HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Sejarah perusahaan
Perusahaan berdiri sejak tahun 1746 dan mengalami perkembangan dari tahun ketahun hingga sekarang. Adapun sejarah perusahaan sejak awal berdiri hingga sekarang dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Sejarah Perusahaan
Tahun
Uraian
26 - 8- 1746
Kantor pos pertama di Indonesia adalah di Batavia yang didirikan oleh Gubernur Jendral GW Baron van Imhof.
Dibentuk Posts Telegraafend Telefoon Diensts (Jawatan
PTT)
27-9 - 1945 Tonggak sejarah berdirinya Jawatan PTT Republik Indonesia yang ditandai Pengambilalihan Kantor Pusat PTT di
Bandung oleh Angkatan Muda PTT dari pemerintahan
Militer Jepang.
1961 Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.240 Tahun 1961 status Jawatan PTT berubah menjadi Perusahaan Negara (PN) Pos
dan Telekomunikasi
1965 PN Pos dan Telekomunikasi dibagi menjadi dua badan usaha yaitu : PN Pos dan Giro berdasarkan Peraturan Pemerintah
No 29 Tahun 1965 dan PN Telekomunikasi berdasarkan Peraturan Pemerintah No 30 Tahun 1965
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.9 Tahun 1978, status PN Pos dan Giro diubah menjadi Perusahaan Umum (Perum)
Pos dan Giro.
20 - 6-1995 Status PERUM Pos dan Giro diubah menjadi PT. Pos Indonesia (Persero) dengan Anggaran Dasar PT Pos
Indonesia (Persero) tercantum dalam akta Notaris Sutjipto,
SH Nomor 117 tanggal 20 Juni 1995.
4.2. Visi dan Misi Perusahaan
Dalam melaksanakan aktifitasnya, PT Pos Indonesia (Persero) mempunyai visi dan misi sebagai berikut : Visi perusahaan adalah : Menjadi perusahaan Pos yang berkemampuan memberikan solusi terbaik dan menjadi pilihan utama stakeholder domestik maupun global dalam mewujudkan pengembangan bisnis dengan pola kemitraan, yang didukung oleh sumber daya manusia yang unggul dan menjunjung tinggi nilai. Sedangkan misi perusahaan adalah : Memberikan solusi terbaik bagi bisnis, pemerintah dan individu melalui penyediaan sistem bisnis dan layanan komunikasi tulis, logistik, transaksi keuangan, dan filateli berbasis jejaring terintegrasi, terpercaya dan kompetitif di pasar domestik dan global.
4.3. Kedudukan, Tugas Pokok, Tujuan, dan Bidang Usaha PT. Pos Indonesia (Persero)
Berdasarkan SK Direksi PT Pos Indonesia (Persero) KD.70/DIRUT/1105, PT Pos Indonesia (Persero) adalah BUMN yang dipimpin oleh suatu Direksi yang bertanggung jawab kepada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). BUMN ini mempunyai tugas pokok melaksanakan dan menunjang kebijakan serta program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya, dan di bidang pelayanan jasa pos dan giro bagi masyarakat baik di dalam maupun di luar wilayah Indonesia dengan menerapkan prinsip-prinsip Perseroan Terbatas.
Untuk menyelenggarakan tugas pokok tersebut, perusahaan melaksanakan kegiatan usaha sebagai berikut :
1. Usaha jasa pos dan giro.
2. Usaha jasa komunikasi, jasa logistik, jasa keuangan, jasa ritel, jasa keagenan, filateli dan jasa-jasa lain yang menunjang penyelenggaraan usaha jasa pos dan giro sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Usaha pemanfaatan dan pengembangan sumber daya yang dimiliki untuk menunjang kegiatan usaha perusahaan.
4.4. Struktur Organisasi Perusahaan
Organisasi perusahaan disusun dalam 3 (tiga) tingkat, yaitu :
1. Tingkat Pusat
2. Tingkat Wilayah
3. Tingkat Unit Pelaksana Teknis PT Pos Indonesia (Persero) Jakarta Timur 13000 merupakan salah satu organisasi dalam tingkat Unit Pelaksana Teknis. Lingkup kegiatan usahanya terdiri dari dua bidang yaitu bidang pelayanan jasa antaran dan bidang usaha bisnis. Bidang pelayanan jasa antaran yang fokus pekerjaannya adalah pelayanan antaran kepada masyarakat ditangani oleh bagian DC (Delivery Centre). Bidang usaha bisnis yang fokus pekerjaannya menghasilkan profit bagi perusahaan ditangani oleh bagian KP (Kantor Pos). Untuk lebih memfokuskan lingkup kegiatan usaha agar efektif dan efisien dan mencapai target perusahaan, dalam sistem operasionalnya perusahaan membedakan struktur organisasi kedua bidang tersebut yaitu struktur organisasi DC (Delivery Centre) dan Struktur organisasi KP (Kantor Pos) yang masing-masing dipimpin oleh Kepala Kantor. Kedua Kepala Kantor tersebut saling berkoordinasi dan sama-sama bertanggung jawab kepada KAWILPOS (Kepala Wilayah Pos). Struktur organisasi DC terdiri dari KA. DC JAT, serta empat sub bagian yang masing-masing memiliki supervisor. Struktur organisasi KP terdiri dari Kepala Kantor, Manajer operasi, serta dua belas sub bagian dengan masing-masing supervisornya. Struktur organisasi perusahaan secara keseluruhan dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2.
Adapun tugas, wewenang dan tanggung jawab masing-masing bagian dalam struktur organisasi perusahaan adalah sebagai berikut :
Bagian DC (Delivery Centre), yaitu :
A. KEPALA DELIVERY CENTRE
Tujuan utama pekerjaan : Bertanggungjawab dalam pengendalian sortir lingkungan antaran, pelaksanaan antaran dan pengadministrasian antaran untuk mencapai target mutu antaran.
B. SPV PROSESING
Tujuan utama pekerjaan : Bertanggungjawab dalam perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan SDM di bagian prosesing (Penerimaan Kantong, Proses SKH, EMS, PP, R/BKS) untuk mencapai target mutu antaran.
C. SPV ANTARAN
Tujuan utama pekerjaan : Bertanggungjawab dalam perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan SDM di bagian antaran untuk mencapai target mutu antaran.
D. SPV ADMINISTRASI DAN KIRSUS
Tujuan utama pekerjaan : Bertanggungjawab dalam perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan SDM di bagian adminiastrasi dan kirsus untuk mencapai target mutu antaran.
Bagian KP (Kantor Pos), yaitu :
A. Kepala Kantor
Tujuan utama pekerjaan : Membawahi semua sub-sub bagian lainnya dalam lingkup kantor pos, mengkoordinasikan semua kegiatan yang ada di kantor pos dan giro Jakarta Timur 13000 serta jajaran yang terkait agar dapat berjalan dengan lancar, bertanggungjawab baik kedalam maupun keluar atas pengolahan dan pencapaian tujuan.
B. Manajer Operasi
Tujuan utama pekerjaan : Melaksanakan tugas-tugas kepala kantor yang didelegasikan kepadanya.
C. SPV SDM
Tujuan utama pekerjaan : Membantu kepala kantor dalam hal perencanaan, pelaksanaan, pengembangan, pengaturan SDM, dan administrasi.
D. SPV Teknologi Sarana (Teksar)
Tujuan utama pekerjaan : Membantu kepala kantor dalam hal perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan di bagian sarana dan bertanggungjawab atas penyediaan sarana di kantor pos.
E. SPV Keuangan
Tujuan utama pekerjaan : Menangani perbendaharaan keuangan yaitu menerima, menyimpan, dan membayarkan uang/surat berharga uang serta membuat pertanggungan keuangan.
F. SPV Bisnis Keuangan Wesel / Pens / JPS / Peny. Dana
Tujuan utama pekerjaan : Bertanggung jawab terhadap kelancaran pelayanan wesel pos (kirim dan bayar), pelayanan tabanas (penabungan dan pengambilan). Taksera/kukesra (penabungan, pengambilan dan kredit), beasiswa (umum, reguler, dan SPSDP).
G. SPV Akuntansi
Tujuan utama pekerjaan : Bertanggungjawab terhadap pengaturan kegiatan pengawasan, pelaksanaan, dan pelaporan pembukuan penerimaan/pengeluaran keuangan perusahaan di bidang akuntansi kantor pos Jakarta Timur.
H. SPV Kir Korporat
Tujuan utama pekerjaan : Menangani dan mengawasi segala urusan di bagian korporat untuk kelancaran segala urusan dinas.
I. SPV Layanan Bisnis Reguler
Tugas utama pekerjaan : Bertanggungjawab atas kelancaran dan kebenaran pelaksanaan pelayanan surat-surat yang sangat peka meliputi :
a. Surat kilat khusus dan patas
b. Surat elektronik
c. Express mail service
J. SPV UPL
Tujuan utama pekerjaan : Melakukan pengawasan/pengecekan terhadap kantor pos cabang se- Jakarta Timur, mengawasi kelancaran operasional diluar KPRK, memeriksa laporan.
K. WASUM
Tujuan utama pekerjaan : Bertanggungjawab dalam mengatur kegiatan bagian pengawasan umum dalam melaksanakan tugas pemeriksaan periodik eksploitasi agar kegiatan pengawasan lebih efektif.
L. SPV Proses dan Distribusi
Tujuan utama pekerjaan : Bertanggungjawab atas pengaturan dan pengawasan kegiatan dibagian pengolahan untuk kelancaran kiriman pos.
M. SPV Layanan Bisnis Keuangan SOPP+GIRO / SGG
Tujuan utama pekerjaan : Bertanggungjawab atas pengaturan dan pengawasan kegiatan di bagian PRK (pemeriksa kantor).
N. SPV pemasaran+Bang FFP dan mitra
Tujuan utama pekerjaan : Bertanggung jawab melakukan pengembangan bisnis diwilayah melalui aktifitas pengolahan data, dengan :
a. Melakukan promosi.
b. Menjalin kerjasama dengan pihak-pihak lain sesuai bisnis pos.
4.5. Sumber Daya Manusia
4.5.1. Keadaan SDM Perusahaan
PT Pos Indonesia (Persero) Jakarta Timur sebagai badan usaha, bergerak dalam bidang pelayanan jasa dan beberapa macam bidang usaha terkait lainnya. Oleh karena itu membutuhkan SDM yang handal untuk dapat mewujudkan visi dan misi perusahaan. Persaingan di dalam bidang pelayanan jasa juga menjadi penyebab perusahaan berusaha menciptakan SDM yang handal dan berkualitas.
Perusahaan juga bekerjasama dengan serikat pekerja dalam hal pemecahan permasalahan perburuhan, hak-hak kesejahteraan karyawan. Hal tersebut diatur dalam perjanjian antara serikat pekerja dengan perusahaan berdasarkan ketentuan pemerintah serta disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan perusahaan. Tabel 2 menunjukkan jumlah karyawan PT. Pos Indonesia (Persero) Jakarta Timur 13000. Tabel 2. Jumlah karyawan PT. Pos Indonesia (Persero) Jakarta
Timur 13000, (Februari 2007).
Bagian
Sub Bagian (unit bisnis)
Jumlah Karyawan
Ka. DC
6 Delivery
SPV Prosesing
117 Center
SPV Antaran
6 (DC)
ADM/SDM/GAJI/CS
SPV ADM dan Kirsus
Kepala Kantor
Manajer Operasi
SPV Layanan Bisnis Keuangan
SOPP+GIRO / SGG SPV Layanan Bisnis Keuangan
Wesel/ Pens/JPS/Peny. Dana
1 Pos
Kantor
SPV Layanan SBU Ekspress
12 (KP)
SPV Layanan Bisnis Reguler
SPV Proses & Distribusi
SPV Proses Kir. Korporat
SPV UPL
SPV Keuangan
SPV Akuntansi
SPV Pemasaran+Bang FFP & Mitra
SPV ADM/Teksar/TSI
WASUM
Total Karyawan
4.5.2. Kesejahteraan Karyawan
Perusahaan menyadari bahwa karyawan merupakan sumber daya yang penting untuk dipertahankan dalam menjalankan perusahaannya. Seorang karyawan akan bekerja sungguh-sungguh dan lebih setia terhadap perusahaan apabila keinginan dan kebutuhannya sudah terpenuhi.
Program kesejahteraan di perusahaan ditujukan untuk memelihara dan menciptakan sikap kerja yang positif serta diharapkan dapat menciptakan gairah bekerja dalam diri karyawan. Dengan kondisi tersebut, maka diharapkan sasaran dan tujuan perusahaan dapat tercapai dengan baik.
Berbagai bentuk program kesejahteraan yang diberikan perusahaan kepada para karyawannya antara lain berupa :
1. Program kesejahteraan yang bersifat ekonomis : Program ini diberikan sebagai balas jasa yang bersifat materi. Komponen balas jasa yang diterima oleh karyawan PT Pos Indonesia (Persero) terdiri dari :
A. Gaji
a. Gaji tetap yang terdiri dari : Gaji Pokok (GP), Tunjangan Kebutuhan Hidup (TKH), Tunjangan Posisi (TP).
b. Gaji tidak tetap, terdiri dari : Insentif Kehadiran (IK), Tunjangan Kinerja (TK), Tunjangan penugasan (TPn), Tunjangan Hari Raya (THR), bonus dan benefit yang dibagi menjadi tiga yaitu :
A. Benefit berdasarkan status sebagai karyawan perusahaan yang terdiri dari : (1) Jaminan kesehatan; (2) fasilitas pinjaman 2 bulan gaji bagi karyawan yang dimutasi; (3) Fasilitas pinjaman tahun pelajaran (4) Fasilitas pinjaman dana kredit; (5) Program asuransi; (6) Sumbangan /uang perumahan atau fasilitas A. Benefit berdasarkan status sebagai karyawan perusahaan yang terdiri dari : (1) Jaminan kesehatan; (2) fasilitas pinjaman 2 bulan gaji bagi karyawan yang dimutasi; (3) Fasilitas pinjaman tahun pelajaran (4) Fasilitas pinjaman dana kredit; (5) Program asuransi; (6) Sumbangan /uang perumahan atau fasilitas
B. Benefit berdasarkan posisi, yang terdiri dari : (1) Tunjangan representasi; (2) Sumbangan abodemen dan biaya pemakaian listrik; (3) Sumbangan abodemen dan biaya pulsa telepon (rumah dinas/jabatan/seluler); (4) Sumbangan abodemen dan biaya pemakaian air dari PAM; (5) Sumbangan abodemen dan biaya pemakaian gas; (6) Sumbangan Pajak Bumi dan Bangunan atas rumah dinas; (7) Fasilitas kendaraan jabatan dan bahan bakar minyak kendaraan jabatan atau uang pengganti fasilitas kendaraan jabatan; (8) Fasilitas rumah jabatan; (9) fasilitas telepon seluler jabatan; (10) Fasilitas bacaan media cetak.
C.Benefit berdasarkan tuntutan pekerjaan, yang
terdiri dari : (1) Sumbangan penggantian biaya perpanjangan SIM; (2) Jaket dan helm pengantar; (3) Makanan tambahan; (4) program asuransi kecelakaan.
D. Benefit berdasarkan kondisi geografis, terdiri dari : (1) Sumbangan pembelian air bersih; (2) Sumbangan bencana alam.
2. Program kesejahteraan yang bersifat fasilitas :
a. Sarana kerohanian Untuk menunjang pembinaan rohani para karyawan, perusahaan melaksanakan hal-hal sebagai berikut :
1) Menyediakan fasilitas ibadah yang memadai dalam lingkungan perusahaan, sehingga memungkinkan para karyawan beribadah dengan aman, tertib dan teratur menurut kepercayaannya masing-masing.
2) Perusahaan memberikan dana untuk kegiatan-kegiatan keagamaan yang diadakan oleh pekerja di lingkungan perusahaan atas persetujuan perusahaan.
b. Kafetaria PT, Pos Indonesia (Persero) memberikan kemungkinan bagi para karyawannya untuk memperoleh makanan dan minuman di kafetaria yang disediakan di dalam lingkungan perusahaan.
c. Sarana olahraga PT. Pos Indonesia memberikan fasilitas-fasilitas untuk kegiatan olahraga para karyawannya, antara lain :
a. Senam kesegaran jasmani.
b. Lapangan badminton.
c. Tennis meja. Dan lain-lain.
d. Koperasi PT. Pos Indonesia menyediakan koperasi (simpan pinjam) dimana diharapkan dengan adanya koperasi ini dapat membantu karyawan apabila mereka sedang memiliki masalah keuangan.
e. Izin Perusahaan memberikan izin tidak masuk kerja kepada karyawan dengan tetap mendapatkan gaji atau tanpa mengurangi hak-nya atas cuti tahunan.
f. Konseling Perusahaan menyediakan ahli psikologi untuk membantu karyawan yang membutuhkan bantuan psikologis dalam menjalankan pekerjaannya. Dengan adanya sarana ini diharapkan karyawan dapat terhindar dari kegelisahan yang memberi dampak buruk pada pekerjaannya.
3. Program kesejahteraan yang bersifat pelayanan Perusahaan menyediakan Jaminan Sosial tenaga kerja (JAMSOSTEK) yang pada hakekatnya memberikan kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagian atau seluruh penghasilan yang hilang. JAMSOSTEK tersebut terdiri dari :
• Jaminan kecelakaan kerja • Jaminan kematian
• Jaminan hari tua.
4.6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas
Uji validitas dilakukan pada 30 karyawan perusahaan, yang terdiri dari karyawan pada bagian Delivery Centre dan karyawan pada bagian Kantor Pos. Uji validitas dilakukan dengan menghitung korelasi antara skor masing-masing setiap variabel indikator dengan skor totalnya menggunakan rumus korelasi product moment dan diolah menggunakan software Excel.
Angka korelasi yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan angka kritik tabel korelasi nilai r product moment. Untuk jumlah responden sebanyak 30 orang dan dengan tingkat signifikansi 5 %, maka diperoleh angka kritik sebesar 0,361. Bila angka korelasi berada diatas angka kritik tabel, maka pernyataan tersebut dinyatakan valid. Sebaliknya, jika angka korelasi pernyataan berada di bawah 0,361, maka pernyataan dinyatakan tidak valid.
Berdasarkan hasil perhitungan, dari total 32 pernyataan yang diajukan kepada responden diperoleh semua pernyataan valid. Rincian pernyataan yang diajukan terdiri dari 16 pernyataan tentang sumber stres Berdasarkan hasil perhitungan, dari total 32 pernyataan yang diajukan kepada responden diperoleh semua pernyataan valid. Rincian pernyataan yang diajukan terdiri dari 16 pernyataan tentang sumber stres
Pengujian validitas dan reliabilitas juga dilakukan dengan aturan dalam SEM. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah variabel indikator mampu mengukur variabel laten dan kekonsistenan variabel indikator dalam mengukur variabel laten. Berdasarkan perhitungan diperoleh semua variabel indikator memiliki nilai t-value diatas 1.96 (tingkat signifikansi 5%) yang berarti bahwa semua variabel indikator valid.
Reliabilitas yang tinggi menunjukan bahwa indikator mempunyai kekonsistenan yang tinggi dalam mengukur variabel laten. Pengujian reliabilitas model dihitung dengan menggunakan rumus construct reliability dan variance extracted. Pada lampiran 5 dapat dilihat bahwa seluruh nilai construct reliability dari ketiga variabel laten telah memiliki nilai yang baik yaitu diatas 70%. Sedangkan nilai variance extracted dari ketiga variabel laten telah memiliki nilai yang baik yaitu diatas 50%. Hal ini menunjukkan indikator-indikator tersebut cukup handal dalam mengukur masing-masing variabel laten secara bersama.
4.7. Karakteristik Responden
Berdasarkan hasil survey dari 137 orang responden, dapat dilihat bahwa 89 orang responden berada pada bagian Delivery Centre (DC) dan 48 orang responden lainnya berada pada bagian Kantor Pos (KP). Jumlah responden yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 123 orang responden (90%) dan 14 orang responden (10%) berjenis kelamin perempuan. Hal ini menunjukkan karyawan yang bekerja di perusahaan ini mayoritas berjenis kelamin laki-laki.
Sebaran usia responden yang paling dominan berkisar antara 40-49 tahun yaitu sebanyak 48,2%, sebanyak 37.2% berusia 30-39 tahun, sebanyak 8,8% berusia 20-29 tahun, responden lainnya yang berusia lebih dari 50 tahun sebesar 5,8 persen.
Hasil dari penelitian pada Tabel 3 menunjukan bahwa 65% merupakan karyawan yang menamatkan sekolahnya sampai jenjang SMA, sebesar 24% adalah SMP, sebesar 6% adalah lulusan S1 dan sebesar 5% adalah lulusan D3.
Lama masa kerja pada umumnya menunjukan kemampuan dan pengalaman yang dimiliki oleh seseorang. Menunjukan bahwa lama kerja responden sebagian besar antara 11-20 tahun yaitu sebesar 49%, responden yang lama bekerja lebih dari 21 tahun sebesar 47% dan 16.7% sisanya adalah karyawan yang lama kerjanya baru berkisar antara 1-10 tahun.
Gaji yang diterima oleh responden antara Rp. 1.000.000– 1.500.000 sebanyak 67 responden (49%), lebih dari Rp. 1.500.000 sebanyak
47 responden (34.3%), dan gaji yang berkisar antara Rp. 500.000 – 1.000.000 sebanyak 23 responden (16.7%). Tabel 3. Karakteristik Responden
Karakteristik Responden Frekuensi Persentase (%) Bagian
Delivery Centre (DC) 89 65 Kantor Pos (KP)
Perempuan 14 10 20-29 tahun
Umur
30-39 tahun 51 37.2
(Tahun)
40-49 tahun 66 48.2 > 50 tahun
8 5,8 Sekolah Menengah Pertama
Tingkat
Sekolah Menengah Atas 89 65
Pendidikan
D3 7 5 S1
8 6 1-10 tahun
Lama Kerja
11-20 tahun 67 49 >21 tahun
47 34, Rp. 500.000- 1.000.000
23 16,7 Rp. 1.000.000- 1.500.000
Gaji
> Rp. 1.500.000 47 34,3
4.8. Karakteristik Responden dengan Stres Kerja
Setelah mengetahui jumlah karyawan berdasarkan karakteristik tertentu yaitu bagian, jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, gaji, dan masa kerja, selanjutnya akan dilakukan analisis pengaruh karakteristik karyawan terhadap stres kerja dan kinerja. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan analisis tabulasi silang (crosstabs) yaitu chi-square yang dapat dilihat pada Lampiran 6. Uji chi-square dilakukan terhadap 137 karyawan yang dijadikan objek pada penelitian ini. Tabel 4. Hasil Uji chi-square antara karakteristik Karyawan dengan Stres
Kesimpulan Karyawan
df P value
hitung
Jenis Kelamin
Terima Ho Umur
Terima Ho Pendidikan
Terima Ho Lama Kerja
Terima Ho Gaji
Terima Ho
Berdasarkan hasil uji asosiasi chi –square (tabel 4) antara stres kerja dengan karakteristik karyawan diperoleh bahwa karakteristik yang tidak memiliki hubungan nyata dengan stres kerja yaitu jenis kelamin, umur, pendidikan, lama kerja dan gaji dengan peluang nyata lebih besar dari 5% (P-Value > α = 0.05). Hal ini mengidentifikasikan bahwa seluruh karakteristik karyawan tidak memiliki hubungan dengan stres kerja karyawan. Faktor-faktor organisasional yang menjadi sumber pembangkit stres kerja (stresor) bagi karyawan berasal dari lingkungan kerja seperti tuntutan tugas, tuntutan peran, tuntutan hubungan antar pribadi, struktur organisasi, kepemimpinan dan siklus hidup organisasi (Siagian, 2004). Dapat disimpulkan bahwa stres kerja tidak memiliki hubungan dengan karakteristik karyawan, karena karakteristik karyawan bukan hal yang mendasari timbulnya stres kerja bagi karyawan di lingkungan kerja. Dengan demikian, hasil yang diperoleh dari penelitian ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Siagian (2004).
4.9. Karakteristik Responden dengan Kinerja Karyawan
Pengujian yang dilakukan untuk melihat hubungan kinerja karyawan dengan karakteristik responden menggunakan uji asosiasi chi- square (Lampiran 6), yang dilakukan terhadap 137 karyawan yang dijadikan responden pada penelitian ini.
Tabel 5. Hasil Uji chi-square antara karakteristik karyawan dengan kinerja
Karakteristik
Chi-square
Kesimpulan Pegawai
df P value
hitung
Jenis Kelamin
Terima Ho Umur
Terima Ho Pendidikan
Terima Ho Lama Kerja
Terima Ho Gaji
Terima Ho
Berdasarkan hasil uji asosiasi chi-square (Tabel 5) antara kinerja karyawan dengan karakteristik karyawan diperoleh bahwa karakteristik yang tidak memiliki hubungan nyata dengan kinerja karyawan yaitu jenis kelamin, umur, pendidikan, lama kerja dan gaji dengan peluang nyata lebih besar dari 5% (P-Value > α = 0.05). Hal ini mengidentifikasikan bahwa seluruh karakteristik karyawan tidak memiliki hubungan dengan kinerja karyawan. Kesimpulannya adalah kinerja karyawan tidak memiliki hubungan dengan karakteristik karyawan, karena karakteristik karyawan bukan hal yang mendasari tinggi atau rendahnya kinerja karyawan.
4.10. Stres Kerja
Stres merupakan suatu keadaan dimana seseorang mengalami ketegangan karena adanya kondisi-kondisi yang mempengaruhi dirinya. Kondisi-kondisi tersebut dapat diperoleh dari dalam diri seseorang maupun dari lingkungan diluar diri seseorang. Stres kerja merupakan suatu kondisi dimana individu merasakan suatu tekanan-tekanan akibat pekerjaan yang diberikan oleh perusahaan sehingga tidak tercapai kepuasan dalam bekerja seperti yang diharapkan.
Stres dalam penelitian ini dipengaruhi oleh dua variabel indikator yaitu sumber pembangkit stres kerja (stresor) dan gejala stres.
Tingkat stres yang dialami oleh karyawan perusahaan yang diwakili oleh responden pada penelitian ini diperoleh dengan mencari nilai skor rata-rata (Rs) terlebih dahulu dengan perhitungan rumus :
5 − 1 Rs =
5 Rs = 0 , 8 Hasilnya nilai skor rata-rata (Rs) adalah sebesar 0,8. Nilai skor rataan diperoleh dari hasil perkalian antara bobot nilai jawaban berdasarkan skala dengan jumlah jawaban responden, kemudian dibagi dengan jumlah responden. Berdasarkan nilai skor rataan tersebut, maka posisi keputusan penilaian memiliki rentang skala yang dapat dilihat pada Tabel 6 berikut.
Tabel 6. Posisi keputusan Penilaian Tingkat Stres kerja dan Kinerja
Skor Rataan
Keterangan
Sangat rendah
Sangat tinggi
Dalam penelitian ini juga diperoleh penilaian responden terhadap pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut sumber stres dan gejala stres. Penilaian tersebut dilakukan dengan menggunakan skor rataan sebagai tolok ukur.
4.10.1. Sumber Pembangkit Stres Kerja (Stresor)
Sumber pembangkit stres kerja merupakan penyebab timbulnya stres pada individu yang dapat berasal dari dalam pekerjaan maupun dari luar pekerjaan. Sumber stres yang berasal dari dalam pekerjaan dapat ditimbulkan oleh individu itu sendiri atau lingkungan pekerjaan, sedangkan sumber stres yang berasal dari luar pekerjaan ditimbulkan oleh masalah keluarga, keuangan, atau lingkungan sekitar rumah. Dalam penelitian ini penulis tidak Sumber pembangkit stres kerja merupakan penyebab timbulnya stres pada individu yang dapat berasal dari dalam pekerjaan maupun dari luar pekerjaan. Sumber stres yang berasal dari dalam pekerjaan dapat ditimbulkan oleh individu itu sendiri atau lingkungan pekerjaan, sedangkan sumber stres yang berasal dari luar pekerjaan ditimbulkan oleh masalah keluarga, keuangan, atau lingkungan sekitar rumah. Dalam penelitian ini penulis tidak
Tabel 7. Penilaian Responden terhadap Pernyataan mengenai Sumber Pembangkit Stres Kerja (Stresor)
Kete No.
Indikator Sumber Stres Kerja (Stresor) Skor Rataan rangan
1. Mendapat pekerjaan dengan tanggung
3.33 Sedang jawab yang lebih besar.
2. Bekerja dengan peralatan yang tidak
2.90 Sedang memadai atau kurang baik.
3. lingkungan kerja yang banyak gangguan.
2.75 Sedang
4. Mengerjakan tugas yang berbeda-beda.
3.04 Sedang
5. Pekerjaan/tugas yang diberikan oleh
2.70 Sedang perusahaan berlebihan
6. Melakukan pekerjaan yang dirasakan
2.35 Rendah tidak dimengerti/tidak cocok
7. Melakukan pekerjaan di luar tugas
2.14 Rendah sendiri
2.88 Sedang (deadlines)
8. Mengerjakan pekerjaan tenggat waktu
9. Rekan sekerja tidak mau membantu
2.58 Rendah pekerjaan
10. Mengalami sikap negatif terhadap
2.01 Rendah perusahaan
11. Kesulitan bergaul dengan atasan
2.17 Rendah
12. Mendapat penghinaan dari karyawan lain
1.69 Sangat rendah
13. Kurangnya dukungan dari atasan
2.28 Rendah
14. Pengawasan yang buruk dan kurang
2.34 Rendah memadai dari atasan
15. Pekerjaan anda yang baik kurang
2.59 Rendah mendapat pengakuan
16. Atasan yang terlalu banyak mengatur
3.06 Sedang
Total
2.56 Rendah
Data yang berasal dari Tabel 7 menunjukkan penilaian responden adalah sebagai berikut :
1. Skor rataan sebesar 3.33, artinya sumber stres yang disebabkan karena mendapat pekerjaan dengan tanggungjawab yang lebih besar dialami karyawan dengan tingkat yang sedang.
2. Skor rataan sebesar 2.90, artinya sumber stres yang disebabkan karena bekerja dengan peralatan yang tidak memadai atau kurang dialami karyawan dengan tingkat yang sedang.
3. Skor rataan sebesar 2.75, artinya sumber stres yang disebabkan karena lingkungan kerja yang banyak gangguan dialami karyawan dengan tingkat yang sedang.
4. Skor rataan sebesar 3.04, artinya sumber stres yang disebabkan karena mengerjakan tugas yang berbeda-beda dialami karyawan dengan tingkat yang sedang.
5. Skor rataan sebesar 2.70, artinya sumber stres yang disebabkan karena pekerjaan/tugas yang diberikan oleh perusahaan berlebihan dialami karyawan dengan tingkat yang sedang.
6. Skor rataan sebesar 2.35, artinya sumber stres yang disebabkan karena melakukan pekerjaan yang dirasakan tidak dimengerti/tidak cocok dialami karyawan dengan tingkat yang rendah.
7. Skor rataan sebesar 2.14, sumber stres yang disebabkan karena melakukan pekerjaan di luar tugas sendiri dialami karyawan dengan tingkat yang rendah.
8. Skor rataan sebesar 2.88, artinya sumber stres yang disebabkan karena mengerjakan pekerjaan tenggat waktu (deadlines) dialami karyawan dengan tingkat yang sedang.
9. Skor rataan sebesar 2.58, artinya sumber stres yang disebabkan karena rekan sekerja tidak mau membantu pekerjaan dialami karyawan dengan tingkat yang rendah.
10. Skor rataan sebesar 2.01, arrtinya sumber stres yang disebabkan karena mengalami sikap negatif terhadap perusahaan dialami karyawan dengan tingkat yang rendah.
11. Skor rataan sebesar 2.17, artinya sumber stres yang disebabkan karena kesulitan bergaul dengan atasan dialami karyawan dengan tingkat yang rendah.
12. Skor rataan sebesar 1.69, artinya sumber stres yang disebabkan karena mendapat penghinaan dari karyawan lain dialami karyawan dengan tingkat yang sangat rendah.
13. Skor rataan sebesar 2.28, artinya sumber stres yang disebabkan karena kurangnya dukungan dari atasan dialami karyawan dengan tingkat yang rendah.
14. Skor rataan sebesar 2.34, artinya sumber stres yang disebabkan karena pengawasan yang buruk dan kurang memadai dari atasan dialami karyawan dengan tingkat yang rendah.
15. Skor rataan sebesar 2.59, sumber stres yang disebabkan karena pekerjaan anda yang baik kurang mendapat pengakuan dengan tingkat yang rendah.
16. Skor rataan sebesar 3.06, artinya sumber stres yang disebabkan karena atasan yang terlalu banyak mengatur dialami karyawan dengan tingkat yang sedang.
Dari hasil penilaian responden terhadap pernyataan mengenai sumber pembangkit stres kerja, beberapa sumber pembangkit stres kerja (stresor) yang dapat mempengaruhi stres kerja yang sering dialami karyawan dengan tingkat sedang antara lain mendapat pekerjaan dengan tanggung jawab yang lebih besar, atasan yang terlalu banyak mengatur dan mengerjakan tugas yang berbeda-beda.
4.10.2. Gejala Stres Gejala stres merupakan suatu tanda atau ciri-ciri dari individu yang sedang mengalami stres. Gejala umum seseorang mengalami stres dilihat dari indikator berupa gejala psikologis dan gejala perilaku. Penilaian terhadap pernyataan-pernyataan yang menyangkut tentang gejala stres dilakukan oleh responden berdasarkan kuesioner yang disebarkan. Hasil dari penilaian tersebut dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Penilaian Responden terhadap Pernyataan mengenai
Gejala Stres
Skor Kete No.
Indikator Gejala Stres
Rataan rangan
1. Gampang/mudah merasa tersinggung. 2.45 Rendah 2. Menunda-nunda mengerjakan pekerjaan.
2.85 Sedang 3. Merasa bosan dengan pekerjaan.
2.06 Rendah 4. Merasa gelisah dalam bekerja.
2.14 Rendah 5. Kurang puas dengan hasil kerja
2.36 Rendah 6. Tidak masuk/absent.
1.07 Sangat Rendah
7. Cenderung membuat kekeliruan. 2.06 Rendah 8. Tidak bersemangat dalam bekerja.
1.98 Rendah 9. Sulit tidur akibat pekerjaan.
2.17 Rendah 10. Menurunnya nafsu makan karena beban kerja.
Berdasarkan Tabel 8 diatas dapat diketahui penilaian responden terhadap pernyataan-pernyataan mengenai gejala stres, yaitu:
1. Skor rataan sebesar 2.45, artinya gejala yang dialami karyawan berupa gampang/mudah merasa tersinggung dialami karyawan dengan tingkat rendah.
2. Skor rataan sebesar 2.85, artinya gejala yang dialami karyawan berupa menunda-nunda mengerjakan pekerjaan dialami karyawan dengan tingkat sedang.
3. Skor rataan sebesar 2.06, artinya gejala yang dialami karyawan berupa merasa bosan dengan pekerjaan dialami karyawan dengan tingkat rendah.
4. Skor rataan sebesar 2.14, artinya gejala yang dialami karyawan berupa merasa gelisah dalam bekerja dialami karyawan dengan tingkat rendah.
5. Skor rataan sebesar 2.36, artinya gejala yang dialami karyawan berupa kurang puas dengan hasil kerja dialami karyawan dengan tingkat rendah.
6. Skor rataan sebesar 1.07, artinya gejala yang dialami karyawan berupa tidak masuk/absen dialami karyawan dengan tingkat sangat rendah.
7. Skor rataan sebesar 2.06, artinya gejala yang dialami karyawan berupa cenderung membuat kekeliruan dialami karyawan dengan tingkat rendah.
8. Skor rataan sebesar 1.98, artinya gejala yang dialami karyawan berupa tidak bersemangat dalam bekerja dialami karyawan dengan tingkat rendah.
9. Skor rataan sebesar 2.17, artinya gejala yang dialami karyawan berupa sulit tidur akibat pekerjaan dialami karyawan dengan tingkat rendah.
10. Skor rataan sebesar 2.37, artinya gejala yang dialami karyawan berupa menurunnya nafsu makan karena beban kerja dialami karyawan dengan tingkat rendah.
Dari hasil penilaian responden terhadap pernyatan mengenai gejala stres kerja, beberapa gejala stres kerja yang sering dialami karyawan dengan tingkat sedang yaitu menunda-nunda mengerjakan pekerjaan.
Berdasarkan hasil data diatas dapat ditarik suatu kesimpulan yaitu kondisi tingkat stres kerja yang dialami karyawan tergolong rendah karena sumber pembangkit stres kerja (stresor) dan gejala-gejala yang ditimbulkan dari adanya stres rendah.
Dalam Tabel 9 ditunjukkan bahwa tingkat stres kerja yang dialami responden dinyatakan rendah karena memiliki skor rataan keseluruhan sebesar 2.68. Tabel 9. Tingkat Stres karyawan PT. Pos Indonesia (Persero)
Jakarta Timur 13000
No.
Indikator Stres Kerja
Skor Keterangan Rataan
1. Sumber Stres Kerja (Stresor) 2.56 Rendah 2. Stres Kerja
4.10.3. Kinerja Karyawan
Kinerja adalah hasil kerja secara kuantitas dan kualitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan waktu untuk menyelesaikan tugas-tugas dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Hasil dari penilaian setelah dilakukannya konversi terhadap jawaban responden tersebut dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Penilaian Responden terhadap Pernyataan mengenai
Kinerja Karyawan
Kete No.
Skor
Indikator Kinerja Karyawan
Rataan
rangan
1. Melakukan/melaksanakan pekerjaan sesuai
3.86 Tinggi
dengan beban kerja yang telah ditetapkan perusahaan saat ini.
2. Hasil pekerjaan sesuai dengan harapan saya 3.63 Tinggi
dan standar yang ditetapkan perusahaan.
3. Cenderung tidak membuat kekeliruan.
4.06 Tinggi
4. Pekerjaan sesuai dengan kemampuan dan
3.76 Tinggi
ketrampilan karyawan. 5. Menyesaikan pekerjaan sesuai dengan waktu
3.86 L Tinggi
a yang ditentukan perusahaan.
6. n Waktu yang diberikan untuk menyelesaikan
3.59 Tinggi
pekerjaan cukup.
Total
3.76 Tinggi
Berdasarkan Tabel 10 diatas dapat diketahui penilaian responden terhadap pernyataan-pernyataan mengenai kinerja karyawan, yaitu:
1. Skor rataan sebesar 3.86, artinya melakukan/melaksanakan pekerjaan sesuai dengan beban kerja yang telah ditetapkan perusahaan saat ini dialami karyawan dengan tingkat tinggi.
2. Skor rataan sebesar 3.63, artinya hasil pekerjaan sesuai dengan harapan saya dan standar yang ditetapkan perusahaan dialami karyawan dengan tingkat tinggi.
3. Skor rataan sebesar 4.06, artinya cenderung tidak membuat kekeliruan dialami karyawan dengan tingkat tinggi.
4. Skor rataan sebesar 3.76, artinya pekerjaan sesuai dengan kemampuan dan ketrampilan karyawan dialami karyawan dengan tingkat tinggi.
5. Skor rataan sebesar 3.86 artinya menyesaikan pekerjaan sesuai dengan waktu yang ditentukan perusahaan dialami karyawan dengan tingkat tinggi.
6. Skor rataan sebesar 3.59 artinya waktu yang diberikan cukup untuk menyelesaikan pekerjaan dialami karyawan dengan tingkat tinggi.
Dari hasil perhitungan skor rataan diatas, dapat diketahui bahwa kinerja karyawan tergolong tinggi dengan skor rataan keseluruhan sebesar 3.76.
Kesimpulan dari keseluruhan hasil yang diperoleh dari indikator stres kerja dan indikator kinerja adalah karyawan PT. Pos Indonesia (Persero) Jakarta Timur mempunyai tingkat stres kerja yang rendah dan tingkat kinerja karyawan yang tinggi.
Adapun kurva hubungan U terbalik antara stres kerja dan kinerja karyawan berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat pada Gambar 7 berikut.
Gambar 7. Hubungan U-Terbalik antara Stres dan Kinerja
Berdasarkan Hasil Penelitian
Kurva yang dihasilkan dari penelitian dapat berbeda-beda tergantung dengan rentang skor keputusan penilaian yang dihitung. Pada penelitian ini kondisi stres kerja dan kinerja karyawan perusahaan berada pada rentang 1,8-2,7 (Stres kerja rendah, kinerja karyawan tinggi). Jadi dalam penelitian ini hubungan U terbalik antara stres kerja dan kinerja karyawan sudah sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Robbins.
4.10.4. Analisis Karakteristik Karyawan Berdasarkan Stres Kerja dan
Kinerja Karyawan
Setelah mengetahui kondisi stres kerja dan kinerja karyawan secara keseluruhan dari nilai rata-rata tertimbang, selanjutnya akan dilihat tingkat stres kerja serta kinerja berdasarkan karakteristik karyawan yaitu bagian, jenis kelamin, umur, pendidikan, lama kerja dan gaji berdasarkan nilai rata-rata dari total skor karyawan menggunakan uji ANOVA terhadap jawaban pertanyaan stres kerja dan kinerja karyawan (Tabel 11).
Tabel 11. Tingkat stres dan Kinerja Karyawan Berdasarkan
Karakteristik Karyawan
Bagian
Stres Kerja
Kinerja Karyawan
Delivery Centre (DC) 2.07 3.80 Kantor Pos (KP)
Jenis Kelamin
Stres Kerja
Kinerja Karyawan
Stres Kerja
Kinerja Karyawan
Stres Kerja
Kinerja Karyawan
Lama Kerja
Stres Kerja
Kinerja Karyawan
Stres Kerja
Kinerja Karyawan
500rb-1jt
1jt-1.5jt
Berdasarkan hasil analisis dari karakteristik karyawan terhadap stres kerja dan kinerja karyawan (Tabel 11), diperoleh hasil bahwa stres kerja tertinggi cenderung didominasi oleh karyawan pada bagian KP (kantor Pos). Namun stres kerja tidak mempunyai perbedaan yang signifikan jika dilihat dari karakteristik karyawan berdasarkan bagian. Hal ini terlihat dari Berdasarkan hasil analisis dari karakteristik karyawan terhadap stres kerja dan kinerja karyawan (Tabel 11), diperoleh hasil bahwa stres kerja tertinggi cenderung didominasi oleh karyawan pada bagian KP (kantor Pos). Namun stres kerja tidak mempunyai perbedaan yang signifikan jika dilihat dari karakteristik karyawan berdasarkan bagian. Hal ini terlihat dari
nilai α sebesar 0.05 (terima H 0 ), juga memperkuat tidak adanya perbedaan yang signifikan antara kedua jenis kelamin tersebut. Kecenderungan stres kerja lebih dominan dialami karyawan dengan umur 30-39 tahun, yaitu pada masa produktifitas karyawan sedang tinggi. Stres kerja mempunyai perbedaan yang signifikan jika dilihat dari karakteristik karyawan berdasarkan umur. Hal ini terlihat dari nilai signifikansi umur sebesar 0.046 yang lebih kecil
dari nilai α sebesar 0.05 (tolak H 0 ). Pada tingkat Pendidikan D3 dan SMA stres kerja yang dialami cenderung lebih besar. Stres kerja mempunyai perbedaan yang signifikan jika dilihat dari karakteristik karyawan berdasarkan pendidikan. Hal ini terlihat dari nilai signifikansi pendidikan sebesar 0.047 yang lebih kecil dari
nilai α sebesar 0.05 (tolak H 0 ). Lama kerja yang dominan menimbulkan stres kerja yaitu berada pada masa kerja 11-20 tahun. Hal ini dikarenakan pada masa kerja dengan rentang tersebut karyawan berada pada titik jenuh dalam aktifitasnya bekerja. Namun stres kerja tidak mempunyai perbedaan yang signifikan jika dilihat dari karakteristik karyawan berdasarkan lama kerja. Hal ini terlihat dari nilai signifikansi berdasarkan lama kerja sebesar 0.620
yang lebih besar dari nilai α sebesar 0.05 (terima H 0 ). Besar kisaran gaji lebih dari Rp. 1.500.000 dan antara Rp. 500.000-Rp. 1.000.000 memiliki kecenderungan mengalami stres kerja yang tinggi. Namun stres kerja tidak mempunyai perbedaan yang signifikan jika dilihat dari karakteristik karyawan berdasarkan gaji yang diterima. Hal ini terlihat dari nilai signifikansi gaji karyawan sebesar 0.724 yang lebih besar dari nilai α sebesar 0.05 (terima
H 0 ). Tingkat kinerja karyawan tertinggi cenderung didominasi oleh karyawan pada bagian DC (Delivery Centre). Namun kinerja H 0 ). Tingkat kinerja karyawan tertinggi cenderung didominasi oleh karyawan pada bagian DC (Delivery Centre). Namun kinerja
sebesar 0.05 (terima H 0 ). Tingkat kinerja karyawan tertinggi cenderung didominasi oleh karyawan laki-laki. Namun kinerja karyawan tidak mempunyai perbedaan yang signifikan jika dilihat dari karakteristik karyawan berdasarkan jenis kelamin. Hal ini terlihat dari nilai signifikansi jenis kelamin sebesar 0.366 yang
lebih besar dari nilai α sebesar 0.05 (terima H 0 ). Kecenderungan kinerja karyawan tinggi lebih dominan dialami karyawan dengan umur 30-39 tahun, karena pada masa itu produktifitas karyawan sedang tinggi. Kinerja karyawan tidak mempunyai perbedaan yang signifikan jika dilihat dari karakteristik karyawan berdasarkan umur. Hal ini terlihat dari nilai signifikansi umur sebesar 0.742
yang lebih kecil dari nilai α sebesar 0.05 (tolak H 0 ). Pada tingkat Pendidikan SMP dan S1 kinerja karyawannya cenderung lebih tinggi. Namun kinerja karyawan tidak mempunyai perbedaan yang signifikan jika dilihat dari karakteristik karyawan berdasarkan pendidikan. Hal ini terlihat dari nilai signifikansi pendidikan sebesar 0.949 yang lebih besar dari nilai α sebesar 0.05 (terima
H 0 ). Lama kerja dengan tingkat kinerja karyawan paling tinggi cenderung berada pada masa kerja kurang dari lima tahun. Hal ini dikarenakan pada masa kerja dengan rentang tersebut karyawan baru mulai meniti kariernya di perusahaan, sehingga karyawan bekerja dengan giat. Namun tingkat kinerja karyawan tidak mempunyai perbedaan yang signifikan jika dilihat dari karakteristik kayawan berdasarkan lama kerja. Hal ini terlihat dari nilai signifikansi bagian sebesar 0.450 yang lebih besar dari nilai α
sebesar 0.05 (terima H 0 ). Besar kisaran gaji lebih dari Rp. 1.500.000 memiliki kecenderungan tingkat kinerja yang lebih tinggi. Namun kinerja karyawan tidak mempunyai perbedaan yang signifikan jika dilihat dari karakteristik karyawan berdasarkan gaji.
Hal ini terlihat dari nilai signifikansi gaji karyawan sebesar 0.431 yang lebih besar dari nilai α sebesar 0.05 (terima H 0 ). Kesimpulan dari penjelasan diatas, tingkat stres kerja tertinggi yang mempunyai perbedaan antara karakteristik karyawan secara signifikan adalah karakteristik berdasarkan usia (dengan kecenderungan stres kerja tertinggi dialami oleh karyawan pada usia 30-39 tahun), dan karakteristik berdasarkan pendidikan (dengan kecenderungan stres kerja tertinggi dialami oleh karyawan dengan pendidikan D3 dan SMA). Sedangkan karaktetistik karyawan lainnya tidak mempunyai perbedaan secara signifikan jika dikaitkan dengan stres kerja, yaitu karakteristik berdasarkan bagian (dengan kecenderungan stres kerja tertinggi dialami oleh bagian KP), karakteristik berdasarkan jenis kelamin (besarnya nilai rata-rata sama baik laki-laki maupun perempuan), karakteristik berdasarkan lama kerja (dengan kecenderungan stres kerja tertinggi dialami oleh masa kerja 11-20 tahun) dan karakteristik berdasarkan gaji (dengan kecenderungan stres kerja tertinggi dialami oleh besarnta gaji antara Rp. 500.000- Rp. 1.000.000 dan lebih dari Rp. 1.500.000). Dari segi kinerja karyawan, seluruh karaktristik karyawan tidak ada perbedaan secara signifikan. Kecenderungan kinerja tertinggi yaitu pada bagian DC (delivery Centre), jenis kelamin laki-laki, usia antara 30-39 tahun, Pendidikan SMP dan S1, dan besar gaji lebih dari Rp. 1.500.000.
4.11. Estimasi Awal Pengaruh Stres Kerja Terhadap Kinerja Karyawan
Model persamaan struktural (SEM) digunakan untuk mengetahui bentuk dan besar pengaruh antara variabel laten bebas, yaitu sumber stres kerja (stresor) ( ξ 1 ) dengan variabel laten tak bebas (terikat), yaitu stres kerja ( η 1 ) dan kinerja karyawan ( η 2 ). Setiap nomor pernyataan diambil nilai mediannya yang kemudian diolah dengan menggunakan LISREL 8.72. Pengambilan nilai median tersebut bertujuan untuk mencari satu angka yang dapat mewakili setiap variabel indikator yang ada. Hasil estimasi awal Model persamaan struktural (SEM) digunakan untuk mengetahui bentuk dan besar pengaruh antara variabel laten bebas, yaitu sumber stres kerja (stresor) ( ξ 1 ) dengan variabel laten tak bebas (terikat), yaitu stres kerja ( η 1 ) dan kinerja karyawan ( η 2 ). Setiap nomor pernyataan diambil nilai mediannya yang kemudian diolah dengan menggunakan LISREL 8.72. Pengambilan nilai median tersebut bertujuan untuk mencari satu angka yang dapat mewakili setiap variabel indikator yang ada. Hasil estimasi awal
Gambar 8. Estimasi Awal Pengaruh stres kerja terhadap kinerja karyawan
Gambar 8 menunjukkan model estimasi awal pengaruh stres kerja terhadap kinerja karyawan. Dalam SEM untuk menyatakan sebuah model layak dalam merepresentasikan data tidak hanya berdasarkan satu ukuran kebaikan model berupa nilai estimasi awal chi-square sebesar 61.24, df (degrees of freedom) sebesar 24, p-value sebesar 0.00004, dan RMSEA sebesar 0.107. Selain nilai-nilai tersebut, hasil estimasi dapat dilihat dari nilai GFI = 0.91 dan AGFI = 0.83. Nilai GFI = 0.91 tersebut sudah lebih besar dari 0.90 yang artinya model tersebut telah mampu menerangkan keragaman data dengan baik. Nilai AGFI = 0.83 juga telah memenuhi batas
minimum yaitu diatas 0.80. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Ho : ∑ = ∑(θ) diterima, yaitu model telah baik dalam merepresentasikan data dan layak untuk digunakan.
Selain itu, dari hasil estimasi juga diperoleh loading factor ( λ). λ merupakan koefisien yang menunjukkan seberapa besar pengaruh variabel indikator dalam membentuk variabel laten. Nilai λ yang paling besar berarti menunjukkan bahwa variabel indikator tersebut merupakan faktor yang paling berpengaruh dalam membentuk variabel laten. Dengan kata lain, semakin Selain itu, dari hasil estimasi juga diperoleh loading factor ( λ). λ merupakan koefisien yang menunjukkan seberapa besar pengaruh variabel indikator dalam membentuk variabel laten. Nilai λ yang paling besar berarti menunjukkan bahwa variabel indikator tersebut merupakan faktor yang paling berpengaruh dalam membentuk variabel laten. Dengan kata lain, semakin
Berdasarkan nilai yang dimiliki setiap variabel indikator, dapat dinyatakan bahwa tuntutan hubungan antar pribadi (X 3 ) merupakan variabel
yang paling berpengaruh terhadap sumber stres kerja (stresor) dengan nilai λ yaitu sebesar 0.78. Selain itu, gejala psikologis (Y 1.1 ) merupakan variabel indikator yang memiliki pengaruh terbesar dengan λ = 0.87 terhadap stres kerja. Sedangkan untuk kinerja karyawan, variabel indikator yang memiliki
pengaruh terbesar yaitu kualitas pekerjaan (Y 2.2 ) dengan nilai λ = 0.76. Setelah diperoleh hasil estimasi awal pengaruh stres kerja terhadap kinerja karyawan, maka dilakukan penentuan variabel indikator pembanding. Penentuan indikator dapat dilakukan pada salah satu dari setiap variabel indikator dikarenakan hasilnya akan selalu memiliki proporsi nilai yang sama. Dalam proses analisa, terdapat variabel yang dijadikan sebagai λ -nya, yaitu
tuntutan tugas (X 1 ), gejala psikologis (Y 1.1 ), dan kuantitas pekerjaan (Y 2.1 ). Penggunaan indikator pertama sebagai pembanding dari setiap variabel laten dimaksudkan untuk memudahkan pembandingan dan kajian hasil. Indikator pembanding bertujuan untuk mengantisipasi kontribusi atau pengaruh variabel yang tidak terdeteksi dalam model penelitian ini. Nilai λ variabel lainnya
selanjutnya dibandingkan dengan nilai λ dari variabel pembanding untuk melihat nilai kontribusi variabel tersebut dalam membentuk variabel laten. Hasil analisa estimasi dengan menggunakan indikator pembanding dapat dilihat pada Gambar 9, dan informasi nilai-nilai kebaikan model lainnya dapat dilihat pada Lampiran 6.
Gambar 9. Hasil Estimasi dengan Indikator Pembanding
Hasil estimasi t-value (Gambar 10) memperlihatkan bahwa semua variabel indikator telah memiliki t-value lebih besar dari 1.96 (tingkat signifikansi 5 %), yang berarti bahwa semua variabel indikator tersebut valid. Hasil analisa t-value dapat dilihat pada Gambar 10 berikut.
Gambar 10. Hasil Estimasi t-value Hasil analisa estimasi dengan menggunakan indikator pembanding ini selanjutnya akan digunakan sebagai model analisis penelitian. Analisis penelitian akan diuraikan berdasarkan hubungan antar variabel laten (model struktural) dan antara variabel laten dengan variabel indikatornya (model pengukuran).
4.11.1. Pengaruh Sumber Stres Kerja (Stresor) dengan Stres Kerja
Gambar 11. Estimasi Sumber Stres Kerja (Stresor) terhadap Stres Kerja
Model tersebut menunjukkan bahwa stres kerja dipengaruhi oleh sumber stres kerja ( γ = 1,58). Hasil analisa t-value juga
memperlihatkan besarnya koefisien konstruk ( γ atau gamma) yang menunjukkan nyata atau tidaknya pengaruh variabel laten bebas
terhadap variabel laten terikat. Semakin besar t-value, maka variabel laten bebas tersebut semakin nyata berpengaruh terhadap variabel laten terikat. Sumber stres kerja (stresor) mempunyai nilai t-value diatas1.96 (tingkat sinifikansi 5%) yaitu sebesar 4.50. Sumber stres kerja dengan nilai koefisien konstruk ( γ ) sebesar 1.58 dan t-value
4.50, berarti bahwa sumber stres kerja secara signifikan nyata dan bersifat positif berpengaruh terhadap stres kerja. Sumber stres kerja (stresor) akan mempengaruhi stres kerja, dimana semakin tinggi sumber stres kerja yang diperoleh maka akan semakin tinggi pula stres kerja yang dirasakan.
Dalam sumber stres kerja (stresor) ( ξ 1 ), variabel yang memiliki loading faktor tertinggi dengan nilai λ = 1.76 yaitu tuntutan hubungan antar pribadi (X 3 ), kepemimpinan organisasi (X 4 ) dengan nilai λ = 1.53, tuntutan peran (X 2 ) dengan nilai λ = 1.50, dan tuntutan tugas (X 1 ) dengan nilai λ =1.00. Keempat variabel indikator
tersebut berpengaruh nyata terhadap stres kerja karena mempunyai nilai t-value diatas 1.96 (tingkat signifikansi 5%).
Berdasarkan analisa data, variabel tuntutan hubungan antar pribadi (X 3 ) mempunyai nilai λ yang paling tinggi yaitu 1.76. Artinya tuntutan hubungan antar pribadi mempunyai pengaruh yang
tinggi terhadap stres kerja. Hal ini dikarenakan karyawan di perusahaan cenderung merasa kesulitan untuk bergaul dengan atasannya, serta kurangnya dukungan kerjasama dari rekan-rekan sekerja untuk saling membantu dalam hal pekerjaan. Oleh karena itu, perusahan seharusnya lebih memperhatikan hubungan antar pribadi karyawannya agar dapat mengurangi atau mencegah timbulnya stres kerja.
Variabel kepemimpinan organisasi (X 4 ) mempunyai λ=
1.53. Variabel ini memberikan pengaruh terbesar kedua terhadap stres kerja. Dari hasil kuesioner responden dapat diketahui bahwa responden setuju dengan pernyataan-pernyataan yang berkaitan dengan kepemimpinan organisasi, yaitu kurangnya dukungan dari atasan, pengawasan yang buruk dan kurang memadai dari atasan, pekerjaan yang baik kurang mendapat dukungan, dan atasan yang terlalu banyak mengatur. Oleh karena itu, perusahaan diharapkan dapat memperbaiki gaya kepemimpinan organisasinya sehingga dapat megurangi timbulnya stres kerja yang diakibatkan oleh kepemimpinan organisasi.
Variabel tuntutan peran (X 2 ) mempunyai nilai λ = 1.50, memberikan pengaruh terbesar ketiga terhadap stres kerja. Dari hasil kuesioner responden dapat diketahui bahwa pernyataan-pernyataan yang berkaitan dengan tuntutan peran, yaitu tugas yang diberikan oleh perusahaan berlebihan, melakukan pekerjaan yang dirasakan tidak dimengerti, melakukan pekerjaan diluar tugas sendiri, dan mengerjakan tugas tenggat waktu dialami oleh karyawan. Oleh karena itu, perusahaan dalam memberikan tuntutan peran kepada karyawannya sebaiknya sesuai dengan proporsi dan kemampuan dari karyawannya. Hal ini diharapkan dapat mengurangi timbulnya stres kerja yang diakibatkan oleh tuntutan peran.
Variabel tuntutan tugas (X 1 ) mempunyai nilai λ = 1.00, merupakan variabel yang mempunyai pegaruh paling kecil diantara variabel sumber stres kerja (stresor) lainnya. Dari hasil kuesioner responden dapat diketahui bahwa pernyataan-pernyataan yang berkaitan dengan tuntutan tugas dialami karyawan namun tidak terlalu sering. Namun, agar dapat mencegah atau mengurangi timbulnya stres kerja, perusahaan juga harus memperhatikan tuntutan tugas, peralatan, dan faslitas kerja yang akan diberikan kepada karyawannya.
4.11.2. Pengaruh Stres Kerja terhadap Kinerja Pengaruh stres kerja terhadap kinerja karyawan dapat dilihat pada Gambar 12 berikut ini.
Gambar 12. Estimasi Stres Kerja terhadap Kinerja Karyawan
a. Stres Kerja
Gambar 11 memperlihatkan stres kerja mempengaruhi kinerja karyawan dengan nilai β = -0.43 yang berarti stres kerja secara
signifikan berpengaruh negatif terhadap kinerja karyawan. Hasil analisa t-value (Gambar 10) stres kerja terhadap kinerja karyawan sebesar -3.13, menunjukkan bahwa stres kerja tidak nyata pengaruhnya terhadap kinerja karyawan.
Dalam stres kerja ( η 1), variabel yang memiliki loading factor tertinggi dengan nilai λ = 1.00 yaitu gejala psikologi(Y 1.1 ),
sedangkan gejala perilaku (Y 1.2 ) mempunyai nilai λ = 0.85. Dari kedua variabel indikator tersebut, gejala psikologis tidak nyata bepengaruh terhadap kinerja karyawan karena nilai t-valuenya = 0.85 atau di bawah 1.96. Sedangkan gejala perilaku berpengaruh nyata terhadap kinerja karyawan karena mempunyai nilai t-value sebesar
7.80. Berdasarkan analisa data, variabel gejala psikologi (Y 1.1 )
mempunyai nilai λ yang paling besar yaitu 1.00. Artinya gejala psikologi mempunyai pengaruh yang besar terhadap stres kerja. Hal mempunyai nilai λ yang paling besar yaitu 1.00. Artinya gejala psikologi mempunyai pengaruh yang besar terhadap stres kerja. Hal
Variabel gejala perilaku (Y 1.2 ) dengan λ = 0.85, menunjukkan bahwa gejala perilaku seperti tidak masuk kerja, cenderung membuat kekeliruan, tidak bersemangat dalam bekerja, sulit tidur akibat pekerjaan, dan menurunnya nafsu makan karena beban kerja tidak begitu tampak pada karyawan yang mengalami stres kerja.
b. Kinerja Karyawan
Gambar 12 juga memperlihatkan hubungan timbal balik antara pengaruh kinerja terhadap stres kerja. Kinerja karyawan mempunyai nilai β = 0.10, yang berarti kinerja karyawan secara
signifikan berpengaruh terhadap stres kerja karyawan. Hasil analisa t-value kinerja terhadap stres kerja karyawan sebesar 0.89, juga menunjukkan bahwa kinerja karyawan tidak nyata pengaruhnya terhadap stres kerja karyawan. Dari hasil estimasi ini dapat disimpulkan bahwa kinerja karyawan secara signifikan berpengaruh tidak nyata terhadap stres kerja karyawan, yang berarti semakin tinggi kinerja karyawan maka belum tentu menyebabkan tingkat stres semakin tinggi ataupun rendah.
Dalam kinerja ( η 2), variabel yang memiliki loading factor tertinggi dengan nilai λ = 1.00 yaitu kuantitas pekerjaan(Y 2.1 ), kualitas pekerjaan (Y 2.2 ) dengan nilai λ = 0.81, sedangkan ketepatan
waktu (Y 2.3 ) mempunyai nilai λ = 0.30. Dari ketiga variabel indikator tersebut, kuantitas pekerjaan berpengaruh tidak nyata terhadap kinerja karyawan karena nilai t-valuenya = 1.26 atau di waktu (Y 2.3 ) mempunyai nilai λ = 0.30. Dari ketiga variabel indikator tersebut, kuantitas pekerjaan berpengaruh tidak nyata terhadap kinerja karyawan karena nilai t-valuenya = 1.26 atau di
Berdasarkan analisa data, variabel kuantitas pekerjaan (Y 2.1 ) mempunyai nilai λ yang paling besar yaitu 1.00. Artinya kuantitas pekerjaan mempunyai pengaruh yang cukup terhadap kinerja karyawan. Hal ini berarti kinerja karyawan dalam hal kuantitas pekerjaan dinilai baik. Pekerjaan mereka sesuai dengan beban kerja yang telah ditetapkan perusahaan saat ini, dan hasil pekerjaan sesuai dengan harapan karyawan dan standar yang ditetapkan perusahaan. Dengan hasil kinerja yang baik ini perusahaan harus meningkatkan dan mendukung karyawan agar dapat berkinerja dengan baik.
Variabel kualitas pekerjaan (Y 2.2 ) dengan λ = 0.81, Artinya kualitas pekerjaan mempunyai pengaruh terbesar kedua terhadap kinerja karyawan. Hal ini berarti kinerja karyawan dalam hal kualitas pekerjaan dinilai cukup. Karyawan jarang membuat kekeliruan, dan pekerjaan hampir sesuai dengan kemampuan dan ketrampilan karyawan. Dengan hasil kinerja ini perusahaan harus meningkatkan dan mendukung karyawan agar dapat berkinerja lebih baik lagi.
Variabel ketepatan waktu (Y 2.3 ) dengan λ = 0.30, Artinya ketepatan waktu mempunyai pengaruh terkecil dibandingkan dengan variabel yang lainnya terhadap kinerja karyawan. Hal ini berarti kinerja karyawan dalam hal ketepatan waktu dinilai masih rendah. Karyawan belum dapat menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan waktu yang ditentukan perusahaan. Dengan hasil kinerja ini perusahaan harus memperbaiki dan mendukung karyawan dengan cara menerapkan disiplin waktu agar dapat berkinerja lebih baik lagi.
4.12. Upaya Pencegahan Stres Kerja Untuk memaparkan pendapat para responden dan pihak manajemen perusahaan tentang upaya pencegahan stres kerja maka dilakukan analisis data secara kualitatif. Analisis data kualitatif bersifat memaparkan hasil temuan secara mendalam melalui pendekatan bukan angka atau nonstatistik. Analisis ini cenderung mengakomodasi setiap data atau tanggapan responden yang diperoleh selama pengumpulan data.
Data atau kata-kata yang diungkapkan karyawan selanjutnya dianalisis dengan merangkum atau meringkas untuk menghasilkan temuan yang lebih bermakna dan mudah dipahami.
4.12.1. Upaya Pencegahan Stres Kerja Menurut Persepsi Karyawan
Dari total responden sebanyak 137 karyawan, sebanyak 67 responden menyatakan setuju bahwa menurut mereka selama ini pihak manajemen perusahaan mengupayakan pencegahan stres kerja yang dialami karyawannya. Sedangkan 70 responden lainnya menyatakan tidak setuju. Hal ini menunjukkan bahwa pihak manajemen perusahaan belum optimal terkait sosialisasi dalam hal upaya pencegahan stres kerja kepada karyawannya.
Persepsi karyawan tentang upaya pencegahan stres kerja didapat dari hasil pendapat responden dalam kuesioner terbuka dan wawancara kepada beberapa responden secara acak. Adapun hasil dari analisis kualitatif terdapat pada Tabel 12 berikut : Tabel 12. Upaya Pencegahan Stres Menurut Persepsi Karyawan
No.
Data
Pemberian Jumlah Nama Faktor
Responden 1. Meningkatkan gaji sesuai kebutuhan
Ekonomi 30 hidup sehari-hari
karyawan 2. Rekreasi bersama seluruh keluarga
Hiburan 25 dan karyawan 3. Memperhatikan dan meningkatkan
Ekonomi 22 kesejahteraan karyawan
karyawan 4. Mengadakan bimbingan rohani
Rohani/kejiwaan 14 5. Menambah fasilitas yang Lingkungan
8 berhubungan dengan kesehatan kerja
kerja
Lanjutan Tabel 12.
6. Menciptakan lingkungan kerja Lingkungan kerja
7 yang kondusif 7. Atasan tidak terlalu menekan Hubungan dengan
5 bawahan
atasan 8. Memberikan pekerjaan yang sesuai
Beban kerja 5 dengan kemampuan karyawan 9. Bonus apresiasi bagi karyawan
Penghargaan 4 yang kinerjanya bagus. 10. Even-even yang menghibur
Hiburan 4 11. Membuat peraturan baru yang
Kebijakan 4 lebih flexibel dan melibatkan
perusahaan karyawan dalam mengambil keputusan. 12. Tidak mudah menjatuhkan Kebijakan
3 hukuman dinas
Perusahaan
13. Menambah fasilitas penunjang Lingkungan kerja
3 pekerjaan 14. Pimpinan mengadakan pertemuan Hubungan dengan
3 berkala dengan karyawan dalam
atasan rangka sharing.
Dari analisis kualitatif ini dapat diketahui bahwa upaya pencegahan stres kerja menurut persepsi karyawan menyangkut beberapa faktor penting yaitu ekonomi karyawan, hiburan, lingkungan kerja, hubungan dengan atasan, kebijakan perusahaan, kebutuhan rohani karyawan, beban kerja dan penghargaan.
4.12.2. Upaya Pencegahan Stres Kerja Menurut Persepsi Manajemen
Perusahaan
Persepsi pihak manajemen perusahaan tentang upaya pencegahan stres kerja didapat dari hasil wawancara langsung kepada kepala kantor dan manajer perusahaan.
Kebijakan yang berkaitan dengan manajemen perusahaan di PT Pos Indonesia (Persero) Jakarta Timur 13000, di bawah kendali PT Pos Indonesia (Persero) Pusat sehingga pihak manajemen Kebijakan yang berkaitan dengan manajemen perusahaan di PT Pos Indonesia (Persero) Jakarta Timur 13000, di bawah kendali PT Pos Indonesia (Persero) Pusat sehingga pihak manajemen
Adapun kebijakan pihak manajemen perusahaan tentang upaya pencegahan stres dapat di lihat dalam analisis kualitatif pada Tabel 13 berikut ini. Tabel 13. Upaya Pencegahan Stres Menurut Persepsi Manajemen
Perusahaan
No.
Pemberian Nama Faktor 1. Mengadakan rekreasi minimal setahun
Data
Hiburan sekali 2. Memberikan kenaikan gaji
Ekonomi karyawan 3. Menyediakan fasilitas kesehatan berupa
Lingkungan kerja poliklinik di tempat keja 4. Mengadakan hiburan di kantor
Hiburan 5. Melakukan temu wicara setiap seminggu
Hubungan dengan atasan sekali 6. Siraman rohani setiap hari jumat
Rohani/kejiwaan
7. Mengadakan pelatihan-pelatihan Rohani/kejiwaan pengembangan jiwa 8. Mengadakan sharing antara karyawan
Hubungan dengan atasan dengan atasan 9. Menetapkan kebijakan perusahaan yang
Kebijakan perusahaan memperhatikan kepentingan keryawannya
Dari analisis kualitatif ini dapat diketahui bahwa upaya pencegahan stres kerja menurut persepsi manajemen perusahaan menyangkut beberapa faktor penting yaitu hiburan, rohani/kejiwaan karyawan, hubungan dengan atasan, ekonomi, lingkungan kerja, dan kebijakan perusahaan.
4.12.3. Penerapan Upaya Pencegahan stres kerja di Perusahaan Dari hasil analisis kualitatif tentang upaya pencegahan stres kerja baik menurut persepsi karyawan maupun persepsi manajemen perusahaan berupa kuesioner terbuka dan wawancara langsung, peneliti mengetahui penerapan upaya pencegahan stres kerja yang telah dilaksanakan yaitu :
a. Program kenaikan gaji bagi karyawan sudah dilakukan pada tahun 2005. Namun saat ini dikarenakan keadaan profitabilitas perusahaan yang sedang menurun dan belum adanya kebijakan dari kantor pusat, maka kenaikan gaji berkala yang dijanjikan kepada karyawan belum dapat dilaksanakan.
b. Perusahaan dari tahun ketahun malaksanakan rekreasi bersama. Namun pada tahun ini rekreasi bersama belum dapat terealisasi walaupun dananya sudah ada. Hal ini diakibatkan karena dana yang disediakan hanya untuk membiayai satu orang dalam keluarga karyawan saja. Sehingga apabila ada anggota keluarga lain ikut rekreasi tersebut maka biaya ditanggung orang tersebut, bukan pihak perusahaan. Hal ini cukup memberatkan karyawan.
c. Perusahaan mengadakan hiburan di kantor berupa panggung musik, namun frekuensi kegiatan tersebut tidak sering dilakukan, sehingga karyawan kurang mendapat hiburan untuk melepaskan sejenak peluh akibat bekerja.
d. Setiap seminggu sekali di hari jumat perusahaan mengadakan siraman rohani yang dilaksanakan sebanyak sekali sebulan di minggu pertama.
e. Perusahaan mengirimkan karyawannya yang berminat untuk mengikuti pelatihan perkembangan jiwa (Brainstorming) ke kantor wilayah setiap bulannya selama sekali sebulan.
f. Sebelum karyawan melaksanakan aktifitasnya bekerja, setiap pagi hari diadakan sharing dengan atasan berbarengan dengan doa reflexi pagi.
g. Perusahaan menyediakan poliklinik di kantor untuk kesehatan karyawan.
Langkah-langkah tersebut telah dilakukan perusahaan sebagai
kerja karyawannya. Hanya saja penerapannya tidak berlangsung secara kontinyu dan karyawan belum merasakan hasil dari upaya-upaya yang dilakukan oleh perusahaan.
4.13. Implementasi Manajerial
Pihak manajemen perusahaan perlu mengembangkan penanganan orang atau karyawan mereka agar karyawan menjadi efektif dalam bekerja. Stres kerja dalam kaitannya dengan manajemen sumber daya manusia termasuk kedalam permasalahan tentang perilaku keorganisasian. Stres kerja merupakan permasalahan manajemen SDM dalam fungsi operasional yaitu pemeliharaan karyawan.
Berdasarkan hasil analisis pengaruh stres kerja terhadap kinerja karyawan di PT. Pos Indonesia (Persero) Jakarta 13000, dapat disimpulkan bahwa stres kerja karyawan saat ini sudah sangat baik karena berada pada tingkat rendah yang secara signifikan berpengaruh negatif tidak nyata terhadap kinerja karyawan. Sedangkan kinerja karyawannya juga sudah sangat baik karena berada pada tingkat kinerja yang tinggi yang secara signifikan berpengaruh tidak nyata terhadap stres kerja karyawan. Hal ini harus tetap dipertahankan pihak manajemen perusahaan agar perusahaan dapat mencapai target-targetnya dan dapat keluar dari permasalahan yang sedang melanda perusahaan.
Namun dalam kondisi yang baik ini perusahaan belum optimal dalam mengupayakan pencegahan stres kerja karyawannya. Hal ini terlihat dari hasil pendapat karyawan bahwa sosialisasi dan penerapan dari pihak manajemen perusahaan tentang upaya-upaya pencegahan stres kerja kepada keryawannya masih dirasakan kurang, karena ada beberapa upaya menurut karyawan yang seharusnya dilakukan pihak manajemen perusahaan dalam mencegah stres, namun sampai saat ini belum optimal atau belum pernah dilakukan.
Oleh karena itu, dari hasil penelitian ini penulis memberikan masukan-masukan bagi pihak manajemen perusahaan dalam hal upaya pencegahan stres kerja, yaitu :
1. Adapun upaya pencegahan stres kerja menurut karyawan yang belum dilakukan perusahaan adalah upaya yang terkait dengan faktor beban kerja dan penghargaan. Untuk itu perusahaan seharusnya :
a) Menyesuaikan kemampuan karyawan dengan tugas atau pekerjaannya.
b) Batasan kewenangan sebanding dengan besarnya tanggung jawab.
c) Pemberian tugas yang jelas
d) Memberikan penghargaan lebih kepada karyawan yang dapat mencapai target-target tertentu perusahaan. Penghargaan dapat berupa insentif, maupun reward secara berkala sesuai moment dan kemampuan perusahaan. Hal ini diharapkan dapat memotivasi karyawan untuk meningkatkan kinerjanya tanpa menimbulkan stres yang negatif.
2. Hal-hal lain yang dapat dilakukan pihak manajemen perusahaan adalah :
a) Melakukan pendekatan organisasional dengan cara :
1) Melakukan perbaikan seleksi personil dan penempatan kerja.
2) Penggunaan penetapan tujuan yang realistis.
3) Merancang ulang pekerjaan.
4) Meningatkan keterlibatan karyawan dalam pengambilan keputusan.
5) Melakukan perbaikan komunikasi organisasi.
6) Menawarkan program kesejahteraan yang memusatkan perhatiannya pada keseluruhan kondisi fisik dan mental karyawan.
b) Melakukan tinjauan ulang tentang kondisi fisik dan mental karyawan secara periodik agar apabila timbul stres kerja negatif, maka perusahaan dapat segera mencegah dan mengatasinya.
4.14. Rekapitulasi Hasil Penelitian
Tabel 14. Rekapitulasi Hasil Penelitian
No. Proses Analisis
Hasil
1. Uji Validitas
30 pertanyaan dinyatakan valid. 2. Uji Reliabilitas
r hitung <r tabel,
Menggunakan rumus construct reliability dan variance extracted. Seluruh nilai construct reliability dari ketiga variabel laten telah memiliki nilai yang baik yaitu diatas 70%.
Sedangkan nilai variance extracted dari ketiga variabel laten telah memiliki nilai yang baik yaitu diatas 50%. Hal ini menunjukkan indikator-indikator tersebut cukup handal.
3. Karakteristik Mayoritas responden berjenis kelamin laki-laki, berusia 40-49 Responden
tahun, tingkat pendidikan terakhirnya SMA, memiliki masa kerja 11-20 tahun, dan berpenghasilan 1-1,5 juta rupiah.
4. Analisis - Menggunakan uji chi-square : diperoleh bahwa seluruh Karakteristik
karakteristik tidak memiliki hubungan nyata dengan stres Responden
kerja maupun kinerja karyawan yaitu jenis kelamin, umur, pendidikan, lama kerja dan gaji dengan peluang nyata lebih besar dari 5% (P-Value > α = 0.05). - Menggunakan uji varians (ANOVA) : diperoleh tingkat stres kerja tertinggi yang mempunyai perbedaan antara karakteristik karyawan secara signifikan adalah karakteristik berdasarkan usia (stres kerja tertinggi dialami oleh karyawan usia 30-39 tahun), dan karakteristik berdasarkan pendidikan
(stres kerja tertinggi pendidikan D3 dan SMA). Dari segi
kinerja karyawan, seluruh karakteristik karyawan tidak ada perbedaan secara signifikan. Kecenderungan kinerja tertinggi yaitu pada bagian DC (Delivery Centre), jenis kelamin laki- laki, usia antara 30-39 tahun, Pendidikan SMP dan S1, lama kerja 1-10 tahun dan besar gaji lebih dari Rp. 1.500.000.
5. Kondisi Tingkat Rendah dengan skor rataan keseluruhan 2.68, karena sumber Stres Kerja
stres kerja dan gejala stres rendah.
Skor
Indikator Kinerja
Keterangan Rataan
Sumber Stres Kerja (Stresor)
2.56 Rendah
Gejala stres
2.12 Rendah
Total
2.68 Rendah
Lanjutan Tabel 14. Rekapitulasi
6. Kondisi Kinerja Tinggi dengan skor rataan keseluruhan 3.76. Skor
Indikator Kinerja
Keterangan Rataan
Kuantitas Pekerjaan
3.75 Tinggi
Kualitas Pekerjaan
3.91 Tinggi
Ketepatan Waktu
7. Pengaruh Stres Dengan nilai γ = 1.58 dan t-value = 4.50 menunjukkan sumber Kerja Terhadap stres kerja secara signifikan nyata dan bersifat positif Kinerja
berpengaruh terhadap stres kerja .
Karyawan
Dengan nilai β = -0.43 dan t-value = -3.13 menunjukkan bahwa stres kerja secara signifikan berpengaruh negatif tidak
nyata terhadap kinerja karyawan. Dengan nilai β = 0.10 dan t-value = 0.89 menunjukkan bahwa kinerja karyawan secara signifikan berpengaruh tidak nyata terhadap stres kerja.
8. Besar Pengaruh Dalam sumber stres kerja (stresor) ( ξ 1 ), variabel yang memiliki indikator Stres loading faktor tertinggi dengan nilai λ = 1.76 yaitu tuntutan Kerja dan hubungan antar pribadi (X3), kepemimpinan organisasi (X4) Kinerja
dengan nilai λ = 1.53, tuntutan peran (X2) dengan nilai λ = Karyawan
1.50, dan tuntutan tugas (X1) dengan nilai λ =1.00. Dalam stres kerja ( η 1), variabel yang memiliki loading factor
tertinggi dengan nilai λ = 1.00 yaitu gejala psikologi(Y1.1), sedangkan gejala perilaku (Y1.2) mempunyai nilai λ = 0.85.
Dalam kinerja ( η 2), variabel yang memiliki loading factor
tertinggi dengan nilai λ = 1.00 yaitu kuantitas pekerjaan(Y2.1), kualitas pekerjaan (Y2.2) dengan nilai λ = 0.81, sedangkan ketepatan waktu (Y2.3) mempunyai nilai λ = 0.30.
9. Upaya Menurut persepsi karyawan dan juga menurut persepsi Pencegahan
manajemen perusahaan yaitu faktor ekonomi karyawan, Stres Kerja
hiburan, lingkungan kerja, hubungan dengan atasan, kebijakan perusahaan, kebutuhan rohani karyawan, beban kerja dan penghargaan. Upaya pencegahan stres kerja yang seharusnya dilakukan perusahaan menurut persepsi karyawan yaitu terkait dengan faktor beban kerja dan penghargaan kepada karyawan.