1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keluarga berperan dalam pembentukan individu. Keluarga merupakan lingkungan sosial yang sangat dekat hubungannya dengan
seseorang. Di keluarga itu seseorang dibesarkan, bertempat tinggal, berinteraksi satu dengan yang lain, dibentukkan nilai-nilai, pola pemikiran,
dan kebiasaannya. Bossard dan Ball 1996, dalam Notosoedirdjo, 2001. Keluarga memiliki sistem yang didalamnya terdapat komponen yang
terdiri dari struktur dan fungsi. Sistem keluarga merupakan konteks belajar yang utama bagi individu, baik berupa perilaku, sikap pikiran, sifat maupun
perasaan. Sedangkan struktur keluarga didasarkan pada organisasi, yaitu perilaku anggota keluarga dan pola hubungan dalam keluarga. Masing-masing
keluarga mempunyai organisasi atau struktur yang akan berpengaruh di dalam fungsi dari anggotanya.
Menurut Friedman 1998 struktur keluarga terdiri atas: komunikasi keluarga, struktur kekuatan, struktur peran dan nilai-nilai keluarga.
Komunikasi dalam keluarga ada yang berfungsi dan ada yang tidak, hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Sedangkan hasil dari struktur
kekuatan akan mendasari suatu proses dalam pengambilan keputusan dalam keluarga. Peran merupakan serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai
dengan posisi individu dalam masyarakat sosial. Nilai merupakan suatu
sistem, sikap dan kepercayaan yang secara sadar atau tidak, mempersatukan anggota keluarga dalam satu budaya. Nilai keluarga juga merupakan suatu
pedoman perilaku dan pedoman bagi perkembangan norma dan peraturan. Struktur keluarga merupakan bagian dari tatanan sebuah sistem
keluarga, yang mana dalam status kesehatan mental individu hal tersebut termasuk dalam faktor internal yang mempengaruhinya. Keluarga yang
lengkap dan fungsional serta mampu membentuk homeostasis akan dapat meningkatkan kesehatan mental para anggota keluarganya. Kesehatan mental
berarti keadaan kesejahteraan psikologis, dicirikan dengan pertumbuhan pribadi yang berkelanjutan, kesadaran akan adanya tujuan hidup, penerimaan
diri, dan hubungan positif dengan orang lain Abraham, 2009. Untuk berkembang menjadi manusia yang sehat, orang harus
mempunyai kesehatan mental yang baik. Seseorang dikatakan sehat secara mental bila berkemampuan menyesuaikan diri terhadap berbagai tuntutan
perkembangan sesuai kemampuannya, baik tuntutan dalam diri sendiri maupun luar dirinya sendiri, seperti menyesuaikan diri dengan lingkungan
rumah, sekolah, lingkungan kerja dan masyarakat serta teman sebaya. Mental yang sehat dapat dilihat dari beberapa hal yaitu terdapatnya
kematangan emosi, kemampuan menerima realitas, hidup bersama dan bekerja sama dengan orang lain serta memiliki falsafat atau pandangan hidup.
Killander 1957, dalam Notosoedirdjo 2001. Jika dilihat dari angka kejadian kesehatan mental menurut The World
Health Report 2001 dikatakan bahwa prevalensi gangguan mental dan
perilaku adalah 25 dari seluruh penduduk pada suatu masa dari kehidupannya pernah mengalami gangguan jiwa, 40 diantaranya didiagnosis
secara tidak tepat, sehingga menghabiskan biaya untuk pemeriksaan laboratonium dan pengobatan yang tidak tepat, 10 populasi dewasa pada
suatu ketika dalam kehidupannya mengalami gangguan jiwa, 24 pasien pada pelayanan kesehatan dasar.
Hasil penelitian 2002 di Propinsi Nangroe Aceh Darussalam di 20 Puskesmas dan 10 kabupaten atau kota terhadap pasien yang pertama kali
datang berobat: 51,10 mengalami gangguan kesehatan jiwa. Penelitian terakhir di Jawa Barat 2002 point prevalence - unpublished ditemukan 36
pasien yang berobat ke Puskesmas mengalami gangguan kesehatan jiwa. Sedangkan berdasarkan data kasus yang terdapat di Program Studi
Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Malang sendiri, peneliti telah melakukan survey dan sedikit komunikasi awal pada Desember 2010 dengan
beberapa mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Malang yang menyatakan ada beberapa mahasiswa yang
sempat mengalami masalah mental, salah satunya yaitu terdapat mahasiswa yang kurang bergaul dengan teman-teman disekitarnya dan lebih suka
menyendiri. Jika dilihat dari ciri-ciri individu yang sehat mental menurut Killander, kejadian tersebut dapat dikategorikan tidak termasuk dalam ciri
yang ketiga yaitu hidup bersama dan bekerja sama dengan orang lain. Dari pemaparan diatas, peneliti bermaksud mengambil responden
yaitu teman-teman mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Malang.
Berdasarkan penjabaran tersebut, dalam penelitian ini peneliti lebih memfokuskan pada peningkatan atau promosi kesehatan mental yaitu
promosi kesehatan tidak diarahkan pada sejumlah penyakit atau gangguan
tertentu, tetapi dilakukan untuk peningkatan kesehatan dan kesejahteraan Notosoedirdjo, 2001. Promosi kesehatan mental merupakan satu usaha
prevensi primer yang sangat penting, dimana prevensi primer kesehatan mental merupakan aktivitas yang didesain untuk mengurangi insiden
gangguan, yaitu mengurangi munculnya kasus kesakitan baru. Sasaran prevensi primer adalah populasi yang berada dalam resiko atau dalam kondisi
yang memungkinkan munculnya gangguan atau kesakitan. Dalam prevensi primer dan promosi kesehatan mental yang menjadi
sasaran adalah masyarakat. Hanya saja penekanannya berbeda. Promosi kesehatan mental lebih menekankan sasarannya pada keseluruhan masyarakat,
sementara prevensi primer pada masyarakat yang berada dalam resiko. Dipandang dari hal tersebut diatas, keluarga sebagai tempat
bergantung mahasiswa sebagai seorang manusia, anggota keluarga, menjadi tempat atau bagian yang memiliki kontribusi besar dalam peningkatan
kesehatan mental mahasiswa atau anggota keluarganya. Keluarga yang juga sebagai salah satu faktor internal dari kesehatan mental. Oleh karena itu,
maka peneliti bermaksud untuk meneliti hubungan skor struktur keluarga menurut Friedman dengan skor kesehatan mental mahasiswa Program Studi
Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Malang.
1.2 Rumusan Masalah