Lakon Icir Keraton (Berdirinya Negara Hastina).

5.4.3 Lakon Icir Keraton (Berdirinya Negara Hastina).

Sumber Buku “ Layang Kandha Kelir” serial Mahabharata.

Di istana negara Gilingwesi, Prabu Resapada sedang diha- dap oleh Patih Gentayasa atau Gentawiyasa, beserta para pung- gawa sedang membahas adik Prabu Respada yang bernama Dewi Resweni yang dianggap sebagai perawan tua, meskipun banyak yang melamar tetapi belum mau berumah tangga. Selain itu, mereka membicarakan kedua anak Prabu Respada yang bernama Dewi Reswati, dan Dewi Resawulan yang sudah berangkat dewasa serta telah banyak yang melamar, tetapi kedua putri itu belum juga mau di- kawinkan sehingga membuat sedih Prabu Respada. Belum selesai

berbicara tiba-tiba ada ta- mu bernama Raden Kus- wanalendra yang berniat meminta-minta kursi sing- gasana yang sedang didu- duki Prabu Respada. Ra- den Kuswanalendra keluar dan Prabu Respada me- nyuruh Patih Genthayasa untuk mengusir Kuswana- lendra karena meminta kursi yang di dudukinya di negara Gilingwesi. Patih Gethayasa keluar istana diikuti oleh para wadyaba- la. Sesampai di Alun-alun, Patih Genthayasa mene- mui Kuswanalendra dan menghimbau agar segera meninggalkan negara Gi-

Gambar 4.6 Kuswanalendra lingwesi supaya tidak me- nimbulkan keributan.

Raden Kuswanalendra tidak bersedia pergi, bahkan berte- rus terang bahwa kedatangannya ini ingin menjadi raja di Negara Gi- lingwesi. Mendengar jawaban Raden Kuswanalendra, Patih Gentha- yasa sangat marah, sehingga terjadi pertempuran antara Patih Gen- thayasa melawan Raden Kuswanalendra. Patih Genthayasa kewa- lahan meladeni kesaktian Raden Kuswanalendra, segera ia menyi- apkan wadyabala. Raden Kuswanalendra dibantu oleh Raden Ber- janggapati, semar dan bagong. Raden Berjanggapati melepaskan pusaka neraca bala, sehingga terjadi hujan anak panah di alun-alun Negara Gilingwesi menghujani dan menyerang para wadyabala Ne- gara Gilingwesi. Akibatnya, banyak wadyabala yang tewas dan terlu- ka. Wadyabala Negara Gilingwesi mundur, namun terus diburu oleh

Raden Kuswanalendra beserta Raden Berjanggapati sampai ke da- lam istana.

Di dalam istana Negara Gilingwesi, Prabu Respada menda- pat laporan Patih Genthayasa, bahwa para wadyabala Negara Gi- lingwesi tidak mampu menghadapi Raden Kuswanalendra dan Ra- den Berjanggapati. Prabu Respada merasa kawatir, lalu beliau me- merintahkan Patih Genthayasa untuk menyelamatkan dan mengung- sikan dewi Reswani dan segera meninggalkan istana Negara Giling- wesi. Segeralah mereka melarikan diri dari pintu rahasia.

Setelah Patih Genthayasa dan dewi reswani meninggalkan istana, Raden Kuswanalendra datang beserta Raden Berjanggapati, Semar dan Bagong. Prabu Respada di tangkap Raden Kuswanalen- dra hendak dibunuhnya tetapi segera dicegah oleh Raden Berjang- gapati Semar dan Bagong. Raden Kuswanalendra tetap pada pendi- riannya, ingin menguasai kerajaan Negara Gilingwesi. Sebelum me- laksanakan niatnya membunuh Prabu Respada, tiba-tiba datanglah dewi Resawati dan Resawulan, memohon kepada Raden Kuswana- lendra agar sudi melepaskan Prabu Respada, mereka berdua sang- gup menggantikan hukuman ayahnya. Melihat kecantikan kedua ga- dis tersebut, Raden Kuswanalendra mengurungkan niatnya untuk membunuh Prabu Respada. Sebagai gantinya dewi Resawati dan Resawulan akan dikawinkan dengan Raden Kuswanalendra dan Ra- den Berjanggapati. Kedua putri itu menyanggupinya. Akhirnya Prabu Respada diampuni, tetapi tidak berkuasa lagi di Negara Gilingwesi, Prabu Respada juga sanggup. Selanjutnya Raden Kuswanalendra menikah dengan dewi Resawati, dewi Resawulan menjadi istri Ra- den Berjanggapati. Raden Kuswanalendra menggantikan kedudukan Prabu Respada sebagai raja Negara Gilingwesi bergelar Prabu Kus- wanalendra. Melihat kajadian itu, Semar dan Bagong tidak berkenan dengan apa yang telah dilakukan oleh Raden Kuswanalendra karena telah meninggalkan watak satriya, maka Semar dan Bagong mening- galkan Negara Gilingwesi, mencari kerabat keturunan kasutapan.

Diceritakan, Patih Genthayasa yang mendapat perintah me- ngungsikan Dewi Resweni telah sampai di tengah hutan, mereka beristirahat karena kelelahan berlari. Setelah hilang rasa lelahnya Patih Genthayasa mendekati Dewi Resweni dan menyatakan cinta- nya kepada Dewi Resweni. Mendengar pernyataan Patih Genthaya- sa Dewi Resweni terkejut dan merasa risih jika berdekatan dengan Patih Genthayasa, maka Dewi Resweni melarikan diri menghindar dari Patih Genthayasa. Patih Genthayasa berusaha mengejarnya. Dalam pelarian itu, Dewi Resweni memasuki wilayah Pertapaan Te- jageni.

Di Pertapaan Tejageni, Begawan Bahusena sedang me- ngasuh putranya yang bernama Raden Bahusancana atau Raden Mandrabahu. Diceritakan, setelah Begawan Sekutrem dan Begawan Sakri meninggal dengan keadaan hilang bersama raganya (Mekrat),

Pertapaan Tejageni menjadi kosong. Oleh karena itu, Batara Narada menurunkan putra Prabu Harjuna Wijaya yang bernama Raden Ba- husena. Semasa hancurnya negara Mahespati, Bahusena masih ke- cil. Saat ini Bahusena diserahi tugas untuk membangun Pertapaan

Tejageni dan bergelar Begawan Bahusena. Sebagai upah Bahu- sena dinikahkan dengan bida- dari yang sangat cantik berna- ma Dewi Mandrawati putri Bata- ra Sukra. Sudah menjadi ke- hendak Batara Agung, bahwa dewi Mandrawati meninggal du- nia ketika malahirkan Raden Mandrabahu. Dengan perasaan sedih Begawan Bahusena ber- usaha membesarkan Raden Mandrabahu sendirian tanpa is- trinya. Saat termenung memi- kirkan nasibnya, Begawan Ba- husena di kejutkan oleh suara orang bersendau gurau. Bega- wan Bahusena sambil meng- gend Mandrabahu mendekati suara itu. Kiranya setelah me-

Gambar 4.7 Begawan Sakri ninggalkan negara Gilingwesi Semar dan Bagong tersesat sampai di Pertapaan Tejageni.

Mereka berkenalan, Begawan Bahusena menyatakan, bahwa ia sebetulnya putra raja Mahespati, putra Prabu Harjuna Wija- ya yang dilahirkan oleh dewi Srinadi. Mendengar keterangan Bega- wan Bahusena, Semar dan Bagong merangkul Begawan Bahusena sambil menangis. Setelah reda tangisnya, Semar bercerita, bahwa ia dulu bekas Abdi Prabu Harjuna Wijaya. Sebetulnya Prabu Harjuna Wijaya mempunyai dua putra yang dilahirkan oleh kedua istrinya. Dewi Citrawati malahirkan Raden Kusumacitra yang sewaktu keru- suhan terjadi di selamatkan Semar dan Bagong, dan yang satu lagi Raden Bahusena yang dilahirkan oleh Dewi Srinadi, yang pada wak- tu terjadi kerusuhan masih bayi dan diberitakan hilang. Kiranya hi- langnya Raden Bahusena pada waktu itu diambil oleh dewata. Bega- wan Bahusena membenarkan cerita Semar itu setelah jelas perso- alanya. Semar dan Bagong bersedia mengikuti Begawan Bahusena bertempat tinggal di Pertapaan Tejageni. Semar dan Bagong mem- bantu mengasuh Raden Mandrabahu.

Setelah beberapa hari di Pertapan Tejageni, Semar dan Bagong dipanggil Begawan Bahusena untuk diajak berunding. Ber- hubung Raden Mandrabahu sudah besar, maka Begawan Bahusena

ingin menebang hutan dan membangun suatu negara yang nantinya akan diberikan kepada Raden Mandrabahu. Semar dan Bagong sa- ngat setuju dengan rencana Begawan Bahusena itu, maka mereka segera mengadakan persiapan untuk mencari hutan mana yang hen- dak di tebang.

Gambar 4.8 Bagong dan Semar

Belum sampai berangkat, tiba-tiba mereka mendengar sua- ra jeritan minta tolong. Begawan Bahusena mencari suara itu, tam- pak dari kejauhan Dewi Resweni sedang berlari dikejar Patih Gen- thayasa. Sesampai di hadapan Begawan Bahusena Dewi Resweni menangis minta pertolongan, dijelaskan bahwa ia dipaksa Patih Genthayasa hendak diperistri, maka bila Begawan Bahusena sang- gup menolong, Dewi Resweni bersedia menjadi istri Begawan Bahu- sena. Dewi Resweni lalu diajak masuk ke dalam pertapaan. Melihat Dewi Resweni ada yang menolong, Patih Genthayasa menjadi ma- rah, sehingga terjadi pertempuran antara Begawan Bahusena mela- wan Patih Genthayasa. Patih Genthayasa kalah, lalu menyerah dan minta ampun kepada Begawan Bahusena. Begawan Bahusena me- maafkan Patih Genthayasa dengan sarat Patih Genthayasa tidak bo- leh mengganggu Dewi Resweni, sebab Dewi Resweni akan menjadi

istri Begawan Bahusena. Patih Genthayasa sanggup, lalu diampuni dan dipersilahkan tinggal di Pertapaan Tejageni. Patih Genthayasa diserahi menjaga keselamatan Dewi Resweni dan Raden Mandraba- hu, sebab Begawan Bahusena akan menebang hutan.

Begawan Bahusena meneruskan niatnya menebang hutan dibantu Semar dan Bagong. Begawan Bahusena berjalan sampai di tempat yang banyak ditumbuhi tanaman ubi (uwi) semacam ubi jalar yang pohonya melilit ke atas dan ubinya di dalam tanah. Setelah di- rasa cocok maka dimulailah pekerjaan mebabati tumbuhan uwi itu.

Diceritakan, saat tengah bekerja menebang hutan, Bega- wan Bahusena melihat dari kejauhan Dewi Resweni menggendong Raden Mandrabahu sambil menangis lalu mengadu bahwa ia di- ganggu Patih Genthayasa. Mendengar aduan istrinya, Begawan Ba- husena bangkit amarahnya. Begawan Bahusena meninggalkan hu- tan menuju Pertapaan Tejageni. Patih Genthayasa yang melihat ke- datangan Begawan Bahusena sambil marah itu menjadi sangat keta- kutan, lalu menyembah meminta maaf. Begawan Bahusena merasa kasihan melihat Patih Genthayasa seperti itu, kemudian Dewi Res- weni dipanggil dan diajak masuk ke dalam sanggar pamujan. Se- sampai didalam sanggar, Begawan Bahusena bersemedi mohon pe- tunjuk dewata lalu mengambil Daki Dewi Resweni seketika itu, mun- culah seorang putri menyerupai Dewi Resweni, putri tersebut diberi nama Dewi Reswati. Selanjutnya Dewi Reswati di ajak keluar untuk menemui Patih Genthayasa. Dewi Reswati diberikan kepada Patih Genthayasa sebagai istrinya, sehingga Patih Genthayasa sangat gembira. Begawan Bahusena memerintahkan Patih Genthayasa dan istrinya meninggalkan Pertapaan Tejageni, disuruh menebang hutan gambir, kelak jika sudah menjadi negara, seyogyanya dinamakan negara Gambir Anom.

Dengan senang hati Patih Genthayasa dan Reswati me- ninggalkan Pertapaan Tejageni. Setelah sampai di hutan gambir, hu- tan ditebang hingga akhirnya dijadikan sebuah negara, sesuai de- ngan pesan Begawan Bahusena, negara itu diberi nama negara Gambir Anom. Patih Genthayasa menjadi raja pertama bergelar Pra- bu Genthayasa.

Diceritakan setelah kepergian Patih Genthayasa dan istri- nya, Begawan Bahusena meneruskan menebang hutan hingga sele- sai, serta mengubah menjadi sebuah negara yang dinamakan nega- ra Wiratha. Raja pertama negara Wiratha adalah Raden Mandraba- hu bergelar Prabu Anom Bahusancana.

Perkawinan Begawan Bahusena dengan Dewi Resweni ju-

ga membuahkan seorang putra yang bernama Raden Swandana. Untuk menjaga jangan sampai kedua anaknya berebut negara, maka Begawan Bahusena menebang hutan lagi yang di tebang adalah hu- tan pohon ingas, setelah selesai di tebang, dibangun sebuah nega- ra, dinamai negara Ngastina atau Hastina. Raja pertama di negara

Ngastina adalah Raden Swandana bergelar Prabu Anom Sentanu Dewa.

Diceritakan, setelah berdirinya negara Wiratha dan Ngasti- na, kedua negara tersebut berkembang dengan pesat, rakyatnya se- makin banyak karena tanahnya subur, banyak masyarakat di sekitar kedua negara itu berdagang ke negara Ngastina dan menetap di sa- na serta tak kembali lagi ke negaranya termasuk para kawula di Ne- gara Gilingwesi. Banyak yang maninggalkan Negara Gilingwesi kare- na tidak senang dengan peraturan Raden Kuswanalendra yang sa- ngat sombong. Melihat rakytnya banyak pindah ke negara Ngastina

dan Wiratha, Prabu Kus- wanalendra menyiapkan pasukannya untuk menye- rang Wiratha. Sesampai di alun-alun Wiratha, Prabu Kuswanalendra dan pasu- kannya dihadang oleh Be- gawan Bahusena dan wa- dyabala negara Wiratha. Terjadilah perang yang sangat seru di alun-alun negara Wiratha, Begawan Bahusena dike-royok oleh Prabu Kuswa-nalendradan raden Berjanggapati, akan tetapi keduanya dapat di- tangkap dan di ikat oleh Begawan Bahusena. Meli- hat raja nya ditawan Be- gawan Bahusena, wadya- bala negara Gilingwesi melarikan diri ke negara- nya. Setelah Prabu Kus- wanalendra dan Raden Be janggapati ditawan mere-

Gambar 4.9 Berjanggapati ka mengaku salah dan

merasa bersalah kepada Begawan Bahusena, akhirnya mereka berdua meminta pengam- punan kepada Begawan Bahusena. Begawan Bahusena merasa ka- sihan kepada mereka berdua, keduanya diampuni tetapi tidak diper- bolehkan kembali ke Negara Gilingwesi. Prabu Kuswanalendra dipe- rintahkan menebang hutan pohon Cangkring, yang banyak terdapat tawon gung. Prabu Kuswanalendra menebang pohon cangkring aki- batnya banyak lebah (tawon) yang mati tertimpa pohon, disana ada raja tawon yang bernama raja Galenggung, melihat kawulanya ba- nyak yang mati timbul amarahnya. Dia keluar dari sarangnya dan

menyerang Prabu Kuswanalendra. Prabu Kuswanalendra mengam- bil panah sakti lalu dilepaskan mengenai raja Galenggung dan seke- tika itu mati. Prabu Kuswanalendra marah tempat raja Galenggung dihujani panah sehingga di sekitar tempat itu banjir madu. Begawan Bahusena membantu Prabu Kuswanalendra, tempat itu di sabda menjadi kerajaan di beri nama negara Madura (Mandura), Prabu Kuswanalendra menjadi raja pertama bergelar Prabu Kuswanalendra atau Prabu Basukiswara. Raden Berjanggapati diperintahkan mene- bang hutan yang dihuni oleh burung rako (semacam burung ba- ngau), setelah menjadi rata disabda oleh Begawan Bahusena menja- di kerajaan, diberi nama negara Mandaraka. Raden Berjanggapati menjadi raja pertama ber-gelar Prabu Berjanggapati atau Prabu In- draspati.