Karakterisasi dan penentuan parameter kinetik enzim beta galaktosidase dari Enterobacter cloacae

ABSTRAK

RESTI SITI MUTHMAINAH. Karakterisasi dan Penentuan Parameter Kinetik
Enzim β-galaktosidase dari Enterobacter cloacae. Dibimbing oleh DJAROT
SASONGKO H.S dan TATIK KUSNIATI.
Enzim β-galaktosidase merupakan enzim yang dapat mengubah laktosa
menjadi glukosa dan galaktosa. Enzim β-galaktosidase dihasilkan dari berbagai
organisme meliputi tanaman, hewan, dan mikrorganisme. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengkarakterisasi (aktivitas, pH optimum, suhu optimum, aktivator,
inhibitor dan tingkat pemurnian) serta menentukan parameter kinetik (Vmaks dan
KM) enzim β-galaktosidase dari Enterobacter cloacae. Bakteri ditumbuhkan pada
media laktosa, pepton, dan ekstrak khamir (LPY) yang mengandung laktosa 2%,
pepton 1%, ekstrak khamir 2%, dan NaCl 1% dalam 1 liter akuades. Kondisi
optimum β-galaktosidase dari Enterobacter cloacae pada waktu produksi 18 jam,
pH 7 dan suhu 35°C. Ion-ion logam (Ca2+, Hg+, Cu2+, Co2+, Zn2+, Mg2+, dan Mn2+)
merupakan inhibitor enzim β-galaktosidase, sedangkan ion Mg2+ dan Mn2+
diketahui berperan sebagai aktivator enzim. Hasil penentuan parameter kinetik dari
enzim β-galaktosidase yang dimurnikan dengan pengendapan ammonium sulfat dan
dialisis diperoleh Vmaks sebesar 8.850 µmol/menit dan KM sebesar 0.274 mM,
sedangkan untuk pembandingnya ekstrak kasar enzim didapatkan nilai Vmaks 29.412
µmol/menit dan KM 1.118 mM.


ABSTRACT
RESTI SITI MUTHMAINAH. Characterization and Determination of Kinetic
Parameters β-galactosidase enzyme from Enterobacter cloacae. Supervised by
DJAROT SASONGKO H.S and TATIK KUSNIATI.
β-galactosidase is an enzyme that can convert lactose into glucose and
galactose. Β-galactosidase enzyme produced from various organisms include plants,
animals and microorganisms. The purpose of this study was to characterize (activity,
optimum pH, optimum temperature, activators, inhibitors and the level of
purification) as well as determine the kinetic parameters (Vmax and KM) βgalactosidase enzyme from Enterobacter cloacae. Bacteria were grown in lactose
media, peptone, and yeast (LPY) that contain lactose 2%, peptone 1%, 2% yeast
extract, and 1% NaCl in 1 liter of distilled water. The optimum condition of βgalactosidase from Enterobacter cloacae was on production time 18 hours, pH 7 and
temperature 35 °C. Metal ions (Ca2+, Hg+, Cu2+, Co2+, Zn2+, Mg2+, and Mn2+) is an
inhibitor of the enzyme β-galactosidase, whereas Mg2+ and Mn2+ are known role as
an enzyme activator. The result of the determination of kinetic parameters of βgalactosidase enzyme which was purified by ammonium sulfate precipitation and
dialysis Vmax obtained at 8.850 mol / min and KM at 0.274 mM, whereas the crude
extract obtained Vmax value of 29.412 mol / min and KM values of 1.118 mM.

PENDAHULUAN
Laktosa merupakan gula pereduksi yang

terdapat pada atom C pertama dari molekul
glukosa. Seperti diketahui laktosa merupakan
disakarida yang tersusun dari glukosa dan
galaktosa dengan ikatan 1-4. Di dalam tubuh,
laktosa disintesis di dalam kelenjar susu (Belitz
et al. 2009). Laktosa merupakan karbohidrat
utama dengan proporsi 4.7% dari total susu
(Chaplin 2004).
β-galaktosidase termasuk kelompok enzim
glikosidase yang mampu menghidrolisis gugus
β-D-galaktosil terminal dari polimer β-Dgalaktosida. Enzim β-galaktosidase termasuk
dalam kelompok metaloenzim dan merupakan
enzim tetramer dengan empat subunit yang
identik (Jacobson et al. 1994).
Enzim β-D-galaktosidase ini berfungsi
dalam memecah laktosa yang terdapat di
mukosa usus halus. Enzim tersebut bekerja
memecah laktosa menjadi monosakarida yang
siap untuk diserap oleh tubuh yaitu glukosa dan
galaktosa.

Apabila
ketersediaan
β-Dgalaktosidase tidak mencukupi, laktosa yang
terkandung dalam susu tidak akan mengalami
proses pencernaan dan akan dipecah oleh
bakteri di dalam usus halus. Proses fermentasi
yang terjadi dapat menimbulkan gas yang
menyebabkan kembung dan rasa sakit di perut.
Sedangkan sebagian laktosa yang tidak dicerna
akan tetap berada dalam saluran cerna dan tidak
terjadi penyerapan air dari feses sehingga
penderita akan mengalami diare. Gejala ini
dinamakan laktosa intoleran, dimana suatu
kondisi ketidakmampuan mencerna laktosa
menjadi glukosa dan galaktosa karena enzim βD-galaktosidase yang rendah pada mukosa usus
halus. Penderita laktosa intoleran di Amerika
sekitar 95%, Eropa 50%, Asia 80%, dan Afrika
80% (Rusynyk & Still 2001).
Enzim β-galaktosidase banyak digunakan
untuk biosintesis galaktooligosakarida dan

laktulosa yang merupakan senyawa prebiotik,
pemacu pertumbuhan mikrob probiotik, dan
yang
terpenting
dalam
keseimbangan
mikroflora dalam usus pencernaan manusia.
Manfaat lain dari β-galaktosidase adalah untuk
mengkonversikan limbah industri susu hewani
menjadi substrat untuk bioindustri (Gonzalec
Siso et al.1996).
Enzim β-galaktosidase dapat dihasilkan dari
tanaman, hewan, dan mikroorganisme. Salah
satunya
adalah
Enterobacter
cloacae.
Enterobacter cloacae menghasilkan
βgalaktosidase dengan aktivitas transglikosilasi
sebesar 55%

(Liu et al. 2009). Bidang
Mikrobiologi
LIPI
Cibinong
telah
mengidentifikasi kemampuan
E. cloacae

dalam memproduksi enzim ini. Namun
demikian,
karakterisasi
dan
penentuan
parameter kinetik enzim β-galaktosidase dari
bakteri Enterobacter cloacae belum diteliti.
Penelitian ini bertujuan mengkarakterisasi
(aktivitas, pH optimum, suhu optimum,
aktivator, inhibitor dan tingkat pemurnian) serta
menentukan parameter kinetik (Vmaks dan KM)
enzim β-galaktosidase dari Enterobacter

cloacae. Hipotesis penelitian ini adalah
bakteri Enterobacter cloacae menghasilkan
β-galaktosidase yang terkarakterisasi. Selain
itu,
dihasilkan
β-galaktosidase
dari
Enterobacter cloacae yang terukur parameter
kinetik (Vmaks dan KM) dan tingkat
pemurniannya. Penelitian ini diharapkan
dapat memberikan informasi ilmiah mengenai
berbagai bakteri Enterobacter cloacae yang
menghasilkan
β-galaktosidase
yang
terkarakterisasi. Selain itu, diharapkan juga
dapat memberikan informasi ilmiah mengenai
parameter kinetik (Vmaks dan KM) dan tingkat
pemurnian enzim β-galaktosidase dari bakteri
Enterobacter cloacae.


TINJAUAN PUSTAKA
β-Galaktosidase
β-galaktosidase (EC 3.2.1.23) termasuk
enzim hidrolase yang dapat menghidrolisis
ikatan β-D-galaktosida pada ujung nonreduksi
residu β-D-galaktosa (Gambar 1). Nama
sistematiknya
adalah
β-D-galaktosida
galaktohidrolase. Enzim ini mempunyai nama
lain yaitu laktase. Enzim β-galaktosidase
bersifat intraseluler pada bakteri dan khamir,
tetapi bersifat ekstraseluler pada fungi. Enzim
β-galaktosidase juga bersifat induktif, karena
akan diproduksi jika terdapat induser berupa
laktosa (Mahoney 2004).
Enzim β-galaktosidase dari bakteri seperti
Lactobacillus bulgaricus bersifat aktif pada pH
rendah (dibawah pH 5.5) dengan suhu berkisar

30-60ºC. Enzim β-galaktosidase dari yeast
seperti
Kluyveromyces
lactis
dan
Kluyveromyces fragilis bersifat aktif pada
pH netral sekitar 6-8 dengan suhu berkisar
25-40ºC. Enzim yang sama hasil produksi dari
fungi seperti Aspergillus niger dan Aspergillus
oryzae aktif pada pH rendah berkisar 2.5-6.0
serta bersifat termostabil (Mahoney 2004). βgalaktosidase terdapat pada usus halus manusia
yang dapat menghidrolisis laktosa menjadi
glukosa dan galaktosa serta mempunyai pH
optimum 6 (Campbell et al. 2000)
Matthews (2005) menyatakan bahwa enzim
ini berbentuk tetramer yang terdiri dari 4 rantai

PENDAHULUAN
Laktosa merupakan gula pereduksi yang
terdapat pada atom C pertama dari molekul

glukosa. Seperti diketahui laktosa merupakan
disakarida yang tersusun dari glukosa dan
galaktosa dengan ikatan 1-4. Di dalam tubuh,
laktosa disintesis di dalam kelenjar susu (Belitz
et al. 2009). Laktosa merupakan karbohidrat
utama dengan proporsi 4.7% dari total susu
(Chaplin 2004).
β-galaktosidase termasuk kelompok enzim
glikosidase yang mampu menghidrolisis gugus
β-D-galaktosil terminal dari polimer β-Dgalaktosida. Enzim β-galaktosidase termasuk
dalam kelompok metaloenzim dan merupakan
enzim tetramer dengan empat subunit yang
identik (Jacobson et al. 1994).
Enzim β-D-galaktosidase ini berfungsi
dalam memecah laktosa yang terdapat di
mukosa usus halus. Enzim tersebut bekerja
memecah laktosa menjadi monosakarida yang
siap untuk diserap oleh tubuh yaitu glukosa dan
galaktosa.
Apabila

ketersediaan
β-Dgalaktosidase tidak mencukupi, laktosa yang
terkandung dalam susu tidak akan mengalami
proses pencernaan dan akan dipecah oleh
bakteri di dalam usus halus. Proses fermentasi
yang terjadi dapat menimbulkan gas yang
menyebabkan kembung dan rasa sakit di perut.
Sedangkan sebagian laktosa yang tidak dicerna
akan tetap berada dalam saluran cerna dan tidak
terjadi penyerapan air dari feses sehingga
penderita akan mengalami diare. Gejala ini
dinamakan laktosa intoleran, dimana suatu
kondisi ketidakmampuan mencerna laktosa
menjadi glukosa dan galaktosa karena enzim βD-galaktosidase yang rendah pada mukosa usus
halus. Penderita laktosa intoleran di Amerika
sekitar 95%, Eropa 50%, Asia 80%, dan Afrika
80% (Rusynyk & Still 2001).
Enzim β-galaktosidase banyak digunakan
untuk biosintesis galaktooligosakarida dan
laktulosa yang merupakan senyawa prebiotik,

pemacu pertumbuhan mikrob probiotik, dan
yang
terpenting
dalam
keseimbangan
mikroflora dalam usus pencernaan manusia.
Manfaat lain dari β-galaktosidase adalah untuk
mengkonversikan limbah industri susu hewani
menjadi substrat untuk bioindustri (Gonzalec
Siso et al.1996).
Enzim β-galaktosidase dapat dihasilkan dari
tanaman, hewan, dan mikroorganisme. Salah
satunya
adalah
Enterobacter
cloacae.
Enterobacter cloacae menghasilkan
βgalaktosidase dengan aktivitas transglikosilasi
sebesar 55%
(Liu et al. 2009). Bidang
Mikrobiologi
LIPI
Cibinong
telah
mengidentifikasi kemampuan
E. cloacae

dalam memproduksi enzim ini. Namun
demikian,
karakterisasi
dan
penentuan
parameter kinetik enzim β-galaktosidase dari
bakteri Enterobacter cloacae belum diteliti.
Penelitian ini bertujuan mengkarakterisasi
(aktivitas, pH optimum, suhu optimum,
aktivator, inhibitor dan tingkat pemurnian) serta
menentukan parameter kinetik (Vmaks dan KM)
enzim β-galaktosidase dari Enterobacter
cloacae. Hipotesis penelitian ini adalah
bakteri Enterobacter cloacae menghasilkan
β-galaktosidase yang terkarakterisasi. Selain
itu,
dihasilkan
β-galaktosidase
dari
Enterobacter cloacae yang terukur parameter
kinetik (Vmaks dan KM) dan tingkat
pemurniannya. Penelitian ini diharapkan
dapat memberikan informasi ilmiah mengenai
berbagai bakteri Enterobacter cloacae yang
menghasilkan
β-galaktosidase
yang
terkarakterisasi. Selain itu, diharapkan juga
dapat memberikan informasi ilmiah mengenai
parameter kinetik (Vmaks dan KM) dan tingkat
pemurnian enzim β-galaktosidase dari bakteri
Enterobacter cloacae.

TINJAUAN PUSTAKA
β-Galaktosidase
β-galaktosidase (EC 3.2.1.23) termasuk
enzim hidrolase yang dapat menghidrolisis
ikatan β-D-galaktosida pada ujung nonreduksi
residu β-D-galaktosa (Gambar 1). Nama
sistematiknya
adalah
β-D-galaktosida
galaktohidrolase. Enzim ini mempunyai nama
lain yaitu laktase. Enzim β-galaktosidase
bersifat intraseluler pada bakteri dan khamir,
tetapi bersifat ekstraseluler pada fungi. Enzim
β-galaktosidase juga bersifat induktif, karena
akan diproduksi jika terdapat induser berupa
laktosa (Mahoney 2004).
Enzim β-galaktosidase dari bakteri seperti
Lactobacillus bulgaricus bersifat aktif pada pH
rendah (dibawah pH 5.5) dengan suhu berkisar
30-60ºC. Enzim β-galaktosidase dari yeast
seperti
Kluyveromyces
lactis
dan
Kluyveromyces fragilis bersifat aktif pada
pH netral sekitar 6-8 dengan suhu berkisar
25-40ºC. Enzim yang sama hasil produksi dari
fungi seperti Aspergillus niger dan Aspergillus
oryzae aktif pada pH rendah berkisar 2.5-6.0
serta bersifat termostabil (Mahoney 2004). βgalaktosidase terdapat pada usus halus manusia
yang dapat menghidrolisis laktosa menjadi
glukosa dan galaktosa serta mempunyai pH
optimum 6 (Campbell et al. 2000)
Matthews (2005) menyatakan bahwa enzim
ini berbentuk tetramer yang terdiri dari 4 rantai

2

polipeptida (monomer) serta berbobot molekul
sekitar 464 kDa. Setiap monomer terdiri dari
1023 asam amino. Enzim ini berperan sebagai
katalisator pada reaksi hidrolisis dan
transglikosilasi (Liu et al. 2009).

Gambar 1 Reaksi hidrolisis laktosa oleh βgalaktosidase (Chaplin 2004).
Enterobacter cloacae
Bakteri ini memiliki klasifikasi sebagai
berikut: kingdom Bacteria, filum Proteobacteria
kelas
Gamma
Proteobacteria,
ordo
Enterobacteriales, famili Enterobacteriaceae,
genus Enterobacter, dan spesies Enterobacter
cloacae. Enterobacter cloacae merupakan
bakteri Gram negatif, tidak membentuk spora,
anaerob fakultatif, dan motil dengan flagela
peritrikus (Buchanan 2006). Enterobacter
cloacae mempunyai bentuk seperti batang
dengan ukuran 0.3-0.6 x 0.8-2.0 m, sehingga
kecil dibandingkan dengan bakteri lainnya
(Gambar 2). Enterobacter cloacae
dapat
diisolasi dari buah-buahan, usus hewan, tanah,
dan perairan (Pelczar & Chan 1999).
Liu et al (2009) menyatakan bahwa bakteri
ini mampu menghasilkan β-galaktosidase
dengan suhu optimum 35°C dan aktif pada
kisaran pH 6.5-10.5. Enzim β-galaktosidase
yang dihasilkan dari bakteri ini mampu
mengkatalisis
reaksi
hidrolisis
dan
transglikosilasi.

Gambar 2 Enterobacter cloacae (Pelczar &
Chan 1999).
Isolasi dan Pemekatan Enzim
Pemekatan enzim merupakan langkah awal
dari proses pemurnian selanjutnya dan dapat

digunakan untuk keperluan analisis enzim.
Pemekatan enzim dapat dilakukan dengan dua
metode
yaitu
analitik
dan
preparatif
(penyiapan). Metode analitik menggunakan
pengendapan
asam
(contohnya
asam
trikloroasetat) dan imunopresipitasi yang dapat
menyebabkan denaturasi protein. Berbeda
dengan metode analitik, metode preparatif tetap
mempertahankan aktivitas protein. Pemekatan
protein dengan metode preparatif misalnya
dengan pengendapan garam, pengendapan
dengan senyawa organik, ultrafiltrasi, liofiliasi,
dan dialisis. Metode pemekatan β-galaktosidase
yang dilakukan pada penelitian ini adalah
menggunakan pengendapan dengan garam.
Pengendapan protein pada awal pemurnian
berfungsi untuk memekatkan konsentrasi
protein enzim, mereduksi volume larutan
enzim, dan memisahkan enzim yang diinginkan
dari sebagian enzim yang tidak dikehendaki.
Prinsip
pengendapan
dengan
garam
berdasarkan
pada kelarutan protein yang
berinteraksi polar dengan molekul air, interaksi
ionik protein dengan garam, dan daya tolak
menolak protein yang bermuatan sama.
Pengendapan
dengan
garam
biasanya
menggunakan garam divalen seperti MgCl2,
MgSO4, dan amonium sulfat biasanya lebih
efektif daripada garam monovalen seperti
NaCl, NH4Cl, dan KCl (Boyer 2000). Efek
salting-in tidak dipengaruhi oleh sifat garam
netral tetapi dipengaruhi oleh konsentrasi dan
jumlah muatan pada tiap ion dalam larutan.
Kelarutan protein meningkat pada kenaikan
konsentrasi garam, kenaikan kelarutan protein
akan meningkatkan kekuatan ion larutan.
Pada penambahan garam dengan konsentrasi
tertentu kelarutan protein akan menurun
(salting-out). Konsentrasi garam yang optimum
ini sekaligus menurunkan aktivitas enzim. Hal
ini dikarenakan sebagian protein mengalami
denaturasi dan rusak oleh pengaruh perlakuan
selama pengendapan. Semakin banyak molekul
air yang berikatan dengan ion-ion garam akan
menyebabkan penarikan molekul air yang
mengelilingi permukaan protein. Peristiwa ini
mengakibatkan protein saling berinteraksi,
teragregasi, dan mengendap (Scopes 1987).
Pemilihan garam amonium sulfat untuk
pengendapan β-galaktosidase karena beberapa
keuntungan seperti kelarutannya tinggi, tidak
bersifat toksik, murah, dan stabilitasnya
terhadap enzim. Proses pengendapan terjadi
penurunan kadar protein pada supernatan dan
akan terjadi peningkatan protein pada endapan.
Penambahan garam dilakukan sedikit demi
sedikit sambil diaduk pada suhu rendah, hal
ini bertujuan untuk menghindari timbulnya buih
yang dapat menyebabkan denaturasi protein.

3

Karakterisasi Enzim
Bakteri mengandung enzim konstitutif
dan induktif. Enzim konstitutif merupakan
enzim yang terdapat dalam sel bakteri dalam
jumlah tetap dan tidak bergantung pada
keadaan metabolisme organisme tersebut
seperti enzim yang terlibat di dalam lintasan
glikolisis. Enzim induktif dalam sel bakteri
terdapat dalam berbagai konsentrasi. Dalam
keadaan normal terdapat dalam jumlah kecil,
tetapi konsentrasinya akan meningkat dengan
cepat bila substrat tersebut merupakan sumber
karbon satu-satunya bagi sel (Lehninger 2004).
Aktivitas enzim terhadap substrat dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu, pH, suhu,
konsentrasi substrat, aktivator (koenzim dan
kofaktor), dan inhibitor.
pH
Efek pH pada enzim berkaitan dengan
keadaan ionisasi dari sistem yang dikatalisis,
termasuk substrat, dan enzim itu sendiri.
Perubahan pH dapat mempengaruhi keadaan
ionisasi dari asam-asam amino pada sisi aktif
enzim
sehingga
akan
mempengaruhi
interaksinya dengan molekul substrat. Kadar
pH yang terlalu tinggi atau terlalu rendah
akan menyebabkan ketidakstabilan pada
konformasi enzim sehingga menyebabkan
struktur pada enzim rusak. Enzim mempunyai
pH optimum yang khas yang akan
menyebabkan aktivitas maksimal. Keadaan
optimum ini dihubungkan dengan saat gugus
pemberi proton atau penerima proton yang aktif
pada sisi enzim berada pada kondisi ionisasi
yang tepat. Keadaan optimum tidak harus sama
dengan pH lingkungannya.
Aktivitas enzim dalam sel sebagian diatur
oleh pH media kulturnya (Lehninger 2004).
Enzim β-galaktosidase yang berasal dari fungi
mempunyai pH optimum sekitar 2.5-4.5,
sedangkan yang berasal dari yeast berkisar 6.07.0 (Huang et al. 1995). Enzim β-galaktosidase
dari bakteri mempunyai pH optimum 5.0-7.0
(Winarno 1999).
Suhu
Suhu mempengaruhi laju reaksi katalisis
enzim dengan dua cara. Pertama, kenaikan suhu
akan meningkatkan energi molekul substrat dan
pada akhirnya meningkatkan laju reaksi enzim.
Peningkatan suhu juga berpengaruh terhadap
perubahan konformasi substrat sehingga sisi
aktif substrat mengalami hambatan untuk
memasuki sisi aktif enzim dan menyebabkan
turunnya aktivitas enzim. Kedua, peningkatan
energi termal molekul yang membentuk
struktur protein enzim itu sendiri akan

menyebabkan rusaknya interaksi-interaksi non
kovalen yang menjaga struktur 3D enzim secara
bersama-sama sehingga enzim mengalami
denaturasi. Denaturasi menyebabkan struktur
lipatan enzim membuka pada bagian
permukaannya sehingga sisi aktif enzim
berubah dan terjadi penurunan aktivitas enzim
(Hames dan Hooper 2000).
Peningkatan suhu sebelum tercapai suhu
optimum akan meningkatkan kecepatan reaksi
katalitik enzim karena energi kinetik molekulmolekul yang bereaksi, yaitu pada saat
kompleks enzim-substrat melampaui energi
aktivasi terlalu besar, sehingga memecah
ikatan sekunder pada konformasi enzim dan sisi
aktifnya. Hal ini mengakibatkan enzim
terdenaturasi dan kehilangan sifat katalitiknya
(Matin 1981). β-galaktosidase yang dihasilkan
oleh fungi mempunyai suhu optimum 55°C,
sedangkan yeast mempunyai suhu optimum
35°C (Crueger & Crueger 1982).
Aktivator dan Inhibitor
Beberapa enzim membutuhkan komponen
tambahan bagi aktivitasnya. Bila komponen
tambahan tersebut berupa senyawa anorganik
disebut kofaktor, sedangkan jika senyawa
organik disebut koenzim. Pada beberapa enzim,
kofaktor dan koenzim terlibat langsung pada
proses katalitik, tetapi ada juga yang berfungsi
sebagai pembawa gugus fungsional tertentu.
Hampir semua enzim dapat dihambat oleh
senyawa kimia tertentu misalnya ion logam,
senyawa pengkelat, senyawa organik, bahkan
substrat enzim itu sendiri (Lehninger 2004).
Parameter Kinetik
Michaelis-Menten mendefinisikan suatu
tetapan yang dinyatakan sebagai tetapan
Michaelis-Menten (KM) adalah konsentrasi
substrat tertentu pada saat enzim mencapai
setengah kecepatan maksimumnya. Kecepatan
maksimum (Vmaks) adalah kecepatan yang
berangsur-angsur dicapai pada konsentrasi
substrat tinggi. Persamaan Michaelis-Menten
adalah pernyataan aljabar bagi bentuk
hiperbolik kurva tersebut dengan parameter
pentingnya adalah konsentrasi substrat ([S]),
kecepatan awal (V0), Vmaks, dan KM. Persamaan
ini menjadi dasar bagi semua penelitian
kinetika
enzim
karena
memungkinkan
perhitungan kuantitatif sifat-sifat enzim dan
analisis penghambatan enzim (Lehninger
2004). Persamaan Michaelis-Menten adalah
sebagai berikut.

V0 =

Vmaks[ S ]
K M + [S ]

4

Terlihat bahwa KM tidak dipengaruhi oleh
konsentrasi substrat maupun konsentrasi enzim.
KM hanya dapat diubah oleh faktor lingkungan.
dapat
Kecepatan
maksimum
(Vmaks)
ditingkatkan dengan meningkatkan konsentrasi
enzim dan mengubah faktor lingkungan.
Persamaan
Michaelis-Menten
dapat
ditransformasikan ke suatu persamaan lain
yang disebut persamaan Lineweaver-Burk.
Persamaan ini akan menghasilkan nilai Vmaks
dan KM yang lebih tepat karena pemetaan 1/V0
terhadap 1/[S] menghasilkan garis lurus. Garis
ini akan memiliki sudut KM/Vmaks, perpotongan
garis pada sumbu y sebesar 1/Vmaks dan
perpotongan pada sumbu x sebesar -1/KM
(Lehninger 2004). Persamaan Lineweaver-Burk
adalah sebagai berikut.

K
1
1
1
= M .
+
V0 Vmaks [S ] Vmaks
Keterangan:
Vo
= kecepatan awal
Vmaks
= kecepatan maksimum
[S]
= konsentrasi substrat
KM
= konstanta Michaelis-Menten
Analisis Aktivitas β-Galaktosidase
Aktivitas β-galaktosidase dapat diketahui
dengan menggunakan substrat laktosa untuk
menentukan jumlah glukosa dan galaktosa yang
terbentuk. Oleh karena itu, penentuan aktivitas
β-galaktosidase sering dilakukan dengan
mengukur jumlah glukosa dan galaktosa.
Umumnya digunakan o-nitrofenil-β-galaktosida
(ONPG) sebagai pengganti substrat laktosa.
Laju dari reaksi tersebut dapat diikuti dengan
memperkirakan jumlah kromogen o-nitrofenol
yang terbentuk (Winarno 1999).
Metode analisis aktivitas β-galaktosidase
pada penelitian ini menggunakan substrat onitrofenil-β-galaktosida
(oNPG).
Dalam
keadaan normal, oNPG tidak berwarna. Ketika
β-galaktosidase menghidrolisis oNPG maka
akan menghasilkan galaktosa dan o-nitrofenol
(oNP). Reaksi ini dihentikan dengan
penambahan Na2CO3 sehingga pH di dalam
larutan menjadi basa sekitar pH 10-11. Pada pH
tersebut oNP akan berubah menjadi bentuk
anionik yang berwarna kuning dan βgalaktosidase menjadi inaktif. Jumlah oNP
sebanding dengan jumlah β-galaktosidase yang
bereaksi sehingga intensitas warna kuning yang
dihasilkan dari oNP dapat digunakan untuk
menentukan konsentrasi enzim. Jumlah oNP
yang terbentuk dapat dideteksi dengan
spektrofotometer pada λ = 420 nm (Miller
2005) (Gambar 3).

oNPG
(tidak berwarna)

Galaktosa

oNP
(kuning)

Gambar 3 Reaksi hidrolisis ONPG oleh βgalaktosidase (Miller 2005).

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan antara lain biakan
berupa Enterobacter cloacae yang merupakan
koleksi Bidang Mikrobiologi LIPI Cibinong.
Media kultur dan media produksi terdiri atas 10
g laktosa, 5 g pepton, 10 g ekstrak khamir, dan
5 g NaCl yang dilarutkan dalam 1000 mL
akuades (pH 7). Bufer yang digunakan adalah
bufer fosfat 0.1 M, 0.05 M, dan 0.01 M, bufer
asetat 0.1 M, bufer Tris-HCl 0.1 M. Bahan
untuk
penentuan
aktivitas
enzim
βgalaktosidase, pembuatan kurva standar dan
kadar protein adalah enzim β-galaktosidase,
commasie briliant blue 0.1%, o-nitrofenil-β-Dgalaktopiranosida (oNPGal), Na2CO3 1 M, dan
o-nitrofenol (oNP), bovine serum albumin
(BSA). Bahan untuk pengaruh ion logam
terhadap aktivitas enzim digunakan berbagai
ion logam (Hg+, Cu2+, Ca2+, Co2+, Mg2+, Mn2+,
Zn2+). Bahan untuk pemurnian enzim
digunakan garam amonium sulfat dan membran
selofan.
Alat-alat yang digunakan untuk penentuan
waktu produksi optimum, uji aktivitas enzim βgalaktosidase dan karakterisasinya serta
produksi β-galaktosidase adalah mikropipet,
jarum ose, tip, laminar air flow cabinet, tabung
reaksi, tabung Eppendorf, labu Erlenmeyer,
labu ukur, termometer, neraca analitik, vorteks,
penangas air Memmert, penangas bergoyang,
stopwatch, pH meter HM-25G TOADKK,
kuvet,
spektrofotometer
UV-Vis
1700
Shimadzu, inkubator Isuzu, botol sentrifus,
sonikator Eyela. Alat-alat yang digunakan
untuk dialisis adalah gelas piala 1 liter,
membran selofan, kantung dialisis, dan
magnetic stirrer.
Metode Penelitian
Penentuan Waktu Produksi Optimum (Liu
et.al 2009)
Sebanyak
2%
inokulum
bakteri
Enterobacter cloacae dengan kerapatan optik

4

Terlihat bahwa KM tidak dipengaruhi oleh
konsentrasi substrat maupun konsentrasi enzim.
KM hanya dapat diubah oleh faktor lingkungan.
dapat
Kecepatan
maksimum
(Vmaks)
ditingkatkan dengan meningkatkan konsentrasi
enzim dan mengubah faktor lingkungan.
Persamaan
Michaelis-Menten
dapat
ditransformasikan ke suatu persamaan lain
yang disebut persamaan Lineweaver-Burk.
Persamaan ini akan menghasilkan nilai Vmaks
dan KM yang lebih tepat karena pemetaan 1/V0
terhadap 1/[S] menghasilkan garis lurus. Garis
ini akan memiliki sudut KM/Vmaks, perpotongan
garis pada sumbu y sebesar 1/Vmaks dan
perpotongan pada sumbu x sebesar -1/KM
(Lehninger 2004). Persamaan Lineweaver-Burk
adalah sebagai berikut.

K
1
1
1
= M .
+
V0 Vmaks [S ] Vmaks
Keterangan:
Vo
= kecepatan awal
Vmaks
= kecepatan maksimum
[S]
= konsentrasi substrat
KM
= konstanta Michaelis-Menten
Analisis Aktivitas β-Galaktosidase
Aktivitas β-galaktosidase dapat diketahui
dengan menggunakan substrat laktosa untuk
menentukan jumlah glukosa dan galaktosa yang
terbentuk. Oleh karena itu, penentuan aktivitas
β-galaktosidase sering dilakukan dengan
mengukur jumlah glukosa dan galaktosa.
Umumnya digunakan o-nitrofenil-β-galaktosida
(ONPG) sebagai pengganti substrat laktosa.
Laju dari reaksi tersebut dapat diikuti dengan
memperkirakan jumlah kromogen o-nitrofenol
yang terbentuk (Winarno 1999).
Metode analisis aktivitas β-galaktosidase
pada penelitian ini menggunakan substrat onitrofenil-β-galaktosida
(oNPG).
Dalam
keadaan normal, oNPG tidak berwarna. Ketika
β-galaktosidase menghidrolisis oNPG maka
akan menghasilkan galaktosa dan o-nitrofenol
(oNP). Reaksi ini dihentikan dengan
penambahan Na2CO3 sehingga pH di dalam
larutan menjadi basa sekitar pH 10-11. Pada pH
tersebut oNP akan berubah menjadi bentuk
anionik yang berwarna kuning dan βgalaktosidase menjadi inaktif. Jumlah oNP
sebanding dengan jumlah β-galaktosidase yang
bereaksi sehingga intensitas warna kuning yang
dihasilkan dari oNP dapat digunakan untuk
menentukan konsentrasi enzim. Jumlah oNP
yang terbentuk dapat dideteksi dengan
spektrofotometer pada λ = 420 nm (Miller
2005) (Gambar 3).

oNPG
(tidak berwarna)

Galaktosa

oNP
(kuning)

Gambar 3 Reaksi hidrolisis ONPG oleh βgalaktosidase (Miller 2005).

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan antara lain biakan
berupa Enterobacter cloacae yang merupakan
koleksi Bidang Mikrobiologi LIPI Cibinong.
Media kultur dan media produksi terdiri atas 10
g laktosa, 5 g pepton, 10 g ekstrak khamir, dan
5 g NaCl yang dilarutkan dalam 1000 mL
akuades (pH 7). Bufer yang digunakan adalah
bufer fosfat 0.1 M, 0.05 M, dan 0.01 M, bufer
asetat 0.1 M, bufer Tris-HCl 0.1 M. Bahan
untuk
penentuan
aktivitas
enzim
βgalaktosidase, pembuatan kurva standar dan
kadar protein adalah enzim β-galaktosidase,
commasie briliant blue 0.1%, o-nitrofenil-β-Dgalaktopiranosida (oNPGal), Na2CO3 1 M, dan
o-nitrofenol (oNP), bovine serum albumin
(BSA). Bahan untuk pengaruh ion logam
terhadap aktivitas enzim digunakan berbagai
ion logam (Hg+, Cu2+, Ca2+, Co2+, Mg2+, Mn2+,
Zn2+). Bahan untuk pemurnian enzim
digunakan garam amonium sulfat dan membran
selofan.
Alat-alat yang digunakan untuk penentuan
waktu produksi optimum, uji aktivitas enzim βgalaktosidase dan karakterisasinya serta
produksi β-galaktosidase adalah mikropipet,
jarum ose, tip, laminar air flow cabinet, tabung
reaksi, tabung Eppendorf, labu Erlenmeyer,
labu ukur, termometer, neraca analitik, vorteks,
penangas air Memmert, penangas bergoyang,
stopwatch, pH meter HM-25G TOADKK,
kuvet,
spektrofotometer
UV-Vis
1700
Shimadzu, inkubator Isuzu, botol sentrifus,
sonikator Eyela. Alat-alat yang digunakan
untuk dialisis adalah gelas piala 1 liter,
membran selofan, kantung dialisis, dan
magnetic stirrer.
Metode Penelitian
Penentuan Waktu Produksi Optimum (Liu
et.al 2009)
Sebanyak
2%
inokulum
bakteri
Enterobacter cloacae dengan kerapatan optik

5

0.7 setara dengan 1010 jumlah koloni/sel,
diinokulasi ke dalam 300 mL media kultur, lalu
diinkubasi dan diagitasi pada suhu 37ºC. Sel
dipanen dua kali dalam sehari (setiap 6 jam)
pada hari ke-0 hingga hari ke-2 sebanyak 15
mL. Setelah itu, jumlah bakteri diukur pada
OD600, dan sampel disentrifugasi dengan
kecepatan 10000 rpm selama 15 menit pada
suhu 4ºC. Kemudian, pelet dilarutkan dalam 1
mL bufer fosfat 0.05 M pH 6.5. Pemecahan sel
dilakukan dengan menggunakan glass bead dan
divorteks selama 5 menit. Selanjutnya, suspensi
sel disentrifus dengan kecepatan 10000 rpm
selama 15 menit pada suhu 4ºC. Supernatannya
kemudian digunakan untuk uji aktivitas βgalaktosidase.
Uji Aktivitas Enzim β-Galaktosidase (Liu et
al. 2009)
Sebanyak 1000 µl buffer fosfat 0.1 M pH 7
dan 100 µl enzim dimasukkan ke dalam tabung
reaksi, kemudian diinkubasi pada suhu 37°C
selama 5 menit. Larutan ditambahkan 200 µl
o-nitrofenil-β-D-galaktopiranosida (oNPGal) 4
mg/ml dan diinkubasi pada suhu 37 °C selama
15 menit. Menit ke-15 larutan ditambahkan
1000 µl Na2CO3 1 M. Setelah itu, larutan
dianalisis
dengan
menggunakan
spektrofotometer UV-VIS pada panjang
gelombang 420 nm. Aktivitas enzim (U/ml)
didefinisikan
sebagai
jumlah µmol onitrofenol (oNP) yang dibentuk per menit per
mililiter enzim pada kondisi percobaan.
Pembuatan kurva standar dilakukan dengan
cara membuat stok oNP berbagai konsentrasi
dari 0.05-3 mg/ml (0.25-15 µmol) yang
dilarutkan dalam 20 mL bufer fosfat 0.01 M pH
7, kemudian larutan diaduk rata. Sebanyak
1000 µl buffer fosfat 0.1 M pH 7 dan 100 µl
aquades dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
Larutan tersebut ditambahkan 200 µl oNP, dan
1000 µl Na2CO3 1 M. Setelah itu, larutan
dianalisis
dengan
menggunakan
spektrofotometer UV-VIS pada panjang
gelombang 420 nm. Rumus perhitungannya
sebagai berikut:

mikromol oNP
Aktivitas (U/ml) =

V×t

Keterangan:
V
= Volume enzim yang diuji (0.1 ml)
t
= Waktu inkubasi ( 15 menit)
Karakterisasi β-Galaktosidase (Liu et al.
2009)
Karakterisasi enzim meliputi suhu optimum,
pH optimum, efek ion logam, pengaruh
pemanasan dan parameter kinetik. Enzim
diujikan pada suhu inkubasi (25-45°C) dengan

selang 5ºC, dan bufer pada kisaran pH 5.5-8.5
selang 0.5 diinkubasi selama 5 menit sebelum
ditambahkan oNPGal 4 mg/ml. Pada pengaruh
pemanasan selama 1 jam, enzim diujikan pada
berbagai suhu dan pH, diinkubasi selama 1 jam,
kemudian ditambahkan oNPGal 4 mg/ml dan
diinkubasi selama 15 pada suhu 37 ºC . Ion-ion
logam yang digunakan (Hg+, Cu2+, Ca2+, Co2+,
Mg2+, Mn2+, Zn2+) pada konsentrasi 0.01 M.
Penentuan parameter kinetiknya dilakukan pada
enzim kasar dan enzim hasil pemurnian
(dialisis) yang diujikan pada konsentrasi 0.1, 1,
2, 4, 5 mg/ml dan waktu inkubasi 5-20 menit
selang 5.
Produksi
β-Galaktosidase
(Wang
&
Sakakibara 1997)
Sebanyak 2% inokulum E. cloacae
diinokulasikan ke dalam 900 ml media produksi
yang telah steril, diinkubasi pada suhu 37 °C.
Kemudian, sel dipanen setelah inkubasi selama
18 jam (waktu produksi β-galaktosidase
optimum). Setelah itu, cairan disentrifus dengan
kecepatan 10000 rpm (15.880 g) selama 15
menit pada suhu 4°C. Peletnya dilakukan
pencucian sebanyak dua kali dengan buffer
fosfat 0.05 M pH 6.5. Setelah itu, sebanyak
pelet yang diperoleh dilarutkan dalam 30 ml
buffer fosfat 0.05 M pH 6.5, dan dilakukan
pemecahan sel dengan sonikator 50 kHz
selama 5 menit pada suhu 4°C. Suspensi sel
disentrifus dengan kecepatan 10000 rpm selama
15 menit pada suhu 4°C. Supernatan yang
diperoleh merupakan cairan enzim βgalaktosidase.
Penentuan Kadar Protein (Bradford 1976)
Enzim β-galaktosidase sebanyak 100 l
ditambahkan 5 ml larutan coomassie briliant
blue 0.1%. Larutan divorteks dan didiamkan
selama 5 menit lalu diukur absorbansinya pada
panjang gelombang 595 nm. Pembuatan kurva
standar protein yang digunakan adalah bovine
serum albumin (BSA) dengan berbagai
konsentrasi dari 0.005-1.25 mg/ml serta
perlakuan yang sama dengan penentuan kadar
protein.
Pengendapaan dengan Amonium Sulfat
(Scopes 1987)
Sebanyak 20 mL ekstrak kasar βgalaktosidase diendapkan dengan amonium
sulfat. Amonium sulfat yang ditambahkan
secara bertahap dengan konsentrasi yaitu 10,
20, 30, 40, 50, 60, dan 70%, lalu diaduk dengan
magnetic stirer secara perlahan selama 1 jam.
Setelah itu, campuran disentrifugasi dengan
kecepatan 10000 rpm selama 15 menit dengan
suhu 4ºC. Endapan enzim dipisahkan dan

6

dilarutkan dalam 1 mL bufer fosfat 0.05 M pH
6.5. Aktivitas yang tinggi menunjukan
persentase kejenuhan amonium sulfat yang
optimum. Jumlah amonium sulfat (gram) yang
digunakan untuk melarutkan 1 liter larutan
enzim menggunakan rumus dibawah ini dengan
S1 merupakan konsentrasi awal amonium sulfat
sedangkan S2 merupakan konsentrasi akhir
amonium sulfat. Angka 533 menunjukan bahwa
untuk membuat larutan jenuh 100% dibutuhkan
533 gram amonium sulfat per liter.
Jumlah amonium sulfat (gram/liter) =

533 (S2 - S1)
100 - 0.3S2
Aktivitas spesifik yang tinggi menunjukan
persentase kejenuhan amonium sulfat yang
optimum dan selanjutnya digunakan dalam
tahap pemurnian. Sebelum tahap pemurnian
selanjutnya dilakukan dialisis dengan membran
selofan. Enzim dimasukkan ke dalam membran
selofan dan didialisis menggunakan bufer fosfat
0.01 pH 7 selama 24 jam.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Produksi Enzim β-Galaktosidase dari
Enterobacter cloacae
Produksi enzim β-galaktosidase dilakukan
dengan menumbuhkan bakteri Enterobacter
cloacae pada media laktosa, pepton, yeast
(LPY) cair setelah sebelumnya dikulturkan
dalam medium yang sama hingga mencapai
OD=0.7 setara dengan 1010 jumlah koloni/sel
(Liu et al. 2009). Pemanenan sel dilakukan
dengan cara sentrifugasi dengan kecepatan
10000 rpm ( 15880 g) selama 15 menit pada
suhu 4°C, untuk mencegah kerusakan enzim.
Prinsip metode sentrifugasi ini, yaitu proses
pemisahan ekstrak enzim yang didasarkan pada
berat molekul dengan menggunakan gaya
sentrifugal. Sentrifugasi dilakukan pada suhu
rendah untuk mencegah terjadinya kerusakan
enzim. Berdasarkan hal tersebut berat molekul
yang ringan akan berada diatas dan yang berat
berada dibawah (Koolman 2000). Sel kemudian
dicuci sebanyak dua kali dengan menggunakan
bufer fosfat 0.05 pH 6.5 agar terbebas dari
pengotor yang berasal dari media. Selanjutnya,
pemecahan sel dilakukan dengan metode
sonikasi 50 kHz selama 5 menit. Metode ini
bertujuan untuk memecah dinding sel dengan
frekuensi gelombang suara yang lebih besar.
Sel dipecah didalam bufer fosfat 0.05 pH 6.5
pada suhu 4°C agar enzim tidak mengalami
kerusakan. Menurut Liu et al (2009), enzim βgalaktosidase pada bakteri Enterobacter

cloacae
merupakan
enzim
intraseluler,
sehingga memerlukan pemecahan dinding sel.
Pemanenan
sel
dilakukan
pada
fase
eksponensial, karena pembentukan enzim
terdapat pada fase tersebut. Oleh karena itu,
perlu dilakukan pengukuran pertumbuhan
bakteri Enterobacter cloacae selama 30 jam
melalui pengukuran optical density (OD) pada
panjang gelombang 600 nm.
Kurva pertumbuhan diawali dengan fase
awal (lag) yang merupakan masa penyesuaian
mikroba. Pada fase tersebut terjadi sintesis
enzim oleh sel yang dipergunakan untuk
metabolisme metabolit. Setelah fase awal itu
selesai, baru mulai terjadi reproduksi selular.
Konsentrasi selular meningkat perlahan-lahan
hingga makin lama makin meningkat sampai
pada suatu saat laju pertumbuhan atau
reproduksi seluler mencapai titik maksimal dan
terjadi pertumbuhan secara logaritmik atau
eksponesial. Berdasarkan kurva pertumbuhan
tersebut diperoleh bahwa Enterobacter cloacae
menunjukan
fase
eksponensial
setelah
diinkubasi selama 12-24 jam (Gambar 4).
Selanjutnya, setelah substrat tertentu yang
diperlukan untuk pertumbuhan bakteri dalam
media biakan mendekati habis dan terjadi
penumpukan produk-produk penghambat, maka
terjadi penurunan laju pertumbuhan bakteri
tersebut.
Fase penurunan ditandai oleh
berkurangnya jumlah sel hidup (viable) dalam
media akibat terjadinya kematian (mortalitas)
(Mangunwidjaja et al.1994). Berdasarkan
aktivitas β-galaktosidase yang diperoleh,
dibuatkan kurva aktivitas β-galaktosidase.
Kurva aktivitas menunjukkan bahwa aktivitas
β-galaktosidase tertinggi diperoleh pada jam
ke-18 sebesar 9.117 U/mL enzim (Gambar 4).
Adapun kadar protein β-galaktosidase tertinggi
juga diperoleh pada jam ke-18 sebesar 0.211
mg/ml (Gambar 5). Hasil ini relatif lebih besar
dibandingkan dengan aktivitas enzim βgalaktosidase dari Lactobacillus bulgaricus
sebesar 0.088U/ml, sehingga prosfektif untuk
produksi (Yuningtias 2008).

Gambar 4 Kurva pertumbuhan ( ) dan
aktivitas β-galaktosidase (
)
dari Enterobacter cloacae.

6

dilarutkan dalam 1 mL bufer fosfat 0.05 M pH
6.5. Aktivitas yang tinggi menunjukan
persentase kejenuhan amonium sulfat yang
optimum. Jumlah amonium sulfat (gram) yang
digunakan untuk melarutkan 1 liter larutan
enzim menggunakan rumus dibawah ini dengan
S1 merupakan konsentrasi awal amonium sulfat
sedangkan S2 merupakan konsentrasi akhir
amonium sulfat. Angka 533 menunjukan bahwa
untuk membuat larutan jenuh 100% dibutuhkan
533 gram amonium sulfat per liter.
Jumlah amonium sulfat (gram/liter) =

533 (S2 - S1)
100 - 0.3S2
Aktivitas spesifik yang tinggi menunjukan
persentase kejenuhan amonium sulfat yang
optimum dan selanjutnya digunakan dalam
tahap pemurnian. Sebelum tahap pemurnian
selanjutnya dilakukan dialisis dengan membran
selofan. Enzim dimasukkan ke dalam membran
selofan dan didialisis menggunakan bufer fosfat
0.01 pH 7 selama 24 jam.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Produksi Enzim β-Galaktosidase dari
Enterobacter cloacae
Produksi enzim β-galaktosidase dilakukan
dengan menumbuhkan bakteri Enterobacter
cloacae pada media laktosa, pepton, yeast
(LPY) cair setelah sebelumnya dikulturkan
dalam medium yang sama hingga mencapai
OD=0.7 setara dengan 1010 jumlah koloni/sel
(Liu et al. 2009). Pemanenan sel dilakukan
dengan cara sentrifugasi dengan kecepatan
10000 rpm ( 15880 g) selama 15 menit pada
suhu 4°C, untuk mencegah kerusakan enzim.
Prinsip metode sentrifugasi ini, yaitu proses
pemisahan ekstrak enzim yang didasarkan pada
berat molekul dengan menggunakan gaya
sentrifugal. Sentrifugasi dilakukan pada suhu
rendah untuk mencegah terjadinya kerusakan
enzim. Berdasarkan hal tersebut berat molekul
yang ringan akan berada diatas dan yang berat
berada dibawah (Koolman 2000). Sel kemudian
dicuci sebanyak dua kali dengan menggunakan
bufer fosfat 0.05 pH 6.5 agar terbebas dari
pengotor yang berasal dari media. Selanjutnya,
pemecahan sel dilakukan dengan metode
sonikasi 50 kHz selama 5 menit. Metode ini
bertujuan untuk memecah dinding sel dengan
frekuensi gelombang suara yang lebih besar.
Sel dipecah didalam bufer fosfat 0.05 pH 6.5
pada suhu 4°C agar enzim tidak mengalami
kerusakan. Menurut Liu et al (2009), enzim βgalaktosidase pada bakteri Enterobacter

cloacae
merupakan
enzim
intraseluler,
sehingga memerlukan pemecahan dinding sel.
Pemanenan
sel
dilakukan
pada
fase
eksponensial, karena pembentukan enzim
terdapat pada fase tersebut. Oleh karena itu,
perlu dilakukan pengukuran pertumbuhan
bakteri Enterobacter cloacae selama 30 jam
melalui pengukuran optical density (OD) pada
panjang gelombang 600 nm.
Kurva pertumbuhan diawali dengan fase
awal (lag) yang merupakan masa penyesuaian
mikroba. Pada fase tersebut terjadi sintesis
enzim oleh sel yang dipergunakan untuk
metabolisme metabolit. Setelah fase awal itu
selesai, baru mulai terjadi reproduksi selular.
Konsentrasi selular meningkat perlahan-lahan
hingga makin lama makin meningkat sampai
pada suatu saat laju pertumbuhan atau
reproduksi seluler mencapai titik maksimal dan
terjadi pertumbuhan secara logaritmik atau
eksponesial. Berdasarkan kurva pertumbuhan
tersebut diperoleh bahwa Enterobacter cloacae
menunjukan
fase
eksponensial
setelah
diinkubasi selama 12-24 jam (Gambar 4).
Selanjutnya, setelah substrat tertentu yang
diperlukan untuk pertumbuhan bakteri dalam
media biakan mendekati habis dan terjadi
penumpukan produk-produk penghambat, maka
terjadi penurunan laju pertumbuhan bakteri
tersebut.
Fase penurunan ditandai oleh
berkurangnya jumlah sel hidup (viable) dalam
media akibat terjadinya kematian (mortalitas)
(Mangunwidjaja et al.1994). Berdasarkan
aktivitas β-galaktosidase yang diperoleh,
dibuatkan kurva aktivitas β-galaktosidase.
Kurva aktivitas menunjukkan bahwa aktivitas
β-galaktosidase tertinggi diperoleh pada jam
ke-18 sebesar 9.117 U/mL enzim (Gambar 4).
Adapun kadar protein β-galaktosidase tertinggi
juga diperoleh pada jam ke-18 sebesar 0.211
mg/ml (Gambar 5). Hasil ini relatif lebih besar
dibandingkan dengan aktivitas enzim βgalaktosidase dari Lactobacillus bulgaricus
sebesar 0.088U/ml, sehingga prosfektif untuk
produksi (Yuningtias 2008).

Gambar 4 Kurva pertumbuhan ( ) dan
aktivitas β-galaktosidase (
)
dari Enterobacter cloacae.

7

Gambar 5 Kadar protein β-galaktosidase
Enterobacter cloacae.
Hasil Optimasi Suhu β-galaktosidase dari
Enterobacter cloacae
Aktivitas enzim akan semakin meningkat
sejalan dengan kenaikan suhu sampai tingkat
optimum, sesudahnya aktivitas enzim akan
menurun, sehingga kehilangan sebagian
aktivitasnya. Penentuan suhu terhadap aktivitas
enzim β-galaktosidase diperlihatkan pada
Gambar 6. Aktivitas enzim β-galaktosidase
pada suhu 25-35°C menunjukkan kenaikan
secara bertahap. Suhu optimum β-galaktosidase
dari Enterobacter cloacae dicapai pada suhu
35°C
dengan aktivitas enzimnya sebesar
71.171 U/ml. Menurut Liu et al (2009), βgalaktosidase dari Enterobacter cloacae
mencapai aktivitas tertinggi pada suhu 35°C.
Peningkatan suhu pada batas optimum
menyebabkan naiknya energi kinetik yang
mempercepat gerak vibrasi, translasi, serta
rotasi enzim dan substrat. Kondisi ini
memperbesar peluang enzim dan substrat untuk
bertumbukan. Semakin sering bertumbukan,
maka reaksi pengikatan kompleks enzim
substrat akan meningkat. Pada suhu setelah
suhu optimum, akivitas enzim menurun. Hal ini
dikarenakan enzim adalah molekul protein yang
dapat terdenaturasi pada suhu tinggi.
Peningkatan suhu hingga batas tertentu dapat
menyebabkan
semakin
bertambahnya
kerusakan enzim (Palmer 1991). Pada suhu
yang lebih rendah dari suhu optimum, aktivitas
enzim juga rendah, hal ini disebabkan karena
rendahnya energi aktivasi yang tersedia. Energi
tersebut dibutuhkan untuk menciptakan kondisi
tingkat kompleks aktif, baik dari molekul enzim
atau molekul substrat (Hames dan Hooper
2000).
Pengaruh
pemanasan
juga
dapat
mempengaruhi
aktivitas
β-galaktosidase,
seperti diperlihatkan oleh Gambar 7.

Pemanasan selama 1 jam pada berbagai suhu
ditunjukkan oleh suhu 35°C, dimana pada suhu
tersebut
aktivitas
enzim
mengalami
peningkatan secara signifikan sebesar 120.045
U/ml.
Hasil penelitian Rhimi et al (2010)
menyebutkan bahwa suhu optimum βgalaktosidase dari bakteri
Streptococcus
thermophillus sekitar 57°C. Hasil penelitian
Chen et al (2008) memperlihatkan bahwa suhu
optimum
β-galaktosidase
dari
Basillus
stearothermophilus sekitar 70°C dan Bacillus
licheniformis sekitar 45°C (Phan Tran et al
1998). Yuningtias (2008) menyebutkan bahwa
suhu optimum β-galaktosidase dari bakteri
Lactobacillus bulgaricus aktif pada suhu 43°C
dengan aktivitas enzim 0.124 U/ml. Hal ini
menunjukkan bahwa enzim β-galaktosidase
dari Enterobacter cloacae aktif pada suhu yang
lebih rendah jika dibandingkan dengan bakteri
lain penghasil enzim ini. Oleh karena itu,
komsumsi energi yang diperlukan lebih rendah,
sehingga menguntungkan untuk digunakan
pada bioindustri.

Gambar 6 Pengaruh suhu terhadap aktivitas βgalaktosidase dari Enterobacter
cloacae.

Gambar 7 Pengaruh pemanasan selama 1 jam
pada berbagai suhu terhadap
aktivitas β-galaktosidase dari
Enterobacter cloacae.

8

Hasil Optimasi pH β-galaktosidase dari
Enterobacter cloacae
Enzim mempunyai gugus yang dapat
terionisasi. Dengan demikian, perubahan pH
dapat menyebabkan perubahan gugus tersebut
yang dapat mengakibatkan perubahan struktur,
komformasi, dan sisi aktif enzim (Chakraborti
et al. 2000).
Keasaman (pH) dapat mempengaruhi
aktivitas enzim. Daya katalisis enzim menjadi
rendah pada pH rendah maupun tinggi, karena
terjadinya denaturasi protein enzim. Enzim
mempunyai gugus aktif yang bermuatan positif
(+) dan negatif (-). Aktivitas enzim akan
optimum kalau terdapat keseimbangan antara
kedua muatannya. Pada keadaan asam
muatannya cenderung positif, dan pada keadaan
basa muatannya cenderung negatif sehingga
aktivitas enzimnya menjadi berkurang atau
bahkan menjadi tidak aktif (Koolman 2000).
Peningkatan pH sebelum titik optimum
menyebabkan terus meningkatnya aktivitas
enzim, sampai seluruh enzim berikatan dengan
membentuk kompleks enzim-substrat. pH
optimum untuk masing-masing enzim tidak
selalu sama.
Pengaruh pH terhadap aktivitas enzim βgalaktosidase diperlihatkan pada Gambar 8.
Penggunaan tiga macam bufer (bufer asetat,
bufer fosfat, dan bufer Tris-HCl) bertujuan
untuk menyediakan lingkungan dengan kisaran
pH cukup luas (5.0-8.5), sehingga tidak perlu
menggunakan pereaksi yang bersifat asam atau
basa kuat untuk membuat kondisi reaksi pada
kisaran pH tersebut. Pemilihan buffer yang
sesuai sangat penting untuk menjaga protein
pada pH yang diinginkan dan untuk
memastikan hasil penelitian yang konstan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mulai
dari pH 5.5-8.0 aktivitas enzim β-galaktosidase
pada bakteri Enterobacter cloacae mengalami
peningkatan. pH optimum β-galaktosidase dari
Enterobacter cloacae dicapai pada pH 7
dengan nilai aktivitas enzim sebesar 224.504
U/ml. Pada kondisi pH tersebut sisi aktif enzim
sudah seluruhnya berikatan dengan substrat
membentuk kompleks enzim-substrat. Menurut
Lehninger (2004), pada pH optimum, gugus
penerima proton yang penting pada sisi aktif
berada dalam tingkat ionisasi yang diinginkan.
Peningkatan pH diatas batas optimum kerja
enzim menyebabkan kerja enzim menurun,
karena terjadi denaturasi enzim atau perubahan
struktur tiga dimensi molekul enzim.
Berdasarkan Gambar 9, memperlihatkan
pengaruh pemanasan terhadap aktivitas βgalaktosidase dimana pada pH 7 aktivitas enzim
mengalami peningkatan sebesar 170.180 U/ml.

Sebagai perbandingan, pH optimum
aktivitas
enzim
β-galaktosidase
dari
Leuconostoc sekitar pH 7.2 (Huang et al 1993).
Hasil penelitian Rhimi et al (2009)
menyebutkan bahwa β-galaktosidase yang
diisolasi dari Lactobacillus bulgaricus memiliki
kisaran pH optimum 6.5-7.0. pH optimum
enzim β-galaktosidase yang diisolasi dari
Streptococcus thermophilus sekitar pH 6.5-75
(Rhimi et al 2010).

Gambar 8 Pengaruh pH terhadap aktivitas βgalaktosidase dari Enterobacter
cloacae.

Gambar 9 Pengaruh pemanasan selama 1 jam
pada berbagai pH terhadap aktivitas
β-galaktosidase dari Enterobacter
cloacae.
Aktivitas Enzim β-galaktosidase Terhadap
Penambahan Ion Logam
Ion logam diperlukan sebagai aktivator
untuk meningkatkan aktivitas pada enzimenzim tertentu. Namun, ion logam tersebut
dapat pula sebagai penghambat (inhibitor) pada
konsentrasi yang berbeda. Ion logam diperlukan
oleh enzim sebagai komponen pada sisi
aktifnya. Logam berat mempunyai kemampuan
untuk berikatan dengan enzim dengan
menggantikan fungsi ion logam dari gugus
enzim (Murray et al. 2003). Pengaruh ion
logam terhadap aktivitas enzim β-galaktosidase
diperlihatkan pada Gambar 8. Ion Mn2+ dan

9

Mg2+ dapat meningkatkan aktivitas enzim
(U/ml) pada ion Mn2+ dan Mg2+ masing-masing
sebesar 1117.117 U/ml dan 918.919 U/ml
dibandingkan dengan aktivitas enzim kontrol.
Hal tersebut menunjukkan bahwa ion Mn2+ dan
ion Mg2+ dapat meningkatkan aktivitas enzim
β-galaktosidase dari bakteri Enterobacter
cloacae (aktivator enzim). Ion Hg2+ dan Cu2+
memiliki kemampuan tertinggi sebagai
inhibitor, dimana aktivitas enzim pada ion Hg+
dan Cu2+ mengalami penurunan masing-masing
sebesar 8.408 U/ml dan 42.643 U/ml
dibandingkan aktivitas enzim kontrol. Hal
tersebut menunjukkan bahwa ion Hg+ dan Cu2+
dapat menurunkan aktivitas enzim βgalaktosidase secara drastis. Ion-ion Ca2+,
Zn2+, dan Co2+ juga mengalami penurunan
aktivitas enzim masing-masing sebesar 504.504
U/ml, 480.781 U/ml, dan 483.183 U/ml. Hal
tersebut menunjukkan bahwa ion Ca2+, Zn2+,
dan Co2+ hanya menghambat sebagian aktivitas
enzim β-galaktosidase (inhibitor parsial).
Hasil penelitian Liu et al (2009)
menyebutkan bahwa β-galaktosidase dari
Enterobacter cloacae
dihambat secara
signifikan oleh ion Hg+ dan ion Cu2+ pada
konsentrasi 0.01 mM. Ion-ion logam yang
dapat meningkatkan aktivitas enzim βgalaktosidase dari
Enterobacter cloacae
(aktivator) adalah ion Mg2+ dan Mn2+. Hasil
penelitian Chen et al (2008) menyebutkan
bahwa
β-galaktosidase
dari
Bacillus
stearothermophilus dihambat secara signifikan
oleh ion Fe2+, Zn2+, Cu2+, Pb2+, dan Sn2+.

menolak protein yang bermuatan sama.
Kelarutan protein (pH dan temperatur tertentu)
meningkat pada kenaikan konsentrasi garam
(salting in). Kenaikan kelarutan protein akan
meningkatkan kekuatan ion larutan. Pada
penambahan garam dengan konsentrasi tertentu
kelarutan protein menurun (salting out).
Molekul air yang berikatan dengan ion-ion
garam semakin banyak yang menyebabkan
penarikan selubung air yang mengelilingi
permukaan protein sehingga mengakibatkan
protein saling berinteraksi, beragregasi, dan
kemudian mengendap (Harris 1989). Aktivitas
spesifik adalah satu unit enzim permiligram
protein (Wirahadikusumah 1989). Adapun nilai
aktivitas spesifik tersebut dapat digunakan
sebagai ukuran besarnya kemurnian enzim hasil
isolasi (Lehninger 2004).
Hasil pengendapan amonium sulfat
terhadap aktivitas spesifik β-galaktosidase dari
Enterobacter cloacae ditunjukkan pada Gambar
9, pengendapan dengan amonium sulfat fraksi
50% mampu meningkatkan aktivitas spesifik
enzim β-galaktosidase sebesar 101.768 U/mg,
jika dibandingkan dengan pengendapan
ammonium sulfat pada fraksi lainnya. Pada
prinsipnya, penambahan amonium sulfat
sampai jenuh bertujuan untuk mengendapkan
protein yang terdapat dalam larutan ekstrak
kasar enzim. Enzim adalah protein, maka
setelah
pengendapan,
konsentrasi
βgalaktosidase dalam campuran akan meningkat.
Dengan konsentrasi yang lebih besar, aktivitas
enzim terhadap substr