Analisis Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai dan Pelaporannya pada PT. Sawah Besar Farma Cabang Palembang.

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

PROGRAM EKSTENSI MEDAN

SKRIPSI

ANALISIS PERHITUNGAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

DAN PELAPORANNYA PADA PT. SAWAH BESAR FARMA

CABANG PALEMBANG

Oleh:

NAMA : YESSI ADRIANI TAMPUBOLON NIM : 050522056

DEPARTEMEN : AKUNTANSI

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi


(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul:

“ Analisis Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai dan Pelaporannya pada PT. Sawah Besar Farma Cabang Palembang”.

Adalah benar hasil kerja saya sendiri dan judul yang dimaksud belum pernah dimuat, dipublikasikan atau diteliti oleh mahasiswa lain dalam konteks penulisan skripsi Program S-1 Ekstensi Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Sumber-sumber data dan informasi yang diperoleh, telah dinyatakan dengan jelas, benar apa adanya. Apabila dikemudian hari pernyataan ini tidak benar, Saya bersedia menerima sanksi yang ditetapkan oleh pihak Universitas.

Medan, 5 Agustus 2008 Yang Membuat Pernyataan

NIM : 050522056


(3)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, yang merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan study pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan Skripsi ini penulis banyak menerima bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung dan atas bimbingan dan bantuan tersebut penulis mengucapkan terima kasih yang setulusnya kepada semua pihak yang terkait terutama kepada kedua orang tua yang tercinta dan terkasih Ayahanda Alm. H. Yen Kasmir Tampubolon dan Ibunda Hj. Nurasiah Lafau serta paman saya Drs. Zakaria Yahya Lafau, MM yang senantiasa memberikan dukungan dan kasih sayang serta memberikan doanya kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada saudara-saudaraku, Kakanda Nilva Yanti Kartini, Abangda Yassir Hadie dan adik- adikku Siti Rahma Yanti, Syamsir Amri, Rizky Fadhilah dan Muzdalifah Ulfayana. Teristimewa buat Abangda Terkasih A’O Christian Manurung, SE terima kasih telah memberikan dorongan dan kasih sayangnya.

Penulis juga menghanturkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, MEc , selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sunatera Utara.

2. Bapak Drs. Arifin Akhmad, M.Si, Ak, selaku Ketua Departemen Akuntansi Universitas Sumatera Utara.


(4)

3. Bapak Fahmi Natigor Nasution, SE, M.Acc, Ak, selaku Sekretaris Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. 4. Bapak Drs.Syamsul Bahri TRB, Ak selaku Dosen Pembimbing, yang telah

memberikan bimbingan kepada penulis sehingga terselesainya skripsi ini. 5. Bapak Drs.Syahelmi, Ak. dan Bapak Sambas Ade Kesuma, SE, M.Si, Ak,

selaku dosen Penguji.

6. Bapak M. Syafe’i selaku Kepala Cabang PT. Sawah Besar Farma Cabang Palembang dan seluruh staf yang telah membantu penulis sewaktu melaksanakan riset.

7. Bapak-bapak dan Ibu Dosen dan Staf Administrasi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

8. Seluruh sahabat dan rekan-rekan Mahasiswa Departemen Akuntansi Ekstensi USU khususnya stambuk 2005: Irut, Mega, Ikma, Sahata, Dina Erika, Enita, Imelda, Irma, dan masih banyak lagi yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharap kritik dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata semoga kiranya tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 5 Agustus 2008 Penulis

NIM : 050522056 Yessi Adriani Tampubolon


(5)

ABSTRAK

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dipungut dan dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak. Pajak ini dipungut melalui Faktur Pajak. Selisih antara pajak masukan dan pajak keluaran merupakan pajak pertambahan nilai yang terutang dan harus disetor ke kas negara. Perhitungan pajak yang terutang yang harus dibayar oleh perusahaan harus disesuaikan dengan peraturan perpajakan, sedangkan laporan akuntansi berpedoman kepada Standar Akuntansi Keuangan (SAK) sehingga penentuan pendapatan dan beban menurut akuntansi dan pajak umumnya terjadi perbedaan.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perhitungan dan penerapan akuntansi pajak pertambahan nilai pada perusahaan. Penelitian ini berbentuk deskriptif yaitu dengan mengumpulkan, merumuskan, mengklasifikasikan, menginterprestasikan dan menganalisis data sehingga memberikan pemecahan terhadap suatu masalah. Jenis data yang digunakan berupa data primer dan data sekunder yang di peroleh langsung melalui teknik wawancara kepada pihak-pihak yang terkait pengenai pajak pertambahan nilai diperusahaan.

Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perusahaan menggunakan dua buah faktur yaitu faktur penjualan yang diberikan kepada pelanggan pada saat pengiriman barang dan faktur pajak standar yang dibuat setelah pelanggan melakukan pembayaran. Perusahaan akan mencatat, memperhitungkan dan melaporkan penyerahan Pajak pertambahan nilai tersebut dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN). Perhitungan PPN yang dibuat oleh perusahaan merupakan dasar bagi laporan akuntansi yang diperlukan untuk melaksanakan peraturan perpajakan bagi perusahaan.

Kata kunci: Pajak Pertambahan Nilai (PPN), pajak masukan, pajak keluaran, Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN)


(6)

Value Added tax is one that is collected and imposed on ceding of taxable goods and service. The tax is collected through tax invoice. The variance between incoming and outcoming tax is payable value added tax and paid to the state. The calculation of payable tax that must be paid by organization should comply with tax regulation, and accounting statement must be based on Financial Accounting Standard, thus in general there is varience between determination of income and burden according to accounting and tax.

The objectiv of this research would be to know the calculation and accounting application of value added tax on organization. This is a descriptive reseach, by collecting, formulating, classifying, interpreting and analyzing the data to give solution for a problem. The type of data used is primary and secoundary data gained directly by technic of interview to parties about value added tax in organization.

The result of research indicated that organization used two type of invoice it is sale invoice given to customers when good is sent, and standard tax invoice prepared after customers make the payment. The organization will note, count and report the ceding of the value added tax in value added tax period notice. The calculation of value added tax is made by organization as basis for preparation of accounting statement needed to comply with the regulation of tax in organization.

Key words: Value added tax, incoming tax, outcoming tax, value added tax period notice.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN……….……..i

KATA PENGANTAR……….…...ii

ABSTRAK……….…iv

ABSTRACT………....v

DAFTAR ISI………..vi

DAFTAR TABEL……….…ix

DAFTAR GAMBAR……….x

DAFTAR LAMPIRAN……….xi

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………...1

B. Perumusan Masalah………. 5

C. Tujuan Penelitian……… .5

D. Manfaat Penelitian………... 5

E. Kerangka Konseptual………... 7

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pajak ……….. .8

1. Defenisi Pajak………. 8

2. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai……… . .9

3. Objek Pajak Pertambahan Nilai………... ...9

4. Subjek Pajak Pertambahan Nilai………....10

5. Dasar Pengenaan Pajak………..……....12

6. Tarif Pajak Pertambahan Nilai………. .13

7. Saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai……….. .14

B. Faktur Pajak……… 16

1. Faktur Pajak Standar………. 17

2. Faktur Pajak Sederhana……… 20


(8)

4. Dokumen tertentu yang ditetapkan sebagai Faktur Pajak

oleh Direktur Jenderal Pajak……….…… 23

5. Nota Retur………..25

C. Mekanisme Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai……….….26

D. Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN)………...29

E. Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai………31

1. Prosedur Pencatatan Pembelian yang PPN-nya Dapat Dikreditkan maupun Yang Tidak Dapat Dikreditkan…...32

2. Prosedur Pencatatan Penjualan dan PPN terutang……....36

3. Saat Perhitungan Pembayaran dan Pembuatan Laporan...39

F. Tata Cara Penyetoran, Pelaporan dan Penyampaian SPT Masa PPN………..………..39

BAB III : METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian……….41

B. Jenis Data………41

C. Teknik Pengumpulan Data………..42

D. Metode Analisis Data………..42

BAB IV : HASIL PENELITIAN A. Data Penelitian………...…….43

1. Sejarah Singkat Perusahaan………..43

2. Struktur Organisasi Perusahaan………...…….44

3. Kegiatan Pokok PT. Sawah Besar Farma...………. 51

B. Analisis Hasil Penelitian……… 54

1. Pelaksanaan PPN Pada PT. Sawah Besar Farma Cabang Palembang……….………54

a. Dasar Pengenaan Pajak PPN….………..…….. .54

b. Tarif Pajak Pertambahan Nilai….……….……….….55


(9)

2. Mekanisme Penerbitan Faktur Pajak Pada PT. Sawah Besar Farma Cabang Palembang….………..…….…..56 3. Perlakuan Akuntansi PPN Pada PT. Sawah Besar

Farma………...59 a. Akuntansi PPN Masukan…………..………...60 b. Akuntansi PPN Keluaran……….62 4. Mekanisme Kredit Pajak serta Pelaporan SPT Masa Pajak

Pertambahan Nilai……….65

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan………...……….….67

B. Saran………...68

DAFTAR PUSTAKA………..……70 LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

TABEL JUDUL HALAMAN


(11)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR JUDUL HALAMAN

Gambar 1.1 Kerangka Konseptual………....7 Gambar 4.1 Struktur Organisasi PT. Sawah Besar Farma Cabang

Palembang………...45 Gambar 4.2 Saat Pembuatan Faktur Pajak………...59


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN JUDUL

Lampiran 1. Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN)

Lampiran 2. Bukti Penerimaan Surat dari Kantor Pelayanan Pajak Lampiran 3. Faktur Pajak Penjualan PT. Sawah Besar Farma Palembang Lampiran 4. Faktur Pajak Sederhana

Lampiran 5. Faktur Pajak Standar

Lampiran 6 Daftar Pajak Pertambahan Nilai PT. Sawah Besar Farma Cabang Palembang Tahun 2007


(13)

ABSTRAK

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dipungut dan dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak. Pajak ini dipungut melalui Faktur Pajak. Selisih antara pajak masukan dan pajak keluaran merupakan pajak pertambahan nilai yang terutang dan harus disetor ke kas negara. Perhitungan pajak yang terutang yang harus dibayar oleh perusahaan harus disesuaikan dengan peraturan perpajakan, sedangkan laporan akuntansi berpedoman kepada Standar Akuntansi Keuangan (SAK) sehingga penentuan pendapatan dan beban menurut akuntansi dan pajak umumnya terjadi perbedaan.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perhitungan dan penerapan akuntansi pajak pertambahan nilai pada perusahaan. Penelitian ini berbentuk deskriptif yaitu dengan mengumpulkan, merumuskan, mengklasifikasikan, menginterprestasikan dan menganalisis data sehingga memberikan pemecahan terhadap suatu masalah. Jenis data yang digunakan berupa data primer dan data sekunder yang di peroleh langsung melalui teknik wawancara kepada pihak-pihak yang terkait pengenai pajak pertambahan nilai diperusahaan.

Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perusahaan menggunakan dua buah faktur yaitu faktur penjualan yang diberikan kepada pelanggan pada saat pengiriman barang dan faktur pajak standar yang dibuat setelah pelanggan melakukan pembayaran. Perusahaan akan mencatat, memperhitungkan dan melaporkan penyerahan Pajak pertambahan nilai tersebut dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN). Perhitungan PPN yang dibuat oleh perusahaan merupakan dasar bagi laporan akuntansi yang diperlukan untuk melaksanakan peraturan perpajakan bagi perusahaan.

Kata kunci: Pajak Pertambahan Nilai (PPN), pajak masukan, pajak keluaran, Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN)


(14)

Value Added tax is one that is collected and imposed on ceding of taxable goods and service. The tax is collected through tax invoice. The variance between incoming and outcoming tax is payable value added tax and paid to the state. The calculation of payable tax that must be paid by organization should comply with tax regulation, and accounting statement must be based on Financial Accounting Standard, thus in general there is varience between determination of income and burden according to accounting and tax.

The objectiv of this research would be to know the calculation and accounting application of value added tax on organization. This is a descriptive reseach, by collecting, formulating, classifying, interpreting and analyzing the data to give solution for a problem. The type of data used is primary and secoundary data gained directly by technic of interview to parties about value added tax in organization.

The result of research indicated that organization used two type of invoice it is sale invoice given to customers when good is sent, and standard tax invoice prepared after customers make the payment. The organization will note, count and report the ceding of the value added tax in value added tax period notice. The calculation of value added tax is made by organization as basis for preparation of accounting statement needed to comply with the regulation of tax in organization.

Key words: Value added tax, incoming tax, outcoming tax, value added tax period notice.


(15)

BAB I PENDAHULUAN

F. Latar Belakang Masalah

Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik material maupun spiritual. Untuk dapat merealisasi tujuan tersebut perlu banyak memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan. Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa atau Negara dalam pembiayaan pembangunan yaitu menggali sumber daya yang berasal dari dalam negeri berupa pajak. Sebagaimana kita ketahui peranan pajak semakin besar dan penting dalam menyumbang penerimaan negara dalam rangka kemandirian membiayai pelaksanaan pembangunan nasional. Untuk itu dibutuhkan peran serta masyarakat dalam bentuk kesadaran dan kepedulian untuk membayar pajak, salah satunya adalah Pajak Pertambahan Nilai. Pajak Pertambahan Nilai.

Sesuai ketentuan perpajakan yang ada, sistem pemungutan pajak yang dianut di Indonesia adalah self assessment yaitu masyarakat mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak selanjutnya menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang.oleh karena itu sangat penting bagi masyarakat untuk mengetahui sistem pemungutan Pajak Pertambahan Nilai menurut undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagai mana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.


(16)

Sistem pemungutan pajak yang bersifat self assessment berpengaruh pada sistem PPN yang dianut di Indonesia yaitu sistem atau metode pengkreditan. Artinya besarnya Pajak Pertambahan Nilai yang harus dibayar atau yang lebih bayar dihitung sendiri dengan menggunakan mekanisme pengkreditan pajak masukan terhadap pajak keluaran. Pajak masukan merupakan Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar Pengusaha Kena Pajak (PKP) karena perolehan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) didalam daerah pabean dan atau pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean dan atau pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean. Sedangkan pajak keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai yang terutang yang wajib dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak atau ekspor Barang Kena Pajak.

Apabila dari pengkreditan pajak keluaran terhadap pajak masukan, pajak keluaran lebih besar daripada pajak masukan, maka yang terjadi adalah PPN tersebut kurang bayar. Atas kurang bayar tersebut kita sebagai Wajib Pajak harus menyetorkannya ke kas Negara. Sebaliknya apabila ternyata pajak masukan lebih besar daripada pajak keluaran, maka yang terjadi adalah PPN tersebut lebih bayar. Lebih bayar tersebut dapat dimintakan kembali dalam bentuk uang (restitusi) ataupun dapat dikompensasikan ke masa pajak berikutnya.

Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dilaksanakan berdasarkan sistem faktur, sehingga atas penyerahan barang dan atau penyerahan jasa wajib dibuat faktur pajak sebagai bukti transaksi penyerahan barang atau jasa. Hal ini merupakan ciri khas dari Pajak Pertambahan Nilai, karena faktur pajak merupakan


(17)

bukti pungutan pajak yang bagi pengusaha yang dipungut pajak dapat dikreditkan dengan jumlah pajak yang terutang.

Wajib Pajak wajib mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, jelas, dan menandatanganinya. PPN dilaporkan didalam SPT Masa, paling lama 20 hari setelah akhir Masa Pajak dan paling lama disetor pada tanggal 15 setelah akhir pajak. Keterlambatan menyampaikan SPT Masa PPN akan dikenakan denda sebesar Rp.500.000,- ( Pasal 7 UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan) sedangkan pembayaran atau penyetoran pajak yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo pembayaran dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % perbulan yang dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran.

PT. Sawah Besar Farma Cabang Palembang adalah suatu Perusahaan Dagang yang bergerak dalam pendistribusian produk obat-obatan (Farmasi) dari berbagai perusahaan pemasok yaitu, PT. Alpharma Indonesia, PT. Gratia Husada Farma, Corsa Industries LTD, PT. Enzym Bioteknology Internus, Surya Dermato Medical Lab./F, PT. Emba Mefarma, PT. Pyridam Farma Tbk, dll.

PT. Sawah Besar Farma Cabang Palembang merupakan Pengusaha Kena Pajak Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dengan NPWP 01.310.100.1.307.001 dan mempunyai wilayah Propinsi pendistribusian dan pemasaran produk meliputi daerah Propinsi Sumatera Selatan dan Propinsi Jambi. Perusahaan ini telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sejak tanggal 29 Agustus 1998 dan dalam transaksi bisnisnya di wajibkan untuk memungut dan menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai.


(18)

Penjualan yang dilakukan oleh PT. Sawah Besar Farma adalah penjualan tunai dan kredit. Penjualan tunai pembayarannya secara tunai pada saat barang diserahkan ke pelanggan. Penjualan secara kredit terdiri dari dua macam, yaitu penjualan kredit satu minggu yaitu penjualan dengan tanggal jatuh tempo pembayaran 7 hari dari tanggal terima barang dan penjualan kredit maksimal 30 hari yaitu penjualan dengan tanggal jatuh tempo pembayaran maksimal 30 hari dari tanggal terima barang. Namun pada kenyataannya sering sekali pelanggan tidak membayar tepat pada waktu yang telah ditentukan.

Permasalahan yang timbul adalah dalam pencatatan Pajak Masukan dan Pajak Keluaran dimana ada perbedaan pencatatan pada saat penyerahan barang kena pajak dan pembuatan faktur pajak. Seperti kita ketahui bahwa faktur pajak dapat dibuat pada akhir bulan setelah bulan penyerahan barang kena pajak. Akibatnya pada saat penyerahan barang kena pajak, PPNnya belum terutang sehingga belum dicatat, sedangkan dalam prinsip akuntansi terutangnya pajak terjadi pada saat penyerahan barang atau jasa kena pajak ( prinsip akrual). Dalam prinsip Akuntansi, saat penyerahan barang merupakan salah satu saat pengakuan beban atau perolehan aktiva. Begitu juga halnya dengan pajak, pengakuan beban atau perolehan aktiva diakui pada saat penyerahan Barang Kena Pajak, tetapi karena pembuatan faktur pajak dapat diserahkan bulan berikutnya maka pendapatan tersebut tidak dapat dilaporkan pada saat penyarahan Barang Kena Pajak. Penetapan Penghasilan atau pendapatan akan mengakibatkan informasi yang salah. Penetapan terlalu kecil ( Understated) atau terlalu tinggi (Overstated) akan mengakibatkan kesalahan dalam membuat keputusan.


(19)

Berdasarkan uraian diatas , penulis tertarik untuk membuat suatu karya ilmiah yang berjudul “ Analisis Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai dan Pelaporannya pada PT. Sawah Besar Farma Cabang Palembang”

G. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, penulis merumuskan masalah “ Apakah Penghitungan dan Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai pada PT. Sawah Besar Farma Cabang Palembang telah sesuai dengan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai yang berlaku di Indonesia”

H. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian ini adalah untuk mengetahui secara lebih mendalam mengenai perhitungan Pajak Pertambahan Nilai serta penerapan akuntansi Pajak Pertambahan Nilai Pada PT. Sawah Besar Farma Cabang Palembang

I. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Bagi Penulis

Untuk memperoleh pengetahuan mengenai pajak khususnya mengenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN).


(20)

2. Bagi Perusahaan

Memberikan masukan kepada perusahaan mengenai Perhitungan dan Penerapan Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan Undang-Undang Perpajakan.

3. Bagi Pihak Civitas Akademik

Sebagai bahan perbandingan untuk melakukan penelitian diwaktu yang akan datang.


(21)

J. Kerangka Konseptual

Gambar 1.1 Kerangka Konseptual

PT.S AWAH B ES AR FARMA

Pembelian/ Perolehan

Barang Kena Pajak

Faktur Pajak

Pajak Masukan

Mekanisme Kredit

Pelaporan

Pelunasan

SPT Masa PPN

Pajak Keluaran

Penjualan/ Penyerahan


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

G. Pengertian Pajak 1.Defenisi Pajak

Pajak memiliki berbagai defenisi, yang pada hakekatnya mempunyai pengertian yang sama. Beberapa pengertian pajak yang dikemukakan oleh para ahli adalah sebagai berikut:

i. P.J.A Andriani, dalam R. Santoso Brotodiharjo, (1991:2) menyatakan: Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara menyelenggarakan pemerintahan.

ii. Rochmat Soemitro, (1990:5) menyatakan: pajak adalah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjuk dan digunakan untuk membayar pengeluaran-pengeluaran umum.

Dari 2 (dua) pengertian pajak yang disebutkan diatas, dapat ditarik kesimpulan, terdapat 5 unsur dalam pengertian pajak:

1. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang 2. Sifatnya dapat dipaksakan.

3. Tidak ada kontraprestasi (imbalan) yang langsung dapat dirasakan oleh pembayar pajak.

4. Pemungutan pajak dilakukan oleh negara, baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.


(23)

5. Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah baik pembangunan maupun rutin.

2. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai

Dalam Undang-undang No. 18 Tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai tidak terdapat defenisi mengenai Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak terdapat defenisi mengenai Pajak Pertambahan Nilai, sehingga setiap orang dapat secara bebas memberikan defenisi mengenai pajak tersebut.

Berdasarkan Objek yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai adalah konsumsi barang dan jasa, maka Pajak Pertambahan Nilai secara bebas dapat diartikan pajak yang dikenakan atas pertambahan nilai suatu barang atau jasa. Secara matematis pertambahan nilai atau nilai tambah suatu barang atau jasa dapat dihitung dari nilai/harga penjualan dikurangi nilai/harga pembelian, sehingga salah satu unsur pertambahan nilai atau nilai tambah suatu barang atau jasa adalah laba yang diharapkan.

3. Objek Pajak Pertambahan Nilai

Sesuai dengan Pasal 4, Pasal 16 C, dan 16 D Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai, PPN dikenakan atas:

i. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha.

ii. Impor Barang Kena Pajak.

iii. Penyerahan Jasa Kena Pajak yang dilakukan oleh Pengusaha. iv. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah


(24)

v. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.

vi. Ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.

vii. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain yang batasan dan tatacaranya diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan.

viii. Penyerahan aktiva oleh Pengusaha Kena Pajak yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan.

4. Subjek Pajak Pertambahan Nilai

i. Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang PPN dan PPnBM, tidak termasuk Pengusaha kecil. Pengusaha dikatakan sebagai PKP apabila melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP dengan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto melebihi Rp. 600.000.000,- (enam ratus juta rupiah) dalam satu tahun, termasuk Pengusaha Kena Pajak antara lain:

1. Pabrikan atau produsen. 2. Importir

3. Pengusaha yang mempunyai hubungan istimewa dengan pabrikan atau importir.

4. Agen utama dan penyalur utama pabrikan atau importir. 5. Pemegang hak paten atau merek dagang Barang Kena Pajak. 6. Pedagang besar (distributor)


(25)

8. Pedagang eceran (peritel).

ii. Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

Pengusaha kecil adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp. 600.000.000,- (enam ratus juta rupiah) dalam satu tahun. Pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, selanjutnya wajib melaksanakan kewajiban sebagaimana halnya Pengusaha Kena Pajak.

iii. Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP).

iv. Orang pribadi atau badan yang melakukan pembangunan rumahnya sendiri dengan persyaratan tertentu.

Orang pribadi atau badan yang melakukan pembangunan rumahnya sendiri harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1. luas bangunan lebih atau sama dengan 200 meter persegi.

2. Bangunan diperuntukkan sebagai tempat tinggal atau tempat usaha. 3. Bangunan bersifat permanen.

4. tidak dibangun dalam lingkungan real estat.

5. Pembangunan dilakukan tidak dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan.


(26)

v. Pemungut pajak yang ditunjuk oleh pemerintah.

Pemungut pajak yang ditunjuk oleh pemerintah terdiri atas Kantor Perbendaharaan Negara, Bendaharawan Pemerintah Pusat dan Daerah, termasuk Bendaharawan Proyek.

5. Dasar Pengenaan Pajak

Untuk menghitung besarnya pajak yang terutang, diperlukan adanya Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan Dasar Pengenaan Pajak. Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual atau Penggantian atau Nilai Impor atau Nilai Ekspor atau Nilai Lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang. Selanjutnya yang dimaksud dengan Harga Jual, Penggantian, Nilai Ekspor, dan Nilai Impor adalah:

1. Harga Jual

Harga Jual ialah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-undang PPN dan PPnBM dan potongan harga yang dicantum dalam Faktur Pajak.

2. Penggantian

Penggantian ialah nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena


(27)

Pajak, tidak termasuk pajak yang dipungut menurut undang-undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.

3. Nilai Ekspor

Nilai Ekspor ialah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau yang seharusnya diminta oleh eksportir. Nilai Ekspor dapat diketahui dari dokumen ekspor, misalnya harga yang tercantum dalam Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB).

4. Nilai Impor

Nilai Impor ialah berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan Pabean untuk Impor Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-undang PPN dan PPnBM.

6.Tarif Pajak Pertambahan Nilai

1. Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10% (sepuluh persen)

Tarif Pajak Pertambahan Nilai yang berlaku atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak adalah tarif tunggal, sehingga mudah dalam pelaksanaannya dan tidak memerlukan daftar penggolongan barang atau penggolongan jasa dengan tarif yang berbeda sebagaimana berlaku pada Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

2. Tarif Pajak Pertambahan Nilai atas ekspor Barang Kena Pajak sebesar 0% (nol persen).


(28)

Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean. Oleh karena itu, Barang Kena Pajak yang diekspor atau dikonsumsi di luar Daerah Pabean, dikenakan Pajak Pertambahan Nilai dengan tarif 0% (nol persen). Pengenaan tarif 0% (nol persen) bukan berarti pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. Dengan demikian, pajak masukan yang telah dibayar dari barang yang diekspor tetap dapat dikreditkan.

7. Saat Terutangnya Pajak Pertambahan Nilai

Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai pada dasarnya menganut prinsip akrual, artinya terutangnya pajak terjadi pada saat penyerahan Barang Kena Pajak atau pada saat penyerahan Jasa Kena Pajak atau pada saat impor Barang Kena Pajak, meskipun atas penyerahan tersebut belum atau belum sepenuhnya diterima pembayarannya. Apabila pembayaran diterima sebelum Penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak, maka terutangnya pajak terjadi pada saat penerimaan pembayaran. Secara lebih rinci, terutangnya pajak sebagai berikut: 1. Terutangnya pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak berwujud yang

menurut sifat atau hukumnya merupakan barang bergerak terjadi pada saat Barang Kena Pajak tersebut diserahkan secara langsung kepada pembeli atau pihak ketiga untuk dan atas nama pembeli, atau pada saat Barang Kena Pajak diserahkan kepada juru kirim atau pengusaha jasa angkutan.

2. Terutangnya pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak berwujud yang menurut sifat atau hukumnya merupakan barang tidak bergerak, terjadi pada


(29)

saat penyerahan hak untuk menggunakan atau menguasai Barang Kena Pajak tersebut, baik secara hukum atau secara nyata, kepada pihak pembeli.

3. Terutangnya pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak, adalah pada saat yang terjadi lebih dahulu dari peristiwa-peristiwa dibawah ini:

i. Saat harga penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud dinyatakan sebagai piutang oleh Pengusaha Kena Pajak.

ii. Saat harga penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud ditagih oleh Pengusaha Kena Pajak

iii. Saat harga penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud diterima pembayarannya, baik sebagian atau seluruhnya oleh Pengusaha Kena Pajak.

iv. Saat ditandatanganinya kontrak atau perjanjian oleh Pengusaha Kena Pajak, dalam hal saat-saat sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf c tidak diketahui

4. Terutangnya pajak atas penyerahan Jasa kena Pajak, terjadi pada saat mulai tersedianya fasilitas atau kemudahan untuk dipakai secara nyata, baik sebagian atau seluruhnya.

5. Terutangnya pajak atas impor Barang Kena Pajak, terjadi pada saat Barang Kena Pajak tersebut dimasukkan ke dalam Daerah Pabean.

6. Terutangnya pajak atas ekspor Barang Kena Pajak, terjadi pada saat Barang Kena Pajak tersebut dikeluarkan dari Daerah Pabean.


(30)

7. Terutangnya pajak atas aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan dan atas persediaan Barang Kena Pajak yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, terjadi pada:

a. Saat ditandatanganinya akta pembubaran

b. Saat diketahuinya bahwa perusahaan tersebut nyata-nyata sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau sudah dibubarkan, berdasarkan hasil pemeriksaan.

c. Saat diketahuinya bahwa perusahaan tersebut telah bubar berdasarkan data atau dokumen yang ada.

8. Terutangnya pajak atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean adalah pada saat orang pribadi atau badan tersebut mulai memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean. Saat dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean oleh orng pribadi atau badan di dalam Daerah Pabean ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.

H. Faktur Pajak

Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak, atau bukti pungutan pajak karena impor Barang Kena Pajak yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Pengusaha Kena Pajak wajib membuat faktur pajak untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak yang dilakukan di dalam


(31)

Daerah Pabean. Pembuatan Faktur Pajak bersifat wajib bagi setiap Pengusaha Kena Pajak, karena Faktur Pajak adalah bukti yang menjadi sarana pelaksanaan cara kerja (mekanisme) pengkreditan Pajak Pertambahan Nilai.

Faktur Pajak hanya boleh dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak. Oleh karena itu, bagi orang pribadi dan badan yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dilarang membuat Faktur Pajak. Larangan membuat Faktur Pajak oleh bukan Penguasaha Kena Pajak dimaksudkan untuk melindungi pembeli dari pemungutan pajak yang tidak semestinya. Namun demikian, apabila Faktur Pajak telah dibuat oleh orang pribadi atau badan yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tersebut, jumlah pajak yang tercantum dalam Faktur Pajak harus disetorkan ke Kas Negara.

Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai dikenal adanya 3 (tiga) macam Faktur Pajak, yaitu Faktur Pajak Standar, Faktur Pajak Sederhana,dan Faktur Pajak Gabungan. Secara lebih jelas akan diuraikan sebagai berikut:

1. Faktur Pajak Standar

Faktur Pajak Standar adalah Faktur Pajak yang paling sedikit memuat keterangan tentang:

i. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak.

ii. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak.

iii. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau penggantian, dan potongan harga.


(32)

iv. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut.

v. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut.

vi. Kode, Nomor Seri, dan tanggal pembuatan Faktur pajak; dan

vii. Nama, jabatan, dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.

Faktur Pajak standar harus dibuat paling lambat:

a. Pada akhir bulan berikutnya setelah bulan terjadinya penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dalam hal pembayaran diterima setelah akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak:

b. Pada saat penerimaan pembayaran dalam hal pembayaran terjadi sebelum akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak.

c. Pada saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak.

d. Pada saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan; atau

e. Pada saat Pengusaha Kena Pajak rekanan menyampaikan tagihan kepada Bendaharawan Pemerintah sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai.


(33)

Dalam mengisi Formulir Faktur Pajak Standar, hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut:

a. Faktur Pajak harus diisi dengan lengkap, jelas, dan benar, baik secara formal maupun materiil dan ditandatangani pejabat perusahaan yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak.

b. Tidak diperkenankan terdapat coretan, kecuali yang diperkenankan yaitu dengan tanda asterisk (*) dan tidak boleh melakukan pembetulan dengan menggunakan tipex.

c. Kemungkinan jumlah Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang diserahkan tidak dapat tertampung dalam satu Faktur Pajak, maka dapat dilakukan dengan:

1. Memecah-mecah menjadi lebih dari satu Faktur Pajak yang masing-masing diisi lengkap sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

2. Dibuat satu Faktur Pajak saja, asalkan menunjuk nomor dan tanggal faktur pembuatan yang bersangkutan dan faktur penjualan tersebut merupakan lampiran Faktur Pajak yang tidak terpisahkan.

d. Faktur Pajak yang salah dalam pengisiannya segera dibatalkan dan diganti. Faktur pajak yang salah sebagai lampiran pada saat Faktur Pajak pengganti dibubuhi cap kode nomor seri, dan tanggal Faktur Pajak yang diganti.

e. Bila Faktur Pajak hilang, maka Pengusaha Kena Pajak yang berkepentingan dapat meminta Faktur Pajak pengganti kepada KPP Penjual/ Pengusaha Jasa dengan tembusan Kepala KPP dalam wilayah PKP Penjual dan Pembeli dikukuhkan.


(34)

Wajib Pajak yang mengisi Faktur Pajak tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dapat berakibat Faktur Pajak menjadi cacat sehingga berakibat pajak masukannya tidak dapat dikreditkan

2. Faktur Pajak Sederhana

Faktur Pajak Sederhana adalah Faktur Pajak yang digunakan sebagai tanda bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menampung kegiatan Penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dilakukan secara langsung kepada konsumen akhir. Oleh kerena itu, Pengusaha Kena Pajak (PKP) dapat membuat Faktur Sederhana, dalam hal Pengusaha Kena Pajak melakukan

1. Penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan langsung kepada konsumen akhir ; atau

2. Penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak kepada pembeli dan dan atau penerima Jasa Kena Pajak yang tidak diketahui identitasnya secara lengkap.

Yang dimaksud dengan Pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak yang tidak diketahui identitasnya secara lengkap misalnya Pembeli Barang Kena Pajak/ Penerima Jasa Kena Pajak yang tidak diketahui Nomor Pokok Wajib Pajaknya atau tidak diketahui nama dan atau alamat lengkapnya.


(35)

Faktur Pajak Sederhana tidak dapat digunakan oleh pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak sebagai sarana untuk pengkreditan Pajak Masukan. Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan tanda bukti penyerahan atau tanda bukti pembayaran sebagai Faktur Sederhana.

Faktur Pajak Sederhana paling sedikit harus memuat:

1. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak.

2. Jenis dan kuantum Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak

3. Jumlah harga jual atau penggantian yang sudah termasuk PPN atau besarnya PPN dicantumkan secara terpisah.

4. Tanggal pembuatan Faktur Pajak Sederhana.

Sebagai tanda bukti penyerahan atau pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak sepanjang memenuhi persyaratan diatas (paling sedikit) diperlakukan sebagai Faktur Pajak Sederhana, yaitu

1. Bon kontan 2. Faktur Penjualan 3. Segi cash register 4. Karcis

5. Kuitansi, atau

6. tanda bukti penyerahan atau pembayaran lain yang sejenis.

Faktur Pajak Sederhana yang tidak memenuhi syarat tersebut diatas (paling sedikit) merupakan Faktur Pajak yang tidak lengkap. Perlu diperhatikan bahwa Faktur pajak Standar yang diisi dengan tidak lengkap bukan merupakan


(36)

Faktur Pajak Sederhana. Faktur Pajak Sederhana harus dibuat pada saat penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak. Faktur Pajak Sederhana dibuat paling sedikit dalam rangkap 2 (dua), yaitu:

Lembar ke-1 (asli), untuk pembeli Barang Kena Pajak/ penerima Jasa Kena Pajak.

Lembar ke-2 untuk arsip Pengusaha Kena Pajak yang bersangkutan.

Namun demikian, dalam hal-hal tertentu dimungkinkan untuk membuat Faktur pajak sederhana tidak dalam rangkap dua. Faktur Pajak Sederhana dianggap telah dibuat dalam rangkap dua (dua) atau lebih jika Faktur Pajak sederhana tersebut dibuat dalam 1 (satu) lembar yang terdiri dari 2 (dua) atau lebih bagian atau potongan yang disediakan atau disobek atau dipotong, seperti yang terjadi pada karcis. Faktur Pajak Sederhana tidak dapat digunakan oleh Pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak sebagai dasar untuk pengkreditan Pajak masukan.

3. Faktur Pajak Gabungan

Faktur Pajak Gabungan adalah faktur Pajak yang dibuat meliputi semua penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang terjadi selama satu bulan takwim kepada pembeli yang sama atau penerima Jasa Kena Pajak yang sama.

Bentuk Faktur Pajak ini sama dengan Faktur Pajak Standar, hanya terdapat perbedaan dalam pengisiannya, yaitu Faktur Pajak Standar dibuat untuk tiap-tiap transaksi sedangkan Faktur Pajak Gabungan dibuat untuk transaksi selama 1


(37)

(satu) bulan kepada pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak yang sama. Pajak Masukan yang tercantum dalam Faktur Pajak gabungan juga dapat dikreditkan dengan pajak keluaran atau sebagai bukti pengkreditan karena sesuai Pasal 9 ayat 8 Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai hanya faktur pajak sederhana yang tidak dapat dikreditkan.

4. Dokumen tertentu yang ditetapkan sebagai Faktur Pajak oleh Direktur Jenderal Pajak

Direktur Jenderal Pajak dapat menetukan dokumen-dokumen yang biasa digunakan dalam dunia usaha sebagai Faktur Pajak Standar. Ketentuan ini diperlukan karena:

i. Faktur Penjualan yang digunakan oleh Pengusaha telah dikenal oleh masyarakat luas dan memenuhi persyaratan administratif sebagai Faktur Pajak. Misalnya, kuitansi pembayaran telepon dan tiket pesawat udara. ii. Untuk adanya bukti pungutan pajak harus ada Faktur Pajak, sedangkan

pihak yang seharusnya membuat Faktur Pajak, yaitu pihak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak berada diluar Daerah Pabean. Misalnya dalam hal pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari Luar daerah Pabean, Maka Surat Setoran Pajak dapat ditetapkan sebagai Faktur Pajak.


(38)

Dokumen-dokumen tersebut dibawah ini sepanjang memenuhi persyaratan sebagaimana tersebut diatas diperlakukan sebagai Faktur Pajak Standar, yaitu:

1. Pemberitahuan Impor Barang (PIB) yang dilampiri Surat Setoran Pajak (SSP) dan atau bukti pemungutan pajak oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk Impor Barang Kena Pajak;

2. Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang telah dibuat oleh pejabat yang berwenang dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan dilampiri dengan invoice yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan PEB tersebut;

3. Surat Perintah Penyerahan Barang (SPPB) yang dibuat atau dikeluarkan oleh BULOG atau DOLOG untuk penyaluran tepung terigu;

4. Faktur Nota Bon Penyerahan (FNBP) yang dibuat atau dikeluarkan oleh pertamina untuk menyerahkan BBM atau bukan BBM;

5. Tanda pembayaran atau kwitansi untuk penyerahan jasa telekomunikasi; 6. Ticket, Tagihan Surat Muatan Udara (Airway Bill), atau Delivery Bill,

yang dibuat atau dikeluarkan untuk penyerahan jasa angkutan udara dalam negeri.

7. Surat Setoran Pajak untuk pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atas pemanfaatan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar daerah Pabean;

8. Nota Penjualan Jasa yang dibuat atau dikeluarkan untuk penyerahan jasa pelabuhan;


(39)

5. Nota Retur

Nota Retur adalah Nota yang dibuat oleh penerima Barang Kena Pajak karena adanya pengembalian Barang Kena Pajak yang dibeli/diterima. Dalam hal terjadi pengembalian Barang Kena Pajak, maka pembeli harus membuat dan menyampaikan nota retur kepada Pengusaha Kena Pajak Penjual. Nota retur tersebut harus dibuat dalam Masa Pajak yang sama dengan Masa Pajak terjadinya pengembalian Barang Kena Pajak. Namun atas pengembalian Barang Kena Pajak yang kemudian diganti dengan Barang Kena Pajak yang sama, baik dalam jumlah fisik, jenis, maupun harganya oleh Pengusaha Kena Pajak atau yang menghasilkan dan menyerahkan Barang Kena Pajak tersebut, dapat tidak dibuat Nota Retur. Nota Retur mengurangkan Pajak Keluaran bagi PKP Penjual sedangkan bagi PKP pembeli mengurangkan pajak masukan. Nota Retur sekurang-kurangnya harus mencantumkan:

1. Nomor urut

2. Nomor dan tanggal Faktur Pajak dari Barang Kena Pajak yang dikembalikan.

3. Nama, alamat, dan NPWP pembeli

4. Nama, alamat, NPWP, serta tanggal pengukuhan Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan faktur Pajak.

5. Macam, jenis, kuantum, dan harga jual Barang Kena Pajak yang dikembalikan.


(40)

7. Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang dikembalikan.

8. Tanggal pembuatan Nota Retur. 9. Tanda tangan Pembeli.

I. Mekanisme Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran

Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai yang harus disetor dilakukan melalui mekanisme kredit. Mekanisme kredit berarti mengkreditkan atau mengurangkan pajak masukan terhadap pajak keluaran. Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan atau pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean dan atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan atau impor Barang Kena Pajak. Sedangkan Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai yang terutang yang wajib dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak, Penyerahan Jasa Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak. Ketentuan tentang mekanisme kredit pada dasarnya berisi hal-hal sebagai berikut:

1. Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk Masa Pajak yang sama.

2. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan, maka selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai yang harus dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak.


(41)

Contoh:

Masa Pajak April 2008

Pajak keluaran = Rp. 5.000.000,-

Pajak Masukan = Rp. 3.000.000,- (-)

Pajak yang harus disetor = Rp. 2.000.000,-

3. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran, maka selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dapat dimintakan kembali atau dikompensasikan ke Masa Pajak ke Masa Pajak berikutnya.

Contoh:

Masa Pajak April 2008

Pajak keluaran = Rp. 2.000.000,-

Pajak Masukan yang dapat dikreditkan = Rp. 4.500.000,- (-) Pajak yang lebih dibayar = Rp. 2.500.000,-

Masa Pajak Mei 2008

Pajak Keluaran = Rp. 3.000.000,-

Pajak Masukan yang dapat dikreditkan = Rp. 2.000.000,- (-) Pajak yang harus dibayar = Rp. 1.000.000,- Pajak yang lebih dibayar dari Masa Pajak

Mei 2008 = Rp. 2.500.000,- (-)


(42)

4. Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan.

Contoh :

Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tertanggal 7 Juli 2008 dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada masa Pajak Juli 2008 atau Masa Pajak berikutnya paling lambat Masa Oktober 2008.

Persyaratan yang harus dipenuhi dalam rangka pengkreditan pajak masukan dibatasi sebagai berikut:

i. Formal

Syarat ini terkait dengan beberapa hal berikut ini:

1. Penggunaan, saat pembuatan dan pengisian Faktur Pajak Standar sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan.

2. Belum dilakukan pemeriksaan dan belum dibebankan dalam pembukuan.

3. Adanya syarat telah dikukuhkannya seorang pengusaha sebagai Pengusaha Kena Pajak dalam rangka pengkreditan.


(43)

ii. Material

Syarat ini terkait dalam beberapa hal berikut ini:

1. Pajak masukan atas barang atau jasa yang diperoleh berhubungan langsung dengan kegiatan usaha Pengusaha Kena Pajak (produksi, distribusi, manajeman dan pemasaran).

2. Pajak masukan atas barang atau jasa yang diperoleh berkaitan dengan penyerahan yang terutang PPN ataupun mendapatkan fasilitas terutang tidak dipungut,

3. Syarat lainnya sebagaimana diatur dalam pasal 9 ayat (8) UU PPN

J. Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN)

Dalam sistem Self Assessment, SPT Masa PPN berfungsi sebagai sarana bagi Pengusaha kena Pajak untuk mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang dan melaporkan tentang:

a. Pengkreditan Pajak Masukan (PM) terhadap pajak Keluaran(PK)

b. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan/atau melalui pihak lain dalam suatu Masa Pajak.

Setiap Pengusaha Kena Pajak wajib mengisi dan menyampaiakan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan benar, lengkap dan jelas serta menandatanganinya. Yang dimaksud dengan mengisi Surat Pemberitahuan adalah mengisi formulir Surat Pemberitahuan,, dalam bentuk kertas dan/atau dalam bentuk elektronik, dengan benar, lengkap, dan jelas sesuai dengan petunjuk pengisian yang diberikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan


(44)

perpajakan. Sementara itu, yang dimaksud dengan benar, lengkap, dan jelas dalam mengisi Surat Pemberitahuan adalah:

a. Benar adalah benar dalam perhitungan, termasuk benar dalam penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dalam penulisan, dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.

b. Lengkap adalah memuat semua unsur-unsur yang berkaitan dengan objek pajak dan unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalam surat pemberitahuan; dan

c. Jelas adalah melaporkan asal-usul atau sumber dari objek pajak dan unsur lain yang harus dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor 18 tahun 2000, UU Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah dengan UU Nomor 28 tahun 2007, dan aturan pelaksanaannya terakhir diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-146/PJ./2006 tentang bentuk, isi, dan Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-147/PJ./2006 tentang Bentuk, Isi, dan Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai Bagi Pemungut PPN, maka dikenal 2 (dua) SPT Masa PPN, Yaitu:

- SPT Masa PPN bentuk formulir 1107, yang wajib digunakan bagi semua PKP dan mulai berlaku sejak Masa Pajak Januari 2007


(45)

- SPT Masa PPN Bagi Pemungut PPN bentuk formulir 1107 PUT, yang wajib digunakan bagi pemungut PPN dan mulai berlaku sejak Masa Pajak Januari 2007.

Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai bentuk formulir 1107 terdiri atas:

i. Induk SPT – Formulir 1107 (F.1.2.32.01);

ii. Lampiran 1 Daftar Pajak Keluaran dan PPnBM – Formulir 1107 A (D.1.2.32.02); dan

iii. Lampiran 2 Daftar Pajak Masukan dan PPnBM – Formulir 1107 B (D.1.2.32.02).

E. Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai

Akuntansi adalah proses pencatatan, penggolongan, peringkasan, dan penyajian dengan cara-cara tertentu terhadap transaksi keuangan yang terjadi dalam perusahaan atau organisasi lainnya serta interprestasi terhadap hasilnya. Jika dikaitkan dengan pemenuhan kewajiban PPN, Akuntansi harus dapat memberikan informasi yang diperlukan dalam rangka pemenuhan kewajiban penyelenggaraan pembukuan sesuai ketentuan dalam Undang-Undang PPN dan Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Akuntansi PPN Menurut Mardiasmo (2002 : 245) adalah sebagai berikut:

Akuntansi PPN adalah akuntansi yang kegiatannya untuk memenuhi ketentuan pembukuan dan bertujuan memberikan informasi bagi perusahaan untuk dapat menghitung, membayar, dan melaporkan mengenai PPN dan PPnBM yang terutang.


(46)

Nama-nama akun pada laporan keuangan yang berkaitan dengan akuntansi pajak Menurut Sukrisno (2007: 6) adalah:

1. Neraca.

a. Sisi aset, terdapat nama-nama akun sebagai berikut: 1. Pajak dibayar dimuka (Prepaid Tax)

Pajak dibayar dimuka biasa disajikan sebagai biaya dibayar dimuka (Prepaid Expense) dalam aset lancar. Pajak dibayar dimuka dapat terdiri atas:

a. PPh 22, PPh 23, PPh 24 dan PPh 25.

b. PPh atas pengalihan hak atas tanah dan bangunan. c. PPN Masukan.

2. Aset Pajak Tangguhan (Deferred Tax Asset)

Aset Pajak Tangguhan disajikan dalam kelompok aset lain-lain. b. Sisi kewajiban, terdapat nama-nama akun sebagai berikut

1. Utang Pajak (Tax Payable) Utang pajak terdiri atas:

a. PPh 21, PPh 23, PPh 26 dan PPh 29 b. PPN Keluaran

2. Kewajiban Pajak Tangguhan ( Deferred Tax Liability)

Dalam neraca kewajiban, pajak tangguhan disajikan diantara utang jangka pendek dan utang jangka panjang.

2. Laporan Laba Rugi

a. Beban Pajak Penghasilan ( Income Tax Expense) b Penghasilan Pajak Tangguhan ( Deferred Tax Income) c. Beban Pajak Tangguhan ( Deferred Tax Expense)

d. PBB, PPN masukan yang tidak dapat dikreditkan, dan Bea Materai dicatat sebagai Beban Operasional (Operational Expense)

1. Prosedur Pencatatan Pembelian yang PPN-nya Dapat Dikreditkan Maupun Yang Tidak Dapat Dikreditkan

Berikut ini akan diuraikan prosedur pembukuan pembelian barang yang PPN-nya dapat dikreditkan dan yang tidak dapat dikreditkan.

a. Pembelian Barang/ Persediaan yang PPN-nya dapat dikreditkan

Contoh: PT.A membeli barang untuk persediaan Pada bulan Agustus 2008 seharga Rp.15.000.000,- dengan kredit pada PT.B. Jurnal untuk mencatat transaksi diatas adalah sebagai berikut:


(47)

Pembelian Rp. 15.000.000,- Sistem Fisik

PPN Masukan Rp. 1.500.000,-

Utang Rp. 16.500.000,-

Persediaan Rp. 15.000.000,- Sistem Perpetual

PPN Masukan Rp. 1.500.000,-

Utang Rp. 16.500.000,-

b. Pembelian Barang Modal yang PPN-nya dapat dikreditkan

Contoh: PT. Mimi membeli mesin tenun seharga Rp. 100.000.000,- dengan kredit pada bulan Juni 2000 dari PT. Mesin. Transaksi dicatat dengan ayat jurnal sebagai berikut:

Mesin Rp. 100.000.000,- PPN Masukan Rp. 10.000.000,-

Utang Rp.110.000.000,-

c. Pembelian Barang/ Persediaan yang PPN-nya tidak dapat dikreditkan

Contoh: PT. Mimi membeli tunai alat-alat tulis seharga Rp.5.000.000,- ditambah PPN 10%. Karena alat-alat tulis ini tidak mempunyai hubungan langsung dengan proses produksi, Pajak Masukannya tidak boleh dikreditkan sesuai dengan Ketentuan dalam UU PPN, PPN yang tidak dapat dikreditkan dapat dibebankan sebagai biaya operasi. Transaksi dicatat dalam jurnal:


(48)

Alat tulis Rp. 5.000.000,- Biaya PPN Rp. 500.000,-

Kas Rp. 5.500.000,-

d. Pembelian Barang Modal yang PPN-nya tidak dapat dikreditkan

PT. Mimi membeli kendaraan sedan untuk keperluan kantor administrasi seharga Rp. 70.000.000,- tunai. Pajak Masukan pembelian kendaraan sedan tidak dapat dikreditkan. Namun, pajak tersebut dapat dibebankan sebagai biaya perolehan kendaraan. Jadi, tidak dapat dibebankan sekaligus ditahun perolehannya, melainkan disusut sesuai dengan tarif penyusutannya. Transaksi ini dicatat sebagai berikut:

Kendaraan sedan Rp. 70.000.000,-

Kas Rp.70.000.000,-

e. Pembelian Dengan Potongan

Contoh: PT. Mimi membeli barang dengan harga beli 15.000.000,- Potongan pembelian Rp.300.000,-dan PPN 10% atau sebesar Rp. 1.470.000,- Transaksi ini dicatat dengan ayat jurnal sebagai berikut:

Pembelian Rp. 14.700.000,-

Potongan pembelian yang disediakan Rp. 300.000,- PPN Masukan Rp. 1.470.000,-


(49)

Apabila sebagian utang (50%) dibayar pada masa potongan, maka jurnalnya:

Utang Rp. 8.235.000,-

Kas Rp. 8.085.000,-

Potongan pembelian yang disediakan Rp. 150.000,- Apabila sebagian utang (50%) dibayar diluar waktu yang ditentukan, maka jurnalnya:

Utang Rp. 8.235.000,-

PPN Masukan Rp. 15.000,- Rugi karena potongan yang tidak diambil Rp. 150.000,-

Kas Rp. 8.250.000,-

Potongan pembelian yang disediakan Rp. 150.000,- Dengan tidak diambilnya potongan harga, maka bagi penjual harus diperhitungkan PPN terutang dari jumlah potongan yang tidak diambil, dan bagi pembeli merupakan tambahan PPN Masukan

f. Pengembalian Pembelian

Jika sesuatu hal misalnya barang tidak sesuai dengan yang dipesan, maka barang akan dikembalikan. Oleh karena itu dari segi pembeli, PPN masukan akan berkurang sesuai dengan nilai barang yang dikembalikan. Bagi penjual akan mengurangi PPN Keluaran yang merupakan PPN yang terutang.

Contoh: Dikembalikan pembelian seharga Rp. 10.000.000,- dan PPN sebesar Rp.1.000.000,-. Maka jurnal dari transaksi diatas adalah sebagai berikut:


(50)

Utang Rp.11.000.000,-

Retur Pembelian Rp. 10.000.000,-

PPN Masukan Rp. 1.000.000,-

2. Prosedur Pencatatan Penjualan dan PPN Terutang

Pencatatan penjualan dan Pajak Pertambahan Nilai terutang ada beberapa kemungkinan:

a. Prosedur Pencatatan penjualan

Contoh: PT. A dalam bulan Juli 2008 menjual barang dagangan seharga Rp. 10.000.000,- dengan harga pokok sebesar Rp. 8.000.000,- dan PPN 10% atau sebesar Rp. 1000.000,-. Penjualan secara kredit. Dari transaksi tersebut jurnalnya adalah sebagai berikut:

Piutang Rp.11.000.000,-

Sistem Fisik

Penjualan Rp.10.000.000,- PPN Keluaran Rp. 1.000.000,-

Piutang Rp. 11.000.000,-

Sistem Perpetual

Harga pokok Rp. 8.000.000,-

Penjualan Rp. 10.000.000,- PPN Keluaran Rp. 1.000.000,- Persediaan Rp 8.000.000,-


(51)

b. Pengembalian/Retur Penjualan

Contoh: PT.A Selama bulan Juli 2008 menerima pengembalian barang sejumlah Rp. 5.000.000,- belum termasuk PPN 10% sebesar Rp. 500.000,-. Retur penjualan tersebut tidak diganti. Harga pokok 80% dari penjualan. Maka jurnal dari transaksi tersebut adalah sebagai berikut:

Retur Penjualan Rp. 5.000.000,-

Sistem fisik

PPN Keluaran Rp. 5.00.000,-

Piutang Rp.5.500.000,-

Retur Penjualan Rp. 5.000.000,-

Sistem Perpetual

PPN Keluaran Rp. 500.000,-

Persediaan Rp. 4.000.000,-

Piutang Rp. 5.500.000,-

Harga Pokok Rp.4.000.000,-

c. Penjualan dengan uang muka

Contoh: Pada tanggal 12 April 2000 Pengusaha Kena Pajak “ABC” menerima uang muka dari Pengusaha Kena Pajak “CDE” atas pembelian Barang Kena Pajak kertas yaitu sebesar Rp. 10.000.000,- ditambah PPN 10%. Pada tanggal 12 Mei 2000 yaitu pada saat penyerahan barang, diterima sisa pembayaran Rp.20.000.000,- dimana dalam pembayaran tersebut belum termasuk PPN. Karena itu, ada dua transaksi yang harus dicatat yaitu Pada saat:


(52)

Kas Rp. 11.000.000,- Pembayaran Uang Muka

Uang muka pelanggan Rp. 10.000.000,-

PPN Keluaran Rp. 1.000.000,-

Kas Rp.22.000.000,-

Penyerahan Barang

Uang Muka Pelanggan Rp.10.000.000,-

Penjualan Rp. 30.000.000,-

PPN Keluaran Rp. 2.000.000

d. Penjualan dengan cicilan/angsuran.

Contoh: PT. ABC menjual suatu barang dengan angsuran seharga RP. 24.000.000,-. Pembayaran dilakukan dengan 10 kali cicilan. Transaksi penjualan dan angsuran setiap bulan dicatat dengan ayat jurnal sebagai berikut:

Pada saat penyerahan barang

Piutang Penjualan angsuran Rp. 26.400.000,-

Penjualan Rp. 24.000.000,-

PPN Keluaran Rp. 2.400.000,- Pada saat pembayaran angsuran

Kas Rp. 2.640.000,-


(53)

3. Saat Perhitungan Pembayaran dan Pembuatan Laporan

Pada setiap akhir bulan setiap PKP akan menghitung PPN yang terutang untuk masa pajak yang bersangkutan, kemudian akan membandingkan antara PPN Keluaran dan PPN Masukan. Kemudian mengisi dan memasukkan Surat Pemberitahuan Masa untuk masa yang bersangkutan yang berlaku sebagai laporan. Jurnal penutup untuk menutup perkiraan PPN adalah sebagai berikut:

PPN Keluaran Rp.xxxxx

PPN Masukan Rp.xxxxx

PPN Masih harus dibayar Rp.xxxxx PPN yang masih harus dibayar Rp.xxxxx

Kas/Bank Rp.xxxxx

Apabila PPN Masukan lebih besar yang berarti ada kelebihan setoran maka jurnal penutupnya adalah sebagai berikut:

PPN Keluaran Rp. xxxxx

PPN Lebih dibayar Rp. xxxxx

PPN Masukan Rp. xxxxx

PPN yang lebih dibayar akan dikompensasikan dengan masa pajak berikutnya.

F. Tata Cara Penyetoran, Pelaporan dan Penyampaian SPT Masa PPN

1.Batas Waktu Penyetoran

PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang dalam satu Masa Pajak , harus disetor paling lambat 15 (lima belas) hari setelah Masa Pajak berakhir. Dalam hal


(54)

tanggal jatuh tempo penyetoran bertepatan dengan hari libur, maka penyetoran dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.

2. Batas waktu Pelaporan SPT Masa PPN

SPT Masa PPN harus disampaikan setiap bulan paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir. Dalam hal hari ke-20 adalah hari libur, maka SPT Masa PPN harus disampaikan pada hari kerja sebelum hari libur. 3. Penyampaian SPT Masa PPN

Surat Pemberitahuan Masa PPN dapat disampaiakn oleh Pengusaha Kena Pajak dengan cara:

a. Manual, yaitu:

1. Disampaikan langsung ke KPP tempat PKP dikukuhkan atau KP4 (Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan) setempat; dan atas penyampaian SPT Masa PPN tersebut PKP akan menerima tanda bukti penerimaan;atau

2. Disampaikan melalui Kantor Pos secara tercatat atau melaui perusahaan jasa ekspedisi atau melalui perusahaan jasa kurir, ke KPP tempat PKP dikukuhkan atau KP4 setempat. Tanda bukti serta tanggal pengiriman SPT dianggap sebagai tanda bukti dan tanggal penerimaan SPT, sepanjang SPT tersebut lengkap.

b. Elektronik yaitu melalui e-Filling, yang tata cara penyampaiannya sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-05/PJ./2005 tentang Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Secara Elektronik (e-Filling) Melalui Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi


(55)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada PT.Sawah Besar Farma Cabang Palembang yang beralamat di Jalan Inspektur Marzuki N0.229 Palembang, dan waktu penelitian di mulai bulan Mei 2008 sampai dengan selesai.

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian

No Jenis Kegiatan Bulan

Mar April Mei Juni Juli Agu

3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3

1. Pra Riset

2. Proposal Penelitian 3 Seminar Proposal

4 Riset

5 Penyusunan Skripsi

6 Meja Hijau

B. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: a. Data primer

Data Primer yaitu data yang diperoleh langsung dari objek penelitian, namun data ini memerlukan pengolahan lebih lanjut oleh penulis. Data ini diperoleh melalui hasil wawancara maupun observasi.


(56)

b. Data Sekunder

Data Sekunder yaitu data yang diperoleh dari perusahaan yang tidak perlu diolah lagi seperti : sejarah ringkas perusahaan, Faktur penjualan, Faktur pajak Standar, dan data lain yang terikat dengan penelitian.

C. Teknik Pengumpulan Data

a. Wawancara (Interview)

Yaitu dengan melakukan Tanya jawab secara langsung dengan pihak-pihak yang berkompeten sehubungan dengan keuangan perusahaan dan kebijakan perpajakan perusahaan.

b. Dokumentasi

Yaitu melalui pencatatan dan pengkopian atas data-data dari PT. Sawah Besar Farma dalam bentuk yang sudah jadi misalnya Struktur organisasi dan uraian jabatan, faktur pajak, dan data pendukung lainnya.

c. Studi Kepustakaan

Yaitu dengan mengumpulkan data-data dengan membaca dan mempelajari teori-teori dan literatur-literatur yang berkaitan dengan objek penelitian.

D. Metode Analisis Data

Metode Analisis Data yang digunakan adalah dengan Metode Deskriptif, yaitu suatu metode yang dilakukan dengan mengumpulkan, mengklasifikasikan, menganalisis serta menginterprestasikan data sehingga memberikan keterangan yang lengkap bagi pemecahan permasalahan yang terjadi.


(57)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Data Penelitian

1. Sejarah Singkat Perusahaan

PT. Sawah Besar Farma Cabang Palembang bertempat kedudukan di Palembang di jalan Inspektur Marzuki No. 229 RT. 04 RW. 01 Siring Agung Lorong Pakjo Palembang, telah memulai kegiatan usaha sejak tahun 1973. PT. Sawah Besar Farma dahulunya bernama PT. Martutur. Akte Pendirian berdasarkan Notaris Nyonya Siti Pertiwi Henny Shidki, SH , Notaris Jakarta di Jalan Rajasa III/17, atas permintaan Direksi Perseroan Terbatas PT. Sawah Besar Farma anggaran dasarnya telah diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia, tertanggal 4 Desember 1973 nomor 97 tambahan nomor 871 dan telah diubah terakhir dengan Akta Risalah Rapat, tertanggal 25 Maret 1988, Nomor 168 dibuat dihadapan Nyonya Sumardilah Oriana Roosdilan, SH, Notaris di Jakarta dan telah mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman Republik Indonesia, Dengan Surat Keputusan tanggal 30 Januari 1989 Nomor C2-926-HT.01.04.TH.1989.

Sejak Tahun 1995 PT. Martutur berubah nama menjadi PT. Sawah Besar Farma. PT. Sawah Besar Farma berpusat di Jakarta di Jalan Way Besai No. 79 Jakarta 11470.Berdasarkan Akte Notaris, Susunan Anggota Dewan Komisaris dan Direksi Perusahaan adalah:


(58)

Komisaris : Tn. Lutfi Ismail

Direktur : Tn. Tjipto Widjaja Utama Komisaris : Ny. Siti Hardiyanti Rukmana Visi PT.Sawah Besar Farma

Menjadi mitra bisnis yang terpercaya melalui pelayanan yang cepat dan tepat kepada pelanggan pabrikan.

Misi PT.Sawah Besar Farma

Fokus pada penyebaran area distribusi, sistem manageman yang efisien dan mengikuti kemajuan teknologi dengan didukung sumber daya yang andal dan terpercaya.

2. Struktur Organisasi Perusahaan

Dalam Pelaksanaan tugas-tugas, perusahaan telah menyusun organisasi dengan struktur yang disesuaikan dengan kegiatan usaha. Adapun struktur organisasi yang dipilih oleh perusahaan adalah sebagaimana digambarkan pada gambar 4.1.


(59)

Gambar 4.1

Struktur Organisasi PT. Sawah Besar Farma Cabang Palembang

Kepala Cabang

Kepala Administrasi Adm/Keuangan

Kepala Inkaso

Logistik

Sales Supervisor E/O/C Penjualan

Bagian Claim Asisten Gudang

Kepala Gudang

Salesman Bidan Salesman Kanvas

Salesman OTC Salesman Ethical

Op. Komputer Bagian Pembelian

Bagian Ekpedisi

Penagih Kasir


(60)

Dalam rangka mencapai efisiensi dan efektivitas usaha, maka diatur pembagian tugas untuk masing-masing fungsi atau pelaksanaan tertulis sebagai berikut:

A. Kepala Cabang

Merupakan Pimpinan Perusahaan Pedagang Besar Farmasi PT. Sawah Besar Farma Cabang Palembang yang bertanggung jawab penuh atas semua kegiatan yang ada dalam perusahaan. Tugas dan tanggung jawab Kepala Cabang adalah sebagai berikut:

a. Bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan perusahaan.

b. Membuat keputusan strategis dalam kebijakan perusahaan secara umum c. Bertanggung jawab dalam menentukan daerah pemasaran yang strategis

bagi para sales.

d. Mendelegasikan tugas kepada Sales Supervisor dalam ruang lingkup pemasaran.

e. Memimpin pertemuan sekali seminggu bagi team pemasaran.

f. Mengirimkan laporan Rekapitulasi Penjualan dan rekapitulasi pembelian ke kantor pusat.

B. Administrasi/ Keuangan

Bagian Administrasi/ Keuangan terdiri dari beberapa bagian, yaitu: Kepala Inkaso, bagian klaim, kasir, bagian pembelian, bagian penjualan, bagian computer, penagih/ kolektor.


(61)

1. Kasir

Tugas dan tanggung jawab kasir adalah sebagai berikut:

a. Menerima dan mengeluarkan uang sesuai dengan bukti masuk dan keluar setelah disetujui Kepala Cabang.

b. Membuat pembukuan harian, mingguan dan bulanan.

c. Membuat laporan penerimaan kas dan pengeluaran kas dari perusahaan d. Melaksanakan kegiatan administrasi dan keuangan perusahaan.

e. Membuat laporan keuangan perusahaan f. Menyimpan dan menyetor uang ke Bank 2. Bagian Pembelian

Tugas dan Tanggung Jawab bagian pembelian adalah sebagai berikut: a. Menghubungi pemasok melalui salesmannya untuk menanyakan ada

tidaknya barang yang dibutuhkan.

b. Membuat Surat Pesanan dan meminta tanda tangan Kepala Cabang untuk Surat Pesanan (SP) yang ditulis.

c. Memeriksa faktur-faktur pajak yang diterima dari pemasok terhadap kelengkapan barang dan kebenaran harga yang tercantum.

d. Mencatat jumlah persediaan yang telah dilaksanakan per hari, dan sekurang-kurangnya seminggu sekali dan melaporkannya kepada Kepala Cabang.

e. Berdasarkan catatan jumlah pembelian harian yang dibuat, dilakukan evaluasi dengan membandingkan jumlah pembelian terhadap omset yang dicapai untuk periode waktu yang sama.


(62)

f. Membuat Rekapitulasi Pembelian pada akhir bulan untuk dilaporkan kepada Kepala Cabang dan akan dilaporkan ke kantor pusat.

3. Kolektor

Tugas dan tanggung jawab Kolektor adalah sebagai berikut:

a. Mengutip tagihan (piutang) kepada langganan dan bertanggung jawab atas tagihan yang diterima.

b. Menerima faktur tagihan dari bagian piutang untuk ditagih.

c. Menghubungi dan mengkonfirmasi kepada langganan jadwal penagihan.

4. Komputer/EDP

Tugas dan Tanggung Jawab pegawai komputer adalah sebagai berikut: a. Menerima Surat Pesanan (SP) penjualan dari Salesman untuk

dibuatkan Faktur atas penjualan tersebut.

b. Mengkoreksi dan memaraf hasil cetakan faktur yang dibuat dan menyerahkan kembali ke penanggung jawab penjualan.

c. Membuat dan mengolah Faktur ( Faktur Penjualan, Faktur Pajak) d. Membuat Nota Retur.

e. Menerima daftar harga terbaru dari petugas pembelian, dan mengolahnya menjadi master harga.

f. Menerima laporan rekapitulasi penjualan dan rekapitulasi pembelian untuk dibuatkan laporan SPT Masa PPN.


(63)

C. Bagian Penjualan

Bagian Penjualan terdiri dari Sales Supervisor yang membawahi para salesman. Salesman terdiri dari Salesman Ethical, Salesman OTC, Salesman Kanvas, dan Salesman Bidan.

1.Bagian Penjualan.

Tugas dan tanggung jawab bagian penjualan Penjualan adalah :

a. Menerima Surat Pesanan (SP) yang diterima dari salesman dan dikirim kepada kepala gudang untuk dicek dan disediakan barangnya sesuai dengan pesanan.

b. Pembuat Rekapitulasi Penjualan pada akhir bulan untuk dilaporkan kepada Kepala Cabang dan akan dilaporkan ke kantor pusat.

2.Sales Supervisor

Tugas dan tanggung jawab Sales Supervisor adalah sebagai berikut:

a. Bertanggung jawab terhadap Area Manajer atas kegiatan rutin salesman.

b. Mencari dan mengunjungi Outlet (langganan) yang baru. c. Menentukan daerah-daerah yang akan dikunjungi Sales. 3. Salesman Ethical/ OTC/ Kanvas/ Bidan

Tugas dan tanggung jawab Sales adalah sebagai berikut: a. Menawarkan secara aktif produk kepada pelanggan

b. Menerima Purchase Order dari langganan dan membuat Surat Pesanannya (SP)


(64)

c. Bertanggung jawab atas pencapaian target yang dibebankan kepadanya.

d. Pada tiap akhir bulan mengadakan pencatatan dan penjumlahan atas barang yang telah dijualnya dan dibayar untuk dapat dipergunakan sebagai pengukur keberhasilannya dalam mencapai target.

C. Bagian Logistik

1. Kepala Gudang

Tugas dan tanggung jawab Kepala Gudang adalah sebagai berikut:

a. Memeriksa dan mencatat barang yang kosong atau hampir habis dan dilaporkan kepada petugas pembelian.

b. Memeriksa jumlah barang dari pemasok, apakah sesuai dengan Surat Pesanan (SP)/ faktur atau copynya.

c. Membubuhkan stempel blok pada copy DO/ SPB/FK3 (faktur pihak ketiga) lembar 1 dan 2.

d. Menerima Faktur Penjualan dan menyediakan barang sesuai dengan pesanan untuk diserahkan barang kepada petugas pengantar barang. e. Bertanggung Jawab langsung kepada Kepala Cabang atas keamanan

barang-barang digudang. 2. Asisten Gudang

Tugas dan tanggung jawab Staff Gudang adalah sebagai berikut: a. Membuat pesanan barang sesuai dengan Faktur penjualan. b. Membuat laporan Stock setiap bulannya.


(65)

c. Bertanggung jawab atas barang dan kekurangan dan kelebihan barang yang dikirim.

d. Mengangkat dan mengecek barang yang masuk dan barang yang keluar.

e. Mencatat jumlah barang yang masuk dan barang yang keluar di kartu stock.

3. Bagian Pengiriman Barang/Expedisi

Tugas dan tanggung jawab Bagian Pengiriman barang adalah:

a. Membawa barang pesanan yang telah dipersiapkan digudang kepada langganan.

b. Bertanggung jawab terhadap kehilangan barang yang diantar. c. Mengembalikan faktur tanda terima barang.

3. Kegiatan Pokok PT. Sawah Besar Farma

Kantor Perusahaan berlokasi di Palembang di Jalan Inspektur Marzuki No.229 Siring Agung Lorong Pakjo Palembang. Adapun kegiatan utama perusahaan adalah Pedagang Besar Farmasi. Jenis obat-obatan yang dijual dapat digolongkan kedalam 3 (tiga) bagian yaitu:

a. Produk Obat-obatan OTC (Over The Counter) yang berbasis fitofarmaka (obat-obatan natural), yaitu jenis obat-obatan yang dijual bebas dipasar. b. Produk Obat-obatan Ethical, yaitu jenis obat-obatan yang dijual harus

dengan menggunakan resep dokter. c. Obat Kontrasepsi


(66)

Perusahaan melakukan pemasaran produk-produknya melalui dua cara yaitu: Distribusi dan tim promosi. Untuk obat keras tim promosi mempromosikan ke Dokter tentang informasi produk tersebut, jika dokter telah tertarik maka dokter akan meresepkan obat tersebut melalui apotik, dan apotik akan memesan barang ke PBF melalui distribusi para salesman.

Barang yang disimpan didalam gudang PT. Sawah Besar Farma dan didistribusikan mencakup berbagai pabrik farmasi, yaitu:

1. PT. Aktavis Indonesia 2. PT. Amithya Satya Laras 3. PT. Amapharm

4. PT. Bernofarm Pharmaceutical 5. PT. Biofarma

6. Corsa Industries LTd 7. PT. Emba Megafarma 8. PT. Global Dispomedika 9. PT. Gratia Husaha Farma 10.PT. Yasa Mitra Perdana 11.PT. Grasia Pharmindo

12.PT. Indofarma Global Medika 13.DKT Indonesia

14.PT. Pyridam

15.PT. Calcusol Unggul Medika 16.PT. Molex Ayus Pharmacheutical


(67)

17.PT. Wiwaco Lestari Daya 18.PT. Promedic Dyna Farma

19.PT. Enzym Bioteknologi Internusa 20.PT. Pharmacore Laboratories 21.PT. Join Gold

22.PT. Parit Padang 23.PT. Erlimplex

24.PT. Selpasindo Pharco 25.PT. Daun Teratai 26.PT. Dura Farma Jaya

27.PT. Galenium Pharmasia Laborat 28.PT. Surya Dermaco Medica 29.PT. Zambon Indonesia 30.PT. Zoya Rocella

Penjualan yang dilakukan PT. Sawah Besar Farma terbagi atas 2 (dua) Jenis yaitu:

1. Penjualan Tunai

Penjualan tunai adalah penjualan yang pembayarannya dengan tunai pada saat barang diserahkan kepada pelanggan.

2. Penjualan Kredit


(68)

a. Penjualan kredit dari satu minggu

Adalah penjualan yang tanggal jatuh tempo pembayaran 7 hari dari tanggal terima barang

b. Penjualan kredit maksimal 30 hari

Penjualan dengan tanggal jatuh tempo pembayaran maksimal 30 hari dari tanggal terima barang.

c. Penjualan kredit kepada Pemungut PPN/ Bendaharawan Pemerintah

B. Analisis Hasil Penelitian

1. Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai Pada PT. Sawah Besar Farma Cabang Palembang

PT. Sawah Besar Farma merupakan Pengusaha Kena Pajak Pajak Pertambahan Nilai dengan NPWP 01. 310. 100.1.307.001. dan mempunyai wilayah Propinsi Pendistribusian dan Pemasaran Produk meliputi daerah Sumatera Selatan dan Jambi.

a. Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPN

Dasar Pengenaan Pajak yang digunakan PT. Sawah Besar Farma Cabang Palembang adalah berdasarkan harga jual setelah dikurangi potongan harga. Harga jual yang menjadi dasar pengenaan pajak adalah harga pokok barang ditambah biaya-biaya yang berkaitan dengan proses penyerahan Barang Kena Pajak

Contoh. Pada Tanggal 30Juni 2008 PT. Sawah Besar Farma melakukan penyerahan obat-obatan kepada Apotik Sehati senilai Rp. 4.374.000,- Perusahaan


(69)

memberi potongan harga sebesar Rp.728.241. Perhitungan Dasar Pengenaan Pajaknya adalah:

Jumlah Harga Jual : Rp. 4.374.000 Dikurangi Potongan Harga : Rp. 728.241 Dasar Pengenaan Pajak : Rp.3.645.759

(-)

PPN 10% : Rp. 364.575

b. Tarif Pajak Pertambahan Nilai

Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dikenakan dalam rangka pembelian dan penjualan barang adalah tarif umum yaitu sebesar 10% dari Dasar Pengenaan Pajak untuk semua jenis Barang Kena Pajak.

c. Penghitungan Pajak Pertambahan Nilai

PT. Sawah Besar Farma menghitung Pajak Pertambahan Nilai dengan metode Pajak Masukan (PM) dan Pajak Keluaran (PK). Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut oleh perusahaan pada saat melakukan penyerahan Barang Kena Pajak, sedangkan Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar oleh Perusahaan atas Pembelian Barang kena Pajak. Dalam Melakukan Penghitungan besarnya PPN yang harus disetor serta PPN yang harus dipungut adalah berdasarkan rumus sebagai berikut:

Berikut ini adalah contoh Penghitungan Pajak Pertambahan Nilai yang dilakukan oleh PT. Sawah Besar Farma Cabang Palembang


(70)

a. Pajak Masukan

PT. Sawah Besar Farma Palembang Pada bulam Maret membeli Hufagrif Syrup 60 Ml dari PT. Gratia Husada Farma seharga Rp. 3.700.000,- sudah termasuk ongkos kirim. Maka sesuai dengan tarif yang berlaku Pajak Pertambahan Nilai yang terutang yang harus dibayar adalah:

DPP : Rp. 3.700.000,- PPN Masukan : RP. 370.000,- b Pajak Keluaran

PT. Sawah Besar Farma Palembang menjual Wintogeno Extra Cream 30 gram sebanyak 1000, dengan harga jual RP.7000 kepada apotik Puji Agung, Maka Pajak keluarannya adalah:

DPP : Rp. 7.000.000,- PPN Keluaran : Rp. 700.000,-

2. Mekanisme Penerbitan Faktur Pajak Pada PT. Sawah Besar Farma Palembang

Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai Pada PT. Sawah Besar Farma dimulai dari pembuatan Faktur Pajak. Perusahaan diwajibkan membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak karena telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Faktur Pajak pada umumnya dibuat:


(1)

Contoh: Pada Bulan Januari 2007 ( lihat lampiran 1) diketahui Pajak Keluaran PT. Sawah Besar Farma adalah sebesar Rp. 99.028.260,- Pajak Masukannya adalah sebesar Rp. 120.173.520,- maka perhitungannya adalah sebagai berikut:

Pajak Keluaran Rp. 99.028.260,- Pajak Masukan Rp.

PPN lebih bayar Rp. (21.145.260) 120.173.520,-

Dari perhitungan diatas diketahui PPN Masukan lebih besar dari pada PPN keluarannya yang berarti ada kelebihan setoran maka jurnal penutupnya adalah sebagai berikut:

PPN Keluaran Rp. 99.028.260,- PPN Lebih dibayar Rp. 21.145.260,-

PPN Masukan Rp. 120.173.520,-

PPN yang lebih dibayar akan dikompensasikan dengan masa pajak berikutnya Dalam hal pelaporan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai, PT. Sawah Besar Farma Cabang Palembang telah melaporkan tepat waktu yaitu setiap tanggal 20 setiap bulannya.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan data-data yang telah diperoleh serta hasil yang telah dipaparkan, penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut:

1. PT. Sawah Besar Farma Cabang Palembang merupakan perusahaan Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang mendistribusikan produk obat-obatan ethical, OTC dan obat kontrasepsi meliputi wilayah pemasaran Sumatera Selatan dan Jambi. PT. Sawah Besar Farma mendistribusikan perbekalan farmasi ke apotik, rumah sakit, instalasi kesehatan dan toko obat dan dalam setiap transaksi diwajibkan untuk memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

2. Dalam melakukan penghitungan Pajak Pertambahan Nilai PT. Sawah Besar Farma Cabang Palembang menggunakan tarif tunggal 10% (sesuai peraturan perpajakan yang berlaku) untuk semua transaksi penjualan secara tunai dan kredit. PT Sawah Besar Farma memberikan potongan penjualan kepada pelanggan yang memenuhi syarat dan ketetuan perusahaan.

3. PT. Sawah Besar Farma menerapkan pengakuan pendapatan berdasarkan penjualan tunai dan kredit, dimana penjualan kredit terbagi 3, yaitu

a. Penjualan kredit yang memiliki jangka waktu 1 (satu) minggu b. Penjualan kredit yang memiliki jangka waktu 1 (satu) bulan


(3)

c. Penjualan Kredit kepada Pemungut PPN/ Bendaharawan Pemerintah Dalam prakteknya pengakuan pendapatan mempunyai perbedaan yang cukup mendasar, dimana pada penjualan tunai dan kredit dalam umur satu minggu dan satu bulan, Pajak Pertambahan Nilai yang terutang langsung dapat diperhitungkan, sedangkan penjualan kredit kepada pemungut PPN harus menunggu pembayaran sebagai dasar memperhitungkan Pajak Pertambahan Nilainya. Untuk menghindari kesalahan dalam memperhitungkan Pajak Pertambahan Nilai terutang maka dibuat perkiraan sementara.

4. PT. Sawah Besar Farma Cabang Palembang sudah melaporkan secara akurat dalam SPT Masa PPN, baik Paik Pajak Masukan maupun Pajak Keluarannya. Pencatatan Pajak Masukan dan Pajak Keluaran dilakukan setiap akhir bulan, yaitu setelah dibuatnya rekapitulasi pembelian dan rekapitulasi penjualan.

B. Saran

Berdasarkan hasil kesimpulan dan kajian pustaka, maka penulis memberikan saran sebagai berikut:

1. Diperlukan Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai dalam menentukan besarnya Pajak Pertambahan Nilai yang terutang untuk menghindari kesalahan.

2. Untuk menghindari kesalahan karena dibuatnya perkiraan sementara maka diharapkan perusahaan menggunakan beberapa catatan untuk menampung


(4)

transaksi kepada Pemungut PPN sebelum dilakukannya pembayaran sebagai dasar penghitungan PPN terutang.

3. Untuk menghindari kerugian perusahaan dalam menetapkan PPN terutang maka pembuatan Surat Pemberitahuan Masa PPN diharapkan tetap memperhatikan Faktur Pajak Masukan yang diterima maupun Faktur Pajak Keluaran, sebab apabila ada kesalahan sekecil apapun maka harus dilakukan pembetulan pada masa berikutnya.

4. Agar lebih efisien dan menghindari rangkap jabatan diperlukan adanya petugas Administrasi PPN yang bertugas mencatat /membukukan PPN Masukan dan Keluaran serta mengisi surat-surat yang berhubungan dengan PPN termasuk mengisi SPT Masa PPN.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Agoes, Sukrisno dan Estrakta Trisnawati, 2007. Akuntansi Perpajakan, Salemba Empat, Jakarta.

Arifin, Johar, Dedi Junaedi dan Yasdin Darwis, 2002. Pajak Pertambahan Nilai

berbasis Komputer, PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia,

Jakarta.

Brotodihardjo, R,Santoso,1991. Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Edisi Ketiga, PT Eresco, Bandung.

Harnanto, 2003. Akuntansi Perpajakan, Edisi Pertama, BPFE-Yogyakarta, Yogyakarta.

Ilyas, Wirawan B. dan Rudi Suhartono, Panduan Komprehensif dan Praktis

Pajak Pertambahan Nilai dan Penjualan barang Mewah, 2007. Lembaga

Penerbit Fakultas Ekonomi UI, Jakarta.

Ilyas, Wirawan B dan Waluyo, 2002. Perpajakan Indonesia, Salemba Empat, Jakarta.

Ismawan, Indra, 2001. Memahami Reformasi Perpajakan 2000, PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta.

Mardiasmo,2002. Perpajakan, Edisi Revisi, Penerbit Andi Yogyakarta, Yogyakarta.

Resmi, Siti, 2007. Perpajakan Teori dan Kasus, Buku 2, Edisi 3, Salemba Empat, Jakarta

S.R., Soermarso, 2007 Perpajakan Pendekatan Komprehensif, Salemba Empat, Jakarta.

Suandy, Erly, 2003. Perencanaan Pajak, Edisi Revisi, Salemba Empat, Jakarta. Sukardji, Untung, Pajak Pertambahan Nilai, 2000. PT. Raja Grafindo Persada,

Jakarta.

Soemitro, Rochmat, 1990. Pengantar Singkat Hukum Pajak, PT Eresco, Bandung. Waluyo, Perpajakan Indonesia,2006. Buku 2, Edisi 6, Salemba Empat, Jakarta.


(6)

Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, Departemen Akuntasi,2004. Buku

Petujuk Teknik Penulisan Proposal Penelitian dan Penulisan Skripsi,

Medan.

Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER- 146/PJ/2006; Tentang Bentuk, Isi, dan Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN)

Republik Indonesia,Undang-Undang Pajak tahun 2000, 2001. Edisi Lengkap, Salemba Empat, Jakarta.

Yayasan Artha Bhakti Cabang Medan Pelatihan dan Pendidikan Brevet A/B Angkatan IX Tahun 2008. Materi PPN dan SPT, Medan.