Perbedaan kemampuan mengatasi konflik antar kelompok antara mahasiswa Universitas kristen dan mahasiswa Universitas persada Indonesia Yayasan administrasi indonesia selemba Jakarta Pusat

PERBEDAAN KEMAMPUAN MENGATASI KONFLIK
ANTAR KELOMPOKANTARA MAHASISWA UNIVERSITAS
KRISTEN DAN MAHASISWA UNIVERSITAS PERSADA
INDONESIA YAYASAN ADMINISTRASIINDONESIA
SALEMBAJAKARTAPUSAT

Oleh
MUKHTAR

NIM. 102070025916
Skripsi ini diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan
dalam memperoleh gelar Sarjana Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA

2007

PERBEDAAN KEMAMPUAN MENGATASI KONFLIK ANTAR KELOMPOK

ANTARA MAHASISWA UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA DAN
MAHASISWA UNIVERSITAS PERSADA INDONESIA
YAYASAN ADMINISTRASI INDONESIA
SALEMBA JAKARTA PUSAT

Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi
syarat-syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi

Oleh
MUKHTAR
NIM 102070025916

Oi Bawah Bimbingan

Pembimbing II

Pembimbing I

M.Si


p

hazy Salem, M.Si

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1428 H - 2007 M

PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul "Perbedaan Kemampuan Mengatasi Konflik Antar
Kelompok

Antara

Mahasiswa
Indonesia


Mahasiswa

Universitas
Salemba

Universitas

Persada

Jakarta

Kristen

Indonesia

Pusat"

telah

Indonesia


Yayasan

diujikan

Dan

Administrasi

dalam

Sidang

Munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta pada :
Tanggal 31 Januari 2007 skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar sarjana psikologi.
Jakarta, 04 Februari 2007

SIDANG MUNAQASYAH


Sekretaris Merangkap Anggota

Anggota

bセ、ゥLpィNd

Penguji I

セZ

M.Si
NIP. 150326891

Pembimbing I

M.Si

azy Salom, M.Si


:;Motto:

Peru6alian fiaafali 'Kfniscayaan, 'Te6arlWn
Senyuman, SemailWn 'Kfaamaian
(])an 'Ta6urlWn 1(asili Sayang

Setiap detifi.pun (j)ia sefalu me1l{jawasi,
tanpa dlmintapun (j)ia seCafu mem6eri, mestinya setiap udara
ya1lfJ kjta fiirup dan setetes air ya1lfJ kjta minum ーセオ」
mem6uat
kjta me1l{jenafdan mencintai-:Nya

1(arya seaerliana ini ltupersem6alikgn teruntult
ayali aan i6ultu tercinta serta セァ_ャi
atfiFt:atfiltltuyang altu sayangi

ABSTRAKSI
(A) Fakultas Psikologi
(8) Januari 2007
(C) Mukhtar

(0) Perbedaan Kemampuan Mengatasi Konflik Antar Kelompok antara
Mahasiswa Universitas Kristen Indonesia (UKI) dan Mahasiswa
Universitas Persada Indonesia Yayasan Administrasi Indonesia
(UPI YAI) Salemba Jakarta Pusat
(E) xi + 90
(F) Dalam kehidupan sehari-hari, seseorang tidak terlepas berinteraksi
dengan orang lain atau dengan masyarakat sekitarnya. Demikian pula
dalam kelompok, setiap anggota kelompok dapat berinteraksi sesama
anggota kelompok maupun antar kelompok. Namun hidup di kota-kota
besar/metropolitan yang memiliki beragam tatanan nilai, perbedaan latar
belakang sosial-budaya dan ekonomi, serta persaingan yang cukup
tinggi. Hal ini merupakan potensi terjadinya konflik, baik konflik psikologis,
konflik antar pribadi dan konflik antar kelompok. Parahnya ketika terjadi
konflik antar kelompok pihak kelompok sendiri (mahasiswa UKI dan
Mahasiswa YAI) dan perangkatnya belum mampu meredam konflik yang
terjadi puluhan tahun yang lalu, bahkan hampir menjadi tradisi tahunan.

Dengan melihat potensi kemampuan mengatasi konflik yang dimiliki oleh
mahasiswa, melalui gambaran pola interaksi, komunikasi dan cara
mereka mengatasi konflik akan diketahui secara jelas aspek-aspek yang

mempengaruhi proses penyelesaian konflik selama ini.
Penelitian ini bertujuan memperoleh gambaran perbedaan kemampuan
mengatasi konflik antar kelompok antara mahasiswa UKI dengan
mahasiswa YAI Salemba Jakarta Pusat. Pendekatan penelitian yang
dipakai adalah kuantitatif dengan metode deskriptif. Populasi penelitian ini
adalah mahasiswa UKI dan YAI salemba Jakarta Pusat, sedangkan
sampellresponden yang dipakai sebanyak 60 mahasiswa dengan rincian
mahasiswa Universitas Kristen (UKI) 30 orang dan Yayasan Administrasi
Indonesia (YAI) 30 orang.
Pengambilan sampellresponden dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan desain sampling tetap (fixed sampling design), metode
yang digunakan yaitu restricted random sample, artinya sampel yang
dipilih dari populasi dikelompokkan terlebih dahulu. Teknik pengambilan
sampel dengan multiple stage sample yang berarti sampel ditarik dari

kelompok-kelompok populasi, tetapi tidak semua anggota kelompok
populasi menjadi sampel. Cara tersebut direalisasikan dengan equal
probability artinya dari tiap kelompok populasi dapat dimasukkan menjadi
sampel dan setiap anggota kelompok mempunyai probability yang sama
untuk menjadi sampel. Dalam mengumpulkan data penelitian, peneliti

menggunakan instrumen berupa skala model Likert dengan 4 alternatif
jawaban. Skala kemampuan mengatasi konflik antar kelompok berjumlah
41 item dengan nilai realibilitas 0.9409.
Teknik analisis data dilakukan dengan menggunakan SPSS versi 11.5
yang meliputi korelasi Pearson untuk menguji validitas item, Alpha
Cronbach untuk menguji reliabilitas instrumen pengumpul data, dan uji-t
(t-test) untuk pengujian hipotesis penelitian.
Data yang didapat diolah dengan prosedur statistik dengan menggunakan
SPSS versi 11.5 Dari uji hipotesis diketahui bahwa nilai t-hitung yang
didapat adalah sebesar -1,645 sedangkan t-tabel untuk N=60 adalah
2,021 dengan taraf signifikansi 5% (-1,645 < 2,021). Dengan demikian t
hitung lebih keeil dari pada t tabel, artinya tidak ada perbedaan yang
signifikan antara kemampuan mengatasi konflik antar mahasiswa UKI
dengan mahasiswa YAI Salemba Jakarta Pusat.
Penelitian ini dilakukan pada dua kampus/universitas yaitu Universitas
Kristen Indonesia (UKI) dan Yayasan Administrasi Indonesia (YAI)
Salemba Jakarta Pusat. Akan lebih lengkap dan detail apabila penelitian
ini dilakukan dengan penambahan metode kualitatif dan dengan mengikut
sertakan universitas-universitas lainnya yang pernah terlibat konflik
dengan UKIIYAI seperti Universitas Bung Karno (UBK). Penelitian ini

hanya mengukur satu aspek yaitu untuk melihat perbedaan kemampuan
mengatasi konflik antar-kelompok saja, untuk penelitian selanjutnya
diharapkan dapat meneari pengaruh atau peranan dari kerjasama antar
universitas, adanya kegiatan bersama dan institusi masyarakat sekitar
dalam meneegah konflik antar kelompok sehingga adanya satu komitmen
bersama dalam menyelesaikan masalah tersebut.

(G) Daftar Pustaka, 31 buku (1980 - 2006), 2 Buletin Psikologi, dan 21
Situs Website Internet

Kata Pengantar
Segala puji hanya milik Allah SWT., Dzat yang menebarkan kasih sayang,

Dzat yang selalu memberi kepada makhlukNya meski tanpa diminta, Dzat
yang mengetahui segala gerak-gerik kita, shalawat dan salam senantiasa
tercurahkan kepada sosok pribadi mengesankan (Muhammad) SAW. yang
menjadi panutan dan tauladan umat manusia.
Perubahan adalah keniscayaan ada siang ada ma..lam, ada kehidupan ada
kematian, ada perjumpaan ada perpisahan, setelah sekian lama berada di
Iingkungan Fakultas Psikologi, namun tak terasa rasanya begitu sebentar,

akhirnya untuk mengakhiri pendidikan ini penulis menyelesaikan skripsi ini
dengan judul "Perbedaan Kemampuan Mengatasi Konflik Antar
Kelompok Antara Mahasiswa Universitas Kristen Indonesia (UKI) Dan
Mahasiswa Universitas Persada Indonesia Vayasan Administrasi
Indonesia (UPI VAl) Salemba Jakarta Pusat".
Skripsi ini dapat selesai karena adanya dukungan dari semua pihak. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ora. Netty Hartati, M.Si (Oekan
Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
sekaligus Oosen Penasehat Akademik), terima kasih kepada Oosen
Pembimbing Skripsi dan Pembantu Oekan Bidang Akademik, Ibu Ora.
Zahrotun Nihayah, M.Si, yang ditengah-tengah kesibukannya selalu
memberikan semangat, senyuman dan dorongan yang tulus kepada penulis,
demikian juga kepada dosen pembimbing skripsi yaitu Bapak Ghozy Salom,
M.Si yang telah mengarahkan penulis menyelesaikan skripsi ini, tidak lupa
kepada semua dosen psikologi yang telah banyak memberikan makna hidup.
Ayah dan Ibu tercinta, terima kasih atas semuanya. Cinta, kasih sayang,
ketulusan, pengorbanan dan doa yang selalu engkau berikan.

Demikian juga untuk kakakku, adik-adikku dan semua keluargaku terima
kasih, semoga Allah membalas ketulusan dan kebaikan kalian.
Kepada pengurus AI-HamZah Group, (Bapak Andi Kosala, MM, Bapak
Bambang Budiarso, MM, Bapak Adang Karyana S.SST dan lainnya) yang
telah mendidik dan membinaku, kepada arek-arek FORMALA, WASIAT,
kepada sahabat-sahabatku di Fakultas Psikologi khususnya angkatan 2002,
Ikhwan Jatibening conection, adik-adikku yang selama ini telah setia
menemaniku, untuk sahabat, ternan dan kawan-kawanku seperjuangan,
penulis mengucapkan terima kasih karena kalian telah menjaga, membantu
dan memberi banyak pelajaran hidup kepada penulis.
Untuk kawan-kawanku di UKI dan YAI dari BEMF (Badan Eksekutif
Mahasiswa Fakultas) Ekonomi, IImu Komunikasi, Psikologi. IImu Sosial dan
Politik serta Hukum, yang tidak pernah bosan membantu penulis. Terima
kasih atas kerjasamanya dalam proses penyelesaian skripsi ini.
Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi
ini yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu. Penulis hanya dapat
mengucapkan Jazakumullah khairan katsira, semoga Allah membalas yang
lebih baik bagi kalian semua. Penulis berharap semoga karya ini bermanfaat
bagi semuanya. Amien.

Jakarta,4 Januari2007

Penulis

DAFTAR lSI
HALAMAN JUDUL..
..
HALAMAN PERSETUJUAN.........
HALAMAN PENGESAHAN..............................
MOnO.......................................................................................
ABSTRAKSI....
KATA PENGANTAR......
DAFTAR ISI.................................................................................
DAFTAR TABEL...........................................................................
DAFTAR LAMPIRAN
BAB 1

PENDAHULUAN

:..............................

01-09

1.1. Latar Belakang Masalah................................................

1

1.2. Identifikasi Masalah..

6

1.3. Pembatasan dan Perumusan Masalah...........

6

1.3.1. Pembatasan masalah penelitian..........

6

1.3.2. Perumusan masalah penelitian...............

7

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian................................

BAB 2

ii
iii
iv
v
vi
viii
x
xi

7

1.4.1. Tujuan penelitian..........

7

1.4.2. Manfaat penelitian...............................................

7

1.5. Sistematika Penulisan......

8

KAJIAN PUSTAKA...........................................................

10-59

2.1. Konflik.................................

10

2.1.1. Pengertian Konflik......

10

2.1.2. Pengertian Konflik Antar kelompok

11

2.1.3. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Konflik.......

15

2.1.4. Resolusi Konflik..................

24

2.2. Kemampuan Mengatasi Konflik

34

2.2.1. Pola Interaksi

34

2.2.2. Pola Komunikasi......

41

DAFTAR TABEl, SKEMA DAN GRAFIK
BAB2

2.1

Skema Penyebab Konfiik Antar Kelompok...

2.1

Cara mendiagnostik konfiik

2.2

Bentuk pendekatan konfiik...

2.2

Skema kerangka berpikir.

24
,

52
53

,.

58

BAB3

3.1

Bobot nilai skala.....

66

3.2

Blue print skala kemampuan mengatasi konfiik antar kelompok.......

67

3.3

Rel/abel/tas skala mengatasi konfiik..................................................

70

BAB4

4.1

Jumlah sampel.

72

4.2

Gambaran umum responden berdasarkan jenis kelamin, usia,
fakultas, agama, dan suku bangsa...

4.3

73

Gambaran umum responden berdasarkan alasan konfiik dan Tingkal
kemampuan mengatasi konfiik......

76

4.4

Uji normalitas...

79

4.1

Grafik penyebaran item-item skala kemampuan mengatasi konfiik...

79

4.5

Uji homogenitas

80

4.6

Uji-t... ... ... ... ...

'"

,.

81

LAMPIRAN


Surat izin penelitian



Foto Tawuran



Angket penelitian



Blue print hasil tryout kemampuan mengatasi konflik



Blue print revisi kemampuan mengatasi ォッョヲャゥセ



Skor try out skala kemampuan mengatasi konflik



Skor penelitian skala kemampuan mengatasi konflik



Hasil uji validitas skala kemampuan mengatasi konflik



Reliabilitas instrumen skala kemampuan mengatasi konflik



Hasil uji-t, normalitas, homogenitas

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah
Hidup di tengah-tengah kota metropolitan yang memiHki beragam tata nilai
(nilai sosial dan agama), latar belakang sosial dan.budaya yang berbeda,
kesenjangan ekonomi yang semakin melebar dan tingkat persaingan hidup
cukup tinggi, hal ini merupakan salah satu potensi pemicu terjadinya konflik.
Berbagai pemicu konflik lainnya yang sering terjadi seperti tidak terpenuhinya
kebutuhan (psikologis/sosial) seseorang, harapan yang terlalu besar, konsep
diri yang labil dan ketidak-seimbangan dalam menghadapi realitas hidup.

Ketika konflik antar kelompok yang tidak teratasi akan berpengaruh luas pada
aspek kehidupan lainnya, bahkan sering mendorong terjadinya perilaku
agresif dan tindak kriminal, adanya konflik antar kelompok yang tidak
terkendali dapat merugikan setiap kelompok yang sedang konflik atau
kelompok lain yang tidak terlibat dalam konflik ini seperti masyarakat
sekitarnya. Pemicu lainnya dapat berupa pola interaksi kelompok yang
ekslusif, sehingga bentuk interaksinya berupa polarisasi ketidak-percayaan
dan permusuhan yang terus-menerus terjadi diantara kelompok yang

2

berbeda atau akibat dari prasangka social dari anggota kelompok yang
merasa identitasnya terancam (www.suaramerdeka.com/harian).

Konflik antar kelompok ini banyak terjadi pada usia muda (ramaja & dewasa
dini), pemicunya lebih banyak pada perilaku kompensasi-kompensasi,
kompensasi ini bisa dari dalam diri individu (internal) atau dari luar individu
(eksternal), kompensasi terhadap perasaan-perasaan inferior, merupakan
salah satu pemicu terjadinya konflik ini (Kartono, 2002: 104).
Fenomena konflik mahasiswa UKI dengan mahasiswa VAl Salemba Jakarta
sepertinya menjadi "tradisi" tahunan, hampir setiap tahun terjadi konflik.
Liputan 6 menyebutkan alasan terjadi konflik tidak diketahui penyebabnya
secara jelas. namun yang memicu timbulnya konflik ini biasanya masalah
sepeleh yang bersifat individual yang dapat memicu dan mampu
menyebabkan perkelahian massal seperti ejekan antar mahasiswa (UKIIYAI),
kejadian ini sempat membuat tertutupnya jalan raya dan mengganggu
keberadaan masyarakat sekitarnya. (http://www.kompas.co.id). Tetapi dalam
(www.suarapembaruan.com) disebutkan alasan konflik adalah akibat dendam
lama. "Tawuran antar mahasiswa UKI dengan VAl dipicu dendam lama.

Mereka sudah sering tawuran". kata Wandi (35) pedagang aksesori
handphone, "Mungkin yang seniomya ingin meneruskan kebiasaan buruk itu

kepada adik-adik mereka yang baru". kata salah seorang petugas.

3

Konflik antar mahasiswa UKI dan YAI memunculkan perilaku agresif dan
cenderung pada perilaku kriminal. Diantara mereka ada yang membawa
potongan besi dan senjata tajam lainnya yang digunakan dalam tawuran itu.
Perbedaan ideologi dan keyakinan (agama) merupakan potensi timbulnya
konflik antar kelompok. Demikian juga perbedaan kebudayaan dan eksistensi
diri sebagai kelompok mayoritas atau minoritas juga rawan menimbulkan
konflik (Sanusi, 1999 : 88).

Menurut Pickering (2001) konflik bisa terjadi bila kebutuhan psikologis
seseorang terhambat, yaitu kebutuhan untuk dihargai dan memiliki harga diri.
Hal ini rawan menimbulkan konflik antar individu dan kelompok. Pada masa
dewasa dini, menurut Hurlock (1980) mereka memasuki ambang dunia
pekerjaan kehidupan (dewasa), mereka banyak mengalami ketegangan
emosional, dan kebingungan. Masa ini mereka sering melihat kehidupan
nyata orang dewasa dari sisi idealis, mereka berkeinginan kuat untuk
mengubahnya. Sedangkan menurut Robby (1992) secara psikologis, individu
berada pada tahapan dewasa dini, memiliki peluang konflik yang cukup
besar, dimana individu memiliki kebutuhan yang beragam, khususnya
kebutuhan psikologis manusia terutama pada kebutuhan sosial, sebagai motif
yang mempengaruhi perilaku individu, maka ketika kebutuhan psikologis tidak
terpenuhi akan berdampak pada perilaku agresif.

4

Beragamnya pemicu konflik antar kelompok yang terjadi di tengah-tengah
masyarakat perkotaan merupakan persoalan yang layak untuk diperhatikan.
Karena secara langsung atau tidak langsung merupakan masalah sosial yang
memiliki pengaruh besar pada berbagai aspek kehidupan di lingkungan
masyarakat. Masa dewasa dini merupakan masa peralihan dan masa yang
menentukan bagi masa depan selanjutnya. Apalagi bila konflik yang terjadi
pada mahasiswa UKI dan YAI dibiarkan terus menerus akan berdampak lebih
buruk pada perilaku mahasiswa yang mengalami konflik dan pada
mahasiswa lainnya serta dapat memicu prilaku agresif.

Solusi yang telah dilakukan oleh kedua belah pihak mampu meredam gejolak
konflik yang lebih besar (etniklras/agama), namun nampaknya belum berhasil
menyelesaikan permasalahan secara menyeluruh. Dari sinilah diperlukan
pemecahan konflik dari potensi mahasiswa sendiri. Modal sosial yang dimiliki
mereka serta potensi kerjasama dalam membangun kegiatan bersama masih
terbuka lebar. Disamping itu banyak pihak sebenarnya yang bisa terlibat
dalam mengatasi konflik ini, misalnya keterlibatan pihak orang tua, teman
dekat, kelompok kegiatan, pihak universitas dan masyarakat sekitarnya.
Pengaruh lingkungan pergaulan dan lingkungan universitas merupakan salah
satu faktor motif perilaku mahasiswa. Konflik yang terjadi antar kelompok
mahasiswa merupakan konflik yang sudah lama terjadi dan hampir terjadi
setiap tahun, namun sepertinya konflik ini tidak kunjung mereda.

5

Pola interaksi dan komunikasi yang menjadi tolak ukur sepertinya belum
dilakukan secara sistematis oleh kedua kelompok.

Modal sosial yang tersisa, tentu bisa dijadikan sebagai mekanisme integrasi
sosial, dan yang terpenting adalah cara menyelesaikan konflik yang mereka
gunakan. Sebenarnya apa yang diinginkan oleh mahasiswa sendiri dan
bagaimana pola penyelesaian konflik yang telah dilakukan selama ini?
bagaimana peran serta pihak universitas sendiri dalam menyelesaikan
konflik? apakah mereka (mahasiswa) memahami orang di luar kelompoknya
sebagai ancaman atau ada penyebab lain yang kemudian merembet pada
konflik antar kelompok seperti pada kasus-kasus akhir-akhir ini yang ada di
Indonesia [konflik Poso/Maluku] (http://www.hamline.edu).

Disinilah peneliti tertarik untuk meneliti apakah ada perbedaan kemampuan
mengatasi konflik antar kelompok antara mahasiswa UKI dan mahasiswa YAI
Salemba Jakarta Pusat?

6

1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, identifikasi masalah yang
dijelaskan dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana tingkat kemampuan mengatasi konflik antar kelompok antara
mahasiswa UKI dan mahasiswa YAI Jakarta Pusat?
2. Apa alasan mereka melakukan konflik ini, sehingga setiap tahun terjadi
konflik antar kelompok?
3. Apakah ada perbedaan kemampuan mengatasi konflik antar kelompok
antara mahasiswa UKI dan mahasiswa YAI Jakarta Pusat?

1.3. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Agar penelitian ini lebih spesifik dan terarah, maka peneliti membatasi dan
merumuskan pada permasalahan utama.

1.3.1. Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini peneliti membatasi masalah sebagai berikut :
1. Kemampuan mengatasi konflik antar kelompok
Yang dimaksud kemampuan mengatasi konflik antar kelompok adalah
kemampuan mengatasi perselisihan atau pertentangan yang dialami oleh
mahasiswa UKI dan YAI selama ini. Hal ini ditandai dengan kemampuan
mahasiswa dalam pola interaksi (Supardi, 2002), pola komunikasi (Devito,
A. 1996) dan cara (gaya) mengatasi konflik (Pickering, 2001).

7

2. Mahasiswa Universitas Kristen Indonesia (UKI) dan mahasiswa
Universitas Persada Indonesia Yayasan Administrasi Indonesia (UPI YAI)
Salemba Jakarta Pusat.
Peneliti membatasi pada mahasiswa UKI dan YAI Salemba Jakarta Pusat.
3. Mahasiswa
Mahasiswa yang dimaksud di sini adalah yang masih berstatus
mahasiswa UKI dan YAI Salemba Jakarta Pusat.

1.3.2. Perumusan Masalah
Peneliti merumuskan masalah yaitu "Apakah ada perbedaan kemampuan
mengatasi konflik antar kelompok antara mahasiswa UKI dan mahasiswa YAI
Salemba Jakarta Pusat?."

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.4.1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan tingkat kemampuan
mengatasi konflik antar kelompok antara mahasiswa UKI dan mahasiswa YAI
Salemba Jakarta Pusat.

1.4.2. Manfaat Penelitian
Dari hasH penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai

8

berikut:
1. Secara Teoritis
Dapat bermanfaat bagi pengembangan teori psikologi, khususnya dalam
pengembangan psikologi sosial.
2. Secara Praktis
a. Bisa memberikan sumbangan pemikiran bagi masyarakat, khususnya
bagi mahasiswa terkait (UKI dan YAI), pen€lelola universitas, dosen
terkait dan pemerhati permasalahan sosial dan psikologi.
b. Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan rujukan dan perbandingan
untuk peneliti yang tertarik di bidang psikologi sosial atau
permasalahan sosial serta untuk penelitian selanjutnya.

1.5. Sistematika Penulisan
Penulis menggunakan pedoman penyusunan penulisan skripsi Fakultas
Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Hasil penelitian ini disusun menjadi lima Bab, dengan sistematika penulisan
sebagai berikut :
Bab 1 PENDAHULUAN, meliputi Latar Belakang Masalah, Identifikasi
Masalah, Pembatasan Masalah Penelitian, Perumusan Masalah
Penelitian, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Sistematika
Penulisan.

9

Bab 2 KAJIAN PUSTAKA, meliputi landasan Teori Konflik, Pengertian
Konflik, Pengertian Konflik Antar Kelompok. Faktor-Faktor Yang
Menyebabkan Konflik Antar Kelompok, Resolusi Konflik.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemampuan Mengatasi Konflik,
Pola Interaksi, Pola Komunikasi Dan Gaya (Pendekatan) Mengatasi
Konflik.
Pola Mahasiswa Dalam Mengatasi Konflik Kerangka Berfikir, dan Hipotesa.
Bab 3 METODE PENELITIAN, meliputi Pendekatan dan Metode Penelitian,
Populasi dan Sampel, Teknik Pengambilan Sampel, Instrumen
Pengumpulan Data, Teknik Pengolahan dan Analisa Data, Prosedur
Penelitian.
Bab 4 HASIL PENELITIAN, meliputi Gambaran Umum Subyek, Presentasi
Data, dan Uji Hipotesis.
Bab 5 PENUTUP meliputi Kesimpulan, Diskusi dan Saran.

BAB2
KAJIAN PUSTAKA

2.1. Konflik
2.1.1. Pengertian Konflik
Dalam buku Chaplin (2000) konflik adalah adanya dua atau lebih motif secara
bersamaan yang antagonis (saling bertentangan). Sudarsono (1993)
mengartikan konflik adalah pertentangan atau percekcokan. Satu keadaan
dimana individu atau kelompok dihadapkan pada dua atau lebih pilihan atau
tujuan dan individu tersebut harus memilih satu diantara beberapa pilihan.
Dalam pandangan kedua tokoh di atas bahwa konflik berarti adanya
pertentangan atau perselisihan baik dalam diri seseorang. dengan orang lain
maupun antar kelompok. Demikian juga menurut Caiman (2001) konflik
adalah "the situation that exist when two contradictory tendencies oppose
each other in a person's mind". Caiman lebih cenderung mengartikan konflik

pada pertentangan dalam diri seseorang sendiri. Sedangkan Webster yang
dikutip oleh Pickering (2001) menjelaskan konflik sebagai berikut :
1. Persaingan atau pertentangan antara pihak-pihak yang tidak cocok satu
sama lain.
2. Perselisihan akibat kebutuhan. dorongan. keinginan atau tututan yang
bertentangan.

11

2.1.2. Pengertian Konflik Antar Kelompok
Menurut Irfan dan Chaeder (2006) konflik adalah hubungan antara dua pihak
atau lebih, baik individu maupun kelompok yang merasa memiliki
kepentingan-kepntingan yang tidak sejalan. Dengan demikian kepentingan
kelompok yang berbeda akan timbul konflik. Sedangkan menurut Ritha F.
(2003) konflik dapat berupa perselisihan (disagreement), akibat adanya
ketegangan (the presence of tension), atau munculnya kesulitan-kesulitan
lain diantara dua pihak. Konflik sering menimbulkan sikap oposisi antara
kedua belah pihak, sampai kepada tahap dimana pihak-pihak yang terlibat
memandang satu sama lain sebagai penghalang dan pengganggu
tercapainya kebutuhan dan tujuan masing-masing.

Pickering (2001) sendiri mengartikan konflik adalah adanya beberapa pilihan
yang saling bersaing atau tidak selaras. Di buku konflik dalam hidup seharihari (1992) menurut Wehn bahwa konflik adalah suatu konsekuensi dari
komunikasi yang buruk, salah pengertian, salah perhitungan dan prosesproses lain yang tidak disadari. Sedangkan Robby I. Chandra (1992) sendiri
mengidentifikasi tipikal konflik sebagai berikut :
1. Ketegangan yang diekspresikan, konflik terjadi bila pihak-pihak yang
terlibat melihat bentuk sikap atau tindakan dalam hubungan yang bisa
diangap sebagai tindakan konflik.
2. Sasaran atau kebutuhan yang berbeda, konflik terjadi karena adanya

12

tabrakan atau benturan tujuan atau cara pemenuhan kebutuhan.
3. Adanya penghambat, yaitu penghambat dari pihak lain dalam meneapai
tujuan, akan berakibat timbulnya konflik.
4. Saling ketergantungan dan saling mempengaruhi.

Pengertian kelompok menurut Bales dalam Hamdani Yasun (2003)
menyebutkan kelompok merupakan sejumlah orang yang menerima kesan
atau persepsi mengenai anggota yang lain berbeda-beda, sehingga reaksi
kepada setiap anggota yang lain akan berbeda pula meskipun kesan itu
berupa ingatan tentang keberadaan anggota lain.

Me. David dkk. (1968) mengartikan kelompok adalah suatu sistem yang
terorganisir yang terdiri dua orang atau lebih yang saling berhubungan
sehingga dapat melaksanakan fungsi dan peran anggotanya.
Soekanto (1986) memandang kelompok merupakan hubungan individu,
adanya kesadaran akan manfaat bersama. Sedangkan Hamdani Yasun
(2003) sendiri mengungkapkan kelompok terdiri dari dua orang atau lebih
yang saling berinteraksi atau saling mempengaruhi sehingga terjadi
perubahan perilaku.

Kelompok sosial menurut Biersted dalam Sunarto (2000) fenomena
perkelahian antar kelompok seperti konflik mahasiswa YAI dan UKI

13

dikategorikan sebagai kelompok asosiasi (associational group) kelompok ini
biasanya memiliki kesadaran jenis, persamaan kepentingan dan adanya
kontak dan komunikasi antar anggotanya.

Sumner (1940) memberikan identifikasi mengenai kelompok yaitu ada in-

group dan out-group, ada kecenderungan dikalangan anggota kelompok (ingroup) ada kerjasama, persahabatan, keteraturan·namun ketika melihat
kelompok luar (out-group) cenderung ditandai dengan kebencian,
permusuhan dan konflik. Hal ini akibat dari berkembangnya perasaan
kelompok (in-group feeling) yang kuat, yang terwujud dalam solidaritas,
kesetiaan, pengorbanan namun sikap terhadap kelompok luar
mengembangkan sikap permusuhan.

Pengertian konflik antar kelompok merupakan konflik massal antara satu
kelompok dengan kelompok lain, hal ini memiliki arti penyesuaian diri
terhadap kelompoknya, dimana individu merasa aman dan terlindungi.
Individu merasa memiliki peranan yang diharapkan oleh kelompoknya,
kelompok dijadikan pijakan dasar sebagai martabat dan harga diri. Sehingga
kesadaran individu mamiliki arti, maka tumbuhlah proses identifikasi terhadap
kelompok sendiri, secara perlahan-Iahan dapat memunculkan rasa aku-

sosial, dengan bentuk sikap, kebiasaan, sentimen, cara berf/kir dan pola
tingkah laku tersendiri (Kartono, 2002 : 108).

14

Perkelahian mahasiswa UKI-YAI memang kerap terjadi antara kedua kampus
yang saling berdekatan tersebut dan seperti menjadi kebiasaan tahunan pada
penerimaan mahasiswa baru, penyelesaian dan pemecahan masalah yang
dilakukan oleh pihak rektorat dari kedua belah pihak terbukti belum
menuntaskan konflik ini, bahkan polisi sudah dilibatkan dalam menangani
konflik ini, sebagai mana yang dikutip oleh (http://www.liputan6.com/view)
menyebutkan "sejauh ini polisi tefah bekerja sama dengan pihak rektorat dan
mahasiswa dari kedua universitas itu untuk menjaga keamanan dan
ketertiban ".

Adanya satu kesatuan masing-masing kelompok dan pengakuan menyatu
dari suatu kelompok menjadi dukungan moril tersendiri bagi mahasiswa,
maka ketika terjadi konflik yang melibatkan kelompoknya, individu terpanggil
sebagai bagian dari komunitasnya, dan hal ini memberikan arti (memainkan
peranan kelompoknya), perkelahian massal antar kelompok merupakan
pengalaman yang memberikan semangat hidup tersendiri bagi mahasiswa,
khususnya mahasiswa yang merasa bangga akan peranan besar untuk
kelompoknya, lebih-Iebih bila ditonton oleh orang banyak.

Menurut Kartono (2002) kegemaran perkelahian massaI antar kelompok
mencerminkan dua peristiwa penting :
1. Merupakan cerminan miniatur dari perilaku masyarakat orang dewasa

15

pada saat sekarang.
2. Sebagai pelampiasan dan peningkatan ambisi dan reaksi-frustrasi negatif,
juga pelampiasan tekanan psikologis.

Oari beberapa pendapat, maka pengertian konflik antar kelompok berarti
pertentangan kepentingan, kebutuhan dan motif yang melibatkan satu atau
lebih komunitas terhadap komunitas yang lain dalam bentuk sikap, ucapan
dan perilaku. Hal ini penulis gunakan merujuk pada konteks realitas konflik
(pertentangan) massal yang telah terjadi dari fenomena konflik antar
kelompok antara mahasiswa UKI dan YAI Salemba Jakarta Pusat dan dari
penelitian M. Hasballah (2003) yang meneliti perkelahian antar pelajar, potret
siswa SMU yang ada di OKI Jakarta.

2.1.3. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Konflik
Oalam pandangan Ichsan Malik (2005) teori tentang prasangka, dan
stereotip, pada dasarnya dapat menjelaskan tentang sumber terjadinya
konflik. Ketika interaksi antar individu, ada kecenderungan untuk mengambil
jalan pintas dalam mempersepsi seseorang atau kelompok, dengan cara
memberikan "label" tertentu kepada individu lain berkaitan dengan sifat-sifat
yang khas yang seakan-akan menempel pada individu atau kelompok.
Persepsi yang salah ini atau label yang diberikan sesuai sifat disebut sebagai

16

stereotip yang memunculkan penilaian yang tidak memiliki dasar obyektif dan
pengambilan dengan cermat. Akibatnya terjadi penyimpangan pandangan
yang obyektif serta terjadi generalisasi. Kecenderungan generalisasi akan
memberikan dampak negatif jika sasaran prasangka adalah kelompok
minoritas, karena akibatnya adalah tindakan diskriminasi. Sedangkan
Realistic Conflict Theory (ReT) dari Muzafer Sherif (1970) menyatakan
bahwa dalam hubungan antar dua kelompok selalu terdapat kepentingan
yang berbeda, akan terjadi upaya dari satu kelompok meraih keuntungan
yang sebesar-besarnya dengan mengorbankan kelompok lainnya.
Persaingan terjadi karena ada keterbatasan atau kelangkaan sumberdaya
yang diperebutkan oleh kelompok.

Konflik terjadi disebabkan adanya penegasan individualisme. Konflik itu
sebagai bentuk prates yang berlandaskan rasa frustasi terhadap kurangnya
kesempatan untuk perkembangan dan kurangnya pengakuan identitas.
Bentuk tersebut dapat berupa ketegangan, atau kekerasan dari persoalan
kelas, status, etnik, agama, atau nasionalisme, bahkan berurusan dengan
soal-soal kebutuhan yang mendasar (www.manajemenkonflik.com).

Dalam sebuah situs (www.suaramerdeka.com/harian) menurut Kartikasari
(2001 : 8) memahami penyebab konflik di tengah-tengah masyarakat itu ada
beberapa alasan, antara lain:

17

Pertama, teori hubungan masyarakat. Memiliki pandangan bahwa konflik
yang sering muncul di tengah masyarakat disebabkan polarisasi yang terus
terjadi, ketidakpercayaan dan permusuhan diantara kelompok yang berbeda.
Kedua, teori identitas yang melihat bahwa konflik yang mengeras di
masyarakat tidak lain disebabkan identitas yang terancam, yang sering
berakar pada hilangnya sesuatu atau penderitaan masa lalu yang tidak
terselesaikan dan rendahnya penghargaan terhadap yang lain.
Ketiga, teori kesalahpahaman antar-budaya. Teori ini melihat konflik
disebabkan ketidakcocokan dalam cara-cara berkomunikasi di antara
berbagai budaya yang berbeda. Realitas keragaman budaya bangsa ini tentu
membawa konsekuensi munculnya persoalan gesekan antar budaya.
Keempat, teori transformasi sosial yang memfokuskan pada penyebab terjadi
konflik adalah ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang muncul sebagai
masalah sosial, budaya dan ekonomi.

Konflik bisa muncul dari perasaan tentang apa yang benar dan apa yang
salah, dan predisposisi untuk bertindak positif maupun negatif terhadap suatu
kejadian, dapat dengan mudah menjadi sumber terjadinya konflik. Nilai-nilai
yang dipegang dapat menciptakan ketegangan-ketegangan di antara
individual dalam suatu kelompok. Konflik muncul karena adanya perbedaan
yang sangat besar antara kebutuhan dan kepribadian setiap orang, yang
bahkan dapat berlanjut kepada perseteruan antar pribadi dan kelompok.

18

Persepsi dan penilaian dapat menjadi penyebab terjadinya konflik Sejalan
dengan meningkatnya asosiasi diantara pihak-pihak yang terlibat, semakin
mengikat pula terjadinya konflik. Dalam bentuk interaksi yang aktif dan
kompleks seperti pengambilan keputusan bersama (joint decision-making),
potensi terjadinya koflik bahkan semakin meningkat (Ritha F., 2003).

Menurut Pickering (2001) faktor yang menyebabkan konflik adalah karena
pengalaman, minat, tujuan atau nilai yang dimiliki bertentangan satu sama
lainnya, hal ini menciptakan perbedaan mengenai apa yang diharapkan,
diucapkan dengan apa yang akan dilakukan untuk mewujudkannya. Konflik
antar kelompok merupakan pertentangan antara dua kelompok yang melatarbelakanginya adalah pencapaian kebutuhan psikologis yang tidak sesuai,
kebutuhan ini berupa kebutuhan sosial, kebutuhan sosial yaitu kebutuhan
ketika menjalani interaksi dengan kelompok lain:
1. Kebutuhan untuk dihargai
2. Kebutuhan ingin menguasai atau mengendalikan
3. Kebutuhan akan harga diri
4. Kebutuhan untuk konsisten

Menurut Abdul Salam (2003) Untuk menjelaskan penyebab konflik, ada
beberapa teori. Teori frustrasi-agresi mengungkapkan bahwa semua agresi,
baik antar individu/kelompok maupun antar bangsa, berakar pada rasa

19

frustasi pencapaian tujuan salah satu atau lebih. Artinya, konflik itu dapat
ditelusuri pada tidak tercapainya tujuan pribadi atau kelompok dan rasa
frustasi yang ditimbulkannya. Sedangkan teori identitas sosiallebih
menekankan pada menyederhanakan hubungan eksternal. Lebih jauh lagi,
ada kebutuhan manusia untuk memiliki rasa harga diri (self esteem and self
worth) yang ditransfer ke dalam kelompok sendiri. Hal ini juga berguna untuk

menata lingkungan dengan perbandingan sosial antar kelompok. Konsep
dalam kelompok (ingroups) dan luar kelompok (outgroups) merupakan uraian
tentang proses yang menempatkan individu dalam kelompok dan pada saat
yang sama menempatkan kelompok dalam individu. Hubungan-hubungan
kelompok adalah akar dari masalah-masalah berbagai konflik. Tidak
diragukan lagi bahwa system yang tidak stabil dari perpecahan sosial antara
kelompok mayoritas dan minoritas lebih mungkin dipandang tidak sah
(illegitimate) yang akan mengandung benih-benih ketidakstabilan.

Teori sistem musuh memandang akar konflik berasal dari persaingan
kelompok dan perebutan kekuasaan serta sumber-sumber kebutuhan.
Asumsi-asumsi ini menggambarkan pada factor-faktor motivasi sadar dalam
lingkungan yang berorientasi material. Akibatnya, salah satu tujuan utama
konflik adalah berusaha menguasai. Kelompok berusaha menguasai agar
dapat menjamin terpenuhinya kebutuhan-kebutuhannya, biasanya dengan
merugikanlmerusak kelompok-kelompok pesaingnya. Konflik atas

20

penguasaan seringkali dipandang sebagai zero sum conflict. Artinya,
kemenangan suatu kelompok berarti kekalahan kelompok yang lain. Konflik
seperti ini bukan sama-sama menang (win-win) untuk kedua kelompok. Rasa
frustasi tidak bisa memenuhi kebutuhan primordial ini mengarah pada agresi
dan akhirnya terjadilah konflik.

Pickering (2001) menambahkan adapun reaksi lesih lanjut tentang kebutuhan
yang diperoleh seseorang sebagai berikut :
a. Membalas, membalas merupakan perilaku seseorang yang menyebabkan
kepuasan sementara namun menyimpan konflik yang lebih besar.
b. Menguasai, reaksi ini bersifat memaksakan kehendak, sebagai tindakan
mengamankan dan penyelamatan tapi umumnya berakibat merusak
hubungan jangka panjang.
c. Menghindar atau mengucilkan diri, reaksi tidak menanggapi situasi yang
timbul adalah cara yang cukup baik, akan tetapi satu hal yang perlu
diingat yaitu tidak menjadi tekanan psikologis dalam diri sendiri tapi
terkadang akan menjadi "boom" yang sewaktu-waktu akan merusak atau
meledak.
d. Kerja sama, yaitu membawa persoalan ke hadapan semua fihak yang
terlibat atau yang berkempentingan untUk diselesaikan dan dibahas
bersama-sama, sehingga seseorang akan menyadari kekurangan dan
memahami persoalan secara jelas.

21

Andi Widjajanto (2004) menyebutkan penyebab konflik dari beberapa
pandangan (teori), yang melandasinya sebagai berikut :
Teori hubungan masyarakat, menganggap bahwa konflik disebabkan oleh
polarisasi yang terus terjadi, ketidakpercayaan dan permusuhan diantara
kelompok yang berbeda dalam suatu masyarakat. Sedangkan teori negosiasi
prinsip, menganggap bahwa konflik disebabkan oleh posisi-posisi yang tidak
selaras dan perbedaan pandangan tentang ォッョヲャゥセ

oleh pihak-pihak yang

mengalami konflik.
Teori kebutuhan manusia, berasumsi bahwa konflik yang berakar dalam
disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia (fisik, mental, dan sosial) yang
tidak terpenuhi atau dihalangi. Keamanan, identitas, pengakuan, partisipasi,
dan otonomi sering merupakan inti pembicaraan. Demikian juga teori
identitas, berasumsi bahwa konflik disebabkan karena identitas yang
terancam, yang sering berakar pada hilangnya sesuatu atau penderitaan di
masa lalu yang tidak diselesaikan
Teori kesalah-fahaman antar budaya, menganggap bahwa konflik disebabkan
oleh ketidakcocokan dalam cara-cara komunikasi di antara berbagai budaya
yang berbeda. Dan teori transformasi konflik, berasumsi bahwa konflik
disebabkan oleh masalah-masalah ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang
muncul sebagai masalah-masalah sosial, budaya dan ekonomi.

22

Dalam pandangan A. Devito (1997) penyebab rusaknya hubungan antar
individu dan kelompok atau kemungkinan terjadinya konflik adalah :
1. Penyebab konflik bisa bersifat berangsur-angsur atau mendadak.
2. Bila terjadi hubungan yang tidak produktif baik untuk salah satu pihak atau
keduanya.
3. Daya tarik meluntur, alasan untuk terus menjaga hubungan telah luntur.
4. Hubungan yang tak terkatakan, kadang-kadang harapan atau keinginan
satu pihak dengan pihak lain tidak tercapai dan sering tidak menjadi
kanyataan.

Penyebab konflik menurut Dean Pruitt dan Rubin (2004) adalah :
1. Prestasi masa lalu, aspirasi akan bangkit ketika prestasi naik, jatuh atau
menurun yang menyebabkan orang akan memiliki harapan ketika terjadi
hal tersebut, sehingga aspirasi meningkat dan alternatif tidak mampu
memuaskannya maka timbul konflik
2. Adanya persepsi mengenai kekuasaan, hal ini terjadi sebagai akibat dari
adanya ambiguitas mengenai sifat kekuasaan, atau menganggap sesuatu
yang berharga, sehingga setiap pihak merasa berhak dan lebih kuat untuk
mendapatkannya.
3. Adanya aturan atau norma, secara konstan kelompok akan
mengembangkan aturan untuk mengatur perilaku anggotanya supaya ada
keselarasan, namun bila norma berubah dan mengalami penurunan

23

fungsi maka konflik akan cepat terjadi.
4. Perbandingan dengan orang lain, sering seseorang atau kelompok yang
mengidentifikasikan dengan orang atau kelompok lain, sehingga
mengakibatkan adanya perbedaan kemajuan, atau prestasi maka akan
menstimulasi peningkatan aspirasi yang cenderung mengarah ke konflik.
5. Terbentuknya kelompok pejuang, hal ini banyak mengarah pada penilaian
tentang suatu nlai yang dianut oleh seseorang.atau kelompok merasa
lebih baik atau lebih benar sehingga yang lain salah dan harus diperbaiki
hal ini yang akan cepat memicu konflik.

Menurut Kartono (2002) penyebab terjadinya perkelahian (konflik) antar
kelompok ada dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksterna!.
Pertama, faktor internal merupakan faktor dari proses internalisasi-diri yang
keliru merespon peristiwa penyimpangan perilaku sosial yang ada di tengahtengah masyarakat. Hal ini bentuk dari ketidakmampuan mereka beradaptasi
dengan Iingkungan, sehingga melakukan perilaku mekanisme pelarian dan
pembelaan diri yang salah dan irrasional, muncul kemudian perilaku maladaptif, agresi, pelanggaran terhadap norma sosial, hukum dan kebiasaan
perkelahian. Kedua, faktor eksternal, dikenal dengan pengaruh luar
(lingkungan), dan sosia!. Hal ini berupa semua stimulus (rangsangan) dan
pengaruh diluar dirinya yang menimbulkan tingkah laku tertentu (tindak
kekerasan, kejahatan, dan perkelahian massal).

24

Kartono (2002) menggambarkan perkelahian massal antar kelompok sebagai

2.1.4. Resolusi Konflik
Menurut Burton dalam Abdul Salam (2003) resolusi konflik artinya
menghentikan konflik dengan cara-cara yang analitis dan masuk ke akar
permasalahan. Dalam pandangan pihak-pihak yang terlibat, merupakan
solusi permanen terhadap suatu masalah. Resolusi konflik bersifat dalam
jangka panjang, suatu proses perubahan politik, social, dan ekonomi.
Resolusi konflik adafah suatu proses analisis dan penyelesaian masalah yang
mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan individu dan kelompok seperti
identitas dan pengakuan, juga perubahan-perubahan institusi yang diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan mendasar.

25

Teori kebutuhan manusia John Burton (1990), teori ini menekankan bahwa
manusia mempunyai kebutuhan-kebutuhan dasar yang harus dipenuhi untuk
memelihara masyarakat yang stabil. Keterlibatan manusia dalam situasi
konflik mendorongnya berjuang pada setiap tataran sosial untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan primordial dan universal, kebutuhan seperti keamanan,
identitas, pengakuan, dan perkembangan. Mereka terus berusaha menguasai
Iingkungannya yang diperlukan untuk menjamin pemenuhan kebutuhankebutuhan ini.

Ada nilai-nilai atau kebutuhan manusia universal yang mendasar yang harus
dipenuhi jika ingin menciptakan masyarakat yang stabil, apalagi dalam
masyarakat yang multi etnik ketidakstabilan dan konflik tidak bisa dihindari,
kecuali jika kebutuhan identitasnya terpenuhi dan dalam setiap sistem
sosialnya ada keadilan yang merata, rasa penguasaan, serta kemungkinan
memperoleh semua kebutuhan sosial lainnya. Karena setiap kelompok yang
bertikai berusaha memenuhi kebutuhan mereka. Maka perlu aturan main,
dimana kebutuhan-kebutuhan ini tidak dipenuhi dengan cara mengorbankan
kelompok lain, tetapi diwujudkan bersamaan dengan pemenuhan kebutuhan
kelompok lainnya. Kebutuhan-kebutuhan ini tidak ekslusif bagi kedua pihak
atau diperoleh dengan mengorbankan pihak lain. Namun perlakuan seperti ini
hanya untuk sementara menghentikan permusuhan, yaitu dengan cara
memberikan keseimbangan antara budaya, bahasa, agama dan simbol-

26

simbol etnik lainnya yang bersifat lokal di satu pihak dan yang bersifat
nasional di lain pihak. Salah satu solusi yang sangat penting adalah
kelompok-kelompok itu menyelesasikan masalahnya sendiri secara analitis,
didukung oleh pihak ketiga yang bertindak sebagai fasilitator dan bukan
penguasa. Tujuan proses ini adalah untuk memungkinkan partisipan konflik
memahami bahwa semua partisipan mempunyai kebutuhan-kebutuhan yang
sah yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan konflik itu.

Pendekatan-pendekatan lain seperti berdialog antar kelompok, hanya akan
berjalan jika pihak-pihak yang berkonflik setuju untuk bernegosiasi dan
mempunyai sesuatu yang nyata yang dapat mereka tawarkan (bargain).
Untuk itu perlu memahami sifat dan ruang lingkup konflik, tetapi tujuannya
adalah menggunakan analisa ini untuk menyelesaikan konflik. Cara diplomasi
dilakukan dengan interaksi tidak resmi dan tidak formal antara anggotaanggota kelompok yang bertikai yang bertujuan mengembangkan strategistrategi, mempengaruhi pendapat umum, dan mengorganisasikan sumbersumber materi manusia dengan cara-cara yang mungkin membantu
menyelesaikan konflik. Harus dipahami bahwa Diplomasi sama sekali bukan
pengganti untuk hubungan resmi dan formal. Apalagi jika konflik yang tidak
berdasarkan kepentingan material, tetapi berdasarkan kebutuhan, terutama
kebutuhan yang berkenaan dengan identitas kelompok etno-nasional atau
komunal. Seperti golongan identitas, baik yang dibentuk berdasarkan agama,

27

etnik, ras, budaya, atau ciri-ciri lainnya. Kelompok akan bertindak untuk
memperoleh dan menjamin identitas mereka di dalam masyarakat. Ketika
keamanan fisik dan ekonomi, partisipasi politik, dan pengakuan dari golongan
lainnya ditolak, identitasnya yang penting itu hilang, dan mereka akan
melakukan apa saja dalam wewenang kekuasaan untuk merebutnya kembali.
Singkatnya, inilah awal dari konflik sosial yang berlarut-Iarut.

Dalam pandangan Abdul Salam (2003) cara lainnya adalah diplomasi,
diplomasi dengan proses tiga tahap, yang memungkinkan perwakilanperwakilan kelompok bekerja ke arah penyelesaian konflik intergroup dalam
lingkungan yang tidak mengancam, tidak menekan, dan tidak konfrontasi.
Proses tiga tahap itu adalah, tahap pertama, berupa serangkaian lokakarya
atau forum tentang penyelesaian masalah. Lokakarya-Iokakarya ini dirancang
untuk membawa orang-orang berpengaruh dari kedua kelompok yang
sedang konflik, tetapi bukan para pengambil keputusan utama, bersamasama meneari cara-cara alternatif yang membatasi konfliknya. Tujuannya
adalah untuk merubah persepsi mereka mengenai konflik dari habis-habisan

(zero-sum) ke sama-sama menang (win-win). Hal ini bisa dieapai melalui
proses pertemuan yang difasilitasi sebagai bagian dari lokakarya. Lokakarya
ini difasilitasi oleh sebuah panel para ahli tentang psikologi konflik intergroup
dan tentang pokok-pokok konflik yang dibahas. Para fasilitator tidak berusaha
memaksakan atau bahkan menawarkan solusi untuk (mengakhiri) konflik,

28

namun tujuannya sekedar untuk memudahkan komunikasi dan seeara halus
membimbing para peserta ke arah perubahan sikapnya (attitude) dan
persepsi tentang dirinya sendiri. Melalui perubahan ini akan muncul
kemampuan melihat konflik dalam bingkai baru (new term). Dari hasil
pertemuan tidak resmi ini membukakan jalan bagj negosiasi-negosiasi resmi
dengan memulai perubahan sikap (attitude) pendapat umum dan para
pengambil keputusan, diperlukan lokakarya yang terdiri, pertemuan pleno,
atau kelompok kecil selama beberapa hari. Pertemuan-pertemuan resmi ini
ditunjang dengan aeara-aeara social informal seperti makan malam dan
tamasya.

Setelah mendefinisikan kembali konflik dalam rumusan ini, diharapkan bisa
mulai menearj solusi yang akan membolehkan satu pihak menyatakan
identitas tanpa membahayakan pihak lain, dengan mengedepankan kejujuran
(veracity) persepsinya, menggunakan komunikasi massa, media massa,
jurnal-jurnal lainnya yang ikut dalam penyebaran transformasi pendapat
umum untuk mempengaruhi massa. Namuan tindak lanjut yang nyata dibuat
dalam proses ketiga yaitu pembangunan kerjasama sosial ekonomi,
membangun kerjasama sosial ekonomi yang memiliki tujuan untuk
meringankan penderitaan material dari kelompok-kelompok yang
bermusuhan. Usaha inj biasanya diarahkan kepada kelompok yang secara
historis menjadi korban dan terpinggirkan, usaha ini untuk memenuhi

29

kebutuhan dasar pihak yang menjadi korban, bisa juga dengan melibatkan
jalur komunal, memulai dengan memberi pekerjaan atau kerjasama.
Perubahan-perubahan ini penting sekali untuk menciptakan lingkungan yang
lebih positif dimana negosiasi-negosiasi yang substansial dapat terjadi.
Pendekatan internal memberikan pemahaman tentang konflik yang lebih baik
dan ada kesepakatan mengenai sebab-sebab konflik.

Menurut Simon Fisher dalam Widjajanto (2004) langkah-Iangkah untuk
resolusi konflik adalah :
1. Meningkatkan komunikasi dan saling pengertian antara kelompokkelompok yang mengalami konflik. Mengusahakan toleransi dan agar
masyarakat lebih bisa saling menerima keragaman yang ada di dalamnya.
2. Membantu pihak-pihak yang mengalami konflik untuk memisahkan
perasaan pribadi dengan berbagai masalah dan isu, dan memampukan
mereka untuk melakukan negosiasi berdasarkan kepentingankepentingan mereka daripada posisi tertentu yang sudah tetap.
Melancarkan proses pencapaian kesepakatan yang menguntungkan
kedua belah pihak atau semua pihak.
3. Membantu pihak-pihak yang mengalami konflik untuk mengidentifikasi dan
mengupayakan bersama kebutuhan mereka yang tidak terpenuhi, dan
menghasilkan pilihan-pilihan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu.

30

Agar pihak-pihak yang mengalami konflik mencapai kesepakatan untuk
memenuhi kebutuhan dasar semua pihak.
4. Melalui fasilitas lokakarya dan dialog antara pihak-pihak yang mengalami
konflik mereka diharapkan dapat mengidentifikasi ancaman-ancaman dan
ketakutan yang mereka rasakan masing-masing dan untuk membangun
empati dan rekonsiliasi di antara mereka. Meraih kesepakatan bersama
yang mengakui kebutuhan identitas pokok semua pihak.
5. Menambah pengetahuan pihak-pihak yang mengalami konflik mengenai
budaya pihak lain. Mengurangi stereotip negatifyang mereka miliki
tentang pihak lain. Meningkatkan keefektifan komunikasi antarbudaya.
Mengubah berbagai struktur dan kerangka kerja yang menyebabkan
ketidaksetaraan dan ketidakadilan, termasuk kesenjangan ekonomi.
Meningkatkan jalinan hubungan dan sikap jangka panjang diantara pihakpihak yang mengalami konflik. Mengembangkan berbagai proses dan
sistem untuk mempromosikan pemberdayaan, keadilan , perdamaian,
pengampunan, rekonsiliasi dan pengakuan.

Ichsan Malik (2003) menjelaskan resolusi konflik dengan beberapa teori, teori
realistic conflict dari Muzafer Sherif (1970), memandang proses kerjasama,
merupakan solusi untuk menyelesaikan konflik antar kelompok, yaitu dengan
menciptakan tujuan (goal) bersama yang menyangkut kepentingan bersama
(superordinate goal). Sementara Morton Deutsch (1973) menyumbangkan

31

idenya tentang resolusi konflik dan rekonsiliasi. Dengan mengetahui kadar
dan permainan konflik sendiri. Konflik dengan kadar kompetisi yang sangat
tinggi cenderung akan menjadi destruktif, sementara konflik dalam iklim
kooperasi yang tinggi justru akan menjadi konstruktif. Menurut teori ini tujuan
utama dari resolusi konflik adalah bagaimana mengubah dinamika konflik dari
yang kompetitif menjadi yang lebih kooperatif.

Untuk melakukan resolusi konflik maka yang harus diupayakan pertama kali
adalah terciptanya kondisi yang memungkinkan pihak-pihak yang berkonflik
untuk saling memenuhi kebutuhan-kebutuhannya secara konstruktif. Untuk
mengurangi timbulnya kekerasan dan kon