Model Teotrikal
6.4. Model Teotrikal
Terdapat empat perspektif teorikal yang dapat menjelaskan masalah toleransi resiko dalam kaitannya dengan faktor demografi dan pendapatan, yaitu Model Standard Utility Maximization, Teori Hirarki Kebutuhan Maslow, Perspective Theory, dan Family Development Theory (Chaulk et al., 2003 : 259 – 263). Keempatnya akan diuraikan berikut ini.
Model standard utility maximization untuk sifat takut terhadap resiko (risk aversion) menekankan pada keseimbangan antara potensi untung dan rugi. Keberanian mengambil resiko terjadi bila tingkat kekayaan tinggi dan utiliti marjinal yang berhubungan dengan fluktuasi kekayaan adalah rendah (Chaulk et al.., 2003 : 260).
Teori hirarki kebutuhan Maslow (1954) mengatakan bahwa individu memberi prioritas pada kebutuhan dasar dan rasa aman jika sumber dayanya rendah dan karena itu mereka tidak mau mengambil resiko. Jika sumber daya mereka sudah tercukupi maka kebutuhan lain yang lebih menonjol adalah kebutuhan untuk berkembang. Investasi beresiko akan diambil bila potensi pertumbuhan besar. Teori ini berdasar pada prediksi terhadap akumulasi kekayaan individu dan menunjukkan model standar ekonomi sehubungan dengan pengambilan keputusan yang beresiko (Xiao dan Anderson (1997 dalam Chaulk et al., 2003 : 260).
Bab VI. Toleransi Resiko Keuangan
Prospect theory dikembangkan oleh dua orang psikholog, Daniel Kahneman dan Amos Tversky di tahun 1979. Teori ini pada dasarnya mencakup dua disiplin ilmu, yaitu psikologi dan ekonomi (psikoekonomi). Titik berangkatnya adalah pada analisis prilaku seseorang dalam mengambil keputusan (ekonomi) di dalam dua pilihan (Suweca, 2010 : 1). Perilaku manusia dalam pengambilan keputusan dapat dibedakan menjadi risk-aversion dan risk-seeking. Keputusan seseorang dipengaruhi oleh frame yang dianutnya. Frame tersebut ditentukan oleh formulasi masalah yang dihadapi, norma dan kebiasaan, serta karakteristik para pengambil keputusan. Studi Kahneman dan Tversky menemukan bahwa sikap tentang resiko menghadapi keuntungan (gain) akan sangat berbeda dengan sikap tentang resiko menghadapi kerugian. Contoh yang dikemukakannya adalah sebagai berikut : pada saat sekelompok orang dihadapkan pada pilihan pasti mendapatkan uang $1.000 atau kurang-lebih 50 persen dari kemungkinan mendapatkan uang $2,500, ternyata orang akan lebih memilih yang pasti yaitu sebesar $1.000. Hal ini menunjukkan perilaku risk-aversion. Akan tetapi, pada kelompok orang yang sama, jika kepadanya diberikan pilihan untuk pasti rugi sebesar $1.000 atau kurang-lebih 50 persen kemungkinan tidak akan rugi, maka mereka akan cenderung membuat pilihan yang lebih beresiko. Hal ini merupakan contoh risk-seeking. Dalam kondisi rugi, seseorang akan cenderung lebih nekat menanggung resiko dibandingkan pada kondisi berhasil (Suweca, 2010 : 2).
Sehubungan dengan taruhan (bet), prospect theory mengatakan bahwa semua taruhan dipertimbangkan dalam hubungannya dengan posisi kekayaan yang terakumulasi pada diri seseorang. Kekayaan akan meningkatkan toleransi resiko. Model ini terkait dengan keragaman mental accounting pada penerimaan untung rugi. Perasaan rugi dua kali lebih penting dalam perilaku pembuatan keputusan dibandingkan dengan perasaan untung. Model ini memberi pemahaman mengapa keluarga dan faktor demografi mempengaruhi toleransi resiko. Model ini dapat menjelaskan mengapa variabel gender, usia, status perkawinan, dan jumlah anak dapat berubah dalam konteks penaksiran potensi keuntungan, dan yang lebih penting, potensi rugi dalam situasi
Perilaku Investor Keuangan
investasi. Secara lebih spesifik, ketika individu membuat keputusan yang beresiko maka persepsi terhadap potensi untung rugi akan berhubungan dengan standar ekonomi, faktor psikologi, serta perubahan dalam konteks kemasyarakatan (Kahneman dan Tversky, 1979 dalam Chaulk et al., 2003 : 260).
Prospect theory juga menyatakan bahwa keputusan sering dipengaruhi oleh bagaimana pilihan itu dibentuk, bukan pilihannya. Sehubungan dengan resiko, individu sering menunjukkan sikap risk aversion (Damodaran 2011 : 17).
Teori Family Development menekankan peran perubahan harapan dalam keluarga ketika terjadi perubahan anggota keluarga, kebutuhan
dan kemasyarakatan. Ekspektasi dan perilaku invidu dan keluarga dapat berubah pada setiap tahapan keperluan kelurga. Tahapan keluarga selalu berubah sehingga menyebabkan ketidakpastipastian dalam kehidupan. Hal ini merubah kerangka persepsi dalam perilaku dan pengambilan kepurusan saat ini dan di masa yang akan datang (White 1991, Chaulk et al., 2003 : 260). Ketika seseorang memutuskan untuk menikah, harapan dan perilakunya dapat berbeda dan juga berpotensi untuk berperan sebagai orang tua bila mendapatkan anak. Saat menjadi orang tua, harapan dan perilaku selama beberapa tahun juga dapat berbeda. Perubahan harapan dan kejadian-kejadian akan berkembang mulai dari anak berumur satu tahun sehingga lahir anggota keluarga baru. Anak yang lahir kemudian mempunyai pengaruh yang unit pada hubungan keluarga. Ketika anak sudah mandiri, harapan juga akan berubah. Akhirnya, teori family development memprediksi perubahan dalam perilaku harapan dan pengambilan keputusan berdasarkan pada harapan societal bagi suami dan juga istri.
pengembangan
individu,