Keragaan Plasma Nutfah Padi (Oryza sativa) pada Kondisi Suhu Tinggi

KERAGAAN PLASMA NUTFAH PADI (Oryza sativa) PADA
KONDISI SUHU TINGGI

MILDATUS NOVIARINI

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keragaan Plasma
Nutfah Padi (Oryza sativa) pada Kondisi Suhu Tinggi adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2013
Mildatus Noviarini
NIM A24090008

ABSTRAK
MILDATUS NOVIARINI. Keragaan Plasma Nutfah Padi (Oryza sativa) pada
Kondisi Suhu Tinggi. Dibimbing oleh DESTA WIRNAS.
Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Kebun Percobaan Cikabayan,
Institut Pertanian Bogor pada bulan April sampai Agustus 2013. Tujuan penelitian
untuk mengevaluasi toleransi plasma nutfah padi terhadap kondisi suhu tinggi.
Penelitian disusun menggunakan Rancangan Acak Lengkap Augmented dengan 8
padi varietas nasional sebagai pembanding dan 49 genotipe padi yang terdiri dari
20 galur harapan padi dan 29 padi varietas lokal. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa genotipe berpengaruh sangat nyata pada karakter tinggi tanaman saat
vegetatif, umur berbunga, tinggi tanaman panen, jumlah anakan total, jumlah
anakan produktif, umur panen, panjang malai, jumlah gabah bernas, jumlah
gabah hampa, bobot 1000 butir, bobot bernas, jumlah gabah total dan persentase
gabah hampa. Beberapa galur dan varietas lokal memiliki hasil yang sama dan
lebih besar dari pembanding yaitu Mekongga, IR 64, Inpari 13, IPB 3S, IPB 4S,

IPB 5R, IPB 6R, dan IPB 7R.
Kata kunci : evaluasi, plasma nutfah padi, suhu tinggi, toleransi

ABSTRACT
MILDATUS NOVIARINI. Performance of Rice (Oryza sativa) Germplasms to
High Temperature Condition. Supervised by DESTA WIRNAS.
The Experiment was conducted at Field Station Research of Cikabayan,
Bogor Agricultural University in April- August 2013. The objective of the
research was to evaluate rice germplasm tolerance to high temperature conditions.
The experiment was arranged in Augmented Randomixed Block Design with 8
national variety of rice as checks. The genotypes evaluated were 49 consisted of
20 promising lines and 29 local varieties. The results showed genotypes
influenced to the characters plant height at vegetative stage, time of flowering,
plant height at harvesting time, long of panicle, number of total tiller, number of
productive tiller, time of ripening, number of filled grain, number of empty grain,
seed index, weight of total filled grain, number of total empty grain, and
percentage of empty grain were very singnificant different among genotypes
evaluated. There were several lines and local varieties that had results equals or
higher with the checks, namely Mekongga, IR 64, Inpari 13, IPB 3S, IPB 4S, IPB
5R, IPB 6R and IPB 7R.

Keywords : evaluation, high temperature, rice germplasm, tolerance

KERAGAAN PLASMA NUTFAH PADI (Oryza sativa) PADA
KONDISI SUHU TINGGI

MILDATUS NOVIARINI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi: Keragaan Plasma Nutfah Padi (Oryza sativa) pada Kondisi Suhu

Tinggi
Nama
: Mildatus Noviarini
NIM
: A24090008

Disetujui oleh

Dr Desta Wimas, SP MSi
Pembimbing

Diketahui oleh

Tanggal Lulus:

I

1 OC ·

Judul Skripsi : Keragaan Plasma Nutfah Padi (Oryza sativa) pada Kondisi Suhu

Tinggi
Nama
: Mildatus Noviarini
NIM
: A24090008

Disetujui oleh

Dr Desta Wirnas, SP MSi
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Purwito, MScAgr
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah

memberikan kekuatan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi penelitian yang berjudul “Keragaan Plasma Nutfah Padi
(Oryza sativa) pada Kondisi Suhu Tinggi”. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah
Kaca Kebun Percobaan Cikabayan IPB. Bogor.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr Desta Wirnas, SP MSi. selaku pembimbing skripsi yang telah
memberikan masukan dan saran untuk pelaksanaan penelitian.
2. Dr Trikoesoemaningtyas, MSc. dan Dr Ir Iskandar Lubis, MS. Selaku
dosen penguji yang telah memberikan saran pada saat ujian akhir skripsi.
3. Dr Ni Made Armini Wiendi, MSc. Selaku dosen pembimbing akademik
yang telah memberikan motivasi dalam melaksanakan tugas akademik.
4. Ayah, Mama, Adib yang selalu mendoakan penulis.
5. Pakdhe, Budhe, Teteh, Mbak Angga, Ara, dan Atha yang telah membantu
penulis selama menjalani pendidikan di IPB.
6. Beasiswa PPA Dikti yang mendukung pendanaan selama pendidikan.
7. Muhammad Akbar, Ragil Homsyatun, Yoga Setiawan, Catur, Mayang,
Patricia, Ida, Mbak Mawi, Jojo dan SOCRATES 46 yang telah membantu
dan memotivasi penulis selama penelitian dan pendidikan.
8. Siti Nurhidayah, SP. Yang telah memberikan arahan dalam pengolahan
data penelitian.

Semoga penelitian ini bermanfaat bagi civitas akademik dan yang memerlukan.

Bogor, Oktober 2013
Mildatus Noviarini

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN


1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2

Hipotesis

2

TINJAUAN PUSTAKA


2

Syarat Pertumbuhan Tanaman Padi

2

Pemuliaan dan Perkembangan Varietas Padi

2

Evaluasi Plasma Nutfah Padi

3

Pemanasan Global dan Dampaknya bagi Pertanian

4

Pengaruh Suhu Tinggi terhadap Pertanaman Padi


4

Heritabilitas

6

METODE

7

Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

7

Pelaksanaan Penelitian

7

Pengamatan


8

Bahan

9

Alat

9

Prosedur Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN

10
11

Kondisi Umum

11

Keragaan Karakter-karakter Aksesi Padi

11

Keragaman Genetik dan Heritabilitas

23

SIMPULAN DAN SARAN

25

Simpulan

25

Saran

25

DAFTAR PUSTAKA

26

LAMPIRAN

29

RIWAYAT HIDUP

33

DAFTAR TABEL
1 Respon tanaman padi terhadap suhu berbeda pada beberapa stadia
pertumbuhan
2 Data tetua galur harapan IPB
3 Sidik ragam Augmented Design I
4 Nilai uji F pengaruh genotipe terhadap karakter tinggi tanaman
vegetatif dan kehijauan daun vegetatif
5 Rekapitulasi uji F pengaruh genotipe terhadap karakter pertumbuhan
dan hasil padi pada kondisi suhu tinggi
6 Rataan karakter pertumbuhan varietas pembanding
7 Rataan karakter hasil varietas pembanding
8 Keragaan karakter pertumbuhan berbagai genotipe padi terhadap
kondisi suhu tinggi
9 Keragaan karakter hasil berbagai genotipe terhadap kondisi suhu tinggi
10 Nilai duga ragam genetik. ragam fenotif dan heritabilitas arti luas (h2bs)
pada karakter petumbuhan terhadap kondisi suhu tinggi
11 Beberapa genotipe yang berpotensi toleran terhadap kondisi suhu tinggi
12 Genotipe berpotensi toleran terhadap cekaman suhu tinggi berdasarkan
persentase gabah hampa

5
10
10
11
12
12
12
13
18
24
24
25

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Sebaran jumlah genotipe berdasarkan tinggi tanaman vegetatif
Sebaran jumlah genotipe berdasarkan jumlah anakan total
Sebaran jumlah genotipe berdasarkan karakter umur berbunga
Sebaran jumlah genotipe berdasarkan jumlah anakan produktif
Sebaran jumlah genotipe berdasarkan tinggi tanaman panen
Sebaran jumlah genotipe berdasarkan karakter umur panen
Sebaran jumlah genotipe berdasarkan karakter panjang malai
Sebaran jumlah genotipe berdasarkan jumlah gabah hampa
Sebaran jumlah genotipe berdasarkan jumlah gabah bernas
Sebaran jumlah genotipe berdasarkan bobot 1000 butir
Sebaran jumlah genotipe berdasarkan bobot bernas total
Sebaran jumlah genotipe berdasarkan jumlah gabah total
Sebaran jumlah genotipe berdasarkan persentase gabah hampa

14
15
16
16
17
17
18
20
20
21
22
22
23

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Kegiatan penelitian
Deskripsi Varietas IPB 3S
Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap karakter tinggi tanaman
vegetatif, kehijauan daun vegetatif, jumlah anakan total
Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap karakter umur berbunga,
jumlah anakan produktif, dan tinggi tanaman panen
Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap karakter kehijauan daun
panen, umur panen, dan panjang malai

29
30
31
31
31

6
7

Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap karakter jumlah gabah bernas,
jumlah gabah hampa, dan bobot 1000 butir
Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap karakter bobot bernas total,
jumlah gabah total, dan persentase gabah hampa

31
32

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Padi (Oryza sativa L.) merupakan bahan pangan utama bagi masyarakat
Indonesia. Produksi padi tahun 2010 mencapai 64.9 juta ton gabah kering giling
(GKG) dan pada tahun 2025 diharapkan mencapai 73.0 juta ton GKG dengan laju
kenaikan sebesar 0.85% per tahun (Deptan 2010b). Upaya peningkatan produksi
padi dapat ditempuh melalui dua cara yaitu peningkatan produksi dengan
pengembangan varietas unggul baru dan penambahan areal panen melalui
peningkatan intensitas penanaman.
Isu pemanasan global yang saat ini gencar diperdebatkan menjadi salah satu
kendala dalam peningkatan produksi padi nasional. Peningkatan suhu
menyebabkan terjadinya peningkatan transpirasi yang selanjutnya menurunkan
produktivitas tanaman pangan, meningkatkan konsumsi air, mempercepat
pematangan buah atau biji, menurunkan mutu hasil, dan berkembangnya berbagai
hama penyakit (OPT) (Deptan 2010a). Menurut Adibroto et al. (2011) berbagai
dokumen kebijakan, penelitian dan laporan kegiatan menunjukkan bahwa
perubahan iklim telah mendapatkan perhatian di Indonesia. Dampak perubahan
iklim memang telah dirasakan, seperti terjadinya banyak bencana alam seperti
curah hujan yang tidak biasa, kebanjiran dan kekeringan yang menunjukkan
adanya peningkatan baik dari sisi frekuensi maupun intensitasnya. Hal ini
berpengaruh terhadap kondisi pertanian Indonesia terutama dalam hal keamanan
pangan.
Efek rumah kaca terjadi akibat adanya gas-gas rumah kaca (GRK) yang
memerangkap panas radiasi matahari yang dipantulkan kembali ke angkasa oleh
permukaan bumi. GRK ini dapat bersumber dari kejadian alamiah dari alam ini
maupun dari aktivitas manusia. Berbagai data yang ada menunjukkan bahwa
meningkatnya konsentrasi emisi gas rumah kaca di atmosfer terjadi akibat
aktivitas manusia (Adibroto et al. 2011).
Suhu udara maksimum dan minimum di Indonesia, berdasarkan data dari
provinsi Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan dalam
periode 1971-2002 menunjukkan tren kenaikan suhu udara maksimum dan
minimum di hampir seluruh wilayah. Penurunan hasil pertanian dapat mencapai
lebih dari 20% apabila suhu udara naik melebihi 4 0C (Tschirley 2007). Menurut
Peng et al. (2004) setiap kenaikan suhu minimum sebesar 1 0C akan menurunkan
hasil tanaman padi sebesar 10%.
Naiknya suhu atmosfer global ini terjadi perlahan tapi pasti membawa
dampak merugikan bagi kehidupan di bumi. Peningkatan suhu meningkatkan
evaporasi air di permukaan bumi dan ini akan merubah berbagai elemen iklim
seperti kelembaban, kondensasi uap air dan curah hujan. Perubahan iklim ini dapat
berdampak pada perubahan pada pola tanam yang berarti mengancam keamanan
pangan dan membuat suatu daerah mengalami kekeringan berkepanjangan dan di
wilayah lain terjadi banjir yang besar.

2

Perumusan Masalah
Beras merupakan bahan pangan terbesar di Indonesia. Negara Indonesia
mengalami peningkatan penduduk setiap tahunnya. Bertambahnya jumlah
penduduk mengakibatkan peningkatan kebutuhan pangan dalam negeri.
Perubahan cuaca dan iklim yang saat ini mulai dirasakan memberikan dampak
yang buruk bagi pertanian Indonesia. Pergeseran musim dan juga peningkatan
suhu bumi dapat menyebabkan penurunan produktivitas padi nasional. Hal
tersebut merupakan kendala yang harus ditangani sehingga diperlukan adanya
studi tentang perakitan varietas padi yang toleran terhadap suhu tinggi. Melalui
penelitian ini diharapkan terdapat genotipe-genotipe padi yang toleran terhadap
kondisi suhu tinggi.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan informasi tentang keragaan
varietas padi pada kondisi cekaman suhu tinggi.
Hipotesis
Terdapat plasma nutfah padi yang toleran terhadap cekaman kondisi suhu
tinggi.

TINJAUAN PUSTAKA
Syarat Pertumbuhan Tanaman Padi
Secara umum tanaman padi dapat tumbuh di daerah tropis dan subtropis.
Rata-rata kebutuhan curah hujan untuk pertumbuhan padi sekitar 1500-2000
mm/tahun. Tanaman padi dapat tumbuh baik pada kisaran suhu optimum sekitar
27-32 0C (BB Padi 2009). Tanaman padi dapat tumbuh pada ketinggian 0-650
mdpl untuk daerah dataran rendah dan ketinggian 650-1500 mdpl untuk daerah
dataran tinggi.
Pemuliaan dan Perkembangan Varietas Padi
Varietas unggul padi sawah merupakan kunci keberhasilan peningkatan
produksi padi di Indonesia (Susanto et al. 2003). Kebutuhan beras secara nasional
terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Produksi padi di
Indonesia pada tahun 2000 sekitar 51.20 juta ton (BPS 2001), sedangkan
kebutuhan padi pada tahun 2025 diperkirakan sebesar 70 juta ton (IRRI 2001).
Kebutuhan tersebut dapat dipenuhi dengan luas pertanaman dan intensitas tanam
seperti saat ini. dengan produktivitas sebesar 6 ton/ha atau 1.60 ton/ha lebih tinggi

3
dari produktivitas tahun 2000 sebesar 4.40 ton/ha. Padahal pada tahun 1982
produktivitas sebesar 4.04 ton/ha. sehingga selama 18 tahun produktivitas hanya
meningkat 0.36 ton/ha.
Pemuliaan padi sawah bersifat dinamis. Varietas baru terbentuk sepanjang
waktu diikuti dengan peningkatan rata-rata produktivitas padi secara nasional.
Beberapa tipe varietas padi yang telah berkembang di Indonesia adalah tipe
Bengawan, PB5, IRxx, IR 64, padi hibrida, dan padi tipe baru. Tipe-tipe tersebut
muncul sesuai kebutuhan, dimulai dengan perbaikan varietas lokal (tipe
Bengawan), pembuatan padi yang genjah dan hasil tinggi karena responsif
terhadap pemupukan (PB5), peningkatan ketahanan terhadap hama dan penyakit
(IRxx), dan penambahan sifat unggul pada rasa nasi yang enak (IR 64). Varietasvarietas yang telah dilepas tersebut banyak yang saling berkerabat, sehingga
keragamannya kurang dan potensi hasilnya pun tidak berbeda. Upaya untuk
meningkatkan potensi hasil padi yang selama ini stagnan adalah melalui
pemanfaatan fenomena heterosis (padi hibrida) dan arsitektur tanaman (padi tipr
baru). Kedua upaya tersebut diharapkan mampu menjawab tantangan perpadian di
masa yang akan datang (Susanto et al. 2003).
Evaluasi Plasma Nutfah Padi
Plasma nutfah padi merupakan sumber keanekaragaman karakter tanaman
padi yang memiliki potensi sebagai sumber keunggulan tetua dalam program
perakitan varietas unggul baru. Keragaman plasma nutfah padi berupa koleksi
varietas lokal, ras-ras yang beradaptasi di lingkungan spesifik, kultivar unggul
yang lama dilepas dan bertahan di masyarakat, serta kultivar unggul yang baru
dilepas dan galur-galur harapan yang tidak terpilih dalam pelepasan varietas.
Materi tersebut sangat penting dalam program pemuliaan karena perakitan dan
perbaikan varietas unggul baru yang memiliki latar belakang genetik luas akan
tergantung dari ketersediaan sumber gen pada koleksi plasma nutfah (Deptan
2010).
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi telah berupaya mempertahankan
kelestarian dan meningkatkan keragaman genetik plasma nutfah padi melalui
program pengelolaan, eksplorasi, konservasi, serta evaluasi terhadap ketersediaan
plasma nutfah dalam jumlah dan mutu yang memadai secara berkelanjutan agar
dapat dimanfaatkan baik dalam kegiatan pemuliaan maupun penelitian lebih
lanjut. Pengelolaan plasma nutfah dinilai berhasil apabila telah mampu
menyediakan aksesi plasmanutfah sebagai sumber gen donor dalam program
pemuliaan. dan pemuliaan tanaman dinilai berhasil apabila telah memanfaatkan
keragaan sifat genetik yang tersedia dalam koleksi plasmanutfah.
Salah satu komoditas yang aksesi koleksi plasma nutfahnya tersimpan
paling banyak di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan
Sumberdaya Genetik Pertanian (BB Biogen) adalah padi. Jumlah aksesi koleksi
plasma nutfah padi hingga kini tersimpan di BB Biogen adalah sekitar 4000
aksesi. sekitar 2500 aksesi tersimpan di Balai Besar Penelitian Tanaman Padi
sebagai duplikat koleksi dan “working collection”, serta sekitar 8964 aksesi
dikonservasi di International Rice Research Institute (IRRI). Plasma nutfah
sebanyak itu terdiri atas varietas padi lokal, galur harapan, galur-galur elit,
varietas unggul, introduksi dan spesies padi liar (Daradjat et al. 2009). Sebagian

4
dari koleksi plasma nutfah padi tersebut telah dikarakterisasi dan dievaluasi
ketahanannnya terhadap cekaman biotik seperti hama wereng batang coklat,
ganjur, penyakit blas, hawar daun bakteri, hawar daun jingga, hawar daun bergaris
putih, dan toleransinya terhadap keracunan terhadap Fe, Al, dan kekeringan.
Pemanasan Global dan Dampaknya bagi Pertanian
Perubahan iklim telah secara ilmiah dan banyak bukti diakibatkan oleh
pemanasan global (global warming) sebagai akibat terjadinya efek rumah kaca
pada atmosfer kita. Efek rumah kaca terjadi akibat adanya gas-gas rumah kaca
(GRK) yang memerangkap panas radiasi matahari yang dipantulkan kembali ke
angkasa oleh permukaan bumi. Pada dasarnya GRK ini dapat bersumber dari alam
maupun dari aktivitas manusia. Namun berbagai data yang ada menunjukkan
bahwa aktivitas manusialah yang meningkatkan emisi GRK di atmosfer kita.
Naiknya suhu atmosfer global ini terjadi perlahan membawa dampak yang
merugikan bagi kehidupan di bumi. Peningkatan suhu mengakibatkan
peningkatan evaporasi air di permukaan bumi. Hal ini dapat merubah berbagai
elemen iklim seperti kelembaban, kondensasi uap air dan curah hujan. Perubahan
iklim berdampak pula pada pola tanam komoditas pertanian yang berarti
mengancam keamanan pangan dan juga menjadikan suatu daerah mengalami
kekeringan berkepanjangan dan di wilayah lain terjadi banjir besar. Berubahnya
iklim juga berdampak pada kesehatan manusia akibat peningkatan kuantitas dan
kualitas serta persebaran vektor penyakit.
Peningkatan konsentrasi GRK ini diikuti pula meningkatnya suhu atmosfer
bumi. Hasil kajian Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) (2007)
menyatakan bahwa kenaikan temperatur total dari tahun 1850-1899 sampai
dengan 2001-2005 adalah 0.76 0C. Muka air laut rata-rata global telah meningkat
dengan laju 1.8 mm per tahun. Sejumlah bukti kuantitatif juga makin
mempertegas andilnya GRK ini sebagai penyebab pemanasan global.
Perubahan iklim akan membawa dampak pada berbagai sektor
pembangunan. Dampak paling serius adalah pada sektor ketahanan pangan akibat
berubahnya atau bergesernya waktu tanam dan waktu panen, meningkatnya
serangan hama baru serta kelangkaan dan berlebihnya air yang menyebabkan
genangan (banjir). Sedangkan diketahui bahwa Indonesia masih sangat
bergantung pada sektor pertanian. Menurut KLH RAN-PI (2007) faktor utama
yang terkait dengan perubahan iklim yang berdampak terhadap sektor pertanian
adalah (a) perubahan pola hujan dan iklim ekstrem yang mengakibatkan banjir
dan kekeringan, (b) peningkatan suhu udara yang menyebabkan naiknya respirasi
tanaman, (c) meningkatnya pola serangan hama dan penyakit tanaman dan (d)
naiknya paras muka air laut yang menekan luasan lahan pertanian di pesisir.
Pengaruh Suhu Tinggi terhadap Pertanaman Padi
Sebagian besar jaringan pada tumbuhan tingkat tinggi tidak dapat bertahan
hidup pada cekaman suhu tinggi diatas 45 0C. Menurut Taiz dan Zeiger (2006)
cekaman kekeringan dan suhu tinggi saling terkait. Pada saat suhu lingkungan
naik, tunas-tunas tanaman C3 dan C4 mendapatkan pasokan air dari proses
penguapan H2O melalui stomata. Hal ini bertujuan untuk menurunkan suhu

5
jaringan tanaman agar tidak mengalami kekeringan akibat peningkatan suhu
lingkungan. Proses fotosintesis dan respirasi akan terhambat pada suhu tinggi.
Pada saat terjadi cekaman suhu tinggi, proses fotosintesis mengalami penurunan
lebih cepat daripada proses respirasi.
Suhu ketika jumlah CO2 yang diserap pada proses fotosintesis sama dengan
jumlah CO2 yang dikeluarkan pada proses respirasi tanaman disebut titik
kompensasi suhu. Titik kompensasi suhu ini berbeda pada tiap jenis tanaman.
Pada saat suhu lingkungan diatas titik kompensasi suhu tanaman, fotosintesis
tidak dapat menggantikan karbon yang digunakan sebagai substrat pada proses
respirasi. Hal ini mengakibatkan fotosintat atau cadangan karbohidrat menurun.
Pada beberapa buah dan sayuran akan mengurangi kadar gula yang dihasilkan.
Ketidakseimbangan antara fotosintesis dan respirasi merupakan salah satu dampak
buruk dari suhu tinggi (Taiz and Zeiger 2006).
Menurut Suseno (1975) setiap kenaikan suhu sebesar 10 0C dapat
menyebabkan laju respirasi tanaman padi meningkat dua kali dibandingkan
dengan laju fotosintesis. Hasil gabah cenderung lebih tinggi pada saat suhu lebih
rendah setelah terjadi proses pembungaan. Beberapa peneliti melaporkan bahwa
suhu tinggi pada saat pemasakan menyebabkan laju respirasi bertambah dan
keseimbangan antara fotosintesis dan respirasi kurang sempurna. Hasil penelitian
IRRI menunjukkan bahwa suhu rendah selama masa pemasakan tidak hanya baik
bagi hasil rendahnya respirasi tetapi juga memperpanjang masa pemasakan. Di
banyak daerah, hasil panen tinggi didapatkan apabila masa pemasakan bertambah
panjang. Tanaman padi akan menerima radiasi cahaya matahari lebih banyak yang
mengakibatkan hasil gabah lebih tinggi apabila terjadi perpanjangan masa
pematangan..
Suhu sangat berpengaruh pada lama pertumbuhan dan juga pola pertanaman
padi. Produktivitas padi juga dipengaruhi oleh suhu rata-rata harian, perubahan
diurnal suhu siang dan malam serta selang distribusi suhunya (Moomaw and
Vergara 1965). Menurut Yoshida (1978) suhu kritis untuk stadium
perkecambahan, proses anakan, inisiasi dan perkembangan inflorens bunga, serta
proses pemasakan bulir padi telah diidentifikasi.
Tabel 1 Respon tanaman padi terhadap suhu berbeda pada beberapa stadia
pertumbuhan
Kisaran suhu kritis (0C)
Stadia pertumbuhan
Rendah
Tinggi
Optimum
Perkecambahan
16-19
45
18-40
Pertumbuhan dan perkembangan
12-35
35
25-30
kecambah
Pengakaran
16
35
25-28
Pemanjangan daun
7-12
45
31
Penganakan
9-16
33
25-31
Inisiasi primordia malai
15
Diferensiasi malai
15-20
30
Antesis
22
35-36
30-33
Pematangan
12-18
>30
20-29
Sumber : (Yoshida 1978)

6
Suhu tinggi mempercepat laju pertumbuhan tanaman dan mengurangi durasi
pertumbuhan dengan memperpendek periode pengisian malai sekitar 25 hari di
daerah tropis dan 35 hari di daerah subtropis (Swaminathan 1984). Suhu tinggi
sekitar 40 0C dapat menyebabkan kehampaan malai hingga penurunan produksi
yang tinggi (Yoshida and Parao 1976). Suhu tinggi juga sangat berpengaruh pada
masa pembungaan (antesis dan fertilisasi) pada pertanaman padi (Farrel et al.
2006).
Berdasarkan IRRI (1976), perlakuan suhu tinggi 41 0C selama empat jam
pada fase pembungaan menyebabkan kerusakan dan kehampaaan total pada malai
padi. Sedangkan menurut Satake danYoshida (1978) perlakuan suhu tinggi diatas
35 0C selama lima hari pada fase pembungaan menyebabkan kehampaan total
pada malai dan tidak terbentuknya gabah. Nishiyama dan Satake (1981)
menyatakan tanaman padi di daerah tropis dapat mengalami gangguan
pertumbuhannya akibat cekaman suhu tinggi. Gejala gangguan cekaman suhu
tinggi beragam pada berbagai fase pertumbuhan padi. Beberapa gangguan yang
dapat terjadi pada pertumbuhan padi antara lain turunnya daya berkecambah pada
benih padi, klorosis daun, penurunan tinggi tanaman, penurunan jumlah anakan
pada fase vegetative, pemutihan spikelet, penurunan jumlah bulir padi yang
terbentuk, perlambatan fase heading, peningkatan jumlah bulir hampa,
peningkatan spikelet steril, dan proses pemasakan bulir padi tidak sempurna. Suhu
yang dapat mengganggu tanaman padi antara 32-35 0C.
Pengaruh suhu tinggi pada malam hari lebih lebih merusak daripada
pengaruh suhu tinggi pada siang hari. Fase booting dan pembungaan adalah fase
yang paling sensitif terhadap perlakuan suhu tinggi. Perlakuan suhu tinggi selama
kedua fase ini dapat menyebabkan kehampaan total (Shah F et al. 2011). Namun
pemberian perlakuan suhu tinggi 41 0C pada satu hari sebelum atau setelah
pembungaan tidak mengakibatkan kerusakan yang nyata pada kehampaan malai
(Yoshida S et al. 1981).
Jagadish et al. (2007) menyebutkan bahwa perlakuan suhu diatas 33.7 0C
pada padi indica dan japonica di dalam rumah kaca menyebabkan kehampaan
gabah. Umumnya benang sari merupakan organ yang paling sensitif terhadap
kondisi suhu tinggi (Wassman et al. 2009). Prasad et al. (2006) melaporkan
bahwa suhu tinggi dapat mengakibatkan stres pada fase pembungaan sehingga
menyebabkan penurunan produksi polen.
Heritabilitas
Karakter penting seperti produksi, kadar protein, dan kualitas hasil
dikendalikan oleh banyak gen yang masing-masing mempunyai pengaruh kecil
pada karakter tersebut. Karakter demikian disebut karakter kuantitatif, karakter ini
banyak dipengaruhi lingkungan. Permasalahan yang cukup sulit adalah
mengetahui seberapa jauh suatu karakter disebabkan oleh faktor genetik sebagai
akibat aksi gen dan seberapa jauh disebabkan oleh lingkungan (Syukur et al.
2012). Poespodarsono (1988) menambahkan bahwa masing-masing pengaruh
genetik dan pengaruh lingkungan sulit diketahui secara langsung peranannya.
Semakin tinggi perbedaan nilai genetik berarti seleksi akan semakin efektif.
Karakter yang muncul dari suatu tanaman merupakan hasil genetik dan
lingkungan. Ragam fenotif pada suatu populasi digunakan untuk menyeleksi

7
karakter kuantitatif. Ragam fenotif (σ2p) sebenarnya merupakan gabungan dari
ragam genetik (σ2g), ragam lingkungan (σ2e), serta interaksi antara ragam genetik
dan lingkungan (σ2gxe). Ragam genetik terdiri dari ragam genetik aditif (σ2a),
ragam genetik dominan (σ2d), dan ragam genetik epistasis (σ2i). Ragam genetik
suatu populasi sangat penting dalam program pemuliaan tanaman (Syukur et al.
2012).
Ragam genetik aditif merupakan penyebab utama kesamaan diantara
kerabat (antara tetua dengan turunan). Ragam ini merupakan efek rata-rata gen.
Ragam genetik dominan merupakan penyebab utama ketidaksamaan diantara
kerabat. Heritabilitas merupakan pendugaan seberapa besar pengaruh genetik
dalam mempengaruhi fenotipe suatu karakter.
Sesuai komponen ragam genetiknya, heritabilitas dibedakan menjadi
heritabilitas dalam arti luas (h2bs) dan heritabilitas arti sempit (h2ns). Heritabilitas
dalam ati luas merupakan perbandingan antara ragam genetik total dan ragam
fenotifnya. Heritabilitas arti sempit merupakan perbandingan antara ragam
genetik aditif dan ragam fenotifnya. Nilai duga heritabilitas dibagi menjadi tiga
kelompok yaitu heritabilitas tinggi apabila nilainya > 50%, sedang apabila
nilainya 20%-50% dan rendah apabila nilainya 20 anakan). Genotipe yang diteliti memiliki keberagaman jumlah
anakan. Tujuh genotipe termasuk kategori jumlah anakan sedang, enam belas
genotipe termasuk kategori anakan banyak dan 26 genotipe termasuk kategori
jumlah anakan sangat banyak.
Hasil yang maksimal tidak selalu berbanding lurus dengan jumlah anakan
total yang tinggi. Hal ini dapat disebabkan oleh terjadinya pembentukan anakan
yang tidak serempak. Anakan yang muncul terlambat biasanya menjadi anakan
yang tidak produktif. Tiap anakan akan mengalami persaingan dalam
mendapatkan hasil fotosintat. Anakan yang muncul lebih awal akan mendapatkan
hasil fotosintat yang lebih banyak.

Jumlah genotipe

20
16
15

10

9
7

8

7

5
1

1

0
10-15

16-20

21-25
26-30
31-35
35-40
Jumlah Anakan Total (anakan)

41-45

Gambar 2 Sebaran jumlah genotipe berdasarkan jumlah anakan total

16

Umur Berbunga
Rata-rata umur berbunga genotipe berkisar antara 71-106 hari setelah semai.
Genotipe yang memiliki umur berbunga tercepat yaitu Silugonggo, sedangkan
genotipe yang memiliki umur berbunga terlama yaitu Merak Petani. Rata-rata
umur berbunga varietas pembanding sebesar 79 hari. Umur berbunga ditandainya
dengan munculnya malai sekitar 50% dari tiap tanaman. Umur berbunga sangat
dipengaruhi oleh faktor genetik. Tanaman yang berumur genjah akan berbunga
lebih cepat dibandingkan tanaman berumur dalam.
19

Jumlah genotipe

20
15
10

8

8
5

3

4

81-85
86-90
91-95
Umur berbunga (HSS)

95-100

5

2

0
70-75

76-80

>100

Gambar 3 Sebaran jumlah genotipe berdasarkan karakter umur berbunga
Jumlah Anakan Produktif
Rata-rata jumlah anakan produktif genotipe berkisar antara 6-30 anakan.
Genotipe yang memiliki jumlah anakan produktif terbanyak adalah Marinah dan
yang terendah adalah Raja Putih. Rata-rata jumlah anakan varietas pembanding
adalah 17 anakan. Semakin banyak jumlah anakan produktif yang tercapai
diharapkan menghasilkan panen yang semakin tinggi pula.

Jumlah genotipe

20

17

18

15

10

6

5

5

3

0
6-10

11-15
16-20
21-25
Jumlah Anakan Produktif (anakan)

26-30

Gambar 4 Sebaran jumlah genotipe berdasarkan jumlah anakan produktif
Tinggi Tanaman Panen
Rata-rata tinggi tanaman panen genotipe berkisar antara 110-205 cm.
Genotipe yang memiliki tinggi panen tertinggi yaitu Tjere Bandung, sedangkan
Situ Bagendit merupakan genotipe yang memiliki tinggi paling pendek. Tinggi

17

panen varietas pembanding adalah 126 cm. Tinggi tanaman yang pendek dan
sedang sangat diinginkan bagi karakter pemuliaan tanaman padi. Hal ini
disebabkan tanaman yang terlalu tinggi cenderung kurang tahan terhadap
kerebahan. Tingkat kerebahan yang tinggi mengakibatkan penurunan hasil panen.

Jumlah genotipe

20
16
15

12

10

7
5

5

5
3
1

0
110-125 126-140 141-155 156-170 171-185 186-200 201-215
Tinggi tanaman panen (cm)
Gambar 5 Sebaran jumlah genotipe berdasarkan tinggi tanaman panen
Umur Panen
Rata-rata umur panen genotipe berkisar antara 104-132 hari. Genotipe
dengan umur panen tercepat yaitu Situ Patenggang, sedangkan genotipe yang
memiliki umur terlama antara lain : Major, Merak Petani, Sijera, Djenar A,
Bekongan, Siderep, Raja Putih, dan Randah Sara. Rata-rata umur panen varietas
pembanding sebesar 110 hari. Berdasarkan umur panennya, tanaman padi
dikelompokkan menjadi 6 kelompok yaitu : tanaman berumur ultra genjah (165 hari) (BB Padi 2010).
Menurut deskripsi varietas kementerian pertanian, varietas pembanding memiliki
umur panen berkisar antara 103-120 hari (Deptan 2009). Genotipe yang diuji
termasuk genotipe yang berumur genjah sampai sedang.
Jumlah genotipe

20

17

15
10

10

8

7

5

5
2

0
104-110

111-115

116-120 121-125
Umur panen (HSS)

126-130

131-135

Gambar 6 Sebaran jumlah genotipe berdasarkan karakter umur panen
Panjang Malai
Rata-rata panjang malai genotipe berkisar antara 21-30 cm. Genotipe yang
memiliki panjang malai terpendek yaitu Raja Putih, sedangkan genotipe dengan

18

Jumlah genotipe

panjang malai terpanjang yaitu genotipe 160-36. Rataan panjang malai varietas
pembanding yaitu 28 cm. Semakin panjang malai diharapkan semakin banyak
gabah atau bulir yang dihasilkan. Jumlah gabah yang tinggi cenderung memiliki
hasil panen yang tinggi pula.
Rusdiansyah (2006) mengelompokkan panjang malai ke dalam tiga
kelompok yaitu malai pendek ( ≤ 20 cm), malai sedang (20-30 cm), dan malai
panjang ( ≥ 30 cm). Panjang malai dapat menentukan jumlah butir per malai.
Semakin panjang malai diharapkan jumlah butir gabah yang dihasilkan juga
semakin tinggi. Malai yang panjang mampu mengimbangi kurangnya jumlah
anakan (Kush 1997).
25
20
15
10
5
0

21

18

8
2

20-23

24-26
27-30
Panjang malai (cm)

31-33

Gambar 7 Sebaran jumlah genotipe berdasarkan karakter panjang malai
Tabel 9 Keragaan karakter hasil berbagai genotipe terhadap kondisi suhu tinggi
Genotipe
IPB158-E-1
IPB158-E-3
IPB158-E-7
IPB159-E-6
IPB159-E-11
IPB159-E-14
IPB159-E-15
IPB160-E-2
IPB160-E-3
IPB160-E-4
IPB160-E-6
IPB160-E-7
IPB160-E-8
IPB160-E-10
IPB160-E-25
IPB160-E-36
IPB161-E-1
IPB161-E-4
IPB161-E-6
IPB161-E-7

JBH
846
1146
1731
1921
1641
1060
1051
1044
696
1346
1880
1041
1268
437
859
724
1864
1407
1043
1701

JBB
874*
817*
2023
2370*
1742
1916
1322
2003
1376
1773
1288
1508
942
1718
1599
1531
1977
1146
1391
1234

BSB
24
23
22
22
22
23
23
25
25
24
23
23
22
24
22
27**
238
22
24
24

BB
21*
19*
44
52*
38
43
30
50
32
44
30
34
20*
42
36
46
46
25
34
30

JGT
1720
1963
3754
4291*
3383
2976
2373
3047
2072
3119
3168
2549
2210
2155
2458
2255
3841
2553
2434
2935

PBH
49
58
46
45
49
36
44
34
34
43
59
41
57
20*
35
32
49
55
43
58

19

Tabel 9 (Lanjutan)
Genotipe
Major
Jatiluhur
Makmur
Merak Petani
Genangan L
Sijera
Situ Bagendit
Parai Salak
Getik Rijal
Mandurang B
Cirata
Sarendah
Djenar A
Silugonggo
Bekongan
Towuti
Tjere Bandung
Siderep
Salumpikit
Olan
Ketan Dipo
Raja Putih
Mudjahir
Randah Sara
Biboh 1
Marinah
Ekor Hitam
Situ Patenggang
Kalimutu
Pembanding

JBH
837
1031
1400
657
1429
453
1788
478
1063
940
1513
1498
268
1437
565
1310
359
917
980
495
1467
193
505
1799
1380
723
348
745
811
1124

JBB
508**
1150
1843
286**
834*
235**
1210
1753
705*
470**
1528
621**
374**
1294
181**
1386
271**
271**
750*
1503
1814
84**
1048
391**
664*
1896
333**
1163
1990
1588

BSB
21
23
21
17**
24
24
22
26*
21
19**
25
18**
21
23
22
24
26*
19*
21
23
22
15**
23
17**
23
16**
20
29**
26*
22

BB
11**
26
39
5**
20*
6**
27
43
14**
9**
38
11**
7**
30
4**
33
7**
5**
16*
34
39
1**
23
7**
16**
31
8**
33
52*
36

JGT
1345
2181
3243
944*
2263
688**
2998
2231
1768
1410
3041
2119
642**
2731
747*
2696
630**
1188*
1729
1998
3280
277**
1553
2190
2044
2619
681**
1908
2801
2723

PBH
62*
47
43
70**
63*
66**
60*
21*
60*
67**
50
71**
42
53
76**
49
57
77**
57
25
45
70**
33
82**
68**
28
51
39
30
41

* berbeda nyata pada taraf 5% dan ** berbeda sangat nyata pada taraf 1% berdasarkan uji lanjut
BNT, JBH : jumlah benih hampa (butir), JBB : jumlah benih bernas (butir), BSB : bobot 1000
butir (gr), BB : bobot bernas (gr), JGT : jumlah gabah total (butir), PGH : persentase gabah