commit to user jaminan danatau garansi atas barang yang dibuat danatau
yang diperdagangkan; f Memberi kompensasi, ganti rugi danatau penggantian atas
kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang danatau jasa yang diperdagangkan;
g Memberi kompensasi, ganti rugi danatau penggantian apabila barang danatau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak
sesuai dengan perjanjian.
2. Tinjauan Tentang Sertifikasi Halal
Secara umum, halal artinya boleh. Jadi makanan halal ialah makanan yang dibolehkan untuk dimakan menurut ketentuan syariat Islam.
Sebagaimana dikutip dari Faculty Journal of Business and Accountancy , pengertian halal adalah
One of the most important concepts in Islam is the concept of halal, which means “permissible”. Halal covers the aspects of
slaughtering, storage, display, preparation, hygiene and sanitation. It covers food as well as non-food category of products. Given
the speed of trade globalization, the advancement is science and technologi, and the on-going initiatives to simplify manufacturing
processes, it is essential that the halal concept be fully understood by marketers Halal certification: an internasional maketing issues and
challenges,http:www.ctw-ngress.deifsamdownloadtrack_13pap00 226.
Segala sesuatu, baik tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, ataupun binatang, pada dasarnya halal dimakan kecuali ada nash dalam Al-Qur’an
atau hadist yang mengharamkannya. Syarat-syarat kehalalan produk diantaranya meliputi http:www.HalalMUI.org - Sertifikasi Halal.htm, :
a. Tidak mengandung babi dan bahan-bahan yang berasal dari babi; b. Tidak mengandung bahan-bahan yang diharamkan seperti; bahan yang
berasal dari organ manusia, darah, dan kotoran-kotoran;
commit to user c. Semua bahan yang berasal dari hewan yang disembelih dengan syariat
Islam; d. Semua
tempat penyimpanan,
penjualan, pengolahan
dan transportasinya tidak boleh digunakan untuk babi; jika pernah
digunakan untuk babi atau barang yang tidak halal lainnya terlebih dahulu dibersihkan dengan tata cara yang diatur menurut syariat;
e. Semua makanan dan minuman yang tidak mengandung khamar. Faktor lain yang menyebabkan makanan menjadi haram adalah apabila
mendatangkan kejelekan bagi manusia, seperti racun, makanan kotor, menjijikan, dan sebagainya Abdul Mu’in, 2008:34. Kehalalan akan suatu
produk sangat dianggap penting bagi umat muslim pada khususnya. Makanan bagi umat Islam bukanlah sekedar alat pemenuh kebutuhan
jasmani saja, tetapi juga merupakan bagian dari kebutuhan spiritual yang harus dilindungi. Bukan hanya bagi umat Islam saja, namun juga bagi
umat yang beragama lain dimana kehalalan suatu produk juga dipandang sebagai upaya peningkatan kualitas kehidupan dari segi kesehatan.
Labelisasi produk dengan menggunakan stiker halal merupakan salah satu fenomena penting yang tidak hanya menandai bangkitnya kesadaran
nilai-nilai etika dan spiritual dalam ranah bisnis dan perilaku bisnis produsen, tetapi juga menunjukkan adanya kepedulian produsen terhadap
kebaikan konsumen. Label halal juga mengandung aspek yuridis untuk memberikan perlindungan terhadap konsumen. Artinya secara hukum
mencantumkan label
halal berarti
melindungi konsumen
dan melaksanakan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen Muhammad dan Ibnu Elmi As Pelu, 2009: 5, 73. Hak-hak perlindungan konsumen yang diatur dalam Undang-Undang
No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen menjadikan label halal memiliki arti dan nilai penting secara sosial, berupa perlindungan
dan pengurangan
keraguan bagi
konsumen muslim
terhadap ketidakhalalan produk yang dikonsumsinya. Pencantuman label halal
mengandung konsekuensi hak atas kenyamanan dan keamanan konsumen
commit to user dalam mengkonsumsi produk. Jaminan keamanan atau keselamatan
konsumen ditetapkan secara sejajar dengan jaminan keselamatan atau keamanan diri serta keluarga produsen. Produk yang disajikan kepada
konsumen secara luas, pada hakikatnya juga menjadi produk yang saat bersamaan dapat dikonsumsi oleh produsen. Dan ini bisa menjadi salah
satu ukuran paling sederhana untuk menilai etika bisnis produsen Muhammad dan Ibnu Elmi As Pelu, 2009: 74.
Berdasarkan jajak pendapat tentang produk halal yang dilakukan “Indohalal.com”, yayasan “Halalan Thoyyibah” dan LPPOM MUI akhir
tahun 2002 menunjukkan 77,8 responden menjadikan jaminan kehalalan sebagai pertimbangan pertama dalam berbelanja produk
makanan, minuman, kosmetik dan resto. Sebanyak 93,9 responden menyetujui bila produk mencantumkan label dan nomor sertifikasi halal,
dan 86 responden menghendaki wajibnya produsen mencantumkan label halal Muhammad dan Ibnu Elmi As Pelu, 2009: 6. Dari hasil
polling tersebut diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa kebutuhan konsumen yang mayoritas muslim terhadap produk yang halal tidak
diimbangi dengan kepedulian produsen untuk memasarkan produk yang bersertifikat halal. Dari sekitar 30.000 produk makanan yang beredar di
Indonesia, baru 20 produk yang mendapatkan sertifikat halal resmi dari MUI, hal ini berarti masih banyak produk-produk yang belum tersertifikasi
atau hanya sekedar ada tanda halal dalam produknya. Salah satu cara untuk mendapatkan label halal yang legal dan
berstandart adalah dengan melalui sertifikasi halal. Sertifikasi halal adalah proses pemeriksaan yang meliputi bahan, proses dan produk yang
dilakukan LPPOM MUI untuk memeriksa apakah terkontaminasi unsur haram atau tidak. Sedangkan yang dimaksud sertifikat halal adalah fatwa
tertulis MUI yang menyatakan kehalalan suatu produk sesuai dengan syari’at Islam. Sertifikat halal ini merupakan syarat mutlak untuk
mencantumkan label halal pada kemasan produk dari instansi yang berwenang, yang dalam hal ini menjadi kewenangan LPPOM MUI.
Sertifikasi halal merupakan jaminan kehalalan produk dalam hal makanan,
commit to user minuman, obat-obatan, dan kosmetika untuk memberikan keyakinan
kepada umat Islam di Indonesia bahwa yang mereka konsumsi dalam kesehariannya itu terjamin, baik secara substansi maupun proses.
Di era globalisasi seperti saat ini permasalahan tentang kehalalan telah menjadi kompleks sebagai akibat dari perkembangan teknologi yang
begitu pesat. Oleh karena itu, dalam penentuan fatwa tentang halal atau haramnya suatu produk para ahli fiqih harus bekerjasama dengan para
ilmuwan dari berbagai disiplin ilmu. Apabila tidak, maka dapat menyebabkan fatwa yang kurang proporsional dan menyulitkan
implementasi di dunia industri. Oleh sebab itu, lembaga yang berhak menjadi lembaga sertifikasi halal harus memiliki kriteria antara lain
http:www.HalalMUI.org-Sertifikasi Halal.htm, : a. Harus mewakili aspirasi umat Islam dan anggotanya hanya terdiri dari
orang Islam saja, tidak ada yang beragama lain, untuk menghindari adanya bias dan conflict of interest. Perlu diingat bahwa masalah
kehalalan berkaitan dengan keimanan sehingga sebenarnya bukan hanya anggotanya orang Islam saja, akan tetapi juga harus terdiri dari
orang-orang yang beriman dengan benar. b. Memiliki dua kelompok keahlian, yaitu kelompok keahlian yang
berkaitan dengan teknologi pangan seperti ahli teknologi pangan, kimia, biokimia, dll, dan kelompok keahlian di bidang hukum Islam
ulamalembaga fatwa. c. Bersifat nonprofit oriented tidak mencari keuntungan. Walaupun
diperlukan biaya yang harus dikeluarkan oleh produsen untuk menghidupi kegiatan lembaga ini dan melengkapi sarananya, akan
tetapi biaya tersebut tidak boleh berlebihan sehingga akhirnya justru akan memberatkan konsumen.
d. Mempunyai jaringan yang luas yang melingkupi seluruh wilayah Indonesia agar dapat melayani semua produsen yang tersebar di
seluruh wilayah Indonesia. e. Independen, tidak mewakili atau dipengaruhi oleh produsen maupun
pemerintah. Pemerintah jelas diperlukan perannya yaitu membuat
commit to user peraturan yang mempunyai kekuatan hukum seperti peraturan
pemerintah dan pengawasan, akan tetapi pemerintah tidak perlu terlibat langsung dalam proses sertifikasi karena di samping akan
memperpanjang birokrasi, juga dapat saja terjadi conflict of interest apabila unsur pemerintah masuk kedalam lembaga pemeriksa tersebut
mengingat pemerintah juga mempunyai kepentingan terhadap produsen, misalnya dalam hal pemasukan uang negara.
Berdasarkan kriteria yang telah disebutkan di atas, tampak jelas bahwa MUI merupakan satu-satunya lembaga sertifikasi halal di Indonesia,
sedangkan LPPOM merupakan perangkat lembaga sertifikasi yang berperan sebagai lembaga pemeriksa yang terdiri dari para ahli dibidang
pangan, kimia, biokimia dan kelompok keahlian di bidang hukum Islam ulamalembaga fatwa. Komisi fatwa, sebagai perangkat MUI yang terdiri
dari para ahli fiqih berperan memberikan fatwa terhadap produk hasil pemeriksaan dan penelitian LPPOM. Adanya kerjasama antara ulama dan
ilmuwan dalam tubuh MUI merupakan satu kekuatan tersendiri dalam penentuan kehalalan suatu produk, sehingga akan semakin menguatkan
posisinya http:infokito.wordpress.com20070916Pedoman-sertifikasi-halal.
Sertifikat halal dapat digunakan untuk pembuatan label halal pada kemasan produk yang bersangkutan. Penempelan logo halal pada suatu
produk harus mengikuti aturan dari LPPOM MUI. Pemegang sertifikat halal LPPOM MUI wajib bertanggung jawab untuk memelihara kehalalan
produk yang diproduksinya, dan sertifikat halal ini tidak dapat dipindah tangankan. Secara sederhana masyarakat dapat mengetahui kehalalan
suatu produk dengan memperhatikan label halal pada kemasan. Jika terdapat tanda logo halal berwarna hijau berbentuk lingkaran dengan
tulisan Majelis Ulama Indonesia diikuti angka no. Sertifikat maka logo
commit to user ini merupakan label halal resmi dari LPPOM MUI LPPOM MUI, 2011.
Logo halal dari MUI dapat dilihat seperti gambar dibawah ini:
Gambar 1. Logo Label halal MUI Adanya sertifikasi halal yang dilakukan LPPOM MUI bukanlah suatu
yang bersifat kewajiban, karena belum ada aturan yang mewajibkan produsen untuk melakukan sertifikasi halal terhadap produknya. Tetapi hal
ini lebih pada kemauan produsen untuk melakukan sertifikasi halal guna mendapatkan label halal yang resmi. Pencantuman label halal yang resmi
ini dilakukan produsen sebagai salah satu upaya kepedulian produsen terhadap keselamatan konsumen.
commit to user
B. Kerangaka Pemikiran 1. Bagan Kerangka Pemikiran