Sêrat Panithikan (Suatu Tinjauan Filologis)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Daerah

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Disusun Oleh : LAILI HAULA

C0108036

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

Disusun oleh : LAILI HAULA C0108036

Telah disetujui oleh pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Imam Sutarjo, M.Hum Drs. Supardjo, M.Hum NIP. 196001011987031004

NIP. 195609211986011001

Mengetahui Ketua Jurusan Sastra Daerah

Drs. Supardjo, M.Hum

Disusun oleh : LAILI HAULA C0108036

Telah disetujui oleh Tim Penguji Skripsi Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Pada tanggal .....................................

Jabatan

Nama

Tanda Tangan

Ketua

Dra. Dyah Padmaningsih, M.Hum.

Dra. Endang Tri Winarni, M.Hum.

NIP. 195811011986012001

Penguji I

Drs. Imam Sutarjo, M.Hum.

NIP. 196001011987031004

Penguji II

Drs. Supardjo, M.Hum

NIP. 195609211986011001

Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Nama : Laili Haula NIM : C0108036

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul “Sêrat

Panithikan (Suatu Tinjauan Filologis)” adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari pernyataan ini terbukti tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.

Surakarta, 25 Juli 2012 Yang Menyatakan

Laili Haula

“Niscaya Allah SWT meninggikan derajat orang-orang yang beriman di

antara kamu dan yang memil iki ilmu”. (QS.Al-Mujadalah : 11)

Sebuah pilihan harus diperjuangkan. (Penulis)

Skripsi ini saya persembahkan kepada: Ibu dan Bapakku yang senantiasa mencurahkan kasih sayangnya kepada penulis, Kakak-kakakku tersayang, Almamaterku tercinta.

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan ridho- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul Sêrat Panithikan (Suatu Tinjauan Filologis).

Skripsi ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dalam proses penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Drs. Riyadi Santosa, M. Ed., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyusun skripsi ini.

2. Drs. Supardjo, M. Hum., selaku Ketua Jurusan Sastra Daerah dan sebagai Pembimbing Kedua yang memberi masukan dan segala kemudahan pada penulisan skripsi ini.

3. Dra. Dyah Padmaningsih, M. Hum., selaku Sekretaris Jurusan Sastra Daerah.

4. Dra. Endang Tri Winarni, M. Hum., selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan nasihatnya selama menjalani studi.

5. Dra. Imam Sutarjo, M. Hum., selaku Pembimbing Pertama yang telah meluangkan waktu dan mencurahkan perhatiannya kepada penulis sejak

Daerah.

7. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Sastra Daerah yang telah memberikan ilmu yang berharga selama perkuliahan.

8. Seluruh staf Perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Perpustakaan Pusat Universitas Sebelas Maret yang telah menyediakan berbagai data dan referensi yang diperlukan.

9. Seluruh staf Perpustakaan Nasional Republik Indonesia yang telah menyediakan data yang diperlukan dalam penelitian ini.

10. Kedua orangtua yang senantiasa memberikan do’a, dan dukungan kepada penulis.

11. Feri Supriyanto yang senantiasa memberikan semangat dan harapan untuk berbagi suka dan duka selama ini.

12. Teman-teman Sastra Daerah ’08 terimakasih kebersamaannya.

13. Semua pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari bahwa di dalam penulisan ini masih banyak

kekurangan dan keterbatasan pengetahuan. Oleh karena itu, diharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun untuk skripsi ini.

Surakarta, 25 Juli 2012 Penulis,

ABSTRAK

2012. Skripsi : Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu (1) bagaimanakah suntingan teks Sêrat Panithikan yang bersih dari kesalahan dan mendekati asli ? (2) ajaran moral dalam berumah tangga dan keagamaan apa saja yang terkandung dalam teks Sêrat

Panithikan ?. Tujuan penelitian ini adalah (1) menyajikan suntingan teks Sêrat Panithikan yang bersih dari kesalahan dan mendekati asli. (2)

mengungkap ajaran moral yaitu ajaran moral dalam kerumahtanggaan dan keagamaan yang terkandung dalam teks Sêrat Panithikan. Bentuk penelitian ini adalah penelitian filologis yang bersifat deskriptif kualitatif. Jenis penelitiannya adalah penelitian pustaka (library research). Sumber data dalam penelitian ini adalah naskah Sêrat Panithikan. Sedangkan data dalam penelitian adalah teks Sêrat Panithikan. Sêrat Panithikan berbentuk tembang macapat dan berhuruf Jawa carik berjumlah 49 halaman. Teknik pengumpulan data melalui tahapan inventarisasi melalui katalog- katalog naskah yang tersimpan di perpustakaan atau instansi, judul didaftar, kemudian pengecekan kebenaran keberadaan naskah ke lokasi penyimpanan naskah dan diadakan pengamatan. Data diambil dari microfilm naskah Sêrat Panithikan yang tersimpan di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia melalui teknik scanning dari microreader kemudian di scanning dan ditransfer ke komputer

Mahasiswa Jurusan Sastra Daerah dengan NIM C 0108036 2 Dosen Pembimbing I

3 Dosen Pembimbing II

digunakan dalam metode penyuntingan Sêrat Panithikan. Dilanjutkan dengan analisis isi. Kajian isi untuk mengungkap ajaran moral yaitu ajaran moral dalam berumah tangga dan keagamaan yang terkandung dalam teks Sêrat Panithikan. Simpulan penelitian ini adalah (1) Sêrat Panithikan koleksi Perpustakaan Museum Negeri Sanabudaya Yogyakarta bernomor katalog MSB/L236 dan kode koleksi PB.A123 dan kode microfilm Rol. 91 No.3 merupakan naskah tunggal. Melalui cara kerja filologi mulai dari deskripsi naskah, kritik teks, aparat kritik, transliterasi, maka suntingan teks Sêrat Panithikan dalam penelitian ini merupakan teks yang bersih dari kesalahan dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. (2) Sêrat Panithikan adalah jenis Sêrat Sastra Dongeng. Ajaran-ajaran moral kerumahtanggaan dan keagamaan. Ajaran kerumahtanggaan adalah peran istri sebagai ibu rumah tangga, kewajiban suami sebagai kepala keluarga, anak berbakti kepada orangtua, keutamaan menikah dan ajaran untuk mencari pasangan atau jodoh. Sedangkan ajaran dalam keagamaan adalah ajaran untuk mempercayai kekuasaan Allah, bersedekah, mempercayai takdir, tidak sombong, dan ajaran untuk mengingat kematian.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang memiliki beragam kebudayaan.

Kebudayaan merupakan hasil sintesa dari pengalaman-pengalaman masa lalu. Kebudayaan masa lampau dari suatu bangsa, pada masa mendatang dapat dijadikan sebagai suatu sejarah yang sangat bermanfaat. Peninggalan kebudayaan masa lampau yang berupa fisik sangat banyak. Seperti candi, arca, prasasti, naskah dll. Di antara warisan budaya tersebut adalah karya tulis yang tersimpan pada bahan yang lama seperti batu, logam, kulit binatang, kulit kayu dan kertas (Siti Baroroh Baried, 1983:1).

Sebagai peninggalan tertulis naskah-naskah masa lampau yang paling banyak memberikan informasi di dalamnya kepada kita disegala aspek kehidupan seperti, social, ekonomi, keagamaan, filsafat dan budaya. Naskah-naskah lama tidak bisa terlepas dari kebudayaan bangsa yang melahirkannya. Haryati Soebadio (1975: 1) menyatakan bahwa naskah-naskah lama merupakan dokumen bangsa yang menarik bagi peneliti kebudayaan lama, karena memiliki kelebihan yaitu dapat memberikan informasi yang lebih luas dibanding puing bangunan megah seperti candi, istana raja dan pemandian suci yang tidak dapat berbicara dengan sendirinya tetapi harus ditafsirkan.

Seiring berjalannya waktu naskah-naskah lama yang biasanya dari bahan Seiring berjalannya waktu naskah-naskah lama yang biasanya dari bahan

Mengingat isi atau kandungan isi naskah lama yang begitu penting, bermanfaat dan bernilai juga bahan naskah yang digunakan maka hal tersebut yang mendorong kita melakukan berbagai penanganan yang berupa penyelamatan, pelestarian, penelitian, pendayagunaan dan penyebarluasan hasil penelitian (Darusuprapta, 1985: 143). Bidang ilmu yang erat kaitannya dengan penanganan naskah-naskah lama adalah filologi. Tugas filolog adalah adalah membuat teks terbaca dan dimengerti (Robson, 1994: 12). Senada dengan itu Haryati Soebadio menyatakan bahwa penelitian filologi untuk mendapatkan kembali naskah yang bersih dari kesalahan, memberikan pengertian yang sebaik-baiknya dan mendekati aslinya karena naskah itu sebelumnya mengalami penyalinan untuk kesekian kalinya (dalam Edwar Djamaris, 2002 : 7)

Dari banyaknya naskah-naskah lama di Nusantara yang tidak lepas dari adanya tradisi penyalinan. Penyalinan naskah terjadi karena orang yang menyalin naskah itu ingin memiliki cerita dalam naskah tersebut atau karena naskah asli dikhawatirkan rusak sehingga dibuat salinannya. Frekuensi tingginya penyalinan menunjukkan bahwa naskah itu sangat digemari, sedangkan sebaliknya menunjukkan kurang populernya suatu naskah (Siti Baroroh Barried, 1983:95). Dalam tradisi penyalinan naskah ini terjadi kesalahan dalam menuliskan huruf atau kata yang disengaja ataupun tidak disengaja yang dilakukan oleh penyalin Dari banyaknya naskah-naskah lama di Nusantara yang tidak lepas dari adanya tradisi penyalinan. Penyalinan naskah terjadi karena orang yang menyalin naskah itu ingin memiliki cerita dalam naskah tersebut atau karena naskah asli dikhawatirkan rusak sehingga dibuat salinannya. Frekuensi tingginya penyalinan menunjukkan bahwa naskah itu sangat digemari, sedangkan sebaliknya menunjukkan kurang populernya suatu naskah (Siti Baroroh Barried, 1983:95). Dalam tradisi penyalinan naskah ini terjadi kesalahan dalam menuliskan huruf atau kata yang disengaja ataupun tidak disengaja yang dilakukan oleh penyalin

1. Sejarah. Di dalamnya mencakup segala macam babad;

2. silsilah;

3. hukum. Di dalamnya termasuk hukum peraturan dan adat istiadat Keraton Jawa;

4. bab wayang. Di dalamnya termasuk pakem, ruwat, pedalangan, pembuatan wayang dan sebagainya;

5. sastra wayang;

6. sastra;

7. piwulang. Di dalamnya termasuk ajaran orang saleh, suci dan bijaksana, ajaran Islam, kejawen dan suluk;

8. islam. Di dalamnya termasuk fiqih, sarat dan hukum Islam, dan turunan teks kitab suci Al- Qur’an;

9. primbon. Di dalamnya termasuk buku petangan, pawukon, impen , dan sebagainya;

10. bahasa. Di dalamnya termasuk Bausastra atau Dasanama Kawi Jarwa, tembang, aksara Jawa, candrasengkala, daftar sinonim, wangsalan, dan sebagainya;

11. musik. Di dalamnya termasuk notasi gendhing dan gamelan;

12. tari-tarian;

13. adat-istiadat. Di dalamnya termasuk kerajinan, cara berpakaian,

Berdasarkan klasifikasi di atas peneliti memilih untuk meneliti naskah

jenis sastra yang berjudul Sêrat Panithikan (selanjutnya disingkat SP). Naskah ini telah mengalami penyalinan. Naskah jenis ini adalah naskah yang merupakan dongeng yang ditulis dalam bentuk puisi atau tembang. Dalam naskah ini masih banyak terdapat kesalahan penulisan sehingga menimbulkan perbedaan tafsir yang berpengaruh pada keseluruhan isi cerita serta di dalam ceritanya terdapat ajaran pendidikan moral yang dapat ditarik melalui ceritanya.

Langkah awal penelitian filologi yaitu dengan penulusuran melalui catalog naskah di antaranya :

1. Deskriptive Catalogus of the Javanese manuscripts and Printed Book in the Main Libraries of Surakarta and Yogyakarta ( Girardet – Sutanto, 1983 ).

2. Javanese Language Manuscrips of Surakarta Central Java A Pleriminary

Descriptive Catalogus Level I and II ( Nancy K. Florida, 1996 )

3. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid I Museum Sana

Budaya Yogyakarta (Behrend, 1990)

4. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 3-B (Fakultas Sastra Universitas Indonesia, 1998)

5. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 4 Perpustakaan

Yogyakarta (J.Lindsay, R.M Soetanto, Alan Feinstein, 1994)

7. Daftar Naskah Perpustakaan Museum Radya Pustaka Surakarta. Dari hasil inventarisasi yang dilakukan melalui berbagai katalog

ditemukan naskah berjudul Serat Panithikan, yaitu naskah carik berbentuk puisi atau tembang yang tersimpan di Perpustakaan Museum Sanabudaya Yogyakarta dengan nomor MSB/L236 (Katalog. Behrend,1990) kode koleksi perpustakaan PB.A 123 dan kode microfilm Rol 91 No.3. Dalam katalog diinformasikan bahwa teks ini sama dengan kisah yang dilaporkan Pigeaud (Lor.10.849) kecuali jumlah pupuhnya 19 yaitu, Asmaradana, Dhandhanggula, Pangkur, Sinom, Kinanthi, Pocung, Mijil, Megatruh, Gambuh, Sinom, Asmaradana, Mijil, Dhandhanggula, Pangkur, Kinanthi, Asmaradana, Durma, Pocung, Sinom. Dikarenakan jarak yang jauh, keterbatasan waktu, tenaga dan biaya oleh peneliti maka naskah (Lor.10.849) tidak diikutsertakan dalam objek kajian penelitian ini.

Naskah Sêrat Panithikan ini pernah dialihaksarakan oleh Yacobus Mulyadi, BA. pada tahun 1984 dalam rangka proyek Pengembangan Permuseuman Daerah Istimewa Yogyakarta.

Naskah ini disajikan dalam bentuk tembang macapat 21 pupuh, yaitu Asmaradana 25 bait, Dhandhanggula 21 bait, Pangkur 20 bait,

29 bait, Dhandhanggula 20 bait, Durma 26 bait, Megatruh 21 bait, Pocung 35 bait, Sinom 23 bait, yang terdiri dari 49 halaman.

Ukuran naskah 21,5 cm x 35 cm, sedangkan ukuran teks 15,9 cm x 32,9 cm. Naskah SP merupakan naskah tulisan tangan (manuscript) dengan huruf Jawa berbahasa Jawa Baru ragam krama dan ngoko. Dalam naskah SP ini terdapat purwapada pada awal teks sebagai tanda awal cerita dan pada setiap penanda bait dipisahkan oleh penanda bait kemudian pada setiap pergantian pupuh ditandai dengan mandrawapada sebagai penanda penggantinya. Terdapat wasanapada / iti sebagai penanda bahwa cerita dalam teks tersebut telah selesai.

Gb 1. Purwapada Gb 2. Penanda pergantian bait tembang

Gb.3 Mandrawapada Gb 4 Wasanapada / iti Pengarang naskah adalah Raden Pujaharja, ditulis di Surakarta Gb.3 Mandrawapada Gb 4 Wasanapada / iti Pengarang naskah adalah Raden Pujaharja, ditulis di Surakarta

Gb 5. Kolofon pada hal. 1

Sêrat Panithikan/ ikêtanipun/ Radèn Pujaharja/ Ing Surakarta/ Kala ing taun

Walandi/ 1911/ Kawêdalakên dening.....

Terjemahan : Sêrat Panithikan karangan Radèn Pujaharja di Surakarta pada

tahun 1911. Diterbitkan oleh......

Dalam cover dalam naskah SP tertulis naskah terbitkan atau cetakan, dimungkinkan naskah tersebut disalin dari naskah cetak. Setelah diadakan penelusuran tidak dapat diketahui darimana asal terbitan atau cetakan naskah SP. Sehingga dapat dimungkinkan pengarang menuliskan cerita yang sumbernya dari buku cetakan, kemudian pengarang menuliskan dalam bentuk puisi atau tembang macapat dengan aksara Jawa carik.

dalam teks pada Pupuh I Asmaradana bait 2 baris 2

Gb. 6 Hal 2 Pupuh II Asmaradana bait 2 baris 2

Carita ingkang ginurit/ sela aran panithikan/ kaluwih-luwih dayane/ bisa anêkakkên bêgja/ samana kang winarna/ wontên sujalma lumaku/ mung pribadi tanpa rowang//

Terjemahan : Cerita yang tertulis pada batu bernama panithikan, mempunyai kekuatan yang bisa mendatangkan keberuntungan. Begitu terkenalnya., ada seorang berjalan, hanya sendiri tanpa teman.

Panithikan dalam naskah ini adalah sebuah batu yang mempunyai kekuatan dan bisa mendatangkan keberuntungan bagi yang memiliknya. Dalam naskah ini diceritakan seorang prajurit yang memiliki batu itu karena berhasil merebutnya dari Nyai Wêrdha dan menyalahgunakan kekuatan batu itu. Dengan memukul batu itu maka akan keluar anjing yang mematuhi perintahnya.

Peneliti memilih Serat Panithikan sebagai objek kajian penelitian Peneliti memilih Serat Panithikan sebagai objek kajian penelitian

Di bawah ini contoh dari masing-masing wujud varian yang selanjutnya akan dipaparkan pada Bab IV.

1. Hipercorect: Perubahan ejaan karena pergeseran lafal

Gb.7 Hal 6 Pupuh II Dhandhanggula bait 18 baris 8

Mèpèd pinggiring seharusnya mèpèt pinggiring yang artinya menempel di tepi.

Gb.8 Hal 20 Pupuh IX Gambuh bait 8 baris 4 ping têtu seharusnya ping têlu yang artinya tiga.

2. Adisi adalah bagian yang kelebihan/penambahan baik suku kata, kata, kelompok kata maupun kalimat.

Adisi huruf

Tanpa sumênglang ing galih seharusnya tanpa sumêlang ing galih, ‘tidak khawatir dalam hatinya ’ dengan menyesuaikan aturan bahasa yang benar.

Gb.10 Hal 20 Pupuh IX Gambuh bait 13 baris 2

Wusnya mangkana laju/ nithik sela kaping kanglih tan dangu/ sona ingkang ping kalih …

Kata kanglih seharusnya kalih menjadi wusnya mangkana laju/ nithik sela kaping kalih tan dangu/…dengan menyesuaikan aturan bahasa yang benar.

Terjemahan : Sesudah demikian itu, memukul batu dua kali tidak lama, anjing yang kedua …

3. Lacuna adalah bagian yang terlampaui / kelewatan, baik suku kata, kata, kelompok kata ataupun kalimat.

Lacuna huruf

Gb. 11 Hal.5 tertulis salendha seharusnya salendhang (kurang tanda cecak) yang mempunyai arti salendang dengan menyesuaikan aturan bahasa yang

Gb.12 Hal 12 Pupuh IV Sinom bait 25 baris 2

Bojo mêsthi tan ngêrti 7 suku kata seharusnya 8 suku kata menjadi bojo mêsthi tan mangêrti yang artinya istri pasti tidak mengetahui dengan menyesuaikan konvensi tembang

4. Ketidakkonsistenan penulis / penyalin dalam menuliskan beberapa kata,

Ketidakkonsistenan penulisan Nyi Wêrda dengan Nyi Wêrdha

Gb. 13 Hal 2 Pupuh I Asmaradana bait 9 baris 2 tertulis Nyi wêrda

Gb.14 Hal 2 Pupuh I Asmaradana bait 10 baris 2 tertulis Nyi wêrdha Ketidakkonsistenan penulisan Ki Jagung Garing dengan aksara ga

kecil dan ga murda

Gb.15 Hal 38 Pupuh XVI Asmaradana bait 29 baris 1 tertulis Ki Jagung Garing dengan aksara ga kecil

5. Pembenaran kata yang salah oleh penyalin / penulis Pembenaran dengan cara menyisipkan suku kata yang kurang yang

diletakkan ditepi halaman sebagai pembetulan

Gb. 17 Hal 17 Pupuh XVIII Megatruh bait 2 baris 1 Datan kendhat nênuwun marang Hyang Agung/ mugi pinarêngan gampil/

dènya darbe sedya mêngku/ marang kusumaning puri/ kang dadya raosing batos/

Terjemahan : Tidak pernah berhenti memohon kepada Tuhan, semoga diberi kemudahan, agar dikabulkan untuk memiliki sang putri, yang menjadi kesinginan hatinya.

Gb.18 Hal 20 Pupuh IX Gambuh bait 9 baris1 Mugi sampun kalimput / lamun karsa nimbali pukulun/ dhatêng dasih sona

Pembenaran dengan dicoret pada huruf yang salah

Gb. 19 Hal 38 Pupuh XVII Dhandhanggula bait 3 baris 3 tertulis Ki Jagung Garing

6. Catatan orang ketiga menggunakan bolpoin menggunakan aksara latin (ne) bukan aksara Jawa

di karenakan lembaran kertas terkelupas pada bagian sisi.

Gb.20 Hal 14. Pupuh X Sinom bait 10 baris 2 Sakala asalin cipta / nêdya nyampurnaken kapti / samêngko sun kudu nekad/ Terjemahan : Seketika mendapat pikiran, untuk menyempurnakan keinginan, kemudian saya harus nekat,

2. Segi Isi

Sêrat Panithikan ini merupakan dongeng yang bercerita tentang seorang prajurit yang bernama Sura Tantaka yang berjalan di hutan kemudian bertemu seorang juru tenung yang bernama Nyai Wêrdha agar Sêrat Panithikan ini merupakan dongeng yang bercerita tentang seorang prajurit yang bernama Sura Tantaka yang berjalan di hutan kemudian bertemu seorang juru tenung yang bernama Nyai Wêrdha agar

Sang prajurit pergi ke sebuah Negara Garba Sonya. Di sana ia hanya bersenang-senang dan berfoya-foya agar memperoleh banyak teman. Hingga hartanya habis dan ia kemudian menjadi buruh. Tidak ada seorangpun teman yang menolongnya. Kemudian ia teringat akan batu yang ia miliki. Dengan menggunakan batu itu ia meminta tolong agar mengambilkan uang untuk kebutuhan hidupnya. Kemudian ia kembali menjadi orang kaya dan menyukai anak raja hingga ia berani menculik anak raja tersebut. Perbuatan itu terdengar oleh raja dan kemudian oleh raja prajurit tersebut dijatuhi hukuman mati, tetapi sang prajurit meminta bantuan pada batu itu dengan mengeluarkan ketiga anjing yang sangat besar hingga seluruh prajurit di negara itu berhasil dikalahkan dan sang raja meninggal dunia. Prajurit kemudian diangkat menjadi raja dan menikah dengan putri raja. Selama menjadi raja di negara tersebut prajurit itu berbuat angkara murka dengan kekuatan batu yang dimilikinya.

Sang prajurit ternyata meninggalkan seorang istri dan anaknya di Desa Suralaya anaknya bernama Suraya dan istrinya bernama Sari Murni. Beberapa tahun sang prajurit tidak pulang untuk menjenguk keluarganya hingga Suraya berumur 15 tahun dan Suraya berniat mencari ayahnya. Dalam perjalanan ia bertemu dengan Kyai Jagung Garing di Gunung Sang prajurit ternyata meninggalkan seorang istri dan anaknya di Desa Suralaya anaknya bernama Suraya dan istrinya bernama Sari Murni. Beberapa tahun sang prajurit tidak pulang untuk menjenguk keluarganya hingga Suraya berumur 15 tahun dan Suraya berniat mencari ayahnya. Dalam perjalanan ia bertemu dengan Kyai Jagung Garing di Gunung

Panithikan berasal dari kata titik kemudian menjadi nithik yang artinya nuthuk lirih, menjadi panithikan yang berubah menjadi kata benda (Poerwadarminta, 1939 : 608). Jadi, panithikan yang dimaksud dalam cerita ini adalah sebuah batu yang yang menjadi tanda suatu tempat yang mempunyai kekuatan (semacam jimat) dan akan mendatangkan keberuntungan bagi siapa saja yang membawanya.

Pengkajian isi dari naskah SP dilakukan untuk mengungkap ajaran moral yang terdapat di dalamnya agar dapat ditarik manfaatnya. Ajaran moral menurut Frans Magnis Suseno (1987:14) ajaran moral adalah ajaran-ajaran atau wejangan patokan tentang bagaimana harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang baik. Ajaran moral dijabarkan dalam kaidah, perintah, keharusan, larangan dan ajaran.

Ajaran moral tidak hanya didapatkan dari bacaan yang bersifat serius atau resmi tetapi juga didapatkan melalui bacaan atau cerita yang ringan sehingga lebih mudah diterima oleh pembacanya. Ajaran moral tidak hanya dijabarkan ajaran-ajaran agar menjadi manusia kearah yang lebih baik tetapi didalamnya juga dijabarkan dalam larangan-larangan Ajaran moral tidak hanya didapatkan dari bacaan yang bersifat serius atau resmi tetapi juga didapatkan melalui bacaan atau cerita yang ringan sehingga lebih mudah diterima oleh pembacanya. Ajaran moral tidak hanya dijabarkan ajaran-ajaran agar menjadi manusia kearah yang lebih baik tetapi didalamnya juga dijabarkan dalam larangan-larangan

9. Suta ginawa bêburuh/ tanggêntang anggendhong sênik/ mring mancapat manca lima/ mangkana kongsi sawarsi/ dènya nyaranti ing priya/ tita têtela tan mulih//

10. Dangu-dangu dènya buruh/ mênthêl bisa simpên picis/ saking wêkêle mring karya/ samubarang dènlakoni/ talaten kanthi narima/ winantu pangati-ati//

Terjemahan :

9. Anak dibawa buruh, panas-panas menggendong bakul mengelilingi desa, demikian sampai setahun. Dilakukannya menggantikan lelakinya sudah lama tidak pulang.

10. Lama-lama bekerja buruh bisa menyimpan uang dari giatnya bekerja. Apa saja dilakukannya dengan sabar dan menerima disertai dengan berhati-hati.

Dari kutipan di atas dapat dijelaskan bahwa istri sang prajurit bekerja keras untuk menghidupi anaknya karena suaminya yang lama tidak pulang. Menjadi seorang istri harus sabar, giat bekerja dan berhati- hati karena suatu saat akan memetik hasil jerih payahnya.

b) Kewajiban anak berbakti kepada kedua orangtua. Dalam naskah SP ini tersirat ajaran untuk seorang anak berbakti kepada b) Kewajiban anak berbakti kepada kedua orangtua. Dalam naskah SP ini tersirat ajaran untuk seorang anak berbakti kepada

Terjemahan :

9. Suraya berkata dengan menyembah. Patuh terhadap perintah semoga bisa menjalani apa yang menjadi perintah beliau, dijalani meskipun sakit sampai meninggal saya tidak akan pergi.

Dari bait di atas dapat diambil suatu ajaran bahwa begitu kuatnya keinginan Suraya umtuk mencari ayahnya walaupun telah menelantarkannya selama bertahun-tahun tidak membuat Suraya membenci ayahnya. Semakin besar keinginan untuk mencari ayahnya karena ia ingin menyadarkan ayahnya yang telah melupakan keluarganya.

c) Ajaran dalam keagamaan, yaitu manusia menyakini takdir Allah SWT sebelum manusia dilahirkan. Pupuh VIII Dhandhanggula bait 6

6. Dènya nandhang prihatin ing batin/ sru nalangsa munggèng jro kunjara/ èngêting guru wulange/ bêgja cilaka iku/ wus pinasthi dening Hyang Widi/ sakèhing makluking Hyang/ kang urip sadarum/ wus pinanci pancènira/ sadurunge manusa lair nèng bumi/ pêpêsthèn wus tumiba//

Terjemahan:

6. Merasa sengsara dihatinya, semakin sengsara ada di dalam penjara. Teringat ajaran gurunya, beruntung celaka itu sudah pasti atas kuasa Allah SWT atas semua makhluk-Nya. Semua makhlukNya yang hidup, 6. Merasa sengsara dihatinya, semakin sengsara ada di dalam penjara. Teringat ajaran gurunya, beruntung celaka itu sudah pasti atas kuasa Allah SWT atas semua makhluk-Nya. Semua makhlukNya yang hidup,

Berdasar uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada naskah SP baik secara filologis maupun isi. Kajian filologis digunakan untuk mendapatkan naskah yang mendekati aslinya sesuai dengan cara kerja filologi dan kajian isi digunakan untuk mengetahui ajaran moral pada teks SP.

B. Batasan Masalah

Batasan masalah dalam naskah SP ini lebih ditekankan pada dua kajian utama, yakni kajian filologis dan kajian isi. Kajian filologis digunakan untuk mengupas permasalahan filologis berdasarkan cara kerja filologis sehingga diperoleh suntingan teks yang bersih dari kesalahan. Kajian isi berfungsi untuk mengungkap ajaran moral yang terkandung dalam SP.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian teks SP adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana suntingan teks dari SP yang bersih dari kesalahan atau yang mendekati asli sesuai dengan cara kerja filologi?

Tujuan yang dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Menyajikan suntingan teks SP yang bersih dari kesalahan atau mendekati asli sesuai dengan cara kerja filologi.

2. Mengungkapkan ajaran moral yang terkandung di dalam SP.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua, yakni manfaat teoretis dan praktis, sebagai berikut :

1. Manfaat Teoretis

b. Memperkaya teori filologi.

c. Memberikan kontribusi dan membantu peneliti lain dalam penelitian naskah Jawa.

2 Manfaat Praktis

a. Menyelamatkan data naskah SP dari kerusakan dan hilangnya data dalam naskah tersebut.

b. Mempermudah pemahaman isi teks SP sekaligus memberikan informasi kepada masyarakat tentang ajaran moral yang terkandung didalamnya.

F. Sistematika Penulisan F. Sistematika Penulisan

BAB II

Kajian Teoretis. Bab ini menguraikan pengertian filologis, objek penelitian filologis, cara kerja filologis, dan teori-teori yang berhubungan dengan isi teks,yaitu teori tentang dongeng dan ajaran moral. BAB III Metodologi Penelitian. Bab ini menguraikan bentuk dan jenis penelitian, sumber data dan data, teknik pengumpulan data serta teknik analisis data.

BAB IV Pembahasan. Pembahasan diawali dengan pembahasan kajian filologi yang meliputi deskripsi naskah, transliterasi naskah, kritik teks, suntingan teks, aparat kritik dan sinopsis. Kemudian dilanjutkan kajian isi untuk mengungkapkan isi yang terkandung dalam naskah.

BAB V

Penutup. Berisi simpulan dan saran.

Daftar Pustaka Lampiran

KAJIAN TEORETIK

A. Pengertian Filologi

Filologi secara etimologis, berasal dari bahasa Yunani philologia yang berasal dari dua kata yaitu philos yang berarti cinta dan logos yang berarti kata. Sehingga filologi dapat diartikan sebagai cinta kata atau senang bertutur. yang kemudian berkembang menjadi senang belajar, senang ilmu, dan senang kesastraan atau senang kebudayaan (Siti Baroroh Baried, 1983 :1).

Dalam sejarah perkembangannya, istilah filologi mengalami perubahan dan perkembangan. Menurut Edwar Djamaris filologi adalah suatu ilmu yang objek penelitiannya naskah-naskah lama (2002:3). Sedangkan menurut Achadiati Ikram, filologi dalam arti luas adalah ilmu yang mempelajari segala segi kehidupan di masa lalu seperti yang ditemukan dalam tulisan. Di dalamnya tercakup bahasa, sastra, adat istiadat, hukum, dan lain sebagainya (1980:1).

Filologi adalah ilmu yang mempelajari dan mengungkap peninggalan kebudayaan masa lampau khususnya naskah-naskah lama yang didalamnya mengandung berbagai aspek kehidupan seperti sosial, ekonomi, hukum, agama dan kemasyarakatan. Untuk mengungkap isi atau kandungan dari naskah-naskah masa lampau seorang peneliti harus

B. Objek Kajian Filologi

Siti Baroroh Baried, dkk (1983) mengemukakan bahwa filologi mempunyai objek penelitian yaitu naskah dan teks. Naskah merupakan teks tulisan yang berupa tulisan tangan (handschrift atau manuschrift), sedangkan teks adalah kandungan atau muatan naskah berupa abstrak yang hanya dapat dibayangkan saja dan memuat berbagai ungkapan pikiran serta perasaan penulis yang disampaikan kepada pembacanya. Dalam filologi istilah teks menunjukkan sesuatu yang abstrak, sedangkan naskah merupakan sesuatu yang konkret.

C. Langkah Kerja Penelitian Filologi

Langkah kerja penelitian filologi menurut Edwar Djamaris, meliputi inventarisasi naskah, deskripsi naskah, pertimbangan dan pengguguran naskah, dasar-dasar penentuan naskah yang asli atau naskah yang berwibawa, transliterasi naskah, dan suntingan teks (2002:10). Adapun menurut Edi S Ekadjati dalam kumpulan makalah filologi, langkah kerja dalam penelitian filologi terdiri dari inventarisasi naskah, deskripsi naskah, perbandingan naskah, pemilihan teks yang akan diterbitkan, ringkasan isi naskah, alih aksara dan penyajian teks (1992:1- 8). Sedangkan langkah kerja menurut Masyarakat Pernaskahan Nusantara Langkah kerja penelitian filologi menurut Edwar Djamaris, meliputi inventarisasi naskah, deskripsi naskah, pertimbangan dan pengguguran naskah, dasar-dasar penentuan naskah yang asli atau naskah yang berwibawa, transliterasi naskah, dan suntingan teks (2002:10). Adapun menurut Edi S Ekadjati dalam kumpulan makalah filologi, langkah kerja dalam penelitian filologi terdiri dari inventarisasi naskah, deskripsi naskah, perbandingan naskah, pemilihan teks yang akan diterbitkan, ringkasan isi naskah, alih aksara dan penyajian teks (1992:1- 8). Sedangkan langkah kerja menurut Masyarakat Pernaskahan Nusantara

Penanganan Sêrat Panithikan ini menggunakan tahapan atau langkah kerja penelitian filologi menurut Edwar Djamaris yang dimodifikasi dengan langkah kerja Manassa. Mengingat bahwa naskah ini merupakan naskah tunggal, sehingga tidak menggunakan perbandingan naskah di dalam penggarapannya.

Secara terperinci, langkah kerja penelitian filologi Sêrat Panithikan adalah sebagai berikut :

a. Penentuan Sasaran Penelitian

Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah menentukan sasaran penelitian, mengingat banyaknyaak ragam yang perlu dipilih, baik dari segi tulisan, bahan, bentuk, maupun isinya. Ada naskah yang bertuliskan huruf Arab, Jawa, Bali, Sasak dan Batak. Adapula naskah yang ditulis pada kertas, daun lontar, kulit kayu, atau rotan. Dari segi bentuk terdapat naskah yang berbentuk puisi dan ada pula yang berbentuk prosa. Naskah juga memiliki isi yang beragam, diantaranya sejarah atau babad, kesusastraan, cerita wayang, cerita dongeng, primbon, adat istiadat, ajaran atau piwulang, agama, dan sebagainya.

Berdasarkan hal tersebut, sasaran yang ingin diteliti telah Berdasarkan hal tersebut, sasaran yang ingin diteliti telah

b. Inventarisasi Naskah

Inventarisasi naskah dilakukan dengan cara mendata dan mengumpulkan naskah yang berjudul sama dan sejenis untuk kemudian dijadikan sebagai objek penelitan. Menurut Edwar Djamaris (2002:10), apabila kita ingin meneliti suatu cerita berdasarkan nasakah menurut cara kerja filologi, pertama-tama hendaklah didaftarkan semua naskah yang terdapat di berbagai perpustakaan universitas atau museum yang biasa menyimpan naskah melalui katalogus naskah yang tersedia. Langkah tersebut dilakukan untuk mengetahui jumlah naskah, tempat penyimpanan, maupun penjelasan lain mengenai keadaan naskah yang akan dijadikan objek penelitian.

c. Observasi Pendahuluan dan Deskripsi Naskah

Observasi pendahuluan dilakukan dengan cara mengecek data secara langsung ke tempat koleksi naskah sesuai dengan informasi yang diungkapkan oleh katalog. Setelah mendapatkan data yang dimaksud yakni SP maka kemudian dilanjutkan dengan deskripsi atau identifikasi naskah.

Deskripsi naskah ialah uraian ringkasan naskah secara terperinci. Deskripsi naskah penting untuk mengetahui kondisi naskah dan sejauh mana isi mengenai naskah yang diteliti. Emuch Herman Deskripsi naskah ialah uraian ringkasan naskah secara terperinci. Deskripsi naskah penting untuk mengetahui kondisi naskah dan sejauh mana isi mengenai naskah yang diteliti. Emuch Herman

d. Transliterasi

Translitersi adalah penggantian atau pengalihan huruf demi huruf dari abjad yang satu ke abjad yang lain. Dalam proses transliterasi ini sebaiknya peneliti tetap menjaga kemurnian bahasa dalam naskah, khususnya penulisan kata (Edwar Djamaris, 2002:19).

Penyajian bahan transliterasi harus selengkap-lengkapnya dan sebaik-baiknya, agar mudah dibaca dan dipahami. Transliterasi dilakukan dengan menyusun kalimat yang jelas disertai tanda-tanda baca yang teliti, pembagian alinea dan bab untuk memudahkan konsentrasi pikiran, serta disesuaikan dengan ejaan bahasa yang bersangkutan.

e. Kritik Teks

Kritik teks menurut Siti Baroroh Baried adalah memberikan evaluasi terhadap teks, meneliti dan menempatkan teks pada tempatnya yang tepat. Kegiatan kritik teks bertujuan untuk mengembalikan teks ke bentuk aslinya sebagaimana diciptakan oleh penciptanya (1983:97).

seperti semula, dan menjelaskan bagian-bagian cerita yang kurang jelas sehingga seluruh teks dapat dipahami sebaik-baiknya (dalam Edwar Djamaris, 2002:9).

f. Suntingan Teks dan Aparat Kritik

Suntingan teks adalah menyajikan teks dalam bentuk aslinya, yang bersih dari kesalahan berdasarkan bukti-bukti yang terdapat dalam naskah yang dikritisi.

Aparat kritik merupakan suatu pertanggungjawaban dalam penelitian naskah yang menyertai suntingan teks dan merupakan kelengkapan kritik teks. Dalam aparat kritik juga ditampilkan kelainan bacaan yang merupakan kata-kata atau bacaan salah di dalam naskah.

g. Sinopsis

Dalam penelitian filologi jika tanpa menyajikan terjemahan setidak-tidaknya ada sinopsis atau ikhtisar yaitu penuturan yang ringkas tapi merangkum keseluruhan isi (Darusuprapta, 1984: 91) Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa sinopsis adalah karangan ilmiah yang biasanya diterbitkan bersama-sama dengan karangan asli yang menjadi dasar, sinopsis itu ringkasan abstraksi (1994: 946). Sinopsis berguna untuk mengetahui isi naskah tanpa harus membaca semua isi naskah. Sinopsis disertakan juga

Dongeng adalah cerita prosa rakyat yang tidak dianggap benar- benar terjadi. Dongeng diceritakan terutama untuk hiburan walaupun banyak juga yang melukiskan kebenaran, berisikan pelajaran (moral) atau bahkan sindiran ( James Danandjaya, 1997: 83).

Di dalam buku The Types of the Folktale, Anti Aarne dan Stith Thompson (1964 : 19-20) telah membagi jenis-jenis dongeng ke dalam empat golongan besar, yaitu :

1) Dongeng binatang (animal tales) adalah dongeng yang ditokohi binatang peliharaan dan binatang liar. Binatang-binatang dalam dongeng ini dapat berbicara dan berakal budi seperti manusia.

2) Dongeng biasa (ordinary folktales) adalah jenis dongeng yang ditokohi manusia biasa dan biasanya adalah kisah suka duka seseorang.

3) Lelucon dan anekdot (jokes and anecdotes) adalah dongeng- dongeng yang dapat menimbulkan rasa menggelikan hati, sehingga menimbulkan ketawa bagi yang mendengarnya maupun yang menceritakannya.

4) Dongeng berumus (formula tales) yaitu dongeng berumus.

(dalam Danandjaya, 1986: 86) (dalam Danandjaya, 1986: 86)

E. Pengertian Etika, Moral dan Moralitas

Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Kata Yunani ethos dalam bentuk tunggal mempunyai banyak arti : tempat tinggal yang biasa; padang rumput, kandang; kebiasaan, adat; akhlak, watak; perasan, sikap, cara berfikir. Dalam bentuk jamak ta etha yang artinya adat kebiasaan. Arti terakhir inilah yang kemudian menjadi latar belakang terbentuknya istilah etika oleh filsuf Yunani Aristoletes (384-322 s.M) yang sudah dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Etika berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan (dalam Bertends 2007 : 4).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Departemen Pendidikan Kebudayaan, 1988 : 68 ), etika dibedakan menjadi 3 arti, yaitu: 1) ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak); 2) kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; 3) nilai mngenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau

Suseno (1984: 6) memaparkan bahwa kata etika dalam arti yang sebenarnya berarti filsafat mengenai bidang moral. Etika mempunyai arti nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjdai pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya (dalam Bertends 2007: 6)

Kata yang cukup dekat dengan etika adalah moral. Moral berasal dari bahasa Latin mos (jamak: mores), yang juga berarti kebiasaan, adat. Secara etimologi etika dan moral berasal dari kata yang berarti kebiasaan, adat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi lama (Poerwadarminta, 1953 : 47) etika dijelaskan sebagai: ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral).

Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk (Bertens, 2007: 7). Kata moralitas sendiri berasal dari kata sifat latin yaitu moralis yang pada dasarnya memiliki arti yang sama dengan moral. Moralitas adalah perbuatan manusia yang dengan itu kita berkata bahwa perbuatan itu benar atau salah, baik atau buruk (Poespoprodjo, 1988: 102).

Ajaran moral menurut Frans Magnis (1993:15) adalah ajaran- ajaran, wejangan / khotbah sebagai kumpulan ketetapan baik secara lisan maupun tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang lebih baik. Dalam pelaksanaan moral Ajaran moral menurut Frans Magnis (1993:15) adalah ajaran- ajaran, wejangan / khotbah sebagai kumpulan ketetapan baik secara lisan maupun tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang lebih baik. Dalam pelaksanaan moral

Moral mempunyai keterkaitan dengan agama dan hukum. Dalam perilaku moral motivasi terbesar berasal dari agama. Hal yang tidak boleh dilakukan dikarenakan agama melarang. Setiap agama mengandung suatu unsur ajaran moral yang menjadi pegangan bagi pemeluknya untuk hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Ajaran moral dalam suatu agama dianggap penting karena ajaran itu berasal dari Tuhan dan mengungkapkan kehendak Tuhan. Dalam agama kesalahan moral dianggap dosa karena merasa melanggar perintahNya.

Sebagaimana terdapat hubungan moral dengan agama, dari segi hukum memandang, hukum membutuhkan moral. Dalam kekaisaran Roma terdapat pepatah Quid leges sine moribus?. Yang artinya, apa artinya undang-undang kalau tidak disertai moralitas?. Hukum tidak berarti banyak kalau tidak dijiwai oleh moralitas (dalam Bertends 2007 : 41). Kualitas hukum sebagian besar ditentukan oleh mutu moralnya. Di sisi lain moral juga membutuhkan hukum. Moral akan mengambang kalau tidak dilembagakan dalam masyarakat atau tidak dibuat peraturan perundang-undangan. Hukum membatasi tingkah laku manusia lahiriah dan sanksinya berupa hukuman sedangkan moral menyangkut sikap batin seseorang yang sanksinya perasaan tidak tenang dalam diri pelakunya, celaan dan hinaan dari masyarakat.

ditarik dari suatu cerita. Ajaran moral tidak hanya di dapatkan dari buku- buku, kitab-kitab atau ketetapan-ketetapan lain yang bersifat serius atau resmi. Ajaran moral juga dapat diperoleh dari sesuatu yang penyampaiannya lebih bersifat santai dan ringan seperti dalam bentuk cerita dongeng yang lebih mudah diterima.

METODE PENELITIAN

A. Bentuk dan Jenis Penelitian

Bentuk penelitian SP adalah penelitian filologi. Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif, artinya data yang ditemukan, dikumpulkan, diteliti, digambarkan, ditulis, dilaporkan, dianalisis, ditelaah sesuai dengan apa yang telah diperoleh / sesuai dengan bentuk data asli ( Lexy J. Moleong, 2010:11 ). Penelitian kualitatif mempunyai karakter yaitu secara menyeluruh merupakan kesatuan yang utuh sehingga penelitian tidak dibenarkan untuk memisah-misahkan, misalnya hanya mengikuti sebagian dengan meninggalkan lainnya (Ulcoln & Guba dalam Heribertus Sutopo, 1998:12).

Pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif ini berpandangan bahwa semua hal yang berupa sistem tanda tidak ada yang patut diremehkan, semuanya penting dan semuanya mempunyai pengaruh dan berkaitan dengan yang lain. Dengan mendeskripsikan segala sistem tanda (semiotic) mungkin akan membentuk dan memberikan suatu pemahaman yang lebih komprehensif mengenai apa yang dikaji (Atar Semi, 1990: 25).

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian perpustakaan atau library research yaitu penelitian yang dilakukan di kamar kerja peneliti atau di ruang perpustakaan. Dimana peneliti memperoleh data dan

B. Sumber Data dan Data

Sumber data adalah segala sesuatu yang secara langsung mampu menghasilkan atau memberikan data. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah naskah berjudul Sêrat Panithikan yang tercantum dalam Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid I Museum Sana Budaya Yogyakarta (Behrend,1990) dengan nomor katalog MSB/L236 dengan kode koleksi PBA.123 dan kode microfilm Rol.91 no.3

Data adalah sesuatu yang dihasilkan dari sumber data. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah naskah dan teks Sêrat Panithikan pupuh I -XXI.

C. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dalam delapan tahap, yaitu :

a. Studi pustaka (library research) yaitu dengan membaca katalog naskah yang tersimpan diberbagai perpustakaan, museum atau instansi lain yang menaruh perhatian terhadap naskah dan buku-buku yang mendukung data penelitian,

b. Mendata judul naskah yang akan dijadikan sebagai objek penelitian,

c. Mengecek dan memastikan kebenaran naskah ketempat penyimpanan naskah yaitu Perpustakaan Museum Negeri Sanabudaya Yogyakarta, c. Mengecek dan memastikan kebenaran naskah ketempat penyimpanan naskah yaitu Perpustakaan Museum Negeri Sanabudaya Yogyakarta,

f. Mengubah program Adobe Photoshop ke format TIF,

g. Dari format TIF dilakukan program pengeditan dengan program Microsoft Office Picture Manager. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan grafikan wujud asli naskah dan untuk memudahkan proses analisis data,

h. Naskah dan teks SP sebagai data utama kemudian ditransliterasi dan dideskripsikan.

D. Teknik Analisis Data

Penelitian terhadap naskah SP ini merupakan penelitian naskah tunggal, maka metode yang digunakan adalah metode edisi naskah tunggal. Robson (1994 : 25) mengungkapkan bahwa yang dimaksud dengan metode edisi kritik atau metode standar adalah bahwa penyunting mengidentifikasikan sendiri bagian dalam teks yang mungkin terdapat masalah dan menawarkan jalan keluar. Jalan keluar tersebut adalah (1) apabila penyunting merasa bahwa ada kesalahan dalam teks, peneliti dapat memberikan tanda yang mengacu pada aparatus kritik dan menyarankan bacaan yang lebih baik, (2) jika terdapat teks yang salah, penyunting dapat memasukkan koreksi ke dalam teks tersebut dengan tanda yang jelas yang mengacu pada apparatus kritik dan bacaan asli akan didaftar dan ditandai sebagai naskah.

tunggal dengan menggunakan edisi standar ialah penyuntingan dengan disertai

dengan

pembetulan

kesalahan-kesalahan kecil dan ketidakkonsistenan serta ejaan yang digunakan ialah ejaan yang baku (standar). Kesalahan-kesalahan diberi komentar yang dicatat dalam aparat kritik. Aparat kritik langsung ditulis dibagian bawah halaman.

Metode standar digunakan apabila isi naskah dianggap cerita biasa, bukan cerita yang dianggap suci atau penting dari sudut agama atau bahasa, sehingga tidak perlu diperlakukan secara khusus atau istimewa (Edwar Djamaris,1991:15). Sajian data (suntingan teks) juga didasarkan pada metode edisi standar antara lain mentransliterasikan teks, membetulkan kesalahan teks, membuat catatan perbaikan / perubahan, memberi komentar, tafsiran, menyusun daftar kata sukar / glosari. Daftar kata sukar / glosari tidak disertai dalam penelitian ini karena bahasa dalam naskah ini termasuk dalam bahasa Jawa baru yang mudah dimengerti.

Suntingan naskah tersebut dijadikan dasar untuk mengungkap kandungan isi. Untuk mengungkap kandungan isi SP menggunakan metode deskriptif. Winarno Surachmad (1975 : 113) mengungkapkan bahwa penelitian deskriptif adalah menjabarkan apa yang menjadi masalah, menganalisis dan menafsirkan data yang ada dengan tidak mengabaikan data-data pembantu. Metode deskriptif diterapkan dalam Suntingan naskah tersebut dijadikan dasar untuk mengungkap kandungan isi. Untuk mengungkap kandungan isi SP menggunakan metode deskriptif. Winarno Surachmad (1975 : 113) mengungkapkan bahwa penelitian deskriptif adalah menjabarkan apa yang menjadi masalah, menganalisis dan menafsirkan data yang ada dengan tidak mengabaikan data-data pembantu. Metode deskriptif diterapkan dalam

Penarikan simpulan dalam penelitian ini didasarkan pada analisis data dengan menyajikan hasil suntingan teks yang bersih dari kesalahan dan kekeliruan yang ada pembetulan dan perubahan-perubahan dilakukan ditempatkan pada tempat khusus (catatan kaki) atau dicatat dalam aparat kritik.

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini diuraikan mengenai kajian filologi dan kajian isi terhadap SP. Kajian filologi digunakan untuk membahas permasalahan yang ada di dalam naskah, yaitu varian-varian yang ditemukan dalam SP sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Kajian ini berdasarkan cara kerja filologi sehingga diperoleh suntingan teks yang bersih dari kesalahan. Kajian isi digunakan untuk mengungkapkan ajaran moral yang terkandung dalam SP.

A. Kajian Filologis

1. Deskripsi Naskah

Deskripsi naskah ialah pendahuluan tentang naskah atau uraian ringkas tentang naskah. Deskripsi naskah merupakan cara untuk menggambarkan secara ringkas informasi mengenai naskah melalui uraian-uraian ringkas dengan apa adanya. Emuch Herman Soemantri (1986 : 2) mengungkapkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mendeskripsikan atau mengidentifikasi naskah antara lain menyangkut informasi atau data mengenai : judul naskah, nomor naskah, tempat penyimpanan naskah, asal naskah, keadaan naskah, ukuran naskah, tebal naskah, jumlah baris per halaman, huruf, aksara, tulisan, cara penulisan, bahan naskah, bahasa naskah, bentuk teks, umur naskah, pengarang atau penyalin, asal usul naskah, fungsi sosial naskah, ikhtisar teks atau cerita.

penelitian :