Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1 Rhabi Nabillah, 2013 Profil STPES Akademik Berdasarkan Status Sosial Ekonomi Keluarga Peserta Didik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap individu di dunia melewati fase-fase perkembangan dalam hidupnya. Salah satu fase perkembangan yang harus dilewati individu adalah masa remaja, Hurlock Sobur, 2003:134 menyatakan: Masa remaja 13-18 tahun merupakan masa peralihan atau transisi dari anak-anak menuju dewasa, pada masa transisi, individu mulai merasakan berbagai perubahan dalam dirinya baik secara fisik, sosial, mental, intelektual, dan juga penuh dengan masalah-masalah. Peserta didik SMA adalah individu yang berada pada usia remaja, dimana dengan berbagai perubahan yang dialami pada masa transisi tentu akan berpengaruh terhadap proses belajar yang dijalaninya. Yusuf 2009:108 mengemukakan: Masa remaja merupakan masa stres dalam perjalanan hidup seseorang, yang menjadi sumber stres utama pada masa remaja adalah konflik atau pertentangan antara dominasi, peraturan atau tuntutan orang tua dengan kebutuhan remaja untuk bebas, atau independence dari peraturan tersebut. Permasalahan yang cukup populer melanda remaja pada tahun 2007 adalah penyakit manifestasi dari stres, diantaranya depresi, kecemasan, pola makan tidak teratur, penyalahgunaan obat sampai penyakit yang berhubungan dengan fisik seperti pusing serta ngilu pada sendi. Sama halnya pada orang dewasa, stres bisa berefek negatif pada tubuh remaja. Perbedaannya ada pada sumbernya dan bagaimana remaja merespon penyakit tersebut Kompas, 24 Oktober 2007. Fenomena penyakit manifestasi dari stres terus berkembang setiap tahunnya, di Indonesia terdapat banyak kasus yang terjadi akibat ketidakmampuan peserta didik dalam mengelola stres yang berbuntut pada hal-hal tragis seperti tindakan bunuh diri. Pada tahun 2010, salah satu kasus yang terjadi yaitu: Wahyu Ningsih 19 peserta didik SMKN di Muaro Jambi yang tewas 27 April 2010 menelan racun tanaman lantaran syok karena amplop berisi keterangan kelulusan menyebutkan Ningsih harus mengulang tes matematika pada bulan Mei nanti, padahal Ningsih peraih nilai UN tertinggi mata pelajaran Bahasa Indonesia di sekolahnya. Jelas, Ningsih mengakhiri hidup lantaran depresi tidak lulus UN Hendy, 2010. 2 Rhabi Nabillah, 2013 Profil STPES Akademik Berdasarkan Status Sosial Ekonomi Keluarga Peserta Didik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu Selanjutnya tahun 2011, peserta didik SMK berinisial RNI 17 nekat lompat dariFlyover Pasar Rebo Jakarta 14102011 untuk mengakhiri hidupnya lantaran frustasi.Pada tahun 2012, Komisi Nasional PerlindunganAnakmelaporkan menerima rata-rata 200 laporan kasus anak stres per bulan sepanjang tahun 2011, meningkat 98 persen dari tahun sebelumnya. Laporan Komisi Nasional PerlindunganAnak tersebut turut mengindikasikan terdapat peningkatan gangguan stres pada anak di Indonesia. Selasa 2032012, Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait mengungkapkan “Jangan remehkan ini, sudah tercatat sebanyak lima anak dibawah 10 tahun berusaha melakukan pencobaan bunuh diri akibat stres. Dua diantaranya telah meninggal ”. http:www.psikologizone.comwaspada-jumlah-anak-stres-semakin meningkat065115812 . Mencuatnya kasus-kasus bunuh diri atau percobaan mengakhiri hidup dikalangan pelajar tentu sangat memprihatinkan. Ruqqoyah Waris Maksood Setiawati, 2010: 3 menyebutkan, „beberapa kasus bunuh diri pada remaja merupakan reaksi dari stres atau kekecewaan ‟. Didukung oleh Seto Mulyadi Sindo, 28 Januari 2010 menyatakan “seorang pelajar nekat bunuh diri karena stres yang berlebihan bisa karena faktor keluarga, lingkungan, hingga sekolahnya karena guru mungkin membebani pekerjaan rumah yang berlebihan, atau tuntutan prestasi yang terlalu tinggi”. Sabtu 101211, Wahyudiyanta menuliskan dalam berika detik Surabaya, “kenekatan Christianus Soa 13 alias Imon yang gantung diri diduga kuat terkait keadaan ekonomi keluarganya. Siswa kelas 6 SD itu sepertinya ikut merasakan kesusahan kelu arganya akibat himpitan ekonomi”. http:news.detik.comsurabayaread201112101409451787914466siswa-sd- nekat-gantung-diri-diduga-karena-masalah-ekonomi . Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurakhman 2009:49 di SMA Pasundan 2 Bandung menunjukan terdapat 48,3 peserta didik tingkat stresnya sangat tinggi; 45 peserta didik berada pada kategori tinggi; 6,67 peserta didik berada pada kategori sedang; dan tidak seorangpun peserta didik 0 yang berada pada kategori rendah dan sangat rendah. Penelitian yang dilakukan oleh Nurdini 2009:97 mengenai tingkat stres akademik pada peserta didikSMKN 8 3 Rhabi Nabillah, 2013 Profil STPES Akademik Berdasarkan Status Sosial Ekonomi Keluarga Peserta Didik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu Bandung menunjukan, sebanyak 25,48 peserta didik mengalami stres akademik pada area fisik; 19,78 peserta didik mengalami stres pada area perilaku; 37,09 peserta didik mengalami stres pada area pikiran dan 17,65 peserta didik mengalami stres pada area emosi. Menurut Nasution 2008: 2 “Stres pada remaja dapat juga disebabkan karena tuntutan dari orang tua dan masyarakat, di rumah biasanya orang tua menuntut anaknya untuk mendapatkan nilai yang bagus di sekolah ”. Kebanyakan orang tua menuntut anaknya untuk mempunyai nilai yang bagus di sekolah, tanpa melihat kemampuan anaknya. Menurut Slemon Nasution, 2008: 2, “… dalam menghadapi pelajaran yang berat di sekolah menimbulkan stres pada remaja, terutama bagi remaja high school, karena remaja pada umumnya mengalami tekanan untuk mendapat nilai yang baik dan dapat masuk ke universitas favorit ”. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Walker 2002:2terhadap 60 orang remaja menghasilkanpenyebab utama ketegangan dan masalah yang ada pada remaja berasal dari hubungan teman sebaya dan keluarga, tekanan dan harapan dari diri sendiri dan orang lain, tekanan di sekolah oleh guru dan pekerjaan rumah, tekanan ekonomi dan tragedi yang ada dalam kehidupan, misalnya: kematian, perceraian dan penyakit yang diderita atau anggota keluarga. Menurut Yusuf 2009: 159: Berbagai faktor yang mempengaruhi peserta didik mengalami stres akademik adalah berasal dari dalam diri, seperti: kondisi tubuh yang kurang sehat, sakit-sakitan atau sedang ada konflik pribadi yang menyita mengganggu pikiran, dan mengalami kegagalan dalam mencapai sesuatu yang diinginkan; muncul dari keluarga, misalnya: ketidakharmonisan hubungan antar anggota, orang tua yang otoriter, masalah keuangan atau bulanan macet apalagi yang hidup jauh dari orang tua, atau anggota keluarga yang sangat dicintai jatuh sakit atau meninggal; dan lingkungan dan masyarakat sekitar,misalnya: suara-suara bising kelas lain ketika sedang ujian, atau hentakan musik yang keras yang memekakan telinga ketika kita sedang beristirahat, dan jalan macet ketika sedang berkendara menuju sekolah. Salah satu faktor peserta didik mengalami stres akademik adalahfaktor keluarga, khususnyastatus sosial ekonomi keluarga, terutama dalam masalah keuangan. Sejalan dengan pendapat yang dikemukakan Yusuf 2009: 159, “Salah satu pemicu stres adalah muncul dari keluarga, misalnya masalah keuangan”.Peserta didik yang berasal dari keluarga yang status sosial ekonomi 4 Rhabi Nabillah, 2013 Profil STPES Akademik Berdasarkan Status Sosial Ekonomi Keluarga Peserta Didik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu tinggi akan dengan mudah mendapatkan sarana dan prasarana yang dapat mendukung proses belajar untuk mendapatkan prestasi terbaik. Peserta didik yang berasal dari kondisi keluarga dengan status sosial ekonomi rendah akan mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan sekolah, sehingga dapat menjadi beban bagi peserta didik ketika ingin mendapatkan prestasi terbaik. Pada sisi lain, terdapat tuntutan dari orangtua untuk mendapatkan prestasi yang baik agar dapat memperbaiki masa depan keluarga, sehingga pada akhirnya anak mengalami suatu tekanan stres saat berada di sekolah yang akhirnya menjadi stres akademik Nasution, 2008: 2. Keluarga merupakan tempat pertama dan utama dimana anak dididik dan dibesarkan. Fungsi utama keluarga menurut resolusi PPB Maryam, 2006:71, yaitu: Sebagai wahana untuk mendidik, mengasuh, menyosialisasikan anak, mengembangkan kemampuan seluruh anggotanya agar dapat menjalankan fungsinya di masyarakat dengan baik, serta memberikan kepuasan dan lingkungan yang sehat guna tercapainya keluarga sejahtera. Kondisi suatu keluarga dipengaruhi berbagai faktor yang saling berkaitan satu sama lainnya, salah satu faktor adalah status sosial ekonomi. Gilmore Fitriani, 2010: 5 mengemukakan „keluarga yang status sosial ekonominya rendah ditandai dengan kecenderungan kurang otoritas, tidak tahu atau bimbang dalam mengambil keputusan dan tidak terorganisasi‟. Kondisi diperberat dengan status sosial ekonomi keluarga yang rendah, sehingga orang tua tidak mampu menyediakan hunian yang memadai, dan fasilitas belajar yang lengkap untuk memenuhi kebutuhan belajar di sekolah. Menurut Gerungan Fitriani, 2010:5: Status sosial ekonomi keluarga tentulah mempunyai peranan terhadap perkembangan anak-anak, bahwa dengan adanya perekonomian yang cukup, lingkungan material yang dihadapi anak didalam keluarganya lebih luas, akan mendapat kesempatan yang lebih luas untuk mengembangkan berbagai macam kecakapan yang tidak dapat berkembang apabila tidak ada alat- alatnya. Berbagai dampak dapat timbul pada peserta didik yang mengalami stres akademik, diantaranyamenurunnya prestasi belajar, tidak terpenuhi standar kelulusan sekolah maupun pemerintah, tidak terpenuhinya kebutuhan sekolah 5 Rhabi Nabillah, 2013 Profil STPES Akademik Berdasarkan Status Sosial Ekonomi Keluarga Peserta Didik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu secara materi seperti pembayaran SPP, dan dapat memunculkan perilaku maladaptivelainnya bagi peserta didik dalam kehidupan pribadi sosial, sedangkan bagi fisik peserta didik dapat terserang berbagai penyakit, bahkan dapat membuat peserta didik untuk melakukan bunuh diri. Menurut Nurdini 2009: 6, perwujudan dari stres akademik: Peserta didik malas mengerjakan tugas, sering bolos sekolah dengan berbagai alasan dan mencontek atau mencari jalan pintas dalam mengerjakan tugas. Gejala stres akademik lain yang muncul seperti: prestasi menurun, mabal, cemasgelisah ketika menghadapi ujian dan tugas yang banyak, sulit berkonsentrasi, menangis ketika tidak sanggup mengerjakan tugassoal, suka berbohong, mencontek, takut menghadapi guru tertentu, dan takut terhadap mata pelajaran tertentu. Salah satu fenomena stres akademik yang dialami peserta didik berlatar belakang status sosial ekonomi rendah di SMA Negeri 6 Bandung yaitu, salah seorang peserta didik kelas X-3 tahun ajaran 20112012 berinisial R mengalami stres akademik dengan gejala sering merasa pusing ketika guru menerangkan materi di kelas, sering tidak mengerjakan PR, sering datang terlambat ke sekolah, mudah marah, prestasi yang buruk, dan merasa putus asa dengan masa depannya. Setelah ditelusuri oleh wali kelas mengenai penyebab R mengalami masalah dalam proses belajar di sekolah, diperoleh fakta R terpaksa menjadi tulang punggung keluarga dengan bekerja sebagai tukang parkir sepulang sekolah hingga tengah malam. Ayah R hanya lulusan SD dengan penghasilan hanya cukup untuk kebutuhan makan sehari-hari mengindikasi keluarga R merupakan keluarga dengan status sosial ekonomi keluarga rendah. R terpaksa bekerja karena ayahnya sedang sakit, sehingga ia menggantikan pekerjaan ayahnya sebagai tukang parkir di dekat rumahnya. Akibat R bekerja terus menerus hingga tengah malam membuat kondisi fisik R cepat lelah ketika mengikuti pelajaran di sekolah sehingga ia sering tertidur saat pelajaran berlangsung, sering datang terlambat karena kesiangan bangun, waktu istirahat yang digunakan untuk bekerja membuat R tidak sempat mengerjakan PR, R juga terkadang merasa putus asa dengan prestasinya di sekolah, alasan-alasan tersebut yang membuat R terindikasi mengalami stres akademik di sekolah yang secara kebetulan R berasal dari keluarga dengan status sosial ekonomi keluarga rendah. 6 Rhabi Nabillah, 2013 Profil STPES Akademik Berdasarkan Status Sosial Ekonomi Keluarga Peserta Didik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu Selanjutnya, hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada bulan September 2012di SMA Negeri 6 Bandung kelas X-8berdasarkan status sosial ekonomi, terdapat 13 peserta didik kelas X-8 berstatus sosial ekonomi keluarga tinggi, 12 peserta didik kelas X-8 berstatus sosial ekonomi keluarga sedang, dan 12 peserta didik kelas X-8 berstatus sosial ekonomi rendah, selanjutnya hasil studi pendahuluan mengenai intensitas stres akademik menunjukkan sebanyak 50,1peserta didikmengaku sering mengalami stres di sekolah, 45,4peserta didikmengaku kadang-kadang mengalami stres di sekolah, dan 4,5 peserta didik mengaku pernah mengalami stres di sekolah. Jadi, dapat disimpulkan sebagian besar peserta didiksering mengalami stres di sekolah, yaitu sebanyak50,1. Fakta empirik menunjukan, sebagian besar peserta didiksering mengalami stresdi sekolah, sehingga menjadi fenomena yang memerlukan bantuan. Status sosial ekonomi keluarga akan mempengaruhi pemahaman keluarga atas pentingnya pembinaan anak untuk peningkatan kualitas kehidupan anak kelak.Perhatian orang tua terhadap anak memberikan pengaruh bagi kelancaranpendidikan anak di sekolah. Kebutuhan-kebutuhan anak pada keluarga yang berasal dari kelompok yang berstatus sosial ekonomi memadai, cenderung akandiperhatikan oleh keluarganya, dibandingkan dengan anak yang berasal darikelompok yang status sosial ekonomi keluarganya kurang akanmempengaruhi keadaan psikis anak di sekolah, seperti mengalami stres. Salah satu contohnya adalah tidak dapat terpenuhinya tuntutan sekolah membeli LKS, membayar SPP, melunasi uang DSP, dan sebagainya dikarenakan orangtua tidak memiliki biaya untuk kebutuhan sekolah sehingga menimbulkan stres akademik bagi peserta didik bersangkutan. Peserta didik yang mengalami stres akademik memerlukan bantuan segera untuk mereduksi stres akademik agar tidak berdampak depresi, sebab depresi dapat membuat peserta didik menjadi putus asa bahkan melakukan tindakan fatal seperti bunuh diri. Permasalahan kondisi psikologis peserta didik khususnya remaja yang mengalami stres akibat berbagai tuntutan di sekolah akademik perlu menjadi perhatian bagi Guru Bimbingan dan Konseling. Bimbingan dan Konseling sebagai bagian integral dari pendidikan yang berfungsi 7 Rhabi Nabillah, 2013 Profil STPES Akademik Berdasarkan Status Sosial Ekonomi Keluarga Peserta Didik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu untuk membantu peserta didik dalam mencapai perkembangan yang sehat di dalam lingkungannya termasuk membantu peserta didik dalam menghadapi atau memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan akademik, salah satunya masalah stres akademik pada peserta didik. Setiap peserta didik dituntut untuk dapat mengembangkan potensi yang dimiliki secara optimal, sehingga di sekolah Guru BK perlu memberikan bimbingan yang sesuai dengan permasalahan peserta didik. Kartadinata Yusuf dan Nurihsan, 2005:7 menjelaskan „bimbingan merupakan upaya yang diberikan untuk membantu individu dalam mengembangkan potensinya secara optimal‟. Berdasarkan fakta dan gambaran fenomena, ketika peserta didik mengalami stres akademik maka peserta didik tidak dapat mencapai perkembangan yang optimal, sehingga peran dan kedudukan Bimbingan dan Konseling di sekolah penting untuk membantu peserta didik yang mengalami stres akademik dengan cara memberikan kemampuan pada peserta didik untuk mereduksi stres akademik. Yusuf 2009: 108 berpendapat, „rentang usia yang perlu mendapatkan bimbingan komprehensif mengenai stres adalah rentang usia remaja‟. Layanan bimbingan yang cocok untuk peserta didik yang mengalami stres akademik adalah bimbingan akademik. Yusuf 2009: 51 mengungkapkan Bimbingan dan Konseling akademik merupakan proses bantuan untuk memfasilitasi peserta didik dalam mengembangkan pemahaman dan keterampilan dalam belajar, dan memecahkan masalah-masalah akademik. Adapun strategi yang dapat digunakan adalah melalui layanan dasar, layanan responsif, perencanaan individual, dan dukungan sistem. Penelitian mengenai faktor penyebab stres akademik sudah pernah dilakukan, dengan faktor yang berasal dari lingkungan sekolah seperti beban tugas yang tinggi, kerumitan tugas, tidak tersedianya fasilitas untuk mengerjakan tugas, guru yang otoriter, kondisi fisik lingkungan sekolah yang sempit, bising, dan panas disebut stres akademik. Layanan Bimbingan dan Konseling untuk mengatasi stres akademik peserta didik perlu memperhatikan latar belakang keluarga peserta didik, karena setiap peserta didik berpotensi mengalami stres akademik namun latar belakang status sosial ekonomi keluarga peserta didik berbeda-beda, sehingga penanganannya pun akan berbeda.Penelitian akan 8 Rhabi Nabillah, 2013 Profil STPES Akademik Berdasarkan Status Sosial Ekonomi Keluarga Peserta Didik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu mengkaji lebih mendalam mengenai “Profil Stres Akademik Berdasarkan Status Sosial Ekonomi Keluarga dan Implikasinya terhadap Bimbingan dan Konseling ” Studi Deskriptif terhadap Peserta didik Kelas X SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 20122013.

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah