Mekanisme Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam

(1)

LAPORAN TUGAS AKHIR

MEKANISME PERMOHONAN PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA KANTOR

PELAYANAN PAJAK PRATAMA LUBUK PAKAM

O L E H

NAMA : MERRY MARLYNA HUTABARAT NIM : 102600086

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Menyelesaikan Studi Pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

HALAMAN PERSETUJUAN

LAPORAN PKLM INI DISETUJUI UNTUK DIPRESENTASIKAN OLEH :

Nama : Merry Marlyna Hutabarat NIM : 102600086

Program Studi : Diploma III Administrasi Perpajakan

Judul : Mekanisme Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam.

Ketua Program Studi Diploma III Dosen Pembimbing Supervisor Lapangan Administrasi Perpajakan Kepala Seksi Waskon II

Drs. Alwi Hashim Batubara, M.Si Irwansyah Lubis, SE, M.Si Ridho Syafruddin

NIP. 195608311986011001 NIP. 196802181998031001 NIP. 197008181997031001

Dekan

Prof. Dr. Badaruddin,M.Si NIP. 196805251992031002


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasihnya penulis dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir yang merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dengan judul “Mekanisme Permohonan Pengembalian kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam”.

Dalam penulisan Laporan Tugas Akhir ini penulis banyak menerima bantuan, baik berupa dorongan semangat maupun sumbangan pikiran dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan segala keikhlasan hati penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang banyak membantu sehingga terwujudnya penulisan Laporan Tugas Akhir ini, terutama kepada :

1. Tuhan Yesus Kristus atas segala kasih dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini.

2. Kedua orang tua saya Bapak (Alm) B. Hutabarat dan Ibu M.br.Ambarita yang terkasih dan tersayang yang telah membesarkan, mengasuh, mendidik, mendoakan serta memberikan cinta dan kasih sayang yang tiada duanya.


(4)

4. Bapak Drs. Alwi Hashim Batubara, M.Si selaku Ketua Jurusan Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU.

5. Bapak Irwansyah Lubis, SE, M.Si selaku Dosen Pembimbing saya yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, motivasi, bantuan, dan saran kepada penulis dalam menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini.

6. Bapak dan Ibu seluruh staf pengajar Fakultas Ilmu sosial dan Ilmu Politik khususnya Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan bimbingannya selama masa perkuliahan.

7. Seluruh staf pegawai jurusan Administrasi Perpajakan yang selalu membantu penulis dalam administrasi untuk keperluan akademik.

8. Bapak Ridho Syafruddin selaku supervisor lapangan beserta Staf Karyawan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam antara lain Bang Harnanto, Bang Jems, dan Bang Melki yang telah meluangkan waktu dalam pemberian data-data yang diperlukan selama masa pengambilan data PKLM.

9. Kakak saya Esra Hutabarat dan Devi hutabarat yang selalu memberikan semangat dan dukungan serta mau berbagi pengalaman kepada saya. Dan buat adik-adik saya tercinta, Toni Hutabarat, Nelly Hutabarat, dan Diana


(5)

Hutabarat yang selalu menjadi motivasi terbesar saya untuk selalu melakukan yang terbaik agar kelak bisa menjadi teladan bagi kalian.

10.Sahabat-Sahabat saya, ‘Dos Roha’ (Novita, Uli, Nadet, Fanusian) yang telah menjadi sahabat-sahabat terbaik selama masa perkuliahan.

11.Teman-teman yang sama-sama berjuang selama pengambilan data PKLM pada KPP Pratama Lubuk Pakam antara lain Fiqih, Winda, dan Bagus.

12.Kepada seluruh teman-teman di Diploma III Administrasi Perpajakan stambuk 2010 khususnya Tax B 0’10.

13.Serta semua pihak terkait yang tidak dapat disebutkan satu per satu namanya yang telah banyak membantu dan mendukung penulisan Laporan Tugas Akhir selama ini.

Penulis menyadari adanya keterbatasan kemampuan, wawasan, serta pengalaman penulis dalam penulisan Laporan Tugas Akhir. Untuk itu diharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan laporan ini. Semoga karya tulis ini dapat memberi manfaat bagi penulis dan semua pembaca.

Medan, Juli 2013 Penulis


(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...i

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 1

B. Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri... 4

C. Uraian Teoritis ... 6

D. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 13

E. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 13

F. Metode Pengumpulan Data ... 15

G. Sistematika Penulisan Praktik Kerja Lapangan Mandiri... 16

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI A. Sejarah Singkat KPP Pratama Lubuk Pakam ... 18

B. Letak Geografis KPP Pratama Lubuk Pakam ... 21

C. Wilayah Kerja KPP Pratama Lubuk Pakam ... 21

D. Struktur Organisasi dan Uraian Tugas Setiap Seksi Pada KPP Pratama Lubuk Pakam ... 22

BAB III GAMBARAN DATA A. Dasar Hukum ... 26


(7)

C. Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak ... 29

D. Tarif Pajak Pertambahan Nilai ... 31

E. Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai ... 32

F. Saat dan Tempat Terutang Pajak Pertambahan Nilai ... 32

G. Mekanisme Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai ... 34

H. Pengkreditan Pajak Masukan ... 35

I. Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai ... 36

J. Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai ... 38

BAB IV ANALISA DAN EVALUASI A. Mekanisme Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai ... 43

B. Penyebab Terjadinya Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam ... 47

C. Mekanisme Penerbitan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP) ... 48

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 52

B. Saran ... 53


(8)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Pajak merupakan suatu fenomena menarik dalam kehidupan masyarakat dan negara saat ini. Dimana pajak merupakan sumber penerimaan negara terbesar dan paling diandalkan. Penerimaan negara dari sektor perpajakan mencapai 77,95% dari total penerimaan negara, dan terus meningkat setiap tahunnya. Hal ini dapat dilihat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dimana rencana pendapatan negara dari sektor pajak terus mengalami peningkatan. Pendapatan negara dari sektor pajak inilah yang digunakan untuk membiayai pelaksanaan pembangunan nasional yang sedang berjalan. Kedepan kontribusi penerimaan pajak diharapkan terus meningkat seiring dengan meningkatnya kebutuhan negara serta untuk mewujudkan kemandirian ekonomi yang dicanangkan pemerintah.

Upaya yang dapat dilakukan untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa atau negara dalam pembiayaan pembangunan yaitu dengan cara menggali sumber-sumber dana yang berasal dari dalam negeri berupa pajak (pajak pusat dan pajak daerah) dan retribusi daerah yang telah menjadi sumber penerimaan yang dapat diandalkan bagi negara. Upaya lain yang dapat dilakukan oleh pemerintah yang dalam hal ini adalah Direktorat Jenderal Pajak adalah aktif dalam melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan pemenuhan kewajiban perpajakan oleh Wajib Pajak agar Wajib Pajak mematuhi peraturan yang telah ditentukan dalam undang-undang


(9)

perpajakan. Selain itu, Direktorat Jenderal Pajak juga dapat melakukan pembaharuan undang-undang perpajakan untuk meningkatkan penerimaan pajak.

Sebelum adanya pembaharuan sistem perpajakan seperti reformasi pajak (tax reform), Indonesia menganut sistem pemungutan pajak official assessment system yaitu sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang. Tetapi setelah reformasi pajak tahun 1984 sistem pemungutan pajak diubah menjadi self assessment system yaitu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar.

Dalam Perpajakan kita mengenal beberapa jenis pajak yang salah satunya adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan salah satu jenis pajak yang pemungutannya dilakukan oleh pemerintah pusat. PPN juga tergolong sebagai Pajak Objektif yaitu pajak yang pengenaannya didasarkan pada objek pajak, baik objek pajak berupa benda ataupun objek pajak lainnya. Dalam kelompok pajak objektif ini, PPN termasuk ke dalam pajak yang dipungut karena perbuatan yang menyebabkan adanya lalulintas barang. Menurut Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984, perbuatan yang menimbulkan hutang PPN adalah suatu penyerahan. PPN dibebankan kepada semua konsumen, tanpa memandang siapakah konsumen yang akan menanggung pajak.


(10)

bayar. Selisih pajak kurang bayar adalah dimana Pajak Masukan (pajak yang dibayar) lebih kecil dari Pajak Keluaran (pajak yang dipungut). Sebaliknya, dikatakan lebih bayar berarti Pajak Masukan (pajak yang dibayar) lebih besar dari Pajak Keluaran (pajak yang dipungut) pada waktu penyerahan. Maka, atas kelebihan pembayaran PPN tersebut, PKP memiliki hak untuk mengajukan permohonan pengembalian atau yang disebut dengan restitusi. Karena selain memiliki kewajiban, Wajib Pajak juga memiliki hak perpajakan. Salah satunya adalah mengajukan permohonan restitusi.

Untuk mencegah adanya Wajib Pajak yang mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai yang tidak melengkapi persyaratan, diperlukan aparatur pajak yang teliti dan bertanggung jawab dalam menangani permohonan tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku. aparatur pajak juga harus memberikan pelayanan yang baik guna menciptakan keseimbangan antara hak dan kewajiban wajib pajak, serta untuk menjamin adanya kepastian hukum bagi wajib pajak dan menjamin ketertiban administrasi perpajakan.

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk mencoba melakukan penelitian dan menuangkan hasilnya dalam sebuah laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri dengan judul “MEKANISME PERMOHONAN PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA LUBUK PAKAM”


(11)

B. Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) 1. Tujuan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Secara teoritis Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) merupakan kegiatan intrakurikuler yang dilakukan mahasiswa secara mandiri dengan cara praktis dilapangan yang langsung berhubungan dengan teori-teori keahlian yang diterima dari para dosen Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam melaksanakan Praktik Kerja Lapangan Mandiri ini adalah:

1.1 Untuk mengetahui mekanisme permohonan pengembalian kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam.

1.2 Untuk mengetahui penyebab terjadinya kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam. 1.3 Untuk mengetahui mekanisme penerbitan Surat Perintah Membayar


(12)

2. Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) 2.1 Bagi Mahasiswa

a. Menambah wawasan di bidang perpajakan khususnya tentang Mekanisme Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai.

b. Agar dapat meningkatkan keahlian dan keterampilan dalam bidang perpajakan maupun Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.

c. Sebagai wadah untuk mempersiapkan diri menghadapi dunia kerja dengan dibekali keahlian keterampilan dan pengalaman yang diperoleh sewaktu melaksanakan Praktik Kerja Lapangan Mandiri.

2.2 Bagi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam

a. Sebagai sarana untuk mempererat hubungan yang positif antara Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam dengan lembaga pendidikan Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

b. Dapat mengetahui tingkat perkembangan ilmu perpajakan di lingkungan Perguruan Tinggi khususnya di Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

c. Dengan dilaksanakan Praktik Kerja Lapangan Mandiri ( PKLM ) ini, mahasiswa dituntut memberikan sumbangsihnya terhadap instansi baik


(13)

berupa saran maupun kritikan yang bersifat membangun yang menjadi sumber masukan bagi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam. 2.3 Bagi Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

a. Mempererat hubungan antara Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam dengan pihak Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

b. Membuka interaksi antara mahasiswa, dosen, dan instansi pemerintahan khususnya dalam ilmu pengetahuan.

c. Membangun image yang baik terhadap sumber daya manusia yang dihasilkan dari lembaga pendidikan nasional, khususnya Universitas Sumatera Utara.

C. URAIAN TEORITIS 1. Defenisi Pajak

Beberapa ahli perpajakan banyak mengemukakan pengertian berbeda tentang pajak, tetapi pada dasarnya beberapa pengertian tersebut mempunyai maksud dan tujuan yang sama. Diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh :

1.1 Prof.Dr.Rochmat Soemitro,SH

Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar


(14)

1.2Dr. N. J. Feldmann

Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkan secara umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum (Resmi,2008:2)

1.3Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum & Tata Cara Perpajakan

Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Dari berbagai definisi tentang pajak di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa pajak memiliki beberapa aspek dasar :

1. Pembayaran pajak harus berdasarkan undang-undang; 2. Sifatnya dapat dipaksakan;

3. Tidak ada kontraprestasi yang langsung dapat dirasakan oleh pembayar pajak;

4. Pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara baik pemerintah pusat maupun daerah;

5. Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah (rutin dan pembangunan) bagi kepentingan masyarakat umum.


(15)

2. Sistem Pemungutan Pajak a. Self Assessment

Sistem pemungutan pajak secara self assessment diletakkan kepada kesadaran aktivitas dari masyarakat itu sendiri, yaitu dimana wajib pajak diberi kepercayaan untuk:

- Menghitung sendiri pajak yang terutang. - Memperhitungkan sendiri pajak yang terutang - Membayar sendiri jumlah pajak yang terutang - Melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang b. Official Assessment

Official assessment adalah suatu sistem pemungutan pajak dimana aparatur pajak yang menentukan sendiri (di luar wajib pajak) atau law enforcement (penegakan hokum) dalam menentukan jumlah besarnya pajak yang terutang baik secara formal maupun material.

c. Withholding System

Withholding system adalah penghitungan, pemotongan, dan pembayaran pajak serta pelaporan pajak yang dipercayakan kepada pihak ketiga oleh pemerintah. Withholding system adalah suatu system pemungutan pajak yang member wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.(Irwansyah,2010:29).


(16)

3. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai

Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan terhadap pertambahan nilai (value added) yang timbul akibat dipakainya faktor-faktor produksi di setiap jalur perusahaan dalam menyiapkan, menghasilkan, menyalurkan dan memperdagangkan barang atau pemberian pelayanan jasa kepada para konsumen. (Rusjdi,2007:01-3).

4. Fungsi Pajak Pertambahan Nilai a. Penerimaan Negara

Salah satu fungsi pemungutan pajak yang umum adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Fungsi ini disebut juga sebagai fungsi Budgeter. Begitupula Pajak Pertambahan Nilai, sebagai pajak Negara, penghasilan yang diperoleh dari pemungutan Pajak, dipergunakan sebagai sumber pembiayaan Negara, sebagaimana tercantum dalam Anggaran pendapatan dan Belanja Negara. Sejak diterapkan, Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai telah cukup berperan sebagai sumber penerimaan utama yang semakin meningkat baik jumlah maupun jumlah relatifnya apabila dibandingkan dengan penerimaan Negara lainnya.

b. Pemerataan Beban Pajak

PPN sering dikatakan sebagai tambahan atau koreksi untuk Pajak Penghasilan ( PPh). Karena PPh mengadakan pengecualian Subjek Pajak, ada Subjek Pajak yang dibebaskan dari pengenaan pajak. Dengan diadakannya PPN, subjek pajak yang terbebaskan pada PPh, secara tidak


(17)

langsung menjadi penanggung pajak melalui konsumsi yang dilakukannya. Dengan demikian, beban pajak akan terbebani pada setiap orang, tanpa pengecualian. PPN dalam hal ini berperan sebagai alat untuk meratakan beban pajak.

c. Mengatur Pola Konsumsi

PPN sering juga disebut sebagai pajak atas konsumsi. Yang menjadi pemikul beban pajak ini adalah konsumen. Oleh karena itu PPN dapat juga dijadikan alat untuk membentuk pola konsumsi, dengan mengenakan pajak atas barang-barang tertentu, dan tidak mengenakan pajak atas barang lainnya sesuai dengan yang diinginkan. Dengan demikian pola konsumsi masyarakat diharapkan dapat dipengaruhi dan diarahkan.

d. Mendorong Ekspor

Untuk mendorong dan meningkatkan daya saing barang ekspor di pasaran luar negeri, tarif atas penyerahan ekspor ditetapkan sebesar 0%.

e. Mendorong Investasi

Dalam sistem Pajak Pertambahan Nilai, pajak yang dibayarkan atas perolehan atau impor barang modal, dibebaskan/dapat diminta kembali. Pembebasan/pengembalian PPN Barang Modal diharapkan akan mendorong investasi.


(18)

f. Membantu Pengusaha Kecil

Dengan mengecualikan Pengusaha Kecil dari kewajiban memungut PPN, diharapkan akan lebih membantu pengusaha kecil mengembangkan usahanya. (Rusjdi,2007:01-5).

5. Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai

Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai adalah kelebihan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran dalam suatu Masa Pajak tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2009 tentang perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang menyatakan bahwa, Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran, maka selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dapat dimintakan kembali (restitusi) atau dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya.

Pajak Masukan yang dimaksud dalam ayat ini adalah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan.

6. Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai

Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai dapat disampaikan oleh Pengusaha Kena Pajak melalui:


(19)

a. Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai yang mencantumkan tanda permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dengan cara mengisi kolom “dikembalikan (restitusi)”; atau

b. Surat Permohonan tersendiri, apabila kolom “dikembalikan ( restitusi)” dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai tidak diisi atau tidak mencantumkan tanda permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak

Permohonan pengembalian disampaikan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak di tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan, dengan melengkapi bukti-bukti dan dokumen-dokumen yang harus disampaikan dalam rangka permohonan pengembalian. Permohonan pengembalian ditentukan 1 (satu) permohonan untuk 1 (satu) Masa Pajak (Ilyas,2007:190).

D. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Melalui Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) yang akan dilaksanakan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam, Penulis ingin mengetahui masalah berikut ini :

1) Mekanisme Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam. 2) Penyebab terjadinya kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai pada

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam


(20)

E. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Untuk mendapatkan dan mengumpulkan data serta informasi sesuai dengan metode yang digunakan sebagai berikut:

1. Tahap Persiapan

Pada tahap ini, penulis melakukan pengajuan judul, pengesahan judul, pembuatan proposal, seminar proposal, perbaikan proposal, persetujuan proposal, penentuan dosen pembimbing oleh Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, bimbingan dan konsultasi, pengajuan surat izin pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Mandiri ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam.

2. Studi Literatur

Merupakan dasar teori yang mendukung laporan ini menyangkut masalah yang dibahas yang berasal dari buku-buku, peraturan perundang-undangan perpajakan, artikel ilmiah, catatan-catatan maupun bahasa tertulis yang berhubungan dengan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri.

3. Observasi Lapangan

Penulis melakukan peninjauan atau pengamatan secara langsung terhadap masalah yang dibahas dan meninjau secara langsung terhadap kondisi pelaksanaan kegiatan untuk mengetahui sistem kerja yang berlaku pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam.


(21)

4. Pengumpulan Data

Pada tahap ini penulis melakukan pengumpulan data yang berhubungan dengan penyusunan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri.

a. Data primer : Data yang bersumber dari pihak Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam.

b. Data sekunder : Data yang bersumber dari referensi dan dokumentasi. 5. Analisa Data dan Evaluasi

Setelah penulis memperoleh data yang diperlukan, penulis akan menganalisa dan mengevaluasi data dan kemudian akan dipresentasikan secara objektif, jelas dan sistematis.

F. Metode Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data dan informasi yang diperlukan dalam Praktik Kerja Lapangan Mandiri ini, penulis menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut :

1. Metode Wawancara (Interview Guide)

Yaitu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara langsung kepada pegawai yang dianggap mampu memberikan data dan informasi tentang Mekanisme Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam. 2. Metode Observasi (Observation Guide)


(22)

Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam.

3. Metode Dokumentasi

Yaitu dengan mengumpulkan dokumen atau informasi yang berhubungan dengan Mekanisme Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atau arsip yang dianggap sah sebagai bukti otentik. G. Sistematika Penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan mandiri (PKLM)

Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri ini disusun oleh penulis dalam lima bab yang terdiri dari:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini penulis menguraikan gambaran umum tentang penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri yang meliputi latar belakang penyusunan, tujuan dan manfaat, ruang lingkup dan metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri, serta metode pengumpulan data dan sistematika penulisan.

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI

Pada bab ini penulis menguraikan sejarah singkat mengenai lokasi Praktik Kerja Lapangan Mandiri, struktur organisasi, uraian tugas pokok dan fungsi dari tiap-tiap seksi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam.


(23)

BAB III GAMBARAN DATA

Pada bab ini penulis akan menguraikan tentang Ketentuan Peraturan Perundang-undangan Perpajakan yang berkaitan dengan Mekanisme Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai.

BAB IV ANALISA DAN EVALUASI

Pada bab ini penulis akan menganalisa data yang diperoleh dan mengevaluasi data yang telah diterima selama proses Praktik Kerja Lapangan Mandiri ini.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini penulis akan menarik kesimpulan dari uraian pada bab-bab sebelumnya. Kemudian penulis juga akan memberikan saran yang mungkin dapat dijadikan sebagai bahan masukan.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(24)

BAB II

GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI

PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI (PKLM)

A. Sejarah Singkat Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam

Pada tahun 1987 Kantor Pelayanan Pajak masih disebut Kantor Inspeksi Pajak. Pada saat itu ada 2 (dua) Kantor Inspeksi Pajak yaitu Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan dan Kantor Inspeksi Pajak Kisaran. Dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat didalam pelayanan pembayaran pajak, maka berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 267/KMK.01/1989 diadakanlah perubahan secara menyeluruh pada Direktorat Jendral Pajak yang mencakup reorganisasi Kantor Inspeksi Pajak yang diganti nama menjadi Kantor Pelayanan Pajak sekaligus dibentuk Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan.

Berdasarkan pada keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.785/KMK.01/1993 tertanggal 3 agustus 1993 Kantor Pelayanan Pajak berubah menjadi 4 (empat) wilayah kerja yaitu;

1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur

2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat

3. Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara


(25)

Untuk mengimplementasikan konsep administrasi perpajakan modern yang berorientasi pada pelayanan dan pengawasan, maka struktur organisasi Direktorat Jendral Pajak perlu diubah, baik di level kantor pusat sebagai pembuat kebijakan maupun level kantor operasional sebagai pelaksana implementasi kebijakan. Sebagai langkah pertama, untuk memudahkan wajib pajak , ketiga jenis kantor pajak yang ada yaitu, Kantor Pelayanan Pajak (KPP), Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KPPBB), Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak (Karikpa) dilebur menjadi Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP Pratama).

Adapun Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak Sumatera Utarat I (Kanwil Sumut I) akan mengoperasikan delapan unit kantor pelayanan modern yang dijuluki Kantor Pelayanan Pajak Pratama. Ke delapan KPP Pratama dimaksud yakni enam unit KPP konvensional yang ada saat ini dimodernisasi dan ditambah dua KPP baru. Keenam KPP konvensional yang dijadikan KPP Pratama yakni:

1. KPP Pratama Medan Belawan

2. KPP Pratama Medan Barat

3. KPP Pratama Medan Polonia

4. KPP Pratama Medan Kota

5. KPP Pratama Medan Timur


(26)

Dua KPP baru yang dibentuk adalah: 1. KPP Pratama Medan Petisah

2. KPP Pratama Lubuk Pakam

KPP Pratama Lubuk Pakam sebelumnya adalah Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Lubuk Pakam yang berada dibawah organisasi Kanwil Sumut II. Sejak dileburnya ketiga jenis Kantor Pelayanan Pajak menjadi satu, maka Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Lubuk Pakam berubah menjadi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam dan berada dibawah organisasi Kanwil Sumut I.

Sesuai dengan Keputusan DJP Nomor KEP-95/PJ/2008/ Tentang Saat Mulai Operasi (SMO) Kantor Pelayanan Pajak Pratama di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak Sumatera Utara I, maka Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam ditetapkan mulai beroperasi tanggal 27 Mei 2008.

Visi dari KPP Pratama Lubuk Pakam adalah menjadi Institusi pemerintah yang menyelenggarakan sistem administrasi perpajakan modern yang efektif, efisien, dan dipercaya masyarakat dengan integritas dan profesionalisme yang tinggi

Misi dari KPP Pratama Lubuk Pakam adalah menghimpun penerimaan pajak negara berdasarkan UU Perpajakan yang mampu mewujudkan kemandirian pembiayaan anggaran pendapatan dan belanja Negara melalui sistem administrasi perpajakan yang efektif dan efisien.


(27)

B. Letak Geografis Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam

Penentuan lokasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP Pratama) merupakan salah satu faktor terpenting dalam memberikan kemudahan pelayanan kepada Wajib Pajak. Kantor Pelayananan Pajak Pratama Lubuk Pakam terletak di Jl.P.Diponegoro No. 42-44. Kantor pemerintah ini disesuaikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah, kedekatan dengan Kantor Pemerintah lainnya, seperti Kantor Polisi Deli Serdang dan Kantor Bank, ini juga memudahkan pengawasan dan memberikan pelayanan terhadap Wajib Pajak dalam membayar Pajak.

C. Wilayah Kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam Wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam adalah:

1. Sunggal 12. Namorambe 2. Labuhan Deli 13. Batang Kuis 3. Pancur Batu 14. Tanjung Morawa 4. Deli tua 15. Pagar Merbau 5. Beringin 16. Hamparan Perak 6. Lubuk Pakam 17. Patumbak 7. Gunung Meriah 18. Sibolangit 8. Percut Sei Tuan 19. Sibiru-biru 9. STM Hulu 20. Pantai Labu 10.Galang 21. STM Hilir 11.Bangun Purba


(28)

D. Struktur organisasi dan Uraian Tugas Setiap Seksi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam

Struktur organisasi yang ada pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam adalah struktur organisasi Lini dan Staf, dimana pimpinan sebagai Kepala Kantor dan dibantu oleh beberapa Kepala Seksi dan Pegawai Pelaksana.

Struktur Organisasi yang ada di KPP Pratama Lubuk Pakam dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Sub Bagian Umum

Sub bagian umum terdiri dari 3 bagian, yaitu: a. Tata Usaha dan Kepegawaian

Tugasnya adalah menyelenggarakan tugas pelayanan di bidang tata usaha dan kepegawaian dengan cara melakukan pengurusan surat, pengetikan dan pengadaan, penataan berkas penyusutan arsip, tata usaha kepegawaian dan pengiriman laporan agar dapat menunjang kelancaran tugas Kantor Pelayanan Pajak.

b. Keuangan

Tugasnya adalah menyusun anggaran dan administrasi keuangan untuk pembiayaan administrasi kantor dan penggajian pegawai Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam.


(29)

c. Bagian Rumah Tangga

Tugasnya adalah mengurusi segala keperluan rumah tangga dan keperluan perlengkapan Kantor Pelayanan Pajak Pratama lubuk pakam agar dapat menunjang kelancaran tugas Kantor Pelayanan Pajak.

2. Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI)

Seksi Pengolahan Data dan Informasi mempunyai tugas melakukan pengumpulan, pencarian, dan pengolahan data, penyajian informasi perpajakan, perekaman dokumen perpajakan, urusan tata usaha penerimaan perpajakan, pelayanan dukungan teknis komputer, pemantauan aplikasi elektronik, pengaplikasian Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak (SISMIOP), dan Sistem Informasi Geogarafi (SIG), serta penyiapan laporan kinerja.

3. Seksi Pelayanan

Seksi Pelayanan mempunyai tugas melakukan penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan, pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan, serta penerimaan surat lainnya, penyuluhan perpajakan, pelaksanaan registrasi Wajib Pajak, serta melakukan kerjasama perpajakan.

4. Seksi pengawasan dan Konsultasi (WASKON) I, II, dan III

Seksi Pengawasan dan konsultasi I, seksi pengawasan dan konsultasi II, seksi pengawasan dan konsultasi III, masing-masing mempunyai tugas melakukan


(30)

bimbingan/himbauan kepada Wajib Pajak dan Konsultasi teknis perpajakan, penyusunan profil Wajib pajak, analisis kinerja Wajib pajak, melakukan rekonsiliasi data Wajib Pajak dalam rangka melakukan intensifikasi, dan melakukan evaluasi hasil banding.

5. Seksi Penagihan

Seksi penagihan mempunyai tugas melakukan urusan penatausahaan piutang pajak, penagihan aktif, usulan penghapusan piutang pajak, penundaan dan angsuran tunggakan pajak, serta penyimpanan dokumen-dokumen penagihan. 6. Seksi Pemeriksaan

Seksi pemeriksaan mempunyai tugas melakukan penyusunan rencana pemeriksaan, pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan, penerbitan dan penyaluran surat perintah pemeriksaan pajak serta administrasi pemeriksaan perpajakan lainnya.

7. Seksi Ekstensifikasi

Seksi Ekstensifikasi Perpajakan mempunyai tugas melakukan pengamatan potensi perpajakan, pendapatan objek dan subjek pajak, penilaian objek pajak dalam rangka ekstensifikasi.

8. Kelompok Jabatan Fungsional

Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas melakukan kegiatan sesuai dengan jabatan fungsional masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kelompok jabatan fungsional terdiri dari Supervisor, Ketua Tim, dan Anggota Tim. KPP Pratama Lubuk Pakam mempunyai 2


(31)

kelompok Fungsional sesuai dengan bidang keahliannya. Setiap kelompok tersebut di koordinasikan oleh pejabat fungsional senior yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Wilayah, atau Kepala KPP yang bersangkutan. Jumlah jabatan Fungsional tersebut ditentukan berdasarkan kebutuhan dan beban kerja. Jenis dan jenjang jabatan fungsional diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


(32)

BAB III

GAMBARAN DATA

A. Dasar Hukum

Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran PPN yang disampaikan oleh Pengusaha Kena Pajak yang terjadi karena jumlah pajak masukan yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak keluaran yang dipungut.

Hak wajib pajak untuk mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai diatur dalam:

1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum & Tata Cara Perpajakan Pasal 11 ayat (1).

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2009 tentang perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Pasal 9 ayat (4).

3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72/PMK 03/2010 tanggal 31 Maret 2010 tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.


(33)

B. Subjek dan Objek Pajak Pertambahan Nilai 1. Subjek Pajak Pertambahan Nilai

a. Pengusaha

Pengusaha adalah orang pribadi atau Badan yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean

b. Pengusaha Kena Pajak

Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai, tidak termasuk pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

c. Pengusaha Kecil

Pengusaha Kecil adalah pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto dan atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).


(34)

2. Objek Pajak Pertambahan Nilai

Objek Pajak Pertambahan Nilai diatur dalam Pasal 4 ayat 1 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Pajak.

Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas :

a. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;

b. Impor Barang Kena Pajak;

c. Penyerahan Jasa Kena Pajak yang dilakukan di dalam Daerah Pabean oleh Pengusaha;

d. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;

e. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;

f. Ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.;

g. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak;

h. Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak;

i. Kegiatan Membangun Sendiri Yang dilakukan Tidak Dalam Kegiatan Usaha Atau Pekerjaan;


(35)

j. Penyerahan Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh Pengusaha Kena Pajak.

C. Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak 1. Barang Kena Pajak

Barang Kena Pajak (BKP) adalah barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang PPN.

Pada dasarnya semua barang adalah BKP, kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang. Jenis barang yang tidak dikenakan PPN ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah didasarkan atas kelompok-kelompok barang sebagai berikut:

a. Barang hasil pertambangan, atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, seperti minyak mentah, gas bumi, pasir dan kerikil, biji besi, biji timah, biji emas.

b. Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, seperti beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, dan garam baik yang beryodium maupun tidak beryodium.

c. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya.


(36)

2. Jasa Kena Pajak

Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang PPN. Pada dasarnya semua jenis jasa dikenakan pajak, kecuali yang ditentukan lain oleh Undang-Undang PPN.

Jenis jasa yang tidak dikenakan PPN ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah didasarkan atas kelompok-kelompok jasa sebagai berikut:

a. Jasa di bidang pelayanan kesehatan medik

b. Jasa di bidang pelayanan sosial

c. Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko

d. Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi

e. Jasa di bidang keagamaan

f. Jasa di bidang pendidikan

g. Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang tidak dikenakan Pajak Tontonan

h. Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan


(37)

j. Jasa di bidang tenaga kerja

k. Jasa di bidang perhotelan

l. Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum.

D. Tarif Pajak Pertambahan Nilai

Tarif Pajak Pertambahan Nilai diatur dalam pasal 7 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Pajak.

1. Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10 % (sepuluh persen).

2. Tarif Pajak Pertambahan Nilai atas ekspor Barang Kena Pajak adalah 0 % (nol persen) diterapkan atas:

a. Ekspor Barang Kena Pajak berwujud

b. Ekspor Barang Kena Pajak tidak berwujud, dan/atau

c. Ekspor Kena Pajak

Dengan Peraturan Pemerintah Tarif Pajak Pertambahan Nilai dapat diubah serendah-rendahnya 5% (lima persen) dan setinggi-tingginya 15% (lima belas persen).


(38)

E. Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai

Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan Dasar Pengenaan Pajak. Dalam Pasal 1 ayat 17 Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Nomor 42 tahun 2009 merumuskan Dasar Pengenaan Pajak adalah:

a. Harga Jual (DPP untuk penyerahan BKP) b. Penggantian (DPP untuk penyerahan JKP)

c. Nilai Impor (harga Impor (CIF+Bea Masuk)

d. Nilai Ekspor

e. Nilai lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan F. Saat dan Tempat Terutang Pajak Pertambahan Nilai

1. Saat Terutang Pajak Pertambahan Nilai Terutang nya PPN terjadi pada saat: a. Penyerahan BKP atau JKP b. Impor BKP

c. Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau JKP dari luar Daerah Pabean d. Ekspor BKP Berwujud

e. Ekspor BKP tidak berwujud atau JKP f. Saat Lain yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak


(39)

g. Saat Pembayaran yang diterima sebelum penyerahan atau pemanfaatan BKP/JKP

2. Tempat Terutang Pajak Pertambahan Nilai Tempat terutang PPN:

a. Untuk penyerahan BKP/JKP:

1. Tempat tinggal

2. Tempat kedudukan

3. Tempat kegiatan usaha

Jika mempunyai kegiatan usaha lebih dari satu tempat usaha, atas permohonan Pengusaha Kena Pajak dapat ditetapkan salah satu tempat usaha sebagai tempat pajak terutang. Yang menentukan adalah tempat administrasi penjualan.

b. Untuk impor, di tempat BKP dimasukkan ke dalam Daerah Pabean

c. Untuk pemanfaatan BKP tidak berwujud dan atau JKP dari luar Daerah Pabean, di tempat orang pribadi atau badan tersebut terdaftar sebagai Wajib Pajak

d. Untuk kegiatan membangun sendiri oleh PKP yang dilakukan tidak dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya atau oleh bukan PKP di tempat bangunan tersebut didirikan.


(40)

G. Mekanisme Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai

Mekanisme pengenaan PPN dapat digambarkan sebagai berikut:

a. Pada saat pembeli memperoleh BKP/JKP, akan dipungut PPN oleh PKP penjual. Bagi pembeli, PPN yang dipungut oleh PKP penjual tersebut merupakan pembayaran pajak di muka dan disebut dengan Pajak Masukan. Pembeli berhak menerima bukti pemungutan berupa Faktur Pajak.

b. Pada saat menjual/menyerahkan BKP/JKP kepada pihak lain, wajib memungut PPN. Bagi penjual, PPN tersebut merupakan Pajak Keluaran. Sebagai bukti telah memungut PPN, PKP penjual wajib membuat Faktur Pajak.

c. Apabila dalam suatu Masa Pajak (jangka waktu yang lamanya sama dengan satu bulan takwim) jumlah Pajak Keluaran lebih besar daripada jumlah Pajak Masukan, selisihnya harus disetorkan ke Kas Negara.

d. Apabila dalam suatu Masa Pajak jumlah Pajak Keluaran lebih kecil daripada jumlah Pajak Masukan, selisihnya dapat direstitusi (diminta kembali) atau dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya.

e. Pelaporan penghitungan PPN dilakukan setiap Masa Pajak dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN).


(41)

H. Pengkreditan Pajak Masukan

Pembeli BKP, penerima JKP, pengimpor BKP, pihak yang memanfaatkan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, atau pihak yang memanfaatkan JKP dari luar Daerah Pabean wajib membayar PPN dan berhak menerima bukti pungutan pajak berupa Faktur Pajak. PPN yang sudah dibayar tersebut merupakan Pajak Masukan bagi pembeli BKP, atau penerima JKP, atau pengimpor BKP, atau pihak yang memanfaatkan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean yang berstatus PKP. Pajak Masukan yang wajib dibayar tersebut diatas oleh Pengusaha Kena Pajak dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran yang dipungutnya dalam Masa Pajak yang sama.

Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan.

Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, maka selisihnya merupakan PPN yang harus dibayar oleh PKP ke Kas Negara. Sedangkan apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluarannya, maka selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dapat dimintakan kembali (restitusi) atau dikompensasikan pada Masa Pajak berikutnya.


(42)

I. Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai

Secara umum kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai terjadi karena hal-hal berikut ini:

1. Jumlah Pajak Masukan yang dibayar lebih besar daripada jumlah Pajak Keluaran yang dipungut dalam suatu Masa Pajak yang disebabkan oleh:

a. Pembelian Barang Kena Pajak atau perolehan Jasa Kena Pajak yang dilakukan sebelum usaha dimulai atau pada awal usaha dimulai.

Bagi Pengusaha orang pribadi, tidak tertutup kemungkinan melakukan pembelian BKP modal seperti mesin, gedung, dan pembelian bahan baku atau bahan pembantu atau perolehan JKP sebelum usaha dimulai. Bagi perusahaan yang berbentuk badan, kegiatan tersebut dilakukan pada awal usaha dimulai. Apabila pada saat itu pengusaha ini telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak maka PPN yang dibayar merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sementara Pajak Keluaran belum dipungut karena belum melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak. Jika telah melakukan Penyerahan Kena Pajak, jumlahnya pun masih relatif kecil. Oleh karena itu bagi Pengusaha Kena Pajak yang sudah dikukuhkan sebelum atau pada saat usaha dimulai, jumlah Pajak Masukan selalu lebih besar daripada jumlah Pajak Keluaran.


(43)

b. Pengusaha Kena Pajak melakukan kegiatan ekspor Barang Kena Pajak.

Seperti diketahui bahwa atas ekspor Barang Kena Pajak dikenakan PPN dengan tarif 0%. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa jumlah Pajak Keluaran (PK) selalu nol atau lebih kecil daripada jumlah Pajak Masukan (PM) yang dibayar sehubungan dengan perolehan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak yang berhubungan langsung dengan kegiatan ekspor tersebut. c. Pengusaha Kena Pajak menyerahkan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena

Pajak kepada Pemungut Pertambahan Nilai.

Penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Pemungut PPN hampir selalu mengakibatkan lebih bayar karena Pengusaha Kena Pajak yang bersangkutan belum sempat mengkreditkan Pajak Masukan yang telah dibayar dalam Masa Pajak yang sama, PPN terutang telah dipungut dan disetorkan ke Kas Negara oleh Pemungut PPN.

d. Pengusaha Kena Pajak menyerahkan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sehubungan dengan proyek milik pemerintah yang dananya berasal dari bantuan luar negeri baik berupa hibah maupun pinjaman.

Kelebihan pembayaran Pajak Masukan ini adalah sebagai konsekuensi pemberian fasilitas PPN dan PPn BM yang terutang tidak dipungut atas penyerahan BKP/JKP dan atau impor BKP dalam rangka proyek milik Pemerintah yang dibiayai dengan dana yang berasal dari luar negeri.


(44)

semata-mata disebabkan oleh kekeliruan pemungutan pajak yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak. Peristiwa ini dinamakan kelebihan pembayaran pajak karena terjadi pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang.

J. Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai

Pengusaha Kena Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan Pajak Masukan pada akhir tahun buku.

Dikecualikan dari ketentuan mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan pajak hanya pada akhir tahun buku (PKP dapat mengajukan permohonan pengembalian pada setiap Masa Pajak) yaitu oleh:

1. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud;

2. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai;

3. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang Pajak Pertambahan Nilainya tidak dipungut;

4. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud;


(45)

6. Pengusaha Kena Pajak dalam tahap belum berproduksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2a) Undang-Undang PPN.

Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai dapat disampaikan oleh Pengusaha Kena Pajak melalui:

c. Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai yang mencantumkan tanda permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dengan cara mengisi kolom “dikembalikan (restitusi)”; atau

d. Surat Permohonan tersendiri, apabila kolom “dikembalikan ( restitusi)” dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai tidak diisi atau tidak mencantumkan tanda permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak Permohonan pengembalian disampaikan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak di tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan.. Permohonan pengembalian ditentukan 1 (satu) permohonan untuk 1 (satu) Masa Pajak.

Bukt-bukti atau dokumen-dokumen yang harus disampaikan dalam rangka permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PPN adalah:

1. Dalam hal penyerahan/perolehan/penerimaan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak serta pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan atau Barang Kena Pajak tidak berwujud dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean, yaitu Faktur Pajak Keluaran dan Faktur Pajak Masukan yang berkaitan dengan kelebihan pembayaran pajak yang dimintakan pengembalian, termasuk


(46)

a. Faktur Penjualan/Faktur Pembelian apabila Faktur Pajak dibuat berbeda dengan Faktur Penjualan/Faktur Pembelian

b. Bukti penerimaan atau pengiriman barang, dan

c. Bukti penerimaan/pembayaran uang atas pembelian/penjualan barang/jasa. 2. Dalam hal impor Barang Kena Pajak, dilampirkan:

a. Pemberitahuan Impor barang (PIB) dan Surat Setoran Pajak atau bukti pungutan pajak oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan PIB tersebut.

b. Laporan Pemeriksaan Surveyor (LPS), kecuali yang tidak wajib LPS

c. Surat kuasa kepada atau dokumen lain dari Perusahaan Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK) untuk pengurusan barang impor, dalam hal pengurusan dikuasakan kepada PPJK

3. Dalam hal ekspor Barang Kena Pajak, dilampirkan:

a. Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang telah diberikan persetujuan ekspor oleh pejabat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang berwenang dan dilampiri dengan faktur penjualan yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan PEB tersebut.

b. Instruksi pengangkutan Bill Of Lading (melalui darat, udara atau laut) yang dilegalisasi oleh pihak yang menerbitkan dan packing list.


(47)

c. Fotokopi wesel ekspor atau bukti penerimaan uang lainnya dari bank yang telah dilegalisasi oleh bank yang bersangkutan atau fotokopi L/C yang telah dilegalisasi oleh bank koresponden, dalam hal ekspor menggunakan L/C.

d. Asli atau fotokopi yang dilegalisasi polis asuransi Barang Kena Pajak (BKP) yang diekspor, dalam hal BKP yang diekspor diasuransikan.

e. Sertifikasi dari instansi tertentu seperti Departemen Perindustrian, Departemen Perdagangan, Departemen Pertanian, Departemen Kehutanan, atau badan lain seperti kedutaan besar Negara tujuan, sepanjang diwajibkan adanya sertifikasi.

4. Dalam hal penyerahan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak kepada Pemungut PPN, dilampirkan:

a. Kontrak atau Surat Perintah Kerja (SPK) atau surat pesanan atau dokumen sejenis lainnya

b. Surat Setoran Pajak

5. Dalam hal permohonan pengembalian yang diajukan meliputi kelebihan pembayaran pajak akibat kompensasi dari Masa Pajak sebelumnya, maka bukti-bukti atau dokumen-dokumen yang harus disampaikan meliputi seluruh bukti-bukti atau dokumen-dokumen yang harus disampaikan sesuai dengan keadaan Pengusaha Kena Pajak yang berkenaan dengan kelebihan


(48)

BAB IV

ANALISA DAN EVALUASI

A. Mekanisme Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai

1. Wajib Pajak mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran (restitusi) Pajak Pertambahan Nilai ke Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) melalui SPT PPN LB dengan 2 cara, yaitu dengan menggunakan e-SPT atau Laporan PPN manual.

2. Petugas TPT akan mencetak Bukti Penerimaan Surat (BPS) dan Lembar Pengawasan Arus Dokumen (LPAD). BPS akan diserahkan kepada wajib pajak sedangkan LPAD akan digabungkan dengan surat permohonan beserta kelengkapannya. Apabila permohonannya menggunakan laporan PPN manual, pada saat itu juga harus dikirimkan ke seksi PDI untuk direkam. Dan apabila menggunakan e-SPT langsung dikirim ke seksi pemeriksaan. 3. Setelah permohonan melalui pelaporan SPT Masa PPN manual direkam di

seksi PDI, permohonan difotokopy rangkap 3 (tiga) yang diperuntukkan sebagai berikut:

a. SPT PPN LB Asli dikirim ke seksi pelayanan (Rumah Berkas) b. Rangkap ke-1 dikirim ke seksi waskon

c. Rangkap ke-2 dikirim ke seksi pemeriksaan d. Rangkap ke-3 untuk arsip seksi PDI


(49)

4. Apabila SPT sudah diterima di seksi pemeriksaan, maka segera diajukan permohonan persetujuan pemeriksaan ke Kanwil DJP SUMUT I Medan dengan membuat daftar nominatif agar PKP yang mengajukan restitusi dapat diperiksa.

5. Dalam proses menunggu persetujuan pemeriksaan dari Kanwil, maka seksi pemeriksaan meminta data-data ke seksi-seksi berikut:

a. Seksi PDI, terkait dengan alat keterangan (arket)

b. Seksi waskon, terkait profil PKP yang mengajukan permohonan restitusi

c. Seksi penagihan, terkait utang pajak PKP yang mengajukan permohonan restitusi

d. Seksi pelayanan, terkait berkas atau dokumen PKP yang mengajukan permohonan restitusi.

6. Setelah mendapat persetujuan dari Kanwil, maka Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam mendisposisikannya ke Kepala seksi pemeriksaan.

7. Kepala seksi pemeriksaan membuat nota dinas penunjukan supervisor pemeriksa.

8. Fungsional pemeriksa (supervisor) membuat Audit Plan dan diserahkan kepada kepala kantor untuk diminta persetujuan.


(50)

10. Berdasarkan hasil pemeriksaan restitusi oleh fungsional pemeriksa, maka ada produk hukum yang akan diterbitkan seperti Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), atau Suarat Ketetapan pajak Nihil (SKPN).

11. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan restitusi produk hukumnya adalah SKPLB, maka KPP Pratama Lubuk Pakam akan menerbitkan Surat Perintah membayar Kelebihan Pajak (SPMKP).

12. Pihak Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam segera mengirimkan SPMKP ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN).

13. Setelah mengecek kebenaran dokumen Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) segera menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) untuk pencairan dana restitusi yang langsung diberikan kepada PKP yang mengajukan permohonan restitusi.


(51)

Berdasarkan data yang ada pada KPP Pratama Lubuk Pakam, berikut ini adalah jumlah permohonan pengembalian kelebihan pembayaran (restitusi) PPN yang diajukan di KPP Pratama Lubuk Pakam selama tahun 2012:

Tabel 4.1

Bulan Jumlah Permohonan restitusi PPN

Januari 6

Februari 15

Maret 4

April 1

Mei 4

Juni 1

Juli -

Agustus 4

September 3

Oktober 1

November 1

Desember 3

Total 43

Pada bulan Januari ada 6 (enam) permohonan restitusi PPN atau sebesar 13,9% (6/43x100%). Lalu pada bulan Februari jumlah permohonan restitusi PPN mengalami peningkatan lebih dari dua kali lipat menjadi 15 (lima belas) permohonan atau sebesar 34,8% (15/43x100%). Pada bulan Maret mengalami penurunan drastis menjadi 4 (empat) permohonan atau sebesar 9,3% (4/43x100%). Begitu juga dengan bulan April, yang mengalami penurunan menjadi 1 (satu) permohonan atau sebesar 2,3% (1/43x100%). Pada bulan Mei jumlah permohonan meningkat menjadi 4 (empat) permohonan atau sebesar 9,3% (4/43x100%). Dan kembali menurun pada bulan Juni menjadi 1 (satu) permohonan atau sebesar 2,3% (1/43x100%).


(52)

Berikutnya pada bulan Juli tidak ada Wajib Pajak yang mengajukan permohonan restitusi PPN. Pada bulan Agustus meningkat menjadi 4 (empat) permohonan atau sebesar 9,3% (4/43x100%). Pada bulan September menurun menjadi 3 (tiga) permohonan atau sebesar 6,9% (3/43x100%). Kemudian pada bulan Oktober dan November jumlah permohonan restitusi PPN adalah sama yaitu menurun menjadi 1 (satu) permohonan atau sebesar 2,3% (1/43x100%). Dan pada akhir tahun, di bulan Desember, jumlah permohonan meningkat menjadi 3 (tiga) permohonan atau sebesar 6,9% (3/43x100%).

Dari data tersebut dapat diketahui bahwa tingkat permohonan restitusi PPN dari bulan Januari sampai Desember tahun 2012 cenderung mengalami perubahan dan tidak dapat diprediksi.

B. Penyebab Terjadinya Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam

Penyebab terjadinya kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai di KPP Pratama Lubuk Pakam adalah jumlah Pajak Masukan yang dibayar lebih besar daripada jumlah Pajak Keluaran yang dipungut dalam suatu Masa Pajak karena:

1. Pengusaha Kena Pajak melakukan kegiatan ekspor Barang Kena Pajak.

Seperti diketahui bahwa atas ekspor Barang Kena Pajak dikenakan PPN dengan tarif 0%. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa jumlah Pajak Keluaran (PK) selalu nol atau lebih kecil daripada jumlah Pajak Masukan (PM) yang dibayar sehubungan dengan perolehan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak yang berhubungan langsung dengan kegiatan ekspor tersebut.


(53)

2. Pengusaha Kena Pajak menyerahkan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pertambahan Nilai.

Penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Pemungut PPN hampir selalu mengakibatkan lebih bayar karena Pengusaha Kena Pajak yang bersangkutan belum sempat mengkreditkan Pajak Masukan yang telah dibayar dalam Masa Pajak yang sama, PPN terutang telah dipungut dan disetorkan ke Kas Negara oleh Pemungut PPN.

C. Mekanisme Penerbitan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP)

1. Di Seksi Pengawasan dan Konsultasi Account Representative akan memproses pengembalian kelebihan pembayaran pajak.

Account Representative akan memproses pengembalian kelebihan

pembayaran pajak apabila terdapat pajak lebih bayar sebagaimana tercantum dalam SKPLB. Kemudian Account Representative meminta informasi utang pajak ke seksi penagihan, dalam hal wajib pajak yang bersangkutan terdaftar juga di KPP lain. Account representative meminta informasi utang pajak ke KPP lokasi wajib pajak terdaftar dengan membuat juga surat pengantar dan kemudian di paraf oleh seksi pengawasan dan konsultasi dan ditandatangani kepala kantor pelayanan pajak.

2. Konfirmasi Data Tunggakan Pajak


(54)

tunggakan pajak baik dari unit lain yang telah didisposisikan kepada kepala kantor maupun dari seksi terkait kemudian menugaskan pelaksana seksi penagihan untuk meneliti dan membuat surat jawaban data tunggakan dan surat pengantar. Jangka waktu penyelesaian dilakukan selama 2 hari kerja. Seksi penagihan atau KPP terkait meneruskan jawaban konfirmasi utang pajak kepada Account representative.

3. Account Representive kemudian meneliti surat jawaban dan data tunggakan

pajak yang diterima baik dari seksi penagihan atau KPP lain.

Apabila terdapat tunggakan pajak, proses dilanjutkan dengan pemindahbukuan. Jika masih terdapat kelebihan pembayaran pajak yang masih tersisa, proses dilanjutkan dengan melengkapi data Nothit SKPKPP, SKPKPP dan SPMKP. Data kemudian diproses melalui case management. Account representative kemudian mencetak dan memaraf Nothit SKPKPP, kemudian menyampaikannya kepada kepala seksi pengawasan dan konsultasi. 4. Kepala seksi pengawasan dan konsultasi meneliti, memaraf Nothit SKPKPP, memberikan persetujuan (approve) pada sistem atas penerbitan SKPKPP dan SPMKP dan menyampaikan Nothit SKPKPP kepada kepala kantor pelayanan pajak.

5. Kepala kantor pelayanan pajak memaraf Nothit SKPKPP dan memberikan persetujuan (approve) pada sistem atas penerbitan SKPKPP dan SPMKP.


(55)

Kepala seksi pelayanan menerima Nothit SKPKPP dan menugaskan pelaksana seksi pelayanan untuk mencetak dokumen hasil persetujuan.

6. Pencetakan Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak (SKPKPP) dan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP).

Jika setelah dilakukan perhitungan dengan utang pajak yang lain dan apabila masih terdapat sisa kelebihan pembayaran pajak, maka kelebihan tersebut akan dikembalikan dengan menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak (SKPKPP) per jenis pajak dan per masa pajak atau tahun pajak. Atas dasar SKPKPP, kepala KPP atas nama menteri keuangan menerbitkan SPMKP per jenis pajak, dan per masa pajak atau tahun pajak. dalam jangka waktu satu bulan sejak permohonan diterima atau diterbitkanya SKPLB. SKPKPP dan SPMKP di cetak oleh pelaksana seksi pelayanan.

SPMKP dibuat dalam rangkap 4 dengan peruntukan sebagai berikut : a. Lembar ke-1 dan lembar ke-2 untuk KPPN

b. Lembar ke-3 untuk wajib pajak yang bersangkutan; dan

c. Lembar ke-4 untuk KPP yang menerbitkan SPMKP

Setelah SKPKPP dan SPMKP diteliti dan di paraf oleh kepala seksi pelayanan kemudaian konsep tersebut disampaikan kepada kepala KPP.


(56)

Kepala KPP menyetujui dan menandatangani SKPKPP dan SPMKP, kemudian SKPKPP dan SPMKP ditatausahakan di seksi pelayanan dan kemudian disampaikan kepada wajib pajak dan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) melalui Sub. Bagian Umum.


(57)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari uraian dan pembahasan bab-bab sebelumnya dapat dibuat beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Mekanisme permohonan pengembalian kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai melalui beberapa tahap dimulai dari pengajuan permohonan oleh Wajib Pajak, penerimaan surat permohonan dan pengecekan bukti-bukti atau dokumen-dokumen, perekaman surat permohonan di seksi PDI, pengajuan permohonan persetujuan pemeriksaan ke Kanwil DJP SUMUT I Medan, permintaan data-data ke seksi-seksi terkait, pemeriksaan oleh fungsional pemeriksa (supervisor), sampai kepada penerbitan surat ketetapan pajak.

2. Penyebab terjadinya kelebihan pembayaran PPN di KPP Pratama Lubuk Pakam adalah jumlah Pajak Masukan yang dibayar lebih besar daripada jumlah Pajak Keluaran yang dipungut dalam suatu Masa Pajak karena Pengusaha Kena Pajak melakukan kegiatan ekspor Barang Kena Pajak dengan tarif PPN ekspor sebesar 0% sehingga dapat dipastikan bahwa jumlah Pajak Keluaran (PK) selalu nol atau lebih kecil daripada jumlah Pajak Masukan (PM) yang dibayar dan Pengusaha Kena Pajak melakukan penyerahan


(58)

Nilai, dimana PPN yang terutang dipungut dan disetorkan ke Kas Negara oleh Pemungut PPN.

3. Proses penerbitan surat perintah membayar kelebihan pajak (SPMKP) dimulai dari Account Representative (AR) yang akan memproses pengembalian kelebihan pembayaran pajak dengan meminta informasi utang pajak ke seksi penagihan, konfirmasi data tunggakan pajak, meneliti surat jawaban dan data tunggakan pajak yang diterima baik dari seksi penagihan atau KPP lain, penelitian dan pemarafan Nothit SKPKPP serta persetujuan atas penerbitan SKPKPP dan SPMKP oleh kepala seksi pengawasan dan konsultasi dan kepala kantor pelayanan pajak, sampai kepada pencetakan SKPKPP dan SPMKP oleh pelaksana seksi pelayanan.

B. Saran

Melalui kesempatan ini penulis mencoba memberikan beberapa saran yang dapat menjadi bahan masukan bagi pembaca sebagai berikut :

1. Dalam hal mekanisme permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PPN, sebaiknya seksi-seksi yang terkait lebih saling berkoordinasi dengan baik karena proses permohonan pengembalian ini melibatkan beberapa seksi. Dan supaya memperhatikan batas waktu penyelesaian permohonan restitusi. 2. Dalam hal penyebab terjadinya kelebihan pembayaran PPN, sebaiknya Wajib

Pajak lebih tertib administrasi pembukuan agar terhindar dari koreksi-koreksi pajak yang merugikan pada saat proses pemeriksaan.


(59)

3. Dalam hal proses penerbitan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP), sebaiknya waktu dalam proses penerbitannya dipersingkat, supaya PKP yang mengajukan restitusi dapat memperoleh dengan cepat apa yang menjadi haknya tanpa mengabaikan keakuratan proses tersebut.


(60)

DAFTAR PUSTAKA

Ilyas, wirawan dan Rudy, 2007, Panduan Komprehensif dan Praktis Pajak

pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang mewah, Lembaga penerbit

Fakultas Ekonomi UI, Jakarta.

Lubis, Irwansyah, 2011, Kreatif Gali Sumber Pajak, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.

Lubis, Irwansyah, 2010, Menggali Potensi Pajak Perusahaan dan Bisnis

dengan Pelaksanaan Hukum, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.

Lubis, Irwansyah, 2011, Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak

Penjualan atas Barang Mewah, PT. Gramedia Pustaka Umum, Jakarta.

Mardiasmo, 2009, Perpajakan Edisi Revisi, CV. Andi Offset, Yogyakarta. Resmi, Siti, 2008, Perpajakan teori dan kasus, PT. Salemba Empat, Jakarta. Rusjdi, Muhammad, 2007, PPN dan PPnBM (Pajak Pertambahan Nilai dan

Pajak Penjualan ats Barang Mewah), PT. Indeks, Jakarta.

Sihaloho, Cyrus, 2003, Modul Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Suandy, Erly, 2008, Hukum Pajak, PT. Salemba Empat, Jakarta.

Sukardji, Untung, 2010, Pokok Pajak Pertambahan Nilai, Edisi Revisi, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan jasa dan Pajak Penjualan Atas barang Mewah

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72/PMK. 03/2010 tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan


(1)

Kepala seksi pelayanan menerima Nothit SKPKPP dan menugaskan pelaksana seksi pelayanan untuk mencetak dokumen hasil persetujuan.

6. Pencetakan Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak (SKPKPP) dan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP).

Jika setelah dilakukan perhitungan dengan utang pajak yang lain dan apabila masih terdapat sisa kelebihan pembayaran pajak, maka kelebihan tersebut akan dikembalikan dengan menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak (SKPKPP) per jenis pajak dan per masa pajak atau tahun pajak. Atas dasar SKPKPP, kepala KPP atas nama menteri keuangan menerbitkan SPMKP per jenis pajak, dan per masa pajak atau tahun pajak. dalam jangka waktu satu bulan sejak permohonan diterima atau diterbitkanya SKPLB. SKPKPP dan SPMKP di cetak oleh pelaksana seksi pelayanan.

SPMKP dibuat dalam rangkap 4 dengan peruntukan sebagai berikut : a. Lembar ke-1 dan lembar ke-2 untuk KPPN

b. Lembar ke-3 untuk wajib pajak yang bersangkutan; dan

c. Lembar ke-4 untuk KPP yang menerbitkan SPMKP

Setelah SKPKPP dan SPMKP diteliti dan di paraf oleh kepala seksi pelayanan kemudaian konsep tersebut disampaikan kepada kepala KPP.


(2)

Kepala KPP menyetujui dan menandatangani SKPKPP dan SPMKP, kemudian SKPKPP dan SPMKP ditatausahakan di seksi pelayanan dan kemudian disampaikan kepada wajib pajak dan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) melalui Sub. Bagian Umum.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari uraian dan pembahasan bab-bab sebelumnya dapat dibuat beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Mekanisme permohonan pengembalian kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai melalui beberapa tahap dimulai dari pengajuan permohonan oleh Wajib Pajak, penerimaan surat permohonan dan pengecekan bukti-bukti atau dokumen-dokumen, perekaman surat permohonan di seksi PDI, pengajuan permohonan persetujuan pemeriksaan ke Kanwil DJP SUMUT I Medan, permintaan data-data ke seksi-seksi terkait, pemeriksaan oleh fungsional pemeriksa (supervisor), sampai kepada penerbitan surat ketetapan pajak.

2. Penyebab terjadinya kelebihan pembayaran PPN di KPP Pratama Lubuk Pakam adalah jumlah Pajak Masukan yang dibayar lebih besar daripada jumlah Pajak Keluaran yang dipungut dalam suatu Masa Pajak karena Pengusaha Kena Pajak melakukan kegiatan ekspor Barang Kena Pajak dengan tarif PPN ekspor sebesar 0% sehingga dapat dipastikan bahwa jumlah Pajak Keluaran (PK) selalu nol atau lebih kecil daripada jumlah Pajak Masukan (PM) yang dibayar dan Pengusaha Kena Pajak melakukan penyerahan


(4)

Nilai, dimana PPN yang terutang dipungut dan disetorkan ke Kas Negara oleh Pemungut PPN.

3. Proses penerbitan surat perintah membayar kelebihan pajak (SPMKP) dimulai dari Account Representative (AR) yang akan memproses pengembalian kelebihan pembayaran pajak dengan meminta informasi utang pajak ke seksi penagihan, konfirmasi data tunggakan pajak, meneliti surat jawaban dan data tunggakan pajak yang diterima baik dari seksi penagihan atau KPP lain, penelitian dan pemarafan Nothit SKPKPP serta persetujuan atas penerbitan SKPKPP dan SPMKP oleh kepala seksi pengawasan dan konsultasi dan kepala kantor pelayanan pajak, sampai kepada pencetakan SKPKPP dan SPMKP oleh pelaksana seksi pelayanan.

B. Saran

Melalui kesempatan ini penulis mencoba memberikan beberapa saran yang dapat menjadi bahan masukan bagi pembaca sebagai berikut :

1. Dalam hal mekanisme permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PPN, sebaiknya seksi-seksi yang terkait lebih saling berkoordinasi dengan baik karena proses permohonan pengembalian ini melibatkan beberapa seksi. Dan supaya memperhatikan batas waktu penyelesaian permohonan restitusi. 2. Dalam hal penyebab terjadinya kelebihan pembayaran PPN, sebaiknya Wajib

Pajak lebih tertib administrasi pembukuan agar terhindar dari koreksi-koreksi pajak yang merugikan pada saat proses pemeriksaan.


(5)

3. Dalam hal proses penerbitan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP), sebaiknya waktu dalam proses penerbitannya dipersingkat, supaya PKP yang mengajukan restitusi dapat memperoleh dengan cepat apa yang menjadi haknya tanpa mengabaikan keakuratan proses tersebut.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Ilyas, wirawan dan Rudy, 2007, Panduan Komprehensif dan Praktis Pajak pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang mewah, Lembaga penerbit Fakultas Ekonomi UI, Jakarta.

Lubis, Irwansyah, 2011, Kreatif Gali Sumber Pajak, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.

Lubis, Irwansyah, 2010, Menggali Potensi Pajak Perusahaan dan Bisnis dengan Pelaksanaan Hukum, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.

Lubis, Irwansyah, 2011, Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, PT. Gramedia Pustaka Umum, Jakarta.

Mardiasmo, 2009, Perpajakan Edisi Revisi, CV. Andi Offset, Yogyakarta. Resmi, Siti, 2008, Perpajakan teori dan kasus, PT. Salemba Empat, Jakarta. Rusjdi, Muhammad, 2007, PPN dan PPnBM (Pajak Pertambahan Nilai dan

Pajak Penjualan ats Barang Mewah), PT. Indeks, Jakarta.

Sihaloho, Cyrus, 2003, Modul Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Suandy, Erly, 2008, Hukum Pajak, PT. Salemba Empat, Jakarta.

Sukardji, Untung, 2010, Pokok Pajak Pertambahan Nilai, Edisi Revisi, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan jasa dan Pajak Penjualan Atas barang Mewah

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72/PMK. 03/2010 tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.