namun anestesi secara inhalasi dengan menggunakan gas memerlukan perangkat yang mahal, rumit dan kurang praktis dibandingkan dengan pemberian obat secara injeksi
Sudisma et al., 2012. Penyuntikan premedikasi xilazin secara subkutan dianggap mudah untuk
diberikan. Obat diserap secara perlahan karena vaskularisasinya rendah dibandingkan dengan intramuskuler. Namun injeksi secara subkutan masih jarang diaplikasikan dalam
praktek khususnya pada anjing, hal ini dikarenakan kurangnya data hasil penelitian tentang efek terhadap fisiologis anjing. Maka dari itu perlu dilakukan penelitian terhadap
keadaan anjing selama masa anestesi dengan pemberian premedikasi xilazin secara subkutan, khususnya terhadap total eritrosit, kadar hemoglobin dan nilai Packed Cell
Volume hematokrit. Total eritrosit, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit anjing lokal dapat menurun
selama masa anestesi dan kembali meningkat selama masa pemulihan kesadaran Schalm, 2010.Nilai hematokrit yang tinggi menandakan adanya peningkatan kekentalan darah,
yang menyebabkan penurunan curah jantung. Sebaliknya, apabila nilai hematokrit rendah maka menandakan terjadinya anemia karena kehilangan darah, hemolisis atau adanya
gangguan dalam produksi sel darah merah selama masa anestesi, hal tersebut dapat menurunkan jumlah oksigen yang diangkut ke jaringan tubuh.
Selama masa anestesi limpa mengalami dilatasi, dimana sel darah merah dalam sirkulasi mengalir masuk limpa karena limpa sebagai tempat penyimpanan eritrosit
Schalm, 2010. Seiring dengan mulai kesadaran limpa mengalami kontraksi disertai keluarnya sel darah merah menuju ke sirkulasi.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: Apakah pemberian berbagai dosis premedikasi xilazin dan anestesi
ketamin yang diberikan secara subkutan berpengaruh terhadap total eritrosit, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit anjing lokal selama masa anestesi?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemberian berbagai dosis premedikasi xilazin dan anestesi ketamin secara subkutan terhadap total eritrosit, kadar
hemoglobin dan nilai hematokrit anjing lokal selama masa anestesi.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu a. Memberikan informasi pemberian berbagai dosis xilazin dan ketamin secara subkutan
pengaruhnya terhadap total eritrosit, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit anjing lokal selama masa anestesi.
b. Memberi informasi rentang dosis premedikasi xilazin yang aman dan efektif pada anjing lokal yang di injeksi secara subkutan.
1.5 Kerangka Konsep
Pemilihan obat anestesi yang tepat perlu dilakukan guna meminimalkan efek samping yang ditimbulkan. Ketamin menghasilkan keadaan anestesi disosiatif ditandai
dengan hilangnya rasa sakit yang dalam, tetapi mata tetap terbuka selama stadium anestesi Godman dan Gillman, 1995. Namun ketamin juga mempunyai beberapa
kerugian diantaranya dapat menimbulkan kekejangan pada saat teranestesi dan pemulihan yang dapat menyebabkan kematian Hall dan Clarke, 1983. Untuk menghilangkan efek
samping tersebut, penggunaan ketamin dikombinasikan dengan xilazin dan atropin sebagai premedikasi. Penggunaan xilazin dapat mengurangi sekresi saliva dan
meningkatkan tekanan darah yang diakibatkan oleh penggunaan ketamin Warren, 1983. Xilazin dapat menyebabkan muntah serta menurunkan frekuensi denyut jantung. Maka
dari itu diberikan atropin untuk memperkecil kemungkinan muntah yang disebabkan oleh xilazin.
Pemberian agen anestesi pada hewan biasanya dilakukan secara injeksi intramuskuler karena mudah pengaplikasiannya. Namun untuk mendapatkan efek kerja
obat yang lama terkadang dilakukan penambahan agen anestesi. Alternatif lain yang dapat dilakukan agar tidak terjadi penambahan agen anestesi adalah dengan injeksi secara
subkutan. Dimana injeksi secara subkutanakan memberikan efek kerja obat yang lebih lama karena apabila obat diinjeksikan secara subkutan akan terjadi penyerapan secara
perlahan-lahan. Total eritrosit, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit anjing lokal dapat menurun
selama masa anestesi dan kembali meningkat selama masa pemulihan kesadaran Schalm, 2010.Nilai hematokrit yang tinggi menandakan adanya peningkatan kekentalan darah,
yang menyebabkan penurunan curah jantung. Sebaliknya, apabila nilai hematokrit rendah maka menandakan terjadinya anemia karena kehilangan darah, hemolisis atau adanya
gangguan dalam produksi sel darah merah selama masa anestesi, hal tersebut dapat menurunkan jumlah oksigen yang diangkut ke jaringan tubuh.
Selama masa anestesi limpa mengalami dilatasi, dimana sel darah merah dalam sirkulasi mengalir masuk limpa karena limpa sebagai tempat penyimpanan eritrosit
Schalm, 2010. Seiring dengan mulai kesadaran limpa mengalami kontraksi disertai keluarnya sel darah merah menuju ke sirkulasi.
1.6 Hipotesis