Analisis Perhitungan Harga Pokok Produksi Tas Wanita (Studi Kasus UKM Lifera Hand Bag Collection Bogor)

(1)

ANALISIS PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUKSI

TAS WANITA

(STUDI KASUS UKM LIFERA HAND BAG COLLECTION

BOGOR)

Oleh

SRI WIDIYASTUTI

H24103048

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

ABSTRAK

Sri Widiyastuti. H24103048. Analisis Perhitungan Harga Pokok Produksi Tas Wanita (Studi Kasus UKM Lifera Hand Bag Collection Bogor). Dibawah bimbingan Muhammad Syamsun dan Beatrice Mantoroadi.

Dalam pembangunan ekonomi di Indonesia, peranan usaha kecil menengah (UKM) sering dikaitkan dengan upaya-upaya pemerintah untuk mengurangi pengangguran, mengentaskan kemiskinan dan pemerataan pendapatan. Kegiatan UKM meliputi berbagai sektor ekonomi, salah satunya adalah sektor industri pengolahan. Salah satu subsektor industri pengolahan adalah industri kulit. Meningkatnya jumlah unit UKM di subsektor tersebut mengindikasikan bahwa UKM tidak terlepas dari persaingan dunia usaha yang semakin pesat. Kondisi tersebut menuntut setiap pelaku usaha untuk dapat melakukan efisiensi biaya produksi. Melalui efisiensi biaya produksi, pelaku usaha akan dapat mengendalikan biaya produksi sehingga harga jual yang ditetapkan dapat bersaing dengan produk sejenis di pasaran. Efisiensi biaya produksi dapat dilakukan dengan cara perhitungan harga pokok produksi (HPP) yang tepat.

Lifera Hand Bag Collection (LHBC) merupakan UKM yang bergerak di bidang usaha kerajinan tas kulit. Berdasarkan studi yang telah dilakukan, LHBC belum memperhatikan perhitungan HPP sebagai dasar bagi penetapan harga jualnya. Dengan demikian, perhitungan HPP yang dilakukan secara tepat dan teliti mutlak diperlukan. Terdapat tiga tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, yaitu (1) menganalisis bagaimana pengalokasian dan perhitungan HPP berdasarkan metode perhitungan harga pokok produksi yang selama ini dilakukan oleh LHBC; (2) menganalisis bagaimana pengalokasian dan perhitungan HPP dengan menggunakan Activity Based Costing System pada LHBC; (3) mengetahui bagaimana pengaruh dari kedua metode tersebut terhadap perhitungan HPP.

Data yang dikumpulkan meliputi data primer dari hasil wawancara dengan pihak perusahaan dan hasil pengamatan di lapangan; dan data sekunder dari laporan produksi perusahaan dan berbagai literatur. Kemudian, data dianalisis dengan metode perhitungan harga pokok produksi berbasis aktivitas (Activity Based Costing/ABC).

Berdasarkan hasil analisis, diketahui bahwa harga pokok per unit yang ditetapkan perusahaan khususnya untuk produk tas wanita model 876 A sebesar Rp 30.435 dan untuk model 858 sebesar Rp 43.725. Sedangkan perhitungan HPP dengan metode ABC menghasilkan harga pokok per unit yang lebih besar yaitu sebesar Rp 45.247,27 untuk model 876 A dan Rp 58.631,19 untuk model 858. Perbedaan tersebut disebabkan karena perhitungan HPP yang digunakan perusahaan masih sangat sederhana dan tidak mengikuti kaidah perhitungan HPP yang ada dimana biaya overhead pabrik tidak diperhitungkan secara rinci dan tidak disesuaikan dengan pemakaian biaya secara nyata. Hal tersebut tidak efektif dan efisien dalam penetapan harga pokok yang tepat. Sedangkan perhitungan HPP dengan metode ABC, biaya overhead pabrik telah dibebankan sesuai dengan pemakaian biaya yang sesungguhnya.


(3)

ANALISIS PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUKSI

TAS WANITA

(STUDI KASUS UKM LIFERA HAND BAG COLLECTION

BOGOR)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA EKONOMI

pada Departemen Manajemen

Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Oleh

SRI WIDIYASTUTI

H24103048

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(4)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN MANAJEMEN

ANALISIS PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUKSI TAS WANITA (STUDI KASUS UKM LIFERA HAND BAG COLLECTION BOGOR)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA EKONOMI

pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Oleh

SRI WIDIYASTUTI H24103048

Menyetujui, Mei 2007

Dr. Ir. Muhammad Syamsun M.Sc Dosen Pembimbing I

Beatrice Mantoroadi SE, AK. MM Dosen Pembimbing II

Mengetahui,

Dr. Ir. Jono M Munandar M.Sc Ketua Departemen


(5)

iv

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillah dengan rasa syukur kehadirat Allah SWT, yang dengan rahmat dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Perhitungan Harga Pokok Produksi Tas Wanita (Studi Kasus UKM Lifera Hand Bag Collection, Bogor) dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Kondisi persaingan yang semakin pesat menuntut setiap pelaku usaha untuk dapat melakukan efisiensi biaya poduksi. Melalui efisiensi biaya produksi, pelaku usaha akan dapat mengendalikan biaya produksi sehingga harga jual yang ditetapkan dapat bersaing dengan produk sejenis di pasaran. Efisiensi biaya produksi dapat dilakukan dengan cara perhitungan harga pokok produksi yang tepat. Berdasarkan hal tersebut, sudah seharusnya setiap pelaku usaha memperhatikan perhitungan harga pokok produksinya. Dengan demikian, perhitungan harga pokok produksi yang dilakukan secara tepat dan teliti menjadi penting untuk dikaji.

Penyusunan skripsi ini banyak dibantu oleh berbagai pihak baik secara moril maupun materiil. Pada kesempatan ini pula, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada :

1. My lovely family;mama, bapak, mbak Iis, mas Kardi, adikku Issye dan Andini keponakanku yang imut dan lucu yang tak henti-hentinya memberikan doa, kasih sayang yang tulus, pengorbanan dan dukungannya kepada penulis. 2. Bapak Dr. Ir Muhammad Syamsun M.Sc dan Ibu Beatrice Mantoroadi SE,

AK. MM sebagai dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, membagi ilmu, motivasi, saran dan pengarahan kepada penulis.

3. Ibu Anggraini Sukmawati S.Pt. MM atas kesediaannya meluangkan waktu menjadi dosen penguji dan memberikan masukan, kritik serta saran.


(6)

v

5. Bapak H. Aak Atmaja selaku pemilik Lifera Hand Bag Collection yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di tempat tersebut dan mbak Fauziah serta seluruh pekerja yang telah menyumbangkan waktu, pikiran dan informasi selama penelitian.

6. Seluruh staf pengajar dan karyawan/wati di Departemen Manajemen, FEM IPB.

7. Gusniwan Trinandi selaku pustakawan FEM IPB yang telah banyak direpotkan oleh penulis.

8. Keluarga Suwarjo dan Suparto yang telah banyak membantu penulis. 9. Keluarga besar di Yogyakarta, Semarang dan Jakarta.

10.Mbak Pipin SEIP 39 yang telah membagikan ilmunya kepada penulis.

11.Sahabat-sahabatku , Dian, Silva, Prita, Ranti, Gita, Yuli, Yusi, Wati, dan Yuni untuk kebersamaan, doa dan bantuannya.

12.Rekan satu bimbingan, Ai, Made, Fandi dan Bayu untuk kerjasama dan motivasi selama pengerjaan skripsi terutama untuk Ai yang telah banyak memberikan semangat, dukungan dan pencerahan kepada penulis disaat penulis menghadapi kebuntuan selama penelitian.

13.Rekan-rekan di Departemen Manajemen angkatan 40 yang selalu bersama-sama membuat kenangan indah selama perkuliahan. Tetap semangat!!

14.Teman-teman Wisma MOBSTER; Nana, Mardi, Rini, Nita, Ina, dan semuanya yang tidak dapat disebutkan satu persatu untuk keceriaan dan kebersamaannya selama tiga tahun terakhir di kosan kita tercinta.

15.Semua pihak yang telah ikut membantu selama penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, kritik, saran dan masukan akan penulis terima dengan kerendahan hati untuk hasil yang lebih baik lagi. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Bogor, Mei 2007


(7)

iii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 23 Oktober 1985. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Ariyanto dan Ibu Sri Suharti.

Riwayat pendidikan penulis dimulai pada tahun 1991 dengan memasuki jenjang sekolah dasar di SDN Kebon Pala 02 Pagi Jakarta selama lima tahun kemudian dilanjutkan di SDN Cisalak 2 dan lulus pada tahun 1997. Pada tahun 2000, penulis menyelesaikan pendidikan di SLTPN 2 Cimanggis dan pendidikan lanjutan menengah keatas diselesaikan pada tahun 2003 di SMUN 98 Jakarta dengan masuk dalam program IPA. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

Selama mengikuti pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif di berbagai kegiatan pelatihan dan seminar yang diadakan baik di dalam kampus maupun di luar kampus. Penulis juga mendapatkan beasiswa dari yayasan Supersemar.


(8)

vi DAFTAR ISI

Halaman ABSTRAK

RIWAYAT HIDUP ……… iii

KATA PENGANTAR ……… iv

DAFTAR ISI ……….. vi

DAFTAR TABEL ……….. viii

DAFTAR GAMBAR ………. x

DAFTAR LAMPIRAN ………. xi

I. PENDAHULUAN………... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Perumusan Masalah... 3

1.3. Tujuan Penelitian... 4

1.4. Manfaat Penelitian... 5

1.5. Ruang Lingkup Penelitian... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA……….. 6

2.1. Usaha Kecil Menengah……….... 6

2.1.1. Definisi Usaha Kecil Menengah (UKM)... 6

2.1.2. Peranan UKM dalam Perekonomian... 9

2.1.3. Permasalahan UKM... 10

2.2. Konsep dan Pengertian Biaya... 12

2.3. Klasifikasi Biaya... 14

2.4. Harga Pokok Produksi dan Fungsinya... 18

2.5. Metode Penetapan Harga Pokok Produksi... 19

2.6. Pengertian Activity Based Costing(ABC)……… 21

2.7. Manfaat dan Keterbatasan Metode ABC... 23

2.8. Perbedaan Metode ABC dengan Metode Konvensional………. 24

2.9. Hasil Penelitian Terdahulu………... 25

III. METODOLOGI PENELITIAN……….... 28

3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian... 28

3.2. Metode Penelitian... 30

3.2.1. Lokasi dan Waktu Penelitian………... 30

3.2.2. Jenis dan Sumber Data... 30

3.2.3. Pengumpulan Data……….... 31

3.2.4. Pengolahan dan Analisis Data... 32

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 35

4.1. Gambaran Umum Perusahaan... 35

4.1.1. Sejarah dan Perkembangan Usaha... 35

4.1.2. Maksud dan Tujuan Pembentukan Usaha... 36

4.1.3. Visi dan Misi Usaha... 37


(9)

vii

4.1.5. Aspek Personalia... 39

4.1.6. Kegiatan Perusahaan... 40

4.2. Identifikasi Proses Produksi Tas Wanita UKM LHBC... 42

4.3. Perhitungan Harga Pokok Produksi Tas Wanita UKM LHBC... 44

4.3.1. Perhitungan Harga Pokok Produksi Tas Wanita dengan Metode Perusahaan... 44

4.3.2. Perhitungan Harga Pokok Produksi Tas Wanita dengan Metode ABC... 46

4.4. Analisis Perbandingan Harga Pokok Produksi Antara Metode Perusahaan dengan Metode ABC... 60

KESIMPULAN DAN SARAN ... 63

1. Kesimpulan ... 63

2. Saran ... 64

DAFTAR PUSTAKA ... 66


(10)

viii

DAFTAR TABEL

No. Halaman 1. Batasan/Kriteria Usaha Kecil………... 8 2. Terbentuknya Biaya dan Urutannya pada Perusahaan Manufaktur…. 14 3. Perbedaan antara Metode ABC dengan Metode Konvensional……... 25 4. Jenis dan Sumber Data………. 30 5. Pembagian Kerja Pekerja UKM LHBC... 40 6. Daftar Mesin dan Peralatan Produksi UKM LHBC... 41 7. Perhitungan Harga Pokok Produksi Tas Wanita Model 876 A

dengan Metode Perusahaan... 45 8. Perhitungan Harga Pokok Produksi Tas Wanita Model 858 dengan

Metode Perusahaan…...………... 46 9. Penggunaan Biaya Bahan Baku pada UKM LHBC Bulan Mei

hingga Oktober Tahun 2006 (Rupiah)…….……… 47 10. Biaya Tenaga Kerja Langsung pada UKM LHBC Bulan Mei hingga

Oktober Tahun 2006 (Rupiah).……… 48

11. Ikhtisar Aktivitas……….. 48

12. Biaya Penggunaan Bahan Penolong pada UKM LHBC Bulan Mei

hingga Oktober Tahun 2006………. 49 13. Rincian Biaya Listrik pada UKM LHBC Bulan Mei hingga Oktober

Tahun 2006 ……….. 50

14. Biaya Pemeliharaan Mesin dan Kendaraan pada UKM LHBC Bulan Mei hingga Oktober Tahun 2006………. 51 15. Total Biaya Penyusutan Mesin dan Peralatan pada UKM LHBC

Tahun 2006... 52 16. Biaya Penyusutan Kendaraan pada UKM LHBC Tahun 2006…….. 52 17. Jumlah Produksi Tas Wanita pada UKM LHBC Bulan Mei hingga

Oktober Tahun 2006………... 53 18. Konsumsi Pemacu Biaya Jam Peralatan pada UKM LHBC Bulan

Mei hingga Oktober Tahun 2006...……….. 54 19. Konsumsi Pemacu Biaya Kilowatt Hour pada UKM LHBC Bulan

Mei hingga Oktober Tahun 2006………...……….. 54 20. Jumlah Kali Pembelian Bahan Bulan Mei hingga Oktober Tahun


(11)

ANALISIS PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUKSI

TAS WANITA

(STUDI KASUS UKM LIFERA HAND BAG COLLECTION

BOGOR)

Oleh

SRI WIDIYASTUTI

H24103048

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(12)

ABSTRAK

Sri Widiyastuti. H24103048. Analisis Perhitungan Harga Pokok Produksi Tas Wanita (Studi Kasus UKM Lifera Hand Bag Collection Bogor). Dibawah bimbingan Muhammad Syamsun dan Beatrice Mantoroadi.

Dalam pembangunan ekonomi di Indonesia, peranan usaha kecil menengah (UKM) sering dikaitkan dengan upaya-upaya pemerintah untuk mengurangi pengangguran, mengentaskan kemiskinan dan pemerataan pendapatan. Kegiatan UKM meliputi berbagai sektor ekonomi, salah satunya adalah sektor industri pengolahan. Salah satu subsektor industri pengolahan adalah industri kulit. Meningkatnya jumlah unit UKM di subsektor tersebut mengindikasikan bahwa UKM tidak terlepas dari persaingan dunia usaha yang semakin pesat. Kondisi tersebut menuntut setiap pelaku usaha untuk dapat melakukan efisiensi biaya produksi. Melalui efisiensi biaya produksi, pelaku usaha akan dapat mengendalikan biaya produksi sehingga harga jual yang ditetapkan dapat bersaing dengan produk sejenis di pasaran. Efisiensi biaya produksi dapat dilakukan dengan cara perhitungan harga pokok produksi (HPP) yang tepat.

Lifera Hand Bag Collection (LHBC) merupakan UKM yang bergerak di bidang usaha kerajinan tas kulit. Berdasarkan studi yang telah dilakukan, LHBC belum memperhatikan perhitungan HPP sebagai dasar bagi penetapan harga jualnya. Dengan demikian, perhitungan HPP yang dilakukan secara tepat dan teliti mutlak diperlukan. Terdapat tiga tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, yaitu (1) menganalisis bagaimana pengalokasian dan perhitungan HPP berdasarkan metode perhitungan harga pokok produksi yang selama ini dilakukan oleh LHBC; (2) menganalisis bagaimana pengalokasian dan perhitungan HPP dengan menggunakan Activity Based Costing System pada LHBC; (3) mengetahui bagaimana pengaruh dari kedua metode tersebut terhadap perhitungan HPP.

Data yang dikumpulkan meliputi data primer dari hasil wawancara dengan pihak perusahaan dan hasil pengamatan di lapangan; dan data sekunder dari laporan produksi perusahaan dan berbagai literatur. Kemudian, data dianalisis dengan metode perhitungan harga pokok produksi berbasis aktivitas (Activity Based Costing/ABC).

Berdasarkan hasil analisis, diketahui bahwa harga pokok per unit yang ditetapkan perusahaan khususnya untuk produk tas wanita model 876 A sebesar Rp 30.435 dan untuk model 858 sebesar Rp 43.725. Sedangkan perhitungan HPP dengan metode ABC menghasilkan harga pokok per unit yang lebih besar yaitu sebesar Rp 45.247,27 untuk model 876 A dan Rp 58.631,19 untuk model 858. Perbedaan tersebut disebabkan karena perhitungan HPP yang digunakan perusahaan masih sangat sederhana dan tidak mengikuti kaidah perhitungan HPP yang ada dimana biaya overhead pabrik tidak diperhitungkan secara rinci dan tidak disesuaikan dengan pemakaian biaya secara nyata. Hal tersebut tidak efektif dan efisien dalam penetapan harga pokok yang tepat. Sedangkan perhitungan HPP dengan metode ABC, biaya overhead pabrik telah dibebankan sesuai dengan pemakaian biaya yang sesungguhnya.


(13)

ANALISIS PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUKSI

TAS WANITA

(STUDI KASUS UKM LIFERA HAND BAG COLLECTION

BOGOR)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA EKONOMI

pada Departemen Manajemen

Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Oleh

SRI WIDIYASTUTI

H24103048

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(14)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN MANAJEMEN

ANALISIS PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUKSI TAS WANITA (STUDI KASUS UKM LIFERA HAND BAG COLLECTION BOGOR)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA EKONOMI

pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Oleh

SRI WIDIYASTUTI H24103048

Menyetujui, Mei 2007

Dr. Ir. Muhammad Syamsun M.Sc Dosen Pembimbing I

Beatrice Mantoroadi SE, AK. MM Dosen Pembimbing II

Mengetahui,

Dr. Ir. Jono M Munandar M.Sc Ketua Departemen


(15)

iv

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillah dengan rasa syukur kehadirat Allah SWT, yang dengan rahmat dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Perhitungan Harga Pokok Produksi Tas Wanita (Studi Kasus UKM Lifera Hand Bag Collection, Bogor) dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Kondisi persaingan yang semakin pesat menuntut setiap pelaku usaha untuk dapat melakukan efisiensi biaya poduksi. Melalui efisiensi biaya produksi, pelaku usaha akan dapat mengendalikan biaya produksi sehingga harga jual yang ditetapkan dapat bersaing dengan produk sejenis di pasaran. Efisiensi biaya produksi dapat dilakukan dengan cara perhitungan harga pokok produksi yang tepat. Berdasarkan hal tersebut, sudah seharusnya setiap pelaku usaha memperhatikan perhitungan harga pokok produksinya. Dengan demikian, perhitungan harga pokok produksi yang dilakukan secara tepat dan teliti menjadi penting untuk dikaji.

Penyusunan skripsi ini banyak dibantu oleh berbagai pihak baik secara moril maupun materiil. Pada kesempatan ini pula, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada :

1. My lovely family;mama, bapak, mbak Iis, mas Kardi, adikku Issye dan Andini keponakanku yang imut dan lucu yang tak henti-hentinya memberikan doa, kasih sayang yang tulus, pengorbanan dan dukungannya kepada penulis. 2. Bapak Dr. Ir Muhammad Syamsun M.Sc dan Ibu Beatrice Mantoroadi SE,

AK. MM sebagai dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, membagi ilmu, motivasi, saran dan pengarahan kepada penulis.

3. Ibu Anggraini Sukmawati S.Pt. MM atas kesediaannya meluangkan waktu menjadi dosen penguji dan memberikan masukan, kritik serta saran.


(16)

v

5. Bapak H. Aak Atmaja selaku pemilik Lifera Hand Bag Collection yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di tempat tersebut dan mbak Fauziah serta seluruh pekerja yang telah menyumbangkan waktu, pikiran dan informasi selama penelitian.

6. Seluruh staf pengajar dan karyawan/wati di Departemen Manajemen, FEM IPB.

7. Gusniwan Trinandi selaku pustakawan FEM IPB yang telah banyak direpotkan oleh penulis.

8. Keluarga Suwarjo dan Suparto yang telah banyak membantu penulis. 9. Keluarga besar di Yogyakarta, Semarang dan Jakarta.

10.Mbak Pipin SEIP 39 yang telah membagikan ilmunya kepada penulis.

11.Sahabat-sahabatku , Dian, Silva, Prita, Ranti, Gita, Yuli, Yusi, Wati, dan Yuni untuk kebersamaan, doa dan bantuannya.

12.Rekan satu bimbingan, Ai, Made, Fandi dan Bayu untuk kerjasama dan motivasi selama pengerjaan skripsi terutama untuk Ai yang telah banyak memberikan semangat, dukungan dan pencerahan kepada penulis disaat penulis menghadapi kebuntuan selama penelitian.

13.Rekan-rekan di Departemen Manajemen angkatan 40 yang selalu bersama-sama membuat kenangan indah selama perkuliahan. Tetap semangat!!

14.Teman-teman Wisma MOBSTER; Nana, Mardi, Rini, Nita, Ina, dan semuanya yang tidak dapat disebutkan satu persatu untuk keceriaan dan kebersamaannya selama tiga tahun terakhir di kosan kita tercinta.

15.Semua pihak yang telah ikut membantu selama penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, kritik, saran dan masukan akan penulis terima dengan kerendahan hati untuk hasil yang lebih baik lagi. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Bogor, Mei 2007


(17)

iii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 23 Oktober 1985. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Ariyanto dan Ibu Sri Suharti.

Riwayat pendidikan penulis dimulai pada tahun 1991 dengan memasuki jenjang sekolah dasar di SDN Kebon Pala 02 Pagi Jakarta selama lima tahun kemudian dilanjutkan di SDN Cisalak 2 dan lulus pada tahun 1997. Pada tahun 2000, penulis menyelesaikan pendidikan di SLTPN 2 Cimanggis dan pendidikan lanjutan menengah keatas diselesaikan pada tahun 2003 di SMUN 98 Jakarta dengan masuk dalam program IPA. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

Selama mengikuti pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif di berbagai kegiatan pelatihan dan seminar yang diadakan baik di dalam kampus maupun di luar kampus. Penulis juga mendapatkan beasiswa dari yayasan Supersemar.


(18)

vi DAFTAR ISI

Halaman ABSTRAK

RIWAYAT HIDUP ……… iii

KATA PENGANTAR ……… iv

DAFTAR ISI ……….. vi

DAFTAR TABEL ……….. viii

DAFTAR GAMBAR ………. x

DAFTAR LAMPIRAN ………. xi

I. PENDAHULUAN………... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Perumusan Masalah... 3

1.3. Tujuan Penelitian... 4

1.4. Manfaat Penelitian... 5

1.5. Ruang Lingkup Penelitian... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA……….. 6

2.1. Usaha Kecil Menengah……….... 6

2.1.1. Definisi Usaha Kecil Menengah (UKM)... 6

2.1.2. Peranan UKM dalam Perekonomian... 9

2.1.3. Permasalahan UKM... 10

2.2. Konsep dan Pengertian Biaya... 12

2.3. Klasifikasi Biaya... 14

2.4. Harga Pokok Produksi dan Fungsinya... 18

2.5. Metode Penetapan Harga Pokok Produksi... 19

2.6. Pengertian Activity Based Costing(ABC)……… 21

2.7. Manfaat dan Keterbatasan Metode ABC... 23

2.8. Perbedaan Metode ABC dengan Metode Konvensional………. 24

2.9. Hasil Penelitian Terdahulu………... 25

III. METODOLOGI PENELITIAN……….... 28

3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian... 28

3.2. Metode Penelitian... 30

3.2.1. Lokasi dan Waktu Penelitian………... 30

3.2.2. Jenis dan Sumber Data... 30

3.2.3. Pengumpulan Data……….... 31

3.2.4. Pengolahan dan Analisis Data... 32

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 35

4.1. Gambaran Umum Perusahaan... 35

4.1.1. Sejarah dan Perkembangan Usaha... 35

4.1.2. Maksud dan Tujuan Pembentukan Usaha... 36

4.1.3. Visi dan Misi Usaha... 37


(19)

vii

4.1.5. Aspek Personalia... 39

4.1.6. Kegiatan Perusahaan... 40

4.2. Identifikasi Proses Produksi Tas Wanita UKM LHBC... 42

4.3. Perhitungan Harga Pokok Produksi Tas Wanita UKM LHBC... 44

4.3.1. Perhitungan Harga Pokok Produksi Tas Wanita dengan Metode Perusahaan... 44

4.3.2. Perhitungan Harga Pokok Produksi Tas Wanita dengan Metode ABC... 46

4.4. Analisis Perbandingan Harga Pokok Produksi Antara Metode Perusahaan dengan Metode ABC... 60

KESIMPULAN DAN SARAN ... 63

1. Kesimpulan ... 63

2. Saran ... 64

DAFTAR PUSTAKA ... 66


(20)

viii

DAFTAR TABEL

No. Halaman 1. Batasan/Kriteria Usaha Kecil………... 8 2. Terbentuknya Biaya dan Urutannya pada Perusahaan Manufaktur…. 14 3. Perbedaan antara Metode ABC dengan Metode Konvensional……... 25 4. Jenis dan Sumber Data………. 30 5. Pembagian Kerja Pekerja UKM LHBC... 40 6. Daftar Mesin dan Peralatan Produksi UKM LHBC... 41 7. Perhitungan Harga Pokok Produksi Tas Wanita Model 876 A

dengan Metode Perusahaan... 45 8. Perhitungan Harga Pokok Produksi Tas Wanita Model 858 dengan

Metode Perusahaan…...………... 46 9. Penggunaan Biaya Bahan Baku pada UKM LHBC Bulan Mei

hingga Oktober Tahun 2006 (Rupiah)…….……… 47 10. Biaya Tenaga Kerja Langsung pada UKM LHBC Bulan Mei hingga

Oktober Tahun 2006 (Rupiah).……… 48

11. Ikhtisar Aktivitas……….. 48

12. Biaya Penggunaan Bahan Penolong pada UKM LHBC Bulan Mei

hingga Oktober Tahun 2006………. 49 13. Rincian Biaya Listrik pada UKM LHBC Bulan Mei hingga Oktober

Tahun 2006 ……….. 50

14. Biaya Pemeliharaan Mesin dan Kendaraan pada UKM LHBC Bulan Mei hingga Oktober Tahun 2006………. 51 15. Total Biaya Penyusutan Mesin dan Peralatan pada UKM LHBC

Tahun 2006... 52 16. Biaya Penyusutan Kendaraan pada UKM LHBC Tahun 2006…….. 52 17. Jumlah Produksi Tas Wanita pada UKM LHBC Bulan Mei hingga

Oktober Tahun 2006………... 53 18. Konsumsi Pemacu Biaya Jam Peralatan pada UKM LHBC Bulan

Mei hingga Oktober Tahun 2006...……….. 54 19. Konsumsi Pemacu Biaya Kilowatt Hour pada UKM LHBC Bulan

Mei hingga Oktober Tahun 2006………...……….. 54 20. Jumlah Kali Pembelian Bahan Bulan Mei hingga Oktober Tahun


(21)

ix

No. Halaman 21. Penggunaan Sumber Daya Tidak Langsung yang timbul pada

Produksi Tas Wanita UKM LHBC Bulan Mei hingga Oktober

Tahun 2006……… 55

22. Pengelompokkan dan Pembebanan Biaya Overhead Pabrik Berdasar Pemacu Biaya Unit yang diproduksi……… 56 23. Pengelompokkan dan Pembebanan Biaya Overhead Pabrik Berdasar

Pemacu Biaya Jam Peralatan (JP).……… 57 24. Pengelompokkan dan Pembebanan Biaya Overhead Pabrik Berdasar

Pemacu Biaya Kilowatt Hour (Kwh)……… 57 25. Pengelompokkan dan Pembebanan Biaya Overhead Pabrik Berdasar

Pemacu Biaya Jumlah Kali Pembelian Bahan……… 57 26. Perhitungan Tarif Kelompok Biaya Overhead Pabrik UKM LHBC

selama Bulan Mei hingga Oktober 2006……….. 58 27. Perhitungan Alokasi Biaya Overhead Pabrik pada Masing-Masing

Model Tas Wanita... 59 28. Perhitungan Harga Pokok Produksi per Unit (Rp/unit) dengan

Metode ABC……… 59

29. Perbandingan Harga Pokok Produksi Menurut Metode Perusahaan dengan Metode ABC (Rupiah/unit)………. 61


(22)

x

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman 1. ABC: Pembebanan Dua Tahap………... 22 2. Diagram Aliran Kerangka Pemikiran………... 29 3. Struktur Organisasi UKM LHBC... 38


(23)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman 1. Tanda Daftar Industri UKM Lifera Hand Bag Collection………… 69 2. Jumlah Unit Usaha Kecil, Menengah dan Besar

menurut Sektor Ekonomi Tahun 2004-2005………. 70 3. Jumlah Penyerapan Tenaga Kerja Usaha Kecil, Menengah dan

Besar menurut Sektor Ekonomi Tahun 2004-2005………... 71 4. Daftar Pertanyaan Wawancara Penelitian………. 72


(24)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam pembangunan ekonomi di Indonesia, peranan usaha kecil menengah (UKM) sering dikaitkan dengan upaya-upaya pemerintah untuk mengurangi pengangguran, mengentaskan kemiskinan dan pemerataan pendapatan. Bagi sistem perekonomian, peranan usaha kecil dan menengah dalam mengentaskan pengangguran sangat membantu pelaksanaan pembangunan dari sistem perekonomian nasional karena berperan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi melalui misi penyediaan lapangan kerja, peningkatan pendapatan masyarakat dan ikut berperan dalam meningkatkan perolehan devisa serta memperkokoh struktur industri nasional. Oleh sebab itu, kebijakan pengembangan UKM di Indonesia sering dianggap secara tidak langsung sebagai kebijakan penciptaan kesempatan kerja atau kebijakan anti-kemiskinan atau kebijakan redistribusi pendapatan.

Pada masa krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia sejak tahun 1997, sebagian besar UKM tetap bertahan bahkan cenderung mengalami peningkatan dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 3% dari tahun 1998 hingga tahun 2000. Data Menteri Negara Koperasi dan Pengusaha Kecil dan Menengah (Menekop & PKM) menunjukkan bahwa terdapat sekitar 39.040.135 unit UKM pada tahun 2000 (Tambunan, 2002). Perkembangan dan pertumbuhan UKM begitu pesat. Berdasarkan data dari Departemen Koperasi, jumlah unit UKM menurut sektor ekonomi sebanyak 43.707.412 unit pada tahun 2004 dan jumlah tersebut mengalami peningkatan menjadi 44.689.588 unit pada tahun 2005. Dalam hal penyerapan tenaga kerja oleh UKM juga mengalami peningkatan yaitu sebesar 75.490.523 orang pada tahun 2004 meningkat menjadi 77.678.498 orang pada tahun 2005.

Kegiatan UKM meliputi berbagai sektor ekonomi, salah satunya adalah sektor industri pengolahan. Dari data dapat diketahui bahwa jumlah UKM sektor industri pengolahan untuk wilayah Kabupaten Bogor mengalami peningkatan yaitu pada tahun 2004 berjumlah 2.180 unit meningkat menjadi 2.321 unit pada tahun 2005 (Depperin, 2006). Salah satu


(25)

2

subsektor dari industri pengolahan adalah industri kulit. Jumlah perusahaan dalam industri tersebut mencapai 146 unit hingga tahun 2005.

Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa walaupun peranan UKM sebagai penyedia lapangan pekerjaan, penyerap tenaga kerja dan peningkatan pendapatan perorangan namun usaha kecil dan menengah tidak terlepas dari persaingan dunia usaha yang semakin pesat. Hal tersebut merupakan akibat dari adanya globalisasi dimana semakin terbukanya pasar di dalam negeri sehingga semakin banyak barang dan jasa yang masuk dari luar. Persaingan usaha tidak hanya dari produk luar tetapi juga dari produk dalam negeri sendiri. Selain itu, sebagian besar UKM juga memiliki kendala dalam hal keuangan, salah satunya adalah perhitungan harga pokok produksi. Para pelaku usaha biasanya tidak melakukan perhitungan harga pokok produksi yang terinci.

Kecamatan Ciampea dikenal sebagai sentra industri kerajinan tas kulit di Kabupaten Bogor. Sebagian besar masyarakatnya berprofesi sebagai pengrajin tas. Sampai tahun 2005, jumlah industri kerajinan tas di wilayah tersebut berjumlah 53 unit. Hal tersebut mengimplikasikan bahwa persaingan usaha semakin pesat. Kondisi tersebut menuntut setiap pelaku usaha untuk dapat melakukan efisiensi biaya produksi dimana biaya produksi merupakan dasar bagi penetapan harga jual. Melalui efisiensi biaya produksi, pelaku usaha akan dapat mengendalikan biaya produksi sehingga harga jual yang ditetapkan dapat bersaing dengan produk sejenis di pasaran. Efisiensi biaya produksi dapat dilakukan dengan cara perhitungan harga pokok produksi yang tepat. Dengan demikian, sudah seharusnya setiap pelaku usaha memperhatikan perhitungan harga pokok produksinya. Untuk mengendalikannya diperlukan peremajaan bagi sistem perhitungan harga pokok produksi dimana sistem tersebut harus mampu merefleksikan konsumsi sumber daya dalam aktivitas produksinya sehingga sistem perhitungan biaya produksi menjadi lebih akurat dan lebih sesuai dengan kenyataan yang terjadi di lapangan. Sistem ini dikenal dengan nama Activity Based Costing System (ABC System). Informasi harga pokok produksi yang dihasilkan tersebut dapat dijadikan dasar pengambilan tindakan perbaikan


(26)

3

yang diperlukan sehingga para pelaku usaha dapat menetapkan harga jual yang lebih kompetitif.

1.2. Perumusan Masalah

Biaya overhead pabrik merupakan salah satu komponen biaya yang akan selalu muncul dalam kegiatan produksi suatu perusahaan karena macamnya yang banyak dan jumlahnya yang cukup besar. Hal tersebut menyebabkan biaya overhead pabrik akan berpengaruh terhadap penetapan harga pokok produksi yang pada akhirnya akan berpengaruh pada laba yang akan diperoleh perusahaan. Informasi mengenai harga pokok produksi ini akan menjadi sangat penting bagi perusahaan sebagai sarana pengendalian biaya produksi untuk tujuan efisiensi biaya. Untuk menghasilkan perhitungan harga pokok produksi yang tepat maka perlu didukung oleh informasi akuntansi yang baik. Keandalan informasi yang dihasilkan ditentukan oleh sistem akuntansi biaya yang tepat dan mencerminkan keadaan yang sesungguhnya. Informasi tersebut dapat digunakan untuk melakukan pengendalian terhadap biaya tidak langsung (biaya overhead pabrik) agar tercipta suatu harga pokok produk yang akurat sebagai dasar pengambilan tindakan perbaikan yang diperlukan sehingga para pelaku usaha menjadi lebih kompetitif dalam menjalankan usahanya.

Alokasi dengan basis aktivitas (activity based costing) mempunyai informasi yang akurat pada penentuan konsumsi aktivitas yang berhubungan dengan penggunaan sumber daya dalam penanganan produk yang sesungguhnya. Dengan basis aktivitas, perusahaan lebih mampu mengendalikan kegiatan produksi dengan penekanan hanya pada aktivitas yang berhubungan dengan proses penciptaan nilai tambah dan konsumen tidak perlu dibebani dengan aktivitas yang sesungguhnya kurang diperlukan.

Lifera Hand Bag Collection (LHBC) merupakan usaha kecil menengah yang bergerak di bidang usaha kerajinan tas kulit. Dalam menghasilkan produk yang ditujukan untuk konsumen, LHBC melakukan proses produksi berdasarkan pesanan dan proses. Berdasarkan studi yang telah dilakukan, LHBC belum memperhatikan perhitungan harga pokok produksi sebagai dasar bagi penetapan harga jualnya. Penetapan harga jual


(27)

4

yang ditetapkan belum mencerminkan berapa besar biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan produk karena unsur biaya overhead pabrik tidak secara rinci diperhitungkan dalam perhitungan harga pokok produksi. Penerapan sistem perhitungan harga pokok tersebut akan menghasilkan informasi biaya yang tidak mampu menggambarkan konsumsi sumber daya dalam proses produksi. Dengan demikian, perhitungan harga pokok produksi yang dilakukan secara tepat dan teliti mutlak diperlukan. Oleh karena itu, penulis mencoba menerapkan sistem perhitungan harga pokok produksi dengan menggunakan metode ABC untuk menghasilkan perhitungan biaya yang lebih akurat sehingga perusahaan dapat menetapkan harga jual yang tepat dan menjadi lebih kompetitif dalam menjalankan usahanya.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan-permasalahan yang akan diteliti antara lain:

1. Bagaimana pengalokasian dan perhitungan harga pokok produksi berdasarkan metode perhitungan harga pokok produksi yang selama ini dilakukan oleh LHBC ?

2. Bagaimana pengalokasian dan perhitungan harga pokok produksi dengan menggunakan Activity Based Costing System pada LHBC ?

3. Bagaimana pengaruh dari kedua metode tersebut terhadap perhitungan harga pokok produksi ?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis bagaimana pengalokasian dan perhitungan harga pokok produksi berdasarkan metode perhitungan harga pokok produksi yang selama ini dilakukan oleh LHBC.

2. Menganalisis bagaimana pengalokasian dan perhitungan harga pokok produksi dengan menggunakan Activity Based Costing System pada LHBC.

3. Mengetahui bagaimana pengaruh dari kedua metode tersebut terhadap perhitungan harga pokok produksi.


(28)

5

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan bagi berbagai pihak yang memerlukannya, diantaranya adalah: 1. Bagi perusahaan, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai

bahan pertimbangan dalam menetapkan harga jual yang tepat dengan mengetahui biaya yang akurat melalui perhitungan harga pokok produksi yang sesuai.

2. Bagi penulis sendiri, penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan dan memberikan gambaran nyata dari aplikasi ilmu yang telah diperoleh selama perkuliahan.

3. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan mengenai pengalokasian biaya overhead dalam kaitannya terhadap perhitungan harga pokok produksi dan sebagai rujukan bagi penelitian selanjutnya.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini berfokus pada kegiatan produksi tas wanita yang dilakukan oleh LHBC, Bogor. Selanjutnya akan dilakukan pembahasan mengenai perhitungan terhadap harga pokok produksi tas wanita menurut metode perhitungan harga pokok produksi yang selama ini dilakukan perusahaan dan metode Activity Based Costing. Penelitian ini hanya membahas harga pokok proses, tidak membahas harga pokok pesanan sehingga untuk produk tas yang diproduksi berdasarkan pesanan tidak diteliti dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini, penulis membatasi penelitian pada jenis tas wanita yang di produksi oleh perusahaan pada tahun 2006 dan model tas wanita yang paling banyak diminati oleh konsumen yakni model 876 A dan model 858.


(29)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Usaha Kecil Menengah

2.1.1. Definisi Usaha Kecil Menengah (UKM)

Partomo dan Soejoedono (2004) menyatakan bahwa definisi usaha kecil menengah tidak selalu sama, tergantung pada konsep yang digunakan oleh masing-masing negara. Dalam setiap definisi tersebut mencakup sedikitnya dua aspek yaitu aspek penyerapan tenaga kerja dan aspek pengelompokkan perusahaan ditinjau dari jumlah tenaga kerja yang diserap dalam gugusan/kelompok perusahaan tersebut.

Pengertian usaha kecil menurut Keputusan Presiden RI No.99 tahun 1998 yaitu kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha yang secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat. Usaha kecil menurut Undang-Undang RI No. 9 tahun 1995 adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh perseorangan atau rumah tangga maupun suatu badan, bertujuan untuk memproduksi barang ataupun jasa untuk diperniagakan secara komersial, yang mempunyai kekayaan bersih paling banyak Rp 200 juta, dan mempunyai nilai penjualan per tahun sebesar Rp 1 milyar atau kurang.

Partomo dan Soejoedono (2004) menyatakan bahwa INPRES No.10 tahun 1999 mendefinisikan usaha menengah adalah unit kegiatan yang memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp 200 juta sampai maksimal Rp 10 milyar (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha).

Mengacu pada UU No. 9 tahun 1995, kriteria usaha kecil adalah sebagai berikut:

1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.


(30)

7

3. Milik warga Indonesia.

4. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang tidak dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau usaha besar.

5. Berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi.

Sedangkan untuk kriteria usaha menengah adalah sebagai berikut:

1. Untuk sektor industri, memiliki total aset paling banyak Rp 5 milyar.

2. Untuk sektor non industri, memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 600 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha dan memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 3 milyar.

Sesuai dengan pasal 5 UU RI No. 5 Tahun 1984, pemerintah menetapkan batasan usaha kecil adalah sebagai berikut:

a. Bidang usaha industri yang termasuk dalam kelompok industri kecil yaitu termasuk industri yang menggunakan keterampilan tradisional dan industri penghasil benda seni, yang dapat diusahakan oleh warga negara Republik Indonesia.

b. Kegiatan industri kecil yang dilakukan oleh masyarakat dari golongan ekonomi lemah.

Batasan/kriteria usaha kecil menurut beberapa organisasi dapat di lihat pada Tabel 1.


(31)

8

Tabel 1. Batasan/Kriteria Usaha Kecil

Organisasi Jenis Usaha Keterangan kriteria

Undang-Undang No.9/1995 tentang usaha kecil

Usaha Kecil a. Aset ≤ Rp 200 juta di luar tanah dan bangunan. b. Omset tahunan ≤ Rp 1

milyar.

c. Dimiliki oleh orang Indonesia.

d. Independen, tidak terafiliasi dengan usaha menengah-besar. e. Boleh berbadan hukum,

boleh tidak.

Usaha Mikro Pekerja < 5 orang termasuk tenaga keluarga yang tidak dibayar.

Usaha Kecil Pekerja 5 – 9 orang

Badan Pusat Statistik

Usaha Menengah Pekerja 20 – 99 orang Usaha Kecil (UU

No.9/1995)

a. Aset ≤ Rp 200 juta di luar tanah dan bangunan. b. Omset tahunan ≤ Rp 1

milyar. Menneg Koperasi

& PKM

Usaha Menengah (Inpres No.10/1999)

Aset Rp 200 juta sampai Rp 10 milyar.

Bank Indonesia Usaha Mikro (SK Dir.BI No.31/24/KEP/DIR tgl 5 Mei 1998

Usaha yang dilakukan oleh masyarakat miskin atau mendekati miskin. a. Dimiliki oleh keluarga

sumber daya lokal dan teknologi sederhana. b. Lapangan usaha mudah

untuk keluar dan masuk.

Usaha Kecil (UU

No.9/1995)

a. Aset ≤ Rp 200 juta di luar tanah dan bangunan. b. Omset tahunan ≤ Rp 1

milyar. Usaha Menengah (SK

Dir.BI No.30/45/Dir/UK tgl 5 Januari 1997)

a. Aset ≤ Rp 5 milyar untuk sektor industri.

b. Aset ≤ Rp 600 juta diluar tanah dan bangunan untuk sektor non industri manufaktur.

c. Omset tahunan < Rp 3 milyar.

Bank Dunia Usaha Mikro

Kecil-Menengah

a. Pekerja < 20 orang. b. Pekerja 20 – 150 orang. c. Aset ≤ US$ 500 ribu di luar tanah dan bangunan. Sumber : www.menlh.go.id/usaha-kecil/index-view.php?sub=4


(32)

9

Menurut Partomo dan Soejoedono (2004), kriteria UKM secara umum memiliki ciri-ciri yang pada dasarnya sama yaitu sebagai berikut:

a. Struktur organisasi yang sangat sederhana. b. Tanpa staf yang berlebihan.

c. Pembagian kerja yang “kendur”.

d. Memiliki hierarki manajerial yang pendek

e. Aktivitas formal memiliki proporsi yang kecil dan sedikit menggunakan proses perencanaan.

f. Kurang membedakan aset pribadi dari aset perusahaan. 2.1.2. Peranan UKM dalam perekonomian

Usaha Kecil Menengah menjalankan peran yang sangat strategis dalam ekonomi nasional (Iwantono, 2006) diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Dengan jumlahnya yang sangat besar, UKM menjadi tulang punggung perekonomian. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS, angka proyeksi) pada tahun 2001 terdapat 40.197.611 unit usaha dimana 40.137.773 unit atau 99,8% merupakan usaha kecil dan 57.743 unit atau 0,15% adalah usaha menengah, serta 2.095 unit atau 0,05% merupakan usaha besar. Jika usaha kecil ditambah usaha menengah jumlahnya mencapai lebih dari 99,9% dari total usaha maka jumlah yang sangat besar tersebut telah menjadikan UKM sebagai pelaku utama dalam ekonomi.

2. Dalam aneka dimensinya, UKM telah menciptakan lapangan kerja yang luas bagi masyarakat. Pada tahun 2001 total tenaga kerja yang diserap sektor usaha adalah 73.645.904 orang dimana 65.246.873 orang atau 88,59% diserap oleh usaha kecil, 7.992.800 orang atau 10,8% diserap oleh usaha menengah, dan 406.231 orang atau 0,55% diserap oleh usaha besar. Secara sektoral, sektor pertanian, perdagangan, hotel, restoran dan industri pengolahan merupakan sektor ekonomi utama penyerap tenaga kerja.


(33)

10

3. Memiliki peran dalam pembentukan produksi nasional. Pada tahun 2000 peranan usaha kecil dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) menurut harga yang berlaku adalah 46,12%, usaha menengah sebesar 17,42% dan usaha besar sebesar 36,46%. Total untuk usaha kecil dan menengah adalah sebesar 63,54% dan sisanya 36,46% adalah usaha besar.

4. Usaha Kecil Menengah adalah pelaku ekonomi utama dalam pelayanan kegiatan ekonomi yang berinteraksi langsung dengan masyarakat lapisan bawah. Interaksi tersebut dicapai baik melalui kegiatan produksi di sektor-sektor yang melibatkan rakyat banyak seperti sektor pertanian, perdagangan, dan industri pengolahan maupun dalam kegiatan distribusi dimana yang bersentuhan langsung dengan konsumen akhir adalah para pedagang eceran kecil.

5. Kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh UKM mempunyai implikasi langsung untuk mengurangi masalah-masalah yang berdimensi sosial dan politik. Hal ini terbukti ketika ekonomi Indonesia dilanda krisis pada tahun 1998, UKM telah memainkan peran kunci dalam kegiatan produksi maupun distribusi yang mempunyai dampak langsung untuk mengurangi masalah-masalah sosial yang memiliki dampak politik.

2.1.3. Permasalahan UKM

Mengacu pada artikel yang dipublikasikan oleh Iwantono (2006), permasalahan yang dihadapi oleh UKM di Indonesia sangat bervariasi namun demikian pada pokoknya dapat dikelompokkan dalam masalah-masalah yang berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut:

1. Akses pasar. Pada umumnya, UKM tidak memiliki pengetahuan yang memadai mengenai pasar. Mereka tidak memahami dan tidak memiliki informasi tentang pasar potensial atas barang dan jasa yang dihasilkan. Selain itu, pelaku UKM juga tidak memahami sifat dan perilaku konsumen pembeli hasil


(34)

11

produksinya dan juga sering gagal bertransaksi dalam kegiatan ekspor karena tidak terbiasa dengan praktek-praktek bisnis internasional.

2. Kelemahan dalam pendanaan dan akses pada sumber

pembiayaan. Hal ini dikarenakan oleh adanya keterbatasan UKM dalam penyediaan dukungan keuangan yang bersumber dari internal usaha. Selain itu, sumber-sumber keuangan eksternal baik yang berasal dari lembaga keuangan bank maupun lembaga keuangan non bank masih belum sepenuhnya berpihak pada UKM. Ketersediaan dana melalui berbagai kredit masih terbatas, prosedur perolehan yang rumit dan persyaratan yang cukup membebani seperti persyaratan aministratif dan jaminan.

3. Kelemahan dalam organisasi dan manajemen. Dalam hal ini, sumber daya manusia yang dimiliki UKM sebagian besar memiliki latar belakang pendidikan rendah, tidak memiliki keterampilan manajemen dan bisnis yang memadai. Hal tersebut mengakibatkan para pelaku UKM akan mengalami kesulitan untuk berinteraksi dan bersaing dengan pelaku bisnis lainnya yang memiliki keterampilan manajemen modern.

4. Kelemahan dalam kapasitas dan penguasaan teknologi. Dalam hal ini, para pelaku UKM mengalami kesulitan dalam menghasilkan produk yang selalu dapat mengikuti perubahan permintaan pasar sehingga barang-barang yang dihasilkan umumnya konvensional, kurang mengikuti perubahan model, desain baru, pengembangan produk dan bahkan mereka tidak menyadari pentingnya mempertahankan hak paten.

5. Kelemahan dalam membangun jaringan usaha. Networking atau jaringan bisnis merupakan unsur baru keunggulan bersaing dan penetrasi pasar. Kualitas SDM yang masih rendah dalam penguasaan teknologi informasi mengakibatkan UKM pada umumnya belum mampu membangun jaringan bisnis dan memanfaatkan kemajuan dalam teknologi informasi. Cara-cara


(35)

12

pemasaran maupun pengadaan bahan baku masih terbatas pada cara-cara konvensional menyebabkan mereka tidak mampu memanfaatkan potensi pasar melalui pengembangan jaringan usaha.

2.2. Konsep dan Pengertian Biaya

Tujuan didirikannya suatu usaha adalah untuk mendapatkan keuntungan disamping mempunyai tujuan lain yang bersifat sosial seperti memberikan kesempatan kerja atau memenuhi suatu kebutuhan tertentu. Dalam penetapan keuntungan yang diperoleh selama jangka waktu tertentu, maka manajemen perlu mengetahui berapa hasil yang diperoleh dari penjualan produksi tersebut dan biaya-biaya yang harus diperhitungkan dalam rangka penjualan produksi yang dimaksud. Dengan demikian sebagai suatu sistem yang melakukan proses mengubah suatu masukan menjadi keluaran tertentu berupa produk (barang atau jasa), baik perusahaan yang bertujuan mencari laba maupun perusahaan nirlaba harus dapat mengolah masukan berupa sumber ekonomi secara maksimal agar menghasilkan suatu keluaran berupa sumber ekonomi yang lain yang nilainya harus lebih tinggi dari nilai masukannya. Sehingga perusahaan akan memiliki kemampuan untuk berkembang dan mempertahankan eksistensinya. Alat yang dapat digunakan dalam perhitungan nilai masukan yang dikorbankan tersebut adalah data biaya.

Dengan demikian, informasi mengenai biaya menjadi sangat penting bagi perusahaan karena biaya merupakan refleksi kemampuan suatu perusahaan dalam mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Saat ini, setiap perusahaan dituntut untuk mampu menentukan true cost untuk setiap aktivitasnya sebagai prasyarat agar dapat menentukan nilai atau manfaat dari suatu kapabilitas usaha (Witjaksono, 2006).

Rony (1990) mendefinisikan biaya sebagai pengorbanan yang dilakukan untuk memperoleh suatu barang ataupun jasa yang diukur dengan nilai uang, baik itu pengeluaran berupa uang, melalui tukar menukar ataupun melalui pemberian jasa. Sedangkan menurut Hansen dan Mowen (2006)


(36)

13

biaya merupakan uang atau nilai setara uang (cash equivalent) yang dikorbankan untuk barang dan jasa yang diharapkan memberikan keuntungan sekarang atau yang akan datang bagi perusahaan.

Mulyadi (1999) mengungkapkan bahwa biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa definisi biaya mengandung empat unsur pokok, yaitu:

1. Biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi. 2. Diukur dalam satuan uang.

3. Yang telah terjadi atau yang secara potensial akan terjadi 4. Pengorbanan tersebut untuk tujuan tertentu.

Jadi, biaya merupakan dasar dalam penentuan harga jual sebab suatu tingkat harga yang tidak dapat menutup biaya akan mengakibatkan kerugian. Sebaliknya apabila suatu tingkat harga melebihi semua biaya, baik biaya produksi, biaya operasi, maupun biaya non operasi akan menghasilkan keuntungan.

Kuswadi (2005) menjelaskan bahwa besarnya biaya yang dikorbankan akan mempengaruhi perhitungan laba rugi suatu perusahaan. Sehingga harus diketahui berapa total biaya yang terbentuk guna menentukan harga jual produk yang bersangkutan. Terbentuknya total biaya dan urutannya dapat dilihat pada Tabel 2.


(37)

14

Tabel 2. Terbentuknya Biaya dan Urutannya pada Perusahaan Manufaktur

Jenis Biaya Keterangan

Biaya bahan baku (bahan baku dan bahan penolong)

+

Biaya buruh langsung

Biaya primer (prime cost) Biaya primer

+

Biya tak langsung pabrik (overhead pabrik)

Harga pokok produksi

Harga pokok produksi +

Biaya distribusi + Biaya penjualan

+

Biaya umum & administrasi +

Biaya pinjaman

Biaya total =

Biaya primer + biaya overhead pabrik + biaya distribusi + biaya penjualan + Biaya umum & administrasi + biaya pinjaman

(beban bunga)

Sumber: Kuswadi, 2005

Dengan adanya informasi biaya memungkinkan manajemen untuk melakukan pengelolaan alokasi berbagai sumber ekonomi untuk menjamin dihasilkannya keluaran yang memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai masukan yang dikorbankan.

2.3. Klasifikasi Biaya

Garrison dalam Ivana (2004) mengungkapkan bahwa biaya berkaitan dengan semua tipe organisasi, non bisnis, manufaktur, eceran dan jasa. Sebagian besar perusahaan manufaktur membagi biaya ke dalam dua kategori yaitu biaya produksi dan biaya non produksi.

a. Biaya Produksi

Sebagian besar perusahaan manufaktur membagi biaya produksi ke dalam tiga kategori antara lain:

1. Bahan Langsung

Bahan yang digunakan untuk menghasilkan produk jadi disebut bahan mentah (raw material). Bahan langsung adalah bahan yang menjadi bagian tak terpisahkan dari produk jadi dan dapat ditelusuri secara fisik dan mudah ke produk tersebut.


(38)

15

2. Tenaga Kerja Langsung

Istilah tenaga kerja langsung digunakan untuk biaya tenaga kerja yang dapat ditelusuri dengan mudah ke produk jadi. Tenaga kerja langsung biasanya disebut juga touch labor karena tenaga kerja langsung melakukan kerja tangan atas produk pada saat produksi. 3. Biaya Overhead Pabrik

Biaya overhead merupakan elemen ketiga biaya manufaktur termasuk seluruh biaya manufaktur yang tidak termasuk dalam bahan langsung dan tenaga kerja langsung. Biaya overhead pabrik meliputi bahan tidak langsung, tenaga kerja tidak langsung, pemeliharaan dan perbaikan peralatan produksi, listrik, penerangan, pajak properti, penyusutan, asuransi fasilitas-fasilitas produksi.

b. Biaya Non produksi (biaya periodik)

Pada umumnya biaya non produksi dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Biaya Penjualan dan Pemasaran

Biaya penjualan dan pemasaran adalah biaya yang diperlukan untuk memenuhi pesanan konsumen dan memperoleh produk atau jasa untuk disampaikan kepada konsumen. Biaya-biaya tersebut meliputi pengiklanan, pengiriman, perjalanan dalam rangka penjualan, komisi penjualan, biaya gudang produk jadi.

2. Biaya Administrasi

Biaya administrasi terkait dengan biaya-biaya manajemen umum organisasi seperti kompensasi eksekutif, akuntansi umum, sekretariat, public relation, dan biaya sejenis yang terkait dengan administrasi umum organisasi secara keseluruhan.

Selain itu, Mulyadi (1999) mengklasifikasikan biaya berdasarkan:

1. Objek Pengeluaran

Objek pengeluaran merupakan penjelasan singkat objek suatu pengeluaran. Dalam hal ini, nama objek pengeluaran merupakan dasar penggolongan. Jika digolongkan atas dasar objek pengeluaran, biaya untuk mengolah bahan baku menjadi produk dapat dibagi


(39)

16

menjadi tiga golongan besar yaitu biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya overhead pabrik.

2. Fungsi Pokok dalam Perusahaan

Menurut fungsi pokok dalam perusahaan manufaktur, biaya dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu :

a. Biaya produksi

Biaya produksi merupakan biaya-biaya yang terjadi dalam hubungannya dengan proses pengolahan bahan baku menjadi produk jadi, meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik.

b. Biaya pemasaran

Biaya pemasaran merupakan biaya-biaya yang terjadi untuk melaksanakan kegiatan pemasaran produk yang meliputi biaya iklan, biaya promosi, biaya angkutan dari gudang perusahaan ke gudang pembeli dan biaya sampel (contoh).

c. Biaya administrasi dan umum

Biaya administrasi dan umum merupakan biaya-biaya untuk mengkoordinasi kegiatan produksi dan pemasaran produk. Biaya administrasi terjadi dalam hubungannya dengan penyusunan kebijaksanaan dan pengarahan perusahaan secara keseluruhan. Biaya-biaya tersebut seperti biaya gaji karyawan bagian akuntansi, bagian personalia dan hubungan masyarakat.

3. Hubungan biaya dengan sesuatu yang dibiayai

Sesuatu yang dibiayai dapat berupa produk atau depertemen. Dalam hubungannya dengan sesuatu yang dibiayai, biaya dapat diklasifikasikan menjadi dua golongan yaitu:

a. Biaya langsung

Biaya langsung merupakan biaya yang terjadi, yang penyebab satu-satunya adalah karena adanya sesuatu yang dibiayai. Biaya ini dapat dengan mudah diidentifikasi dengan produk tertentu seperti biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung.


(40)

17

b. Biaya tidak langsung

Biaya tidak langsung adalah biaya yang terjadi tidak hanya disebabkan oleh sesuatu yang dibiayai. Biaya ini tidak mudah diidentifikasi dengan produk tertentu dan biasanya biaya ini dinikmati oleh departemen-departemen lain dalam perusahaan seperti listrik.

4. Perilakunya dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan Dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan, biaya dapat digolongkan menjadi empat yaitu:

a. Biaya variabel

Biaya variabel merupakan biaya yang jumlah totalnya berubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan seperti biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung.

b. Biaya semivariabel

Biaya semivariabel adalah biaya yang berubah tidak sebanding dengan perubahan volume kegiatan dan mengandung unsur biaya tetap dan unsur biaya variabel.

c. Biaya semifixed

Biaya semifixed adalah biaya yang tetap untuk tingkat volume kegiatan tertentu dan berubah dengan jumlah yang konstan pada volume produksi tertentu.

d. Biaya tetap

Biaya tetap adalah biaya yang jumlah totalnya tetap dalam kisaran volume kegiatan tertentu seperti gaji direktur produksi. 5. Jangka waktu manfaatnya

Atas dasar jangka waktu manfaatnya, biaya dapat dibagi menjadi dua yaitu:

a. Pengeluaran modal yaitu biaya yang mempunyai manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Pada saat terjadinya, biaya ini dibebankan sebagai harga pokok aktiva dan dibebankan dalam tahun-tahun yang menikmati manfaatnya dengan cara


(41)

18

didepresiasi, diamortisasi atau dideplesi. Contoh pengeluaran modal adalah pengeluaran untuk pembelian aktiva tetap.

b. Pengeluaran pendapatan yaitu biaya yang hanya mempunyai manfaat dalam periode akuntansi terjadinya pengeluaran tersebut. Pada saat terjadinya, pengeluaran pendapatan ini dibebankan sebagai biaya dan dipertemukan dengan pendapatan yang diperoleh dari pengeluaran biaya tersebut. Contoh pengeluaran pendapatan adalah biaya iklan.

2.4. Harga Pokok Produksi dan Fungsinya

Manullang dalam Ivana (2004) mendefinisikan harga pokok sebagai jumlah biaya yang seharusnya untuk memproduksi suatu barang ditambah biaya seharusnya lainnya hingga barang itu berada di pasar. Jadi perhitungan harga pokok produksi adalah menghitung besarnya biaya atas pemakaian sumber ekonomi dalam memproduksi barang dan jasa. Tujuan dilakukannya perhitungan harga pokok adalah sebagai berikut:

1. Untuk menentukan harga jual.

2. Untuk menetapkan efisien tidaknya suatu perusahaan. 3. Untuk menentukan kebijakan dalam penjualan.

4. Sebagai pedoman dalam pembelian alat-alat perlengkapan baru. 5. Untuk perhitungan neraca.

Penentuan harga pokok produk yang benar sangat penting bagi perusahaan dalam menjalankan usahanya. Penetapan produk yang tidak benar akan menyebabkan kegagalan perusahaan dalam bidang usahanya. Terdapat dua kemungkinan yang akan ditemui apabila perusahaan tidak teliti dalam melakukan perhitungan harga pokok yaitu:

1. Harga yang diperhitungkan terlalu tinggi

Perusahaan yang tidak teliti dalam menghitung harga pokok sehingga harga pokok menjadi terlalu tinggi akan menimbulkan masalah bagi perusahaan, karena harga pokok yang tinggi dapat menyebabkan harga jual produk di pasaran menjadi mahal. Dengan harga yang tinggi tersebut, perusahaan akan sulit dalam memasarkan hasil produksinya dan kalah dalam persaingan bisnis dengan perusahan lain, sebab konsumen


(42)

19

akan lebih memilih produk sama dengan harga yang lebih rendah dan memiliki kualitas yang sama.

2. Harga pokok yang diperhitungkan terlalu rendah

Perusahaan yang tidak teliti dalam menghitung harga pokok produksi yang menyebabkan harga pokok terlalu rendah dapat merugikan perusahaan itu sendiri. Harga pokok yang rendah akan menyebabkan harga jualnya pun menjadi rendah. Di satu sisi produsen dapat menjual produknya dengan cepat karena harga jual yang rendah tetapi di sisi lain hal ini dapat merugikan perusahaan karena pendapatan yang diperoleh tidak dapat menutupi biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi. 2.5. Metode Penetapan Harga Pokok Produksi

Metode penentuan harga pokok produksi adalah cara memperhitungkan unsur-unsur biaya ke dalam harga pokok produksi. Menurut Mulyadi (1999) terdapat dua metode dalam memperhitungkan unsur-unsur biaya ke dalam harga pokok produksi yaitu:

a. Metode Full Costing

Metode full costing merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang memperhitungkan semua unsur biaya produksi ke dalam harga pokok produksi yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik, baik yang berperilaku variabel maupun tetap ditambah dengan biaya non produksi (biaya pemasaran, biaya administrasi dan umum).

b. Metode Variable Costing

Metode variable costing merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang hanya memperhitungkan biaya produksi yang berperilaku variabel dalam harga pokok produksi yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik variabel ditambah dengan biaya non produksi variabel (biaya pemasaran variabel, biaya administrasi dan umum variabel).


(43)

20

Menurut Horngren (2005), metode harga pokok terdiri dari dua metode yaitu:

1. Volume Based Costing System

Dalam metode ini pola konsumsi input, jumlah overhead serta overhead per unit produk dialokasikan pada masing-masing produk berdasarkan volume dan unit. Alokasi ini kurang mencerminkan biaya aktivitas penanganan produk yang sesungguhnya. Hal ini mengakibatkan produk dalam jumlah besar dialokasikan biaya terlalu besar, dan sebaliknya.

2. Activity Based Costing System

Activity Based Costing System merupakan metode penentuan harga pokok yang menelusuri biaya atas dasar aktivitas dan kemudian ke produknya. Alokasi ini berhubungan dengan konsumsi aktivitas dan penanganan produk sesungguhnya. Konsep seperti ini mendorong adanya golongan aktivitas penambah nilai dan aktivitas bukan penambah nilai, sehingga memungkinkan untuk mengurangi aktivitas bukan penambah nilai bahkan menghilangkannya sama sekali. Metode ini sangat cocok untuk perusahaan yang menghasilkan macam-macam produk.

Mulyadi (1999) mengungkapkan bahwa terdapat dua jenis penentuan harga pokok yang timbul dalam menanggapi bagaimana proses produksi dapat dijalankan yaitu:

1. Penentuan Harga Pokok Proses (process costing)

Pendekatan ini digunakan dalam situasi yang hanya melibatkan satu produk tunggal yang dibuat dalam satu jangka yang lama secara sekaligus. Pendekatan dasarnya adalah pengumpulan biaya dalam suatu operasi atau departemen tertentu selama suatu periode penuh (bulan, kwartal, tahun). Selanjutnya membagi biaya total tersebut oleh jumlah satuan yang diproduksi selama periode yang bersangkutan.


(44)

21

2. Penentuan Harga Pokok Pesanan (Job Order Costing)

Pendekatan ini digunakan pada situasi produksi yang menghasilkan berbagai produk yang berbeda, pesanan berbeda, atau kumpulan produksi yang berbeda setiap periode.

2.6. Pengertian Activity Based Costing (ABC)

Sistem perhitungan biaya berdasarkan aktivitas (Activity Based Costing/ABC) adalah suatu metode untuk mengukur biaya dan kinerja dari kegiatan yang terkait dengan proses dan objek biaya yang membebankan biaya dan aktivitas-aktivitas berdasarkan besarnya pemakaian sumber daya dan membebankan biaya pada objek biaya, seperti produk berdasarkan pemakaian besarnya kegiatan. Metode ini merupakan salah satu cara terbaik untuk memperbaiki sistem perhitungan biaya dengan menekankan pada aktivitas sebagai objek biaya dasar (fundamental). Sistem ABC fokus pada biaya tidak langsung (biaya overhead pabrik) dengan memperbaki cara pengalokasian biaya tidak langsung ke departemen, proses, produk dan objek biaya lainnya. Pada sistem ABC ini diperlukan suatu pengidentifikasian berbagai aktivitas yang menyebabkan timbulnya biaya tidak langsung.

Mulyadi (2001) mengungkapkan bahwa Activity based costing pada dasarnya merupakan metode penetapan harga pokok produk yang ditujukan untuk menyajikan informasi harga pokok produk secara cermat bagi kepentingan manajemen, dengan mengukur secara cermat konsumsi sumber daya dalam setiap aktivitas yang digunakan untuk menghasilkan produk. Untuk mengevaluasi profitabilitas lini produksi, perlu untuk melakukan penelusuran biaya overhead pabrik secara tepat. Meskipun demikian, karena biaya overhead pabrik berhubungan secara tidak langsung dengan produk akhir, maka harus ditemukan dasar yang sesuai untuk membebankan biaya tersebut ke produk individual.

Activity based costing menitikberatkan penetapan harga pokok produk di semua fase pembuatan produk, sejak fase desain dan pengembangan produk sampai dengan penyerahan produk kepada konsumen. Dengan pendekatan activity based costing, aktivitas pembuatan


(45)

22

produk dibagi menjadi tiga fase yaitu fase desain dan pengembangan, fase produksi dan fase dukungan logistik. Jika perusahaan menggunakan pendekatan activity based costing dalam penetapan harga pokok produksinya, full cost of product mencakup total biaya desain dan pengembangan produk (seperti biaya desain, biaya pengujian produk), biaya produksi (facility sustaining activity cost + product sustaining activity cost + batch related activity cost + unit level activity cost) ditambah dengan biaya dukungan logistik (biaya iklan, biaya distribusi, dan biaya garansi produksi) (Mulyadi, 2001).

Dengan mengidentifikasi aktivitas dan biayanya, sistem ABC lebih merinci penggunaan sumber daya dalam organisasi. Sistem ABC merupakan proses pembebanan biaya dua tahap yang menekankan pada penelusuran langsung dan penelusuran penggerak yang menekankan pada hubungan sebab akibat. Pembebanan biaya dilakukan dengan cara menelusuri biaya aktivitas dan kemudian produk (Hansen & Mowen, 2006). Penjelasan mengenai pembebanan dua tahap ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. ABC : Pembebanan Dua Tahap

Kemampuan perusahaan mengelola kegiatan dipengaruhi oleh ketersediaan informasi biaya yang mencerminkan konsumsi sumber daya dalam berbagai aktivitas. Dalam sistem ABC dikenal empat aktivitas yang

Biaya sumber daya

Pembebanan Biaya Penelusuran langsung Penelusuran

langsung

Aktivitas

Pembebanan Biaya Penelusuran


(46)

23

menjadi kategori umum dalam mengidentifikasi dasar alokasi biaya yang merupakan pemacu biaya (cost driver) pada kelompok biaya berdasarkan aktivitas, yaitu:

1. Unit level activity adalah aktivitas yang dilakukan setiap kali suatu unit diproduksi seperti permesinan dan perakitan. Biaya aktivitas tingkat unit bervariasi dengan jumlah unit yang diproduksi.

2. Batch related activity adalah aktivitas yang dilakukan setiap suatu batch (kelompok) produk diproduksi seperti penanganan bahan. Biaya aktivitas tingkat batch bervariasi dengan jumlah batch tetapi tetap terhadap jumlah unit pada setiap batch.

3. Product sustaining activity adalah aktivitas yang dilakukan bila diperlukan untuk mendukung berbagai produk yang diproduksi oleh perusahaan. Aktivitas ini mengkonsumsi input yang mengembangkan produk atau memungkinkan produk diproduksi atau dijual. Aktivitas ini dan biayanya cenderung meningkat sejalan dengan peningkatan jenis produk yang berbeda.

4. Facility sustaining activity adalah aktivitas yang menopang proses umum produksi suatu pabrik. Aktivitas tersebut memberi manfaat bagi organisasi pada beberapa tingkat, tetapi tidak memberikan manfaat untuk setiap produk secara spesifik. Contoh dari aktivitas ini adalah penyusutan.

2.7. Manfaat dan Keterbatasan Metode ABC

Sistem kalkulasi harga pokok ABC memiliki beberapa manfaat, salah satunya adalah untuk membantu mengurangi distorsi yang disebabkan oleh alokasi biaya metode konvensional (full costing dan variable costing). Selain itu, sistem ABC juga memberikan pandangan yang jelas mengenai bagaimana komposisi perbedaan produk, jasa dan aktivitas perusahaan yang memberi kontribusi sampai lini yang paling dasar dalam jangka panjang.

Blocher dalam Ivana (2004) mengemukakan manfaat utama dari sistem ABC adalah sebagai berikut:

1. ABC menyajikan biaya produk yang lebih akurat dan informatif, yang mengarah pada pengukuran profitabilitas yang lebih akurat dan kepada


(47)

24

keputusan strategik yang lebih baik tentang penentuan harga jual, lini produk, pasar dan pengeluaran modal.

2. ABC menyajikan pengukuran yang lebih akurat tentang biaya yang dipicu oleh adanya aktivitas, hal ini dapat membantu manajemen untuk meningkatkan product value dan process value dengan membuat keputusan yang lebih baik tentang desain produk, mengendalikan biaya secara lebih baik dan membantu perkembangan proyek-proyek peningkatan value.

3. ABC memudahkan manajer memberikan informasi tentang biaya relevan untuk pengambilan keputusan bisnis.

Disamping memiliki beberapa manfaat, sistem ABC ini juga memiliki keterbatasan (Blocher dalam Ivana, 2004) yaitu:

1. Alokasi. Bahkan jika data aktivitas tersedia, beberapa biaya mungkin membutuhkan alokasi ke departemen atau produk berdasarkan ukuran volume yang arbitrer sebab secara praktis tidak dapat ditemukan aktivitas yang dapat menyebabkan biaya tersebut.

2. Mengabaikan biaya. Beberapa biaya yang diidentifikasi pada produk tertentu dapat diabaikan dari analisis seperti pemasaran, advertensi, riset dan pengembangan.

3. Pengeluaran dan waktu yang dikonsumsi. Sistem ABC sangat mahal untuk dikembangkan dan diimplementasikan. Disamping itu juga membutuhkan waktu yang banyak.

2.8. Perbedaan Metode ABC dengan Metode Konvensional

Tunggal (1995) menjelaskan beberapa perbedaan antara metode Activity Based Costing (ABC)dengan metode konvensional (full costing dan variable costing). Perbedaan tersebut antara lain:

1. ABC menggunakan aktivitas-aktivitas sebagai pemacu untuk

menentukan berapa besar setiap overhead tidak langsung dari setiap produk mengkonsumsinya. Metode konvensional mengalokasikan biaya overhead secara arbitrer berdasarkan satu atau dua basis alokasi yang non representatif sehingga gagal menyerap konsumsi overhead yang benar menurut produk individual.


(48)

25

2. ABCmembagi konsumsi overhead ke dalam empat kategori yaitu unit, batch, produk dan penopang fasilitas. Sedangkan metode konvensional membagi biaya overhead ke dalam unit. Sebagai akibatnya, ABC mengkalkulasikan konsumsi sumber daya tidak hanya pengeluaran operasional, sehingga ABC lebih berguna untuk pengambilan keputusan bagi manajemen.

3. Fokus ABC adalah biaya, mutu dan faktor waktu. Sedangkan metode konvensional memfokuskan pada kinerja keuangan jangka pendek seperti laba.

4. ABC mempunyai kebutuhan yang jauh lebih kecil untuk analisis varian daripada metode konvensional karena kelompok biaya dan pemacu biaya jauh lebih akurat dan jelas. Hal ini dikarenakan ABC dapat menggunakan biaya historis pada akhir periode untuk menghitung biaya aktual apabila kebutuhan muncul.

Mulyadi (2001) membedakan metode ABC dengan metode konvensional (full costing dan variable costing) berdasarkan lima aspek yaitu tujuan, lingkup, fokus, periode dan teknologi informasi yang digunakan. Perbedaan kedua metode tersebut dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3. Perbedaan antara Metode ABC dengan Metode Konvensional

Metode Konvensional Metode ABC

Tujuan Inventory valuation Product costing

Lingkup Tahap produksi Tahap desain, tahap

produksi dan tahap dukungan logistik

Fokus Biaya bahan baku,

biaya tenaga kerja langsung

Biaya overhead pabrik

Periode Periode akuntansi Daur hidup produk

Teknologi informasi yang digunakan

Metode manual Komputer

telekomunikasi Sumber: Mulyadi, 2001

2.9. Hasil Penelitan Terdahulu

Ivana (2004) meneliti mengenai analisis penetapan harga pokok produksi karkas dengan menggunakan metode Full Costing, Variable Costing, dan Activity Based Costing pada rumah potong ayam (RPA) Asia


(49)

26

Afrika, Bogor, Jawa Barat bertujuan untuk mengidentifikasi kerugian yang dialami RPA Asia Afrika dengan menganalisis biaya produksi untuk menghitung harga pokok produksi. Dari hasil penelitiannya, peneliti mengungkapkan bahwa perhitungan harga pokok produksi karkas dengan metode Full Costing akan menghasilkan harga pokok rata-rata tertinggi dan laba kotor terendah dari ketiga metode yang digunakan sedangkan hasil perhitungan harga pokok produksi dengan metode Variable Costing diperoleh harga pokok rata-rata terendah dan laba kotor tertinggi dari ketiga metode yang digunakan. Harga pokok rata-rata dan laba kotor yang diperoleh dengan menggunakan Activity Based Costing berada diantara metode full costing dan variable. Harga pokok yang diperoleh dengan menggunakan metode ABC akan overcosted untuk produk yang diproduksi dalam jumlah sedikit dan undercosted untuk produk yang di produksi dalam jumlah banyak. Berdasarkan kesimpulan tersebut, peneliti merekomendasikan kepada perusahaan untuk melakukan perhitungan harga pokok produksinya dengan menggunakan metode Variable Costing dan juga mempertimbangkan penggunaan metode ABC sebagai alternatif menghitung harga pokok produksi karena perhitungannya benar-benar mencerminkan konsumsi sumber daya.

Penelitian yang dilakukan oleh Hasibuan (2005) pada Unit Usaha Pakan Ternak yaitu sebuah pabrik pakan skala menengah yang memproduksi tiga jenis konsentrat yang terdiri dari Lactofeed, Matuken Feed dan Matuken-18 yang mengkaji mengenai penetapan harga pokok produksi dengan metode Activity Based Costing (ABC) bertujuan untuk menganalisis apakah proses produksi konsentrat yang dilakukan di KPS-Bogor sudah cukup efisien dengan menganalisis perhitungan harga pokok produksi yang dilakukan menggunakan metode yang selama ini diterapkan perusahaan dengan metode ABC. Dari hasil penelitiannya, peneliti mengungkapkan bahwa untuk konsentrat jenis Lactofeed dan Matuken Feed yang dihasilkan dalam jumlah yang besar (92-97 %), perhitungan harga pokok produksi dengan metode ABC menghasilkan harga pokok yang lebih rendah daripada perhitungan harga pokok konvensional KPS-Bogor dan


(50)

27

untuk jenis Matuken-18 yang diproduksi dalam jumlah yang kecil (3-8 %), perhitungan harga pokok produksi dengan metode ABC menghasilkan harga pokok yang lebih tinggi daripada perhitungan harga pokok konvensional KPS-Bogor. Berdasarkan kesimpulan tersebut, peneliti merekomendasikan kepada manajemen perusahaan agar melakukan perhitungan harga pokok produksinya dengan menggunakan metode ABC. Hal ini dikarenakan metode ABC memberikan informasi yang lebih lengkap dan akurat sehingga manajemen dapat melakukan upaya efisiensi proses produksi.

Penelitian yang dilakukan oleh Haposan (2006) pada PT. Cipta Daya Agri Jaya sebagai perusahaan perkebunan pepaya yang meneliti mengenai perhitungan harga pokok produksi dengan metode ABC bertujuan untuk menganalisis manfaat yang dicapai melalui metode ABC dengan membandingkan hasil perhitungan harga pokok produksi yang menggunakan metode ABC dengan metode perhitungan harga pokok produksi yang selama ini diterapkan perusahaan. Dari hasil penelitiannya, peneliti mengungkapkan bahwa perhitungan harga pokok produksi dengan metode ABC menghasilkan harga pokok produksi tinggi untuk produksi dengan volume yang kecil (overcosted) dan harga pokok produksi yang rendah untuk produk dengan volume produksi yang besar (undercosted). Berdasarkan kesimpulan tersebut, peneliti merekomendasikan kepada manajemen perusahaan agar melakukan perhitungan harga pokok produksinya dengan menggunakan metode ABC. Hal ini dikarenakan metode ABC memberikan informasi yang lebih lengkap dan akurat sehingga manajemen dapat melakukan upaya efisiensi proses produksi.


(51)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian

Pemahaman mengenai biaya sangat penting bagi pihak manajemen perusahaan, karena informasi biaya dapat digunakan untuk menetapkan harga jual. Untuk memperoleh keuntungan yang diharapkan, pihak manajemen harus dapat menetapkan harga jual yang tepat dalam memasarkan produknya. Penetapan harga jual tersebut terkait dengan penetapan harga pokok produksi.

Salah satu cara untuk memperoleh informasi biaya yang akurat adalah dengan melakukan perhitungan harga pokok produksi yang mampu merefleksikan konsumsi sumber daya dalam aktivitas produksinya. Sistem ini dikenal dengan nama Activity Based Costing (ABC).

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis biaya produksi yang dikeluarkan guna menghitung harga pokok produksi tas wanita pada UKM LHBC Bogor. Penetapan harga jual yang ditetapkan belum mencerminkan berapa besar biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan produk karena unsur biaya overhead pabrik tidak secara rinci diperhitungkan dalam perhitungan harga pokok produksi. Harga pokok produksi akan dihitung berdasarkan metode perhitungan harga pokok produksi yang selama ini dilakukan perusahaan, serta perhitungan harga pokok produksi dengan menggunakan metode ABC yang mendistribusikan biaya terhadap semua kegiatan dan aktivitas perusahaan secara terkoordinasi. Perhitungan harga pokok produksi dengan metode ABC dilakukan dengan terlebih dahulu mengetahui tahapan dan aktivitas produksi tas wanita. Dalam penelitian ini, perhitungan harga pokok produksi dengan metode ABC, konsumsi sumber daya hanya dikhususkan pada kegiatan dalam proses produksinya.

Hasil perhitungan dari kedua metode yang digunakan dalam penetapan harga pokok produksi ini akan dibandingkan untuk mengetahui pengaruh dari kedua metode tersebut terhadap perhitungan harga pokok produksi dalam kaitannya untuk mengetahui metode mana yang paling


(52)

29

efektif dan efisien bagi perusahaan. Alur pemikiran penelitian ini secara lebih jelas telah disusun secara sistematis pada Gambar 2.

Gambar 2. Diagram Aliran Kerangka Pemikiran Penetapan Harga Pokok Produksi

yang paling efektif dan efisien untuk perusahaan Analisis perbandingan dan pengaruh kedua metode tersebut

terhadap perhitungan Harga Pokok Produksi Lifera Hand Bag Collection

Identifikasi biaya-biaya produksi

Perhitungan Harga Pokok Produksi Belum memiliki perhitungan biaya

produksi yang akurat

Perhitungan Harga Pokok Produksi dengan metode

perusahaan

Perhitungan Harga Pokok Produksi dengan metode ABC

a. Unit Level Activity b. Batch Level Activity c. Product Sustaining

Activity

d. Facility Sustaining Activity


(1)

65

3.

Jika perusahaan ingin menerapkan metode ABC dalam perhitungan harga

pokok produksinya maka perusahaan perlu melakukan pencatatan aktivitas

produksi dan biaya secara rinci dan terstruktur.

4.

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai harga pokok produksi

untuk model tas atau produk lainnya yang dimiliki perusahaan.


(2)

Dinas Perindag Kabupaten Bogor. 2006. Data Perkembangan Industri Kabupaten

Bogor Tahun 2002 s/d 2006. Bogor.

Hansen, D.R dan M.M Mowen. 2006.

Management Accounting

. Edisi 7. Penerbit

Salemba Empat. Jakarta.

Haposan, E. 2006. Analisis Penetapan Harga Pokok Produksi Pepaya (Carica

papaya) dengan metode

Activity Based Costing

pada PT. Cipta Daya Agri

Jaya di Bogor Jawa Barat. Skripsi pada Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi

Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Hasibuan, G.H. 2005. Kajian Penetapan Harga Pokok Produksi dengan Metode

Activity Based Costing

(Kasus pada Unit Usaha Pakan Ternak, Koperasi

Produksi Susu dan Usaha Peternakan Bogor, Jawa Barat). Skripsi pada

Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian,

Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Horngren, C.T, S.M. Datar dan G. Foster. 2005. Akuntansi Biaya (Pendekatan

Manajerial). Edisi Kesebelas. PT. Indeks. Jakarta

Ivana, E. 2004. Analisis Penentuan Harga Pokok Produksi Karkas dengan

menggunakan metode

Full

Costing,

Variable Costing

dan

Activity Based

Costing

(Studi Kasus Rumah Potong Ayam (RPA) Asia Afrika, Bogor,

Jawa Barat). Skripsi pada Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian,

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Iwantono, S. 2006. Pemikiran Tentang Arah Kebijakan Pemerintah dalam

Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah.

http://www.smecda.com/deputi7/file_infokop/Sutrisno%20Iwantono.htm

.

[08 Maret 2007].

Kuswadi. 2005. Meningkatkan Laba Melalui Pendekatan Akuntansi Keuangan

dan Akuntansi Biaya. PT. Elex Media Komputindo Gramedia. Jakarta.

Mulyadi. 1999. Akuntansi Biaya. Edisi 5. Cetakan Ketujuh. Penerbit Aditya

Media. Yogyakarta.

_______. 2001. Akuntansi Manajemen (Konsep, Manfaat & Rekayasa). Edisi 3.

Penerbit Salemba Empat. Jakarta.

Partomo, T.S dan A.R Soejoedono. 2004. Ekonomi Skala Kecil/Menengah &

Koperasi. Ghalia Indonesia. Bogor.


(3)

67

Rony, H. 1990. Akuntansi Biaya (Pengantar Untuk Perencanaan dan Pengendalian

Biaya Produksi). Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Jakarta.

Sembiring, Y. 1991. Pengendalian Biaya. Penerbit Pionir Jaya. Bandung.

Situs Kabupaten Sidoarjo. Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Terpadu

Usaha Kecil Menengah dan Koperasi Kabupaten Sidoarjo.

http://www.sidoarjokab.go.id/subdomain/bappekab/?file=04-doc-hsl-kajian/rip-ukm.htm

. [08 Maret 2007].

Situs Resmi Kementrian KUKM. Statistik Usaha Kecil dan Menengah.

http://www.depkop.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=

25&itemid=43

. [27 Januari 2007].

Situs Resmi Kementrian Lingkungan Hidup. 2003. Kriteria Usaha Kecil.

http://www.menlh.go.id/usaha-kecil/index-view.php?sub=4

. [08 Maret

2007].

Tambunan, T. 2002. Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia (Beberapa Isu

Penting). Penerbit Salemba Empat. Jakarta.

Tunggal, A.W. 1995.

Activity Based Costing

untuk Manufakturing dan

Pemasaran. Penerbit Harvarindo. Jakarta.

Witjaksono, A. 2006. Akuntansi Biaya. Edisi Pertama. Penerbit Graha Ilmu.

Yogyakarta.


(4)

(5)

Lampiran 2. Jumlah Unit Usaha Kecil, Menengah dan Besar Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2004-2005

Tahun 2004*)

Tahun 2005**)

Perkembangan (%)

Skala Usaha Skala Usaha Skala Usaha

No. SEKTOR

Kecil (unit) Menengah (Unit) UKM (Unit) Besar

(Unit) Jumlah

Kecil (unit) Menengah (Unit) UKM (Unit) Besar (Unit)

Jumlah Kecil

(unit) Menengah (Unit) UKM (Unit) Besar (Unit)

1 Pertanian,

Peternakan, Kehutanan dan Perikanan

25.7998.155 1.619 25.799.774 59 25.799.833 26.259.805 1.607 26.261.412 59 26.261.471 1,7895 (0,7412) 1,7893 -

2 Pertambangan dan

Penggalian

209.609 733 210.342 74 210.416 195.420 684 196.104 69 196.173 (6,7693) (6,6849) (6,7690) (6,7568)

3 Industri Pengolahan 2.726.472 13.554 2.740.026 2.519 2.742.545 2.795.237 13.712 2.808.949 2.582 2.811.531 2,5221 1,1657 2,5154 2,5010

4 Listrik, Gas dan Air

Bersih

4.165 432 4.597 40 4.637 4.479 465 4.944 43 4.987 7,5390 7,6389 7,5484 7,5000

5 Bangunan 153.488 8.871 162.359 192 162.551 154.181 8.911 163.092 193 163.285 0,4515 0,4509 0,4515 0,5208

6 Perdagangan, Hotel

dan Restoran

9.899.768 24.900 9.924.668 474 9.925.142 10.172.227 25.585 10.197.812 487 10.198.299 2,7522 2,7510 2,7522 2,7426

7 Pengangkutan dan

Komunikasi

2.570.322 3.136 2.573.458 151 2.573.609 2.702.552 3.297 2.705.849 159 2.706.008 5,1445 5,1339 5,1445 5,2980

8 Keuangan,

Persewaan, Jasa perusahaan

29.475 6.495 35.970 317 36.287 30.661 6.757 37.418 330 37.748 4,0237 4,0339 4,0256 4,1009

9 Jasa-jasa 2.249.640 6.578 2.256.218 242 2.256.460 2.307.261 6.747 2.314.008 249 2.314.257 2,5613 2,5692 2,5614 2,8926

Jumlah 43.641.094 66.318 43.707.412 4.068 43.711.480 44.621.823 67.765 44.689.588 4.171 44.693.759 2,2473 2,1819 2,2472 2,5320

Keterangan : Angka Sementara *) Angka Sangat Sementara **)


(6)

Lampiran 3. Jumlah Penyerapan Tenaga Kerja Usaha Kecil, Menengah dan Besar Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2004-2005

Tahun 2004*)

Tahun 2005**)

Perkembangan (%)

Skala Usaha Skala Usaha Skala Usaha

No. SEKTOR

Kecil (orang) Menengah (orang) UKM (orang) Besar

(orang) Jumlah

Kecil (orang) Menengah (orang) UKM (orang) Besar (orang)

Jumlah Kecil

(orang) Menengah (orang) UKM (orang) Besar (orang)

1 Pertanian,

Peternakan, Kehutanan dan Perikanan

36.884.726 788.870 37.673.596 41.826 37.715.422 37.542.552 793.840 38.336.392 42.089 38.378.481 1,7835 0,6300 1,7593 0,6288

2 Pertambangan dan

Penggalian

293.860 124.382 418.242 12.493 430.735 326.267 138.098 464.365 13.870 478.235 11,0280 11,0273 11,0278 11,0222

3 Industri Pengolahan

6.709.408 1.640.791 8.350.199 2.471.877 10.822.076 7.250.858 1.727.038 8.977.896 2.413.046 11.390.942 8.0700 5,2564 7,5172 (2,3800)

4 Listrik, Gas dan

Air Bersih

5.880 80.743 86.623 8.848 95.471 5.818 79.892 85.710 8.755 94.465 (1,0544) (1,0540) (1,0540) (1,0511)

5 Bangunan 319.675 289.697 609.372 6.296 615.568 332.246 301.089 633.335 6.543 639.878 3,9324 3,9324 3,9324 3,9231

6 Perdagangan,

Hotel dan Restoran

17.128.000 1.539.102 18.667.102 29.319 18.696.421 17.845.004 1.603.531 19.448.535 30.547 19.479.082 4,1862 4,1861 4,1862 4,1884

7 Pengangkutan dan

Komunikasi

3.227.688 325.127 3.552.815 15.591 3.568.406 3.270.090 329.398 3.599.488 15.796 3.615.284 1,3137 1,3136 1,3137 1,3149

8 Keuangan,

Persewaan, Jasa perusahaan

139.028 326.145 465.173 15.946 481.119 128.861 302.295 431.156 14.780 445.936 (7,3129) (7,3127) (7,3128) (7,3122)

9 Jasa-jasa 4.458.536 1.208.865 5.667.401 44.579 5.711.980 4.485.457 1.216.164 5.701.621 44.849 5.746.470 0,6038 0,6038 0,6038 0,6057

Jumlah 69.166.801 6.323.722 75.490.523 2.646.775 78.137.298 71.187.153 6.491.345 77.678.498 2.590.275 80.268.773 2,9210 2,6507 2,8983 (2,1347)

Keterangan : Angka Sementara *) Angka Sangat Sementara **)