Implementasi Teoritis
A. Implementasi Teoritis
Berbagai ekspresi protes yang terjadi di sekitar kita khususnya di negeri Indonesia, muncul dari berbagai elemen masyarakat dan berbagai bidang. Akan tetapi yang nampak begitu jelas dan dapat diamati secara langsung oleh orang- orang yang berada di sekitarnya adalah berbagai aksi protes yang secara terang- terangan atau radikal, yang biasanya disebut demonstrasi. Seringkali aksi-aksi tersebut identik dengan kaum buruh atau kalangan menengah ke bawah. Tuntutan- tuntutan yang muncul acap kali tentang pasar bebas, perdagangan yang tidak adil, atau menuntut biaya kesehatan dan pendidikan murah. Hal itu dikarenakan mereka mensinyalir adanya ketidak adilan sosial, di mana pemerintah dianggap hanya memuluskan jalannya para pengusaha-pengusaha besar atau korporat. Pada akhirnya hal-hal tersebut melahirkan berbagai aksi dengan bentuk kekerasan. Peristiwa pada tahun 1998 bisa dilihat dengan pandangan yang sama. Pecahnya kekerasan di berbagai daerah di Indonesia jelas merupakan protes yang keras terhadap ketidak adilan sosial Orde Baru.
Memandang pada sisi lain yang juga nampak jelas dapat kita lihat muncul gerakan-pergerakan seperti punk misalnya, yang didominasi oleh kalangan remaja dan anak-anak. Pada akhirnya gerakan ini menjadi sebuah sub budaya baru di tengah-tengah budaya negara Indonesia yang sudah ada. Walaupun sebenarnya yang terjadi di Indonesia hanyalah pengadopsian dari negara asing, akan tetapi para pelakunya mampu menerimanya meskipun masih terjadi akulturasi dengan
commit to user
norma-norma dan adat yang berlaku di negeri ini, dan juga dengan keadaan ekonomi, sosial, dan budaya. Ini dikarenakan kualitas dari sumber daya manusia di negeri ini yang berada di bawah negara yang lebih besar, maka kecenderungannya adalah untuk meniru budaya dari negara luar yang masuk ke negara Indonesia ini. Gerakan seperti punk ini akhirnya menjadi komunitas, yang identik dengan dandanan yang juga diadopsi dari para pelaku di negara asalnya juga, dan melakukan tindakan-tindakan yang bersifat anarki yang membuat masyarakat memandangnya sebagai sebuah kriminalitas.
Tetapi apakah sepenuhnya komunitas punk ini hanya memiliki nilai negatif? Penulis mendapati hal di balik semua itu, bahwa komunitas ini memiliki estetika tersendiri dari pergerakannya. Walaupun tidak semua pengikut dari komunitas ini memiliki pemikiran atau ideologi yang sama karena sebenarnya ada yang hanya sekedar meniru untuk style dan fashion semata. Tapi gerakan ini adalah sebuah fenomena sosial yang awalnya muncul hanya sekedar musik dan fashion dari pandangan masyarakat sekitarnya, dan pada akhirnya menjadi sebuah ideologi bagi para pelakunya, yang merasa jenuh akan kemapanan, ataupun merasa dibatasi ruang geraknya oleh pemerintah. Sebenarnya inti dari ideologi gerakan ini juga sama dengan aksi demonstrasi yang berbentuk kekerasan. Bahkan komunitas ini melakukan protes secara radikal dan frontal, yang melawan sebuah sitem besar yaitu kapitalisme global. Para pengikut komunitas ini yang memiliki kecenderungan dalam satu bidang maka mereka akan melakukan aksi-aksi protesnya melalui bidangnya. Namun yang sangat menonjol adalah di bidang seni, baik seni musik, seni rupa, maupun prosa. Lirik lagunya yang berisikan tentang masalah politik, lingkungan hidup, ekonomi, ideologi, sosial dan bahkan masalah
commit to user
agama. Di bidang seni rupa salah satu kegiatan yang sering dilakukan punker
adalah membuat grafiti yang berisi slogan kesejahteraan sosial, lingkungan hidup, propaganda anarkis, atau tuntutan pada pemerintah. Seperti yang dilakukan oleh salah satu kelompok punk, AFRA, misalnya, di sepanjang tahun 2000-2003 mereka telah membuat banyak kegiatan aksi sebagai bentuk dukungan terhadap buruh dan mahasiswa.
Kelompok ini dikenal sebagai kelompok yang anti kompromi, dan dalam berkegiatan biasanya sering terlibat bentrok dengan pihak keamanan. Lewat grafiti, mereka mengungkapkan berbagai hal yang menyangkut ketidakadilan dengan lugas dan tegas.
Apabila dilihat dan dikaji lebih detail, aksi protes yang dilakukan oleh rakyat Indonesia adalah wujud dari cintanya kepada bangsa sendiri. Akan tetapi karena berbagai faktor seperti keadaan ekonomi dan pendidikan yang tidak memadai bagi kalangan menengah kebawah khususnya, maka bukan jalan negosiasi atau edukasi melainkan dengan demonstrasi yang syarat dengan unsur kekerasan. Apalagi untuk menghadapi aksi massa yang demikian pun dikerahkan kekuatan tentara untuk menakut-nakuti penduduk setempat. Penggunaan kekuatan bersenjata oleh pemerintah maupun kelompok-kelompok pemerintah mengalihkan berbagai sumber daya yang sesungguhnya lebih berguna dimanfaatkan untuk memecahkan berbagai masalah kemiskinan di Indonesia, seperti kekurangan pangan, papan, dan sarana hidup sehat lainnya Sebenarnya yang perlu diperhatikan lebih serius adalah masalah kemiskinan, seperti kata Mahatma Gandhi, “Poverty is the worst form of violence”, yang artinya kemiskinan adalah bentuk terburuk dari kekerasan. Hal ini menyentuh perasaan dan sisi batiniah
commit to user
penulis dan kemudian bermaksud untuk mengekspresikan protes terhadap ketidak adilan sosial berdasarkan kesadaran pribadi penulis.
Dari peristiwa-peristiwa yang sudah ada berdasarkan kajian melalui berbagai media terhadap kasus-kasus yang terjadi, difokuskan kepada berbagai penyimpangan atau ketidak adilan sosial sebagai manifesto atau nilai pesan penciptaan untuk dijadikan pesan sosial yang disampaikan kepada masyarakat. Tetapi manifesto ini akan difokuskan pada subject matter dalam karya seni lukis, yaitu visualisasi yang metaforik dengan muatan misi kemanusiaan sebagai bahasa estetik dan pertanggung jawaban sebagai seorang perupa.
Sesuai dengan bidang penulis yang menempuh studi pada jurusan seni rupa murni, Fakultas Sastra Seni Rupa UNS surakarta, maka penulis menuangkan ide gagasan untuk menciptakan sebuah karya seni lukis berdasarkan teknik yang diperoleh selama masa studi baik secara formal mulai dari studio lukis satu yang ditempuh pada semester lima sampai dengan studio lukis empat pada semester delapan, dan juga non formal selama penulis berkesenian khususnya seni rupa di luar wilayah akademis. Penulis berharap ekspresi protes terhadap ketidak-adilan sosial yang menjadi konsep penciptaan karya seni lukis di sini dapat memberikan gambaran tentang representasi realita kehidupan dan masalah-masalah sosial yang aktual sebagai masalah yang lebih penting untuk dikemukakan daripada sentimen- sentimen pribadi.
commit to user