40
BAB III METODOLOGI ANALISIS
Dalam bab ini akan disajikan mengenai metodologi penyelesaian tugas akhir ini. Tugas akhir ini menggunakan data-data yang ditentukan dan tabel-tabel korelasi
untuk memperoleh parameter tanah yang dibutuhkan.
3.1 PENGUMPULAN DAN INTERPRETASI DATA
Penyelidikan tanah yang dilakukan pada proyek ini berupa penyelidikan tanah di lapangan dan penyelidikan tanah di laboratorium. Dalam penyelesaian tugas akhir
ini data yang digunakan adalah data yang ditentukan dengan berdasarkan asumsi kesamaan karakteristik tanah dan dibantu dengan korelasi dari tabel-tabel untuk
menentukan nilai parameter tanah yang dibutuhkan.
3.2 KORELASI DATA
Korelasi data empirik dilakukan untuk memperoleh nilai-nilai parameter tanah yang tidak diketahui dari hasil uji lapangan ataupun hasil uji laboratorium.
Selain itu, korelasi data ini dimaksudkan untuk mendapatkan nilai-nilai parameter tanah sebagai input data pada perhitungan secara analitik dan program berbasis
elemen hingga. Data-data yang dibutuhkan untuk analisis dalam program Plaxis diantaranya:
Berat jenis tanah
unsat
dan
sat
Permebilitas k Parameter kekakuan E dan v
Parameter kekuatan c, , dan ψ
3.2.1 Parameter Umum γ
unsat
dan γ
sat
Berat isi tanah merupakan berat tanah per satuan volume, jadi:
41 Selain itu, berat isi tanah juga dapat dinyatakan dari berat butiran padat, kadar
air, dan volume total. Berat isi tanah dinyatakan dalam satuan kilonewton per meter kubik kNm
3
.
3.2.2 Parameter permeabilitas k
Parameter permebilitas dinyatakan dalam sebuah koefisien rembesan k. Koefisien rembesan tanah tergantung pada beberapa faktor, yaitu: kekentalan cairan,
distribusi ukuran butiran, angka pori, kekasaran permukaan butiran tanah dan derajat kejenuhan tanah. Faktor-faktor lainnya yaitu konsentrasi ion dan ketebalan lapisan air
yang menempel pada butiran lempung. Harga koefisien permeabilitas k untuk tanah yang berbeda-beda dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.1
Nilai berdasarkan jenis tanah
Jenis tanah Koef. Permeabilitas cmdet
Kerikil bersih medium to coarse soil 10
-1
Pasir kasar coarse to fine sand 10
-1
– 10
-3
Pasir halus fine sand, silty sand 10
-3
– 10
-5
Lanau silt, clayey silt, silt clay 10
-5
– 10
-6
Lempung clay 10
-7
3.2.3 Parameter Kekakuan E dan v 1. Modulus Elastisitas E
Modulus elastisitas dapat ditentukan dari kurva tegangan regangan. Kemiringan awal dari kurva tegangan regangan umumnya dinotasikan sebagai E
dan modulus sekan pada 50 dinotasikan sebagai E
50
. Untuk material dengan rentang elastisitas linier yang lebat maka penggunaan E
adalah realistis tetapi untuk masalah pembebanan pada tanah, umumnya digunakan E
50
.
42 Secara empiris nilai modulus elastisitas tanah kohesif dapat digunakan
persamaan maupun tabel berikut: Normally consolidated sensitive clay kNm
2
Es = 200 to 500 Su Normally consolidative insensitive and lightly overconsolidated clay
kNm
2
Es = 750 to 1200 Su Heavily overconsolidated kNm
2
Es = 1500 to 2000 Su
Tabel 3.2
Korelasi modulus elastisitas Es dengan nilai N-SPT
Jenis Tanah N-SPT kNm
2
Sand Normally consolidated Es = 500 N + 15
Es = 7000.N.0,5 Es = 6000 N
Es = 15000 to 22000 ln N Sand Saturated
Es = 250 N + 15 Sand, allnormally consolidated
Es = 2600 to 2900 N Sand overconsolidated
Es = 4000 +1050 N Es τCR ≈ Es τCR τCR0.5
Gravelly sand Es = 1200 N + 6
Es = 600 N + 6, N 15 Clayey sand
Es = 320 N + 15 Silt, sandy silt or clayey silt
Es = 300 N + 6
Untuk tanah kohesif, Lempung lunak
: Es = 100 sampai 750 S
u
Lempung kaku : Es = 750 sampai 1500 S
u
Kerucut : Es = 6 sampai 8 q
c
43 Selain korelasi dengan menggunakan nilai N-SPT, nilai modulus elastisitas
dapat didekati dengan korelasi menggunakan jenis tanah sesuai dengan tabel berikut:
Tabel 3.3
Korelasi modulus elastisitas Es dengan nilai N-SPT
Jenis tanah Es 10
3
kNm
2
Clay
Very soft Soft
Medium Hard
Sandy 2-15
5-25 15-50
50-100 25-250
Glacial till
Loose Dense
Very dense Loess
10-150 150-720
500-1440 15-60
Sand
Silty Loose
Dense 5-20
10-25 50-81
Sand gravel
Loose Dense
50-150 100-200
Shale
144-14400
Silt
2-20
2. Poisson Ratio
Poisson ratio merupakan regangan arah horizontal dibagi dengan regangan
arah vertikal. Nilai poisson ratio dapat dilihat dari gambar berikut: Regangan horizontal,
44 Regangan vertikal,
Jadi, poisson ratio, Angka poisson ratio dapat didekati dengan melihat jenis tanah dan nilai
modulus elastisitas tanah tersebut. Secara lengkap dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.4
Nilai modulus elastisitas dan poisson ratio
Jenis tanah Modulus young Es
x 10
3
kNm
2
Angka Poisson v
Loose sand 10.35 - 24.15
0.20 – 0.40
Medium dense sand 17.25
– 27.60 0.25
– 0.40 Dense sand
34.50 – 55.20
0.30 – 0.45
Silty sand 10.35
– 17.25 0.20
– 0.40 Sand and gravel
69.00 – 172.5
0.15 – 0.35
Soft clay 2.07
– 5.18 0.20
– 0.50 Medium clay
5.18 – 10.35
0.20 – 0.50
Stiff clay 10.35
– 24.15 0.20
– 0.50
3.2.4 Parameter kekuatan c, dan ψ
1. Kohesi
Kohesi merupakan nilai yang timbul akibat adanya lekatanikatan antar butiran tanah. Parameter kohesi c dapat ditentukan dari nilai N-SPT, korelasi antara
nilai N-SPT dan koshei pada tanah lempung clay dapat digunakan persamaan empiris, yaitu:
ctm
2
= 23 N-SPT
45 Dalam menetukan nilai kohesi dari suatu tanah, parameter lain yang sangat
berpengaruh yaitu tingkat plastisitas dari tanah itu sendiri, dimana jika nilai plastisitas suatu tanah tinggi maka tanah tersebut cenderung bersifat kohesif. Hal ini
dapat dilihat dari tabel berikut:
Tabel 3.5 Sifat tanah berdasarkan nilai plastisitasnya
Plasticity Index Soil characteristic
by plasticity Soil type
Cohesiveness
Non plastic Sand
Non cohesive 7
Low plastic Silt
Partly cohesive 7
– 17 Medium plastic
Silty clay Cohesive
17 High plastic
Clay Cohesive
2. Sudut geser
Sudut geser diperoleh dari kekasaran antar butiran tanah. Sudut geser dalam merupakan penambahan dari shear strength dan stress level, sudut geser yang
besar ditemui pada tanah yang berbutir, contohnya pada dense sand. Parameter sudut geser dalam
dapat ditentukan dengan korelasi nilai N- SPT, dimana hubungan korelasi antara N-SPT dengan sudut geser dalam
adalah sebagai berikut: √
untuk jalan dan jembatan untuk gedung
untuk umum Harga sudut geser dalam untuk berbagai jenis tanah dapat dilihat pada
tabel berikut :
46
Tabel 3.6
Sudut geser dalam untuk berbagai jenis tanah
Jenis tanah Jenis Test
Gravel Medium size
Sandy 40
– 55 35 - 50
40 -55 35
– 50 Sand
Loose dry Loose saturated
Dense dry Dense saturated
28 -34 28
– 34 35
– 46 1-2 less than
dense dry 45
– 30 35
– 50 Silty or silty sand
Loose Dense
20 – 22
25 - 30 27
– 30 30
– 35 Clay
0 if saturated 3 - 20
20 - 42
Tabel 3.7 Sudut geser dalam untuk tanah selain tanah lempung
Jenis tanah Sudut geser efektif
Loose Dense
Gravel, crushed 36 - 40
40 - 50 Gravel, bank run
34 - 38 38
– 42 Sand, crushed angular
32 - 36 35
– 45 Sand, bank run sub angular
30 - 36 34
– 40 Silty sand
25 - 35 30
– 36 Silt, inorganic
25 - 35 30 - 35
3. Sudut dilatansi
Selain tanah lempung yang terkonsolidasi sangat berlebih, tanah lempung cenderung tidak menunjukkan dilatansi sama sekali yaitu
ψ = 0. Dilatansi dari tanah pasir bergantung pada kepadatan serta sudut gesernya. Untuk pasir
47 kwarsa, besarnya dilatansi kurang lebih adalah
ψ ≈ – 30
o
. walaupun demikian, dalam kebanyakan kasus sudut dilatansi adalah nol untuk nilai
kurang dari 30
o
. Nilai negatif yang kecil untuk ψ hanya realistis untuk tanah
pasir yang sangat lepas.
3.3 ANALISIS KONDISI LAPISAN TANAH
Lapisan tanah pada bendung adalah tanah homogen berupa tanah lempung dengan permeabilitas yang kecil. Lapisan tanah lunak ini memiliki nilai N-SPT
sebesar satu. Kedalaman tanah ini mencapai 15 – 18 m dari permukaan tanah. Di
bawah lapisan lunak ini terdapat lapisan keras yang merupakan tanah eksisting berupa lempung kaku stiff clay dan batu lempung.
Dari hasi uji standart penetration test dapat diketahui bahwa kondisi eksisting dari lokasi yang ditinjau memiliki dua sampai tiga lapisan tanah yang berbeda, tetapi
pada penyelesaian tugas akhir ini model tanah yang dipakai adalah dua lapisan, sedangkan lapisan di atasnya merupakan tanah timbunan untuk badan bendungan.
Lapisan tanah eksisting tersebut terdiri dari: 1. Lempung kaku stiff clay
2. Batu lempung Selain kondisi lapisan-lapisan tanah, diketahui juga ketinggian permukaan air
tanah pada lokasi, yaitu berada pada kedalaman ± 2.3 m di bawah permukaan tanah. Setelah mendapatkan nilai parameter-parameter yang tepat, maka nilai
tersebut digunakan untuk perhitungan-perhitungan tahap selanjutnya, seperti ditunjukkan pada tabel berikut:
48
Tabel 3.8
Parameter tanah pada bendungan Kuala Bekala
Parameter Nama
Lapisan atas
Lapisan bawah
Badan Bendung
Perkuatan kaki
Model Material Model
MC MC
MC MC
Jenis Perilaku Material Jenis
Undrained Undrained Undrained
Undrained Berat isi tanah diatas
m.a.t
unsat
kNm
3
20.039 20.373
18 11
Berat isi tanah di bawah m.a.t
sat
kNm
3
26.059 26.029
28 20.5
Permeabilitas horizontal k
x
mhari 1.56 x 10
-4
1.52 x 10
-4
0.432 8.643
Permeabilitas vertikal k
y
mhari 1.56 x 10
-4
1.52 x 10
-4
0.432 8.643
Modulus Young EA
kNm
2
422.473 563.297
20000 60000
Angka poisson v
0.3 0.3
0.3 0.2
Kohesi c
kNm
2
9.709 10.101
29 Sudut geser
o
15.51 17.055
32 35
Sudut dilatansi ψ
o
- -
- -
49
BAB IV ANALISIS DAN PERHITUNGAN
4.1 KONDISI AWAL LERENG
Sebagaimana telah diutarakan sebelumnya, bahwa lereng yang ditinjau merupakan lereng bendungan yang terbentuk karena adanya penimbunan. Jenis tanah
yang digunakan sebagai bahan timbunan untuk membangun bendungan adalah tanah lempung. Lereng bendungan ini dibangun di atas tanah eksisting dengan ketinggian
mencapai 13 meter. Parameter dari masing-masing lapisan tanah tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.1 Parameter tanah pada bendungan Kuala Bekala
Parameter Nama
Lapisan atas
Lapisan bawah
Badan Bendung
Perkuatan kaki
Model Material Model
MC MC
MC MC
Jenis Perilaku Material Jenis
Undrained Undrained Undrained
Undrained Berat isi tanah diatas
m.a.t
unsat
kNm
3
20.039 20.373
18 11
Berat isi tanah di bawah m.a.t
sat
kNm
3
26.059 26.029
28 20.5
Permeabilitas horizontal k
x
mhari 1.56 x 10
-4
1.52 x 10
-4
0.432 8.643
Permeabilitas vertikal k
y
mhari 1.56 x 10
-4
1.52 x 10
-4
0.432 8.643
Modulus Young EA
kNm
2
422.473 563.297
20000 60000
Angka poisson v
0.3 0.3
0.3 0.2
Kohesi c
kNm
2
9.709 10.101
29 Sudut geser
o
15.51 17.055
32 35
Sudut dilatansi ψ
o
- -
- -
Bendungan ini dimodelkan dengan empat jenis tanah dengan parameter yang berbeda ditambah dengan beban terdistribusi merata yang diletakkan di puncak
bendungan. Bagian-bagian tanah yang dimodelkan terdiri dari badan bendung, tanah lapisan atas, tanah lapisan bawah dan kaki bendung.
50
Gambar 4.1 Model penampang lereng bendungan
Tabel 4.2
Keterangan lapisan tanah
No Nama
Warna Keterangan
Fungsi
1 Lapisan atas
Hijau Lapisan
lempung dengan
konsistensi sedang
sampai dengan kaku
Membatasi masuknya
air ke bagian hilir dan mengangkat permukaan
air pada waduk di bagian hulu
2 Lapisan bawah
Orange Berupa lapisan batu
lempung dengan
campuran kerikil dan pasir
Tanah eksisting
3 Badan
bendung Cokelat
Berupa lapisan
lempung Tanah eksisting
4 Kaki bendung
Biru Terdiri dari batuan-
batuan dasar kali Drainase
untuk mengalirkan rembesan
air yang
mengalir menuju hilir sekaligus
perkuatan kaki bendung 5
Beban Biru
Berupa beban jalan dan kendaraan
Berguna untuk tujuan inspeksi dan perawatan
4.2 ANALISA DENGAN METODE SIMPLIFIED BISHOP
Perhitungan analitik dengan metode irisan dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap perhitungan kondisi awal lereng kondisi tanpa pembebanan dan perhitungan
kondisi lereng dengan pembebanan. Pekerjaan perhitungan ini dilakukan dengan
51 program Microsoft Office Excel. Pada setiap perhitungan, baik pada kondisi tanpa
pembebanan maupun kondisi dengan pembebanan dilakukan perhitungan angka keamanan.
Geometri garis freatik pada tubuh bendungan menunjukkan rembesan air yang masuk dari bagian hulu ke bagian hilir dihitung dengan cara Cassagrande.
Dengan persamaan parabola sederhana didapatkan koordinat titik-titik yang dilalui oleh air sepanjang tubuh bendungan, namun titik-titik ini selanjutnya harus
disempurnakan untuk dapat dianggap sebagai garis freatik yang sebenarnya.
4.2.1 Penentuan garis freatik
Garis freatik pada tubuh bendungan menunjukkan aliran air yang masuk dari bagian hulu ke bagian hilir. Garis aliran ini dihitung dengan metode Cassagrande.
Dengan persamaan parabola sederhana yang digunakan dalam perhitungan didapatkan koordinat titik-titik yang diperkirakan dilewati oleh air sepanjang tubuh
bendungan, akan tetapi titik-titik ini selanjutnya harus disempurnakan untuk dapat dianggap sebagai garis freatik yang sebenarnya.
Perhitungan garis freatik dengan cara Cassagrande mengikuti langkah- langkah berikut ini:
1. Menentukan nilai banding dH. 2. Dengan nilai banding dH, ditentukan nilai m dari grafik rembesan menurut
Taylor. 3. Hitung nilai
4. Hitung nilai √
5. Garis freatik merupakan parabola, dengan demikian kita dapat menggunakan bentuk persamaan sederhana
, garis freatik rembesan dapat
52 ditentukan, akan tetapi parabola ini harus dimodifikasi supaya dapat
ditetapkan sebagai garis freatik yang sebenarnya. 6. Hitung
√ 7. Hitung
Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar 4.2 Garis depresi pada bendungan homogen
Gambar di atas menunjukkan pembentukan garis freatik yang ideal pada bendungan homogen tanpa adanya lapisan drainase yang diletakkan pada kaki
bendungan. Pembentukan garis freatik pada bendungan Kuala Bekala berbeda dengan garis freatik yang terbentuk pada bendungan homogen pada umumnya. Hal
ini disebabkan karena adanya bangunan drainase pada kaki bendungan. Dengan mengikuti langkah-langkah perhitungan tersebut, ditetapkan nilai-
nilai parameter yang diperlukan dalam perhitungan, sebagai berikut. d = 45,21 meter
H = 12 meter = β6,57
o
dimana, d = jarak horizontal dari B
2
ke titik A
53 H = tinggi muka air di bagian hulu bendungan
Β = sudut kemiringan lereng bendungan
1. dH = 45,2112 = 3,77 2. Dengan menggunakan grafik rembesan Taylor, secara grafis untuk nilai dH =
γ,77 dan α = β6,57
o
, m = 0,34
Gambar 4.3
Grafik untuk hitungan rembesan Taylor, 1948
3. Dengan nilai m = 0,34, H = 12 meter, sin 26,57
o
= 0,45, didapatkan nilai a = 9,067 meter.
4. √
p = 0,783 meter 5. Dengan memasukkan nilai p kedalam persamaan parabola
, persamaan parabola menjadi
. Garis freatik bendungan dapat
54 digambarkan berdasarkan titik-titik yang diperoleh dari persamaan di atas
seperti terlihat pada gambar berikut ini.
Tabel 4.3
Titik-titik koordinat garis parabola rembesan
z x
12 45.19
11.5 41.44
11 37.85
10.5 34.42
10 31.15
9.5 28.03
9 25.08
8.5 22.29
8 19.65
7.5 17.18
7 14.86
6.5 12.71
6 10.71
5.5 8.88
5 7.20
4.5 5.68
4 4.33
3.5 3.13
3 2.09
2.5 1.21
2 0.49
1.5 -0.06
1 -0.46
0.5 -0.70
-0.78
Gambar 4.4
Garis parabola rembesan bendungan Kuala Bekala
Koordinat titik-titik yang diperoleh dari persamaan parabola jika digambarkan akan berbentuk seperti pada gambar di atas. Terlihat dengan jelas
55 bahwa garis freatik yang dibentuk oleh persamaan parabola
berbeda dengan garis freatik ideal yang secara umum terbentuk pada bendungan homogen.
Hal ini disebabkan karena pada bendungan Kuala Bekala terdapat bangunan drainase di bagian kaki, sehingga aliran air tetap berada di dalam tubuh bendungan dan tidak
menyentuh lereng bendungan di sebelah hilir melainkan masuk ke bangunan drainase.
Gambar 4.5
Variasi drainase dengan kemiringan sudut 90
o
Pada bangunan drainase dengan kemiringan sudut 90
o
, garis freatik yang terbentuk oleh persamaan parabola
adalah: FV adalah koordinat pada sumbu x, dimana pada z = 0, x = 0,78
FS adalah koordinat pada sumbu y, dimana pada x = 0, z = 1,566 Koordinat tersebut dimodifikasi menjadi nilai FV dan FS sesuai dengan garis aliran
yang melewati bangunan drainase, sebagai berikut: FV = p = 0,783 m
FS = 0,75 y = 1,17 m
Selanjutnya, garis parabola depresi tersebut dimodifikasi sedemikian rupa hingga membentuk garis parabola seperti pada gambar 4.5 yang ditandai dengan garis D-B2-
56 B-C-A. Sedangkan untuk bendungan Kuala Bekala, garis parabola yang telah
dimodifikasi sedemikian rupa dapat dilihat pada gambar 4.8.
Gambar 4.6
Garis parabola rembesan bendungan Kuala Bekala yang dimodifikasi
4.2.2 Penentuan lokasi bidang runtuh