan sendiri, nilai tenga kerja keluarga, biaya modal sendiri, dan semua nilai sarana produksi milik petani yang tidak dibeli.


(29)

b. Penerimaan

Penerimaan yang didapat petani merupakan hasil kali produksi (Y) yang diperoleh petani dengan harga jualnya (Py) pada waktu panen, yang biasanya ditulis dengan rumus:

TR =Y. Py Keterangan:

TR = Penerimaan (Total Revenue) Y = Produksi Udang Vannamei

Py = Harga Produk

c. Keuntungan

Keuntungan merupakan selisih antara total penerimaan dengan total biaya eksplisit dan implisit yang dikeluarkan. Persamaan tersebut dapat ditulis sebagai berikut:

Π = TR – TC (eksplisit+ implisit) B. Kerangka Pemikiran

Tujuan petani berusahatani adalah untuk menghasilkan produksi yang optimal sehingga diperoleh keuntungan yang maksimal. Dalam pengembangan usahatani/tambak udang di Desa Karangsewu, Kecamatan Galur, Kabupaten Kulonprogo pada dasarnya petani harus dapat mengalokasikan berbagai faktor-faktor produksi dengan lebih efisien, seperti lahan, benur/benih, pakan, dan tenaga kerja. Mengingat kebutuhan udang saat ini semakin meningkat, maka prospek dari usaha tambak udang di Desa Karangsewu dapat memberikan harapan untuk mendapatkan manfaat yang cukup menjanjikan dengan peluang yang cukup besar.


(30)

Produksi udang vannamei dipengaruhi oleh besar kecilnya input yang digunakan dalam usaha tani. Penggunaan faktor produksi yang minimal akan menyebabkan menurunnya jumlah produksi begitu juga sebaliknya, penggunaan faktor produksi yang berlebih menyebabkan penggunaannya menjadi tidak efisien. Penggunaan faktor produksi diperlukan untuk mendapatkan hasil produksi yang maksimal yang berpengaruh terhadap pendapatan petani udang vannamei. Permasalahan petani dalam usahatani udang vannamei yaitu tidak efisiennya dalam penggunaann faktor-faktor produksi pada proses pembudidayaan udang vannamei mulai dari pengolahan lahan, penyebar benur/benih, pemeliharaan, sampai dengan panen. Penggunaan faktor-faktor produksi antar petani berbeda. Petani yang memiliki modal akan berusaha mendapatkan produksi udang vannamei yang besar dengan pengalokasian faktor produksi yang besar pula, sedangkan petani yang keterbatasan modal akan cenderung meminimalkan penggunaan faktor produksi untuk mengurangi biaya yang dikeluarkan. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan faktor produksi tidak efisien.Menurut Soekartawi (2002), ilmu usahatani diartikan sebagai ilmu yang mempelajari mengalokasikan sumberdaya secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu.

Agar mendapatkan hasil yang baik, petani udang vannamei di Desa Karangsewu, Kecamatan Galur dapat memanfaatkan input yang ada secara lebih efisien. Untuk memperjelas tentang kerangka pemikiran tersebut, dapat digambarkan sebagai berikut:


(31)

Gambar 2. Kerangka Pemikiran C. Hipotesis

1. Diduga ada pengaruh faktor-faktor produksi (lahan, benur/benih, pakan, omega protein, super NB, biosolution, biclin, vitamin c, vitaral, latibon, biactiv, tenaga kerja, dan musim) terhadap produksi udang vannamei.

2. Diduga tingkat penggunaan faktor-faktor produksi pada usaha udang vannamei belum efisien.

3. Diduga usaha tambak udang di Desa Karangsewu menguntungkan. Usaha Tambak Udang

Faktor-faktor produksi (input):

- Lahan - Benur/benih - Pakan - Obat-obatan - Tenaga Kerja - Musim

Analisis Efisiensi Penggunaan Input

- Efisiensi jika: NPMx/Px = 1 - Belum efisien jika:

NPMx/Px > 1 - Tidak efisien jika:

NPMx/Px < 1

Biaya Implisit Biaya Eksplisit Total Biaya

Produksi Harga Jual Produksi

Penerimaan


(32)

20

III. METODE PENELITIAN

Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, yaitu metode penelitian yang memusatkan diri pada pemecahan masalah-masalah yang ada pada masa sekarang dan aktual. Data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan dan kemudian dianalisis. Tujuannya adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai faktor-faktor, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diteliti. Masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini mengenai faktor-faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi udang vannamei, dan tingkat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi udang vannamei.

A. Metode Pengambilan Sampel 1. Sampel Lokasi

Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) yaitu sampel yang dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu yang disesuaikan dengan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini dipilih Kecamatan Galur, Kabupaten Kulonprogo dengan dasar pertimbangan bahwa kecamatan tersebut merupakan kecamatan yang memiliki produktivitas udang vannamei tertinggi pada tahun 2015 di Kabupaten Kulonprogo seperti yang terlihat pada tabel 3 berikut:

Tabel 3. Data Produktivitas Udang Vannamei dalam Kecamatan di Kulonprogo

Data Tahun 2015 Satuan

Temon Wates Panjatan Galur

Luas 8,56 2 13,2 23,88 Ha

Produksi 1.717.958 28.850 233.750 600.920 Kg

Produktivitas 21.063,7 14.425 17.708,3 25.164,2 Kg/Ha Sumber: Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan Kabupaten Kulonprogo, 2015


(33)

2. Sampel Responden

Desa Karangsewu merupakan desa yang memiliki tambak udang vannamei di Kecamatan Galur Kabupaten Kulonprogo. Populasi petani tambak udang vannamei berjumlah 85 orang. Pengambilan sampel petani tambak udang vannamei di Desa Karangsewu dilakukan dengan menggunakan teknik simple random sampling sebanyak 40 responden.

B. Metode Pengumpulan Data

1. Data primer yaitu data yang didapat secara langsung dilapangan. Data yang didapatkan adalah identitas petani/pengusaha (nama, umur, tingkat pendidikan), luas lahan, harga dan penggunaan faktor-faktor produksi dalam proses produksi (benur, pakan, pupuk, padat penebaran, obat-obatan dan tenaga kerja), jumlah produksi udang vannamei dan harga yang didapatkan. Dilakukan dengan dua teknik yaitu:

a. Teknik observasi yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan pengamatan secara langsung tentang kenyataan yang ada dilapangan.

b. Teknik wawancara yaitu teknik pengumpulan data dengan cara melakukan komunikasi langsung dengan petani/petambak menggunakan kuesioner. 2. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari instansi atau lembaga yang terkait

seperti Kantor Kelurahan, kecamatan, BPS dan beberapa instansi lain yang berhubungan dengan penelitian. Data yang diambil berupa keadaan umum wilayah, keadaan petambak, monografi dan hasil arsip serta buku-buku catatan.


(34)

C. Asumsi dan Pembatasan Masalah 1. Asumsi

a. Petambak menjual semua produksi udang vannamei.

b. Pembatasan Masalah

a. Data yang digunakan adalah data satu kali produksi yaitu data empat bulan terakhir yaitu data bulan September sampai dengan Desember 2015.

D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

1. Lahan adalah suatu tempat/wadah untuk budidaya udang vannamei dalam satu musim, dinyatakan dalam meter persegi (m²).

2. Benur adalah benih udang yang masih berusia 12 hari, diukur dalam satuan ekor.

3. Pakan adalah makanan/asupan sebagai sumber energi dan materi bagi pertumbuhan dan kehidupan makhluk hidup, biasanya diberikan pada makhluk hidup yang di pelihara atau budidayakan, yang dinyatakan dalam kilogram (Kg).

4. Obat-obatan adalah bahan atau paduan bahan-bahan yang berasal non kimia maupun bahan kimia tertentu, yang digunakan apabila udang terkena virus atau penyakit. Dapat dinyatakan dalam bentuk padat yang diukur dalam kilogram (Kg), maupun dalam bentuk cair diukur dalam liter (L).

5. Tenaga kerja yaitu jumlah tenaga yang dipergunakan dalam proses produksi, baik tenaga kerja dalam keluarga maupun tenaga kerja luar keluarga. Satuan tenaga kerja adalah hari kerja orang (HKO).


(35)

6. Musim yaitu salah satu peristiwa dalam jangka tahunan umumnya berdasarkan perubahan waktu, baik musim hujan maupun musim kemarau.

7. Biaya produksi meliputi biaya sarana produksi diperhitungkan dengan nilai uang (Rp).

8. Biaya implisit adalah biaya yang dikeluarkan oleh petani tidak secara nyata tetapi tetap diperhitungkan. Biaya yang termasuk dalam biaya implisit adalah biaya sewa lahan milik sendiri, upah tenaga kerja dalam keluarga, dan bunga modal milik sendiri yang diukur dalam rupiah (Rp).

a. Biaya sewa lahan milik sendiri adalah biaya dikeluarkan untuk sewa lahan milik sendiri dalam suatu proses produksi yang diukur dalam rupiah per meter persegi (Rp /m²).

b. Biaya upah tenaga kerja dalam keluarga adalah biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja dalam keluarga yang diukur dalam rupiah per hari kerja orang (Rp/HKO).

c. Bunga modal milik sendiri adalah hasil perkalian dari bunga pinjaman dengan biaya eksplisit yang diukur dalam rupiah (Rp).

9. Biaya eksplisit adalah besarnya biaya yang perhitungkan secara nyata dalam proses produksi. Biaya eksplisit terdiri dari biaya pembelian benur, pakan, obat-obatan, tenaga kerja, dan biaya penyusutan peralatan yang diukur dengan nilai uang (Rp).

a. Biaya pembelian benur adalah biaya yang diperhitungkan yang dikeluarkan untuk membeli jumlah benur, yang diukur dalam rupiah (Rp/ekor).


(36)

b. Biaya pakan adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli sejumlah pakan, yang diukur dalam rupiah per kilogram (Rp/Kg).

c. Biaya tenaga kerja adalah biaya yang dikeluarkan untuk memberi upah/gaji kepada tenaga kerja luar keluarga, yang diukur dalam rupiah per hari kerja orang (Rp/HKO).

d. Biaya penyusutan peralatan adalah biaya yang akan habis (tersisa sedikit) setelah selang waktu tertentu dan mengakibatkan nilai alat akan berkurang/menyusut, yang diukur dalam rupiah (Rp/musim).

10.Produksi adalah seluruh hasil panen yang dihasilkan petani udang vannamei dalam satu kali panen yang dinyatakan dalam (Kg).

11.Harga produksi adalah harga atas penjualan udang vannamei diukur dengan satuan rupiah (Rp).

12.Penerimaan adalah jumlah hasil produksi udang vannamei dikalikan dengan harga produksi yang dinyatakan dalam rupiah (Rp).

13.Keuntungan adalah selisih total penerimaan petani dengan biaya ekplisit dan implisit yang dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp).

14.Efisiensi adalah penggunakan faktor-faktor produksi secara optimal untuk mendapatkan keuntungan maksimal.

E.Teknik Analisis Data 1. Analisis Fungsi Produksi

Analisis fungsi produksi dilakukan guna memperoleh informasi bahwa dengan sumber daya yang terbatas seperti lahan, tenaga kerja, benih, pakan,


(37)

pestisida dapat dikelola dengan sebaik-baiknya agar diperoleh keuntungan yang maksimum.

Pada penelitian ini untuk menjelaskan keadaan skala usaha, fenomena efisiensi, atau keadaan optimum atau tidaknya penggunaan faktor produksi tersebut digunakan metode penelitian dengan pendekatan model fungsi produksi tipe Cobb-Douglas.

Fungsi cobb-douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel, dimana variabel yang satu disebut dengan variabel dependen yang dijelaskan (Y), dan yang lain disebut variabel independen yang menjelaskan (X) (Soekartawi 1990). Dalam penelitian ini yang termasuk variabel independen (X) antara lain: penggunaan lahan, benur/benih, pakan, dan tenaga kerja. Sedangkan variabel dependen (Y) adalah produksi udang vannamei. Secara matematis fungsi cobb-douglass dapat dituliskan dalam bentuk persamaan:

Y = aX ¹X ²X ³X X X X7 X X X₁ ¹² X₁₁¹¹ X₁ ²e ¹ᴰ¹ Keterangan:

Y = Variabel yang dijelaskan (Produksi udang vannamei) a = Konstanta / intercept

bi = Besaran yang diduga e = Logaritma natural

u = Kesalahan (disturbance term)

X = Variabel yang menjelaskan (faktor produksi) X = Lahan (m²)

X = Benur/benih (ekor) X = Pakan (Kg)

X = Omega protein (ltr) X = Super nb (ltr) X = Biosolution (ltr) X7 = Biclin (ltr) X = Vitamin c (kg)


(38)

X = Vitaral (kg) X₁ = Latibon (kg) X₁₁ = Biactiv (kg)

X₁ = Tenaga Kerja (HKO) d1 = Koefisen dummy

D = Musim

Musim penelitian sebagai variabel dummy, angka 1 bila usaha udang vannamei di musim kemarau dan angka 0 bila usaha udang vannamei di musim hujan.

Untuk memudahkan pendugaan terhadap persamaan tersebut diatas, maka persamaan tersebut harus diubah bentuk linier berganda dengan cara menglogaritmakan persamaan tersebut. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:

Ln Y = Lna + b LnX + b LnX +…………+ b LnX₁ + d1 D1 + u Pengujian model yang digunakan dalam penelitian ini adalah koefisien determinasi (R²), uji F dan uji t.

a. Koefisien Determinasi (R²)

Untuk menunjukan sampai seberapa besar variasi variabel tidak bebas dijelaskan oleh variabel bebas digunakan koefisien determinasi (R²).Koefisien determinasi (R²) merupakan suatu ukuran kesesuaian yang digunakan untuk mengetahui ketepatan model yang digunakan. Nilai R² dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

Keterangan:


(39)

bi = koefisien regresi

xi = rata-rata nilai variabel independen y = rata-rata nilai variabel dependen n = jumlah sampel

k = jumlah variabel

Dengan nilai R² adalah 0 ≤ R² ≤ 1, yang artinya:

a) Bila R² = 1, berarti besarnya pengaruh dari variabel bebas terhadap naik turunnya variabel terikat sebesar 100%, sehingga tidak ada faktor lain yang mempengaruhinya.

b)R² = 0, artinya variabel bebas tidak berpengaruh terhadap variabel terikat.

b. Uji F

Uji F digunakan untuk mengetahui apakah faktor-faktor produksi (X …..X ) secara keseluruhan berpengaruh terhadap produksi udang vannamei (Y).

Perumusan Hipotesis:

Ho: bi = 0, faktor produksi (X) secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap produksi udang vannamei (Y)

Hi: paling tidak salah satu bi ≠ 0, artinya faktor produksi (X) secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap produksi udang vannamei (Y).

F tab = fα (k-1, n-k) Keterangan:

k = Jumlah variabel bebas n = Jumlah sampel

α = Tingkat kesalahan Pengambilan keputusan:


(40)

1. Jika F hitung ≥ dari F tabel, Ho ditolak Hi diterima, artinya faktor produksi (X) secara bersama-sama berpengaruh terhadap produksi udang vannamei.

2. Jika F hitung < dari F tabel, maka Ho diterima Hi ditolak, artinya faktor produksi (X) secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap produksi udang vannamei.

c. Uji T

Uji t dilakukan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel independen (X) terhadap variabel dependen (Y).

Perumusan hipotesis:

Ho: bi = 0, artinya faktor-faktor produksi ke-i tidak berpengaruh nyata terhadap produksi udang vannamei (Y).

Ho: bi ≠ 0, artinya faktor-faktor ke- i berpengaruh nyata terhadap produksi udang vannamei (Y).

t hitung = bi/Sbi

t tabel = t (α%, (n-k-1)) Keterangan:

bi = koefisien regresi bi Sbi = standar deviasi bi α = tingkat kesalahan k = jumlah variabel bebas n = jumlah sampel

Pengambilan keputusan:

1. Jika t hitung ≥ t tabel, maka Ho ditolak, artinya faktor produksi ke-i berpengaruh nyata terhadap produksi (Y).


(41)

2. Jika t hitung < t tabel, maka Ho diterima, artinya faktor produksi ke-i tidak berpengaruh nyata terhadap produksi (Y).

2. Analisis Efisiensi

Untuk mengetahui tingkat efisiensi penggunaan suatu faktor produksi dapat dilakukan dengan menghitung nilai yang menunjukan perbandingan antara NPMx (Nilai Produk Marginal) dengan harga input (Px) atau dapat ditulis dalam bentuk berikut ini:

NPMxi/Pxi = 1, artinya penggunaan input sudah efisien

NPMxi/Pxi > 1, artinya penggunaan input belum efisien, untuk mencapai efisien input perlu ditambahkan.

NPMxi/Pxi < 1, artinya penggunaan input tidak efisien, untuk mencapai efisien input perlu dikurangi

Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut: NPMxi/Pxi = K

Dalam pengujiannya dihitung menggunakan uji-t sebagai berikut: Ho: K = 1, artinya penggunaan input efisien.

Ha: K≠ 1, artinya penggunaan input tidak efisien atau belum efisien. ₀ ₅

√ Keterangan:

Var K = (K/bi)² x Var (bi) t tabel = (α%, (n-k-1)) Pengambilan kesimpulan:


(42)

a. t hitung ≥ t tabel, maka Ho ditolak, artinya nilai K tidak sama dengan 1 maka penggunaan input tersebut tidak atau belum efisien.

b. t hitung < t tabel, maka Ho diterima, artinya nilai K sama dengan 1 maka penggunaan input tersebut efisien.

3. Analisis Penerimaan dan Keuntungan a. Analisis Penerimaan

Penerimaan yang didapat petani/petambak merupakan hasil kali produksi (Y) yang diperoleh dengan harga jualnya (Py) pada waktu panen, yang biasanya ditulis dengan rumus:

TR = Y. Py Keterangan:

TR = Peneriman (Total Revenue)

Y = Produksi Py = Harga Produk b. Analisis Keuntungan

Untuk mengetahui besarnya keuntungan yang diperoleh petani dari usaha tambak udang, digunakan analisis keuntungan:

π = TR – TC (eksplisit+implisit), atau π = Y. Py – TC

Keterangan:

π = Keuntungan

TR = Total Penerimaan (Total Revenue)

TC = Total biaya eksplisit dan implisit (Total Cost) Y = Total Produksi


(43)

31

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

A. Letak Geografis

Desa Karangsewu merupakan salah satu desa yang ada di Kecamatan Galur. Desa Karangsewu mempunyai luas wilayah 926,13 Ha dan memiliki 17 pedukuhan. Secara administrasi Desa Karangsewu memiliki batas wilayah yaitu sebelah barat berbatasan dengan Desa Bugel, sebelah utara berbatasan dengan Desa Tirtorahayu dan sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Hindia. Adapun luas penggunaan lahan di Desa Karangsewu adalah seperti tabel 5 berikut:

Tabel 4. Luas Penggunaan Lahan Desa Karangsewu

Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase (%)

1. Lahan Sawah 264,15 28,52

2. Lahan Kering 374,62 40,45

3. Bangunan 23,24 2,52

4. Lainnya 264,12 28,52

Jumlah 926,13 100

Monografi Desa Karangsewu 2012

Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui bahwa penggunaan lahan yang paling banyak yaitu lahan kering dengan persentase 40,45% yang meliputi lahan pasir dan lahan pekarangan, kemudian lahan sawah yang meliputi pengairan teknis dan tadah hujan memiliki persentase 28,52%, Sementara lahan bangunan terdiri dari permukiman/rumah, perkantoran, mesjid/mushola, sekolah, kuburan, dan jalan sebesar 2,52%. Penggunaan lahan lainnya meliputi rekreasi dan olahraga, pembuatan kolam, dan tanggul/tempat pengembalaan dengan persentase 28,52%.


(44)

Adapun lahan yang digunakan untuk tambak udang adalah jenis lahan pasir, karena lahan tersebut terletak dekat dengan pantai atau air laut.

B.Topografi dan Kondisi Tanah

a. Topografi

Desa Karangsewu terletak di kawasan tepi pantai dengan kondisi topografi yang landai dan datar.Elevasi ketinggian rata-rata desa Karangsewu adalah 2-7 meter diatas permukaan laut dengan Sungai Progo sebagai muara serta sungai-sungai lain yang dimanfaatkan sebagai saluran irigasi dan drainase.Karena hal tesebut, lahan dipinggir pantai banyak dimanfaatkan untuk membuat kolam budidaya tambak udang vannamei di daerah tersebut, hal ini dikarenakan untuk memudahkan pengisian air kolam yang diambil dari air laut.

b. Jenis Tanah

Desa Karangsewu merupakan wilayah pesisir alluvial dengan materialpenyusun tanah berupa pasir bercampur dengan tanah regosol sertagrumusol. Penyebaran jenis tanah tersebut membuat wilayah desamenjadi cocok untuk budidaya tanaman pertanian, salah satu contoh tanaman pertanian adalah pepaya, karena tingkatkesuburan yang cukup baik selain juga material tambahan yangmerupakan sedimentasi dari vulkan Gunung Merapi yang terendapkanlewat aliran sungai Progo. Selain tanaman pertanian, jenis tanah ini banyak juga dimanfaatkan untuk membuat kolam budidaya tambak udang vannamei di Desa Karangsewu.


(45)

C. Kependudukan

1. Penduduk Berdasarkan Usia

Berdasarkan data kependudukan Pemerintahan Desa, jumlah penduduk Desa Karangsewu yang tercatat, terdiri dari 2.094 KK dengan jumlah total 8.233 jiwa. Jumlah penduduk berjenis kelamin laki-laki lebih sedikit dibanding jumlah penduduk perempuan dengan selisih 301 jiwa. Dapat pula dilihat pada tabel 6 berikut:

Tabel 5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia

Monografi Desa Karangsewu 2012

Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui bahwa usia penduduk Desa Karangsewu mayoritas berada dalam golongan usia yang tergolong usia produktif yaitu sebesar 62,71%. Hal ini menunjukan sebagian besar penduduk Desa Karangsewu pada usia tersebut mereka memiliki kekuatan fisik yang yang baik dan semangat kerja yang tinggi. Usia produktif secara langsung mempengaruhi kegiatan dalam usaha udang vannamei yaitu dalam mengelola budidaya, baik dalam penebaran benur, pemberian pakan sampai dengan panen.

2. Penduduk Berdasarkan Pendidikan

Pendidikan merupakan suatu hal yang memiliki peranan penting bagi setiap orang. Tingkat pendidikan dapat meningkatkan pola pikir dan jangkauan wawasan yang lebih luas. Pendidikan dapat dijadikan salah satu ukuran kemajuan No. Golongan Usia Jenis Kelamin Jumlah Persentase

(%) Laki-laki Perempuan

1 0 – 15 tahun 1.036 1.115 2.151 26,13

2 16 – 60 tahun 2.518 2.645 5.163 62,71

3 > 61 412 507 919 11,16


(46)

suatu daerah, faktor penyebab perubahan sikap, tingkah laku dan pola pikir seseorang. Selain itu, tingkat pendidikan yang dimiliki oleh suatu masyarakat pada suatu daerah menunjukan keadaan sosial penduduknya dan tingkat kemajuan pada daerah tersebut.

Dalam dunia pertanian bahkan perikanan dalam menerima teknologi dan pengetahuan baru ditentukan oleh tingkat pendidikan penduduk setempat. Pendidikan Desa Karangsewu dapat dilihat pada tabel:

Tabel 6. Penduduk Berdasarkan Pendidikan Desa Karangsewu

No. Uraian Jumlah Persentase (%)

1 Tidak Tamat SD 638 28,70

2 Tamat SD 362 16,28

3 Tamat SLTP 481 21,64

4 Tamat SLTA 599 26,95

5 Tamat Perguruan Tinggi 143 6,43

Jumlah 2223 100,00

Monografi Desa Karangsewu 2012

Dari tabel 6 dapat diketahui bahwa pendidikan penduduk Desa Karangsewu telah menempuh pendidikan, meskipun masih sebagian besar penduduk yang tidak tamat SD yaitu sebanyak 28,70%. Hal ini menunjukan bahwa kesadaran penduduk Desa Karangsewu terhadap pendidikan masih rendah hal ini akan berpengaruh dalam upaya penerapan teknologi, pengolahan dan usaha untuk meningkatan produksi baik dalam sektor pertanian, peternakan, perikanan, dan sektor lainnya di Desa Karangsewu.

3. Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

Mata pencaharian merupakan suatu kegiatan untuk memperoleh kehidupan yang layak, dimana setiap daerah memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Keanekaragaman mata pencaharian disuatu daerah bisa disebabkan karena letak


(47)

geografis yang berbeda-beda.Perbedaan keadaan alami tanpa disadari akan mempengaruhi keanekaragaman mata pencaharian masyarakatnya.

Mata pencaharian penduduk berhubungan dengan pemanfaatan lahan dan sumber daya alam, contohnya pertanian dan peternakan.Adapun masyarakat yang hidup di pantai memanfaatkan laut untuk mempertahankan hidupnya, sehingga mereka bermata pencaharian sebagai nelayan.Sedangkan mata pencaharian penduduk yang mengandalkan sektor-sektor yang tidak banyak berhubungan dengan pemanfaatan lahan dan sumber daya alam seperti jasa.Struktur penduduk berdasarkan mata pencaharian berguna untuk memberikan gambaran mengenai jenis lapangan pekerjaan yang tersedia di Desa Karangsewu.

Tabel 7. Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Desa Karangsewu

Status Jumlah (Jiwa) Pesentase (%)

Petani Pemilik Sawah 1799 35,89

Pemilik Tanah Tegalan 322 6,42

Petani penyewa/Penggarap 396 7,90

Buruh Tani 824 16,44

Pemilik Tanah Perkebunan Rakyat (Kelapa) 962 19,19

Buruh Perkebunan 42 0,84

Pemilik Perahu 2 0,04

Pemilik Kolam 23 0,46

Pemilik Jaring/Jala/Anco 7 0,14

Buruh Perikanan/ Kenelayanan 4 0,08

Guru 171 3,41

Sipil Polri/TNI 1 0,02

Mantri Kesehatan/Perawat 7 0,14

Bidan 1 0,02

Peg. Pemda. 8 0,16

Perangkat Desa 25 0,50

TNI 17 0,34

POLRI 22 0,44

Pensiunan PNS/TNI/POLRI 112 2,23

Peg. Swasta 34 0,68

Lainnya 234 4,67

Jumlah 5013 100,00


(48)

Berdasarkan tabel 7 dapat diketahui bahwa sebagian besar penduduk Desa Karangsewu memiliki mata pencaharian sebagai petani yakni sebesar 59,23%, terdiri dari petani pemilik sawah, petani penyewa/penggarap, dan buruh tani. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penduduk Desa Karangsewu masih mengandalkan sektor pertanian untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sementara pemilik kolam hanya sebesar 0,46%, artinya pemilik kolam masih sedikit di Desa Karangsewu tersebut. Untuk pekerjaan petambak budidaya udang vannamei tidak ada dalam data, karena budidya udang vannamei di Desa Karangsewu termasuk illegal karena tidak ada izin dari pemerintah untuk membangun usaha udang vannamei di Desa Karangsewu tersebut.

D. Sarana Transportasi

Sarana Transportasi merupakan perpindahan atau pergerakan orang, barang, informasi, untuk tujuan spesifik dari satu tempat ke tempat lain. Peranan transportasi yaitu memungkinkan manusia dan barang bergerak/berpindah tempat dengan aman dan cepat. Dengan transportasi peralatan atau kebutuhan dapat sampai ke tempat produksi dan dengan transportasi hasil produksi dapat dipasarkan. Dengan demikian sarana transportasi berfungsi sebagai sektor penunjang pembangunan dan pemberi jasa bagi perkembangan ekonomi khususnya Desa Karangsewu. Adapun jumlah sarana transportasi yang terdapat di Desa Karangsewu adalah sebagai berikut:


(49)

Tabel 8. Sarana Transportasi Desa Karangewu 2012

Jenis Prasarana Jumlah Persentase (%)

Kendaraan Umum Roda Empat:

a. Bis (yang trayeknya melewati desa) 6 0,21

b. Truk 7 0,24

c. Colt pick up 40 1,37

Mobil Pribadi 72 2,47

Kendaraan Umum Roda Tiga 4 0,14

Kendaraan bermotor Roda Dua 1.036 35,52

Sepeda 1.752 60,06

Jumlah 2.917 100

Monografi Desa Karangsewu 2012

Berdasarkan tabel 8 dapat diketahui bahwa transportasi di Desa Karangsewu sudah cukup tersedia, sehingga dapat menunjang dan memperlancar dalam kegiatan usaha udang vannamei. Dengan tersedianya transportasi truk dan colt pick up akan membantu memudahkan untuk memasarkan hasil panen udang vannamei ke pasar atau bahkan daerah lainnya.

E. Keadaan Pertanian

Sektor pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting dalam pembangunan perekonomian suatu daerah. Peran sektor ekonomi adalah sebagai sumber penghasil kebutuhan pokok, sandang dan papan. Selain itu, sektor ini merupakan sektor yang paling banyak menampung tenaga kerja dan sebagian besar penduduk bergantung pada sektor ini.

Komoditas yang diusahakan di Desa Karangsewu yaitu tanaman pangan, dan perkebunan. Tanaman pangan merupakan kebutuhan pokok dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Selain itu, petani menanam tanaman perkebunan untuk menambah penghasilan. Berikut data produksi tanaman pangan Desa Karangsewu:


(50)

Tabel 9. Tanaman Pangan Desa Karangsewu 2012

Tanaman Pangan Produksi (ton/ha) Persentase (%)

Padi Sawah 7,2 55,81

Padi Ladang 3,6 27,91

Kedelai 2,1 16,28

Monografi Desa Karangsewu 2012

Berdasarkan tabel 9 dapat dilihat bahawa produksi tanaman pangan paling tinggi adalah padi sawah sebanyak 7,2 ton. Hal ini dikarenakan sebagian besar penduduk bermata pencaharian sebagai petani.

F. Keadaan Perikanan

Potensi sektor perikanan di Kabupaten Kulonprogo merupakan salah satu sektor andalan Kabupaten Kulonprogo. Potensi perikanan sangat berkaitan erat dengan kondisi sosial ekonomi pada sumber daya kelautan meliputi perikanan budidaya maupun perikanan tangkap. Perikanan budidaya di kawasan pesisir Kabupaten Kulon Progo memungkinkan untuk dikembangkan yakni udang, gurami dan lele. Namun, karena tekstur pasir di pesisir Kulonprogo menyebabkan strategi pengembangan perikanan budidaya harus menggunakan konstruksi khusus, yakni (tambak plastik/biokrit), dan hal ini membutuhkan modal yang cukup besar selain cara pengembangan khusus yang memerlukan pengetahuan. Berikut ini adalah data potensi perikanan sumber daya kelautan dan perikanan tangkap.

Potensi perikanan Desa Karangsewu meliputi perikanan budidaya maupun perikanan tangkap. Permasalahan yang dihadapi di Desa Karangsewu yakni minimnya sarana melaut nelayan dan juga masih sangat terbatasnya peralatan melaut. Aksesibilitas jalan yang masih terbatas dengan jalan yang sempit menyebabkan akses menuju TPI menjadi terkendala. Selain itu kemampuan


(51)

sumberdaya manusia yang bergelut di perikanan tangkap menjadi permasalahan yang berpengaruh pada hasil tangkapan.

1. Budidaya Udang Vannamei a. Persiapan Lahan (Kolam)

Persiapan Lahan merupakan kegiatan pengolahan lahan mulai dari membuat petak lahan (kolam), pemasangan mulsa, pemberian kapur dan pengisian air sebelum benur ditebar kedalam petak kolam. Kedalaman kolam rata-rata adalah 1 meter sampai dengan 1,5 meter. mulsa yang digunakan adaah mulsa yang berwarna silver hitam. Kemudian pemberian kapur,pemberian kapur adalah bagian persiapan tambak, pengapuran berfungsi sebagai berikut: (a) meningkatkan pH tanah; (b) membakar jasad-jasad renik penyebab penyakit dan hewan liar; (c) mengikat dan mengendapkan butiran lumpur halus; (d) memperbaiki kualitas tanah; (e) meningkatkan fosfor yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan plankton. Menurut Amrullah (1977) pada tahap persiapan, dengan efeknya panas kapur bisa berfungsi sebagai disinfektan yang bisa mematikan kuman.

Pengisian air berasal dari air laut yang disalurkan kedalam kolam dengan selang/pipa dengan bantuan mesin diesel dengan waktu kurang lebih 1 malam untuk memenuhi air pada kolam.

b. Penebaran Benur

Penebaran benur dilakukan dengan cara adaptasi benur dengan air kolam terlebih dahulu dengan memasukan benur yang berada didalam plastik ke kolam, kemudian di ciprati air, apabila benur yang didalam plastik sudah beruap kemudian ikatan plastik dibuka. Apabila sebagian benur mulai keluar dari plastik


(52)

itu menandakan bahwa benur-benur tersebut sudah beradaptasi dengan air yang ada di kolam. Benur berasal dari CPP sundak (wonosari), Anyer (Kebumen), CP Lampung, sumamarim dan sikakua (Jatim), dan CP prima dengan harga rata-rata Rp 46,- per ekor.

c. Pemberian Pakan

Pemberian pakan dilakukan 4 kali sehari dalam waktu 4 jam sekali yaitu jam 07.00, 11.00, 15.00, dan 19.00. Pakan terdiri dari pakan buatan dan pakan alami. Pakan buatan yang diberikan adalah pellet dan pakan alami adalah plankton. Pemberian pakan dilakukan dengan melihat usia benur apabila semakin besar usia benur maka pakan yang diberikan akan semakin banyak. Adapun takaran untuk pakan buatan adalah sepeti tabel berikut:

Tabel 10. Pemberian Pakan Udang Vannamei Berdasarkan Umur Umur (hari) Pemberian Pakan (Kg)/hari

1-20 3

21-40 4

41-60 4-4,5

61-80 5

81-100 5

100-120 5-6

d. Pemeliharaan dan pengendalian penyakit

Pemeliharaan dan pengendalian dilakukan dengan cara mengganti mulsa yang sudah rusak, mengontrol kualitas air dengan cara mengganti atau menambah air apabila air sudah terlihat bening, memberi pakan secara teratur, melakukan penyiponan apabila kotoran udang sudah teralu banyak. Jenis penyakit yang sering menyerang udang adalah white feces desease (berak putih) dan myo (ekor


(53)

dan sebagian badan merah). Cara pencegahan yaitu dengan cara memberi obat cair maupun padat. Adapun jenis obat cair yang digunakan adalah omega protein, super NB, biosolution, biclin. Adapun obat adalah anara lain: vitamin c, vitaral, bio lacto, dan biactiv.

e. Panen

Pemanenan udang vannamei dilakukan setelah udang berusia 90-120 hari. Pemanenan dilakukan dengan cara parsial (memanen sebagian dari udang) dan langsung habis. Namun, apabila udang terkena penyakit myo ataupun berak putih udang harus segera dipanen, karena pertumbuhan udang tidak akan baik lagi dan apabila tidak dijual segera, udang akan mati dan harga mengalami penurunan.


(54)

42

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Identitas Petambak

Karakteristik petambak yang menjadi responden penelitian yaitu umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman usaha tambak udang vannamei, jumlah anggota keluarga, dan status kepemilikan lahan. Karakteristik tersebut dapat mempengaruhi keberhasilan dalam mengelola usaha tambak udang vannamei.

1. Umur

Umur petambak atau pemilik tambak berpengaruh terhadap kemampuan fisik dalam mengelola usaha tambak udang vannamei. Tenaga kerja produktif umumnya berusia 16 sampai 59 memiliki kemampuan yang baik dalam mengelola usaha tambak udang vannamei. Petani yang berusia lebih dari 60 tahun kemampuan kerjanya sudah tidak maksimal yang dikarenakan kemampuan fisik sudah menurun. Karakteristik petambak berdasarkan umur adalah sebagai berikut: Tabel 11. Petani Tambak Udang Vannamei Menurut Umur

Umur (tahun) Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

21-33 16 40,00

34-46 19 47,50

47-59 5 12,50

Total 40 100

Berdasarkan tabel 11 dapat diketahui bahwa umur dari pemilik tambak udang vannamei adalah 21 tahun sampai 59 tahun dengan usia rata-rata yaitu 36 tahun dan tergolong usia produktif. Pada usia tersebut mereka memiliki kekuatan fisik yang bagus dan semangat kerja yang tinggi, sehingga dapat mengelola usaha


(55)

udang vannamei dengan baik mulai dari tebar benur, pemberian pakan, pemberian obat sampai dengan waktu panen tiba.

2. Jenis Kelamin

Jenis kelamin secara tidak langsung mempengaruhi kualitas kerja, apalagi dalam proses produksi usaha udang vannamei. Jenis kelamin laki-laki biasanya melakukan kegiatan yang tergolong berat dibanding perempuan. Berikut datanya: Tabel 12. Petani Tambak Udang Vannamei Menurut Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

Laki-laki 37 92,5

Perempuan 3 7,5

Total 40 100

Berdasarkan tabel 12 dapat diketahui bahwa pemilik tambak laki-laki lebih banyak dibanding pemilik tambak perempuan dengan selisih 85%. Hal ini menunjukkan bahwa usaha budidaya udang vannamei banyak membutuhkan kekuatan fisik laki-laki dalam hal pengolahan lahan, pemeliharaan, pemberian pakan, dan menangani mesin diesel, dan mesin genset. Pemilik tambak perempuan hanya menjadikan usaha udang vannamei sebagai pekerjaan sampingan atau tambahan. Adapun pekerjaan utama perempuan pada usaha udang vannamei adalah sebagai karyawan bank, dan dua orang lainnya adalah ibu rumah tangga. Serta yang bekerja adalah tenaga kerja dari luar keluarga

3. Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam keberhasilan usaha udang vannamei. Tingkat pendidikan umumnya akan mempengaruhi cara berpikir pemilik tambak dalam hal penggunaan teknologi.


(56)

Semakin tinggi pendidikan yang diperoleh pemilik usaha udang vannamei maka akan semakin dapat menerapkan berbagai teknologi yang berkaitan dengan usahataninya tersebut. Selain itu, petambak juga dapat dengan mudah menerima informasi-informasi yang berkembang, misalnya informasi pasar, informasi harga maupun informasi yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah dalam hal pertambakan sehingga petambak dapat melakukan langkah-langkah yang strategis untuk dapat meningkatkan produktivitas usaha udang vannameinya. Tingkat pendidikan pemilik tambak dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 13. Petani Tambak Udang Vannamei Menurut Tingkat Pendidikan

Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

SD 3 7,5

SMP 8 20

SMA/SMK sederajat 27 67,5

Perguruan Tinggi 2 5

Total 40 100

Berdasarkan tabel 13 dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan pemilik usaha udang vannamei yaitu sebesar 67,5% yaitu pendidikan SMA/SMK sederajat dan perguruan tinggi sebanyak 5% dengan jenis kelamin laki-laki. Dalam usaha tambak udang vannamei tidak diperlukan pendidikan yang tinggi, dengan tamatan SMA/SMK sederajat usaha ini sudah bisa dilakukan. Hal ini menunjukan bahwa tingkat pendidikan pemilik usaha udang vannamei sudah cukup baik dan memiliki kesadaran yang tinggi terhadap pendidikan, dan akan berpengaruh terhadap upaya penerapan, pola pikir dan usaha untuk meningkatkan produksi udang vannamei.


(57)

4. Pengalaman Usaha Tambak Udang Vannamei

Tingkat pengalaman usaha udang vannamei secara tidak langsung akan mempengaruhi pola pikir petambak. Petambak yang memiliki pengalaman dalam usaha udang vannamei lebih lama akan lebih mampu merencanakan usahanya karena sudah memahami berbagai aspek dalam berusaha udang. Sehingga semakin tinggi tingkat pengalaman yang dimiliki petambak memungkinkan menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi. Adapun pengalaman kerja pemilik tambak udang vannamei adalah sebagai berikut:

Tabel 14. Petani Tambak Udang Vannamei Menurut Pengalaman Usaha Pengalaman Kerja (bulan) Jiwa (Jiwa) Persentase (%)

< 12 5 12,5

12 - 24 30 75

> 24 5 12,5

Total 40 100

Berdasarkan tabel 14 dapat diketahui bahwa pengalaman kerja usaha udang vannamei di Desa Karangsewu yang paling banyak yaitu 12 bulan sampai dengan 24 bulan. Adapun pengalaman kerja usaha udang vannamei yang paling lama di Desa Karangsewu adalah 3 tahun, Sehingga dapat dikatakan bahwa pengalaman kerja pemilik tambak sudah cukup lama. Berdasarkan hal tersebut pemilik memiliki perencanaan yang baik dalam mengelola usaha udang vannamei untuk kedepannya.

5. Jumlah Tanggungan Keluarga

Seorang petani tambak menjalankan kegiatan usaha budidaya udang windu merupakan pekerjaan utama yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarganya yaitu istri dan anak-anaknya contohnya: untuk kebutuhan makan dan


(58)

pakaian, biaya sekolah, dan kesehatan. Oleh karena itu para petani tambak akan merasa termotivasi untuk mendapatkan laba untuk mencukupi kebutuhan anak dan istrinya. Jumlah tanggungan yang dimiliki oleh petani tambak adalah sebagai berikut:

Tabel 15. Petani Tambak Udang Vannamei Menurut Jumlah Tanggungan Keluarga

Jumlah Tanggungan Keluarga Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

0 – 3 36 90

4 – 6 4 10

Total 40 100

Berdasarkan tabel 15 dapat diketahui jumlah tanggungan keluarga petambak berada pada kisaran nol sampai dengan 3 orang. Jumlah tanggungan keluarga paling banyak yaitu sebesar 90%. Jumlah tanggungan keluarga nol disini maksudnya belum ada tanggungan, karena ada yang melanjutkan usaha dari ayahnya dan belum menikah. Jumlah tanggungan keluarga terbanyak yaitu 6 orang. Besar kecilnya jumlah tanggungan keluarga akan mempengaruhi pemilik usaha udang bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, semakin besar jumlah tanggungan keluarganya maka akan semakin besar biaya kebutuhan yang dikeluarkan, disamping itu jumlah tanggungan keluarga menunjukan ketersediaan tenaga kerja dalam keluarga yang dapat membantu dalam mengelola usaha udang vannamei.

6. Status Kepemilikan Lahan

Status kepemilikan lahan secara tidak langsung dapat mempengaruhi hasil produksi udang vannamei. Lahan sendiri biasanya kurang memperhitungkan biaya yang dikeluarkan, karena tidak mengeluarkan biaya sewa lahan. Akan tetapi,


(59)

petani yang menyewa lahan berkewajiban mengeluarkan biaya sewa. Sehingga petambak lahan sewa lebih terpacu untuk lebih efisien dalam mengelola lahan agar memperoleh hasil yang lebih tinggi. Responden yang dikategorikan berdasarkan status kepemilikan lahan dikelompokan menjadi petambak pemilik,dan petambak penyewa.

Tabel 16. Petani Tambak Udang Vannamei Menurut Status Kepemilikan Lahan Kepemilikan Lahan Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

Milik Sendiri 3 7,5

Sewa 37 92,5

Total 40 100

Berdasarkan tabel 16 dapat diketahui bahwa pemilik yang memiliki status lahan sewa lebih banyak dibanding lahan milik sendiri yaitu dengan selisih 85%. Hal ini menunjukan bahwa lahan disekitar pantai merupakan lahan milik pakualam. Lahan milik sendiri memiliki luas lahan tertinggi seluas 9.000 m² dan luas rata-rata lahan yaitu 4.166,7 m². Sementara lahan sewa memiliki luas tertinggi 2 ha dan memiliki luas rata-rata lahan yaitu 3118,3 m² dengan harga sewa 5000/m² dalam jangka satu tahun.

B. Analisis Penggunaan Faktor Produksi Cobb-Douglass

1. Penggunaan Rata-rata Faktor Produksi Udang Vannamei

Penelitian ini menggunakan model fungsi Cobb-Douglass. Pada model tersebut terdapat dua variabel yang digunakan, yaitu variable dependen (terikat) dan variable independen (bebas). Variabel terikat adalah produksi udang vannamei dan variabel bebasnya terdiri dari lahan (X ), benur (X ), pakan (X ), omega protein (X ), super NB (X ), biosolution (X ), biclin (X ), vitamin c (X ),


(1)

dan faktor lain dianggap tetap, maka akan menurunkan produksi udang vannamei sebesar 0,037%, 0,056%, dan 0,022%. Biactiv berfungsi untuk mencegah berak putih pada udang vannemai dan pada musim kemarau sendiri udang jarang terkena penyakit berak putih.

l. Tenaga Kerja

Pada musim kemarau tenaga kerja berpengaruh secara nyata terhadap produksi udang vannamei, namun t hitung lebih besar dari t tabel (2,035 > 2,051) pada tingkat kepercayan 90% dan memiliki nilai negatif sehingga apabila penggunaan tenaga kerja ditambah 1%, maka akan menurunkan produksi udang vannamei. Hal ini dikarenakan usaha tambak udang vannamei tidak memerlukan tenaga kerja yang banyak terkait kegiatan yang dilakukan selama usaha udang vannamei juga terbilang sedikit antara lain: penebaran benur, pemberian pakan, pemberian obat, dan panen.

Pada musim hujan dan agregat tenaga kerja tidak berpengaruh secara nyata terhadap produksi udang vannamei, karena t hitung lebih kecil dari t tabel yaitu (1,376 < 2,051) dan (1,258 < 1,667) dan memiliki hubungan negatif. Sehingga apabila tenaga kerja ditambah 1% maka akan menurunkan produksi sebesar 0,268% dan 0,106%.

m. Musim

Musim pada agregat berdasarkan uji t diperoleh t hitung (3,267 > 2,651), pada tingkat kesalahan 1% dan bernilai negatif berarti musim berpengaruh secara nyata tehadap produksi udang vannamei. Nilai koefisien dummy musim sebesar -0,807. Maka pada variabel dummy musim ada perbedaan besarnya produksi udang vannamei musim kemarau dan musim hujan. Perbedaan tersebut besarnya adalah -0,807 produksi lebih tinggi pada musim kemarau. hal ini ditunjukan bahwa pada musim hujan hasil produksi menjadi lebih rendah. Hal ini dikarenakan terjadi perubahan pada air kolam yang disebabkan curah hujan, sehingga air mengalami penurunan kualitas, kadar garam rendah, nafsu makan menurun bahkan rentan terkena penyakit.


(2)

C. Hasil Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi Tabel 9. Perhitungan Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi

Variabel Lahan Musim Kemarau Lahan Musim hujan Lahan Agegat

NPMx 0 47.378 141.636

Px 0 5.000 5.000

NPMx/Px 0 9,48 28,33

T hitung 0 -5,029 -4,26

T tabel 0 -2,051 -2,651

Keterangan: signifikansi pada α = 10%.

Berdasarkan tabel 20 dapat diketahui bahwa nilai NPMx/Px untuk faktor luas lahan pada musim hujan sebesar 9,48 dan agregat sebesar 28,33. Dilihat dari nilai NPMx/Px rata-rata, faktor produksi luas lahan pada musim hujan dan agregat nilainya lebih dari 1 (NPMx/Px > 1) pada tingkat signifikasi α = 10% pada lahan musim hujan, dan α = 1% pada lahan agregat, artinya penggunaan faktor luas lahan pada musim hujan dan agregat belum efisien, sehingga luas lahan perlu ditambah dalam penggunaannya. Dilihat dari sisi ketersediaan luas lahan, memang tersedia, tetapi terbatas, adapun luas lahan rata-rata yang digunakan adalah 3.118,3 m².


(3)

D. Analisis Keuntungan Usahatani

Tabel 10. Rata-rata Biaya Produksi Usaha Udang Vannamei Desa Karangsewu Macam Biaya Musim Kemarau Musim Hujan Agregat 1. Biaya sarana Produksi

a. Benur 16.473.000 10.743.625 27.216.625 b. Pakan 112.162.500 74.850.000 187.012.500 c. Omega Protein 376.750 154.125 530.875 d. Super NB 169.600 254.400 424.000 e. Biosolution 253.400 380.100 633.500 f. Biclin 2.355.500 3.550.750 5.906.250 g. Vit C (kg) 212.500 318.750 531.250

h. Vitaral 138.750 208.125 346.875

i. Latibon 135.000 202.500 337.500

j. Biactiv 191.625 287.437,5 479.062,5

2. Biaya tenaga Kerja

a. TKDK 893,75 160,5 1.054,25

b. TKLK 14.086.703,13 15.985.406,25 30.072.109,38

3. Biaya Lain-lain

a. Penyusutan Alat 49.219.903,17 49.219.903,17 98.439.806,34 b. sewa lahan 3.507.187,5 3.507.187,5 7.014.375 c. lahan milik sendiri 390.625 390.625 781.250 d. Bunga modal sendiri 27.899.538,63 22.352.723,32 50.252.261,95 Total eksplisit 199.282.418,8 159.662.309,4 358.944.728,2 Total implisit 28.291.057,38 22.743.508,82 51.034.566,2 Total (eksp + implisit) 227.573.476,2 182405818.2 409.979.294,4

Dari tabel 21 dapat diketahui bahwa dalam melaksanakan kegiatan usaha udang vannamei diperlukan biaya untuk keperluan faktor produksi penyusutan alat, dan sewa lahan. Dalam satu tahun petambak setidaknya melakukan 3 kali musim tebar udang dengan biaya sewa Rp 5.000,- /m² dalam jangka waktu 1 tahun. Biaya sewa lahan per musim dengan luasan lahan 3.118,3 m² sebesar Rp 3.897.812,5-. Sedangkan biaya yang dikeluarkan untuk benur pada musim kemarau lebih banyak, karena pada musim kemarau jumlah benur yang ditebar lebih banyak yaitu rata-rata benur yang digunakan adalah 341.683 ekor dengan harga rata-rata per ekor Rp 46,- dibanding musim hujan.

Peralatan yang digunakan pada usaha udang vannamei di Desa Karangsewu antara lain: Kincir air, mesin diesel, genset, ember, ancho, pH meter, reflakto meter,


(4)

dan timbangan. Biaya penyusutan peralatan sangat tinggi karena umur pemakaian belum lama dan harga sisa masih lumayan mahal. Untuk biaya pembelian pakan pada musim kemarau yaitu Rp 112.162.500,- lebih banyak dibanding musim hujan. hal ini dikarenakan pada musim hujan terjadi perubahan salinitas atau kadar garam air sehingga nafsu makan udang menjadi menurun dan pakan yang yang diberikan juga menjadi sedikit. Pada obat-obatan yang lebih banyak digunakan adalah jenis biclin. Biclin berfungsi sebagai pembersihkan air. Pada Tenaga kerja dalam keluarga lebih sedikit dibanding tenaga kerja luar keluarga. Pada tenaga kerja dalam keluarga jumlah jam kerjanya sedikit, yaitu hanya melakukan penebaran dan pemberian obat-obatan.

Keuntungan usaha udang vannamei diperoleh dari penerimaan dikurangi total biaya yang dikeluarkan. Rata-rata besarnya keuntungan yang diperoleh pemilik usaha udang vannamei dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 11. Keuntungan Rata-rata Usaha Udang Vannamei Di Desa Karangsewu Macam Biaya Musim Kemarau Musim Hujan Agregat Produksi (kg) 4.487,8 3.084,8 7.572,6 Penerimaan (Rp) 346.701.993,8 221.825.372,5 568.527.366,3 Biaya Produksi (Rp) 227.573.476,2 182.405.818,2 409.979.294,4 Keuntungan (Rp) 119.128.517,6 39.419.554,26 158.548.071,8

Berdasarkan tabel 22 dapat diketahui bahwa produksi yang dihasilkan pada musim kemarau dengan luas 3.118,3 m² memiliki produksi lebih tinggi dibanding musim hujan. Hal ini dikarenakan pada musim kemarau harga jual udang juga tinggi yaitu Rp 74.067,60,- per kg dan harga jual hasil panen di musim hujan yaitu Rp 65.043,43,-. Pada musim hujan harga cenderung rendah karena udang yang dipanen memiliki kualitas yang kurang bagus, ukuran udang kecil, walaupun tidak semuanya udang seperti itu.


(5)

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

1. Berdasarkan analisis varian bahwa faktor produksi lahan, benur, pakan, obat padat, obat cair, tenaga kerja dan musim secara bersama-sama berpengaruh secara nyata terhadap produksi udang vannamei. Sedangkan secara parsial hanya terdapat empat faktor yang berpengaruh secara nyata, yaitu lahan, biosolution, vitaral, dan musim. Namun biosolution, vitaral, dan musim bernilai negatif.

2. Penggunaan faktor produksi pada usaha udang vannamei luas lahan pada musim hujan dan agregat belum efisien. Sehinggga penggunaan perlu ditambah.

3. Keuntungan usaha tambak udang vannamei pada musim kemarau lebih tinggi dibanding musim hujan.

B. Saran

Adanya kerjasama BMKG dengan petani tambak udang guna penyebaran informasi cuaca dan peran pemerintah dalam peningkatan benur dan budidaya agar hasil usahatani meningkat dan resiko hasil produksi menurun akibat perubahan cuaca.

DAFTAR PUSTAKA

Andriyanto. F, Efani. A, & Riniwati. H. 2013. Analisis faktor-faktor produksi usaha pembesaran udang vaname (Litopenaeus vanamei) di Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan Jawa Timur; pendekatan fungsi cobb-douglass. Jurnal

ECSOFiM Vol. 1, No. 1.http://ecsofim.ub.ac.id/index.php/ecsofim/article/view/15/13 (online: 29 Jan

2016)

Asri. R.A., & Arianti.N.N. 2013. Analisis Produksi dan Efisiensi Alokatif Usaha Budidaya Ikan Nila Merah (Oroechromis Sp) di Desa D Tegalrejo Kecamatan Tugumulyo Kabupaten Musi Rawas Provinsi Sumatera Selatan.Jurnal AGRISEP Vol. 12, No.1, Hal 101-108

Az-zarnuji, A.T. 2011. Analisis Efisiensi Budidaya Ikan Lele di Kabupaten Boyolali. Skripsi Universitas Ponorogo. Semarang


(6)

Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan Kabupaten Kulonprogo. 2015. Data Produksi Udang Vaname dan Luas Lahan tambak. Kulonprogo

Kordi, M. Gufran H. Budidaya Udang Laut. Andi, Yogyakarta

Lawaputri, T. A. 2011. Analisis Kelayakan Finansial Usaha Budidaya Tambak Udang (Litopaneus vanamei) pada Tambak Intensif di Kabupaten Takalar. Skripsi. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Hasanudin. Makassar.

Mustika. R. 2009. Analisis Usaha Tani Budidaya Ikan Nila Dalam Kolam di Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan. Skripsi Universitas Mangkurat. Banjarmasin.

Online. http://www.fao.org/fishery/information/en#container. Data produksi udang dunia. Diakses pada tanggal 20 januari 2016

Soekartawi. 1990. Teori Ekonomi Produksi Dengan Pokok Bahasan Analisis Fungsi Cobb-Douglas. Rajawali. Jakarta

Soekartawi. 2002. Ilmu Usaha Tani. Rajawali. Jakarta.

. 2010. Agribisnis Teori dan Aplikasinya. PT Grafindo Persada. Jakarta Suhendro. 2009. Efisiensi Bawang Merah di Lahan Pantai di Kecamatan Sanden

Kabupaten Bantul. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah. Yogyakarta

Tim Perikanan WWF - Indonesia. 2014 versi 1. Budidaya Udang Vanamei Tambak Semi Intensif dengan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Jakarta.

Widyarto, Teguh. 2013. Analisis Efisiensi Produksi Komoditas Udang Windu di Kabupaten Pati Dengan Pendekatan Fungsi Frontier Stochastic.Economic

Delopment Analysis Journal (EDAJ). 2 (3). UNNES. Semarang.

http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/edaj (online: 20 januari 2016)

Zepriana, D. 2010. Analisis faktor-faktor produksi dan pendapatan budidaya udang galah di Kabupaten Ciamis.Skripsi. Departemen Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor, Bogor. http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/27175(online: 22 jan 2016)