KAJIAN TEORI
B. Objek Filologi
Objek filologi menurut Edwar Djamaris (2002:3) adalah “naskah dan teks”. Naskah adalah tempat untuk menulis teks. Naskah berwujud konkret. Adapun pengertian teks itu sendiri adalah kandungan/muatan naskah yang bersifat abstrak.
Hal senada dikemukakan pula oleh Siti Baroroh Baried dkk (1983:3) bahwa filologi mempunyai objek naskah dan teks. Dijelaskan juga oleh Siti Baroroh Baried dkk (1983:54) bahwa objek penelitian filologi adalah naskah tulisan tangan yang menyimpan berbagai ungkapan pikiran dan perasaan sebagai hasil budaya masa lampau. Semua bahan tulisan tangan itu disebut handschrift dan manuscript (handschrift dengan singkatan hs untuk tunggal, hss untuk jamak, manuscripts dengan singkatan ms untuk tunggal, mss untuk jamak). Adapun yang dimaksud dengan teks adalah kandungan atau muatan naskah, sesuatu yang abstrak yang hanya dapat dibayangkan saja (Siti Baroroh Baried dkk., 1983:57). Dengan kata lain, teks terdiri dari isi, yaitu ide-ide atau amanat yang hendak disampaikan pengarang kepada pembacanya.
Berdasarkan kedua pendapat pakar filologi itu dapat disimpulkan tentang pengertian naskah dan teks. Naskah adalah semua peninggalan nenek moyang yang berupa benda konkret dengan menggunakan daun lontar, kulit kayu, bambu, rotan, atau dluwang yang menyimpan berbagai ungkapan pikiran, perasaan sebagai hasil budaya masa lampau. Adapun teks adalah rangkaian kata-kata berupa kalimat yang merupakan ide-ide yang ingin disampaikan kepada pembaca dan berupa benda abstrak. Dalam kaitannya dengan penelitian ini, yang menjadi objek penelitian filologi adalah naskah tulisan Jawa carik dengan judul SBJJJ yang berisi tentang berbagai resep jamu.
commit to user
C. Langkah Kerja Penelitian Filologi
Langkah kerja penelitian filologi, menurut Masyarakat Pernaskahan Nusantara (MANASSA), terdiri atas: penentuan sasaran penelitian, inventariasi versi naskah, observasi pendahuluan, penentuan naskah dasar, transliterasi naskah, dan penerjemahan teks (dalam Tantra Alimi, 2009:16). Sedangkan menurut Edwar Djamaris (2002:9) langkah kerja penelitian filologi adalah sebagai berikut: inventarisasi naskah, deskripsi naskah, perbandingan naskah, dasar-dasar penentuan naskah yang akan ditransliterasi, singkatan naskah, dan transliterasi/transkripsi naskah.
Dalam penelitian secara filologis naskah SBJJJ ini digunakan tahapan atau langkah kerja penelitian filologi menurut MANASSA yang dikombinasikan dengan langkah kerja yang dikemukakan oleh Edwar Djamaris. Adapun tahap- tahap penelitian filologi secara khusus adalah sebagai berikut:
1. Penentuan Sasaran Penelitian Langkah pertama adalah menentukan sasaran karena banyak ragam yang perlu dipilih, baik tulisan, bahan, bentuk, maupun isinya. Ada naskah yang bertuliskan huruf Arab, Jawa, Bali, dan Batak. Ada pula naskah yang ditulis pada kertas, daun lontar, kulit kayu, atau rotan. Ada naskah yang berbentuk puisi dan ada pula yang berbentuk prosa. Ada naskah yang berisi cerita nabi, bertema adat istiadat, arsitektur, sejarah, atau agama.
Berdasarkan hal tersebut, ditentukan sasaran yang ingin diteliti adalah sebagai berikut: naskah yang bertuliskan huruf Jawa carik, ditulis pada kertas dan dluwang, berbentuk prosa Jawa/ gancaran, dan berisi tentang obat-obatan
commit to user
tradisional Jawa. Keseluruhan rangkaian bentuk di atas terangkum di dalam SBJJJ .
2. Inventarisasi Naskah Jika kita telah menjatuhkan kepada suatu naskah yang menjadi sasaran penelitian, maka langkah selanjutnya adalah inventarisasi naskah. Menurut Achdiyati Ikram, inventarisasi naskah adalah mengumpulkan semua naskah sejenis dan mendatanya berdasarkan katalog dari tempat penyimpanan naskah (1997:2).
3. Observasi Pendahuluan dan Deskripsi Naskah Observasi pendahuluan ini dilakukan dengan mengecek data secara langsung ke tempat koleksi naskah sesuai dengan informasi yang diungkapkan oleh katalog. Setelah mendapat data yang dimaksud yakni SBJJJ, dilakukanlah deskripsi naskah dan ringkasan isi naskah.
Deskripsi naskah adalah uraian singkat naskah secara terperinci. Deskripsi naskah penting sekali untuk mengetahui keadaan naskah dan sejauh mana isi naskah itu, serta sangat membantu kita di dalam memilih naskah yang paling baik untuk ditransliterasikan dan digunakan untuk perbandingan. Emuch Hermansoemantri (1986:2), menguraikan bahwa deskripsi naskah merupakan sarana untuk memberikan informasi mengenai: judul naskah, nomor naskah, tempat penyimpanan naskah, asal naskah, ukuran naskah dan teks, keadaan naskah, jumlah baris tiap halaman, huruf, aksara, tulisan cara penulisan, bahan naskah, bahasa naskah, bentuk teks, umur naskah, ikhtisar teks/ cerita, dan catatan lain. Adapun ringkasan isi naskah digunakan untuk mengetahui garis besar kandungan naskah sesuai dengan urutan cerita dan halaman naskah.
commit to user
4. Trasliterasi Naskah Transliterasi merupakan salah satu tahap dalam penyuntingan teks. Menurut Edwar Djamaris, transliterasi adalah penggantian atau pengalihan huruf demi huruf dari abjad yang satu ke abjad yang lain, seorang filolog hendaklah sedapat-dapatnya menyajikan bahan transliterasi selengkap- lengkapnya dan sebaik-baiknya agar naskah itu mudah dibaca dan dipahami (2002:19).
Upaya transliterasi tidak bisa lepas dari penggunaan kamus. Bausastra Jawa-Indonesia Jilid I dan II karangan S. Prawiroatmodjo dan Kamus Basa Jawa (Bausastra Jawa) karangan Tim Penyusun Balai Bahasa Yogyakarta menjadi acuan pembetulan ejaan dalam transliterasi SBJJJ.
5. Kritik Teks Kritik teks adalah pengkajian, pertimbangan, perbandingan, dan penentuan teks yang asli atau teks yang autoritatif / teks yang paling unggul kualitasnya, serta pembersihan teks dari segala macam kesalahan. Kesemua pertanggungjawaban dan kesalahan atau kelainan (varian) dicatat pada aparat kritik (Edwar Djamaris, 2002:37). S. O. Robson juga menambahkan bahwa tujuan dari kritik teks adalah merekonstruksi keaslian sebuah teks agar bentuk itu sedekat mungkin dengan bentuk yang pertama kali diciptakan oleh penulisnya (1994:16).
6. Suntingan Teks dan Aparat Kritik. Suntingan teks adalah menyajikan dalam bentuk aslinya atau mendekati aslinya, yang bersih dari kesalahan berdasarkan bukti-bukti yang terdapat dalam naskah yang dikritisi. Suntingan teks bertujuan agar teks dapat dibaca
commit to user
dengan mudah oleh kalangan luas (Edwar Djamaris, 2002:30). Sedangkan aparat kritik adalah perabot pembanding yang menyertai penyajian suatu naskah (Siti Baroroh Baried, 1977:5). Bacaan yang diganti dengan menambah atau mengurangi dicatat dalam aparat kritik. Dalam suntingan ini, aparat kritik langsung diletakkan di bagian bawah bacaan yaitu berupa catatan kaki.
Metode penyuntingan SBJJJ adalah metode edisi standar, yaitu menerbitkan naskah dengan membetulkan kesalahan-kesalahan dan pembetulan dicatat di tempat yang khusus (aparat kritik) agar selalu dapat diperiksa dan dibandingkan dengan bacaan naskah sehingga masih memungkinkan penafsiran lain oleh pembaca (Siti Baroroh Baried, 1983:109).
7. Terjemahan Terjemahan adalah pemindahan makna dari bahasa sumber ke bahasa sasaran. Pemindahan makna tersebut harus lengkap dan terperinci. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat luas dapat mudah dalam memahami kandungan isi yang terkandung dalam naskah. Dalam tingkat terjemahan, antara seorang peneliti yang satu dapat berbeda dengan peneliti yang lainnya dalam memberikan terjemahan. Ada kalanya seorang peneliti mampu menemukan arti yang lebih tepat dari sebuah kata yang belum diketahui artinya dengan pasti (Edi Sedyawati, 1998:3).
D. Pengertian Jamu, Jampi, dan Êmpon-Êmpon.
Jamu adalah obat yang dibuat dari akar-akaran, daun-daunan, dsb (KBBI,2005:46). Jampi adalah bahasa krama dari jamu. Istilah ini sering dipakai pada jaman dahulu. Menurut Ketua Kelompok Kerja Pelayanan Komplementer dan Alternatif Departemen Kesehatan Merdias Almatsier mengatakan, jamu
commit to user
dikategorikan dalam cara pengobatan herbal, yaitu pengobatan dengan menggunakan bagian tanaman atau ekstraknya yang mengandung bahan berkhasiat untuk tubuh, pencegahan, penyembuhan atau peningkatan kesehatan. Berbeda dengan herbal terstandar dan fitofarmaka yang juga tergolong pengobatan herbal, pada dasarnya jamu tidak melalui uji praklinik atau uji klinik dan bahan bakunya tidak terstandardisasi (http://kesehatan.kompas.com/read/2009/05/26/12190342/asal.muasal.istilah.jamu .dari.jampi-jampi).
Istilah êmpon-êmpon berasal dari bahasa Jawa, yaitu dari kata êmpu yang berarti umbi (Bausastra Jawa-Indonesia Jilid I:120) sedangkan êmpon-êmpon adalah bentuk jamak dari êmpu yang berarti umbi yang digunakan untuk obat- obatan (Bausastra Jawa-Indonesia Jilid I:119). Menurut istilah biologi, êmpon- êmpon termasuk dalam golongan rhizome (rimpang), yaitu batang yang terdapat di bawah tanah yang menjalar menghasilkan kuncup yang akan menjadi batang ke arah atas dan akar ke arah bawah (Kamus Istilah Biologi,1985:151). Menurut Didik Gunawan, dkk (1989:9-52), êmpon-êmpon terdiri dari:
1. Bêngle (Zingiber cassumunar)
2. Combrang (Nicolaia elatior)
3. Dringo (Acorus calamus)
4. Jahe/jae (Zingiber officinale)
5. Kapulaga lokal/kapulaga (Amomum cardamomum)
6. Kapulaga sabrang (Elettaria cardamomum)
7. Kencur (Kaemferia galanga)
8. Kunci pêpêt (Kaemferia rotunda)
commit to user
9. Kunyit/temu kuning/kunir (Curcuma domestica)
10. Lempuyang gajah (Zingiber zerumbet)
11. Lempuyang pahit/lêmpuyang êmprit/lêmpuyang prit (Zingiber americans)
12. Lempuyang wangi (Zingiber aromaticum)
13. Lengkuas/laos (Alpinia galangal)
14. Pacing (Costus speciosus)
15. Temu bayi/têmu blènyèh/glènyèh (Curcuma soloensis)
16. Temu giring (Curcuma heyneana val& v. zijp)
17. Temu hitam/têmu cêmêng (Curcuma Aeruginosa Roxb)
18. Temu kunci/kunci (Kaemferia pandurata)
19. Temu lawak (Curcuma xanthoriza)
20. Temu mangga (Curcuma mangga)
21. Temu putih/têmu pêthak (Curcuma zedoaria)
22. Temu putri (Curcuma petiolata)
23. Temu tis/pathi (Curcuma purpuracens)
commit to user