1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pesatnya perkembangan dan kemajuan teknologi informasi, yang merupakan salah satu perubahan kegiatan kehidupan manusia dalam berbagai
bidang secara langsung telah memengaruhi lahirnya bentuk-bentuk perbuatan hukum baru. Penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi harus terus
dikembangkan untuk menjaga, memelihara, dan memperkukuh persatuan dan kesatuan nasional berdasarkan peraturan perundang-undangan demi kepentingan
nasional.
2
Melalui internet pertukaran informasi dapat dilakukan secara cepat dan mudah sehingga memudahkan seseorang untuk melakukan berbagai jenis tindak
pidana yang berbasiskan teknologi informasi cybercrime seperti, tindak pidana pencemaran nama baik, pornografi perjudian, pembobolan rekening, dan
sebagainya. Pencemaran nama baik di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana
selanjutnya disebut KUHP diistilahkan sebagai penghinaan atau penistaan dengan cara menuduh seseorang melakukan suatu perbuatan tanpa adanya bukti
yang akurat melalui internet. Delik pencemaran nama baik bersifat subjektif, dimana penilaian terhadap pencemaran nama baik tergantung pada pihak yang
diserang nama baiknya. Pencemaran nama baik hanya dapat diproses oleh polisi apabila ada pengaduan dari pihak yang merasa dicemarkan nama baiknya.
Pencemaran nama baik melalui media elektronik diatur dalam UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik selanjutnya disebut UU ITE
Pasal 27 ayat 3 yang menyebutkan: “setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan
danatau mentransmisikan danatau membuat dapat diaksesnya informasi Elektronik danatau Dokumen Elektronik yang
memiliki muatan penghinaan danatau penc
emaran nama baik”.
2
Budi Suharianto, 2013,Tindak Pidana Teknologi Informasi cybercrime: Urgensi Pengaturan dan Celah Hukumnya, RajawaliPers, Jakarta, hlm 40.
Pasal 27 ayat 3 UU ITE memberikan perlindungan atas hak-hak individu maupun institusi, dimana penggunaan setiap informasi melalui media yang
menyangkut data pribadi seseorang atau institusi harus dilakukan atas persetujuan oranginstitusi yang bersangkutan.
Hakim dalam mengadili suatu perkara tindak pidana harus didasarkan pada surat dakwaan jaksa penuntut umum yang dilimpahkan ke pengadilan. Di dalam
Surat dakwaan jaksa penuntut umum terdapat pasal-pasal yang didakwakan kepada terdakwa yang harus dibuktikan oleh hakim dalam proses pemeriksaan
persidangan. Proses pemeriksaan persidangan bertujuan untuk membuktikan unsur-unsur pasal yang didakwakan oleh jaksa penuntut umum, dan memeriksa
alat bukti berupa keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa serta barang bukti yang dihadirkan dalam persidangan, dan
proses pemeriksaan tersebut diperoleh fakta persidangan yang selanjutnya digunakan hakim dalam membuat suatu pertimbangan guna memutuskan suatu
perkara tindak pidana. Salah satu perkara tindak pidana penghinaan yang diadili oleh hakim dalam
kasus Putusan Pengadilan Negeri Gorontalo No. 199 Pid.B2013PN.Gtlo adalah pencemaran nama baik. Alat bukti dan barang bukti yang digunakan dalam proses
pembuktian atas perbuatan terdakwa melakukan tindak pidana pencemaran nama baik yang memanfaatkan media teknologi informasi internet. Melakukan tindak
pidana pencemaran nama baik, terdakwa Risman Taha selanjutnya disebut dengan RT, Tempat lahir: Gorontalo, Umur tanggal lahir: 37 tahun 26 Juli
1975, Jenis kelamin: Laki-laki, Tempat tinggal: Kel. Huangobotu, kec. Dungigi, Kota Gorontalo, Agama: Islam, pekerjaan sebagai anggota DPRD Gorontalo
memberitahukan hasil dugaan penyimpangan dana lebih dari Rp. 9 miliar pada tahun anggaran 2010 oleh Pemkot Gorontalo melalui akun jejaring sosial
facebook. Salah satu saksi selaku Kepala Kesbangpol Kota Gorontalo dan juga teman facebook dari terdakwa, melihat adanya tuduhan tersebut dan menyerahkan
2 dua lembar fotocopy akun facebook milik terdakwa dan melaporkannya ke Polres Gorontalo Kota, dengan alasan bahwa terdakwa selaku anggota DPRD
Gorontalo tidak punya hakijin untuk melakukan perbuatan pencemaran nama
baik.
3
Badan Pemeriksaan Keuangan Republik Indonesia BPK RI telah melakukan pemeriksaan terhadap penggunaan dana Pemkot Gorontalo dan hasil
pemeriksaan sudah diberikan kepada saksi selaku Walikota Gorontalo dengan tembusan kepada ketua DPRD Gorontalo bahwa tidak ditemukan adanya
penyimpangan dana, sehingga tuduhan terdakwa tidak benar dan mencemarkan nama baik Pemkot Gorontalo.
4
Dasar penahanan terdakwa diduga karena melanggar Pasal 207 KUHP dan Pasal 27 ayat 3 jo Pasal 45 ayat 1 UU ITE, dengan ancaman hukuman 6
enam tahun penjara dan denda Rp. 1 Miliar. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Gorontalo memutus bebas terdakwa dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum oleh
karena terdapat unsur dalam dakwaan kedua yang tidak terpenuhi.
5
Penyelesaian kasus Putusan No. 199Pid.B2013PN.Gtlo, dimana putusan hakim tidak sesuai
dengan fakta di persidangan dan UU ITE, maka penulis ingin mengkaji unsur- unsur pencemaran nama baik dan dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan
putusan bebas terhadap terdakwa sesuai dengan alat bukti dalam Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana selanjutnya disebut KUHAP.
Dalam Putusan No. 199Pid.B2013PN.Gtlo, agar dapat dipidananya si pelaku, tindak pidana yang dilakukan itu harus memenuhi unsur-unsur
pencemaran nama baik menurut UU ITE serta yang terdapat dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum. Seseorang akan diminta pertanggungjawaban atas
tindakan-tindakannya apabila tindakan tersebut melawan hukum serta tidak ada alasan pembenar atau peniadaan sifat melawan hukum untuk pidana yang
dilakukannya sesuai dengan fakta di persidangan. Unsur-unsur tindak pidana pencemaran nama baik menurut UU ITE yang terdapat dalam surat dakwaan Jaksa
Penuntut Umum tidak sesuai dengan fakta di persidangan. Majelis hakim dalam Putusan No. 199 Pid.B2013PN.Gtlo tidak melihat secara cermat dan teliti unsur
ketiga dalam tindak pidana pencemaran nama baik, yaitu unsur yang memiliki muatan penghinaan danatau pencemaran nama baik, serta dalam surat dakwaan
Jaksa Penuntut Umum, bahwa penafsiran atas Pasal 27 ayat 3 UU ITE tidak
3
Lampiran Putusan Pengadilan Negeri Gorontalo Nomor: 199Pid.B2013Pn.Gtlo, hlm 7.
4
Ibid, hlm 8.
5
Ibid, hlm 68.
dapat dipisahkan dari norma hukum pokok dalam Pasal 310 dan 311 KUHP. Terkait perbuatan pelaku maka oleh Jaksa Penuntut Umum didakwa dengan
dakwaan berbentuk alternatif, yaitu: Dakwaan pertama: Pasal 27 ayat 3 jo Pasal 45 ayat 1 UU ITE, atau Dakwaan kedua: Pasal 207 KUHP.
Pada perkembangannya, alat bukti sebagaimana diatur dalam KUHAP kurang dapat mengakomodir perkembangan teknologi informasi, sehingga
menimbulkan permasalahan baru. UU ITE adalah wujud dari tanggungjawab yang harus diemban oleh negara, untuk memberikan perlindungan maksimal kepada
seluruh aktivitas pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi di dalam negeri agar terlindung dengan baik dari potensi kejahatan dan penyalahgunaan
teknologi. Kasus tindak pidana pencemaran nama baik yang berhasil diungkap oleh
walikota dan melaporkannya ke polres sampai dengan ditindaklanjuti dan diadili oleh hakim yaitu kasus tindak pidana pencemaran nama baik di Pengadilan Negeri
Gorontalo dalam Putusan No. 199Pid.B2013Pn.Gtlo. Kejelasan dalam proses pembuktian alat bukti menurut KUHAP dalam proses persidangan kasus tindak
pidana pencemaran nama baik tersebut haruslah dicermati secara seksama oleh majelis hakim, sehingga dapat menjadi langkah dalam memberantas tindak pidana
pencemaran nama baik dan memberikan efek jera terhadap para pelaku. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk
menganalisis secara yuridis mengenai informasi elektronik dalam tindak pidana pencemaran nama baik menurut UU ITE dan perbuatan terdakwa dapat
dipertanggungjawabkan berdasarkan Pasal 207 dan 310 KUHP dan Pasal 27 ayat 3 jo Pasal 45 ayat 1 UU ITE dalam suatu karya ilmiah berbentuk skripsi
dengan judul
“Analisis Yuridis Putusan Bebas Dalam Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Menurut Undang-Undang No. 11 Tahun 2008
Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Putusan Pengadilan Negeri Gorontalo Nomor: 199Pid.B2013PN.Gtlo
”.
1.2 Rumusan Masalah