20
BAB II PESAWAT MILITER SEBAGAI PESAWAT SIPIL UNTUK
TRANSPORTASI SIPIL
D. Sejarah Penerbangan Sipil dalam Hukum Internasional
Sejarah penerbangan sipil internasional dapat dilihat dari perkembangan lintas udara terkait dengan kedaulatan negara di ruang udara, yaitu di mulai dari
tahapan perkembangan konsep kedaulatan, yakni: 1.
Tahap sekitar tahun 1910, tahap Konperensi mengenai Navigasi di Ruang Udara pada tahun 1910 di Paris, Perancis, sampai tahap Konperensi
Perdamaian Versailles, Perancis, pada tahun 1919. 2.
Tahap Konperensi Perdarnaian Versailles tahun 1919. 3.
Tahap Konperensi Komisi Internasional mengenai Navigasi di Ruang Udara, di Paris, Perancis, pada tahun 1929.
4. Tahap Konperensi Internasional rnengenai Penerbangan Sipil di Chicago,
Amerika Serikat, pada tahun 1944. 5.
Tahap setelah peluncuran sputnik oleh Uni Soviet pada tahun 1957.
15
Dari tahapan-tahapan tersebut yang secara langsung membahas tentang penerbangan sipil internasional adalah Konperensi di Chicago tahun 1944.
Pembahasan mengenai penerbangan sipil yang telah dimulai pada Konvensi Paris, yang dinilai para pihak banyak kekurangan. Akan tetapi, ”walaupun Konvensi
Paris mengandung banyak kekurangan, namun hal itu harus diakui sebagai salah
15
Fans Likadja, Masalah Lintas Di Ruang Udara, Jakarta: Binacipta, 1987, hal. 1-2.
satu usaha untuk merumuskan suatu peraturan yang uniform mengenai hukum udara bidang publik”.
16
Sejalah dengan adanya perkembangan keberadaan pesawat udara, pembangunan di bidang hukum udara juga mulai menjadi perhatian sejak tahun
1784, peraturan pertama dalam bidang hukum udara dibuat pada tahun tersebut oleh Lenoir seorang berkebangsaan Perancis, yang melarang penerbangan dengan
balon udara tanpa izin. Kemudian peraturan dalam hal keselamatan penerbangan pertama kali pada tahun 1819 oleh Count d’Anglés, yang mengharuskan balon
udara dilengkapi dengan parasut dan melarang percobaan-percobaan dengan balon udara selama musim panen. Terdapat dua jenis klasifikasi pesawat udara, pertama
pesawat udara yang lebih berat dari udara disebut aerodin, misalnya adalah
helikopter, girokopter, pesawat bersayap tetap, dan kedua pesawat udara yang lebih ringan dari udara disebut aerostat, misalnya balon dan kapal udara. Pesawat
yang lebih berat dari udara diterbangkan pertama kali oleh Wright Bersaudara Orville Wright dan Wilbur Wright dengan menggunakan pesawat rancangan
sendiri yang dinamakan Flyer yang diluncurkan pada tahun 1903 di Amerika Serikat.
Sedangkan untuk pesawat yang lebih ringan dari udara sudah terbang jauh sebelumnya, penerbangan pertama kalinya dengan menggunakan balon udara
panas yang ditemukan seorang berkebangsaaan Perancis bernama Joseph Montgolfier dan Etiene Montgolfier terjadi pada tahun 1782.
17
16
Ibid
17
Seelawman.blogspot.com201003normal-0-false-false-false.html, diakses tanggal 1 April 2015.
Hukum udara yang sekarang kita kenal merupakan cabang ilmu yang baru berkembang pada permulaan abad ke-20, setelah Wilbur Wright dan Orville
Wright berhasil terbang dengan sebuah pesawat yang lebih berat dari udara. Hukum Udara, menurut Goedhuis dan Diederiks Verschoor diartikan sebagai
“keseluruhan ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur ruang udara dan penggunaannya untuk keperluan penerbangan”.
18
Definisi tersebut merupakan pengertian luas dan sebagai pengertian atau definisi hukum udara yang umumnya
sekarang dikenal, mengingat jika pengertian hukum udara diartikan sebagai “hukum yang mengatur objek udara” maka sejak jaman Romawi sudah dikenal
adanya prinsip “coius est solum” yang berarti siapa memiliki tanah, memiliki juga udara di atasnya sampai ke langit. Namun ungkapan demikian coius est solum
tentunya sudah tidak relevan lagi, mengingat bahwa langit yang dimaksud juga ada batasnya. Karena mulai tahun 1901 telah mulai dikenal bidang ilmu hukum
baru yaitu “Droit Aérien” atau hukum udara oleh Prof. Nys dari Universitas Brussel, hingga pada tahun 1919 ketika Konvensi Paris mengenai penerbangan
internasional ditandatangani, yang diatur hanya “I’espace atmospherique”, demikian juga dalam Konvensi Chicago 1944, hanya mengatur “airspace” atau
ruang udara.
19
Menurut N. Mateesco, istilah “Droit Aérien” akhirnya yang kemudian lebih populer dalam perkembangan di massa selanjutnya, dibandingkan istilah-
istilah lain yang muncul kemudian misalnya “Law of Civil Aviation”, “Law of Flight” dan “Recht der Lufthahrt”, yang secara umum semua istilah law of civil
18
E. Suherman, Hukum Udara Idonesia Internasional Bandung : Alumni, 1999 hal. 101
19
E. Suherman, Wilayah Udara dan Wilayah Dirgantara Bandung : Alumni, 1994 hal. 30
aviation, law of flight dan recht der lufthahrt lebih menekankan pada kegiatan penerbangan.
Sementara itu di Indonesia, E. Suherman mendefinisiskan hukum udara sebagai “keseluruhan ketentuan-ketentuan dan norma-norma hukum yang
mengatur ruang udara, pesawat udara, pemanfaatannya untuk penerbangan dan prasarana penerbangan”.
20
Hukum udara sebagai ilmu semakin mendapat perhatian sejalan dengan perkembangan teknologi penerbangan dunia, maka
ketika tahun 1957 Sputnik I diluncurkan, spekulasi bidang hukum baru akhirnya menjadi kenyataan yaitu hukum angkasa space law dan lebih lanjut pengaturan
ruang angkasa secara internasional ditetapkan dalam “Treaty on Principles Governing the Activities of States in the Exploration and Use of Outerspace,
including the Moon and Other Celestial Bodies” pada tahun 1967.
21
E. Pengaturan Penerbangan Sipil Hukum Internasional