Pengalaman dasar individu LANDASAN TEORI

sehingga pribadi kehilangan kontrol yang normal terhadap dirinya, misalnya takut, bingung, cemas, putus asa atau sangat gembira dapat sangat menghambat proses belajar. Sedangkan keadaan afektif individu yang lebih bersifat tetap bisa disebut sebagai suasana hati yaitu perasaan riang dan perasaan murung. Perasaan riang dapat membantu belajar, sedangkan perasaan murung sangat mengganggu belajar. d. Faktor Motivasi Keadaan jiwa individu yang mendorong untuk melakukan suatu perbuatan guna mencapai suatu tujuan disebut sebagai motivasi. Motivasi dikatakan murni bila diri individu ada keinginan yang kuat untuk mencapai hasil belajar itu sendiri.

3. Pengalaman dasar individu

Pendidikan dasar yang mendahului pendidikan tahap tertentu saling terkait. SD menjadi dasar SLTP, SD + SLTP menjadi dasar SMA, SMA menjadi dasar di Perguruan Tinggi. Meskipun individu secara umum memiliki kesehatan fisik yang baik, panca indera mendukung keadaan psikis mulai dari perhatian, ingatan, pikiran dengan dilengkapi motivasi yang murni, namun pengalaman yang mendahuluinya kurang memadai atau tidak mempunyai hubungan yang sejalan maka aktivitas belajar akan membawa hasil yang kurang baik. II.A.3. Indeks Prestasi II.A.3.1 Indeks Prestasi Semester Indeks Prestasi Semester adalah indeks prestasi yang dihitung berdasarkan jumlah beban kredit yang diambil dalam satu semester dikalikan dengan bobot prestasi tiap-tiap mata kuliah kemudian dibagi dengan jumlah beban kredit yang diambil Depdiknas, 2008. Rumus perhitungannya: Universitas Sumatera Utara Keterangan: K : Jumlah SKS mata kuliah yang diambil N : Nilai masing-masing mata kuliah II.A.2.2. Indeks Prestasi Kumulatif Indeks Prestasi Kumulatif IPK adalah indeks prestasi yang dihitung berdasarkan jumlah keseluruhan beban kredit yang diambil mulai dari semester I sampai semester yang terakhir, dikalikan dengan bobot prestasi tiap-tiap mata kuliah kemudian dibagi dengan beban kredit yang diambil Depdiknas, 2008. Rumus perhitungannya: Keterangan: K : Jumlah SKS mata kuliah yang diambil N : Nilai masing-masing mata kuliah Penggolongan IPK berdasarkan Bagian Pendidikan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara: IPK 0.00-1.99 : tidak memuaskan IPK 2.00-2.75 : memuaskan IPK 2.76-3.50 : sangat memuaskan IPK 3.50 : cumlaude Universitas Sumatera Utara II.B. Culture Shock II.B.1. Definisi Culture Shock Istilah culture shock pertama kali diperkenalkan oleh Antropologis bernama Kalvero Oberg 1960 dalam Samovar, 2010. Menurutnya, culture shock didefinisikan sebagai kegelisahan yang muncul karena kehilangan semua lambang dan simbol yang familiar dalam hubungan sosial, termasuk di dalamnya cara-cara yang mengarahkan kita dalam situasi keseharian, misalnya bagaimana untuk memberi perintah, bagaimana membeli sesuatu, kapan dan di mana kita tidak perlu merespon. Pedersen 1993 mendefinisikan culture shock sebagai proses penyesuaian awal pada lingkungan yang tidak familiar. Sedangkan menurut Gudykunst dan Kim 2003, culture shock adalah reaksi-reaksi yang muncul terhadap situasi dimana individu mengalami keterkejutan dan tekanan karena berada dalam lingkungan yang berbeda, yang menyebabkan terguncangnya konsep diri, identitas kultural dan menimbulkan kecemasan yang tidak beralasan. Samovar 2010 mengatakan bahwa reaksi culture shock bervariasi antara satu individu dengan individu lainnya dan dapat muncul pada waktu yang berbeda pula. Reaksi-reaksi yang terjadi yaitu: 1. Benci terhadap lingkungan baru 2. Mengalami disorientasi diri 3. Rasa penolakan 4. Gangguan lambung dan sakit kepala 5. Homesickrindu pada rumah lingkungan lama 6. Rindu pada teman dan keluarga 7. Merasa kehilangan status dan pengaruh 8. Menarik diri 9. Menganggap orang-orang dalam budaya baru tidak peka Universitas Sumatera Utara Dari uraian di atas, culture shock dipandang sebagai reaksi negatif individu ketika menghadapi lingkungan yang tidak familiar. Namun Ward 2001 berpendapat bahwa culture shock merupakan suatu proses aktif dalam menghadapi perubahan saat berada di lingkungan yang tidak familiar. Proses aktif tersebut melibatkan affective, behavior, dan cognitive individu yaitu bagaimana individu tersebut merasa, berperilaku dan berpikir ketika menghadapi pengaruh dari budaya kedua. Jadi, dari berbagai definisi culture shock yang dikemukakan di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa culture shock merupakan proses reaksi yang terjadi pada individu baik fisik dan psikis yang mempengaruhi bagaimana individu merasa, berperilaku dan berpikir ketika berada di lingkungan yang berbeda. II.B.2. Dimensi dari Culture Shock Ward 2001 menyatakan terdapat 3 dimensi dalam culture shock yang disebut dengan ABCs of culture shock, yaitu: a. Affective Dimensi ini mencakup perasaan dan emosi yang mana mungkin menjadi positif atau negatif. Individu digambarkan mengalami kebingungan dan merasa kewalahan karena datang ke lingkungan yang tidak familiar. Individu merasa bingung, cemas, disorientasi, curiga, bahkan sedih karena datang ke lingkungan yang tidak familiar. b. Behavior Dimensi ini berhubungan dengan konsep pembelajaran budaya dan pengembangan keterampilan sosial. Individu mengalami kekeliruan aturan, kebiasaan dan asumsi-asumsi yang mengatur interaksi interpersonal mencakup komunikasi verbal dan nonverbal yang bervariasi di seluruh budaya. Pendatang asing yang kurang memiliki pengetahuan dan keterampilan sosial yang relevan di budaya lokal akan mengalami Universitas Sumatera Utara kesulitan dalam memulai dan mempertahankan hubungan harmonis di lingkungan tersebut. Perilaku mereka yang tidak tepat secara budaya dapat menimbulkan kesalahpahaman dan dapat menyebabkan pelanggaran. Hal itu juga mungkin dapat membuat kehidupan personal dan profesional mereka kurang efektif. Dengan kata lain, individu yang tidak terampil secara budaya akan kurang mungkin mencapai tujuan mereka. Misalnya, mahasiswa luar negeri yang menjadi kurang berprestasi secara akademis. c. Cognitive Dimensi ini merupakan hasil keadaan dari affectively dan behaviorly yang menghasilkan perubahan persepsi individu dalam identifikasi etnis dan nilai-nilai akibat kontak budaya. Ketika terjadi kontak budaya, hilangnya hal-hal yang dianggap benar oleh individu tidak dapat dihindarkan. Misalnya, ketika seseorang dari budaya yang mendominasikan pria menemukan diri mereka berada dalam masyarakat yang mengakui kesetaraan gender, maka dalam diri individu akan terjadi konflik antara dua posisi dalam kognisi baik pada pendatang asing maupun orang lokal yang mana akan mempengaruhi bagaimana mereka melihat diri mereka dan orang lain, dan apakah mereka akan mengubah pandangan mereka untuk menerima kesetaraan gender tersebut dan apakah salah satu pihak akan dipengaruhi untuk mengubah pandangan mereka sebagai akibat kontak budaya. Pandangan tersebut dapat berupa penafsiran secara fisik, hubungan interpersonal, institusional, peristiwa eksistensial dan spiritual sebagai manifestasi kebudayaan yang mana bervariasi di seluruh budaya. II.B.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Culture Shock Furnham dan Bochner 1982 dalam Manz, 2003 menyatakan bahwa terdapat 3 faktor yang mempengaruhi culture shock individu ketika berinteraksi dengan budaya baru yaitu Universitas Sumatera Utara a. Perbedaan budaya, kualitas, kuantitas dan lamanya culture shock yang dialami individu dipengaruhi oleh tingkat perbedaan budaya antara lingkungan asal dan lingkungan baru individu. Culture shock lebih cepat jika budaya tersebut semakin berbeda, hal ini meliputi sosial, perilaku, adat istiadat, agama, pendidikan, norma dalam masyarakat, dan bahasa. Hal ini sejalan dengan Bochner 2003, yang menyatakan bahwa semakin berbeda kebudayaan antar dua individu yang berinteraksi, semakin sulit kedua induvidu tersebut membangun dan memelihara hubungan yang harmonis. b. Perbedaan individu, aspek ini merujuk pada perbedaan dalam kepribadian dan kemampuan individu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya. Hal ini juga mencakup variabel demografis seperti usia, jenis kelamin, kelas sosial-ekonomi dan pendidikan. c. Pengalaman lintas budaya individu sebelumnya, pengalaman individu di masa lampau ketika berada di lingkungan baru memiliki pengaruh kuat pada proses adaptasi yaitu seperti pengalaman bagaimana individu menerima perlakuan dari penduduk lokal. II.C. Mahasiswa Asing Asal Malaysia di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara II.C.1. Mahasiswa Asing Asal Malaysia Universitas Sumatera Utara merupakan salah satu universitas di Indonesia yang menerima mahasiswa asing. Fakultas yang melakukan kerja sama menerima mahasiswa asing di Universitas Sumatera Utara, salah satunya adalah Fakultas Kedokteran. Berdasarkan data dari bagian akademik Fakultas Kedokteran USU jumlah mahasiswa asing di Fakultas Kedokteran dari tahun 2009 hingga 2011 berjumlah 395 mahasiswa asing dengan kecenderungan meningkat tiap tahunnya. Mayoritas mahasiswa asing yang menempuh pendidikan di Universitas Sumatera Utara adalah dari negara Malaysia Aje, 2011. Hal tersebut kemungkinan besar dikarenakan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara merupakan beberapa fakultas kedokteran di Indonesia yang diakui oleh Malaysian Medical Council dalam USU, 2011. Mahasiswa asing asal Malaysia yang sedang menjalani pendidikan di Universitas Sumatera Utara berasal dari suku Melayu, India, dan Cina dengan kebiasaan dan nilai-nilai yang beragam. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara peneliti dengan para mahasiswa asing asal Malaysia di Fakultas Kedokteran USU, mahasiswa asing suku Cina asal Malaysia terlihat menggunakan bahasa Mandarin dan Inggris. Menurut Verma 2000, bahasa Mandarin merupakan bahasa standar Cina yang digunakan dalam setting publik dan sebagai medium bahasa pengantar dalam sekolah khusus Cina sebagai bahasa pengantar utama baik lisan maupun tulisan dalam Verma, 2000. Suku Tamil berdasarkan wawancara peneliti, diketahui lebih menggunakan bahasa Tamil dan Inggris dalam pergaulan mereka kesehariannya. Sedangkan mahasiswa asing asal Malaysia suku Melayu, biasanya menggunakan bahasa Melayu dan Inggris ketika berinteraksi. Kaum wanita suku Melayu asal Malaysia dari observasi peneliti terlihat selalu berpenampilan menggunakan baju kurung dan kerudung yang berhubungan dengan muslim. Sedangkan kaum pria, berpenampilan seperti mahasiswa lainnya tanpa mengenakan kopiah, meski sesungguhnya kaum pria diharapkan mengenakan kopiah Tsui, 2005. II.C.2. Faktor-faktor dan Alasan-alasan yang Mendorong Mahasiswa Asal Malaysia Melanjutkan Pendidikan Tinggi di Medan Berdasarkan hasil penelitian dari Amir 1993 dalam thesisnya yang berjudul Faktor-faktor Berkaitan Pelajar Malaysia Melanjutkan Pelajaran ke Pengajian Tinggi di Medan-Indonesia, diketahui terdapat 8 faktor utama yang mendorong pelajar Malaysia melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi di Indonesia, yaitu: 1. Karena kemauan sendiri 2. Ada bidang pelajaran yang diminati 3. Jarak Indonesia dekat dengan Malaysia 4. Dorongan ibu bapapenjaga Universitas Sumatera Utara 5. Mudah memahami bahasa 6. Membantu ibu bapapenjaga selepas tamat 7. Ijazah perguruan tinggi Indonesia diakui 8. Biaya kuliah di Indonesia lebih rendah Sedangkan alasan-alasan utama pelajar Malaysia memilih perguruan tinggi di Indonesia dan tidak ke negara-negara lain yaitu: 1. Situasi di Indonesia hampir sama seperti di Malaysia, yaitu dari segi seperti agama, bahasa, kebudayaan, adat-istiadat, pergaulan masyarakat dan makanan yang didapati situasinya hampir sama dengan yang ada di Malaysia. 2. Masuk ke perguruan tinggi di Indonesia agak longgar. Hal ini karena tersedianya kuota untuk pelajar-pelajar Malaysia melanjutkan pelajaran ke perguruan tinggi negeri di Indonesia, dari segi sijil tidak begitu memerlukan nilai akademik yang tinggi, proses pengurusan surat-surat atau dokumen yang diperlukan lebih mudah dan tidak memerlukan syarat penguasaan bahasa Inggris yang tinggi seperti di luar negara. 3. Kelemahan menguasai bahasa Arab dan bahasa Inggris. Kelemahan pelajar dalam menguasai bahasa Inggris dan Arab adalah merupakan satu alasan mengapa memilih melanjutkan pelajaran ke perguruan tinggi di Indonesia. II.C.3. Masalah-masalah yang di alami pelajar Malaysia sepanjang kuliah di perguruan tinggi Medan Berdasarkan penelitian dari Amir 1993 dalam thesisnya yang berjudul Faktor-faktor Berkaitan Pelajar Malaysia Melanjutkan Pelajaran ke Pengajian Tinggi di Medan-Indonesia, diketahui terdapat 10 masalah utama pelajar Malaysia melanjutkan pelajaran ke perguruan tinggi di Medan Indonesia, yaitu: 1. Pengurusan Visa dan KIMS 2. Meninggalkan pelajaran karena mengurus visaKIMS 3. Penilaian dosen kurang adil 4. Biaya urusan imigrasi mahal 5. Masalah perbedaan makanan Universitas Sumatera Utara 6. Tidak sesuai dengan kawan-kawan daripada Malaysia 7. Tidak sesuai dengan kawan-kawan daripada Indonesia 8. Kurang mantap menguasai bahasa Indonesia 9. Dosen mengajar dalam bahasa Indonesia 10. Urusan administrasi kampus yang menyukarkan II.D. Hubungan Antara Culture Shock dengan Prestasi Akademik Mahasiswa asing asal Malaysia yang menempuh pendidikan di Universitas Sumatera Utara akan berupaya menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya. Hal ini sejalan dengan Pedersen 1993 yang menyatakan bila individu akan tinggal dalam waktu yang lama di lingkungan yang tidak familiar maka ia harus mengatasi dan beradaptasi penuh dengan budaya baru dimana ia tinggal. Proses ini dapat menimbulkan ketidaknyamanan hingga disorientasi pada individu dikarenakan isyarat atau tanda yang sebelumnya familiar baginya menjadi hilang atau berganti menjadi makna yang berbeda di lingkungan baru. Menurut Martin 2008, perasaan disorientasi dan tidak nyaman yang relatif dalam jangka pendek yang disebabkan oleh lingkungan sekitar yang tidak familiar dan hilangnya isyarat yang familiar dalam lingkungan disebut dengan culture shock. Ward 2001 menyatakan culture shock terdiri dari tiga dimensi yang disebut dengan ABCs of Culture Shock yaitu affectively, behaviorally dan cognitively yang merupakan komponen yang menggambarkan bagaimana individu merasa, berperilaku, berpikir ketika terkena pengaruh kontak budaya kedua. Xia 2009 menemukan bahwa culture shock dapat menyebabkan stress psikologis seperti depresi, kecemasan dan perasaan putus asa. Sedangkan Samovar 2010 menemukan bahwa culture shock dapat mempengaruhi fisik individu yaitu individu mengalami gangguan lambung dan sakit kepala. Hal ini sejalan dengan temuan Parillo 2008, yang menemukan bahwa perbedaan-perbedaan budaya di lingkungan baru diketahui dapat mempengaruhi fisik dan psikologis individu. Keadaan tersebut berkemungkinan dapat mempengaruhi proses dan prestasi belajar individu. Universitas Sumatera Utara Sebagai mahasiswa pengaruh psikologis dan fisik tersebut akan tampak dalam tampilan prestasi belajar. Hal ini ditegaskan oleh Witherington Bapemsi dalam Mustaqim, 2004, yang menyatakan bahwa kondisi fisik dan psikologis dapat mempengaruhi proses dan prestasi belajar individu karena daya tahan tubuh yang menurun cukup menganggu aktivitas belajar. Apabila individu sampai jatuh sakit maka dapat dikatakan kegiatan belajar individu berhenti. Sedangkan kondisi psikologis yang meliputi perasaan, emosi, dan suasana hati bila dalam keadaan stabil dan normal, perasaan sangat menolong individu melakukan kegiatan belajar, tetapi perasaan dengan intensitas sedemikian tinggi sehingga pribadi kehilangan kontrol yang normal terhadap dirinya, misalnya takut, bingung, cemas, putus asa atau sangat gembira dapat sangat menghambat proses belajar. Pengaruh tersebut juga berlaku pada mahasiswa asing asal Malaysia, yang mana berdasarkan data prestasi belajar, observasi dan wawancara prapenelitian ditemukan bahwa mahasiswa asing asal Malaysia berkemungkinan mengalami culture shock yang mungkin dapat mempengaruhi prestasi belajar para mahasiswa asing asal Malaysia. Ward 2001 juga menyatakan bahwa perilaku yang tidak tepat dalam secara budaya dapat menimbulkan kehidupan personal dan profesional individu tersebut menjadi tidak efektif, seperti mahasiswa asing yang menjadi kurang berprestasi secara akademis. Oleh karena itu, berdasarkan uraian diatas peneliti berasumsi bahwa ketika individu menetap sementara di suatu tempat yang tidak familiar baginya, maka individu tersebut mengalami ketidaknyamanan secara psikologis dan fisik karena budaya yang tidak familiar dari tempat asalnya yang berkemungkinan mengalami culture shock. Hal ini dapat membuat individu mengalami kesulitan dalam proses belajarnya di Universitas Sumatera Utara terutama dalam prestasi belajar. Sedangkan Witherington Bapemsi dalam Mustaqim, 2004 mengatakan prestasi belajar seseorang dipengaruhi oleh faktor fisik dan psikologis. Hal inilah yang akhirnya menarik perhatian peneliti untuk meneliti apakah ada hubungan antara culture shock yang terdiri dari dimensi affective, behavioral dan cognitive individu dengan prestasi belajar pada mahasiswa asing asal Malaysia di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara II.E. Hipotesis Penelitian Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut “Ada hubungan antara culture shock dengan prestasi belajar pada mahasiswa asing asal Malaysia di Universitas Sumatera Utara” II.F. Kerangka Berpikir Keterangan: Mahasiswa asing asal Malaysia menempuh pendidikan tinggi di USU mengalami keterkejutan dan tekanan karena berada dalam lingkungan yang berbeda Culture shock Mengalami masalah fisik psikologis Ada hubungan culture shock dengan prestasi belajar pada mahasiswa asing di FK USU = akibatnya = maka Mempengaruhi prestasi belajar Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN