Analisa Tataniaga Kelapa Sawit di Desa Tanjung Jaya Kecamatan Bangun Rejo Kabupaten Lampung Tengah Provinsi Lampung

1

ANALISA TATANIAGA KELAPA SAWIT DI DESA TANJUNG
JAYA KECAMATAN BANGUN REJO KABUPATEN
LAMPUNG TENGAH PROVINSI LAMPUNG

RATIZA ALIFA ASMARANTAKA
H34080148

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

ii

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisa Tataniaga Kelapa
Sawit di Desa Tanjung Jaya Kecamatan Bangun Rejo Kabupaten Lampung Tengah
Provinsi Lampung adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan
dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013

Ratiza Alifa Asmarantaka
NIM H34080148

1

ABSTRAK
RATIZA ALIFA ASMARANTAKA. Analisa Tataniaga Kelapa Sawit di Desa
Tanjung Jaya, Kecamatan Bangun Rejo, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi

Lampung. Dibimbing oleh POPONG NURHAYATI.
Desa Tanjung Jaya merupakan salah satu wilayah di Kabupaten Lampung
Tengah yang merupakan daerah penghasil kelapa sawit di Provinsi Lampung yang
cukup potensial, mudah dijangkau, dan letaknya strategis dekat dengan dua lokasi
pabrik pengolahan, yaitu PT. Kalirejo Lestari dan PTPN VII Bekri. Dalam
memasarkan usahanya petani dibantu oleh pedagang pengumpul, dan agen
perantara. Tujuan penelitian ini adalah menganalisa saluran tataniaga kelapa sawit
yang terbentuk di Desa Tanjung Jaya, mengetahui serta menganalisa fungsi
tataniaga yang terjadi pada sistem tataniaga kelapa sawit di Desa Tanjung Jaya,
dan menganalisis efisiensi sistem tataniaga petani pada pemasaran kelapa sawit di
Desa Tanjung Jaya. Data diolah dan dianalisis dengan metode kuantitatif dan
kualitatif untuk mengetahui efisiensi tataniaga kelapa sawit. Penelitian analisa
kualitatif efisiensi tataniaga kelapa sawit meliputi lembaga dan saluran pemasaran
tataniaga, serta fungsi tataniaga. Penelitian analisa kualitatif efisiensi tataniaga
kelapa sawit ini dijelaskan secara deskriptif untuk menjabarkan semua detail dari
saluran pemasaran, fungsi pemasaran, serta permasalahan yang terjadi. Sedangkan
analisis kuantitatif dilakukan melalui pendekatan marjin tataniaga, farmer’s share,
dan rasio keuntungan terhadap biaya. Berdasarkan analisa sistem tataniaga
disimpulkan bahwa saluran tataniaga yang melalui agen perantara lebih efisien.
Saluran tataniaga ini yang sebaiknya digunakan oleh petani di Desa Tanjung Jaya.

Alternatif lain yang diterapkan petani adalah meningkatkan kualitas TBS,
melakukan kemitraan dengan agen perantara, pedagang pengumpul, dan pabrik
pengolahan, menjaga kualitalitas TBS, serta mengikuti informasi mengenai
harga TBS, dan perkembangan pasar.
Kata Kunci : kelapa sawit, sistem tataniaga, efisiensi tataniaga

ABSTRACT
RATIZA ALIFA ASMARANTAKA. Analyze Of Palm Oil Marketing at Tanjung
Jaya Village, Bangun Rejo subdistrict, Lampung Tengah regency, Lampung
Province. Counseling by POPONG NURHAYATI.
Tanjung Jaya village is one of potential area in bangun rejo subdistrict,
Lampung Tengah regency, which produces palm on Lampung Province. The
location is easily reached and closed by two cultivate factories, PT. Kalirejo
Lestari and PTPN VII Bekri. For marketing their crops, the farmers helped by the
gatherer and supplier. The purposes of this research are to analyze the palm oil
marketing channel which is formed at Tanjung Jaya village, to analyze the
marketing function which occured on the palm oil marketing system at Tanjung

2


Jaya village, and to analyze the efficiency of farmer's marketing system on palm
oil marketing at Tanjung Jaya village. The data is made and analyzed by
quantitative and qualitative methods to know the efficiency of palm oil
marketing. The Qualitative analysis of palm oil marketing's efficiency includes
the institution and marketing channel and marketing function. This Qualitative
analysis of palm oil marketing's efficiency describes the marketing channel,
marketing function, and also the problems occured. The qualitative analysis
describes of marketing margin, farmer's share, and the profit ratio toward cost.
The result shows that there are two systems of oil palm marketing channel. The
first system is the channel which goes through the supplier, and the second oil
palm channel system is the channel which goes through is. Based on these
marketing system analysis, the conclusions this research sugest marketing channel
through supplier is more efficient. This marketing channel should be used by the
farmers at Tanjung Jaya village. Which can be applied by the farmers are
increasing the quality of TBS (fresh fruit bunch), partnering the suppliers,
collective sellers, and cultivate factories (processing unit), keeping the quality of
TBS (fresh fruit bunch), and also following the latest information of TBS (fresh
fruit bunch) and its market development.
Key words: palm oil, system, marketing, efficiency


3

ANALISA TATANIAGA KELAPA SAWIT DI DESA TANJUNG
JAYA KECAMATAN BANGUN REJO KABUPATEN
LAMPUNG TENGAH PROVINSI LAMPUNG

RATIZA ALIFA ASMARANTAKA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANEJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013


4

5

Judul Skripsi : Analisa Tataniaga Kelapa Sawit di Desa Tanjung Jaya Kecamatan
Bangun Rejo Kabupaten Lampung Tengah Provinsi Lampung
Nama
: Ratiza Alifa Asmarantaka
NIM
: H34080148

Disetujui oleh

Ir. Popong Nurhayati, MM
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS
Ketua Departemen


Tanggal Lulus:

6

PRAKATA

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala berkah karunia dan hidayahNya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan oleh penulis. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2012 sampai dengan bulan Desember
2012 ini ialah Tataniaga Agribisnis, dengan judul Analisa Tataniaga Kelapa Sawit di
Desa Tanjung Jaya Kecamatan Bangun Rejo Kabupaten Lampung Tengah Provinsi
Lampung.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Ir. Popong Nurhayati, MM selaku dosen
pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Gultom
selaku Manager pabrik pengolahan PT. Kalirejo Lestari dan bapak Andi Punoko selaku
Direktur utama PTPN VII Bekrie yang telah membantu selama pengumpulan data.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas
segala doa dan kasih sayangnya. Tidak lupa kepada teman-teman agribisnis 45 yang
selalu memberi dukungan dan bantuan dalam pembuatan skripsi ini.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.


Bogor, Juli 2013

Ratiza Alifa Asmarantaka

NIM H34080148

7

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Lingkup
TINJAUAN PUSTAKA

Hasil Tanaman dan Produk Utama Kelapa Sawit
Pemasaran dan Bisnis Kelapa Sawit
Hasil Penelitian Tentang Tataniaga
Penelitian Terdahulu
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Sistem Tataniaga
Lembaga dan Saluran Tataniaga
Fungsi Tataniaga
Pendekatan Struktur
Margin Tataniaga
Farmer’s Share
Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya
Efisiensi Tataniaga
Kerangka Pemikiran Operasional
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Pengumpulan Data
Metode Analisis Data

Analisis Lembaga dan Saluran Tataniaga
Analisis Fungsi Tataniaga
Analisis Efisiensi Tataniaga
Analisis Margin Tataniaga
Analisis Farmer’s Share
Analisis Rasio Keuntungan Terhadap Biaya
GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
Keadaan Umum Daerah Penelitian
Keadaan Umum Kecamatan Bangun Rejo
Keadaan Umum Desa Tanjung Jaya
Karakteristik Petani Responden
Karakteristik Responden Lembaga Tataniaga
Gambaran Umum Budidaya Kelapa Sawit di Desa Tanjung Jaya
Pemilihan Lokasi Budidaya
Pembibitan

viii
Vii
viii
Viii

ix
Ix
1
1
1
1
2
2
3
3
3uang3
3
4
4
4
5
56
6
7
78
8 8
8
11
12
12
13
13
15
15
16
16
18
18 18
18
18
19
19
19
20
20
20
20
21
22
22 22
2222
23
23
24
24
26
2627
2727
27
28

8

Penanaman
Pemeliharaan
Pemanenan
Budidaya Kelapa Sawit di Desa Tanjung Jaya
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sistem Tataniaga
Saluran Tataniaga
Saluran Tataniaga I
Saluran Tataniaga II
Fungsi-Fungsi Tataniaga Pada Setiap Lembaga Tataniaga
Fungsi Tataniaga di Tingkat Petani
Fungsi Tataniaga di Tingkat Pedagang Pengumpul
Fungsi Tataniaga di Tingkat Agen Perantara
Fungsi Tataniaga di Tingkat Pabrik Pengolahan
Jumlah Pembeli dan Penjual Tataniaga Kelapa Sawit
Jenis dan Sifat Tanaman Kelapa Sawit
Hambatan dan Keluar Masuk Pasar
Informasi Pasar
Praktik Penjualan dan Pembelian
Sistem Penentuan Harga
Sistem Pembayaran
Kerjasama Antar Lembaga Tataniaga
Analisis Margin Tataniaga
Analisis Farmer’s Share
Rasio Keuntungan dan Biaya
Efisiensi Tataniaga
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA

2829
2931
32
31
3332
35
33
3535
3536
3637
39
37
4039
40
40
41
40
42
41
4242
424
43
43
44
45
48
48
49
5051
50
51
5254
56
53
56
54
56
56
58
56
56
58

9

DAFTAR TABEL
1 Mata Pencaharian Penduduk Desa Tanjung Jaya
2 Karakteristik Responden Petani Kelapa Sawit Desa Tanjung Jaya
3 Karakteristik Individu Responden Lembaga Tataniaga Kelapa Sawit
Desa Tanjung Jaya
4 Standar Kematangan Buah Kelapa Sawit
5 Pola Saluran Tataniaga TBS Kelapa Sawit Desa Tanjung Jaya
6 Harga Beli, Harga Jual dan Keuntungan pada Masing-Masing Pola
Saluran Tataniaga TBS Kelapa Sawit
7 Marjin Tataniaga
8 Farmer’s Share Berdasarkan Pola Saluran Tataniaga
9 Rasio Keuntungan dan Biaya
10 Nilai Efisiensi Pemasaran pada Masing-Masing Pola
11 Saluran Tataniaga

23
25
2727
38
39
4949
51
53
54
54
55

10

DAFTAR GAMBAR

1 Konsep Marjin Pemasaran
2 Kerangka Pemikiran Operasional Sistem Tataniaga Kelapa
Sawit Desa Tanjung Jaya
3 Skema Pola Tataniaga Kelapa Sawit Desa Tanjung Jaya

14
17
35

11

DAFTAR LAMPIRAN
1 Luas areal dan produksi kelapa sawit provinsi lampung
tahun 2011
2 Luas areal dan produksi kelapa sawit PR kabupaten
lampung tengah tahun 2011
3 Luas areal dan produksi kelapa sawit kecamatan bangun rejo
kabupaten lampung tengah tahun 2011
4 Pabrik pengolahan kelapa sawit provinsi lampung
tahun 2010
5 Berita acara penetapan harga pembelian TBS kelapa sawit
produksi pekebun bulan November 2012
6 Rincian biaya harga beli harga jual TBS kelapa sawit desa tanjung
jaya pada masing-masing pola saluran tataniaga
7 Contoh kartu timbang
8 Rekapitulasi data hasil penelitian
9 Kuisioner petani responden
10 Kuisioner lembaga tataniaga
11 Kuisioner penelitian
12 Potensi produksi tanaman kelapa sawit berdasarkan umur dan
kelas lahan
13 Foto dokumentasipenelitian
14 Riwayat Hidup

62
63
64
65
66
68
70
71
74
76
78
81
82

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pembangunan sektor pertanian dan sektor industri di Indonesia merupakan
salah satu pembangunan bidang ekonomi dalam rangka meningkatkan lapangan
kerja serta mengembangkan wilayah, dan peningkatan pendapatan masyarakat
sekaligus peningkatan bagi devisa negara. Pembangunan sektor pertanian dan
industri memerlukan dukungan sektor lain seperti jasa perhubungan, perdagangan,
dan pelayanan keuangan perbankan. Keterkaitan antara sektor pertanian, industri,
jasa, dan sektor lain sangat penting dalam mewujudkan jaringan agroindustri dan
agribisnis. Agroindustri mampu meningkatkan pendapatan para pelaku agribisnis,
menyerap tenaga kerja, meningkatkan devisa, dan mendorong industri lain untuk
lebih bersinergi. Pembangunan sektor pertanian dan sub sektor perkebunan di
Provinsi Lampung dalam rangka pengembangan wilayah, peningkatan
pendapatan, dan kesejahteraan petani dilaksanakan melalui berbagai
pengembangan komoditi perkebunan seperti kelapa sawit, kopi, karet, tebu, dan
komoditi perkebunan lainnya.
Menurut data dari Dinas Perkebunan Provinsi Lampung pada tahun 2011
jumlah areal kelapa sawit mencapai 194.616 Ha, dengan produksi 390.906 ton
minyak sawit, Crude Palm Oil (CPO). Pengusahaan kelapa sawit dilakukan
melalui Perkebunan Besar Negara (PBN), Perkebunan Besar Swasta (PBS), dan
Perkebunan Rakyat (PR). Luas areal kelapa sawit PBN 11.787 Ha (6.05%), PBS
100.159 Ha (51.46%), dan PR 82.670 Ha (42.43%). Produktivitas kelapa sawit
PBN 3052 kg/Ha, PBS 3165 kg/Ha, dan PR 2914 kg/Ha. Pengusahaan Kelapa
Sawit PR di Provinsi Lampung Tahun 2011 rata-rata 0,7 Ha/Kk Dengan
Produktivitas 2,9 Ton CPO/Ha. Luas areal, Produksi, dan Produktivitas kelapa
sawit di provinsi Lampung tahun 2011 secara rinci dapat dilihat pada lampiran 2.
Luas areal perkebunan kelapa sawit pada tahun 2011 di kabupaten Lampung
Tengah mencapai 10.537 Ha, dengan produksi 25.541 ton, dan produktivitas
3045 kg/Ha dengan melibatkan 15.053 KK petani. Sedangkan di kecamatan
Bangun Rejo, luas areal tanaman kelapa sawitnya mencapai 2.305 Ha, dengan
produksi 5.932.8 ton, produktivitas 3200 kg/Ha, dengan jumlah petani mencapai
1.700 KK. Luas areal, produksi, produktivitas, dan jumlah petani yang terlibat
dalam usahatani tanaman kelapa sawit kabupaten Lampung Tengah dan
kecamatan Bangun Rejo, tahun 2011 dapat dilihat pada Lampiran 3 dan 4.
Pengusahaan kelapa sawit PR mulai digiatkan pada awal tahun 1990, melalui
program pemerintah, bekerja sama dengan pihak PBN dan PBS, dengan konsep
kemitraan. Sebagai perusahaan inti adalah PBN dan PBS dan petani PR, melalui
kelompok-kelompok tani sebagai plasma dan selanjutnya melalui koperasi unit
desa (KUD) bekerja sama lebih lanjut dalam layanan pemasaran dan pengolahan
hasil dengan pabrik kelapa sawit (PKS) milik PBN dan PBS. Daftar nama
perusahaan pengolahan hasil produksi tanaman kelapa sawit di provinsi lampung
dapat dilihat pada Lampiran 5.
Pemerintah melalui dinas terkait yaitu, Dinas Perkebunan, Dinas
Perdagangan, dan Dinas Koperasi melakukan pembinaan teknis budidaya (on
farm) maupun pemasaran pengolahan hasil pasca panen (off farm). Permasalahan

2

yang dihadapi petani perkebunan rakyat (PR) dalam mengelola usaha tani kelapa
sawit adalah masih rendahnya produktivitas dan lemahnya akses dalam tata niaga
pemasaran dan pengolahan hasil.
Perumusan Masalah
Keberhasilan pengembangan kelapa sawit ditentukan oleh keberhasilan
usahatani, seperti penggunaan bibit unggul bermutu, penanaman, pemeliharaan,
pemupukan, dan pengendalian hama penyakit yang juga ditentukan oleh sistem
tataniaga dan pengolahan hasil. Petani perkebunaan rakyat (PR) dihadapkan pada
masalah teknis budidaya, seperti sulit serta mahalnya memperoleh bibit unggul
bermutu dan pupuk. Masalah lain yang dihadapi petani adalah pada proses pasca
panen, tataniaga, dan pengolahan hasil. Kelapa sawit di tingkat petani yang
dipasarkan berupa tandan buah segar (TBS), digunakan sebagai bahan baku atau
raw material untuk selanjutnya diolah di pabrik pengolahan kelapa sawit, antara
lain produk yang dihasilkan berupa minyak kelapa sawit (CPO). Ditingkat petani
upaya peningkatan kualitas dilakukan dengan menjaga tingkat kematangan buah,
menjaga kebersihan buah dari kotoran atau tangkai, dan memisahkan buah yang
hampa. Kualitas yang dihasilkan akan diperhitungkan di pabrik melalui potongan
rafraksi maupun sortasi.
Di Desa Tanjung Jaya Kecamatan Bangun Rejo Kabupaten Lampung
Tengah Provinsi Lampung terdapat dua unit pabrik pengolahan kelapa sawit yaitu
PT. Kalirejo Lestari milik perusahaan swasta dan PTPN VII Bekri milik
pemerintah. Karena jumlah pabrik pengolahan yang minim, para petani dan
pelaku tataniaga mengalami kerugian yang disebabkan oleh jumlah anrian
kendaraan dan volume kendaraan yang besar ketika menuju pabrik pengolahan
menyebabkan kualitas tandan buah segar (TBS) kurang baik. Petani juga
mempunyai keterbatasan di dalam sarana transportasi berupa kendaraan (pick up)
maupun truk untuk mengangkut hasil panen. Pengangkutan TBS dari kebun petani
ke lokasi pabrik pengolahan kelapa sawit dilakukan oleh pedagang pengumpul
atau agen perantara. Pengolahan hasil panen dilakukan di pabrik kelapa sawit
milik perkebunan besar negara dan swasta. Petani perkebunan rakyat tidak turut
serta dalam menentukan tingkat harga. Informasi harga diperoleh para petani
melalui melalui agen perantara (supplier). Para petani dalam memasarkan TBS
berada pada posisi tawar yang rendah. Secara umum pada panen besar seperti
akhir tahun 2012 saat penelitian ini dilakukan harga tandan buah segar kelapa
sawit (TBS) sedang jatuh, harga yang ditetapkan hanya berkisar Rp. 700 / kg.
Sementara pada saat panen kurang baik, seperti pada bulan maret dan april 2013,
harga dapat mencapai Rp 1.500 / kg.
Berdasarkan pada uraian di atas, maka rumusan masalah dalam dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana saluran tataniaga yang dihadapi oleh petani kelapa sawit di
desa Tanjung Jaya?
2. Bagaimana penerapan fungsi–fungsi tataniaga pada komoditi kelapa sawit
di Desa Tanjung Jaya?
3. Apakah sistem tataniaga yang diterapkan oleh para petani di Desa
Tanjung Jaya, sudah efisien?

3

Tujuan Penelitian
Berdasarkan pemikiran yang telah diuraikan maka adapun tujuan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisa saluran tataniaga kelapa sawit yang terbentuk di Desa Tanjung
Jaya.
2. Mengetahui serta menganalisa fungsi tataniaga yang terjadi pada sistem
tataniaga kelapa sawit di Desa Tanjung Jaya.
3. Menganalisa efisiensi tataniaga petani pada pemasaran kelapa sawit di Desa
Tanjung Jaya.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini antara lain:
1. Sebagai informasi bagi petani dan lembaga pemasaran untuk meningkatkan
kerjasama dan pendapatannya dalam proses tataniaga kelapa sawit di Desa
Tanjung Jaya.
2. Bahan informasi dan kajian ilmiah dalam perencanaan kebijakan sosial
ekonomi komoditas kelapa sawit serta mencari alternatif pemecahan masalah
tataniaga kelapa sawit di Desa Tanjung Jaya.
3. Sebagai bahan refrensi penelitian tentang sistem tataniaga selanjutnya.
Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini yaitu:
Lokasi penelitian terletak di Desa Tanjung Jaya, Kecamatan Bangun Rejo,
Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung. Pilihan lokasi ini didasari
dengan mempertimbangkan bahwa Desa Tanjung Jaya merupakan salah satu
wilayah di Kabupaten Lampung Tengah yang cukup luas untuk pengembangan
kelapa sawitnya dan relatif dekat dengan dua lokasi pabrik pengolahan kelapa
sawit, yaitu pabrik pengolahan kelapa sawit milik pemerintah PTPN VII Unit
Usaha Bekri (±10 km), dan pabrik pengolahan kelapa sawit milik swasta PT. Kali
Rejo Lestari (±15 km). Penelitian ini lebih dititikberatkan pada sistem tataniaga
pemasaran kelapa sawit dari petani sampai ke pabrik pengolahan. Masalah teknis
budidaya tidak dilakukan penelitian lebih mendalam. Pengambilan sampel
dilakukan acak meliputi 32 orang petani responden yang tersebar di beberapa
dusun di wilayah desa Tanjung Jaya, kecamatan Bangun Rejo, kabupaten
Lampung Tengah, provinsi Lampung. Data yang digunakan adalah data primer
berupa pengamatan langsung dan hasil wawancara serta data sekunder. Data yang
digunakan merupakan data pemasaran dan penjualan TBS di PTPN VII Bekrie
dan PT. Kalirejo Lestari.

4

TINJAUAN PUSTAKA
Hasil tanaman dan Produk Utama Kelapa Sawit
Minyak sawit digunakan sebagai bahan baku minyak makan, margarin,
sabun, kosmetika, industri baja, kawat, radio, kulit dan industri farmasi. Minyak
sawit dapat digunakan untuk begitu beragam peruntukannya karena keunggulan
sifat yang dimilikinya yaitu tahan oksidasi dengan tekanan tinggi, mampu
melarutkan bahan kimia yang tidak larut oleh bahan pelarut lainnya, mempunyai
daya melapis yang tinggi dan tidak menimbulkan iritasi pada tubuh dalam bidang
kosmetik. Bagian yang paling populer untuk diolah dari kelapa sawit adalah buah.
Bagian daging buah menghasilkan minyak kelapa sawit mentah yang diolah
menjadi bahan baku minyak goreng dan berbagai jenis turunannya. Kelebihan
minyak nabati dari sawit adalah harga yang murah, rendah kolesterol, dan
memiliki kandungan karoten tinggi. Minyak sawit juga diolah menjadi bahan
baku margarin. Minyak inti menjadi bahan baku minyak alkohol dan industri
kosmetika. Bunga dan buahnya berupa tandan, bercabang banyak. Buahnya kecil,
bila masak berwarna merah kehitaman. Daging buahnya padat. Daging dan kulit
buahnya mengandung minyak. Minyaknya itu digunakan sebagai bahan minyak
goreng, sabun, dan lilin. Ampasnya dimanfaatkan untuk makanan ternak. Ampas
yang disebut bungkil inti sawit itu digunakan sebagai salah satu bahan pembuatan
makanan ayam. Tempurungnya digunakan sebagai bahan bakar dan arang. Buah
diproses dengan membuat lunak bagian daging buah dengan temperatur 90 °C.
Daging yang telah melunak dipaksa untuk berpisah dengan bagian inti dan
cangkang dengan pressing pada mesin silinder berlubang. Daging inti dan
cangkang dipisahkan dengan pemanasan dan teknik pressing. Setelah itu dialirkan
ke dalam lumpur sehingga sisa cangkang akan turun ke bagian bawah lumpur.
Sisa pengolahan buah sawit sangat potensial menjadi bahan campuran makanan
ternak dan difermentasikan menjadi kompos. Produk turunan CPO bisa
dipasarkan untuk perusahaan yang memproduksi minyak goreng kelapa sawit,
margarine, shortening, vanaspati (Vegetable ghee), ice creams, bakery fats,
instans noodle, sabun dan detergent, cocoa butter extender, chocolate dan
coatings, specialty fats, dry soap mixes, sugar confectionary, biskuit cream fats,
filled milk, lubrication, textiles oils dan bio diesel. Produk turunan minyak inti
sawit bisa dipasarkan untuk perusahaan yang memproduksi shortening, cocoa
butter substitute, specialty fats, ice cream, coffee whitener/cream, sugar
confectionary, biscuit cream fats, filled mild, imitation cream, sabun, detergent,
shampoo dan kosmetik. Minyak sawit digunakan sebagai bahan baku minyak
makan, margarin, sabun, kosmetika, industri baja, kawat, radio, kulit dan industri
farmasi. Minyak sawit dapat digunakan untuk begitu beragam peruntukannya
karena keunggulan sifat yang dimilikinya yaitu tahan oksidasi dengan tekanan
tinggi, mampu melarutkan bahan kimia yang tidak larut oleh bahan pelarut
lainnya, mempunyai daya melapis yang tinggi dan tidak menimbulkan iritasi pada
tubuh dalam bidang kosmetik.

Pemasaran dan Bisnis Kelapa Sawit

5

Secara historis pertumbuhan produksi minyak sawit dunia selama dua
dasawarsa terakhir ini mengalami kenaikan sekitar 7,3% pertahun. Perkembangan
minyak sawit dunia ini sangat dipengaruhi oleh produksi minyak sawit dari negara
Malaysia dan Indonesia yang memberikan kontribusi sebesar 80% dari produksi
dunia.Berdasarkan data Oil Word diperkirakan produksi CPO lima tahun ke depan
akan meningkat tapi lebih kecil dibandingkan dengan konsumsi masyarakat dunia.
Tingkat produksi CPO dunia masih dikuasai oleh Malaysia dengan pengusaan
50% market dunia, sedangkan Indonesia berada pada tingkat kedua dengan 30%
penguasaan market dunia. Saat ini Indonesia dan Malaysia merupakan produsen
utama CPO dunia dengan menguasai lebih dari 80% pangsa pasar.
Negara-negara produsen lainnya, seperti Nigeria, Kolombia, Thailand, Papua
Nugini, dan bahkan Pantai Gading, boleh dibilang hanya menjadi pelengkap.
Malaysia menempati peringkat teratas dengan volume produksi pada 2003
mencapai 13,35 juta ton. Sementara Indonesia masih 9,75 juta ton. Menurut
ramalan Oil World, volume produksi CPO Indonesia pada 2010 bakal mencapai
12 juta ton.Namun, agaknya ramalan itu bakal meleset. Sebab, pada 2004 saja
volume produksi CPO Indonesia sudah mencapai 11,5 juta ton. Itu sebabnya
banyak kalangan optimis volume produksi CPO Indonesia bakal segera
mengalahkan Malaysia, terlebih jika melihat luas lahan di Malaysia yang kian
terbatas, sementara di Indonesia masih begitu luas. Produksi minyak sawit (CPO)
di dalam negeri diserap oleh industri pangan terutama industri minyak goreng dan
industri non pangan seperti industri kosmetik dan farmasi. Namun, potensi pasar
paling besar adalah industri minyak goreng.
Potensi tersebut terlihat dari semakin bertambahnya jumlah penduduk yang
berimplikasi pada pertambahan kebutuhan pangan terutama minyak goreng.
Sampai tahun 1997 produksi minyak goreng Indonesia baru mencapai 3,1 juta ton
dengan kontribusi minyak goreng sawit 2,3 juta ton (74 %). Kebutuhan untuk
memproduksi minyak goreng sawit sebesar itu memerlukan 3,3 juta ton minyak
sawit.
Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang menjadi acuan dalam penelitian ini
adalah penelitian yang terkait dengan usahatani dan sistem tataniaga dari berbagai
komoditi tanaman perkebunan dilihat berdasarkan konsep saluran dan lembaga
pemasaran, fungsi, marjin pemasaran, farmer’s share dan struktur pasar. Berikut
adalah beberapa hasil penelitian mengenai kondisi tataniaga dari berbagai
tanaman perkebunan dan pertanian.
Lestari (2006) mengenai “Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor – Faktor Produksi
dan Pendapaan Petani Tebu Lahan Kering” (studi kasus : kecamatan Trangkil
wilayah kerja PG Trangkil Kabupaten Pati – Jawa Tengah). Penelitian ini
membahas pengaruh faktor – faktor produksi terhadap pendapatan usahatani tebu
tanam dan tebu keprasan. Alat analisis yang digunakan adalah fungsi
produksi Cobb – Douglas dan analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C
rasio). Persamaan penelitian ini adalah komoditi yang diteliti sama-sama berasal
dari tanaman perkebunan. Perbedaannya adalah topik penelitian dan dengan
penggunaan metode analisis yang digunakan dalam penelitian Sri Suci Purbo
Lestari menggunakan fungsi produksi Cobb–Douglas dan analisis R/C rasio

6

sedangkan topik penelitian ini adalah sistem tataniaga yang menggunakan marjin
pemasaran, farmer’s share, rasio keuntungan dan biaya. Lokasi penelitian Lestari
di Kabupaten Pati sedangkan penelitian ini dilakukan di Kabupaten Lampung
Tengah.
Maimun (2009) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Pendapatan Usaha
Tani, Nilai Tambah, dan Saluran Pemasaran Kopi Arabika Organik dan Non
Organik Aceh Tengah” (Studi Kasus: Pengolahan Bubuk Kopi Ulee Kareng di
Banda Aceh). Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis kualitatif
dan kuantitaif. Hasil dari penelitian mengenai saluran pemasaran kopi arabika
organik dan non organik memiliki satu saluran pemasaran, yaitu petani –
pedagang pengumpul desa – pedagang pengumpul kota (besar) – industri bubuk
kopi ulee kareng. Saluran pemasaran yang lebih efisien adalah saluran pemasaran
kopi arabika non organik karena memiliki marjin dan farmer’s share yang lebih
besar. Perbedaan marjin dan farmer’s share diantara kopi arabika organik dan non
organik kecil sehingga marjin dan farmer’s share harus lebih ditingkatkan.
Farmer’s share yang tinggi dapat dicapai jika petani mampu meningkatkan
kualitas produknya.
Yenni (2005) mengenai “Optimalisasi Pengadaaan Tebu Sebagai Bahan Baku
Gula” (studi kasus : PT Gunung Madu Plantations, Lampung Tengah). Penelitian
ini membahas mengenai perlunya optimalisasi sumber daya yang dimiliki oleh
PT. GMT untuk meningkatkan keuntungan dan pengadaan tebu yang optimal.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis sensitivitas dan
analisis post optimal. Data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif dan
kuantitatif. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah program
liniear yang mengasumsikan model mempunyai sifat linearitas, proporsionalitas,
additivitas, divisibilitas, dan deterministik. Persamaan penelitian ini adalah
komoditi yang diteliti merupakan tanaman perkebunan dan merupakan bahan
baku yang digunakan pada industri pengolahan. Perbedaannya adalah metode
analisis yang digunakan dalam penelitian Yenny menggunakan program liniear
sedangkan penelitian ini menggunakan marjin pemasaran, farmer’s share, rasio
keuntungan dan biaya. Metode analisis data yang dilakukan pada penelitian
sebelumnya dengan menggunakan dua cara yaitu analisis kualitatif dan analisis
kuantitatif, Analisis kualitatif digunakan dalam analisis sistem tataniaga, analisis
fungsi-fungsi tataniaga, analisisstruktur pasar dan analisis perilaku pasar. Analisis
kuantitatif digunakan dalam menghitung marjin tataniaga, farmer’s share dan
rasio keuntungan terhadap biaya. Analisis terhadap saluran tataniaga
memperlihatkan bahwa jumlah saluran tatniaga untuk setiap komoditas bervariasi.
Banyaknya jumlah saluran tataniaga terutama dipengaruhi oleh jumlah lembaga
tataniaga yang terlibat dan jangkauan daerah distribusi dari komoditi yang
dipasarkan. Jika jumlah lembaga tataniaga yang terlibat sedikit maka saluran
pemasaran akan sedikit dan sebaliknya jika jumlah lembaga tataniaga yang
terlibat banyak maka saluran pemasaran juga akan banyak. Selain itu, semakin
luas jangkauan distribusi suatu komoditas maka akan semakin banyak saluran
tataniaga yang terlibat.

7

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka pemikiran teoritis merupakan rangkaian teori-teori yang digunakan
dalam penelitian untuk menjawab tujuan penelitian. Teori-teori yang digunakan
adalah sistem tataniaga, lembaga dan saluran tataniaga, fungsi-fungsi tataniaga,
efisiensi tataniaga, farmer’s share, marjin pemasaran, serta rasio keuntungan
terhadap biaya pemasaran.
Tataniaga
Tataniaga adalah suatu kegiatan dalam mengalirkan produk dari produsen
(petani) sampai ke konsumen akhir. Tataniaga erat kaitannya dengan kegiatan
pemasaran. Tataniaga disebut juga pemasaran atau marketing merupakan salah
satu bagian dari ilmu pengetahuan ekonomi (Limbong dan Sitorus 1987).
Pemasaran adalah proses yang mengakibatkan aliran produk melalui suatu sistem
dari produsen ke konsumen (Downey and Erickson 1992).
Hanafiah dan Saefuddin (2006) menjelaskan bahwa aktivitas tataniaga erat
kaitannya dengan penciptaan atau penambahan nilai guna dari suatu produk baik
barang atau jasa, sehingga tataniaga termasuk ke dalam kegiatan yang produktif.
Kegunaan yang diciptakan oleh aktivitas tataniaga meliputi kegunaan tempat,
kegunaan waktu dan kegunaan kepemilikan.
Menurut Asmarantaka (2009) pengertian tataniaga dapat ditinjau dari dua
aspek yaitu aspek ekonomi dan aspek manajemen.
Pengertian tataniaga dari aspek ilmu ekonomi adalah :
1. Tataniaga (pemasaran) produk agribisnis merupakan keragaan dari semua
aktivitas bisnis dalam mengalirkan barang atau jasa dari petani produsen
(usahatani) sampai ke konsumen akhir. Tataniaga menjembatani jarak antara
petani produsen dengan konsumen akhir (Kohl and Uhl 2002, diacu dalam
Asmarantaka 2009)
2. Tataniaga pertanian merupakan serangkaian fungsi yang diperlukan dalam
menggerakkan input atau produk dari tingkat produksi primer hingga
konsumen akhir. Tataniaga merupakan suatu sistem yang terdiri dari sub-sub
sistem dari fungsi-fungsi tataniaga (fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi
fasilitas) yang pelaksana fungsi tersebut dilakukan oleh lembaga-lembaga
tataniaga (Hammond and Dahl 1977 diacu dalam Asmarantaka 2009)
3. Rangkaian fungsi-fungsi tataniaga merupakan aktivitas bisnis dan merupakan
kegiatan produktif sebagai proses meningkatkan atau menciptakan nilai
(value added) yaitu nilai guna bentuk (form utility), tempat (place utility),
waktu (time utility) dan kepemilikan (possession utility). Petani/peternak
dalam proses produksi merubah input-input pertanian menjadi output produk
pertanian (nilai guna bentuk dan kepemilikan). Pedagang pengumpul,
mengumpulakan produk dan mengemas, kemudian menjual (nilai guna
kepemilikan dan tempat). Pabrik penggilingan tepung dan pembuat kue
kemudian menjual kue (nilai guna bentuk dan tempat). Pabrik pengolah
memanfaatkan output dari petani sebagai bahan baku (gandum) menjadi
tepung dikemas dan kemudian menjual tepung ke grosir (nilai guna bentuk

8

dan kepemilikan), grosir ke pedagang eceran (nilai guna tempat dan waktu)
yang akhirnya ke pabrik roti (nilai guna bentuk) dan konsumen akhir
(kepuasan). Dari proses tataniaga ini banyak nilai guna yang terjadi dan
mempunyai nilai ekonomi yang tinggi.
4. Tataniaga pertanian merupakan salah satu sub-sitem dari sistem agribisnis
yaitu sub-sistem sarana produksi pertanian, usahatani (produksi primer),
tataniaga dan pengolahan hasil pertanian dan sub-sistem penunjang
(penelitian, penyuluhan, pembiayaan, kebijakan tataniaga). Pelaksanaan
aktivitas tataniaga merupakan faktor penentu efisiensi dan efektivitas dari
pelaksanaan sistem agribisnis.
Sementara itu dari aspek manajemen tataniaga merupakan suatu proses sosial
dan manajerial yang didalamnya individu atau kelompok mendapatkan apa
yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan
mempertukarkan produk yang bernialai dengan pihak lain.
Menurut Asmarantaka (2009), dalam menganalisis suatu sistem tataniaga
dapat dilakukan melalui tiga pendekatan yaitu :
1. Pendekatan Fungsi
Merupakan pendekatan yang dilakukan untuk mengetahui beragam fungsi
tataniaga yang diterapkan dalam suatu sistem tataniaga dalam upaya
menciptakan efisiensi pemasaran serta mencapai suatu tujuanya itu
meningkatkan kepuasan konsumen. Fungsi-fungsi tataniaga meliputi fungsi
pertukaran yang meliputi fungsi pembelian, penjualan dan fungsi
pengumpulan; fungsi fisik yang terdiri dari fungsi penyimpanan,
pengangkutan dan pengolahan; dan fungsi fasilitas yang merupakan fungsi
yang memperlancar pelakasanaan fungsi pertukaran dan fungsi fisik,
fungsi fasilitas terdiri dari fungsi standarisasi, fungsi keuangan, fungsi
penanggungan risiko dan fungsi intelijen pemasaran.
2. Pendekatan Kelembagaan
Merupakan pendekatan yang dilakukan untuk mengetahui para pelaku
serta pihak – pihak yang terlibat dalam suatu sistem tataniaga. Para pelaku
yang terlibat dalam aktivitas tataniaga dikelompokkan dalam kelembagaan
tataniaga. Kelembagaan tataniaga adalah berbagai organisasi bisnis atau
kelompok bisnis yang melaksanaka atau mengembangkan aktivitas bisnis
berupa kegiatan – kegiatan produktif yang diwujudkan melalui pelaksanaan
fungsi-fungsi tataniaga. Para pelaku dalam aktivitas tataniaga terdiri dari
pedagang perantara (merchant middlemen), agen perantara (agent
middlemen), spekulator (speculative middlemen), pengolah dan pabrikan
(processors and manufactures) dan organisasi (facilitative organization).
3. Pendekatan Sistem
Pendekatan ini merupakan untuk mengetahui efisiensi serta kontinuitas
dari pelaksanaan suatu sitem tataniaga. Seperti yang telah dijelaskan pada
pendekatan kelembagaan bahwa dalam suatu sistem tataniaga terdapat
berbagai pelaku/lembaga tataniaga yang terlibat. Para pelaku/lembaga
tataniagadapat dipandang sebagai suatu sistem perilaku yang digunakan
dalam membuat suatu keputusan khusunya yang terkait dengan kegiatan
pemasaran/tataniaga dari suatu produk. Pendekatan ini terdiri dari inputoutput system, power system, communications system, dan the behavioral
system for adapting to internal- external change.

9

Definisi tataniaga juga adalah sebagai wujud serangkaian aktifitas dari
fungsi yang diperlukan dalam penanganan atau pergerakan input ataupun produk
mulai dari titik produksi primer sampai ke konsumen akhir (Hammond dan Dahl,
1977). Menurut Kotler (2002), tataniaga adalah suatu proses sosial yang yang
didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan
inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan secara bebas mempertukarkan
produk yang bernilai dengan pihak lain.
Limbong dan Sitorus (1985) menyatakan bahwa tataniaga mencakup segala
aktivitas yang diperlukan dalam pemindahan hak milik yang menyelenggarakan
saluran fisiknya termasuk jasa-jasa dan fungsi-fungsi dalam menjalankan
distribusi barang dari produsen sampai ke konsumen termasuk didalamnya
kegiatan-keAgiatan tertentu yang menghasilkan perubahan-perubahan bentuk dari
barang yang ditujukan untuk mempermudah penyaluran dan memberikan
kepuasan yang lebih tinggi kepada konsumen. Sehingga tataniaga dapat
didefinisikan sebagai fungsi yang digunakan untuk menggerakan produk jadi dari
produsen hingga konsumen akhir.
Kohl dan Uhl (2002) menjelaskan bahwa tataniaga adalah seluruh aktivitas
bisnis yang terlibat dalam arus produk dan pelayanan dari titik awal produk
tersebut dihasilkan hingga produk tersebut sampai ke tangan konsumen.
Menurut Kohl dan Uhl (2002), mendefenisikan tataniaga pertanian merupakan
keragaman dari semua aktivitas bisnis dalam aliran barang dan jasa komoditas
pertanian mulai dari tingkat produksi (petani) sampai konsumen akhir, yang
mencakup aspek input dan output pertanian. Untuk menganalisis sistem tataniaga
dapat dilakukan melalui lima pendekatan (Purcell, 1977; Gonarsyah, 1996/1997;
Kohls dan Uhl, 1990 dan 2002) dalam Asmarantaka (2009), yaitu:
1. Pendekatan Fungsi (The Functional Approach); yang terdiri dari fungsi
pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi fisik (penyimpanan, pengolahan
dan pengangkutan), dan fungsi fasilitas (standarisasi, pembiayaan, resiko dan
informasi pasar).
2. Pendekatan Kelembagaan (The Institutional Approach); yang terdiri dari
pedagang perantara, pedagang spekulan, pengolah dan organisasi yang
memberikan fasilitas pemasaran.
3. Pendekatan Komoditas (Commodity Approach); pendekatan ini menekankan
kepada apa yang diperbuat dan bagaimana penanganan terhadap komoditi
sepanjang gap antara petani (the original point of production) dengan
konsumen akhir. Dengan demikian pendekatan ini menggambarkan agar
penanganannya efisien.
4. Pendekatan Sistem (System Approach); pendekatan ini mempunyai arti
menekankan kepada keseluruhan sistem, efisien dan proses yang kontiniu
membentuk suatu sistem. Dengan demikian pendekatan ini menganalisa
keterkaitan yang kontiniu diantara subsistem- subsistem (misalnya subsitem
pengumpulan atau penyediaan bahan baku, pengolahan dan distribusi) yang
memberikan tingkat efisiensi tinggi.
5. Pendekatan Analisa Permintaan dan Harga; titik tolaknya adalah pendekatan
analitis dari kegiatan ekonomi di bidang pemasaran antara petani dan
konsumen. Kegiatan ekonomi disini adalah berhubungan dengan proses
transformasi komoditas usahatani menjadi bermacam-macam produk yang
diinginkan oleh konsumen. Proses transformasi ini pada asasnya adalah

10

penciptaan suatu komoditas lebih berguna bagi konsumen.
Menurut Hanafiah dan Saefuddin (2002), panjang pendeknya saluran tataniaga
yang dilalui tergantung pada beberapa faktor :
1. Jarak antara produsen dan konsumen. Makin jauh jarak antara produsen dan
konsumen biasanya makin panjang saluran yang ditempuh oleh suatu produk.
2. Cepat tidaknya produk rusak. Produk yang cepat atau mudah rusak harus
segera diterima konsumen, dan dengan demikian menghendaki saluran yang
pendek dan cepat.
3. Skala produksi. Bila produksi berlangsung dalam ukuran-ukuran kecil maka
jumlah produk yang dihasilkan berukuran kecil pula, hal mana akan tidak
menguntungkan bila produsen langsung menjualnya ke pasar. Dalam keadaan
demikian kehadiran pedagang perantara diharapkan, dan dengan demikian
saluran yang akan dilalui produk cenderung panjang.
4. Posisi keuangan pengusaha. Produsen yang posisi keuangannya kuat
cenderung akan memperpendek saluran tataniaga. Produsen yang posisi
keuangan kuat akan dapat melakukan fungsi tataniaga lebih banyak
dibandingkan dengan pedagang yang posisi modalnya lemah. Dengan kata
lain, pedagang yang memiliki modal kuat cenderung memperpendek saluran
tataniaga.
Lembaga dan Saluran Tataniaga
Lembaga tataniaga adalah badan-badan yang menyelenggarakan
kegiatan atau fungsi tataniaga dengan mana barang-barang bergerak dari
pihak produsen sampai pihak konsumen. Istilah lembaga tataniaga
ini termasuk produsen, pedagang perantara dan lembaga pemberi jasa.
(Hanafiah dan Saeffudin, 2002). Keberadaan lembaga – lembaga tataniaga
dimulai ketika produk dihasilkan oleh produsen primer hingga suatu
produk siap dikonsumsi oleh konsumen. Menurut Limbong dan Sitorus
(1985), lembaga pemasaran merupakan suatu badan
yang
menyelenggarakan kegiatan tataniaga atau pemasaran, yang menurut
fungsinya dapat dibedakan atas :
a. Lembaga fisik tataniaga yaitu lembaga – lembaga yang menjalankan
fungsi fisik, misalnya badan pengangkut atau transportasi.
b. Lembaga perantara tataniaga adalah suatu lembaga khusus yang
melakukan fungsi pertukaran.
c. Lembaga fasilitas tataniaga yaitu lembaga yang menjalankan fungsi
fasilitas seperti Bank, Lembaga Perkreditan Desa, KUD.
Selain itu, lembaga pemasaran juga dibedakan menurut penguasaan
terhadap barang, yang terdiri dari :
a. Lembaga pemasaran yang tidak memiliki tetapi menguasai barang,
misalnya agen, perantara dan broker. Badan – badan ini menjalankan
fungsinya untuk mempertemukan atau menyampaikan produk dari
produsen ke konsumen. Penguasaan terhadap barang dimaksudkan
bahwa perantara tidak berhak atas barang namun
ia boleh
menyimpan, mengadakan sortasi serta melakukan pengepakan
kembali.
b. Lembaga pemasaran yang memiliki dan menguasai barang, seperti

11

pedagang pengumpul, pedagang pengecer, grosir, eksportir/importir.
Badan yang tergolong pada kelompok ini menjalankan fungsinya
untuk memiliki dan menguasai barang dengan cara membeli barang
tersebut terlebih dahulu sebelum dijual kembali. Badan ini akan
menanggung risiko ekonomi maupun teknis.
c. Lembaga pemasaran yang tidak memiliki dan tidak menguasai barang,
yaitu badan yang menjalankan fungsi sebagai fasilitas pengangkutan,
pergudangan, asuransi dan lain – lain.
Produsen merupakan pihak yang berperan sebagai penyedia produk
baik produk sebagai bahan konsumsi ataupun produk yang digunakan
sebagai bahan baku bagi industri terkait. Kemudian terdapat pedagang
perantara yang fungsinya menyalurkan produk dari produsen ke konsumen
apabila terdapat jarak dan ktiadaan akses bagi produsen untuk menyalurkan
produknya secara langsung kepada konsumen. Menurut Asmarantaka
(2009) yang termasuk kedalam kelompok pedagang perantara adalah
pedagang pengumpul (assembler), pedagang eceran (retailer) dan
pedagang grosir (wholesalers). Pedagang grosir adalah pedagang yang
menjual produknya kepada pedagang eceran dan pedagang lainnya.
Biasanya volume usaha relatif besar daripada pedagang eceran. Pedagang
eceran adalah pedagang yang menjual produknya langsung untuk
konsumen akhir.
Selain itu, adapula yang disebut dengan agen perantara. Mereka
yang tergolong dalam kelompok agen perantara melaksanankan fungsi
tataniaga tertentu dengan menerima komisi sebagai balas jasa. Sementara
itu, ada juga yang disebut sebagai spekulator. Spekulator adalah pedagang
perantara yang membeli atau menjual suatu produk dan memanfaatkan
serta mencari keuntungan dari adanya pergerakan harga pada
komoditi/produk tersebut. Lembaga lain yang berperan dalam aktivitas
tataniaga adalah pengolah dan pabrikan. Kelompok ini berfungsi dalam
merubah suatu produk yang merupakan bahan baku sehingga menjadi
bahan setengah jadi atau produk akhir yang siap untuk dikonsumsi.
Organisasi juga bias menjadi lembaga atau pelaku dalam tataniaga,
misalnya pemerintah yang dalam hal ini berupaya menciptakan kebijakan
serta peraturan yang terkait dengan aktivitas tataniaga dan perdagangan
selain itu keterlibatan asosiasi eksportir dan importer juga dapat
dikategorikan sebagai lembaga tataniaga.
Penyaluran produk dari produsen hingga ke tangan konsumen yang
telah melibatkan berbagai lembaga tataniaga akan membentuk suatu
saluran tataniaga (marketing channel). Saluran pemasaran dapat
didefinisikan sebagai himpunan perusahaan dan perorangan yang
mengambil alih hak atau membantu dalam pengalihan hak atas barang
atau jasa tertentu sehingga berpindah dari produsen ke konsumen (
Limbong dan Sitorus 1987). Menurut Downey dan Erickson (1992)
salauran pemasaran adalah jejak penyaluran barang dari produsen ke
konsumen akhir.
Menurut Hanafiah dan Saefuddin (2002), panjang pendeknya
saluran tataniaga yang dilalui tergantung pada beberapa faktor :
a. Jarak antara produsen dan konsumen. Makin jauh jarak antara

12

produsen dan konsumen biasanya makin panjang saluran yang
ditempuh oleh suatu produk.
b. Cepat tidaknya produk rusak. Produk yang cepat atau mudah rusak
harus segera diterima konsumen, dan dengan demikian menghendaki
saluran yang pendek dan cepat.
c. Skala produksi. Bila produksi berlangsung dalam ukuran-ukuran kecil maka
jumlah produk yang dihasilkan berukuran kecil pula, hal mana akan tidak
menguntungkan bila produsen langsung menjualnya ke pasar. Dalam keadaan
demikian kehadiran pedagang perantara diharapkan, dan dengan demikian
saluran yang akan dilalui produk cenderung panjang.
d. Posisi keuangan pengusaha. Produsen yang posisi keuangannya
kuat cenderung akan memperpendek saluran tataniaga. Produsen yang
posisi keuangan kuat akan dapat melakukan fungsi tataniaga lebih
banyak dibandingkan dengan pedagang yang posisi modalnya lemah.
Dengan kata lain, pedagang yang memiliki modal kuat cenderung
memperpendek saluran tataniaga.
Fungsi Tataniaga
Tataniaga merupakan suatu kegiatan produktif yang mencakup
proses pertukaran serta serangkaian kegiatan yang terkait pada proses
pemindahan produk baik berupa barang ataupun jasa dari sektor produksi
ke sektor konsumsi. Beragam kegiatan produktif yang terdapat di
dalam sistem tataniaga disebut dengan fungsi tataniaga. Pelaksanaan
fungsi – fungsi tataniaga akan menetukan efisiensi dari pelaksanaaan suatu
sitem tataniaga. Tujuan dari pelaksanaan fungsi tataniaga adalah untuk
meningkatkan kepuasan konsumen. Kemampuan suatu produk untuk
memuasakan keinginan konsumen dapat diukur dengan utilitas yang
mampu diberikan oleh produk tersebut. Utilitas merupakan nilai guna suatu
produk yang meliputi nilai guna bentuk yaitu bagaimana menciptakan
produk memiliki nilai guna misalnya dengan mengolah bahan mentah
menjadi barang jadi; nilai guna waktu yaiu membuat produk tersedia pada
waktu yang tepat sesuai dengan keinginan konsumen; nilai guna tempat
yaitu menyediakan produk di tempat yang sesuai bagi konsumen yang
membutuhkan; serta nilai guna kepemilikan yaitu bagaimana produk bisa
untuk dimiliki serta digunakan oleh konsumen.
Menurut Limbong dan Sitorus (1985) fungsi tataniaga
(pemasaran) dikelompokkan sebagai berikut :
1. Fungsi Pertukaran yang merupakan kegiatan dalam upaya memperlancar
pemindahan hak milik atas barang dan jasa dari penjual kepada pembeli. Fungsi
pertukaran meliputi fungsi penjualan dan fungsi pembelian.
Fungsi penjualan, merupakan pengalihan produk kepada pihak pembeli
dengan tingkat harga tertentu sebagai akibat dari pemberian nilai tambah dari
produk tersebut. Fungsi penjualan diperlukan untuk melakukan penjualan
produk yang sesuai dengan yang diinginkan konsumen dilihat dari jumlah,
bentuk dan mutu pada tempat dan waktu yang tepat.
- Fungsi pembelian terhadap produk–produk pertanian dilatarbelakangi oleh
beragam kebutuhan konsumen diantaranya pembelian
untuk konsumsi

13

langsung ataupun pembelian untuk bahan baku produksi seperti pembelian
yang dilakukan oleh pabrik yang mengolah bahan mentah menjadi barang
setengah jadi ataupun barang jadi yang siap pakai.
2.
Fungsi Fisik merupakan semua aktivitas yang langsung berhubungan
dengan barang dan jasa sehingga memiliki nilai kegunaan tempat, bentuk dan
waktu. Fungsi ini terdiri dari :
Fungsi pengangkutan, yaitu pemindahan barang-barang dari tempat
produksi/tempat penjualan ke tempat-tempat dimana barang-barang tersebut akan
dipakai. Proses pengangkutan akan menciptakan nilai guna tempat dan waktu.
Dalam fungsi ini tentunya aspek terpenting yang perlu diperhatikan oleh pelaku
tataniaga adalah penggunaan alternatif sarana pengangkutan yang selanjutnya
akan mempengaruhi biaya pengangkutan. Besarnya biaya pengangkutan yang
dikeluarkan akan berdampak pada penentuan dari harga produk tersebut ketika
sampai di tangan konsumen. Proses pengangkutan juga sangat bergantung pada
efektifitas dalam informasi dan komunikasi serta pemanfaatan teknologi yang
ada sehingga efisiensi dalam proses pengangkutan dapat tercapai.
Fungsi penyimpanan, berarti menahan barang – barang selama jangka
waktu tertentu sejak produk dihasilkan atau diterima hingga sampai ke proses
penjualan. Kegiatan penyimpanan menciptakan nilai guna waktu pada produk.
Proses penyimpanan pada produk pertanian dilakukan mengingat produk –
produk pertanian memiliki karakteristik khusus yang bersifat musiman namun
terkadang produk – produk ini dikonsumsi sepanjang tahun. Pelaksanaan fungsi
penyimpanan dapat memperkecil terjadinya fluktuasi harga antara musim panen
dan musim paceklik.
Fungsi pengolahan, merupakan suatu upaya mengubah bahan mentah
menjadi barang setengah jadi maupun barang jadi yang siap pakai. Fungsi
pengolahan bertujuan untuk meningkatkan kualitas barang dalam rangka
memperkuat daya tahan barang maupun sebagai upaya untuk meningkatkan
nilai produk. Fungsi ini menciptakan nilai guna bentuk pada suatu produk.
Kegiatan pengolahan erat kaitannya dengan kegiatan penyimpanan khususnya
pada produk yang sifatnya musiman. Misalnya saja pada produk mangga yang
sifatnya musiman, ketika sedang musim mangga, perusahaan jus dapat
melakukan pengolahan terdapat buah mangga segar menjadi bentuk pasta dalam
rangka menjaga ketersediaan bahan baku jus mangga pada waktu buah mangga
tidak pada musimnya.
3. Fungsi Fasilitas atau Pelancar merupakan aktivitas yang memperlancar fungsi
pertukaran dan fungsi fisik. Fungsi ini meliputi kegiatan standarisasi dan
grading produk, informasi pasar, fungsi keuangan atau pembiayaan serta fungsi
penangulangan risiko.
Standarisasi dan grading
Standarisasi merupakan suatu ukuran atau penentuan mutu suatu barang
dengan menggunakan berbagai ukuran seperti warna, susunan kimia,
ukuran bentuk, kekuatan atau ketahanan, kadar air, tingkat kematangan, rasa
dan kriteria yang lain (Limbong dan Sitorus 1985). Dalam Asmarantaka
(2009) dijelaskan bahwa standarisasi kualitas adalah sifat umum yang diterima
oleh konsumen serta membuat diferensiasi dari nilai produk. Grading adalah
klasifikasi atau menggolongkan produk/ hasil pertanian berdasarkan suatu
standarisasi kualitas tertentu dan pemilahan dari produk- produk yang

14

kategorinya tidak seragam menjadi seragam. Menurut Downey dan Erickson
(1992), penggolongan mutu produk pertanian ke dalam kelas atau golongan
standar sangat mempermudah proses usaha pembelian dan penjualan serta
membantu sistem pemasaran bekerja lebih efisien.
- Informasi pasar
Fungsi informasi pasar meliputi kegiatan pengumpulan informasi pa