Analisis Perhitungan dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai pada PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I Medan

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI EKSTENSI MEDAN

SKRIPSI

ANALISIS PERHITUNGAN DAN PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

PADA PT. (Persero) PELABUHAN INDONESIA I MEDAN

OLEH:

NAMA : MAHRENI SEPRINA GULTOM NIM : 070522035

DEPARTEMEN : AKUNTANSI

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi


(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul : “ Analisis Perhitungan dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai pada PT.

(Persero) Pelabuhan Indonesia I Medan”.

Skripsi ini adalah benar hasil kerja saya sendiri dan judul yang dimaksud belum pernah dimuat, dipublikasikan atau diteliti oleh mahasiswa lain dalam konteks penulisan skripsi Program S-1 Ekstensi Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Sumber-sumber data dan informasi yang diperoleh, telah dinyatakan dengan jelas, benar apa adanya. Apabila dikemudian hari pernyataan ini tidak benar, Saya bersedia menerima sanksi yang ditetapkan oleh pihak Universitas.

Medan, 2010 Yang Membuat Pernyataan

Mahreni Seprina Gultom NIM : 070522035


(3)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini, yang merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Peneliti juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan, petunjuk, nasehat serta doa selama penyusunan skripsi ini dan mengikuti perkuliahan di Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, terutama kepada :

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sunatera Utara.

2. Bapak Drs. Hasan Sakti Siregar, MSi., Ak., selaku Ketua Departemen Akuntansi dan Ibu Dra. Mutia Ismail, MM., Ak., selaku Sekretaris Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak Drs. M. Zainul B. Torong, MSi., Ak., selaku Dosen Pembimbing,

yang telah memberikan bimbingan dan masukan kepada peneliti sehingga terselesainya skripsi ini.

4. Bapak Drs. Rustam, MSi, Ak., selaku Dosen Penguji I dan Bapak Drs. Chairul Nazwar, MSi, Ak., selaku dosen Penguji II yang telah memberikan kritikan membangun kepada peneliti.

5. Pimpinan dan seluruh staf PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I Medan yang telah memberikan izin kepada peneliti melakukan penelitian serta


(4)

memberikan data-data yang peneliti perlukan, khususnya bagian pajak kepada bapak M.Ichsan Panjaitan dan ibu Maslah Khodimah. Terima kasih kepada seluruh pegawai Departemen Akuntansi USU, khususnya Kak Raya, Bang Chairil, Kak Dame, Pak Simba dan Ibu Risma.

6. Keluargaku tersayang, Ibu saya Nuraini dan ayah saya Khairuddin Gultom yang telah mengasihi; membimbing; mendidik dan menyertai saya dalam doa. Terima kasih telah menjadi orang tua yang begitu luar biasa bagi saya. Bujing saya Fitri Herayati yang mendukung dan memotivasi saya. Adik-adik saya Putri, Andi dan Mindi yang selalu mendoakan saya. serta keluarga besar saya dari ibu dan ayah saya kemudian teman-teman saya Kak Ila, Rahmad, Kak Dian, Kak Liza, Hertauli, Leni, Kak Tuti, Ria, Umi dan semua pihak yang turut serta membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan kritik dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 2010 Yang Membuat Pernyataan

Mahreni Seprina Gultom NIM : 070522035


(5)

ABSTRAK

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dipungut dan dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak. Pajak ini dipungut melalui Faktur Pajak. Selisih antara pajak masukan dan pajak keluaran merupakan pajak pertambahan nilai yang terutang dan harus disetor ke kas negara. Perhitungan pajak yang terutang yang harus dibayar oleh perusahaan harus disesuaikan dengan peraturan perpajakan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana menghitung Pajak Masukan dan Pajak Keluaran untuk mengetahui jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang kurang bayar atau lebih bayar serta bagaimana untuk melaporkan Pajak Pertambahan Nilai terhadap Pajak Masukan yang dapat dikreditkan maupun yang tidak dapat dikreditkan, khususnya dalam usaha jasa kepelabuhan.

Penelitian ini dilakukan pada PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I Medan yang beralamat di Jl. Krakatau Ujung No. 100 Medan 20141. Sumber data dalam penelitian ini diambil dari bagian perpajakan dan keuangan serta dokumen-dokumen lain yang berhubungan dengan penelitian. Teknik pengumpulan data melalui dokumentasi dan studi kepustakaan. Metode analisis data digunakan metode deskriptif dan kualitatif.

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat diperoleh kesimpulan bahwa PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I Medan telah melaksanakan kewajibannya dalam hal perhitungan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai selama satu tahun untuk tahun takwim 2009. Kesalahan yang terjadi pada tagihan yang dibuat PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I Medan, di mana Perusahaan kurang mengerti tagihan apa saja yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Seharusnya setiap biaya yang dikeluarkan di dalam melakukan penyerahan jasa harus ditagih Pajak Pertambahan Nilainya kecuali tagihan tersebut berasal dari pihak ketiga yang langsung atas nama pelanggan maka jumlah tersebut bukan merupakan dasar pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. Selain hal tersebut, keterlambatan perincian biaya yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai dari operasional di Belawan menyebabkan Pajak Masukan tidak dikreditkan pada masa pajak yang bersangkutan. PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I Medan juga tidak melaporkan Pajak Masukan yang dipungut dengan Faktur Pajak Sederhana.


(6)

ABSTRACT

Value Added tax is one that is collected and imposed on ceding of taxable goods and service. The tax is collected through tax invoice. The variance between incoming and outcoming tax is payable value added tax and paid to the state. The calculation of payable tax that must be paid by organization should comply with tax regulation.

This research has purpose to know how to calculate vat out and vat in to know the sum of vat that must pay or over paid and how to report vat in which can be credited and can be not credited in the sum of Value Added Tax, especially in effort of service port.

This research has done in PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I Medan on Krakatau Ujung road 100 Medan 20141. Data resource in this research has taken from the part of taxation and financing and the other documents related with this research. The technic of data collecting through documentation and literature. The methode of data analyzed is used descriptive and qualitative method.

According to the result of research can be taken the summary that PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I Medan has fulfill the obligation of counting and reporting vat for year on calendar 2009. The mistake has happen in the voice that has made by PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I Medan. This company has not understanded for the kind of invoice that must add the vat. Expenses has must been paid when it offered service so it has must been add the vat. except the invoicing came from the third side that claim directly the name of customer so the sum was not the base of vat. In beside the description on expenses has been late from the operational in Belawan, cause vat in cannot be credit for the related period of tax. PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I Medan has not report vat in that is picked with simple tax invoice too.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Kerangka Konseptual ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pajak Pertambahan Nilai ... 7

1. Defenisi Pajak ... 7

2. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai ... 8

3. Objek Pajak Pertambahan Nilai ... 9

4. Subjek Pajak Pertambahan Nilai... 9


(8)

6. Tarif Pajak Pertambahan Nilai... 12

7. Saat Terutangnya Pajak Pertambahan Nilai ... 13

8. Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai ... 15

B. Jasa ... 16

1. Pengertian Jasa ... 16

2. Jasa Kena Pajak... 17

3. Jasa Tidak Kena Pajak ... 18

C. Faktur Pajak ... 19

1. Faktur Pajak Standar ... 20

2. Faktur Pajak Sederhana ... 22

3. Faktur Pajak Gabungan ... 24

4. Dokumen tertentu yang ditetapkan sebagai Faktur Pajak oleh Direktur Jenderal Pajak ... 25

5. Nota Retur... 27

D. Pajak Masukan dan Pajak Keluaran... 28

1. Pengkreditan Pajak Masukan ... 28

2. Mekanisme Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran ... 30

E. Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai ( SPT Masa PPN ) ... 32

F. Tata Cara Penyetoran, Pelaporan dan Penyampaian SPT Masa PPN ... 34

BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 36

B. Jenis Data ... 36

C. Teknik Pengumpulan Data ... 37


(9)

BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Data Penelitian ... 39

1. Sejarah Singkat Perusahaan ... 39

2. Uraian Tugas dari Sturktur Organisasi ... 40

3. Kegiatan Pokok Perusahaan... 44

B. Analisis Hasil Penelitian ... 47

1. Permasalahan yang Dihadapi PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I Medan dalam Perhitungan PPN ... 47

2. Permasalahan yang Dihadapi PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I Medan dalam Pelaporan PPN ... 50

3. Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai ... 51

4. Prosedur Perhitungan Pajak Masukan dan Pajak Keluaran untuk menghasilkan jumlah pajak Pertambahan Nilai ... 53

5. Mekanisme Kredit Pajak serta Pelaporan SPT Masa PPN ... 60

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 62

B. Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 64


(10)

DAFTAR TABEL

TABEL JUDUL HALAMAN

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian ... 36

Tabel 4. 1 Data Penyerahan Jasa Tahun 2009... 54

Tabel 4. 2 Data Penerimaan Jasa Tahun 2009 ... 55

Tabel 4. 3 Data Pajak Masukan Tahun 2009 ... 56


(11)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR JUDUL HALAMAN


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN JUDUL HALAMAN

Lampiran 1 Struktur Organisasi Perusahaan ... 65

Lampiran 2 Surat Pengukuhan PKP ... 66

Lampiran 3 Faktur Pajak Standar dari CV. Buana Elektro ... 67

Lampiran 4 Faktur Pajak Standar dari PT. Transindo... 68

Lampiran 5 Nota Pelayanan Jasa PBM kepada PT. Multimas Nabati Asahan ... 69

Lampiran 6 Nota Pelayanan Jasa Dermaga kepada PT. Multimas Nabati Asahan ... 70

Lampiran 7 Nota Pelayanan Jasa Tidak Dikenakan PPN kepada PT. Andhika Line ... 71

Lampiran 8 SPT Masa PPN Formulir 1107 ... 72

Lampiran 9 SPT Masa PPN Formulir 1107 A ... 73

Lampiran 10 SPT Masa PPN Formulir 1107 B ... 75

Lampiran 11 Bukti Penerimaan Surat dari Kantor Pajak ... 77

Lampiran 12 Bukti Penerimaan Negara dari BNI Cab. USU Medan ... 78

Lampiran 13 Surat Setoran Pajak (SSP) PPN ... 79

Lampiran 14 Surat Izin Research dari PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I Medan ... 80


(13)

ABSTRAK

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dipungut dan dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak. Pajak ini dipungut melalui Faktur Pajak. Selisih antara pajak masukan dan pajak keluaran merupakan pajak pertambahan nilai yang terutang dan harus disetor ke kas negara. Perhitungan pajak yang terutang yang harus dibayar oleh perusahaan harus disesuaikan dengan peraturan perpajakan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana menghitung Pajak Masukan dan Pajak Keluaran untuk mengetahui jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang kurang bayar atau lebih bayar serta bagaimana untuk melaporkan Pajak Pertambahan Nilai terhadap Pajak Masukan yang dapat dikreditkan maupun yang tidak dapat dikreditkan, khususnya dalam usaha jasa kepelabuhan.

Penelitian ini dilakukan pada PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I Medan yang beralamat di Jl. Krakatau Ujung No. 100 Medan 20141. Sumber data dalam penelitian ini diambil dari bagian perpajakan dan keuangan serta dokumen-dokumen lain yang berhubungan dengan penelitian. Teknik pengumpulan data melalui dokumentasi dan studi kepustakaan. Metode analisis data digunakan metode deskriptif dan kualitatif.

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat diperoleh kesimpulan bahwa PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I Medan telah melaksanakan kewajibannya dalam hal perhitungan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai selama satu tahun untuk tahun takwim 2009. Kesalahan yang terjadi pada tagihan yang dibuat PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I Medan, di mana Perusahaan kurang mengerti tagihan apa saja yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Seharusnya setiap biaya yang dikeluarkan di dalam melakukan penyerahan jasa harus ditagih Pajak Pertambahan Nilainya kecuali tagihan tersebut berasal dari pihak ketiga yang langsung atas nama pelanggan maka jumlah tersebut bukan merupakan dasar pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. Selain hal tersebut, keterlambatan perincian biaya yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai dari operasional di Belawan menyebabkan Pajak Masukan tidak dikreditkan pada masa pajak yang bersangkutan. PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I Medan juga tidak melaporkan Pajak Masukan yang dipungut dengan Faktur Pajak Sederhana.


(14)

ABSTRACT

Value Added tax is one that is collected and imposed on ceding of taxable goods and service. The tax is collected through tax invoice. The variance between incoming and outcoming tax is payable value added tax and paid to the state. The calculation of payable tax that must be paid by organization should comply with tax regulation.

This research has purpose to know how to calculate vat out and vat in to know the sum of vat that must pay or over paid and how to report vat in which can be credited and can be not credited in the sum of Value Added Tax, especially in effort of service port.

This research has done in PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I Medan on Krakatau Ujung road 100 Medan 20141. Data resource in this research has taken from the part of taxation and financing and the other documents related with this research. The technic of data collecting through documentation and literature. The methode of data analyzed is used descriptive and qualitative method.

According to the result of research can be taken the summary that PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I Medan has fulfill the obligation of counting and reporting vat for year on calendar 2009. The mistake has happen in the voice that has made by PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I Medan. This company has not understanded for the kind of invoice that must add the vat. Expenses has must been paid when it offered service so it has must been add the vat. except the invoicing came from the third side that claim directly the name of customer so the sum was not the base of vat. In beside the description on expenses has been late from the operational in Belawan, cause vat in cannot be credit for the related period of tax. PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I Medan has not report vat in that is picked with simple tax invoice too.


(15)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik material maupun spiritual. Untuk dapat merealisasi tujuan tersebut perlu banyak memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan. Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa atau negara dalam

pembiayaan pembangunan yaitu menggali sumber daya yang berasal dari dalam negeri berupa pajak. Untuk itu dibutuhkan peran serta masyarakat dalam bentuk kesadaran dan kepedulian untuk membayar pajak, salah satunya adalah Pajak Pertambahan Nilai.

Sesuai ketentuan perpajakan yang ada, sistem pemungutan pajak yang dianut di Indonesia adalah self assessment yaitu masyarakat mendaftarkan diri sebagai wajib pajak selanjutnya menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang. Oleh karena itu sangat penting bagi masyarakat untuk

mengetahui sistem pemungutan Pajak Pertambahan Nilai menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagai mana telah diubah terakhir dengan

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

Sistem pemungutan pajak yang bersifat self assessment berpengaruh pada sistem PPN yang dianut di Indonesia yaitu metode pengkreditan atau pembayaran.


(16)

Jadi Pajak Pertambahan Nilai yang harus dibayar atau yang lebih bayar dihitung sendiri dengan menggunakan mekanisme pengkreditan pajak masukan terhadap pajak keluaran. Pajak Masukan merupakan Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar Pengusaha Kena Pajak (PKP) karena perolehan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam daerah pabean dan atau pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean dan atau pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean. Sedangkan Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai yang terutang yang wajib dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak atau ekspor Barang Kena Pajak.

Pengkreditan/pembayaran Pajak Keluaran terhadap Pajak Masukan apabila Pajak keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan, maka yang terjadi adalah PPN tersebut kurang bayar. Jadi kurang bayar tersebut sebagai Wajib Pajak harus menyetorkannya ke Kas Negara. Sebaliknya apabila ternyata Pajak Masukan lebih besar daripada Pajak Keluaran, yang terjadi adalah PPN tersebut lebih bayar. Lebih bayar tersebut dapat dimintakan kembali dalam bentuk uang (restitusi) atau dapat dikompensasikan ke masa pajak berikutnya.

PT. ( Persero ) Pelabuhan Indonesia I Medan adalah suatu perusahaan yang berkembang pesat dari usaha-usaha BUMN. PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I Medan merupakan Pengusaha Kena Pajak Pajak Pertambahan Nilai dengan NPWP 01.061.009.5.051.000 dan mempunyai wilayah kerja meliputi tiga propinsi yaitu Aceh, Sumatera Utara dan Riau melalui Peraturan Pemerintah No. 56 Tahun


(17)

1991. Perusahaan ini telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sejak tanggal 29 Januari 2004.

Penjualan yang dilakukan oleh PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I Medan adalah penjualan tunai dan kredit. Penjualan tunai pembayarannya secara tunai pada saat barang diserahkan ke perusahaan pelayaran. Penjualan secara kredit yaitu memberikan kelonggaran atas pembayaran penggunaan jasa kepelabuhan yang dilakukan oleh perusahaan pelayaran. Namun kenyataannya sering sekali perusahaan pelayaran tidak membayar tepat waktu.

Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dilaksanakan berdasarkan sistem faktur, sehingga atas penyerahan barang dan atau penyerahan jasa wajib dibuat faktur pajak sebagai bukti transaksi penyerahan barang atau jasa. Hal ini merupakan ciri khas dari Pajak Pertambahan Nilai, karena faktur pajak merupakan bukti pungutan pajak yang bagi pengusaha yang dipungut pajak dapat dikreditkan dengan jumlah pajak yang terutang.

Permasalahan yang timbul dalam perhitungan PPN baik yang kurang bayar maupun yang lebih bayar adalah ketidaktahuan Wajib Pajak dalam menghitung dasar pengenaan pajak, ada beberapa tagihan yang seharusnya dikenakan PPN tetapi tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai nya, membandingkan antara Pajak Masukan yang merupakan kredit pajak dengan Pajak Keluaran yang merupakan hutang pajak, atau perhitungan tidak disesuaikan dengan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan permasalahan yang timbul dalam pelaporan adalah tidak semua penerimaan jasa yang dipungut Pajak Masukan yang bukti pungutannya berupa faktur pajak sederhana, tetapi langsung membiayakannya; dalam keterlambatan


(18)

dokoumen sebagai bukti dalam Pajak Masukan dan Pajak Keluaran sehingga pelaporan Pajak Masukan dan Pajak Keluaran tidak pasa masa pajak yang bersangkutan. Kemudian Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan tetap harus dilaporkan pada SPT Masa yang bersangkutan. Selanjutnya dalam pembuatan faktur pajak dapat dibuat pada akhir bulan setelah bulan penyerahan BKP/JKP. Pada saat penyerahan BKP/JKP, PPNnya belum terutang sehingga belum dicatat dan yang dilaporkan dalam SPT Masa hanya yang terhitung saja.

Berdasarkan uraian sebelumnya, peneliti tertarik untuk membuat suatu karya ilmiah yang berjudul “ Analisis Perhitungan dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Pada PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I Medan ”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, peneliti merumuskan masalah “ Apakah Perhitungan dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai pada PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I Medan telah sesuai dengan Undang-Undang No. 18 tahun 2000 tentang PPN dan PPnBM ”.

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian ini adalah untuk mengetahui secara lebih mendalam mengenai perhitungan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai pada PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I Medan.


(19)

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti

Untuk memperoleh pengetahuan tentang perhitungan Pajak Masukan dan Pajak Keluaran dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai dalam SPT Masa PPN.

2. Bagi Perusahaan

Memberikan masukan kepada perusahaan mengenai perhitungan Pajak Masukan dan Pajak Keluaran serta pelaporan Pajak Pertambahan Nilai dalam SPT Masa PPN sesuai dengan Undang-Undang Perpajakan.

3. Bagi Pihak Civitas Akademik

Sebagai bahan perbandingan untuk melakukan penelitian di waktu yang akan datang, adanya kerjasama civitas akademik dengan instansi pemerintah, dan mempromosikan sumber daya civitas akademik.

E. Kerangka Konseptual

Gambar 1. 1 PT. (Persero) Pelabuhan

Indonesia I Medan

Pajak Keluaran Pajak Masukan

UU No.18 Thn 2000 Perhitungan /

pelaporan

Penyerahan Jasa Kena pajak

Perolehan Jasa Kena Pajak


(20)

Keterangan gambar :

PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I Medan merupakan suatu perusahaan yang melakukan dua jenis kegiatan yaitu : menerima perolehan JKP dan Melakukan penyerahan JKP. Di mana perolehan JKP tersebut adalah Pajak Masukan sedangkan penyerahan JKP adalah Pajak Keluaran. PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I Medan sebagai Pengusaha Kena Pajak maka dalam melaksanakan kegiatannya tersebut diterbitkan faktur pajak baik Pajak Masukan maupun Pajak Keluaran. Perhitungan dan pelaporan baik Pajak Masukan maupun Pajak Keluaran dalam faktur pajak disesuaikan Undang Pajak Pertambahan Nilai yang berlaku yaitu : Undang-Undang No. 18 tahun 2000.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pajak Pertambahan Nilai 1. Defenisi Pajak

Pajak memiliki berbagai defenisi, yang pada hakekatnya mempunyai pengertian yang sama. Beberapa pengertian pajak yang dikemukakan oleh para ahli adalah sebagai berikut:

a. Menurut Andriani dalam Brotodiharjo, (1991:2) menyatakan : Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara menyelenggarakan pemerintahan.

b. Menurut Soemitro (1990:5) menyatakan : pajak adalah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjuk dan digunakan untuk membayar pengeluaran-pengeluaran umum.

Dari 2 (dua) pengertian pajak yang disebutkan diatas, dapat ditarik kesimpulan, terdapat 5 unsur dalam pengertian pajak:

a. pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang, b. sifatnya dapat dipaksakan,

c. tidak ada kontraprestasi (imbalan) yang langsung dapat dirasakan oleh pembayar pajak,

d. pemungutan pajak dilakukan oleh negara, baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah,


(22)

e. pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah baik pembangunan maupun rutin.

Dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2000 tentang pengertian perhitungan dan pelaporan pajak tidak terdapat defenisinya tetapi langsung mengenai perhitungan dan pelaporan terhadap pajak tertentu. Perhitungan pajak merupakan dasar bagi laporan akuntansi yang nantinya akan memberikan informasi yang diperlukan dalam rangka kewajiban penyelenggaraan pembukuan dalam melaksanakan peraturan perpajakan sedangkan pelaporan pajak merupakan kewajiban setiap Wajib Pajak kepada negara yang merupakan dasar untuk memungut pajak yang terutang.

2. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai

Dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai tidak terdapat defenisi mengenai Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak terdapat defenisi mengenai Pajak Pertambahan Nilai, sehingga setiap orang dapat secara bebas memberikan defenisi mengenai pajak tersebut.

Pajak Pertambahan Nilai menurut Sukardji (2000 : 22) adalah “pengenaan pajak atas pengeluaran untuk konsumsi baik yang dilakukan perseorangan maupun badan baik baik badan swasta maupun badan pemerintah dalam bentuk belanja barang atau jasa yang dibebankan pada anggaran belanja negara”. .Berdasarkan objek yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai adalah konsumsi barang dan jasa, maka Pajak Pertambahan Nilai secara bebas dapat diartikan pajak yang dikenakan atas pertambahan nilai suatu barang atau jasa. Secara matematis pertambahan nilai


(23)

atau nilai tambah suatu barang atau jasa dapat dihitung dari nilai/harga penjualan dikurangi nilai/harga pembelian, sehingga salah satu unsur pertambahan nilai atau nilai tambah suatu barang atau jasa adalah laba yang diharapkan.

3. Objek Pajak Pertambahan Nilai

Sesuai dengan Pasal 4, Pasal 16 C, dan 16 D Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai, PPN dikenakan atas:

a. Penyerahan barang kena pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha.

b. Impor barang kena pajak.

c. Penyerahan jasa kena pajak yang dilakukan oleh pengusaha. d. Pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah

pabean di dalam daerah pabean.

e. Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.

f. Ekspor barang kena pajak oleh pengusaha kena pajak.

g. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain yang batasan dan tatacaranya diatur dengan keputusan menteri keuangan.

h. Penyerahan aktiva oleh pengusaha kena pajak yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang pajak pertambahan nilai yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan.

4. Subjek Pajak Pertambahan Nilai a. Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan BKP / JKP yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang PPN dan PPnBM, tidak termasuk Pengusaha kecil. Pengusaha dikatakan sebagai PKP apabila melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP dengan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto melebihi Rp. 600.000.000,-


(24)

(enam ratus juta rupiah) dalam satu tahun, termasuk Pengusaha Kena Pajak antara lain:

1) pabrikan atau produsen, 2) importir,

3) pengusaha yang mempunyai hubungan istimewa dengan pabrikan atau importir,

4) agen utama dan penyalur utama pabrikan atau importir, 5) pemegang hak paten atau merek dagang barang kena pajak, 6) pedagang besar (distributor),

7) pengusaha yang melakukan hubungan penyerahan barang, 8) pedagang eceran (peritel).

b. Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

Pengusaha kecil adalah pengusaha yang melakukan penyerahan BKP / JKP dengan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp. 600.000.000,- (enam ratus juta rupiah) dalam satu tahun. Pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, selanjutnya wajib melaksanakan kewajiban sebagaimana halnya Pengusaha Kena Pajak.

c. Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan BKP /JKP.

d. Orang pribadi atau badan yang melakukan pembangunan rumahnya sendiri dengan persyaratan tertentu.


(25)

Orang pribadi atau badan yang melakukan pembangunan rumah sendiri harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1) luas bangunan lebih atau sama dengan 200 meter persegi,

2) bangunan diperuntukkan sebagai tempat tinggal atau tempat usaha, 3) bangunan bersifat permanen,

4) tidak dibangun dalam lingkungan real estat,

5) pembangunan dilakukan tidak dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan.

e. Pemungut pajak yang ditunjuk oleh pemerintah.

Pemungut pajak yang ditunjuk oleh pemerintah terdiri atas Kantor Perbendaharaan Negara, Bendaharawan Pemerintah Pusat dan Daerah, termasuk Bendaharawan Proyek.

5. Dasar Pengenaan Pajak

Menurut Mardiasmo (2002 : 215) untuk menghitung besarnya pajak yang terutang adalah “ adanya dasar pengenaan pajak (DPP)”. Pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan Dasar Pengenaan Pajak. Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual atau Penggantian atau Nilai Impor atau Nilai Ekspor atau Nilai Lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang. Selanjutnya yang dimaksud dengan Harga Jual, Penggantian, Nilai Ekspor, dan Nilai Impor adalah:


(26)

a. harga jual, ialah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan BKP/JKP, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-Undang PPN dan PPnBM dan potongan harga yang dicantum dalam faktur pajak.

b. penggantian, ialah nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan JKP, tidak termasuk pajak yang dipungut menurut undang-undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak.

c. nilai ekspor, ialah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau yang seharusnya diminta oleh eksportir. Nilai Ekspor dapat diketahui dari dokumen ekspor, misalnya harga yang tercantum dalam Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB).

d. nilai impor, ialah berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan pabean untuk Impor Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-Undang PPN dan PPnBM.

6. Tarif Pajak Pertambahan Nilai

a. Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10% (sepuluh persen).

Tarif Pajak Pertambahan Nilai yang berlaku atas penyerahan BKP/JKP adalah tarif tunggal, sehingga mudah dalam pelaksanaannya dan tidak memerlukan daftar penggolongan barang atau penggolongan jasa dengan


(27)

tarif yang berbeda sebagaimana berlaku pada Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

b. Tarif PPN atas Ekspor BKP sebesar 0% (nol persen).

Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi BKP/JKP di dalam daerah pabean. Oleh karena itu, barang/jasa kena pajak yang diekspor atau dikonsumsi di luar daerah pabean, dikenakan Pajak Pertambahan Nilai dengan tarif 0% (nol persen). Pengenaan tarif 0% (nol persen) bukan berarti pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. Dengan demikian, Pajak Masukan yang telah dibayar dari barang yang diekspor tetap dapat dikreditkan.

7. Saat Terutangnya Pajak Pertambahan Nilai

Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai pada dasarnya menganut prinsip akrual, artinya terutangnya pajak terjadi pada saat penyerahan BKP/JKP atau pada saat impor barang kena pajak, meskipun atas penyerahan tersebut belum atau belum sepenuhnya diterima pembayarannya. Apabila pembayaran diterima sebelum penyerahan barang kena pajak atau penyerahan jasa kena pajak, maka terutangnya pajak terjadi pada saat penerimaan pembayaran. Secara lebih rinci, terutangnya pajak sebagai berikut:

a. terutangnya pajak atas penyerahan BKP berwujud yang menurut sifat atau hukumnya merupakan barang bergerak terjadi pada saat barang kena pajak tersebut diserahkan secara langsung kepada pembeli atau pihak ketiga untuk dan atas nama pembeli, atau pada saat BKP diserahkan kepada juru kirim atau pengusaha jasa angkutan,


(28)

b. terutangnya pajak atas penyerahan BKP berwujud yang menurut sifat atau hukumnya merupakan barang tidak bergerak, terjadi pada saat penyerahan hak untuk menggunakan atau menguasai BKP tersebut, baik secara hukum atau secara nyata, kepada pihak pembeli,

c. terutangnya pajak atas penyerahan BKP tidak berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak, adalah pada saat yang terjadi lebih dahulu dari peristiwa-peristiwa dibawah ini:

1) saat harga penyerahan barang kena pajak tidak berwujud dinyatakan sebagai piutang oleh Pengusaha Kena Pajak,

2) saat harga penyerahan barang kena pajak tidak berwujud ditagih oleh Pengusaha Kena Pajak,

3) saat harga penyerahan barang kena pajak tidak berwujud diterima pembayarannya, baik sebagian atau seluruhnya oleh Pengusaha Kena Pajak,

4) saat ditandatanganinya kontrak atau perjanjian oleh Pengusaha Kena Pajak, dalam hal saat-saat sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf c tidak diketahui.

d. terutangnya pajak atas penyerahan JKP, terjadi pada saat mulai tersedianya fasilitas atau kemudahan untuk dipakai secara nyata, baik sebagian atau seluruhnya.

e. terutangnya pajak atas impor BKP, terjadi pada saat BKP tersebut dimasukkan ke dalam daerah pabean.


(29)

terutangnya pajak atas ekspor BKP, terjadi pada saat BKP tersebut dikeluarkan dari daerah pabean.

f. terutangnya pajak atas aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan dan atas persediaan BKP yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, terjadi pada:

1) saat ditandatanganinya akta pembubaran,

2) saat diketahuinya bahwa perusahaan tersebut nyata-nyata sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau sudah dibubarkan, berdasarkan hasil pemeriksaan,

3) saat diketahuinya bahwa perusahaan tersebut telah bubar berdasarkan data atau dokumen yang ada.

g. terutangnya pajak atas pemanfaatan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar daerah pabean adalah pada saat orang pribadi atau badan tersebut mulai memanfaatkan BKP tidak berwujud atau JKP di dalam daerah pabean. Saat dimulainya pemanfaatan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar daerah pabean oleh orng pribadi atau badan di dalam daerah pabean ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.

8. Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai

Mekanisme PPN menurut Muljono dan Tunggal ( 2001 : 14 ) sebagai berikut : a. setiap PKP menyerahkan BKP / JKP diwajibkan membuat faktur pajak untuk memungut pajak yang terutang. Pajak yang dipungut dinamakan Pajak Keluaran,


(30)

b. pada saat Pengusaha Kena Pajak tersebut di atas membeli BKP atau menerima JKP dari Pengusaha Kena Pajak lain, juga membayar pajak yang terutang, yang dinamakan Pajak Masukan,

c. pada akhir masa pajak, Pajak Masukan tersebut dikreditkan dengan Pajak Keluaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam hal jumlah Pajak Keluaran lebih besar daripada jumlah Pajak Masukan, maka kekurangannya dibayar ke Kas Negara selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya,

d. pada akhir masa pajak, setiap Pengusaha Kena Pajak diwajibkan untuk melaporkan pemungutan dan pembayaran pajak yang terutang kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak setempat selambat-lambatnya tanggal 20 setelah akhir masa pajak.

B. Jasa

1. Pengertian Jasa

Menurut Undang-Undang No. 18 Tahun 2000 (2000 : 16 ) pada Pasal 1 menyatakan bahwa jasa adalah “ setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atas kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan ”.


(31)

Jasa memiliki empat karakteristik utama yaitu :

a. intangibility ( tidak berwujud ), jasa bersifat tidak dapat dilihat, dirasa, dicium, didengar, atau diraba sebelum dibeli atau dikonsumsi,

b. inseparability ( tidak terpisahkan ), jasa umumnnya dijual terlebih dahulu, baru kemudian diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan, c. variability ( keanekaragaman), jasa bersifat variabel artinya karena

merupakan non-standardizet output, artinya banyak variasi bentuk, kualitas dan jenis, tergantung pada siapa, kapan dan dimana jasa tersebut dihasilkan,

d. perishability ( tidak tahan lama ) merupakan komoditas tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan untuk dijual atau dipakai kemudian.

2. Jasa Kena Pajak

Pengertian jasa kena pajak menurut Sukardji (2000 : 58) adalah “ setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atas kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan ”.

Menurut Undang-Undang No. 18 Tahun 2000 pada pasal 1 angka 5 bahwa semua jasa merupakan jasa kena pajak kecuali yang dinyatakan lain oleh Undang-Undang ini sendiri. Batasan tentang penyerahan JKP diatur oleh Undang-Undang-Undang-Undang No. 8 Tahun 1983 pasal 1 angka 7 sebagai berikut : penyerahan JKP adalah setiap kegiatan pemberian jasa kena pajak, termasuk pemakaian sendiri dan pemberian


(32)

cuma-cuma dan jasa kena pajak. Jadi dapat disimpulkan bahwa sama halnya dengan pemakaian sendiri atau pemberian cuma-cuma atas BKP, pemakaian sendiri atau pemberian cuma-cuma atas JKP juga dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.

3. Jasa Tidak Kena Pajak

Menurut Undang-Undang Pajak Tahun 2000 (2000 : 173), jenis-jenis jasa tidak kena pajak diatur dalam pasal 4A ayat 3 Undang-Undang No. 18 Tahun 2000 yaitu :

a. jasa di bidang pelayanan kesehatan medis, b. jasa di bidang pelayanan sosial,

c. jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko,

d. jasa di perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi, e. jasa di bidang keagamaan,

f. jasa di bidang pendidikan,

g. jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan, h. jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air, i. jasa di bidang tenaga kerja,

j. jasa di bidang perhotelan,

k. jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintah secara umum


(33)

Faktur pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan BKP /JKP atau bukti pungutan pajak karena impor barang kena pajak yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Pengusaha Kena Pajak wajib membuat faktur pajak untuk setiap penyerahan BKP / JKP yang dilakukan di dalam daerah pabean. Pembuatan faktur pajak bersifat wajib bagi setiap Pengusaha Kena Pajak, karena faktur pajak adalah bukti yang menjadi sarana pelaksanaan cara kerja (mekanisme) pengkreditan Pajak Pertambahan Nilai.

Faktur pajak hanya boleh dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak. Oleh karena itu, bagi orang pribadi dan badan yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dilarang membuat faktur pajak. Larangan membuat faktur pajak oleh bukan Penguasaha Kena Pajak dimaksudkan untuk melindungi pembeli dari pemungutan pajak yang tidak semestinya. Namun demikian, apabila faktur pajak telah dibuat oleh orang pribadi atau badan yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tersebut, jumlah pajak yang tercantum dalam faktur pajak harus disetorkan ke Kas Negara.

Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai dikenal adanya 3 (tiga) macam faktur pajak, yaitu Faktur Pajak Standar, Faktur Pajak Sederhana,dan Faktur Pajak Gabungan. Secara lebih jelas akan diuraikan sebagai berikut:


(34)

Faktur Pajak Standar adalah faktur pajak yang paling sedikit memuat keterangan tentang:

a. nama, alamat, nomor pokok wajib pajak yang menyerahkan barang kena pajak atau jasa kena pajak,

b. nama, alamat, nomor pokok wajib pajak pembeli barang kena pajak atau penerima jasa kena pajak,

c. jenis barang atau jasa, jumlah harga jual atau penggantian, dan potongan harga,

d. pajak pertambahan nilai yang dipungut,

e. pajak penjualan atas barang mewah yang dipungut, f. kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan faktur pajak,

g. nama, jabatan, dan tanda tangan yang berhak menandatangani faktur pajak.

Faktur Pajak standar harus dibuat paling lambat:

a. pada akhir bulan berikutnya setelah bulan terjadinya penyerahan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak dalam hal pembayaran diterima setelah akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak,

b. pada saat penerimaan pembayaran dalam hal pembayaran terjadi sebelum akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan barang kena pajak dan/atau penyerahan jasa kena pajak,


(35)

c. pada saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan barang kena pajak dan/atau sebelum penyerahan jasa kena pajak,

d. pada saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan,

e. pada saat pengusaha kena pajak rekanan menyampaikan tagihan kepada bendaharawan pemerintah sebagai pemungut pajak pertambahan nilai. Dalam mengisi Formulir Faktur Pajak Standar, hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut:

a. faktur pajak harus diisi dengan lengkap, jelas, dan benar, baik secara formal maupun materiil dan ditandatangani pejabat perusahaan yang ditunjuk oleh pengusaha kena pajak,

b. tidak diperkenankan terdapat coretan, kecuali yang diperkenankan yaitu dengan tanda asterisk (*) dan tidak boleh melakukan pembetulan dengan menggunakan tipeks,

c. kemungkinan jumlah barang kena pajak dan atau jasa kena pajak yang diserahkan tidak dapat tertampung dalam satu faktur pajak, maka dapat dilakukan dengan:

1) memecah-mecah menjadi lebih dari satu faktur pajak yang masing-masing diisi lengkap sesuai dengan ketentuan yang berlaku,

2) dibuat satu faktur pajak saja, asalkan menunjuk nomor dan tanggal faktur pembuatan yang bersangkutan dan faktur penjualan tersebut merupakan lampiran faktur pajak yang tidak terpisahkan.


(36)

d. faktur pajak yang salah dalam pengisiannya segera dibatalkan dan diganti. faktur pajak yang salah sebagai lampiran pada saat faktur pajak pengganti dibubuhi cap kode nomor seri, dan tanggal faktur pajak yang diganti, e. bila faktur pajak hilang, maka Pengusaha Kena Pajak yang berkepentingan

dapat meminta faktur pajak pengganti kepada KPP Penjual/ Pengusaha Jasa dengan tembusan Kepala KPP dalam wilayah PKP Penjual dan Pembeli dikukuhkan.

f. Wajib Pajak yang mengisi faktur pajak tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dapat berakibat faktur pajak menjadi cacat sehingga berakibat pajak masukannya tidak dapat dikreditkan.

2. Faktur Pajak Sederhana

Faktur Pajak Sederhana adalah Faktur Pajak yang digunakan sebagai tanda bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menampung kegiatan Penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dilakukan secara langsung kepada konsumen akhir. Oleh kerena itu, Pengusaha Kena Pajak (PKP) dapat membuat Faktur Sederhana, dalam hal Pengusaha Kena Pajak melakukan :

a. penyerahan barang kena pajak dan atau jasa kena pajak yang dilakukan langsung kepada konsumen akhir ; atau

b. penyerahan barang kena pajak dan atau jasa kena pajak kepada pembeli dan atau penerima jasa kena pajak yang tidak diketahui identitasnya secara lengkap.


(37)

Pembeli BKP atau penerima JKP yang tidak diketahui identitasnya secara lengkap misalnya Pembeli BKP / Penerima JKP yang tidak diketahui Nomor Pokok Wajib Pajaknya atau tidak diketahui nama dan atau alamat lengkapnya.

Faktur Pajak Sederhana tidak dapat digunakan oleh pembeli BKP atau Penerima JKP sebagai sarana untuk pengkreditan Pajak Masukan. Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan tanda bukti penyerahan atau tanda bukti pembayaran sebagai Faktur Sederhana. Faktur Pajak Sederhana paling sedikit harus memuat:

a. nama, alamat, dan nomor pokok wajib pajak yang menyerahkan barang kena pajak dan atau jasa kena pajak,

b. jenis dan kuantum barang kena pajak dan atau jasa kena pajak,

c. jumlah harga jual atau penggantian yang sudah termasuk PPN atau besarnya PPN dicantumkan secara terpisah,

d. tanggal pembuatan faktur pajak sederhana.

Sebagai tanda bukti penyerahan atau pembayaran atas penyerahan BKP/JKP sepanjang memenuhi persyaratan diatas (paling sedikit) diperlakukan sebagai Faktur Pajak Sederhana, yaitu

a. bon kontan, b. faktur penjualan, c. segi cash register, d. karcis,

e. kuitansi,


(38)

Faktur Pajak Sederhana yang tidak memenuhi syarat tersebut diatas (paling sedikit) merupakan faktur pajak yang tidak lengkap. Perlu diperhatikan bahwa Faktur pajak Standar yang diisi dengan tidak lengkap bukan merupakan Faktur Pajak Sederhana. Faktur Pajak Sederhana harus dibuat pada saat penyerahan BKP / JKP. Faktur Pajak Sederhana dibuat paling sedikit dalam rangkap 2 (dua), yaitu:

lembar ke-1 (asli), untuk pembeli BKP / penerima JKP.

lembar ke-2 untuk arsip Pengusaha Kena Pajak yang bersangkutan.

Suatu keadaan tertentu dimungkinkan untuk membuat Faktur Pajak Sederhana tidak dalam rangkap dua. Faktur Pajak Sederhana dianggap telah dibuat dalam rangkap dua (dua) atau lebih jika Faktur Pajak sederhana tersebut dibuat dalam 1 (satu) lembar yang terdiri dari 2 (dua) atau lebih bagian atau potongan yang disediakan atau disobek atau dipotong, seperti yang terjadi pada karcis. Faktur Pajak Sederhana tidak dapat digunakan oleh pembeli barang kena pajak atau penerima jasa kena pajak sebagai dasar untuk pengkreditan Pajak Masukan.

3. Faktur Pajak Gabungan

Faktur Pajak Gabungan menurut Ilyas (2007 : 121 ) adalah “ faktur pajak yang dibuat meliputi semua penyerahan BKP / JKP yang terjadi selama satu bulan takwim kepada pembeli BKP yang sama atau penerima JKP yang sama”.

Bentuk faktur pajak ini sama dengan Faktur Pajak Standar, hanya terdapat perbedaan dalam pengisiannya, yaitu Faktur Pajak Standar dibuat untuk tiap-tiap transaksi sedangkan Faktur Pajak Gabungan dibuat untuk transaksi selama 1 (satu)


(39)

bulan kepada pembeli barang kena pajak atau penerima jasa kena pajak yang sama. Pajak Masukan yang tercantum dalam Faktur Pajak gabungan juga dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran atau sebagai bukti pengkreditan karena sesuai Pasal 9 ayat 8 Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai hanya Faktur Pajak Sederhana yang tidak dapat dikreditkan.

4. Dokumen tertentu yang ditetapkan sebagai faktur pajak oleh Direktur Jenderal Pajak

Direktur Jenderal Pajak dapat menetukan dokumen-dokumen yang biasa digunakan dalam dunia usaha sebagai Faktur Pajak Standar. Ketentuan ini diperlukan karena:

a. Faktur penjualan yang digunakan oleh pengusaha telah dikenal oleh masyarakat luas dan memenuhi persyaratan administratif sebagai faktur pajak. Misalnya, kuitansi pembayaran telepon dan tiket pesawat udara. b. Untuk adanya bukti pungutan pajak harus ada faktur pajak, sedangkan

pihak yang seharusnya membuat faktur pajak, yaitu pihak yang menyerahkan barang kena pajak atau jasa kena pajak berada diluar daerah pabean. Misalnya dalam hal pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean, Maka Surat Setoran Pajak dapat ditetapkan sebagai faktur pajak.

Dokumen-dokumen tersebut dibawah ini sepanjang memenuhi persyaratan sebagaimana tersebut diatas diperlakukan sebagai Faktur Pajak Standar, yaitu:


(40)

a. pemberitahuan impor barang (PIB) yang dilampiri Surat Setoran Pajak (SSP) dan atau bukti pemungutan pajak oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk Impor barang kena pajak,

b. pemberitahuan ekspor barang (PEB) yang telah dibuat oleh pejabat yang berwenang dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan dilampiri dengan invoice yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan PEB tersebut,

c. surat perintah penyerahan barang (SPPB) yang dibuat atau dikeluarkan oleh BULOG atau DOLOG untuk penyaluran tepung terigu,

d. faktur nota bon penyerahan (FNBP) yang dibuat atau dikeluarkan oleh pertamina untuk menyerahkan BBM atau bukan BBM,

e. tanda pembayaran atau kuitansi untuk penyerahan jasa telekomunikasi,

f. tiket, tagihan surat muatan udara (Airway Bill), atau Delivery Bill, yang dibuat atau dikeluarkan untuk penyerahan jasa angkutan udara dalam negeri,

g. surat setoran pajak untuk pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atas pemanfaatan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar daerah Pabean,

h. nota penjualan jasa yang dibuat atau dikeluarkan untuk penyerahan jasa pelabuhan,

i. tanda pembayaran atau kuitansi listrik. 5. Nota Retur


(41)

Nota Retur adalah Nota yang dibuat oleh penerima barang kena pajak karena adanya pengembalian barang kena pajak yang dibeli/diterima. Dalam hal terjadi pengembalian barang kena pajak, maka pembeli harus membuat dan menyampaikan nota retur kepada Pengusaha Kena Pajak Penjual. Nota retur tersebut harus dibuat dalam masa pajak yang sama dengan masa pajak terjadinya pengembalian barang kena pajak. Namun atas pengembalian barang kena pajak yang kemudian diganti dengan barang kena pajak yang sama, baik dalam jumlah fisik, jenis, maupun harganya oleh Pengusaha Kena Pajak atau yang menghasilkan dan menyerahkan barang kena pajak tersebut, dapat tidak dibuat nota retur. Nota retur mengurangkan Pajak Keluaran bagi PKP penjual sedangkan bagi PKP pembeli mengurangkan Pajak Masukan. Nota retur sekurang-kurangnya harus mencantumkan:

a. nomor urut,

b. nomor dan tanggal faktur pajak dari barang kena pajak yang dikembalikan,

a. nama, alamat, dan NPWP pembeli,

b. nama, alamat, NPWP, serta tanggal pengukuhan Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan faktur Pajak,

c. macam, jenis, kuantum, dan harga jual barang kena pajak yang dikembalikan,

d. pajak pertambahan nilai atas BKP yang dikembalikan,

e. pajak Penjualan atas Barang Mewah atas barang kena pajak yang tergolong mewah yang dikembalikan,


(42)

f. tanggal pembuatan nota retur, g. tanda tangan pembeli.

D. Pajak Masukan dan Pajak Keluaran

Pajak Masukan Menurut Muljono ( 2008 : 61 ) adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak yang berkaitan dengan : perolehan BKP, penerimaan JKP, pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean, pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean, dan impor BKP. Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai yang terutang yang wajib dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan BKP, Penyerahan JKP, atau ekspor BKP. PPN Masukan dan PPN Keluaran dihitung dengan mempergunakan tarif sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 Undang-Undang No. 18 Tahun 2000 dari Dasar Pengenaan Pajak. Dasar Pengenaan Pajak PPN adalah : harga jual, nilai pergantian, nilai impor, atau nilai lain.

1. Pengkreditan Pajak Masukan

Menurut Suandy ( 2003 : 306 ) pengkreditan pajak masukan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

a. pajak masukan dalam suatu masa pajak dikreditkan dengan pajak keluaran untuk masa pajak yang sama,

b. dalam hal belum ada pajak keluaran dalam suatu masa pajak, maka pajak masukan tetap dapat dikreditkan,

c. apabila dalam suatu masa, PKP selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak,


(43)

sepanjang bagian penyerahan yang terutang pajak dapat diketahui dengan pasti dari pembukuannya, maka jumlah pajak keluaran yang dapat dikreditkan adalah pajak masukan yang berkenaan dengan penyerahan terutang pajak,

d. apabila dalam suatu pajak, PKP selain melakukan penyerahan terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sedangkan pajak masukan untuk penyerahan yang terutang pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, maka jumlah pajak masukan yang dapat dikreditkan untuk penyerahan yang terutang pajak dihitung dengan menggunakan pedoman yang diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan, e. besarnya pajak masukan yang dapat dikreditkan oleh pengusaha yang

dikenakan Pajak Penghasilan dengan menggunakan Norma Perhitungan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan dapat dihitung dengan menggunakan pedoman pengkreditan Pajak Masukan yang ditatapkan Menteri Keuangan,

f. pajak masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan pajak keluaran pada masa pajak yang sama, dapat dikreditkan pada masa pajak berikutnya, selambat-lambatntya 3 bulan setelah berakhirnya masa pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan.


(44)

Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai yang harus disetor dilakukan melalui mekanisme kredit. Mekanisme kredit berarti mengkreditkan atau mengurangkan pajak masukan terhadap pajak keluaran. Berikut penjelasannya :

2. Pajak Masukan dalam suatu masa pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk masa pajak yang sama.

3. Apabila dalam suatu masa pajak, Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan, maka selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai yang harus dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak.

Contoh:

Masa Pajak April 2008

Pajak keluaran = Rp. 5.000.000,-

Pajak Masukan = Rp. 3.000.000,- (-)

Pajak yang harus disetor = Rp. 2.000.000,-

4. Apabila dalam suatu masa pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran, maka selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dapat dimintakan kembali atau dikompensasikan ke masa pajak berikutnya.

Contoh:

Masa Pajak April 2008

Pajak keluaran = Rp. 2.000.000,-

Pajak Masukan yang dapat dikreditkan =

Pajak yang lebih dibayar = Rp. 2.500.000,- Rp. 4.500.000,- (-)


(45)

Masa Pajak Mei 2008

Pajak Keluaran = Rp. 3.000.000,-

Pajak Masukan yang dapat dikreditkan =

Pajak yang harus dibayar = Rp. 1.000.000,- Rp. 2.000.000,- (-) Pajak yang lebih dibayar dari Masa Pajak

Mei 2008 = Rp. 2.500.000,- (-)

Masa Pajak yang lebih dibayar Mei 2008 = Rp. 1.500.000,-

5. Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada masa pajak yang sama, dapat dikreditkan pada masa pajak berikutnya paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan.

Contoh :

Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tertanggal 7 Juli 2008 dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada masa Pajak Juli 2008 atau masa pajak berikutnya paling lambat masa Oktober 2008.

Persyaratan yang harus dipenuhi dalam rangka pengkreditan pajak masukan dibatasi sebagai berikut:

a. Formal, syarat ini terkait dengan beberapa hal berikut ini:

1) penggunaan, saat pembuatan dan pengisian faktur pajak standar sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan,


(46)

3) adanya syarat telah dikukuhkannya seorang pengusaha sebagai pengusaha kena pajak dalam rangka pengkreditan.

b. Material, syarat ini terkait dalam beberapa hal berikut ini:

1) pajak masukan atas barang atau jasa yang diperoleh berhubungan langsung dengan kegiatan usaha Pengusaha Kena Pajak ( produksi, distribusi, manajeman dan pemasaran),

2) pajak masukan atas barang atau jasa yang diperoleh berkaitan dengan penyerahan yang terutang PPN ataupun mendapatkan fasilitas terutang tidak dipungut,

3) syarat lainnya sebagaimana diatur dalam pasal 9 ayat (8) UU PPN.

E. Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) Surat Pemberitahuan Masa (SPT) menurut Waluyo (2006 : 293) adalah “surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan atau pembayaran pajak yang terutang dalam suatu masa pajak atau pada suatu saat ”. Dalam sistem Self Assessment, SPT Masa PPN berfungsi sebagai sarana bagi Pengusaha kena Pajak untuk mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang dan melaporkan tentang:

a. pengkreditan Pajak Masukan (PM) terhadap pajak Keluaran(PK),

b. pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan/atau melalui pihak lain dalam suatu Masa Pajak.


(47)

Setiap Pengusaha Kena Pajak wajib mengisi dan menyampaiakan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan benar, lengkap dan jelas serta menandatanganinya. Yang dimaksud dengan mengisi Surat Pemberitahuan adalah mengisi formulir Surat Pemberitahuan,, dalam bentuk kertas dan/atau dalam bentuk elektronik, dengan benar, lengkap, dan jelas sesuai dengan petunjuk pengisian yang diberikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Sementara itu, yang dimaksud dengan benar, lengkap, dan jelas dalam mengisi Surat Pemberitahuan adalah:

a. benar adalah benar dalam perhitungan, termasuk benar dalam penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dalam penulisan, dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya,

b. lengkap adalah memuat semua unsur-unsur yang berkaitan dengan objek pajak dan unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalam surat pemberitahuan,

c. jelas adalah melaporkan asal-usul atau sumber dari objek pajak dan unsur lain yang harus dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor 18 tahun 2000, UU Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah dengan UU Nomor 28 tahun 2007.

Aturan pelaksanaannya terakhir diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-146/PJ./2006 tentang bentuk, isi, dan Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-147/PJ./2006 tentang Bentuk, Isi,


(48)

dan Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai Bagi Pemungut PPN, maka dikenal 2 (dua) SPT Masa PPN, Yaitu :

a. SPT Masa PPN bentuk formulir 1107, yang wajib digunakan bagi semua PKP dan mulai berlaku sejak Masa Pajak Januari 2007.

b. SPT Masa PPN Bagi Pemungut PPN bentuk formulir 1107 PUT, yang wajib digunakan bagi pemungut PPN dan mulai berlaku sejak Masa Pajak Januari 2007.

Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai bentuk formulir 1107 terdiri atas:

c. Induk SPT – Formulir 1107 (F.1.2.32.01).

d. Lampiran 1 Daftar Pajak Keluaran dan PPnBM – Formulir 1107 A (D.1.2.32.02).

e. Lampiran 2 Daftar Pajak Masukan dan PPnBM – Formulir 1107 B (D.1.2.32.02).

F. Tata Cara Penyetoran, Pelaporan dan Penyampaian SPT Masa PPN 1. Batas Waktu Penyetoran

PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang dalam satu Masa Pajak , harus disetor paling lambat 15 (lima belas) hari setelah Masa Pajak berakhir. Dalam hal tanggal jatuh tempo penyetoran bertepatan dengan hari libur, maka penyetoran dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.


(49)

SPT Masa PPN harus disampaikan setiap bulan paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir. Dalam hal hari ke-20 adalah hari libur, maka SPT Masa PPN harus disampaikan pada hari kerja sebelum hari libur.

3. Penyampaian SPT Masa PPN

Surat Pemberitahuan Masa PPN dapat disampaiakn oleh Pengusaha Kena Pajak dengan cara:

a. Manual, yaitu:

1. disampaikan langsung ke KPP tempat PKP dikukuhkan atau KP4 (Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan) setempat; dan atas penyampaian SPT Masa PPN tersebut PKP akan menerima tanda bukti penerimaan,

2. disampaikan melalui Kantor Pos secara tercatat atau melaui perusahaan jasa ekspedisi atau melalui perusahaan jasa kurir, ke KPP tempat PKP dikukuhkan atau KP4 setempat. Tanda bukti serta tanggal pengiriman SPT dianggap sebagai tanda bukti dan tanggal penerimaan SPT, sepanjang SPT tersebut lengkap.

b. Elektronik yaitu melalui e-Filling, yang tata cara penyampaiannya sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-05/PJ./2005 tentang Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Secara Elektronik (e-Filling) Melalui Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi.


(50)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I Medan yang beralamat di Jalan Krakatau Ujung No. 100 Medan 20241, dan waktu penelitian di mulai bulan September 2009 sampai dengan selesai.

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian N

o

Jenis Kegiatan Bulan

Sep Okt Nov Des Jan

3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2

1. Pra Riset

2. Penyusunan Proposal 3 Persetujuan Pengajuan

Proposal

4 Persetujuan Pengajuan

Seminar Proposal

5 Seminar Proposal

6 Riset

7 Penyusunan Skripsi 8 Persetujuan Pengajuan

Meja Hijau

9 Meja Hijau

B. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:

a. Data primer yaitu data atau informasi yang belum diolah oleh perusahaan, diperoleh melalui wawancara.


(51)

b. Data Sekunder yaitu data yang sudah tersedia dari perusahaan secara langsung sehingga siap digunakan, seperti : data penyerahan jasa, data penerimaan jasa, data pajak masukan, sejarah ringkas perusahaan, nota pelayanan jasa pelabuhan, faktur pajak, SPT Masa PPN, dan data-data lain yang berhubungan dengan objek penelitian.

C. Teknik Pengumpulan Data

a. Wawancara, yaitu teknik pengumpulan data dengan mengadakan Tanya jawab secara langsung dengan responden, yaitu bagian pajak dan keuangan PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I Medan tentang menghitung Pajak Masukan dan Pajak Keluaran, kemudian Penyebab Pajak Masukan dan Pajak Keluaran dilaporkan tidak pada masa pajak yang bersangkutan. b. Dokumentasi, yaitu melalui pencatatan dan pengkopian atas data-data dari

PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I Medan dalam bentuk yang sudah jadi misalnya struktur organisasi, uraian jabatan, faktur pajak, teori-teori dan literatur-literatur yang berkaitan dengan objek penelitian.

D. Metode Analisis Data

a. Metode Deskriptif yaitu suatu metode yang dilakukan dengan mengumpulkan, mengklasifikasikan, menganalisis serta menginterprestasikan data sehingga memberikan keterangan yang lengkap bagi pemecahan permasalahan yang terjadi.


(52)

b. Metode Kualitatif, yaitu metode analisis data kualitatif, maka peneliti tidak menggunakan analisis statistik. Teknik tersebut terdiri dari :

1) menganalisa perhitungan Pajak Keluaran dan Pajak Masukan untuk menghasilkan besarnya PPN yang harus disetor ke negara berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 dengan cara :

a) dari data penjualan dan data pembelian dipisahkan transaksi mana yang dikenakan dan yang tidak dikenakan PPN,

b) setiap data yang dikenakan PPN maupun yang tidak dikenakan PPN dijumlahkan disebut Pajak Keluaran dan Pajak Masukan,

c) melakukan pengurangan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran dari data pembelian dan data penjualan yang telah dihitung oleh perusahaan,

d) jika ada selisih perhitungan yang dilakukan oleh perusahaan dan peneliti, maka peneliti akan menganalisa penyebab dari selisih tersebut apakah dari faktur pajak atau memang terjadi kesalahan dalam melakukan perhitungan.

2) menganalisa pelaporan yang dilakukan oleh perusahaan, pengisian SPT Masa PPN serta pelaporannya dengan cara :

a) menganalisa PPN yang ada di SPT dengan perhitungan yang telah dilakukan oleh perusahaan dengan cara yang sama,

b) menganalisa ketepatan waktu yang dilakuka perusahaan dalam menyetorkan dan melaporkan SPT ke Kantor Pelayanan Pajak.


(53)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Data Penelitian

1. Sejarah Singkat Perusahaan

PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I pada hakekatnya merupakan suatu usaha yang berkembang pesat dari usaha-usaha BUMN di lingkungan Departemen Perhubungan. PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I sebelumnya berstatus sebagai perusahaan umum (PERUM). BUMN ini didirikan berdasarkan peraturan pemerintah no. 56 tahun 1991 dengan akte notaris Imah Fatimah, SH. No. 1 tanggal 1 Desember 1992 yang telah diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia No. 87 tahun 1994 tanggal 1 November 1994.

Nama lengkap perusahaan ini adalah PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I, yang berkantor pusat di Jl. Krakatau Ujung No. 100, Medan 20241, Sumateta Utara, Indonesia. Untuk mendapatkan kedudukan hukum perusahaan yang berstatus PT. (Persero), perusahaan ini telah melewati perjalanan yang panjang sesuai dengan perkembangan lingkungan yang dihadapinya di mana pada zaman dahulu perusahaan ini berstatus sebagai Haven bedrijf.

Setelah kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1951 sampai dengan 1960 perusahaan ini berstatus sebagai jawatan pelabuhan. Untuk menyesuaikan dengan undang-undang tentang bentuk-bentuk badan usaha milik negara, sejak tahun 1960 sampai 1964 perusahaan ini berubah status menjadi perusahaan negara pelabuhan


(54)

disingkat dengan PN. Dari tahun 1964 sampai dengan 1969 perusahaan ini berganti nama dengan Pelabuhan Port Authority atau penguasaan pelabuhan.

Dalam periode 1969 sampai 1983 terjadi reorganisasi kelembagaan di pelabuhan yakni PN digabung dengan lembaga penguasa pelabuhan menjadi Badan Penguasa Pelabuhan yang disingkat B.P.P yang merupakan wadah perusahaan negara pelabuhan dalam likuidasi. Penata lembaga kepelabuhan di Indonesia berjalan terus sesuai dengan tuntutan zaman. Pada tahun 1983 ditetapkan perubahan bentuk hukum badan pengusahaan pelabuhan menjadi Perusahaan Umum Pelabuhan Indonesia I yang disingkat Perumpel I.

Untuk lebih memberikan keleluasaan dan kemandirian usaha berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 56 tahun 1991 Perumpel I memperoleh status sebagai persero, pemilikan saham sepenuhnya berada di tangan pemerintah, dalam hal ini diwakili Menteri Keuangan Republik Indonesia. Pembinaan teknis operasional berada di tangan Departemen Perhubungan Republik Indonesia dan dilaksanakan oleh Direktorat Perhubungan Laut.

2. Uraian Tugas dari Struktur Organisasi ( Lampiran 1 )

PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I merupakan BUMN dalam lingkungan Departemen Perhubungan dipimpin oleh Direktur Utama yang bertanggung jawab kepada Menteri Perhubungan. Dewan pengawasan melakukan pengawasan perusahaan termasuk pelaksanaan rencana kerja dan anggaran perusahaan sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.


(55)

Untuk kelancaran tugas, direktur utama dibantu oleh Direktorat Pemasaran dan Pengembangan Usaha (PPU), Direktorat Operasi, Direktorat Keuangan, Direktorat Personalia dan Umum (PUM), Satuan Pengawasan Intern, Corporate Secretary, dan Biro Hukum.

Struktur organisasi perusahaan mencerminkan distribusi tanggung jawab, otoritas dan akuntabilitas (pertanggungjawaban) seluruh pihak atau departemen dalam suatu organisasi. Berikut ini uraian tugas dan tanggung jawab dari struktur organisasi PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I Medan yaitu :

a. Direktur Utama

Tugas dari Direktur Utama ini sebagai berikut :

1) untuk dan atas nama Direksi serta mewakili perseroan menerima petunjuk-petunjuk dari dan bertanggung jawab kepada RUPS tentang kebijakan umum untuk menjalankan tugas pokok perusahaan dan tugas lain yang ditetapkan oleh RUPS,

2) melaksanakan tugas pokok perusahaan dan usaha lain,

3) mengendalikan pelaksanaan kebijakan Direksi yang dilakukan oleh para Direktur.

b. Direktur Pemasaran dan Pengembangan Usaha (PPU) Tugas dari Direktur PPU ini sebagai berikut :

1) membina dan menyelenggarakan bidang pemasaran, 2) penyusunan trafik produksi dan pendapatan (TPP),


(56)

4) peralatan sesuai dengan kebijakan pengusahaan yang telah ditetapkan oleh perusahaan.

c. Direktorat Operasi

Tugas dari Direktur Operasi yaitu membina dan menyelenggarakan kegiatan bidang operasi pelayanan jasa kepelabuhan, yang meliputi pelayanan kapal barang, bina usaha, teknologi informasi, manajemen risiko, dan jaminan mutu sesuai dengan kebijakan pengusahaan yang telah ditetapkan oleh perusahaan,

d. Direktorat Keuangan

Tugas dari Direktur Keuangan sebagai berikut :

1) membina dan menyelenggarakan kegiatan bidang akuntansi manajemen, perbendaharaan, akuntansi keuangan, serta

2) kemitraan dan bina lingkungan sesuai dengan kebijakan pengusahaan yang telah ditetapkan oleh perusahaan.

e. Direktorat Personalia dan Umum (PUM) Tugas dari Direktur PUM sebagai berikut :

1) menyelenggarakan perencanaan dan pengembangan organisasi dan sumber daya manusia,

2) memelihara hubungan ketenagakerjaan, administrasi dan kesejahteraan sumber daya manusia sesuai dengan kebijakan pengusahaan yang telah ditetapkan oleh perusahaan.


(57)

Tugas dari SPI sebagai berikut :

1) melakukan penilaian secara independen atas sistem pengendalian pengelolaan perusahaan dan penilaian atas pelaksanaan pengelolaan melalui pemeriksaan keuangan dan operasional pada kantor pusat, cabang-cabang pelabuhan, dan unit-unit di lingkungan perusahaan, serta

2) memberikan laporan dan saran-saran perbaikan kepada Direktur Utama dalam rangka pencapaian tujuan perusahaan yang efisien, efektif, dan ekonomis dalam rangka mendorong perwujudan good corporate governance.

g. Corporate Secretary

Tugas dari Corporate Secretary sebagai berikut : 1) menyiapkan pembinaan,

2) menyusun program kerja, dan

3) menyelenggarakan kegiatan kesekretariatan direksi, hubungan masyarakat, serta hubungan antar lembaga dan hubungan internasional.

h. Biro Hukum

Tugas dari Biro Hukum sebaga berikut : 1) menyiapkan pembinaan,

2) menyusun program kerja,

3) menyelenggarakan sosialisasi peraturan perusahaan/perundangan yang berlaku,

4) penelaahan peraturan perusahaan, 5) perlindungan kepentingan perusahaan,


(58)

6) penyimpanan dokumen, 7) pemberian bantuan, dan

8) pertimbangan hukum di dalam pengelolaan perusahaan. i. Biro Logistik

Tugas dari Biro Logistik sebagai berikut : menyelenggarakan penyusunan program kerja, penelaahan, sosialisasi serta pemantaun peraturan perusahaan.

3. Kegiatan Pokok Perusahaan

Kegiatan utama PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I adalah penyediaan jasa kepelabuhan. Dalam melaksanakan kegiatan usahanya, perusahaan mempunyai beberapa/landasan pengelolaan perusahaan, antara lain :

a. bisnis inti (Core Business) perusahaan adalah menyediakan pengusahaan jasa kepelabuhan,

b. tujuan yang hendak dicapai adalah memuaskan pelanggan dan mendorong pertumbuhan ekonomi,

c. kepuasan pelanggan dicapai melalui penyediaan produk yang berkualitas, d. produk berkualitas dicapai melalui pemberdayaan sumber daya manusia dan

kehandalan alat produksi.

Adapun kegiatan usaha utama yang dijalankan perusahaan ini adalah : a. pelayanan kolam-kolam pelabuhan dan perairan untuk lalu lintas dan

tempat-tempat berlabuhnya kapal,

b. pelayanan pemanduan (pilotage) dan penundaan kapal, c. pelayanan dermaga dan fasilitas lain untuk bertambat,


(59)

d. pelayanan jasa bongkar muat, peti kemas, curah cair, curah kering (general cargo), dan kendaraan,

e. pelayanan jasa terminal,

f. pelayanan gudang dan lapangan penumpukan barang-barang, g. pelayanan tanah untuk berbagai bangunan dan lapangan,

h. pelayanan listrik, air minum, bahan bakar minyak dan pembuangan sampah, i. pelayanan kegiatan konsolidasi dan distribusi barang termasuk hewan,

j. penyediaan dan pengelolaan jasa konsultansi, pendidikan dan pelatihan yang berkaitan dengan kepelabuhan,

k. pengusahaan dan penyelenggaraan depo peti kemas dan perbaikan, cleaning, fumigasi, serta logistik.

Penjualan yang dilakukan PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I Medan terbagi atas 2 (dua) jenis yaitu:

1. Penjualan Tunai

Penjualan tunai adalah penjualan yang pembayarannya dengan tunai pada saat barang diserahkan kepada pelanggan.

2. Penjualan Kredit

Penjualan kredit dibagi atas yaitu : a. Penjualan kredit dari satu minggu.

Adalah penjualan yang tanggal jatuh tempo pembayaran 7 hari dari tanggal terima barang.


(60)

Penjualan dengan tanggal jatuh tempo pembayaran maksimal 30 hari dari tanggal terima barang.

Barang atau jasa kena pajak diserahkan kepada perusahaan-perusahaan penerima BKP/JKP yaitu :

a. PT. Maersk Indonesia. b. PT. Korindo Abadi.

c. PT. Pelayaran Putra Samudera. d. PT. Sinar Era Asia.

e. PT. Pelayaran Nasional Indonesia. f. PT. Djakarta Lloyd.

g. PT. Samudera Indonesia, Tbk. h. PT. Gesury Lloyd.

i. PT. Andhika Line.

j. PT. Multimas Nabati Asahan.

Barang atau jasa kena pajak diserahkan oleh perusahaan-perusahaan penjual BKP/JKP yaitu :

a. CV. Magna Sumatera. b. PT. Arung Global Areamas. c. CV. Aldi Pratama Jaya. d. PT. Energi Cakrawala Buana. e. PT. Indoterminal Belawan Perkasa. f. PT. Antar Mitra Sembada.


(61)

h. PT. (Persero) Pengerukan Indonesia.

B. Analisis Hasil Penelitian

1. Permasalahan yang Dihadapi PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I Medan dalam Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai

PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I Medan merupakan Pengusaha Kena Pajak Pajak Pertambahan Nilai dengan NPWP 01.061.009.5.051.000 dan mempunyai wilayah kerja meliputi tiga propinsi yaitu Aceh, Sumatera Utara dan Riau melalui Peraturan Pemerintah No. 56 Tahun 1991. Perusahaan ini telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sejak tanggal 29 Januari 2004.

a. Objek yang Dikenakan PPN

Objek-objek yang dikenakan PPN pada Perusahaan yaitu ; 1) pelayanan pandu, tunda, labuh, dan tambat (Luar Negeri), 2) pelayanan air kapal,

3) pelayanan jasa dermaga dan jasa pipanisasi, 4) persewaan tanah, bangunan, air, dan listirk, 5) pelayanan terminal peti kemas,

6) pelayanan bongkar muat, 7) pelayanan pengusahaan alat,

8) rupa-rupa usaha seperti pas, bengkel dan lain-lain. b. Objek yang Tidak Dikenakan PPN

Objek-objek yang dikenakan PPN pada Perusahaan yaitu ;


(62)

2) pelayanan pandu, tunda, labuh dan tambat (dalam negeri), 3) pelayanan rumah sakit,

4) pelayanan khusus (pertamina). c. Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPN

Dasar Pengenaan Pajak pada PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I Medan adalah berdasarkan harga jual jasa tanpa dikurangi potongan harga. Harga jual yang menjadi dasar pengenaan pajak adalah harga pokok barang ditambah biaya-biaya yang berkaitan dengan proses penyerahan barang/jasa kena pajak.

PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I merupakan perusahaan yang bergerak di bidang jasa kepelabuhan. Perusahaan sering melakukan pembayaran terlebih dahulu terhadap jasa-jasa yang berkaiatan dengan pekerjaannya. Pembayaran tersebut meliputi biaya bongkar muat, jasa terminal, gudang dan lapangan penumpukan barang-barang, peti kemas, biaya fumigasi, di mana semua pembayaran tersebut ada yang dipungut PPN dan ada yang tidak dipungut PPN. Tagihan-tagihan tersebut ada yang menggunakan nama PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I dan ada yang langsung menggunakan nama customer sehingga ketika pihak PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I menagih kembali kepada customer, tagihan tersebut ada yang dikenakan dan ada yang tidak PPN.

Dari hasil penelitian, peneliti memperhatikan bahwa setiap tagihan kepada customer DPP PPNnya berbeda, tergantung perjanjian dengan customer. Misalnya PT. A menginginkan tagihan terhadap biaya bongkar muat tidak dikenakan PPN, tetapi PT. B menginginkan dikenakan PPN. Menurut Undang-Undang Nomor 8


(63)

Tahun 1983 yang telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000, antara lain mengatur :

a. pasal 1 angka 19 bahwa penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan JKP dan potongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak karena penyerahan JKP, tidak termasuk pajak yang dipungut menurut Undang-Undang PPN dan PPnBM,

b. pasal 4 huruf c bahwa PPN dikenakan atas penyerahan JKP di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha.

Berdasarkan ketentuan pada butir a terlihat bahwa setiap biaya yang dikeluarkan dalam rangka penyerahan JKP harus ditagih PPN nya. Penagihan tersebut dikenakan PPN dengan Dasar Pengenaan Pajak sebesar penggantian yang diminta atau seharusnya diminta, apabila di dalam penggantian tersebut terdapat suatu jumlah yang ditagih oleh PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I yang berasal dari pihak ketiga yang dokumennya langsung atas nama pelanggan atau penerima jasa maka jumlah tersebut bukan merupakan penggantian yang menjadi Dasar Pengenaan Pajak karena dianggap sebagai reimbursement ( nilai yang ditagihkan pada penerima jasa ). Nilai yang ditagih kepada customer itu jika lebih besar daripada tagihan pihak ketiga kepada pihak kedua, maka selisih tersebut termasuk ke dalam Dasar Pengenaan Pajak. Jadi jelas bahwa terdapat kesalahan penagihan yang dilakukan oleh PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I kepada customer, terdapat beberapa tagihan yang seharusnya ditagih PPN nya tetapi tidak ditagih dan ada beberapa tagihan yang seharusnya tidak dikenakan PPN.


(64)

2. Permasalahan yang Dihadapi PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I Medan dalam Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai

Permasalahan lain yang dihadapi perusahaan adalah membandingkan antara Pajak Masukan yang merupakan kredit pajak dengan Pajak Keluaran yang merupakan hutang pajak. PT.(Persero) Pelabuhan Indonesia I pada umumnya Pajak Masukan berupa Nota Pelayanan Jasa Pelabuhan dari perusahaan penjual BKP / JKP. Nota pelayanan dibayarkan oleh pegawai operasional ekspor dan impor Belawan, tetapi perincian biaya yang merupakan Pajak Masukan tersebut tidak langsung dikirimkan ke Kantor Pusat di Medan, tetapi menunggu barang selesai dikirim dan sampai ke gudang customer. Keterlambatan pengiriman perincian ke Kantor Pusat di Medan juga disebabkan bagian operasional menunggu mengirimkan perincian bersama-sama dengan perincian customer yang lainnya. Jadi mengakibatkan keterlambatan bukti Pajak Masukan sampai di Kantor Pusat sehingga terjadi pelaporan Pajak Masukan tidak pada masa pajak yang bersangkutan.

Keterlambatan dokumen sebagai bukti pembayaran yang merupakan Pajak Keluaran dari Operasional Belawan, Surat Perintah kerja, Surat Jalan, Berita Acara Pengiriman Barang yang terlambat datang dari perusahaan penerima JKP. Hal ini menyebabkan tagihan baru dapat dibuat kepada customer satu bulan ataupun lebih dari saat penyerahan jasa. Hal ini dapat berlangsung melebihi batas waktu yang ditetapkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang PPN dan PPnBM yaitu 30 hari setelah tanggal penyerahan jasa kena pajak. Keterlambatan tersebut


(1)

Dari perhitungan sebelumnya, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : Tabel 4.4

Daftar PPN Kurang Bayar / Lebih Bayar

No Bulan Pajak Keluaran Pajak Masukan

PPN Kurang Bayar/ Lebih

Bayar 1 Januari Rp

6,237,190,477 Rp

755,822,275 Rp

5,481,368,202 2 Pebruari Rp

5,384,393,725 Rp

880,991,203 Rp

4,503,402,522 3 Maret Rp

6,669,097,675 Rp

1,148,756,094 Rp

5,520,341,581 4 April Rp

6,874,834,955 Rp

1,594,351,402 Rp

5,280,483,553

5 Mei Rp

6,995,627,726 Rp

1,109,555,924 Rp

5,886,071,802 6 Juni Rp

7,186,629,003 Rp

2,253,024,600 Rp

4,933,604,403 7 Juli Rp

3,004,662,117 Rp

3,795,204,243 Rp ( 790,542,126 ) 8 Agustus Rp

7,188,521,969 Rp

1,910,937,630 Rp

5,277,584,339 9 September Rp

6,866,213,540 Rp

2,094,221,730 Rp

4,771,991,810 10 Oktober Rp

8,400,275,885 Rp

2,198,413,002 Rp

6,201,862,883 11 November Rp

6,871,649,230 Rp

1,568,590,927 Rp

5,303,058,303 Total Rp

71,679,096,302 Rp

19,309,869,030 Rp

52,369,227,272 Pada bulan Agustus seharusnya kurang bayar Rp. 5.277.584.331,- tetapi karena PPN lebih bayar pada bulan Juli 2009 dikompensasikan untuk Agustus 2009, maka PPN bulan Agustus 2009 kurang bayar sebesar Rp. 4.387.042.213,-.


(2)

5. Mekanisme Kredit Pajak serta Pelaporan SPT Masa PPN

Mekanisme pengkreditan yang dilakukan PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I Medan dilakukan pada setiap akhir bulan dengan membandingkan pajak masukan yang diperoleh melalui bukti faktur pajak standar dengan pajak keluaran yang sudah dipungut dengan bukti faktur pajak standar. Kemudian dihitung apakah terjadi lebih bayar atau kurang bayar, yang kemudian akan dilaporkan dalam SPT Masa PPN.

SPT Masa PPN terdiri dari:

1. Induk SPT- Formulir 1107 ( F.1.1.32.01).

2. Lampiran 1 Daftar Pajak Keluaran dan PPnBM- Formulir 1107 A (D.1.2.32.02).

3. Lampiran 2 Daftar Pajak Masukan dan PPnBM- Formulir 1107 B (D.1.2.32.02).

Contoh: Pada Bulan Januari 2008 ( lampiran 8 ) diketahui Pajak Keluaran PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I Medan adalah sebesar Rp. 6.060.083.539,- dan Pajak Masukannya adalah sebesar Rp. 1.896.298.098,- maka perhitungannya adalah sebagai berikut:

Pajak Keluaran Rp. 6.060.083.539 ,- Pajak Masukan Rp.

PPN kurang bayar Rp. 4.163.785.441,- 1.896.298.098,-


(3)

Dari perhitungan diatas diketahui PPN Masukan lebih kecil dari pada PPN keluarannya yang berarti ada kekurangan setoran. PPN yang kurang dibayar akan dibayar dengan masa pajak berikutnya

Dalam hal pelaporan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai, PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I Medan telah melaporkan tepat waktu yaitu setiap tanggal 20 setiap bulannya.


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan data-data yang telah diperoleh serta hasil yang telah dipaparkan, peneliti mengambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Setiap biaya yang dikeluarkan dalam melakukan penyerahan jasa harus ditagih Pajak Pertambahan Nilainya kecuali tagihan tersebut berasal dari pihak ketiga yang dokumennya langsung atas nama pelanggan maka jumlah tersebut bukan merupakan penggantian yang menjadi dasar pengenaan pajak karena dianggap sebagai reimbursement ( nilai yang ditagihkan pada penerima jasa ). Nilai yang ditagih kepada customer jika lebih besar daripada tagihan pihak ketiga kepada pihak kedua, maka selisih tersebut termasuk ke dalam dasar pengenaan pajak.

2. Perincian biaya yang dipungut PPN yang merupakan Pajak Masukan bagi PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I terlambat datang dari operasional Belawan sehingga terlambat dalam pelaporan Pajak Masukan mengakibatkan Pajak Masukan tidak dikreditkan pada masa pajak yang bersangkutan.

3. PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I terlambat membuat tagihan yang dipungut PPN kepada customer yang menyebabkan Pajak Keluaran dilaporkan melebihi batas waktu yang ditetapkan yaitu 30 hari setelah


(5)

4. PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I tidak melaporkan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan pada SPT Masa yang bersangkutan, tetapi langsung dibiayakan.

B. Saran

Berdasarkan hasil kesimpulan dan kajian pustaka, maka peneliti memberikan saran sebagai berikut:

1. PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I hendaknya dapat lebih tegas lagi kepada customer dan menagih semua biaya yang dikeluarkan dalam rangka melakukan penyerahan jasa dengan dipungut PPN kecuali tagihan tersebut langsung atas nama customer.

2. Bagian operasional Belawan diharapkan lebih cepat lagi mengirimkan perincian semua biaya yang dikeluarkan agar Pajak Masukan dapat dikreditkan sesuai pada masa pajak yang bersangkutan.

3. Bagian tagihan lebih cepat lagi membuat tagihan kepada customer sehingga Pajak Keluaran tidak dilaporkan melebihi batas waktu yang ditetapkan oleh Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang PPN dan PPnBM yaitu 30 hari sejak penyerahan jasa kena pajak.

4. PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I sebaiknya melaporkan semua Pajak Masukannya baik yang dapat dikreditkan maupun yang tidak dapat dikreditkan sehingga tidak terjadi lagi permasalahan pelaporan di tahun mendatang.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Brotodihardjo, R,Santoso, 1991. Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Edisi Ketiga, PT Eresco, Bandung.

Ilyas, Wirawan B. dan Rudi Suhartono, Panduan Komprehensif dan Praktis Pajak Pertambahan Nilai dan Penjualan barang Mewah, 2007. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI, Jakarta.

Mardiasmo, 2002. Perpajakan, Edisi Revisi, Penerbit Andi Yogyakarta, Yogyakarta.

Muljono, Djoko, 2008. Pajak Pertambahan Nilai, Lengkap dengan Undang-Undang, Penerbit Andi Yogyakarta, Yogyakarta.

, Eugenia L. dan Tunggal, Hadi S., 2001. Pokok-Pokok Pajak Pertambahan Nilai di Indonesia dalam Tanya Jawab, Harvarindo, Jakarta. S.R., Soermarso, 2007 Perpajakan Pendekatan Komprehensif, Salemba Empat,

Jakarta.

Suandy, Erly, 2003. Perencanaan Pajak, Edisi Revisi, Salemba Empat, Jakarta. Sukardji, Untung, Pajak Pertambahan Nilai, 2000. PT. Raja Grafindo Persada,

Jakarta.

Soemitro, Rochmat, 1990. Pengantar Singkat Hukum Pajak, PT Eresco, Bandung. Waluyo, Perpajakan Indonesia, 2006. Buku 2, Edisi 6, Salemba Empat, Jakarta. Keputusan Direksi PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I Nomor PR 02/2/11/P/2007;

Tentang Organisasi dan Tata Kerja Pada Kantor Pusat PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I.

Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER- 146/PJ/2006; Tentang Bentuk, Isi, dan Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN).

Republik Indonesia,Undang-Undang Pajak tahun 2000, 2001. Edisi Lengkap, Salemba Empat, Jakarta.