Hasil perhitungan Triwahyuni et al. 2010, diperoleh laju angkutan sedimen menuju utara terbesar adalah 9485 m
3
tahun dan nilai terkecil adalah 3986 m
3
tahun. Sementara itu, laju angkutan sedimen menuju ke selatan mempunyai nilai terbesar yaitu 19482 m
3
tahun dan terkecil adalah 14250 m
3
tahun.
2.4 Model Perubahan Garis Pantai
Perubahan garis pantai pada dasarnya meliputi proses abrasi dan akresi. Abrasi pada pantai dapat terjadi apabila angkutan sedimen yang keluar atau yang
berpindah meninggalkan suatu lokasi lebih besar dibandingkan dengan yang masuk, tetapi bila terjadi sebaliknya maka akan terjadi proses akresi.
Pemodelan dengan menganalisis imbangan sedimen di dalam sel dapat digunakan untuk mengevaluasi sedimen yang masuk dan yang keluar dari sel yang
ditinjau. Sedimen yang masuk dan yang keluar dari sel dapat dihitung dengan menggunakan beberapa persamaan yang berbeda, misalnya persamaan yang
dibuat oleh Komar 1983 dan USACE 2003b. Berdasarkan analisis ini dapat diperkirakan daerah pantai yang mengalami erosi atau akresi. Pendekatan yang
dilakukan adalah mengevaluasi berbagai macam sedimen yang masuk dan yang keluar kemudian membandingkannya untuk mengetahui apakah suatu ruas pantai
mengalami abrasi atau akresi. Penelitian tentang perubahan garis pantai telah banyak dilakukan oleh
peneliti sebelumnya. Komar 1983, membuat contoh model perubahan garis pantai akibat struktur pantai. Perhitungan angkutan sedimen berdasarkan pada
fluks energi, hanya memperhitungkan gelombang dari satu arah. Garis pantai dari arah datang gelombang sisi hulu jetti mengalami sedimentasi akresi sedangkan
pada sisi lain hilir jetti mengalami abrasi. Purba dan Jaya 2004, melakukan penelitian tentang perubahan garis pantai
dan penutupan lahan di pesisir Lampung timur dengan menggunakan citra Landsat
-TM tahun 1991, 1999, 2001 dan 2003. Perubahan garis pantai dan karakteristik gelombang tergantung pada kekuatan angin yang bertiup. Bagian
pantai yang mempunyai tonjolan, disisi hilir dari arah arus menyusur pantai yang umumnya dominan ke utara menyebabkan terjadinya erosi. Hasil gerusan ini
diangkut ke sisi utara dalam proses littoral drift kemudian diendapkan pada bagian tertentu sehingga terjadi proses sedimentasi.
Triwahyuni et al. 2010, melakukan penelitian perubahan garis pantai di pantai timur Tarakan Kalimantan Timur, dengan mengembangkan model
perubahan garis pantai yang dimodifikasi dari model yang dibuat oleh Komar 1983. Perubahan garis pantai yang ditimbulkan oleh gelombang pecah yang
dibangkitkan oleh angin menuju pantai selama 10 tahun yaitu tahun 1991 – 2001 adalah garis pantai mengalami sedimentasi lebih tinggi di utara dibandingkan di
selatan karena arah angkutan sedimen sepanjang pantai menuju utara. Hasil simulasi model memberikan gambaran perubahan garis pantai yang mengikuti
pola garis pantai hasil citra. Selain itu Triwahyuni et al. 2010, juga memperoleh hasil bahwa pada daerah yang terdapat sungai dan intervensi manusia hasil model
dan hasil citra tidak sama. Kondisi ini terjadi karena faktor masukan sedimen dari sungai dan intervensi manusia tidak diperhitungkan dalam pengembangan model.
Fitrianto 2010, membuat model perubahan garis pantai sekitar jeti di Pelabuhan Pendaratan Ikan PPI Glayem-Juntinyuat, Kabupaten Indramayu.
Perhitungan transformasi gelombang menggunakan program STWave, angkutan sedimen dan perubahan garis pantai dihitung menggunakan persamaan Komar
1983. Perubahan garis pantai terjadi di sekitar jetti yang ditunjukkan dengan semakin majunya muka pantai ke arah laut di sebelah tenggara jetti sejauh 140 m
dan semakin berkurangnya muka pantai erosi di sebelah barat laut jetti sejauh 35 m. Hal ini terjadi akibat gelombang dan arus sepanjang pantai yang bergerak dari
tenggara menuju ke barat laut yang dibangkitkan oleh angin dominan berasal dari Timur dan Tenggara, sehingga angkutan sedimen dominan ke barat laut.
2.5 Citra Landsat 7 TM dan ETM