Analisis perhitungan harga pokok produksi sepatu dengan metode full costing: studi kasus UKM Galaksi Kampung Kabandungan, Ciapus, Bogor

(1)

DENGAN METODE FULL COSTING

(Studi Kasus : UKM Galaksi Kampung Kabandungan Ciapus, Bogor)

Oleh

DEWI KASITA RACHMAYANTI

H 24086012

PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

DEWI KASITA RACHMAYANTI. H24078012. Analisis Perhitungan Harga Pokok Produksi Sepatu dengan metode Full Costing (Studi Kasus: UKM Galaksi Kampung Kabandungan Ciapus, Bogor). Di bawah bimbingan FARIDA RATNA DEWI.

Pesatnya pembangunan pada dunia industri meningkatkan persaingan yang terjadi antar perusahaan dalam menghasilkan produk-produk berkualitas dengan harga yang cukup bersaing. Sektor Usaha Kecil Menengah (UKM) merupakan salah satu industri yang turut bersaing dalam memajukan perekonomian di Indonesia. UKM Galaksi merupakan usaha skala kecil dan menengah yang memiliki usaha memproduksi sepatu khusus wanita jenis balet. UKM Galaksi memasarkan produknya kepada pihak grosir yang berada di Pasar Grosir Bogor yang terletak di Jalan Sartika Bogor yang selanjutnya akan memasarkan produk sepatu keluar daerah.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan menganalisis bagaimana pengalokasian dan perhitungan harga pokok produksi sepatu dengan metode perusahaan dan metode full costing. Melalui identifikasi dan analisis ini dapat diketahui apakah perhitungan harga pokok produksi perusahaan lebih baik apabila dibandingkan dengan metode full costing serta diharapkan terciptanya ketepatan biaya-biaya yang seharusnya terjadi pada aktivitas produksi. Biaya pada perusahaan manufaktur dibedakan menjadi tiga yaitu: biaya bahan baku langsung, tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik.

Penelitian ini dilaksanakan di UKM Galaksi yang berlokasi di Kampung Kabandungan, Gang Merpati, Ciapus, Bogor. Penelitian ini mengambil contoh 3 model sepatu yang dihasilkan oleh UKM. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder yang terdiri dari data kualitatif dan kuantitatif. Data primer bersumber dari hasil wawancara yang dilakukan terhadap pemilik perusahaan dan observasi, sedangkan data sekunder bersumber dari studi pustaka beserta literatur lainnya yang mendukung penulisan penelitian ini. Metode pengolahan data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif.

Hasil yang didapat dari penelitian mengenai perhitungan harga pokok produksi, diperoleh dua nilai yaitu berdasarkan perhitungan perusahaan untuk harga pokok produksi adalah Rp 16.029,106 (Model BM01), Rp 15.185,936 (Model BM02), dan Rp 15.429,106 (Model BM03). Metode harga pokok produksi dengan full costing adalah Rp 18.191,439 (Model BM01), Rp 17.233,269 (Model BM02), dan Rp 17.476,439 (Model BM03). Perbedaan ini sangat mempengaruhi pihak perusahaan dalam menentukan harga jual produk, karena harga pokok produk merupakan unsur utama dalam penentuan harga jual produk.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa perhitungan harga pokok produksi sebagai dasar penetapan harga jual menurut metode full costing lebih baik dalam menganalisis biaya produksi daripada perhitungan harga pokok produksi perusahaan. Hal ini disebabkan perhitungan dengan metode full costing lebih akurat karena dalam perhitungannya membebankan biaya overhead pabrik lebih tepat termasuk pembebanan biaya penyusutan. Sebaiknya UKM Galaksi menggunakan metode full costing dalam perhitungan harga pokok produksinya sebagai dasar penetapan harga jual yang akan dibebankan kepada konsumen.


(3)

DENGAN METODE FULL COSTING

(Studi Kasus : UKM Galaksi Kampung Kabandungan Ciapus, Bogor)

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar

SARJANA EKONOMI

pada Program Sarjana Alih Jenis Manajemen

Departemen Manajemen

Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Oleh

DEWI KASITA RACHMAYANTI

H 24086012

PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(4)

Nama : Dewi Kasita Rachmayanti

NIM : H24086012

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Farida Ratna Dewi, SE, MM NIP. 19710307 200501 2 001

Mengetahui, Ketua Departemen

Dr. Ir. Jono M. Munandar, M. Sc NIP. 19610123 198601 1 002


(5)

DENGAN METODE FULL COSTING

(Studi Kasus : UKM Galaksi Kampung Kabandungan Ciapus, Bogor)

MAKALAH SEMINAR

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Melaksanakan SEMINAR

pada Program Sarjana Alih Jenis Manajemen Departemen Manajemen

Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor

Oleh

DEWI KASITA RACHMAYANTI H 24086012

PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2011


(6)

iii

Penulis dilahirkan pada tanggal 14 Juli 1984 di Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Penulis merupakan anak kedua dari pasangan Ir. Samsudi M.Sc dan Sri Nuryati.

Penulis lulus dari Sekolah Dasar Negeri Gunung Batu V pada tahun 1997, lalu dilanjutkan menempuh pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) di SLTPN 4 Bogor hingga tahun 2000. Pada tahun 2003, penulis berhasil menyelesaikan Sekolah Lanjutan Tingkat Awal di SMUN 2 Bogor.

Pada tahun 2003 penulis terdaftar sebagai salah satu mahasiswa Program Diploma 3 Bidang Studi Manajemen Bisnis Perikanan, Departemen Sosial Ekonomi Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor dan lulus pada November 2006 dengan nilai sangat memuaskan. Penulis melanjutkan studinya pada tahun 2008 pada Program Sarjana Alih Jenis Manajemen, Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.


(7)

iv

Puji syukur Alhamdulilah penulis panjatkan kepada sang Pencipta Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Analisis Perhitungan Harga Pokok Produksi Sepatu dengan Metode Full Costing (Studi Kasus : UKM Galaksi Kampung Kabandungan Ciapus, Bogor).

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak lepas dari kekurangan, maka penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan kedepannya. Semoga sebuah karya ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya.

Bogor, Maret 2011


(8)

v

Proses penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, serta dukungan dari berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :

1. Ibu Farida Ratna Dewi, SE, MM selaku Dosen Pembimbing yang dengan sabar memberikan bimbingan, dorongan, masukan, dan motivasi pada penulis sehingga penyusunan skripsi ini dapat selesai.

2. Ibu Wita Juwita Ermawati, STP, MM dan Ibu Hardiana Widyastuti, S.Hut, MM selaku dosen penguji pada ujian sidang skripsi penulis yang telah memberikan saran maupun kritikan yang membangun.

3. Bapak Abuy Wahyudi, Bapak Indra beserta karyawan UKM Galaksi yang telah memberikan informasi yang sangat berguna dalam penyusunan skripsi penulis.

4. Orangtuaku Ir. Samsudi M.Sc dan Sri Nuryati serta seluruh keluarga yang selalu memberikan motivasi, dukungan dan doa dari awal hingga skripsi ini selesai.

5. Pimpinan, Senior Supervisor, Head Teller serta seluruh staff dari PT Bank UOB Buana yang memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis. 6. Seluruh staf sekretariat Program Sarjana Alih Jenis Manajemen yang selalu

menjembatani setiap kegiatan perkuliahan dan pada saat bimbingan

7. Seluruh teman dan sahabat yang selalu memberikan semangat, dukungan, dan bantuannya selama proses penyusunan skripsi.


(9)

vi

Halaman RINGKASAN

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMAKASIH ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.4. Batasan Penelitian ... 5

1.5. Manfaat Penelitian ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Usaha Kecil dan Menengah (UKM) ... 7

2.2. Permasalahan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) ... 9

2.3. Upaya Pengembangan UKM ... 11

2.4. Definisi Biaya ... 13

2.5. Klasifikasi Biaya ... 14

2.6. Pengertian Biaya Produksi ... 16

2.7. Unsur-Unsur Biaya Produksi ... 17

2.7.1 Biaya Bahan Baku Langsung ... 17

2.7.2 Biaya Tenaga Kerja ... 18

2.7.3 Biaya Overhead Pabrik ... 18

2.8. Metode Pengumpulan Harga Pokok Produksi ... 21

2.9. Perhitungan Harga Pokok Produksi ... 22

2.10. Manfaat Informasi Harga Pokok Produksi ... 25

2.11. Hasil Penelitian Terdahulu ... 26

III. METODE PENELITIAN ... 28

3.1. Kerangka Pemikiran ... 28

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 28

3.3. Metode Pengumpulan Data ... 30

3.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 30

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32


(10)

vii

4.2. Identifikasi Proses Produksi Sepatu UKM Galaksi ... 38

4.3. Perhitungan Harga Pokok Produksi Sepatu UKM Galaksi ... 40

4.3.1 Perhitungan Harga Pokok Produksi Sepatu dengan Metode Perusahaan ... 40

4.3.2 Perhitungan Harga Pokok Produksi dengan Metode Full Costing ... 46

4.4. Perbandingan Hasil Perhitungan Harga Pokok Produksi dengan Metode Perusahaan dan Metode Full Costing ... 52

KESIMPULAN DAN SARAN ... 54

1. Kesimpulan ... 54

2. Saran ... 55


(11)

viii

No. Halaman

1. Sumbangan UKM terhadap tenaga kerja dan PDB tahun 2003-2007 ... 2

2. Perbedaan metode pengumpulan harga pokok produksi berdasarkan pesanan dan proses ... 22

3. Daftar mesin dan peralatan produksi ... 37

4. Perhitungan harga pokok produksi model BM01 dengan metode perusahaan ... 42

5. Perhitungan harga pokok produksi model BM02 dengan metode perusahaan ... 43

6. Perhitungan harga pokok produksi model BM03 dengan metode perusahaan ... 44

7. Biaya bahan baku produksi sepatu UKM Galaksi ... 47

8. Biaya tenaga kerja langsung perkodi sepatu Galaksi ... 47

9. Biaya penggunaan bahan baku penolong produksi sepatu UKM Galaksi .. 49

10. Biaya pemeliharaan mesin dan kendaraan ... 50

11. Beban penyusutan peralatan dan mesin ... 50

12. Perhitungan biaya overhead pabrik ... 51

13. Perhitungan harga pokok produksi dengan metode Full Costing ... 51

14. Perbandingan perhitungan harga pokok produksi sepatu dengan metode perusahaan dan metode Full Costing ... 52


(12)

ix

No. Halaman

1. Kerangka pemikiran ... 29

2. Struktur organisasi UKM Galaksi ... 34

3. Alur kegiatan produksi UKM Galaksi ... 38

4. Model sepatu BM01 ... 42

5. Model sepatu BM02 ... 43


(13)

x

No. Halaman

1. Ukuran pola yang dibutuhkan dalam pembuatan sepatu

UKM Galaksi ... 58 2. Daftar rincian harga bahan imitasi yang digunakan UKM Galaksi ... 59 3. Perhitungan jumlah bahan yang dibutuhkan dalam produksi sepatu

UKM Galaksi ... 60 4. Rincian biaya lain-lain ... 61 5. Dokumentasi UKM Galaksi 2010 ... 62


(14)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pesatnya pembangunan pada dunia industri meningkatkan persaingan yang terjadi antar perusahaan dalam menghasilkan produk-produk berkualitas dengan harga yang cukup bersaing. Menghadapi persaingan usaha yang cukup ketat, perusahaan harus memiliki strategi dan metode yang tepat sehingga produknya dapat tetap bersaing dan tetap menghasilkan keuntungan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.

Sektor Usaha Kecil Menengah (UKM) merupakan salah satu industri yang turut bersaing dalam memajukan perekonomian di Indonesia. Dalam pembangunan ekonomi di Indonesia UKM selalu digambarkan sebagai sektor yang memiliki peranan penting karena sebagian besar penduduk Indonesia hidup dalam kegiatan usaha kecil baik di sektor tradisional maupun modern. Usaha Kecil dan Menengah (UKM) mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan ekonomi nasional, karena selain berperan dalam pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja juga berperan dalam perindustrian hasil-hasil pembangunan (Tabel 1). Pada krisis ekonomi tahun 1997 yang lalu, dimana banyak usaha berskala besar yang mengalami stagnasi bahkan berhenti aktivitasnya, sektor UKM terbukti lebih tangguh dalam menghadapi perubahan situasi pasar tersebut. UKM di Indonesia mampu bertahan walaupun diterpa berbagai masalah yang dibuktikan dengan keberadaan UKM yang masih ada sampai sekarang. Bahkan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia memperkirakan, sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) bakal bertumbuh sekitar 25% pada 2010 dibandingkan prediksi 2009 yang berkisar 15-20%.(Sahnan, 2009)

Menurut Data Pusat Statistik (2008), kontribusi UKM tercermin dalam angka Produk Domestik Bruto (PDB), dimana pada tahun 2007 mengalami pertumbuhan sebesar 6,3% terhadap tahun 2006. Bila dirinci menurut skala usaha, pertumbuhan PDB Usaha Kecil dan Menengah (UKM) mencapai 6,4% dan Usaha Besar (UB) tumbuh 6,2%. Dibandingkan tahun 2006 pertumbuhan PDB UKM hanya 5,7%, dan PDB UB hanya 5,2%. Pada tahun 2007 total nilai PDB Indonesia


(15)

mencapai Rp 3.957,4 triliun, dimana UKM memberikan kontribusi sebesar Rp 2.121,3 triliun atau 53,6% dari total PDB Indonesia. Jumlah populasi UKM pada tahun 2007 mencapai 49,8 juta unit usaha atau 99,99% terhadap total unit usaha di Indonesia, sementara jumlah tenaga kerjanya mencapai 91,8 juta orang atau 97,3% terhadap seluruh tenaga kerja Indonesia.

Tabel 1. Sumbangan UKM terhadap tenaga kerja dan PDB tahun 2003-2007

Tahun Jumlah UKM

(unit) Tenaga kerja Terserap (orang) PDB (%)

2003 49.840.489 91.752.318 53,60

2004 48.779.151 89.547.762 53,49

2005 44.689.588 77.678.498 53,54

2006 43.707.412 75.490.523 55,96

2007 42.388.505 79.036.793 56,72

Sumber: BPS, 2008

Berdasarkan Tabel 1, dengan banyaknya jumlah UKM secara otomatis akan meningkatkan persaingan yang semakin ketat. Peningkatan jumlah unit usaha ini juga diikuti dengan bertambahnya jumlah tenaga kerja. Kedua hal tersebut tentunya akan membawa ke dalam suatu persaingan bisnis yang kompleks. Maka dari itu, UKM harus mempunyai strategi bersaing diantaranya adalah keunggulan mutu produk yang tinggi serta harga yang bersaing. Keunggulan mutu produk terlihat dari penggunaan bahan baku yang berkualitas serta harga jual produk yang tetap dapat bersaing di pasar. Kedua hal tersebut mengacu kepada perhitungan harga pokok produksi yang harus dibuat seakurat mungkin supaya hasil laporan harga pokok produksi benar-benar menggambarkan biaya yang sesungguhnya terjadi dalam proses produksi.

Kegiatan produksi memerlukan pengorbanan sumber ekonomi berupa berbagai jenis biaya untuk menghasilkan produk yang akan dipasarkan. Biaya-biaya ini akan menjadi dasar dalam penentuan Harga Pokok Produksi (HPP). Menurut Mulyadi (1999), elemen-elemen yang membentuk Harga Pokok Produksi (HPP) dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan besar yakni Bahan Baku Langsung, Tenaga Kerja Langsung, dan Biaya Overhead Pabrik. Ketiga biaya tersebut harus dicatat dan diklasifikasikan secara cermat sesuai dengan jenis dan sifat biaya tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah perusahaan


(16)

mengetahui berapa besarnya biaya sebenarnya yang dikeluarkan perusahaan untuk menghasilkan suatu produk yang disebut dengan harga pokok produksi.

Harga Pokok Produksi dalam industri merupakan bagian terbesar dari biaya yang harus dikeluarkan perusahaan. Jika informasi biaya untuk pekerjaan atau proses tersedia dengan cepat, maka manajemen mempunyai dasar yang kuat untuk merencanakan kegiatannya. Perusahaan harus cermat dan rinci dalam membuat laporan keuangan terutama yang berkaitan dengan biaya produksi agar tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan serta pemborosan biaya dalam proses produksi. Informasi harga pokok produksi dapat dijadikan titik tolak dalam menentukan harga jual yang tepat kepada konsumen dalam arti yang menguntungkan perusahaan dan menjamin kelangsungan hidup perusahaan. 1.2. Perumusan Masalah

Secara umum, biaya yang terserap dalam proses produksi adalah biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik. Usaha Kecil dan Menengah (UKM) umumnya tidak terlalu memperhatikan sistem akuntansi yang lazim, dimana proses pencatatan biaya tidak dilakukan sebagaimana mestinya. Pencatatan biaya overhead pabrik dan biaya non produksi (beban penjualan umum dan biaya administrasi) lainnya seringkali diabaikan, sehingga biaya-biaya tersebut yang sebenarnya telah dikeluarkan tidak terhitung dan tidak tercatat pada laporan harga pokok produksi. Hal tersebut menyebabkan manajemen tidak akurat dalam membuat perencanaan laba dan pengendalian biaya. Manajemen dapat menetapkan harga jauh lebih mudah dan yakin kalau mereka memiliki informasi yang pasti mengenai biaya pekerjaan atau unit yang akan dijual.

Biaya produksi merupakan biaya yang dipakai untuk menilai persediaan yang dicantumkan dalam laporan keuangan dan jumlahnya relatif lebih besar daripada jenis biaya lain yang selalu terjadi berulang-ulang dalam pola yang sama secara rutin. Alokasi biaya produksi bisa dilakukan dengan menggunakan metode perhitungan biaya penyerapan penuh (full costing) atau hanya biaya manufaktur variabel saja (variable costing). Metode full costing merupakan metode perhitungan harga pokok produksi yang dilakukan dengan cara menghitung seluruh biaya produksi seperti biaya bahan baku langsung, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik baik yang berperilaku tetap maupun variabel.


(17)

Metode variabel costing adalah metode perhitungan harga pokok produksi yang dilakukan dengan cara menghitung biaya-biaya produksi yang hanya berperilaku variabel saja meliputi biaya bahan baku langsung, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik variabel. Sedangkan pengumpulan biaya produksi dapat dilakukan melalui perhitungan biaya berdasarkan pesanan dan proses. Perhitungan biaya berdasarkan pesanan diakumulasikan untuk setiap pesanan pelanggan. Perhitungan biaya berdasarkan proses mengakumulasikan biaya berdasarkan departemen atau proses produksi.

UKM Galaksi merupakan usaha kecil menengah yang bergerak dalam bidang usaha pembuatan sepatu khusus untuk wanita. UKM Galaksi lebih dikenal oleh pelanggan sekitarnya melalui nama pemiliknya yaitu Bapak Abuy Wahyudi. Perusahaan ini melakukan proses produksi berdasarkan pesanan dan proses. Perusahaan ini juga melakukan perhitungan harga pokok produksi. Penulis mencoba menerapkan sistem perhitungan harga pokok produksi dengan metode full costing untuk menghasilkan perhitungan biaya yang lebih akurat sehingga perusahaan dapat menetapkan harga jual yang tepat dan menjadi lebih kompetitif dalam menjalankan usahanya. Metode perhitungan full costing lebih tepat digunakan pada industri kecil dan menengah karena industri ini masih menggunakan proses pencatatan biaya yang masih relatif sederhana. Pendekatan full costing yang biasa dikenal dengan pendekatan tradisional menghasilkan laporan laba rugi dimana biaya-biaya disajikan berdasarkan fungsi-fungsi produksi, administrasi, dan penjualan. Proses perhitungan metode full costing dengan cara memperhitungkan semua biaya yang termasuk kedalam biaya produksi seperti biaya bahan baku langsung, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik baik yang berperilaku tetap maupun variabel. Sistematika perhitungan dengan metode full costing disesuaikan dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum sehingga pihak UKM akan lebih mudah dalam melakukan perhitungan harga pokok produksi.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat dirumuskan permasalahan-permasalahan yang akan diteliti antara lain:

1. Bagaimana pengalokasian dan perhitungan harga pokok produksi yang diterapkan oleh UKM Galaksi selama ini?


(18)

2. Bagaimana pengalokasian dan perhitungan harga pokok produksi pada UKM Galaksi dengan menggunakan metode full costing?

3. Bagaimana perbedaan dari kedua metode tersebut terhadap perhitungan harga pokok produksi dan pengaruhnya terhadap harga jual?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi bagaimana pengalokasian dan perhitungan harga pokok produksi yang diterapkan pada UKM Galaksi.

2. Menganalisis bagaimana pengalokasian dan perhitungan harga pokok produksi pada UKM dengan metode full costing.

3. Menganalisis perbedaan dari kedua metode tersebut terhadap perhitungan harga pokok produksi.

1.4. Batasan Penelitian

Penelitian ini dibatasi pada aktivitas produksi sepatu wanita yang dilakukan oleh UKM Galaksi. Kemudian dilakukan pembahasan mengenai perhitungan harga pokok produksi dengan metode yang dipakai pada UKM dan metode full costing. Penelitian ini hanya akan membahas harga pokok produksi berdasarkan pesanan berdasarkan sample 3 jenis produk yang diproduksi pada bulan Agustus 2010 hingga bulan November 2010.

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang dapat bermanfaat sebagai masukan bagi berbagai pihak yang membutuhkan, antara lain adalah sebagai berikut:

1. Perusahaan

Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan atau masukan informasi untuk mengetahui biaya yang akurat melalui perhitungan harga pokok produksi yang sesuai.


(19)

2. Pihak lain

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi sebuah karya yang mampu memperkaya ilmu pengetahuan dan menjadi referensi serta bahan masukan untuk menambah wawasan bagi pihak lain yang berkepentingan.


(20)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Usaha Kecil dan Menengah (UKM)

Usaha kecil dan Menengah (UKM) memegang peranan penting dalam ekonomi Indonesia, baik ditinjau dari segi jumlah usaha maupun dari segi penciptaan lapangan kerja. UKM selain menyerap banyak tenaga kerja ternyata telah terbukti efektif pula menjadi katup pengaman perekonomian nasional dalam masa krisis ekonomi, serta menjadi dinamisator pertumbuhan ekonomi pasca krisis ekonomi. Ini menjadi catatan penting dalam pengembangan perekonomian nasional ke depan. Bahwa kenyataannya UKM mampu bertahan dalam badai krisis dan keguncangan ekonomi terberat sekalipun. Adapun UKM memiliki beberapa keragaman definisi (Rahmana, 2008) diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan definisi UKM berdasarkan kuantitas tenaga kerja. Usaha kecil merupakan entitas usaha yang memiliki jumlah tenaga kerja 5 s.d 19 orang, sedangkan usaha menengah merupakan entitas usaha yang memiliki tenaga kerja 20 s.d. 99 orang.

2. Menurut Kementrian Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menegkop dan UKM), bahwa yang dimaksud dengan Usaha Kecil (UK), termasuk Usaha Mikro (UMI), adalah entitas usaha yang mempunyai memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, dan memiliki penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000,00. Sementara itu, Usaha Menengah (UM) merupakan entitas usaha milik warga negara Indonesia yang memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp 200.000.000,00 s.d. Rp 10.000.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan.

3. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 316/KMK.016/1994 tanggal 27 Juni 1994, usaha kecil didefinisikan sebagai perorangan atau badan usaha yang telah melakukan kegiatan/usaha yang mempunyai penjualan/omset per tahun setinggi-tingginya Rp 600.000.000,00 atau aset/aktiva setinggi-tingginya Rp 600.000.000,00 (di luar tanah dan bangunan yang ditempati) terdiri dari : (1) badan usaha (Fa, CV, PT, dan koperasi) dan


(21)

(2) perorangan (pengrajin/industri rumah tangga, petani, peternak, nelayan, perambah hutan, penambang, pedagang barang dan jasa).

4. Berdasarkan Undang-Undang No.9 tahun 1995, usaha kecil didefinisikan sebagai kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil serta memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut:

a. Memiliki kekayaan bersih maksimal Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.0000,00 (satu milyar rupiah).

c. Milik warga negara Indonesia

d. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi, baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau usaha besar.

e. Berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi.

5. Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2008, yang disebut dengan Usaha Kecil adalah entitas yang memiliki kriteria sebagai berikut : (1) kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; dan (2) memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah). Sementara itu, yang disebut dengan Usaha Menengah adalah entitas usaha yang memiliki kriteria sebagai berikut : (1) kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; dan (2) memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).


(22)

Menurut Rahmana (2008), karakteristik dasar UKM di Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia.

2. Masih lemahnya struktur kemitraan dengan Usaha Besar. 3. Lemahnya quality control terhadap produk.

4. Belum ada kejelasan standardisasi produk yang sesuai dengan keinginan konsumen.

5. Kesulitan dalam akses permodalan terutama dari sumber-sumber keuangan yang formal.

6. Pengetahuan tentang ekspor masih lemah. 7. Lemahnya akses pemasaran.

8. Keterbatasan teknologi, akibatnya produktivitas rendah dan rendahnya kualitas produk.

9. Keterbatasan bahan baku.

2.2.Permasalahan Usaha Kecil dan Menengah (UKM)

Winatriyana (2009) menyatakan bahwa terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi oleh UKM pada umumnya diantaranya:

A. Faktor Internal

1. Kurangnya Permodalan

Permodalan merupakan faktor utama yang diperlukan untuk mengembangkan suatu unit usaha. UKM merupakan usaha perorangan atau perusahaan yang sifatnya tertutup, yaitu mengandalkan modal dari pemilik yang jumlahnya sangat terbatas. Sedangkan modal pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lainnya sulit diperoleh karena persyaratan yang rumit secara administratif dan teknis dari bank.

2. Sumber Daya Manusia (SDM) yang Terbatas

Sebagian besar usaha kecil tumbuh secara tradisional dan merupakan usaha keluarga yang turun-temurun. Keterbatasan SDM, baik dari segi pendidikan formal maupun pengetahuan dan keterampilannya sangat berpengaruh terhadap manajemen pengelolaan usahanya, sehingga usaha tersebut sulit untuk berkembang dengan optimal. Disamping itu, unit


(23)

usaha tersebut relatif sulit untuk mengadopsi perkembangan teknologi baru untuk meningkatkan daya saing produk yang dihasilkan.

3. Lemahnya Jaringan Usaha dan Kemampuan Penetrasi Pasar

Usaha kecil yang pada umumnya merupakan unit usaha keluarga mempunyai jaringan usaha yang sangat terbatas dan kemampuan penetrasi pasar yang rendah karena produk yang dihasilkan jumlahnya sangat terbatas dan mempunyai kualitas yang kurang kompetitif. Berbeda dengan usaha besar yang telah memiliki jaringan yang sudah solid serta didukung dengan teknologi yang dapat menjangkau pasar tingkat internasional dan promosi yang baik.

B. Faktor Eksternal

1. Iklim Usaha Belum Sepenuhnya Kondusif

Kebijakan pemerintah untuk menumbuhkembangkan Usaha Kecil dan Menengah (UKM), meskipun dari tahun ke tahun terus disempurnakan, namun dirasakan belum sepenuhnya kondusif. Hal ini terlihat antara lain masih terjadinya persaingan yang kurang sehat diantara pengusaha kecil dan pengusaha besar.

2. Terbatasnya Sarana dan Prasarana Usaha

Kurangnya informasi yang berhubungan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, menyebabkan sarana dan prasarana yang mereka miliki juga tidak cepat berkembang dan kurang mendukung kemajuan usahanya sebagaimana yang diharapkan.

3. Implikasi Otonomi Daerah

Berlakunya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah, kewenangan daerah mempunyai otonomi untuk mengatur dan mengurus masyarakat setempat. Perubahan sistem ini akan mengalami implikasi terhadap pelaku bisnis kecil dan menengah berupa pungutan-pungutan baru yang dikenakan pada UKM. Jika kondisi ini tidak segera dibenahi maka akan menurunkan daya saing mereka. Disamping itu, semangat kedaerahan yang berlebihan seringkali menciptakan kondisi yang kurang menarik bagi pengusaha luar daerah untuk mengembangkan usahanya di daerah tersebut.


(24)

4. Implikasi Perdagangan Bebas

Sebagaimana diketahui bahwa AFTA mulai berlaku tahun 2003 dan APEC tahun 2020 yang berimplikasi luas terhadap usaha kecil dan menengah untuk bersaing dalam perdagangan bebas. Dalam hal ini, UKM dituntut untuk melakukan proses produksi dengan produktif dan efisien. Sehingga dapat menghasilkan produk yang sesuai dengan frekuensi pasar global dengan standar kualitas seperti isu kualitas (ISO 9000), isu lingkungan (ISO 14.000), dan isu Hak Asasi Manusia (HAM), serta isu ketenagakerjaan. Isu ini sering digunakan secara tidak adil oleh negara maju sebagai hambatan (Non Tariff Barier for Trade). Untuk itu maka diharapkan UKM perlu mempersiapkan agar mampu bersaing baik secara keunggulan komparatif maupun keunggulan kompetitif yang berkelanjutan.

5. Sifat Produk dengan Lifetime pendek

Sebagian besar produk industri kecil memiliki ciri atau karakteristik sebagai produk-produk fashion dan kerajinan dengan lifetime yang pendek.

6. Terbatasnya Akses Pasar

Terbatasnya akses pasar akan menyebabkan produk yang dihasilkan tidak dapat dipasarkan secara kompetitif baik di pasar nasional maupun internasional.

2.3.Upaya Pengembangan UKM

Mencermati permasalahan yang dihadapi oleh UKM, maka perlu diupayakan langkah-langkah untuk mengembangkan UKM yang pada hakekatnya merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat. Adapun langkah-langkah yang perlu diupayakan adalah sebagai berikut:

1. Penciptaan Iklim Usaha yang Kondusif

Pemerintah perlu mengupayakan terciptanya iklim usaha yang kondusif seperti dengan mengusahakan ketentraman dan keamanan berusaha serta penyederhanaan prosedur perijinan usaha, keringanan pajak, dan sebagainya. Sehingga unit bisnis yang ada dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.


(25)

2. Bantuan Permodalan

Pemerintah perlu memperluas skim kredit khusus dengan syarat-syarat yang tidak memberatkan bagi UKM. Hal ini dilakukan untuk membantu peningkatan permodalannya baik itu melalui sektor jasa finansial formal, sektor jasa finansial informal, skema penjaminan, leasing, dan dana modal ventura. Sebaiknya pembiayaan untuk UKM menggunakan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang ada seperti BRI Unit Desa dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Hal yang harus dilakukan sekarang ini adalah bagaimana mendorong pengembangan LKM agar dapat berjalan dengan baik sehingga para pengusaha kecil menengah dapat memperoleh pinjaman dengan dana mudah.

3. Perlindungan Usaha

Jenis-jenis usaha tertentu, terutama jenis usaha tradisional yang merupakan usaha golongan ekonomi lemah harus mendapatkan perlindungan dari pemerintah yang bermuara kepada saling menguntungkan (win-win solution). 4. Pengembangan Kemitraan

Pengembangan kemitraan perlu dilakukan untuk saling membantu antar sesama UKM, atau antara UKM dengan pengusaha besar di dalam negeri maupun luar negeri, untuk menghindarkan terjadinya monopoli dalam usaha. Disamping itu juga untuk memperluas pangsa pasar dan pengelolaan bisnis yang lebih efisien. Dengan demikian UKM akan mempunyai kekuatan dalam bersaing dengan pelaku bisnis lainnya, baik dari dalam maupun luar negeri. 5. Pelatihan

Pemerintah perlu meningkatkan pelatihan bagi UKM baik dalam aspek kewiraswastaan, manajemen, administrasi dan pengetahuan serta keterampilannya dalam pengembangan usahanya. Kemudian diberi kesempatan untuk menerapkan hasil pelatihan di lapangan untuk mempraktekkan teori melalui pengembangan kemitraan rintisan.


(26)

6. Membentuk Lembaga Khusus

Perlu dibangun suatu lembaga yang khusus bertanggung jawab dalam mengkoordinasikan semua kegiatan yang berkaitan dengan upaya penumbuhkembangan UKM dan juga berfungsi untuk mencari solusi dalam rangka mengatasi permasalahan baik internal maupun eksternal yang dihadapi.

7. Memantapkan Asosiasi

Asosiasi yang telah ada perlu diperkuat untuk meningkatkan perannya dalam pengembangan jaringan informasi usaha yang sangat dibutuhkan untuk pengembangan usaha bagi anggotanya.

8. Mengembangkan Promosi

Guna lebih mempercepat proses kemitraan antara UKM dengan usaha besar, diperlukan media khusus dalam upaya mempromosikan produk-produk yang dihasilkan. Disamping itu perlu juga diadakan talk show antara asosiasi dengan mitra usahanya.

9. Mengembangkan Kerjasama yang Setara

Perlu adanya kerjasama atau koordiansi yang serasi antara pemerintah dengan dunia usaha (UKM) untuk menginventarisir berbagai isu-isu mutakhir yang terkait dengan perkembangan usaha.

2.4.Definisi Biaya

Biaya dalam suatu perusahaan merupakan suatu komponen yang sangat penting dalam menunjang pelaksanaan kegiatan dalam usaha mencapai tujuan. Tujuan itu dapat tercapai apabila biaya yang dikeluarkan sebagai bentuk suatu pengorbanan oleh perusahaan telah diperhitungkan secara tepat. Menurut Supriyono (2000), biaya adalah harga perolehan yang dikorbankan atau yang digunakan dalam rangka memperoleh penghasilan (revenue) dan akan dipakai sebagai pengurang penghasilan.

Hansen dan Mowen (2004) menyatakan bahwa biaya merupakan kas atau nilai ekuivalen kas yang dikorbankan untuk mendapatkan barang atau jasa yang diharapkan memberi manfaat saat ini atau di masa datang bagi organisasi. Dikatakan ekuivalen kas karena sumber non kas dapat ditukar dengan barang atau jasa yang diinginkan. Sedangkan menurut Kuswadi (2005), biaya adalah uang kas


(27)

atau setara kas untuk mendapatkan barang atau jasa yang akan dijual dan diharapkan akan memberikan keuntungan atau laba. Pada dasarnya pengertian biaya memiliki persamaan yaitu biaya adalah pengorbanan ekonomis, yang di ukur dengan nilai uang untuk memperoleh barang atau jasa. Ada empat unsur pokok dalam definisi biaya yaitu sebagai berikut:

1. Biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi. 2. Diukur dalam satuan uang.

3. Yang telah terjadi atau yang secara potensial akan terjadi. 4. Pengorbanan tersebut untuk tujuan tertentu.

2.5.Klasifikasi Biaya

Menurut Mulyadi (2005), Biaya dapat digolongkan sebagai berikut: 1. Penggolongan Biaya Menurut Obyek Pengeluaran

Penggolongan biaya ini merupakan penggolongan yang paling sederhana, yaitu berdasarkan penjelasan singkat mengenai suatu objek pengeluaran. misalnya semua pengeluaran yang berhubungan dengan bahan bakar disebut “biaya bahan bakar”. Biasanya penggolongan biaya berdasarkan obyek pengeluaran bermanfaat untuk perencanaan perusahaan secara menyeluruh dan pada umumnya untuk kepentingan penyajian laporan kepada pihak luar. 2. Penggolongan Biaya Menurut Fungsi Pokok dalam perusahaan

Menurut Fungsi Pokok dalam Perusahaan, biaya dapat digolongkan menjadi 3 kelompok, yaitu:

(1) Biaya Produksi, yaitu semua biaya yang berhubungan dengan fungsi produksi atau kegiatan pengolahan bahan baku menjadi produk selesai. Biaya produksi dapat digolongkan ke dalam biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik.

(2) Biaya Pemasaran, yaitu biaya-biaya yang terjadi untuk melaksanakan kegiatan pemasaran produk, contohnya biaya iklan, biaya promosi, biaya sampel, dan lain-lain.

(3) Biaya Administrasi dan Umum, yaitu biaya-biaya untuk mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan produksi dan pemasaran produk, contohnya gaji bagian akuntansi, gaji personalia, dan lain-lain.


(28)

3. Penggolongan Biaya Menurut Hubungan Biaya dengan Sesuatu yang Dibiayai

Jika perusahaan mengolah bahan baku menjadi produk jadi maka sesuatu yang dibiayai adalah berupa produk. Sedangkan jika perusahaan menghasilkan jasa, maka sesuatu yang dibiayai adalah berupa penyerahan jasa tersebut. Ada dua golongan dalam hubungannya dengan sesuatu yang dibiayai, yaitu:

(1) Biaya Langsung (direct cost), merupakan biaya yang terjadi dimana penyebab satu-satunya adalah karena ada sesuatu yang harus dibiayai. Dalam kaitannya dengan produk, biaya langsung terdiri dari biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung. Biaya langsung akan mudah diidentifikasikan dengan sesuatu yang dibiayai.

(2) Biaya Tidak Langsung (indirect cost), biaya yang terjadi tidak hanya disebabkan oleh sesuatu yang dibiayai, dalam hubungannya dengan produk, biaya tidak langsung dikenal dengan biaya overhead pabrik. Biaya ini tidak mudah diidentifikasikan dengan produk tertentu.

4. Penggolongan Biaya Menurut Perilaku dalam Hubungannya dengan Perubahan Volume Kegiatan

Dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan, biaya dapat digolongkan menjadi:

(1) Biaya Tetap (fixed cost), yaitu biaya yang jumlahnya tetap konstan tidak dipengaruhi perubahan volume kegiatan atau aktivitas sampai tingkat kegiatan tertentu. Contohnya gaji direktur produksi.

(2) Biaya Variabel (variable cost), yaitu biaya yang jumlah totalnya berubah secara sebanding dengan perubahan volume kegiatan atau aktivitas. Contohnya biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung.

(3) Biaya Semi Variabel, yaitu biaya yang jumlah totalnya berubah tidak sebanding dengan perubahan volume kegiatan. Biaya semi variabel mengandung unsur biaya tetap dan biaya variabel. Contohnya biaya listrik yang digunakan.


(29)

(4) Biaya Semi Fixed, yaitu biaya yang tetap untuk tingkat volume kegiatan tertentu dan berubah dengan jumlah yang konstan pada volume produksi tertentu.

5. Penggolongan Biaya Menurut Jangka Waktu

Berdasarkan jangka waktu manfaatnya, biaya dibagi menjadi dua yaitu; (1) Pengeluaran Modal (Capital Expenditure), yaitu pengeluaran yang akan

memberikan manfaat/benefit pada periode akuntansi atau pengeluaran yang akan dapat memberikan manfaat pada periode akuntansi yang akan datang.

(2) Pengeluaran Pendapatan (Revenue Expenditure), pengeluaran yang akan memberikan manfaat hanya pada periode akuntansi dimana pengeluaran itu terjadi.

2.6. Pengertian Biaya Produksi

Biaya produksi merupakan biaya yang terjadi untuk mengolah bahan baku menjadi produksi jadi yang siap untuk dijual, misalnya biaya bahan baku, biaya bahan penolong, biaya gaji karyawan dan lain-lain. Pengertian biaya produksi secara lebih luas adalah pengorbanan sumber ekonomi, yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi untuk tujuan tertentu (Mulyadi, 1999). Dalam arti sempit biaya produksi dapat diartikan sebagai pengorbanan sumber ekonomi untuk memperoleh aktiva. Biaya produksi dapat juga didefinisikan sebagai harga pokok yang digunakan dalam rangka memperoleh penghasilan dan akan dipakai sebagai pengurang penghasilan (Supriyono, 2000). Berdasarkan pengertian biaya produksi tersebut dapat disimpulkan bahwa biaya produksi adalah pengorbanan pengorbanan sumber ekonomi dalam rangka melakukan usaha-usaha pokok perusahaan yakni untuk mendapatkan laba.

Biaya produksi juga merupakan biaya yang dipakai untuk menilai persediaan yang dicantumkan dalam laporan keuangan dan jumlahnya relatif lebih besar daripada jenis biaya lain yang selalu terjadi berulang-ulang dalam pola yang sama secara rutin (Machfoedz dalam Widiyastuti, 2007). Biaya produksi adalah biaya-biaya yang terjadi untuk mengolah bahan baku menjadi produk jadi yang siap untuk dijual. Menurut objek pengeluarannya, secara garis besar biaya


(30)

produksi dibagi menjadi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik (factory overhead cost).

Harga pokok produksi (cost of goods manufactured) menurut Hansen dan Mowen (2004) adalah total harga pokok produk yang diselesaikan selama periode berjalan. Sedangkan menurut Kuswadi (2005), harga pokok produksi adalah semua biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi suatu barang atau jasa selama periode yang bersangkutan.

Tujuan dilakukannya perhitungan harga pokok produksi menurut Manullang (2004) adalah:

1. Menentukan harga jual.

2. Menetapkan efisien tidaknya suatu perusahaan. 3. Menentukan kebijakan dalam penjualan.

4. Sebagai pedoman dalam pembelian alat-alat perlengkapan baru. 5. Untuk perhitungan neraca.

2.7. Unsur-Unsur Biaya Produksi

Unsur-unsur biaya dalam laporan harga pokok produksi biasanya terbagi menjadi tiga kelompok besar biaya yaitu biaya bahan baku langsung, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overheadpabrik.

2.7.1 Biaya Bahan Baku Langsung

Menurut Mulyadi 1999, bahan baku merupakan bahan yang membentuk bagian menyeluruh produk jadi. Di dalam memperoleh bahan baku, perusahaan tidak hanya mengeluarkan biaya sejumlah harga beli saja, tetapi juga mengeluarkan biaya-biaya pembelian, pergudangan, dan biaya perolehan lainnya. Harga bahan baku terdiri dari harga beli (harga yang tercantum dalam faktur pembelian) ditambah dengan biaya-biaya pembelian dan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk menyiapkan bahan baku terebut dalam keadaan siap diolah. Biaya bahan baku langsung adalah semua biaya bahan yang membentuk bagian integral dari barang jadi dan yang dapat dimasukkan langsung dalam kalkulasi biaya produk.

Contoh bahan baku langsung adalah bahan baku kapas untuk industri benang karena biaya bahan baku biasanya mudah ditelusuri pada produk. Pertimbangan utama dalam mengelompokkan bahan ke dalam bahan baku


(31)

langsung adalah kemudahan penelusuran proses pengubahan bahan tersebut sampai menjadi barang jadi. Jadi biaya bahan baku langsung adalah biaya dari komponen-komponen fisik produk. Biaya bahan baku dapat dibebankan secara langsung kepada produk karena observasi fisik dapat dilakukan untuk mengukur kuantitas yang dikonsumsi oleh setiap produk.

2.7.2 Biaya Tenaga Kerja Langsung

Mulyadi (1999) menyatakan bahwa tenaga kerja merupakan usaha fisik atau mental yang dikeluarkan karyawan untuk mengolah produk. Biaya tenaga kerja adalah harga yang dibebankan untuk penggunaan tenaga kerja manusia tersebut. Biaya tenaga kerja langsung adalah biaya tenaga kerja yang berhubungan langsung dengan proses produksi. Misalnya gaji karyawan pabrik, biaya kesejahteraan karyawan pabrik, upah lembur karyawan pabrik, upah mandor pabrik dan gaji manajer pabrik. Biaya tenaga kerja langsung adalah karyawan yang dikerahkan untuk mengubah bahan langsung menjadi barang jadi. Biaya untuk ini meliputi gaji atau upah yang diberikan kepada tenaga kerja yang terlibat langsung dalam pengolahan barang.

Biaya tenaga kerja langsung adalah balas jasa atau pembayaran-pembayaran oleh perusahaan kepada para tenaga kerja yang terlibat langsung dalam kegiatan proses produksi yang didasarkan pada jam kerja atau pada produk yang dihasilkan. Biaya tenaga kerja langsung merupakan harga yang dibebankan pada tenaga kerja tersebut.

2.7.3 Biaya Overhead Pabrik

Biaya overhead pabrik disebut juga biaya produk tidak langsung. Biaya ini timbul karena pemakaian fasilitas untuk mengolah barang berupa mesin, alat-alat, tempat kerja, dan kemudahan lain. Menurut Mulyadi (1999), secara sederhana dapat dinyatakan bahwa biaya overhead pabrik mencakup semua biaya pabrikasi kecuali yang dicatat sebagai biaya langsung, yaitu bahan baku langsung dan tenaga kerja langsung. Overhead pabrik pada umumnya didefinisikan sebagai bahan tidak langsung, pekerja tidak langsung, dan bahan pabrik lainnya yang tidak secara mudah diidentifikasikan atau dibebankan langsung ke pekerjaan produk. Biaya overhead pabrik adalah salah satu komponen biaya yang akan selalu muncul dalam kegiatan produksi suatu perusahaan. Hal ini disebabkan memiliki


(32)

variasi yang banyak dan memiliki jumlah yang cukup besar. Sehingga biaya overhead pabrik akan berpengaruh terhadap penetapan harga pokok produksi yang berdampak pada keuntungan yang akan diperoleh perusahaan.

Mulyadi (1999) menyatakan bahwa biaya overhead pabrik dapat digolongkan dengan tiga cara penggolongan:

1. Penggolongan biaya overhead pabrik menurut sifatnya a. Biaya Bahan Penolong

Bahan penolong adalah bahan yang tidak menjadi bagian produk jadi atau bahan meskipun menjadi bagian produk jadi tetapi nilainya relatif kecil bila dibandingkan dengan harga pokok produksi tersebut. Contohnya dalam perusahaan percetakan yang termasuk bahan penolong adalah bahan perekat, tinta koreksi, dan pita mesin ketik.

b. Biaya Reparasi dan Pemeliharaan

Biaya reparasi dan pemeliharaan berupa biaya suku cadang, biaya bahan habis pakai, dan harga perolehan jasa dari pihak luar perusahaan untuk keperluan perbaikan dan pemeliharaan.

c. Biaya Tenaga Kerja Tidak Langsung

Biaya tenaga kerja tidak langsung adalah tenaga kerja pabrik yang upahnya tidak dapat diperhitungkan secara langsung kepada produk atau pesanan tertentu. Biaya tenaga kerja tidak langsung terdiri dari upah, tunjangan, dan biaya kesejahteraan yang dikeluarkan untuk tenaga kerja tidak langsung tersebut. Tenaga kerja tidak langsung terdiri dari:

1) Karyawan yang bekerja dalam departemen pembantu, seperti departemen-departemen pembangkit tenaga listrik, uap, bengkel dan departemen gudang.

2) Karyawan tertentu yang bekerja dalam departemen produksi, seperti kepala departemen produksi, karyawan administrasi pabrik, mandor. d. Biaya yang Timbul sebagai Akibat penilaian terhadap Aktiva Tetap

Biaya-biaya yang termasuk ke dalam kelompok ini antara lain adalah biaya-biaya depresiasi bangunan pabrik, mesin dan peralatan, alat kerja, dan aktiva tetap lain yang digunakan di pabrik.


(33)

e. Biaya yang Timbul sebagai Akibat Berlalunya Waktu

Biaya-biaya yang termasuk dalam kelompok ini antara lain biaya-biaya asuransi, gedung, asuransi mesin dan peralatan, asuransi kendaraan, asuransi kecelakaan karyawan, dan biaya amortisasi.

f. Biaya Overhead Pabrik Lain yang secara langsung Memerlukan Pengeluaran Uang Tunai

Biaya overhead Pabrik yang termasuk dalam kelompok ini antara lain adalah biaya reparasi yang diserahkan kepada pihak luar perusahaan, biaya listrik PLN, dan sebagainya.

2. Penggolongan biaya overhead pabrik menurut perilakunya dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan, yang dibagi menjadi tiga golongan yaitu biaya overhead pabrik tetap, variabel, dan semi variabel. Biaya overhead pabrik variabel adalah biaya overhead pabrik yang berubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan. Biaya overhead pabrik tetap adalah biaya overhead pabrik yang tidak berubah dalam kisar perubahan volume kegiatan tertentu, sedangkan biaya overhead pabrik semi variabel adalah biaya overhead pabrik yang berubah tidak sebanding dengan perubahan volume kegiatan.

3. Penggolongan biaya overhead pabrik menurut hubungannya dengan departemen

Penggolongan biaya ini dikelompokkan menjadi dua yaitu biaya overhead langsung departemen (direct departemental overhead expenses) dan biaya overhead tidak langsung departemen (indirect departemental overhead expenses). Biaya overhead pabrik langsung departemen adalah biaya overhead pabrik yang terjadi dalam departemen tertentu dan manfaatnya hanya dinikmati oleh departemen tersebut. Contoh biaya ini adalah gaji mandor departemen produksi, biaya depresiasi mesin, dan biaya bahan penolong. Biaya overhead pabrik tidak langsung depatemen adalah biaya overhead pabrik yang manfaatnya dinikmati oleh lebih dari satu departemen. Contoh biaya overhead pabrik ini adalah biaya depresiasi, pemeliharaan, dan asuransi gedung pabrik (catatan gedung pabrik digunakan oleh beberapa departemen produksi).


(34)

2.8.Metode Pengumpulan Harga Pokok Produksi

Dalam pembuatan produk terdapat dua kelompok biaya yaitu biaya produksi dan biaya nonproduksi. Biaya produksi merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam pengolahan bahan baku menjadi produk, sedangkan biaya nonproduksi merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan nonproduksi, seperti kegiatan pemasaran dan kegiatan administrasi dan umum. Biaya produksi membentuk harga pokok produksi yang digunakan untuk menghitung harga pokok produk jadi dan harga pokok produk yang pada akhir periode akuntansi masih dalam proses. Biaya nonproduksi ditambahkan pada harga pokok produksi untuk menghitung total harga pokok produk.

Pengumpulan harga pokok produksi sangat ditentukan oleh cara produksi. Menurut Mulyadi 1999, secara garis besar pengumpulan harga pokok produksi dapat dibagi menjadi dua macam yaitu produksi atas dasar pesanan dan produksi massa. Perusahaan yang berproduksi berdasarkan pesanan melaksanakan pengolahan produknya atas dasar pesanan yang diterima dari pihak luar. Contoh perusahaan yang berproduksi berdasarkan pesanan antara lain adalah perusahaan percetakan, perusahaan meubel dan perusahaan kuningan. Sedangkan perusahaan yang berproduksi berdasarkan massa melaksanakan pengolahan produksinya untuk memenuhi persediaan di gudang. Umumnya produknya berupa produk standar. Contoh perusahaan yang berproduksi massa antara lain adalah perusahaan semen, pupuk makanan ternak, bumbu masak, dan tekstil.

Perusahaan yang berproduksi berdasarkan pesanan, mengumpulkan harga pokok produksinya dengan menggunakan metode harga pokok pesanan (job order cost method). Dalam metode ini biaya-biaya produksi dikumpulkan untuk pesanan tertentu dan harga pokok produksinya persatuan produk yang dihasilkan untuk memenuhi pesanan tersebut dihitung dengan cara membagi total biaya produksi untuk pesanan tersebut dengan jumlah satuan produk dalam pesanan yang bersangkutan. Dalam perusahaan yang produksinya berdasarkan pesanan, informasi harga pokok produksi per pesanan bermanfaat bagi manajemen untuk menentukan harga jual yang akan dibebankan kepada pemesan. Menurut Supriyono (2000), metode harga pokok pesanan adalah metode pengumpulan harga pokok produk dimana biaya dikumpulkan untuk setiap pesanan atau kontrak


(35)

atau jasa secara terpisah, dan setiap pesanan atau kontrak dapat dipisahkan identitasnya.

Metode harga pokok proses (process cost method) diterapkan untuk mengolah informasi biaya produksi dalam perusahaan yang produksinya dilaksanakan secara massa. Dalam metode ini biaya-biaya produksi dikumpulkan untuk periode tertentu dan harga pokok produksi per satuan produk yang dihasilkan dalam periode tersebut dihitung dengan cara membagi total biaya produksi untuk periode tersebut dengan jumlah satuan produk yang dihasilkan dalam periode yang bersangkutan. Metode harga pokok proses berbeda dengan metode harga pokok pesanan dalam hal pengumpulan biaya produksi, perhitungan harga pokok per satuan, klasifikasi biaya produksi, pengelompokan biaya yang dimasukkan dalam unsur biaya overhead pabrik.

Tabel 2. Perbedaan metode pengumpulan harga pokok produksi berdasarkan pesanan dan proses

No. Keterangan Metode Harga Pokok Pesanan Metode Harga Pokok Proses

1. Proses Pengolahan Produk

Terputus-putus (intermitten) Terus menerus (kontinu) 2. Tujuan

Penjualan Memenuhi pesanan Mengisi persediaan 3. Produk yang

dihasilkan Tergantung spesifikasi pemesan Produk standar 4. Biaya

Produksi dikumpulkan

Untuk setiap pesanan Setiap bulan atau periode penentuan harga pokok produk 5. Harga Pokok

Per satuan Produk dihitung

Apabila pesanan telah selesai di

produksi Pada akhir bulan atau periode penentuan harga pokok produk 6. Contoh

Perusahaan Perusahaan percetakan, mebel, kontraktor dan lain-lain Perusahaan kertas, semen, tekstil, dan lain-lain 2.9.Perhitungan Harga Pokok Produksi

Dalam akuntansi biaya yang konvensional komponen-komponen harga pokok produk terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik, baik yang bersifat tetap maupun variabel. Konsep harga pokok tersebut tidak selalu relevan dengan kebutuhan manajemen.

Berdasarkan kebutuhan manajemen, metode perhitungan harga pokok produksi full costing lebih banyak digunakan untuk memenuhi pihak luar


(36)

perusahaan. Oleh karena itu sistematikanya harus disesuaikan dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum untuk menjamin informasi yang tersaji dalam laporan harga pokok produksi. Perhitungan harga pokok produksi dengan metode variabel costing lebih ditujukan untuk memenuhi kepentingan pihak internal manajemen perusahaan. Sedangkan untuk metode perhitungan harga pokok produksi lainnya yaitu Activity Based Costing System (ABC System) lebih menekankan pada aspek perencanaan, pengendalian, dan pengambilan keputusan oleh manajer. ABC Costing timbul sebagai akibat dari kebutuhan manajemen akan informasi akuntansi yang mampu mencerminkan konsumsi sumber daya dalam berbagai aktivitas untuk mengjhasilkan produk. Oleh karena itu, metode perhitungan harga pokok produksi juga harus disesuaikan dengan kebutuhan dari manajemen perusahaan itu sendiri.

Metode penentuan harga pokok produksi adalah cara untuk memperhitungkan unsur-unsur biaya kedalam harga pokok produksi. Dalam memperhitungkan unsur-unsur biaya ke dalam harga pokok produksi, dimana perusahaan industri sebagai modal utamanya, terdapat beberapa metode perhitungan harga pokok yaitu metode full costing, metode variable costing, dan ABC System. Perbedaan pokok diantara metode full costing dan variable costing adalah terletak pada perlakuan terhadap biaya produksi yang bersifat tetap. Adanya perbedaan perlakuan terhadap biaya overhead pabrik tetap ini akan mempunyai pengaruh terhadap perhitungan harga pokok produk dan penyajian laporan rugi-laba.

Menurut Mulyadi (1999), metode penentuan harga pokok produksi adalah cara untuk memperhitungkan unsur-unsur biaya kedalam harga pokok produksi. Perbedaan unsur biaya dalam pendekatan full costing, variabel costing, dan ABC System dapat diuraikan sebagai berikut :

A. Metode Full Costing

Pengertian metode full costing menurut Mulyadi (1999) adalah metode penentuan harga pokok produksi yang memperhitungkan semua unsur biaya produksi kedalam harga pokok produksi yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik, baik yang berperilaku variabel maupun tetap. Harga pokok produksi yang dihitung dengan pendekatan full


(37)

costing terdiri unsur harga pokok produksi (biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, biaya overhead pabrik variabel, dan biaya overhead pabrik tetap) ditambah dengan biaya non produksi (biaya pemasaran, biaya administrasi dan umum).

Dengan demikian harga pokok produksi menurut metode full costing terdiri dari unsur biaya produksi sebagai berikut:

Biaya Bahan Baku : xx Biaya tenaga Kerja Langsung : xx Biaya Overhead Pabrik Variabel : xx Biaya Overhead Pabrik Tetap : xx

Harga Pokok Produksi : xx...(1) B. Metode Variable Costing

Menurut Machfoedz dalam Widiyastuti (2007), variable costing adalah suatu metode penentuan harga pokok dimana biaya produksi variabel saja yang dibebankan sebagai bagian dari harga pokok. Sedangkan menurut Mulyadi (1999), metode variable costing merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang hanya memperhitungkan biaya produksi yang berperilaku variabel dalam harga pokok produksi yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, biaya overhead pabrik variabel.

Harga pokok produk yang dihitung dengan pendekatan variable costing yang terdiri dari unsur harga pokok produksi variabel (biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik variabel) ditambah dengan biaya nonproduksi variabel (biaya pemasaran variabel, biaya administrasi dan umum variabel) dan biaya tetap (biaya overhead pabrik tetap, biaya pemasaran tetap, biaya administrasi dan umum tetap).

Harga pokok produksi menurut metode variable costing terdiri dari unsur biaya produksi berikut ini:

Biaya Bahan baku : xx

Biaya Tenaga Kerja langsung : xx Biaya Overhead Pabrik variabel : xx

Harga Pokok Produksi : xx...(2) Perbedaan pokok antara metode full costing dan variabel costing sebetulnya terletak pada perlakuan biaya tetap produksi tidak langsung. Dalam


(38)

metode full costing dimasukkan unsur biaya produksi karena masih berhubungan dengan pembuatan produk berdasar tarif (budget), sehingga apabila produksi sesungguhnya berbeda dengan tarifnya maka akan timbul kekurangan atau kelebihan pembebanan. Tetapi pada variable costing memperlakukan biaya produksi tidak langsung tetap bukan sebagai unsur harga pokok produksi, tetapi lebih tepat dimasukkan sebagai biaya periodik, yaitu dengan membebankan seluruhnya ke periode dimana biaya tersebut dikeluarkan sehingga dalam variable costing tidak terdapat pembebanan lebih atau kurang.

C. Activity Based Costing System (ABC System)

Metode perhitungan harga pokok produksi yang ditujukan untuk menyajikan informasi harga pokok produksi yang cermat bagi kepentingan manajemen, dengan digunakan untuk menghasilkan produk. Jika full costing dan variabel costing menitikberatkan penentuan harga pokok produksi hanya pada fase produksi saja, ABC System menitikberatkan pada penentuan harga pokok produksi disemua fase pembuatan produk, sejak fase desain dan pengembangan produk sampai dengan penyerahan produk ke konsumen. Perbedaan penggunaan metode ABC System disebabkan oleh pengalokasian biaya overhead pabrik ke setiap produk berdasarkan 3 pemicu biaya yaitu unit, jam mesin, dan jam tenaga kerja langsung, sedangkan untuk full costing dan variabel costing hanya memakai unit untuk produksi sebagai pemicu biaya. ABC System ini biasanya digunakan oleh perusahaan yang telah menggunakan teknologi maju dalam pembuatan produknya guna menghadapi persaingan global.

2.10. Manfaat Informasi Harga Pokok Produksi

Dalam perusahaan yang produksinya berdasarkan pesanan, informasi harga pokok produksi sangat bermanfaat untuk menentukan harga jual yang akan dibebankan kepada pemesan karena perusahaan yang produksinya berdasarkan pesanan memproses produknya berdasarkan spesifikasi yang ditentukan oleh pemesan, dengan demikian biaya produksi pesanan yang satu akan berbeda dengan biaya produksi pesanan yang lain, tergantung spesifikasi yang dikehendaki pemesan. Oleh karena itu, harga jual yang dibebankan kepada pemesan sangat ditentukan oleh besarnya biaya produksi yang akan dikeluarkan untuk memproduksi pesanan tertentu.


(39)

Selain untuk menentukan harga jual, harga pokok produksi juga bermanfaat untuk mempertimbangkan penerimaan pesanan atau penolakan. Adakalanya harga jual yang dipesan oleh pemesan telah terbentuk di pasar, sehingga keputusan yang perlu dilakukan oleh manajemen adalah menerima atau menolak pesanan. Untuk memungkinkan pengambilan keputusan tersebut, manajemen memerlukan informasi total harga pokok pesanan yang akan diterima tersebut. Informasi total harga pokok pesanan memberikan dasar perlindungan bagi perusahaan agar dalam menerima pesanan perusahaan tidak mengalami kerugian. Tanpa memiliki informasi total harga pokok pesanan, perusahaan tidak memiliki jaminan apakah harga yang diminta oleh pemesan dapat mendatangkan laba bagi perusahaan.

2.11 . Hasil Penelitian Terdahulu

Rahany (2003), dalam penelitiannya berjudul Penetapan Harga Pokok Produksi Kecap dengan Pendekatan Activity Based Costing (ABC) di PT Surabraja Food Industry Cirebon, Jawa Barat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses produksi dan penetapan harga pokok yang dilakukan perusahaan apakah telah efisien atau belum, dengan cara membandingkan antara perhitungan harga pokok yang dilakukan perusahaan dengan perhitungan harga pokok sistem ABC yang dilakukan peneliti. Hasil Penelitian tersebut menjelaskan bahwa untuk kelompok yang bervolume lebih besar lebih tepat menggunakan pendekatan ABC karena harga pokoknya akan lebih kecil jika dibandingkan dengan perhitungan dengan menggunakan metode konvensional (full costing). Pada metode konvensional (full costing) produk dengan jumlah yang besar akan dibiayai biaya overhead yang besar pula sehungga harga pokok produksinya akan lebih tinggi. Sebaliknya produk yang bervolume rendah perhitungan harga pokok produksinya akan lebih tinggi jika menggunakan metode ABC sehingga metode yang tepat digunakan adalah metode konvensional.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Gandaniati (2007) yang berjudul Strategi Pengembangan Usaha Kecil Menengah Kerajinan dengan Pendekatan Penelitian Aksi Pertisipatif (Studi Kasus UKM Ozi Aircraft Models, Desa Cikarawang, Kabupaten Bogor), mengidentifikasi kondisi UKM kerajinan selama menjalankan usahanya, mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang serta


(40)

amcaman, dan merumuskan strategi pengembangan UKM. Hasil penelitiannya mengatakan bahwa kekuatan yang dimiliki UKM adalah produk yang dihasilkan berkualitas sedangkan kelemahan utamanya adalah etos kerja dan disiplin karyawan yang masih kurang.

Widiyastuti (2007) dalam skripsinya yang berjudul Analisis Perhitungan Harga Pokok Produksi Tas Wanita (Studi Kasus UKM Lifera Hand Bag Collection Bogor) menyatakan bahwa perhitungan harga pokok produksi yang dilakukan perusahaan Lifera masih sangat sederhana. Dalam perhitungan harga pokok produksi yang dilakukan perusahaan, Biaya overhead pabrik tidak dialokasikan ke masing-masing produk secara rinci dan tidak disesuaikan dengan pemakaian biaya secara nyata melainkan hanya merupakan suatu estimasi biaya yang dianggarkan dalam kelompok biaya lain-lain (Lampiran 1). Hal tersebut mengakibatkan harga pokok produksi yang diperoleh tidak sesuai dengan kaidah perhitungan harga pokok produksi yang ada. Berdasarkan perhitungan harga pokok produksi dengan metode ABC menghasilkan harga pokok produksi yang lebih besar dibandingkan dengan metode perhitungan harga pokok produksi yang dilakukan perusahaan. Hal ini disebabkan oleh banyaknya penggunaan sumber daya yang dilakukan dalam proses produksi dibandingkan dengan menggunakan metode perusahaan karena dalam metode ABC setiap aktivitas yang berhubungan dengan proses produksi akan dimasukkan dalam perhitungan harga pokok produksi. Dengan metode ABC semua biaya produksi yang diperlukan dalam proses produksi sudah diperhitungkan berdasarkan pemakaian biaya yang sesungguhnya sehingga menghasilkan harga pokok produksi yang lebih akurat.


(41)

III. METODE PENELITIAN

3.1.Kerangka Pemikiran

UKM Galaksi merupakan unit Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang bergerak dalam bidang usaha pembuatan sepatu khusus wanita. Perusahaan sangat memerlukan informasi yang berkaitan dengan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam proses pembuatan produknya. Biaya dialokasikan ke produk atau pelanggan menggunakan pemicu biaya atau dasar alokasi yang memiliki hubungan sebab akibat dengan biaya pada kelompok biaya tersebut.

Pertama kali yang akan dilakukan adalah penelusuran dan identifikasi terhadap objek biaya langsung dan tidak langsung serta menentukan biaya overhead, untuk kemudian dihitung harga pokok produksinya dengan menggunakan sistem perusahaan dan full costing. Perhitungan harga pokok produksi oleh perusahaan menggunakan sistem tradisional yang biasa digunakan UKM Galaksi. Perhitungan dalam penelitian ini menggunakan metode full costing. Metode perhitungan harga pokok produksi ini bertujuan agar pengalokasian biaya untuk menetapkan harga pokok produksi lebih akurat. Kerangka pemikiran yang menjadi dasar dalam penelitian ini terdapat pada Gambar 1.

3.2.Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di UKM Galaksi yang berlokasi di Kampung Kabandungan, Gang Merpati, Ciapus, Bogor. Perusahaan ini dimiliki oleh Bapak Abuy Wahyudi. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa perusahaan tersebut termasuk Usaha Kecil dan Menengah (UKM). perusahaan ini memproduksi sepatu wanita yang dipasarkan ke berbagai daerah. perusahaan ini bersedia memberikan informasi serta data yang diperlukan sesuai dengan penelitian. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2010 hingga September 2010.


(42)

UKM Galaksi

Identifikasi Biaya Produksi

Metode Perhitungan harga Pokok Produksi

Perhitungan Harga Pokok Produksi UKM Galaksi

Perhitungan Harga Pokok Produksi dengan Metode

Full Costing

Perbedaan perhitungan kedua metode terhadap perhitungan HPP

Penetapan Harga Pokok Produksi yang tepat bagi perusahaan


(43)

3.3. Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan untuk memperoleh data serta informasi dari perusahaan meliputi data data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui:

1. Wawancara yang dilakukan terhadap pemilik perusahaan

2. Observasi yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mengadakan pengamatan secara langsung terhadap aktivitas produksi yang dilakukan para pekerja dalam menghasilkan produk.

Data sekunder dapat diperoleh melalui studi literatur yang dilakukan melalui pencarian data-data yang bersifat teoritis yang ada hubungannnya dengan objek penelitian dengan memanfaatkan berbagai laporan, data-data perusahaan, jurnal, buku-buku pendukung teori, browsing di internet, serta hasil penelitian terdahulu.

3.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data yang telah didapat dari penelitian akan diuji dengan menggunakan metode perhitungan harga pokok produksi full costing. Hal ini dilakukan untuk menelusuri objek biaya langsung dan tidak langsung serta mengetahui biaya overhead pabrik dari perusahaan tersebut. Data yang diperoleh kemudian dirinci dan diolah dengan menggunakan program Microsoft Excel. Hasil perhitungan kemudian dianalisis untuk melihat perbandingannya kemudian dijadikan dasar penetapan harga pokok produksi yang paling efektif dan efisien bagi perusahaan.

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi analisis kuantitatif dan analisis kualitatif. Analisis kuantitatif dilakukan pada perhitungan harga pokok produksi dengan metode yang telah dilakukan perusahaan dengan perhitungan harga pokok produksi dengan metode full costing. Adapun unsur biaya produksi yang digunakan dalam perhitungan metode full costing adalah sebagai berikut :

Biaya Bahan Baku : xx Biaya tenaga Kerja Langsung : xx Biaya Overhead Pabrik Variabel : xx Biaya Overhead Pabrik Tetap : xx


(44)

Sedangkan analisis kualitatif dilakukan dengan membandingkan hasil perhitungan harga pokok produksi yang telah dilakukan oleh perusahaan dengan perhitungan harga pokok produksi menggunakan metode full costing (analisis deskriptif komparatif).


(45)

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.Gambaran Umum Perusahaan 4.1.1 Sejarah Perusahaan

UKM Galaksi merupakan usaha skala kecil dan menengah yang memiliki kegiatan usaha memproduksi sepatu khusus wanita jenis balet. Bapak Humaedi merupakan pendiri utama usaha ini tepatnya pada tahun 1973. Pada awalnya usaha ini bukan merupakan usaha produksi sepatu. Bapak Humaedi mengawali usahanya dengan menjadi distributor sepatu di daerah Bogor untuk dipasarkan ke luar daerah. Pada Tahun 1982, beliau mulai mencoba untuk memproduksi sepatu sendiri berbekal pengalamannya dari bengkel-bengkel sepatu setempat sebagai produsennya pada waktu beliau menjadi distributor sepatu. Usaha ini merupakan usaha perseorangan dengan menggunakan modal sendiri. Awalnya modal yang digunakan sebesar Rp. 400.000,00. Usaha beliau terus mengalami perkembangan hingga beliau mampu mendirikan dua buah bengkel sepatu. Salah satu bengkel tersebut kemudian diwariskan kepada anaknya yaitu Bapak Abuy Wahyudi. Bengkel sepatu tersebut berada di daerah Jalan Kabandungan I, Ciapus Bogor.

Produk utama yang dihasilkan oleh bengkel sepatu ini adalah sepatu khusus wanita dengan jenis balet dan merk yang digunakan adalah merk Galaksi sehingga UKM ini lebih dikenal sebagai UKM Galaksi. Merk Galaksi dipergunakan sejak 5 tahun lalu. Galaksi memasarkan produknya kepada pihak grosir yang berada di Pasar Grosir Bogor yang terletak di Jalan Sartika Bogor yang selanjutnya akan memasarkan produk sepatu keluar daerah. Saat ini perusahaan telah memiliki konsumen tetap dalam memasarkan produknya.

UKM Galaksi sampai saat ini telah mempekerjakan kurang lebih 16 orang karyawan. Adapun karyawan yang bekerja di UKM Galaksi adalah penduduk daerah sekitar bengkel tersebut. Karyawan yang bekerja di UKM Galaksi merupakan pengrajin sepatu yang telah lama menekuni profesi sebagai pengrajin sepatu.


(46)

Perusahaan menjual hasil produksi sepatunya melalui pihak grosir untuk didistribusikan ke pedagang besar di daerah luar Jawa seperti Riau, Pekanbaru, Medan, dan lain-lain. Sistem pemasaran sepatu yang dihasilkan perusahaan adalah dengan menjual sepatu secara rutin kepada langganannya atau lebih dikenal dengan pihak grosir di Pasar Anyar Bogor. Setiap bulannya perusahaan mengirim sepatu rata-rata sebanyak 150 kodi perbulannya.

Bahan baku untuk memperoleh sepatu didapatkan dari toko bahan sepatu yang terletak di daerah Bogor yang ditunjuk langsung oleh pihak grosir. Biasanya lokasi toko penjual bahan sepatu tidak jauh letaknya dengan tempat produksi. Hal ini disebabkan daerah Ciapus dan Ciomas merupakan sentral produksi sepatu sehingga terdapat banyak toko alat dan bahan yang menjual perlengkapan dalam memproduksi sepatu.

Industri UKM sepatu di daerah Ciapus dan Ciomas pada umumnya menghasilkan sepatu dari bahan imitasi. Bahan imitasi yang dibutuhkan untuk membuat sepatu perusahaan lebih dikenal oleh para pengrajin sepatu dengan bahan AC dengan beragam jenis, corak, dan warna. Adaupun bahan pembantu lainnya dalam industri sepatu antara lain bahan tatak, lapis, lateks, sol, texon, besi tamsin, spon, benang, dan lem serta aksesoris apabila diperlukan.

4.1.2 Struktur Organisasi Perusahaan

UKM Galaksi memiliki struktur organisasi yang tergolong sederhana. Pemilik perusahaan menjabat sebagai pemimpin perusahaan yang langsung membawahi bagian keuangan, bagian pemasaran, dan bagian produksi. Masing-masing bagian memiliki tugas dan tanggung jawab yang berbeda. Khusus untuk bagian produksi terdapat aktivitas-aktivitas yang saling berhubungan dalam membuat sepatu. Adapun kerangka struktur organisasi UKM Galaksi dapat dilihat pada Gambar 2.


(47)

Gambar 2. Struktur organisasi UKM Galaksi

Jumlah karyawan produksi pada UKM Galaksi berjumlah 16 orang yang terdiri dari 8 orang tukang atas, 5 orang tukang bawah, 1 orang tukang sol, 1 orang tukang bensol, dan 1 orang tukang finishing. Pemilik perusahaan sendiri berperan sebagai pemimpin perusahaan sekaligus sebagai bagian keuangan dan bagian pemasaran pada UKM. Adapun keterangan tugas dari masing-masing bagian dalam struktur organisasi tersebut adalah:

1. Pemimpin Perusahaan

Pemimpin perusahaan merupakan pemilik dari UKM Galaksi yang memiliki wewenang dalam pengambilan keputusan dan kebijakan yang berhubungan dengan aktivitas perusahaan.

2. Bagian Keuangan

Pemimpin perusahaan juga memiliki peranan sebagai pengendali keuangan perusahaan yang bertugas untuk mengatur pemsbelanjaan barang atau bahan yang diperlukan dalam produksi sepatu, berhubungan dengan toko bahan, berhubungan dengan pihak grosir, dan mengatur pembayaran upah dari setiap karyawan.

3. Bagian Produksi

Bagian produksi merupakan bagian yang sangat vital dalam sebuah industri. Bagian produksi memiliki beberapa bagian lainnya yang saling berkaitan

Pimpinan

Perusahaan

Bagian Produksi

Desaigner Tukang

Muka Tukang Bawah Tukang Sol Tukang Bensol Finishing Bagian Keuangan


(48)

untuk membentuk sebuah produk menjadi layak untuk dijual. Bagian-bagian tersebut antara lain:

a. Designer, Bagian ini dikerjakan oleh pemilik UKM. Designer bertugas untuk menyediakan model dari contoh sepatu yang berasal dari katalog desain produk atau dari contoh sepatu yang ada di mall-mall yang kemudian dikembangkan menjadi beberapa model, serta membuat master atau contoh produknya. Produk yang telah jadi kemudian diajukan kepada pihak agen untuk diseleksi dan dipilih beberapa model oleh pihak grosir. Model yang terpilih akan dipajang untuk melihat kecenderungan minat pasar terhadap produk tersebut. Jika telah diketahui model yang disukai pasar maka model tersebut akan diproduksi dalam jumlah banyak sesuai permintaan pihak grosir, lalu kemudian didistribusikan ke pedagang besar. Bagian desain memiliki tugas merancang dan membuat berbagai macam model sepatu yang akan diproduksi perusahaan. Bagian ini dikerjakan oleh pemilik perusahaan. Biasanya desain sepatu ini dilakukan setiap bulan dengan 3 sampai 4 model sepatu tiap bulannya. b. Tukang Atas, tukang atas sering disebut juga tukang mukaan. Tukang

atas bertugas untuk menggambar bagian upper atau bagian mukaan sepatu berdasarkan pola diatas bahan yang merupakan bahan baku utama dari pembuatan sepatu. Bahan yang telah selesai digambar kemudian dipotong sesuai dengan pola. Bahan yang telah terbentuk menjadi potongan-potongan lalu diberikan perekat/latex untuk kemudian dirakit menjadi mukaan sepatu sesuai pola serta menjahit sisi-sisi bahan yang telah dirakit. Apabila sepatu yang akan diproduksi menggunakan aksesoris maka tukang atas juga bertugas menempelkan asksesoris sepatu pada bahan bagian mukaan.

c. Tukang Sol, Tukang sol bertugas untuk membuat alas paling luar dari sepatu. Alas sepatu sebelumnya terdiri dari bahan berbentuk persegi empat, lalu bahan tersebut dipotong sesuai dengan bentuk alas sepatu dengan ukuran tertentu menggunakan mesin potong yang lebih dikenal oleh karyawan UKM dengan mesin PON.


(49)

d. Tukang Bensol, Tukang bensol bertugas membuat alas bagian dalam sepatu dan tatakan sepatu, serta merekatkan merk sepatu pada bagian alas.

e. Tukang Bawahan, tukang bawahan bertugas merakit bagian muka sepatu dengan bagian alas luar dan dalam sepatu hingga terbentuk sepatu jadi. Memasang besi tamsin kemudian melakukan proses penyatuan dengan bagian bawah sepatu dengan menggunakan perekat (lem). Stiker ukuran juga direkatkan di alas dalam sepatu sesuai dengan ukuran sepatu.

f. Finishing, Bagian finishing bertugas untuk menyelesaikan bagian-bagian yang belum terselesaikan. Sepatu yang telah terbentuk juga diperiksa apakah sepatu yang telah terbentuk sesuai dengan pola dan model. Apabila telah sesuai maka sepatu dapat langsung dipacking dan apabila tidak sesuai maka sepatu tersebut akan dikembalikan ke tukang bawahan untuk diproses kembali.

4. Bagian Pemasaran

Bagian pemasaran bertugas menghubungi pihak grosir untuk menyalurkan barang yang siap dikirim serta melakukan pengiriman barang. Bagian pemasaran juga dilakukan oleh pemimpin perusahaan. Barang yang dikirim biasanya menggunakan kendaraan sepeda motor. Produk yang dihasilkan oleh perusahaan ini dipasarkan secara langsung kepada konsumen yang telah menjadi pelanggan tetap dari perusahaan. Konsumen utama dari UKM ini adalah toko grosir yang terletak di Pasar Anyar. Pengiriman barang dilakukan hampir setiap hari.

Bahan baku yang digunakan rata-rata menggunakan bahan imitasi dengan jenis AC Champion, AC kijang Lax, dan lain-lain. Bahan baku yang diperoleh dengan modal kepercayaan dan kesepakatan dengan pihak grosir, dengan sistem hubungan sub kontrak komersial atau sering disebut “bon”. Penggunaan sistem bon ini dimana pengusaha memproduksi sepatu dengan memberikan contoh desain sepatu terlebih dahulu dan pihak grosir memberikan bon sebagai modal awal untuk mendapatkan bahan baku. Pihak grosir memberikan selembar bon dengan cap/identitas grosir untuk dibelanjakan pada toko yang telah ditentukan, dengan jumlah pesanan setiap


(50)

minggu. Pemberian bon ini telah dihitung sebagai uang muka dari total pembayaran, yaitu sekitar 50 sampai dengan 60 persen. Selanjutnya UKM Galaksi akan memproduksi sepatu di bengkel dengan melibatkan tenaga kerja. Pada saat penyetoran, pihak grosir akan memberikan sejumlah uang dalam bentuk giro untuk membayar tenaga kerja dengan memperhitungkan pinjaman modal awal. Sisanya dibayar dalam bentuk bon untuk pembelian bahan baku selanjutnya. Secara umum sistem inilah yang digunakan oleh para pengusaha sepatu di Kecamatan Ciomas.

4.1.3 Kegiatan UKM Galaksi

Produk yang dihasilkan oleh perusahaan adalah sepatu khusus wanita dengan jenis balet ukuran dewasa dengan berbagai model. Produk yang dihasilkan merupakan produk jadi yang diproduksi untuk memenuhi permintaan konsumen. Bahan baku yang digunakan adalah bahan kain dengan berbagai corak dan warna. Selain bahan baku utama, proses produksi juga didukung oleh peralatan dan perlengkapan lainnya guna menunjang kegiatan produksi antara lain adalah mesin PON, mesin jahit, bahan lapisan, aksesoris sepatu, bahan perekat, benang, jarum, dan lain-lain. Mesin dan peralatan yang digunakan dalam proses produksi dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 3. Daftar mesin dan peralatan produksi

Jenis Jumlah Fungsi

Mesin Jahit 12 Merakit antar komponen yang sudah dibuat polanya

Mesin PON 1 Alat untuk mencetak bagian alas luar sepatu sesuai dengan ukuran sepatu yang diinginkan.

Pisau Seset 12 Untuk menyeset bahan-bahan yang sudah dipotong agar

memiliki ketebalan/kehalusan yang sama

Pemotong (cutter) 4 Memotong kulit imitasi yang sudah digambar, memotong karton, dan bahan-bahan sepatu lainnya.

Palu 2 Mempermudah dalam pemasangan aksesoris sepatu.

Catoet/tang 12 Alat untuk membantu merakit komponen sepatu

Sepatu kayu 40 Alat untuk membantu merakit komponen sepatu

Kompor 1 Untuk memanaskan latek.

Alat Semprot 1 Untuk menyemprot bagian sepatu agar terlihat berkilau. Sikat gigi (sebagai

pengganti kuas)

4 Alat bantu yang digunakan untuk merekatkan bahan yang satu dengan bahan lainnya menggunakan perekat.

Gunting 3 Memotong kain lapis, benang, dan sebagainya.

Pulpen 2 Digunakan dalam pembuatan desain sepatu dan pemotongan

desain sepatu yang telah dibuat.

Spidol 2

Penggaris 4


(51)

4.2.Identifikasi Proses Produksi Sepatu UKM Galaksi

Proses produksi meliputi kegiatan merubah bahan mentah atau setengah jadi menjadi bahan jadi melalui proses transformasi dengan menggunakan sumberdaya. Sumberdaya yang digunakan meliputi bahan baku, mesin, dan peralatan lainnya, serta SDM yang terampil dan berkualitas. Tahap proses produksi pada UKM Galaksi jika digambarkan adalah sebagai berikut:

Gambar 3. Alur kegiatan produksi UKM Galaksi Tahap Persiapan

Tahap Pembuatan Pola

Tahap Pemotongan dan Menjahit

Tahap Perakitan Sepatu


(52)

Berdasarkan Gambar 3, jika diuraikan alur kegiatan produksi UKM Galaksi adalah sebagai berikut:

1. Tahap Persiapan

Tahap persiapan merupakan tahap awal dalam proses produksi. Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah mempersiapkan model sepatu yang akan dibuat. Sepatu yang akan dibuat sebelumnya didesain terlebih dahulu oleh desainer. Designer harus mampu membuat gambar kerja dari model sepatu yang biasanya ditentukan berdasarkan katalog desain atau berdasarkan model sepatu yang dibeli oleh perusahaan dari mall-mall untuk dikembangkan menjadi beberapa model oleh designer.

Setelah beberapa design sepatu ditentukan dan dibuat model contohnya. Setelah beberapa model contoh jadi lalu diajukan ke pihak grosir dan bila telah disetujui maka selanjutnya dilakukan perencanaan kebutuhan bahan baku dan bahan penolong beserta perencanaan biaya kebutuhan produksi. 2. Tahap Pembuatan Pola

Tahap pembuatan pola merupakan kegiatan menggambar pola sesuai dengan model sepatu yang akan dibuat diatas kain/bahan kulit imitasi. Kegiatan menggambar pola dilakukan dengan hati-hati dan disertai dengan keterangan atau detail gambar. Beberapa alat sederhana diperlukan untuk menggambar pola seperti pulpen, spidol, dan penggaris. Berdasarkan kegiatan pada tahap ini dapat diidentifikasikan biaya-biaya yang timbul seperti penyusutan peralatan.

3. Tahap Pemotongan Pola dan Menjahit

Tahap pemotongan dan menjahit dilakukan oleh tukang atas atau karyawan yang membuat bagian muka sepatu. Bahan-bahan dipotong sesuai dengan gambar pola yang telah dibuat sebelumnya. Pemotongan bahan ini dilakukan dengan tepat untuk menghindari pemborosan bahan yang ada, setelah itu, potongan-potongan bahan tersebut digabungkan untuk menghasilkan bentuk muka sepatu. Pada tahap ini juga dilakukan pemasangan aksesoris-aksesoris sepatu sesuai dengan model. Penggabungan bagian-bagian sepatu ini biasanya menggunakan mesin jahit dan juga lem untuk merekatkan bagian-bagian tertentu. Berdasarkan aktvitas tersebut dapat diindentifikasikan biaya-biaya


(1)

(2)

54

L

ampiran 1. Ukuran pola yang dibutuhkan dalam pembuatan sepatu UKM Galaksi

No Keterangan Ukuran Bahan Luas Bahan yang

dibutuhkan/unit dibutuhkan /pasang Luas bahan yang

(A) (B) (C)=(Bx2)

1 Mukaan 26,5cmx18,5cm 490,25 980,5

2 Tatak 27cmx12,5cm 337,5 675

3 Pur CE (lapis dalam) 26,5cmx18,5cm 490,25 980,5

4 Ujung Keras

a. Depan 9,5cmx8cm 76 152

b. Belakang 7,5cmx4,5cm 33,75 67,5

5 Spon 27cmx12,5cm 337,5 675

Sumber: Data diolah, 2010


(3)

55

Lampiran 2. Daftar rincian harga bahan imitasi yang digunakan UKM Galaksi

No

Keterangan

Ukuran Bahan

Baku

Satuan

Harga/meter

(Rp)

1 AC Newbook

1mx1,4m

Meter

20.000

2 AC Champion

1mx1,4m

Meter

30.000

3 AC Kijang Lax

1mx1,4m

Meter

24.000

4 AC Harmoni

1mx1,2m

Meter

15.000

5 Pur CE

1mx1,4m

Meter

14.000

6 Ujung Keras

1mx0,9m

Meter

9.000

7 Spon 1,5mm

1mx1,2m

Meter

8.000

Sumber: Data diolah, 2010


(4)

56 Sumber: Data diolah, 2010

Lampiran 3. Perhitungan jumlah bahan yang dibutuhkan dalam produksi sepatu UKM Galaksi

No Keterangan Ukuran Bahan

(cm) Dibutuhkan/pasang Luas Bahan yang (cm2)

Luas Bahan yang Dibutuhkan/kodi

(cm2)

Jumlah Bahan yang Dibutuhkan/kodi

(meter)

P(A) L(B) (C) (D=Cx20) (E=D/(AxB))

A Model BM01

1 Kain Newbook 100cm 140cm 980,5 19.610 1,4

2 Kain AC Harmoni (Tatak) 100cm 120cm 675 13.500 1,125

3 Pur CE (lapis dalam) 100cm 140cm 980,5 19.610 1,4

4 Ujung Keras 100cm 90cm 228,5 4.570 0,507

5 Spon 1 1/2 ml 100cm 120cm 675 13.500 1,125

B Model BM02

1 Kain Kijang Lax 100cm 140cm 980,5 19.610 1,4

2 Kain AC Harmoni (Tatak) 100cm 120cm 675 13.500 1,125

3 Pur CE (lapis dalam) 100cm 140cm 67,5 1.350 0,0964

4 Spon 1 1/2 ml 100cm 120cm 675 13.500 1,125

C Model BM03

1 Kain AC Champion 100cm 140cm 980,5 19.610 1,4

2 Kain AC Harmoni (Tatak) 100cm 120cm 675 13.500 1,125

3 Pur CE (lapis dalam) 100cm 140cm 980,5 19.610 1,4

4 Ujung Keras 100cm 90cm 228,5 4.570 0,507

5 Spon 1 1/2 ml 100cm 120cm 675 13.500 1,125


(5)

57

Lampiran 4. Rincian biaya lain-lain

No Keterangan Harga Satuan Kebutuhan Jumlah kebutuhan perpasang (Rp)

1 Minyak Tanah 1800 Liter 1,5 liter/kodi 135

2 Cat Hitam 34000 Liter 5 liter/100 kodi 17

3 Tiner 17000 Liter 2 liter/100 kodi 8

4 Listrik 150.000 Rupiah 150.000/bulan 50

5 telepon 150.000 Rupiah 150.000/bulan 50

6 bahan salur 5000 Lembar 100 lembar/kodi 50

7 Bensin 5000 Liter 6 liter/seminggu 40

Sumber: Data diolah, 2010


(6)

58

Lampiran 5. Dokumentasi UKM Galaksi 2010

Sumber: UKM Galaksi, 2010


Dokumen yang terkait

ANALISIS PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUKSI DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN METODE FULL COSTING DAN METODE VARIABLE COSTING (Studi Kasus pada UKM Tempe “Kharisma Jaya” Malang)

12 104 17

Analisis Perhitungan Harga Pokok Produksi Tas Wanita (Studi Kasus UKM Lifera Hand Bag Collection Bogor)

3 29 93

Analisis Perhitungan Harga Pokok Produksi Tahu dengan Metode Full Costing pada Industri Kecil (Studi Kasus CV Laksa Mandiri)

6 27 75

Analisis perhitungan harga pokok produksi sepatu dengan metode full costing: studi kasus UKM Galaksi Kampung Kabandungan, Ciapus, Bogor

0 17 82

Analisis strategi pemasaran produk kerajinan sepatu pada UKM Galaksi, Desa Ciapus, Ciomas

1 4 112

Perhitungan Harga Pokok Produksi Pada Ukm Kue Risky

0 5 57

Analisis Perhitungan Harga Pokok Produksi Bakpia Pathok 29 Dengan Metode Full Costing Pada UKM Bakpia Pathok 29.

0 7 12

ANALISIS PENGHITUNGAN HARGA POKOK PRODUKSI BLANGKON DENGAN METODE FULL COSTING Analisis Penghitungan Harga Pokok Produksi Blangkon Dengan Metode Full Costing (Studi Kasus Pada UKM Kaswanto Kampung Potrojayan, Serengan, Surakarta).

1 2 16

PENDAHULUAN Analisis Penghitungan Harga Pokok Produksi Blangkon Dengan Metode Full Costing (Studi Kasus Pada UKM Kaswanto Kampung Potrojayan, Serengan, Surakarta).

0 0 6

ANALISIS PENGHITUNGAN HARGA POKOK PRODUKSI BLANGKON DENGAN METODE FULL COSTING Analisis Penghitungan Harga Pokok Produksi Blangkon Dengan Metode Full Costing (Studi Kasus Pada UKM Kaswanto Kampung Potrojayan, Serengan, Surakarta).

0 1 17