Hubungan Chronic Pain Syndrome Paska Stroke dengan skor Mini Mental Status Examination dan skor modified Rankin Scale
Hubungan
Chr oni c Pai n Syndr ome
Paska
Stroke dengan skor
Mi ni Ment al St at us
Exami nat i on
dan skor
modi fi ed Rank i n Scal e
TESIS
SUHERMAN A. TAMBUNAN
Nomor Register CHS : 20084
PROGRAM STUDI NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU / RSUP. H. ADAM MALIK
MEDAN
(2)
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Tesis : Hubungan Chronic Pain Syndrome Paska Stroke
dengan skor Mini Mental Status Examination dan skor modified Rankin Scale
Nama : Suherman A. Tambunan Nomor Register CHS : 20084
Program Studi : Neurologi
Menyetujui
Pembimbing III
dr. Haflin S. Hutagalung, SpS NIP. 198208202008012008
Pembimbing II
dr. Cut Aria Arina, Sp.S NIP. 197710202002122001
Pembimbing I
dr. Aldy S. Rambe,Sp.S(K)_ NIP. 198208202008012008
Mengetahui / Mengesahkan :
Ketua Departemen / SMF Neurologi FK USU/RSUPHAM Medan
dr. Rusli Dhanu, Sp.S(K) NIP. 19530916 198203 1 003
Ketua Program Studi/ SMF Neurologi FK USU/ RSUP HAM Medan
dr. Yuneldi Anwar.Sp.S(K) NIP. 19530601 198103 1 004
(3)
Tanggal Lulus : 30 Desember 2014 Telah diuji pada
Tanggal : 30 Desember 2014 PANITIA PENGUJI TESIS
1. Prof. Dr. dr. Hasan Sjahrir, SpS(K) 2. Prof. dr. Darulkutni Nasution, SpS(K) 3. dr. Darlan Djali Chan, SpS
4. dr. Yuneldi Anwar, SpS(K), (Penguji) 5. dr. Rusli Dhanu, SpS(K)
6. dr. Aldy S. Rambe, SpS (K)
7. Dr. dr. Kiking Ritarwan, MKT, SpS(K) 8. dr. Puji Pinta O. Sinurat, SpS
9. dr. Khairul P. Surbakti, SpS 10. dr. Cut Aria Arina, SpS 11. dr. Kiki M. Iqbal, SpS 12. dr. Alfansuri Kadri, SpS 13. dr. Aida Fitri, SpS
14. dr. Irina Kemala Nasution, SpS 15. dr. Haflin Soraya Hutagalung, SpS 16. dr. Fasihah Irfani Fitri, SpS, MKed. (Neu) 17. dr. Iskandar Nasution, Sp.S , FINS 18. dr. RA. Dwi Pujiastuti, SpS, MKed. (Neu) 19. dr. Charil Amin Batubara, SpS, MKed. (Neu)
(4)
PERNYATAAN
HUBUNGAN CHRONIC PAIN SYNDROME PASKA STROKE
DENGAN SKOR
MINI MENTAL STATUS EXAMINATION
DAN SKOR
MODIFIED RANKIN SCALE
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah dituliskan atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, 30 Desember 2014
(5)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan segala berkat, karunia dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.
Tulisan ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan salah satu tugas akhir dalam program pendidikan spesialis di Bidang Neurologi di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.
Dengan segala keterbatasan, penulis menyadari dalam penelitian dan penulisan tesis ini masih dijumpai banyak kekurangan, oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua pihak untuk kebaikan dimasa yang akan datang.
Pada kesempatan ini perkenankan penulis menyatakan penghargaan dan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya, kepada :
Yang terhormat Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. DR. dr. H. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K), atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan spesialisasi.
Yang terhormat Prof. dr. H. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K), (Rektor Universitas Sumatera Utara saat penulis diterima sebagai PPDS), yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan spesialisasi.
Yang terhormat Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD(KGEH), atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan spesialisasi.
Yang terhormat Prof. Dr. dr. Hasan Sjahrir, Sp.S(K) (Ketua Departemen / SMF Neurologi saat penulis diterima sebagai PPDS), yang telah menerima saya
(6)
untuk menjadi peserta didik serta memberikan bimbingan selama mengikuti program pendidikan spesialisasi ini.
Yang terhormat Ketua Departemen / SMF Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dr. Rusli Dhanu, Sp.S(K), (saat penulis diterima sebagai PPDS juga adalah Ketua Program Studi Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara) yang telah memberikan kesempatan, kepercayaan serta bimbingan selama mengikuti program pendidikan spesialisasi ini.
Yang terhormat Ketua Program Studi Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, dr. Yuneldi Anwar, Sp.S(K) yang telah memberikan kesempatan serta bimbingan dan arahan dalam menjalani pendidikan spesialisasi ini.
Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada dr. Aldy S. Rambe, Sp.S(K), dr. Cut Aria Arina, Sp.S, dan dr. Haflin Soraya Hutagalung, SpS selaku pembimbing yang dengan sepenuh hati telah mendorong, membimbing dan mengarahkan penulis mulai dari perencanaan, pembuatan dan penyelesaian tesis ini.
Kepada guru-guru saya, Prof. dr. Darulkutni Nasution, SpS(K), dr. Darlan Djali Chan, SpS., dr. Irsan NHN. Lubis, SpS., Dr.dr. Kiking Ritarwan, MKT, SpS (K), dr. Aldy S. Rambe, SpS(K)., dr. Khairul P. Surbakti, SpS., dr. Cut Aria Arina, SpS., dr. Kiki M. Iqbal, SpS., Alm. Dr Irwansyah Sp.S., dr. Dina Listyaningrum, Msi.Med,Sp.S., dr. Aida Fithrie, SpS., dr. Irina Kemala Nasution, M.Ked(Neu), SpS., dr. Haflin Soraya Hutagalung, SpS., dr. Fasihah Irfani Fitri, M.Ked (Neu)Sp.S., dr Iskandar Nasution, Sp.S, FINS, dr. RA. Dwi Pujiastuti, MKed (Neu)Sp.S., dr. Chairil Amin Batubara, MKed(Neu),Sp.S., dan lain-lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, baik di Departemen Neurologi maupun Departemen / SMF lainnya di lingkungan FK – USU / RSUP. H. Adam Malik Medan, terima kasih yang setulus-tulusnya penulis sampaikan atas segala bimbingan dan didikan yang telah penulis terima.
(7)
Kepada Drs. Abdul Jalil A. A, M.Kes, selaku pembimbing statistik yang telah banyak membimbing, membantu dan meluangkan waktunya dalam pembuatan tesis ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Direktur RSUP. H. Adam Malik Medan, yang telah memberikan kesempatan, fasilitas dan suasana kerja yang baik sehingga penulis dapat mengikuti pendidikan spesialisasi ini sampai selesai.
Direktur Rumah Sakit Tembakau Deli, Kepala Rumkit Putri Hijau, , yang telah menerima saya saat menjalani stase pendidikan spesialisasi, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Ucapan terima kasih penulis kepada Bapak Amran Sitorus, Sukirman Ariwibowo dan Syafrizal serta seluruh perawat dan pegawai yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus penulis ucapkan kepada kedua orang tua saya Alm.M.A. Tambunan, Alm.S.Br. Sirait, yang telah menjadi inspirasi dan motivasi saya. Juga kepada Bapak/ Ibu mertua saya Timbul Lumbantoruan dan S.br. Tambunan yang senantiasa memberi dukungan moril dan material, bimbingan dan nasehat serta doa yang tulus agar penulis tetap sabar dan tegar dalam mengikuti pendidikan ini sampai selesai..
Teristimewa kepada istriku tercinta dr.Vera Madonna, M.Kes.,M.Ked(DV),Sp.DV, yang selalu dengan sabar dan penuh pengertian, mendampingi dengan penuh cinta dan kasih dalam suka dan duka, demikian juga ananda Naomi Christy Natasha, Deandra Audrey Philia, Hans Adriel yang memberi semangat dan inspirasi, saya ucapkan terimakasih yang setulus-tulusnya.
Kepada seluruh keluarga yang senantiasa membantu, memberi dorongan, pengertian, kasih sayang dan doa dalam menyelesaikan pendidikan ini, penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Kepada semua rekan dan sahabat yang tidak mungkin saya sebutkan satu persatu yang telah membantu saya sekecil apapun, saya haturkan terima kasih
(8)
yang sebesar-besarnya, semoga Tuhan yang melimpahkan rahmat dan kasihnya kepada kita semua.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Desember 2014
Penulis
(9)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama lengkap :dr. Suherman A. Tambunan Tempat / tanggal lahir : Medan, 11 Agustus 1975 Agama : Kristen Protestan
Pekerjaan : PNS
Nama Ayah : M. A. Tambuanan (Alm) Nama Ibu : S. Br. Sirait (Alm)
Nama Istri : dr. Vera Madonna ,M.Kes.,M.Ked (DV), Sp.DV Nama Anak : Naomi Christy Tambunan
Deandra Audrey Tambunan Hans Adriel Tambunan
Riwayat Pendidikan
1. Sekolah Dasar di SD Negeri 060872 tamat tahun 1987.
2. Sekolah Menengah Pertama di SMP Budi Murni -2, Medan tamat tahun 1990. 3. Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 3 Medan, tamat tahun 1993.
4. Pendidikan Dokter di Fakultas Kedokteran di Universitas Sumatera Utara tamat tahun 2000.
5. Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik Neurologi di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, tamat tahun 2011.
Riwayat Pekerjaan
Tahun 2000-2002 :Dokter PTT di Puskesmas Ujoh Bilang, Kab. Kutai Barat, Kalimantan Timur.
Tahun 2002- Sekarang :Dokter PNS Puskesmas Sungai Mariam, Kab. Kutai Kartanegara, kalimantan Timur.
(10)
DAFTAR ISI
Halaman Lembar Pengesahan
Kata Pengantar Daftar Riwayat Hidup
I v
Daftar Isi vii
Daftar Singkatan Daftar Tabel
ix x Daftar Gambar
Daftar Lampiran Abstrak Abstract xi xii xiii xiv
BAB.I PENDAHULUAN 1
I.1. Latar Belakang 1
I.2. Perumusan Masalah 3
I.3. Tujuan Penelitian 3
I.3.1. Tujuan Umum 4
I.3.2. Tujuan Khusus 4
I.4. Hipotesis 5
I.5. Manfaat Penelitian 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7
II.1. Stroke Iskemik 7
II.1.1. Definisi 7
II.1.2. Epidemiologi 7 II.1.3. Klasifikasi Stroke 8 II.1.4. Faktor Resiko 9
(11)
II.1.5. Patofisiologi 11 II.2. CHRONIC PAIN SYNDROME PASKA STROKE
II.2.1. Definisi 16 16 II.2.2. Epidemiologi II.2.3. Patofisiologi 17 19 II.3. FUNGSI KOGNITIF
II.3.1. Definisi
II.4. Nyeri Kronis Paska Stroke, Gangguan Kognitif dan Outcome Fungsional II.5.Kerangka Teori II.5.Kerangka Konsep 22 22 28 31 32
BAB.III METODE PENELITIAN 33
III.1. Waktu dan tempat penelitian 33
III.2.Subjek Penelitian 33
III.2.1. Populasi Sasaran 33
III.2.2. Populasi terjangkau 33
III.2.3. Sampel 34
III.2.4. Besar Sampel 34
III.2.5. Kriteria inklusi III.2.6. Kroteria Eksklusi
35 35
III.3.Batasan Operasional 35
III.4. Instrumen Penelitian 38 III.5.Rancangan Penelitian
III.6.Pelaksanaan Penelitian
39 39 III.6.1. Pengambilan Sampel 39 III.6.2. Kerangka Operasional
III.7. Variabel yang Diamati
40 41
(12)
BAB IV
BAB V
III.8. Analisa Statistik
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN IV.1. Hasil Penelitian
IV.1.1. Karakteristik subyek penelitian
IV.1.2. Rerata skor VAS pada pria dan wanita IV.1.3. Hubungan skor VAS dengan skor MMSE,
skor mRS, lokasi lesi, volume lesi dan lama stroke
IV.2. Pembahasan
IV.2.1. Karakteristik demografik subyek penelitian IV.2.2. Karakteristik stroke dan CPS subyek penelitian IV.2.3. Hubungan skor VAS dengan skor MMSE, skor
mRS, lokasi lesi, volume lesi, dan lama stroke KESIMPULAN DAN SARAN
V.1. Kesimpulan V.2. Saran 41 42 42 42 48 49 51 51 52 56 60 60 61
(13)
DAFTAR SINGKATAN
CPS : Chronic Pain Syndrome
CPSP : Central Post Stroke Pain
CT : Computed Tomography
CVD : Cerebro Vascular Disease
GABA : Gamma Amoino Butiric Acid
MMSE : Mini Mental Status Examination
MRI : Magnetic Resonance Imaging
mRS : modified RankinScale
PIS : Perdarahan Intra Serebral PSA : Perdarahan Sub Arachnoid
PRoFESS : Prevention Regimen for Effectively Second Stroke
RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat
SPECT : Single Photon Emisson Tomography
TIA : Transient Ischemic Attack
(14)
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Skor Median MMSE 27 Tabel 2 Karakteristik demografik subyek penelitian 43 Tabel 3 Gambaran karakteristik stroke dan CPS subyek penelitian 45 Tabel 4 Nilai rerata skor VAS, skor MMSE dan skor mRS 48 Tabel 5 Rerata skor VAS pada pria dan wanita 48 Tabel 6 Hubungan skor VAS dengan skor MMSE, skor mRS,
Lokasi lesi, volume lesi dan lama stroke 49 Tabel 7 Hubungan skor mRS dengan skor MMSE dan
(15)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Tipe Chronic pain syndrome 18 Gambar 2 Distribusi jenis kelamin penderita CPS paska stroke 44 Gambar 3 Distribusi tingkat pendidikan penderita CPS paska stroke 44 Gambar 4 Distribusi tipe strike penderita CPS paska stroke 46 Gambar 5 Distribusi lokasi lesi penderita CPS paska stroke 46
(16)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lembar Penjelasan kepada Calon Subjek Penelitian Lampiran 2 Surat Persetujuan Ikut dalam Penelitian
Lampiran 3 Lembar Pengumpulan Data Lampiran 4 modified Rankin Scale (mRS)
Lampiran 5 Mini Mental State Examination (MMSE)
Lampiran 6 Kuesioner Chronic post stroke pain
Lampiran 7 Surat Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan FK-USU Lampiran 8 Data dasar penelitian
(17)
ABSTRAK
Latar belakang dan Tujuan: Chronic pain syndrome (CPS) merupakan komplikasi yang secara umum dijumpai setelah stroke, misalnya central post stroke pain, nyeri bahu, atau nyeri tipe spesifik lainnya. Nyeri kronik yang ditemukan secara konstan lebih dari 3 bulan yang dikenal sebagai konsekuensi stroke akan mempengaruhi outcome penderita stroke. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan CPS paska stroke dengan skor MMSE dan skor mRS .
Metodologi : Penelitian ini merupakan studi potong lintang yang dilakukan terhadap pasien paska stroke yang mengalami CPS. Setiap subyek dinilai intensitas nyeri dan diminta mengisi kuesioner untuk menilai karakteristik nyeri kronik yang muncul setelah stroke.
Hasil : Dijumpai korelasi positif yang sangat lemah dan tidak signifikan antara skor VAS pada CPS dan skor MMSE (r= 0.058 ; p= 0.776) juga antara skor VAS dan skor mRS (r= 0.175 ; p= 0.381). Dijumpai korelasi positif yang sangat lemah antara skor VAS pada CPS dan lokasi lesi (r= 0.077; p= 0.704) juga antara skor VAS pada CPS dengan volume lesi (r= 0.037 ; p= 0.856). Terdapat korelasi negatif yang sangat lemah dan tidak signifikan antara skor VAS pada CPS dan lama stroke (r= -0.125; p= 0.536). Terdapat korelasi negatif yang kuat dan signifikan antara fungsi kognitif dan outcome fungsional (r= - 0,686; p= 0.001)
Kesimpulan : Studi ini menunjukkan dijumpai korelasi positif yang sangat lemah serta tidak signifikan antara CPS dengan skor Mini Mental Status Examination dan skor modified Rankin Scale.
Kata kunci : chronic pain syndrome- Mini Mini Status Examination – modified Rankin Scale.
(18)
ABSTRACT
Background and Purpose: Chronic pain syndrome (CPS) is a general
complication found after stroke, for example central post stroke pain, shoulder pain or other specific pain. Chronic pain constantly found more than 3 months known as stroke consequences which will affect the stroke patient outcome. This research aims for knowing the relationship of post stroke CPS with MMSE score dan mRS score.
Method : This research is a cross sectional study of post stroke patients which has
CPS. Every subject graded for the pain intensity and asked to fill the questionairre to measure the chronic pain characteristics after stroke.
Results : There is an insignificant very weak positive correlation between VAS
score in CPS and MMSE score (r= 0.058 ; p=0.776); an insignificant very weak positive correlation between VAS score in CPS and mRS score (r=0.175 ; p=0.381) and also an insignificant very weak positive correlation between VAS score in CPS and location of the lesion. (r=0.077; p=0.704). There is an insignificant very weak positive correlation between VAS score in CPS and volume of the lesion (r=0.037; p=0.856). There is an insignificant very weak negative correlation between VAS score in CPS and duration of stroke. (r= -0.125; p=0.536). There is a significant strong negative correlation between MMSE score and mRS score ( r= -0.686; p=0.001)
Conclusion: This study shows that there is positive very weak correlations and
insignificant between CPS with cognitive function and functional outcome.
Keywords : chronic pain syndrome-Mini Mental Status Examination- modified
(19)
ABSTRAK
Latar belakang dan Tujuan: Chronic pain syndrome (CPS) merupakan komplikasi yang secara umum dijumpai setelah stroke, misalnya central post stroke pain, nyeri bahu, atau nyeri tipe spesifik lainnya. Nyeri kronik yang ditemukan secara konstan lebih dari 3 bulan yang dikenal sebagai konsekuensi stroke akan mempengaruhi outcome penderita stroke. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan CPS paska stroke dengan skor MMSE dan skor mRS .
Metodologi : Penelitian ini merupakan studi potong lintang yang dilakukan terhadap pasien paska stroke yang mengalami CPS. Setiap subyek dinilai intensitas nyeri dan diminta mengisi kuesioner untuk menilai karakteristik nyeri kronik yang muncul setelah stroke.
Hasil : Dijumpai korelasi positif yang sangat lemah dan tidak signifikan antara skor VAS pada CPS dan skor MMSE (r= 0.058 ; p= 0.776) juga antara skor VAS dan skor mRS (r= 0.175 ; p= 0.381). Dijumpai korelasi positif yang sangat lemah antara skor VAS pada CPS dan lokasi lesi (r= 0.077; p= 0.704) juga antara skor VAS pada CPS dengan volume lesi (r= 0.037 ; p= 0.856). Terdapat korelasi negatif yang sangat lemah dan tidak signifikan antara skor VAS pada CPS dan lama stroke (r= -0.125; p= 0.536). Terdapat korelasi negatif yang kuat dan signifikan antara fungsi kognitif dan outcome fungsional (r= - 0,686; p= 0.001)
Kesimpulan : Studi ini menunjukkan dijumpai korelasi positif yang sangat lemah serta tidak signifikan antara CPS dengan skor Mini Mental Status Examination dan skor modified Rankin Scale.
Kata kunci : chronic pain syndrome- Mini Mini Status Examination – modified Rankin Scale.
(20)
ABSTRACT
Background and Purpose: Chronic pain syndrome (CPS) is a general
complication found after stroke, for example central post stroke pain, shoulder pain or other specific pain. Chronic pain constantly found more than 3 months known as stroke consequences which will affect the stroke patient outcome. This research aims for knowing the relationship of post stroke CPS with MMSE score dan mRS score.
Method : This research is a cross sectional study of post stroke patients which has
CPS. Every subject graded for the pain intensity and asked to fill the questionairre to measure the chronic pain characteristics after stroke.
Results : There is an insignificant very weak positive correlation between VAS
score in CPS and MMSE score (r= 0.058 ; p=0.776); an insignificant very weak positive correlation between VAS score in CPS and mRS score (r=0.175 ; p=0.381) and also an insignificant very weak positive correlation between VAS score in CPS and location of the lesion. (r=0.077; p=0.704). There is an insignificant very weak positive correlation between VAS score in CPS and volume of the lesion (r=0.037; p=0.856). There is an insignificant very weak negative correlation between VAS score in CPS and duration of stroke. (r= -0.125; p=0.536). There is a significant strong negative correlation between MMSE score and mRS score ( r= -0.686; p=0.001)
Conclusion: This study shows that there is positive very weak correlations and
insignificant between CPS with cognitive function and functional outcome.
Keywords : chronic pain syndrome-Mini Mental Status Examination- modified
(21)
BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Stroke sebagai penyebab kematian ketiga masih merupakan masalah kesehatan di Amerika Serikat setelah penyakit jantung dan kanker. Terhitung 1 dari 15 orang yang meninggal disebabkan oleh stroke. Pada saat ini di Amerika terdapat 4 juta orang yang menderita stroke ( Bhardwaj dkk 2007). Di Indonesia, dari data nasional stroke menunjukkan angka kematian tertinggi yaitu 15,4% sebagai penyebab kematian (Riset Kesehatan Dasar/Riskesdas, 2007). Data di Indonesia juga menunjukkan kecenderungan peningkatan kasus stroke baik dalam hal kejadian stroke,kematian maupun kecacatan akibat stroke. Angka kematian berdasarkan umur adalah sebesar 15,9% (umur 45 – 54 tahun), 26,8% (umur 55 – 64 tahun) dan 23,5% (umur ≥ 65 tahun). Kejadian stroke (insiden) sebesar 51,6/100.000 penduduk, dan kecacatan didapati 1,6% tidak berubah, serta 4,3% semakin memberat. Stroke menyerang usia produktif dan usia lanjut, yang berpotensi menimbulkan masalah baru dalam pembangunan kesehatan secara nasional di kemudian hari (Kelompok Studi Stroke PERDOSSI, 2011).
Penderita stroke mudah terjangkit banyak komplikasi. Penderita stroke umumnya mempunyai komorbiditas seperti hipertensi, diabetes, penyakit jantung atau penyakit lain yang meningkatkan risiko komplikasi medis sistemik selama masa pemulihan. Namun demikian, beberapa komplikasi dapat muncul sebagai
(22)
akibat langsung dari kerusakan otak itu sendiri, dari akibat disabilitas dan immobilitas yang menyertai penderita stroke ataupun akibat terapi stroke yang diberikan. Hal-hal ini mempengaruhi secara substansial outcome akhir dari penderita stroke dan sering menghalangi pemulihan neurologis (Kumar dkk, 2010).
Pada studi prospektif menemukan bahwa pada pasien paska stroke dengan rehabilitasi ditemukan dari 232 pasien, 71,0% pasien memiliki minimal 1 komplikasi. Komplikasi paling sering yaitu nyeri muskuloskeletal (32,4%), disfungsi pencernaan dan kemih (31,5%), infeksi (16,5%), depresi (13,8%), dan ansietas (5,8%) (Kuptniratsaikul dkk, 2009).
Chronic pain syndrome dilaporkan merupakan komplikasi yang secara umum
dijumpai setelah stroke, yang dapat berupa central post-stroke pain (CPSP), nyeri bahu, atau nyeri tipe spesifik lainnya (Jonssonn dkk, 2006). Nyeri paska stroke merupakan salah satu komplikasi stroke dengan prevalensi 19-74 %. Nyeri kronik meningkat yang dikenal sebagai konsekuensi dari stroke yang ditemukan secara konstan atau merupakan nyeri yang kambuh selama lebih dari 3 bulan (Klit dkk, 2011). Suatu studi melaporkan, dari 16 pasien ditemukan onset nyeri muncul pada bulan pertama setelah stroke (10 orang), satu sampai 6 bulan (3 orang) dan lebih dari 6 bulan (3 orang) ( Klit, dkk.2009).
Demensia vaskuler merupakan sindroma demensia terbanyak di negara Barat setelah demensia Alzheimer, yang secara klinik terdiri dari gangguan intelektual yang didapat dan gangguan fungsional, disebabkan oleh iskemia pada jaringan
(23)
otak, perdarahan atau hipoksia otak. Diagnosa demensia ditegakkan setelah 3 bulan paska stroke dengan gangguan kognitif menetap sesuai kriteria demensia (Lumempouw, 2011). Penelitian Tatemichi, dkk menemukan bahwa gangguan kognitif sering terjadi setelah stroke dan sering menyebabkan memori, orientasi bahasa dan atensi (Tatemichi ,dkk. 1994).
Pada studi PRoFESS (Prevention Regimen for Effectively avoiding Second Stroke) dilaporkan bahwa chronic pain syndrome paska stroke berhubungan dengan penurunan fungsi kognitif dan outcome fungsional. (O’Donnell dkk, 2013).
I.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dirumuskan masalah sebagai berikut :
Apakah terdapat hubungan chronic pain syndrome paska stroke dengan gangguan kognitif dan outcome fungsional.
I.3. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah:
I.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan chronic pain syndrome paska stroke dengan skor
(24)
I.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui hubungan intensitas nyeri pada chronic pain syndrome paska stroke dengan gangguan kognitif di RSUP H. Adam Malik Medan.
2. Untuk mengetahui hubungan intensitas nyeri pada chronic pain syndrome paska stroke dengan outcome fungsional di RSUP H. Adam Malik Medan.
3. Untuk mengetahui hubungan intensitas nyeri pada chronic pain syndrome paska stroke dengan lokasi lesi di RSUP H. Adam Malik Medan.
4. Untuk mengetahui hubungan intensitas nyeri pada chronic pain syndrome paska stroke dengan volume lesi di RSUP H. Adam Malik Medan.
5. Untuk mengetahui hubungan intensitas nyeri pada chronic pain syndrome paska stroke dengan lama stroke di RSUP H. Adam Malik Medan.
6. Untuk mengetahui gambaran karakteristik demografik chronic pain syndrome
paska stroke di RSUP H. Adam Malik Medan.
I.4 Hipotesis
Terdapat hubungan chronic pain syndrome paska stroke dengan gangguan kognitif dan outcome fungsional .
I.5. Manfaat Penelitian
I.5.1. Manfaat Penelitian untuk llmu pengetahuan
Dengan mengetahui hubungan chronic pain syndrome paska stroke dengan gangguan kognitif dan outcome fungsional maka penelitian ini dapat menambah
(25)
pemahaman mengenai patogenesis stroke yang berkaitan dengan chronic pain syndrome dan hubungannya dengan fungsi kognitif dan outcome pasien paska stroke.
I.5.2.Manfaat penelitian untuk penelitian
Penelitian ini diharapkan menjadi masukan teori bagi penelitian selanjutnya mengenai kejadian chronic pain syndrome paska stroke dan hubungannya dengan fungsi kognitif dan outcome fungsional.
I.5.3.Manfaat penelitian untuk masyarakat
Dengan mengetahui hubungan chronic pain syndrome paska stroke dengan gangguan fungsi kognitif dan outcome fungsional, maka penelitian ini dapat menambah wawasan tentang pertimbangan pencegahan pada kejadian chronic pain syndrome setelah stroke, gangguan kognitif dan memperbaiki outcome
(26)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Stroke II.1.1. Definisi
Stroke adalah suatu episode disfungsi neurologis akut yang diduga disebabkan oleh iskemik atau hemoragik, menetap ≥ 24 jam atau sampai kematian, tetapi tanpa bukti yang cukup untuk diklasifikasikan (Sacco dkk, 2013).
Defenisi ini mencakup stroke akibat infark otak (stroke iskemik), perdarahan intraserebral (PIS) non traumatik, perdarahan intraventrikuler dan beberapa kasus perdarahan subarakhnoid (PSA) (Gofir, 2009).
II.1.2. Epidemiologi
Stroke merupakan satu dari tiga penyebab terbesar kematian di Amerika Serikat, termasuk di banyak negara lainnya di dunia, setelah penyakit jantung dan kanker. Hampir ¾ juta individu di Amerika Serikat mengalami stroke tiap tahunnya dan dari jumlah tersebut sebanyak 150.000 (90.000 wanita dan 60.000 pria) meninggal akibat stroke. Di China, kira-kira 1,5 juta penduduk meninggal setiap tahun oleh karena stroke (Sacco dkk, 2000; Caplan, 2000).
Penyakit serebrovaskuler (CVD) atau stroke yang menyerang kelompok usia diatas 40 tahun adalah setiap kelainan otak akibat proses patologi pada sistem pembuluh darah otak. Proses ini dapat berupa penyumbatan lumen pembuluh darah oleh trombosis atau emboli, pecahnya dinding pembuluh darah
(27)
dan perubahan viskositas maupun kualitas darah sendiri. Perubahan dinding pembuluh darah otak serta komponen lainnya dapat bersifat primer karena kelainan kongenital maupun degeneratif, atau akibat proses lain, seperti peradangan, aterosklerosis, hipertensi dan diabetes mellitus (Misbach, 2011).
II.1.3. Klasifikasi Stroke
Dikenal bermacam-macam klasifikasi stroke berdasarkan atas patologi anatomi (lesi), stadium dan lokasi (sistem pembuluh darah) (Misbach, 2011).
1) Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya: a) Stroke iskemik
i) Transient Ischemic Attack (TIA) ii) Trombosis serebri
iii) Emboli serebri b) Stroke hemoragik
i) Perdarahan intraserebral ii) Perdarahan subarachnoid
2) Berdasarkan stadium:
a) Transient Ischemic Attack (TIA)
b) Stroke in evolution
(28)
3) Berdasarkan lokasi (sistem pembuluh darah):
a) Tipe karotis
b) Tipe vertebrobasiler
II.1.4 Faktor Risiko
Penelitian prospektif stroke telah mengidentifikasi berbagai faktor-faktor yang dipertimbangkan sebagai risiko yang kuat terhadap timbulnya stroke. Faktor risiko timbulnya stroke : (Sjahrir, 2003 ; Nasution, 2007 ; Howard, dkk, 2009). 1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi :
a. Umur
b. Jenis kelamin
c. Ras dan suku bangsa d. Faktor turunan
e. Berat badan lahir rendah
2. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi a. Prilaku:
1. Merokok
2. Diet tidak sehat: lemak, garam berlebihan, asam urat, kolesterol, kurang buah
(29)
4. Obat-obatan: narkoba (kokain), anti koagulansia, antim platelet, amfetamin, pil kontrasepsi
5. Kurang gerak badan
b. Fisiologis
1. Penyakit hipertensi 2. Penyakit jantung 3. Diabetes mellitus
4. Infeksi/lues, arthritis, traumatik, AIDS, lupus 5. Gangguan ginjal
6. Kegemukan (obesitas)
7. Polisitemia, viskositas darah meninggi & penyakit perdarahan 8. Kelainan anatomi pembuluh darah
9. Stenosis karotis asimtomatik
Pada Interstroke study melaporkan bahwa faktor resiko stroke: ( O’Donnell ,dkk.2010)
1. Riwayat hipertensi 2. Current smoking
3. Waist to hip ratio
4. Aktifitas fisik regular 5. Diabetes Mellitus
(30)
6. Intake alkohol 7. Psikososial stress 8. Depresi
9. Gangguan jantung
10.Rasio Apolipoprotein B dan A1.
II.1.5 Patofisiologi
Pada level makroskopik, stroke iskemik paling sering disebabkan oleh emboli dari ekstrakranial atau trombosis di intrakranial, tetapi dapat juga disebabkan oleh berkurangnya aliran darah otak. Pada level seluler, setiap proses yang mengganggu aliran darah ke otak dapat mencetuskan suatu kaskade iskemik, yang akan mengakibatkan kematian sel-sel otak dan infark otak (Becker dkk, 2010).
Pada stroke iskemik, berkurangnya aliran darah ke otak menyebabkan hipoksia daerah regional otak dan menimbulkan reaksi berantai yang berakhir dengan kematian sel sel otak dan unsur-unsur pendukungnya. (Misbach, 2011).
Iskemia dapat dibagi lagi menjadi tiga mekanisme yang berbeda: trombosis, emboli, dan penurunan perfusi sistemik (Caplan, 2009).
1. Trombosis
Trombosis mengacu pada obstruksi aliran darah karena proses oklusi lokal dalam satu atau lebih pembuluh darah. Lumen pembuluh darah yang menyempit atau tersumbat oleh perubahan dalam dinding pembuluh darah disertai
(31)
pembentukan bekuan. Jenis yang paling umum dari patologi vaskular adalah aterosklerosis, di mana jaringan fibrous dan otot tumbuh terlalu cepat pada subintima, dan materi lemak membentuk plak yang dapat mengganggu pada lumen. Selanjutnya, platelet atau trombosit menempel ke celah-celah plak dan membentuk yang berfungsi sebagai nidus untuk pengendapan fibrin, trombin, dan clot. (Caplan, 2009).
2. Emboli
Pada emboli, materi terbentuk di tempat lain dalam sistem vaskular pada arteri dan memblok aliran darah. Penyumbatan bisa bersifat sementara atau dapat bertahan selama berjam-jam atau berhari-hari sebelum berpindah ke area yang lebih distal. Berbeda dengan trombosis, blok emboli lumen tidak disebabkan oleh proses lokal yang berasal pada arteri yang tersumbat. Materi yang muncul proksimal, paling sering dari jantung, dari arteri utama seperti aorta, karotis, dan arteri vertebralis, dan dari vena sistemik. (Caplan,2000).
3. Penurunan Perfusi sistemik
Dalam penurunan perfusi sistemik, berkurangnya aliran ke jaringan otak disebabkan oleh tekanan perfusi sistemik yang rendah. Penyebab yang paling umum adalah kegagalan pompa jantung (paling sering karena infark miokard atau aritmia) dan hipotensi sistemik (karena kehilangan darah atau hipovolemia). Dalam
(32)
kasus tersebut, berkurangnya perfusi adalah lebih umum daripada trombosis lokal atau emboli dan mempengaruhi otak secara difus dan bilateral (Caplan, 2009).
Secara umum daerah regional otak yang iskemik terdiri dari bagian inti (core) dengan tingkat iskemia terberat dan berlokasi di sentral. Daerah ini akan menjadi nekrotik dalam waktu singkat jika tidak ada reperfusi. Di luar daerah core
iskemik terdapat daerah penumbra iskemik. Sel – sel otak dan jaringan pendukungnya belum mati akan tetapi sangat berkurang fungsi – fungsinya dan menyebabkan juga defisit neurologis. Tingkat iskemiknya makin ke perifer makin ringan. Daerah penumbra iskemik, di luarnya dapat dikelilingi oleh suatu daerah hiperemik akibat adanya aliran darah kolateral (luxury perfusion area). Daerah penumbra iskemik inilah yang menjadi sasaran terapi stroke iskemik akut supaya dapat direperfusi dan sel-sel otak berfungsi kembali. Reversibilitas tergantung pada faktor waktu dan jika tidak terjadi reperfusi, daerah penumbra dapat berangsur-angsur mengalami kematian (Misbach, 2011) .
Iskemik otak mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secara bertahap, yaitu (Sjahrir, 2003):
Tahap 1 :
a. Penurunan aliran darah b. Pengurangan O2
c. Kegagalan energi
(33)
Tahap 2 :
a. Eksitoksisitas dan kegagalan homeostasis ion
b. Spreading depression
Tahap 3 : Inflamasi Tahap 4 : Apoptosis
Perdarahan otak merupakan penyebab stroke kedua terbanyak setelah infark otak, yaitu 20 – 30% dari semua stroke di Jepang dan Cina. Sedangkan di Asia Tenggara (ASEAN), pada penelitian stroke oleh Misbach (1997) menunjukkan stroke perdarahan 26%, terdiri dari lobus 10%, ganglionik 9%, serebellar 1%, batang otak 2% dan subrakhnoid 4%. (Misbach, 2011)
Pecahnya pembuluh darah di otak dibedakan menurut anatominya atas perdarahan intraserebral dan subarakhnoid.Sedangkan berdasarkan penyebabnya, perdarahan intraserebral dibagi menjadi perdarahan intraserebral primer dan sekunder. (Misbach 2011)
Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya mikroaneurisma (Berry aneurysm) akibat hipertensi maligna. Hal ini paling sering terjadi di daerah subkortikal, serebelum, dan batang otak. Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola berdiameter 100 – 400 mikrometer mengalami perubahan patologi pada dinding pembuluh darah tersebut berupa lipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Pada kebanyakan pasien, peningkatan tekanan darah yang tiba-tiba menyebabkan rupturnya arteri
(34)
yang kecil. Keluarnya darah dari pembuluh darah kecil membuat efek penekanan pada arteriole dan pembuluh kapiler yang akhirnya membuat pembuluh ini pecah juga. Hal ini mengakibatkan volume perdarahan semakin besar. (Caplan, 2000)
Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya lebih tertekan lagi. Gejala neurologik timbul karena ekstravasasi darah ke jaringan otak yang menyebabkan nekrosis. (Caplan, 2000)
Pada perdarahan intraserebral, pembuluh yang pecah terdapat di dalam otak atau massa pada otak, sedangkan pada perdarahan subrakhnoid, pembuluh yang pecah terdapat di ruang subarakhnoid, di sekitar sirkulus arteriosus Willisi. Pecahnya pembuluh darah disebabkan oleh kerusakan dinding arteri (arteriosklerosis) atau karena kelainan kongenital atau trauma. (Misbach, 2011)
II.2. CHRONIC PAIN SYNDROME PASKA STROKE II.2.1. Definisi
Sampai saat ini belum terdapat definisi yang baku untuk chronic pain syndrome paska stroke. Terdapat beberapa tipe nyeri kronis yang dapat terjadi setelah stroke, yaitu: nyeri sentral paska stroke (CPSP), nyeri nosiseptif dan nyeri kepala ( Widar dkk, 2002). Nyeri sentral paska stroke (Central post stroke pain/ CPSP) merupakan kondisi nyeri neuropatik spesifik dimana nyeri ini disebabkan oleh lesi pada jalur somatosensori pada sistem saraf pusat yaitu jalur yang
(35)
menghantarkan informasi dari stimulus noxious dan non-noxious dari perifer ke otak (Klit dkk, 2011).
Nyeri nosiseptif sering mempengaruhi bahu dan berhubungan dengan perubahan dinamis akibat paresis atau kelemahan pada sisi yang terkena. Hal ini dapat terjadi akibat subluksasi sendi, robeknya rotator cuff dan cedera jaringan lunak (Widar dkk, 2002).
Dikatakan nyeri kronik bila terdapat nyeri yang ditemukan konstan atau timbul berlangsung lebih dari 3 bulan ( Klit dkk, 2011).
Bentuk chronic pain syndrome setelah stroke yang paling umum adalah nyeri bahu, CPSP, nyeri spastisitas dan nyeri kepala (Klit dkk, 2009).
II.2.2 Epidemiologi
Studi epidemiologi mengenai chronic pain syndrome paska stroke saat ini masih sedikit. Prevalensi dari nyeri setelah stroke bervariasi antara 19-74% (Jonsson dkk, 2006). Pada satu studi di Denmark dilaporkan bahwa nyeri setelah stroke dijumpai dalam 2 tahun dengan tipe: nyeri kepala, nyeri sendi bahu dan sendi lainnya, nyeri karena spasme dan kaku otot, nyeri lainnya, dan nyeri bersama lebih dari satu jenis (Klit dkk, 2011).
Pada studi PROFESS Trial ditemukan dari 15.754 pasien setelah stroke dijumpai 1.665 orang (10,6%) menderita chronic pain syndrome setelah stroke, dimana dari 10,6 % tersebut, terdapat 2,7 % dengan CPSP, dengan neuropati perifer (1,5%), dengan nyeri akibat spastisitas ( 1,3 %), dengan nyeri akibat
(36)
subluxasi bahu (0,9%), dan dengan syndrome nyeri lainnya (4,7%). Terdapat 0,6 % dengan lebih dari 1 jenis nyeri (O’Donnell dkk, 2013).
Gambar 1. Tipe chronic pain syndrome
Dikutip dari Klit H, Finnerup NB, Jensen TS. 2009. Central Post- Stroke pain: Clinical Characteristics, Pathophysiology, and Management. Lancet Neurol.
Pada suatu studi epidemiologi dilaporkan prevalensi nyeri sentral setelah stroke antara 1-12% (Klit dkk, 2009). Perkembangan CPSP dihubungkan dengan gangguan sensorik, dan pada satu studi ditemukan prevalensi CPSP tinggi sampai mencapai 18% pada pasien dengan defisit sensorik. Anderson menemukan bahwa
(37)
CPSP ditemukan pada 8% dari seluruh pasien setelah stroke (Anderson dkk,1995).
Usia, jenis kelamin, dan lokasi lesi bukan merupakan prediktor dari nyeri sentral paska stroke (Klit dkk, 2009).
II.2.3. Patofisiologi
Mekanisme terjadinya nyeri kronis pada penderita setelah stroke masih belum sepenuhnya dipahami. Beberapa mekanisme yang diajukan antara lain ialah sensitisasi sentral, perubahan fungsi traktus spinotalamikus, teori disinhibisi dan perubahan thalamus (Klit dkk,2009).
Pada teori sensitisasi sentral dikemukakan bahwa lesi pada susunan saraf pusat menghasilkan perubahan pada anatomis, neurokimiawi, eksitasi dan inflamasi, dimana semua keadaan tersebut dapat mencetuskan peningkatan eksitabilitas neuron. Kombinasi keadaan-keadaan tersebut dengan hilangnya inhibisi dan peningkatan fasilitasi, akan meningkatkan eksitabilitas yang dapat menyebabkan sensitisasi sentral, yang kemudian akan mengarah kepada terjadinya nyeri kronis (Klit dkk , 2009).
Gangguan nyeri dan sensasi termal sering dijumpai pada pasien-pasien nyeri setelah stroke. Lesi traktus spinothalamikus diduga berperan terhadap berkembangnya gangguan tersebut. Hipersensitivitas terhadap tusukan dan stimulus termal khususnya sensasi dingin lebih banyak dijumpai pada
(38)
pasien-pasien dengan nyeri setelah stroke daripada pasien-pasien stroke tanpa nyeri. (Klit dkk, 2009, Kumar dkk, 2009)
Pada teori disinhibisi dikatakan bahwa ketidakseimbangan sistem fasilitasi dan inhibisi terhadap input yang masuk ke sistem saraf pusat, termasuk interaksi antara nukleus di batang otak dan korda spinalis dan sirkuit supraspinal thalamocortical berperan menyebabkan terjadinya nyeri kronis setelah stroke. Perubahan pada wilayah aliran darah serebral dapat divisualisasikan dengan menggunakan tehnik MRI atau SPECT (Single photon emission computed tomography). Peningkatan aliran darah pada regio serebral di talamus, area somatosensori, parietal inferior, insula anterior, dan kortikal prefrontal medial ditemukan selama stimulasi area allodynia. Studi ini mengindikasikan bahwa perubahan somatosensori dan jalur nyeri terjadi setelah stroke diduga terjadi pada sistem nyeri di bagian lateral (lateral discriminative pain system). Thalamus diduga berperan penting dalam mekanisme terjadinya nyeri sentral, dan kejadian CPSP sering terjadi setelah lesi thalamus. (Klit dkk, 2009, Kim dkk, 2007)
Thalamus diduga juga dapat berimplikasi pada nyeri sentral pada pasien-pasien dimana lesi tidak langsung melibatkan thalamus. Studi sebelumnya telah menunjukkan penurunan regio aliran darah serebral di thalamus dari pasien-pasien CPSP yang mengalami nyeri spontan saat istirahat. Hiperaktivitas thalamus juga telah ditunjukkan selama kejadian allodynia. Peningkatan aktivitas ditemukan pada nukleus kaudal ventral dari talamus pada pasien-pasien dengan nyeri sentral. Hilangnya inhibisi neuron-neuron yang terdiri dari GABA di thalamus dan aktivasi
(39)
kontrol mikroglial juga diduga mendasari perubahan thalamus setelah lesi susunan saraf pusat (Klit dkk, 2009).
Pada chronic pain syndrome paska stroke juga sering diakibatkan oleh nyeri bahu misalnya subluksasi dari sendi glenohumeral dan cedera jaringan lunak yang dapat diakibatkan kurang hati-hati saat latihan fisik dan spastisitas dari otot bahu (Widar dkk, 2002). Penyebab lain nyeri bahu juga dapat diakibatkan menurunnya kontrol postur dan keseimbangan yang memungkinkan tingginya resiko terjatuh (Lindgren dkk, 2007).
Nyeri kepala kronis merupakan kejadian yang sering dialami pasien-pasien stroke. Nyeri kepala terdapat pada sekitar seperenam pasien pada permulaan
transient ischemic attack, sekitar 25% pasien stroke iskemik akut, sekitar 50% pasien perdarahan intraserebral, dan pada hampir semua pasien perdarahan subarakhnoid. Beratnya nyeri kepala tidak berkaitan dengan ukuran besarnya lesi stroke iskemik. Patofisiologi nyeri kepala mungkin diakibatkan oleh lepasnya zat vasoaktif, seperti serotonin dan prostaglandin dari trombosit yang diaktivasi oleh iskemia serebral kortikal (Lumbantobing, 2004). Beberapa studi melaporkan prevalensi kejadian nyeri kepala paska stroke sebesar 10%. Nyeri kepala pada pasien stroke berhubungan dengan kejadian patofisiologi dari stroke (Klit dkk, 2011).
(40)
II.3 FUNGSI KOGNITIF II.3.1 Definisi
Fungsi kognitif adalah merupakan aktivitas mental secara sadar seperti berpikir, mengingat, belajar, dan menggunakan bahasa. Fungsi kognitif juga merupakan kemampuan atensi, memori, pertimbangan, pemecahan masalah, serta kemampuan eksekutif seperti merencanakan, menilai, mengawasi, dan melakukan evaluasi (Strub dkk, 2000).
Fungsi kognitif terdiri dari : (Kolegium Neurologi Indonesia,2008) 1. Atensi
Atensi merupakan kemampuan untuk bereaksi atau memperhatikan satu stimulus tertentu (spesifik) dengan mampu mengabaikan stimulus lain baik internal maupun eksternal yang tidak perlu atau tidak dibutuhkan.
Setelah menentukan kesadaran, pemeriksaan atensi harus dilakukan saat awal pemeriksaan neurobehaviour karena pemeriksaan modalitas kognitif lainnya sangat dipengaruhi oleh atensi yang cukup terjaga.
Atensi dan konsentrasi sangat penting dalam mempertahankan fungsi kognitif, terutama dalam proses belajar. Gangguan atensi dan konsentrasi akan mempengaruhi fungsi kognitif lain seperti memori, bahasa dan fungsi eksekutif. Gangguan atensi dapat berupa dua kondisi klinik berbeda. Pertama ketidakmampuan mempertahankan atensi maupun atensi yang terpecah atau tidak atensi sama sekali, kedua inatensi spesifik unilateral terhadap stimulus pada sisi tubuh kontralateral lesi otak.
(41)
2. Bahasa
Bahasa merupakan perangkat dasar komunikasi dan modalitas dasar yang membangun kemampuan fungsi kognitif. Oleh karena itu pemeriksaan bahasa harus dilakukan pada awal pemeriksaan neurobehaviour. Jika terdapat gangguan bahasa, pemeriksaan kognitif seperti memori verbal, fungsi eksekutif akan mengalami kesulitan atau tidak mungkin dilakukan.
Gangguan bahasa (afasia) sering terlihat pada lesi otak fokal maupun difus, sehingga merupakan gejala patognomonik disfungsi otak. Penting bagi klinikus untuk mengenal gangguan bahasa karena hubungan yang spesifik antara sindroma afasia dengan lesi neuroanatomi. Kemampuan berkomunikasi menggunakan bahasa penting, sehingga setiap gangguan berbahasa akan menyebabkan hendaya fungsional. Setiap kerusakan otak yang disebabkan oleh stroke, tumor, trauma, demensia dan infeksi dapat menyebabkan gangguan berbahasa.
3. Memori
Memori adalah proses bertingkat dimana informasi pertama kali harus dicatat dalam area korteks sensorik kemudian diproses melalui sistem limbik untuk terjadinya pembelajaran baru.
Secara klinik memori dibagi menjadi tiga tipe dasar : immediate, recent dan
(42)
a. Immediate memory merupakan kemampuan untuk merecall stimulus dalam interval waktu beberapa detik
b. Recent memory merupakan kemampuan untuk mengingat kejadian
sehari-hari (misalnya tanggal, nama dokter, apa yang dimakan saat sarapan, atau kejadian-kejadian baru) dan mempelajari materi baru serta mencari materi tersebut dalam rentang waktu menit, jam, hari, bulan, tahun.
c. Remote memory merupakan koleksi kejadian yang terjadi bertahun tahun yang lalu (misalnya tanggal lahir, sejarah, nama teman).
Gangguan memori merupakan gejala yang paling sering dikeluhkan pasien. Amnesia secara umum merupakan efek fungsi memori. Ketidakmampuan untuk mempelajari materi baru setelah brain insult disebut amnesia anterograd. Amnesia anterograd merujuk pada amnesia kejadian yang baru terjadi sebelum brain insult.
Hampir semua pasien demensia menunjukkan masalah memori pada saat awal perjalanan penyakitnya. Tidak semua gangguan memori merupakan gangguan organik. Pasien depresi dan ansietas sering mengalami kesulitan memori. Amnesia psikogenik jika amnesia hanya pada satu periode tertentu, dan pada pemeriksaan tidak dijumpai defek recent memory.
4. Visuospasial
Kemampuan visuospasial dapat dievaluasi melalui kemampuan kontruksional seperti menggambar atau meniru berbagai macam gambar (misal :
(43)
lingkaran, kubus) dan menyusun balok-balok. Semua lobus berperan dalam kemampuan kontruksi ini tetapi lobus parietal terutama hemisfer kanan mempunyai peran yang paling dominan. Menggambar jam sering digunakan untuk skrining kemampuan visuospasial dimana berkaitan dengan gangguan di lobus frontal dan parietal.
5. Fungsi eksekutif
Fungsi eksekutif adalah kemampuan kognitif tinggi seperti cara berpikir dan kemampuan pemecahan masalah. Kemampuan eksekutif diperankan oleh lobus frontal, tetapi pengalaman klinis menunjukkan bahwa semua sirkuit yang terkait engan lobus frontal juga menyebabkan sindroma lobus frontal. Istilah penurunan fungsi kognitif sebenarnya menggambarkan perubahan kognitif yang berkelanjutan, beberapa dianggap masih dalam kategori gangguan ringan. Beberapa pemeriksaan seperti trial making test A dan B dapat digunakan sebagai skrining untuk menilai fungsi eksekutif.
Untuk menentukan gangguan fungsi kognitif, biasanya dilakukan penilaian terhadap satu domain kognitif atau lebih seperti memori, orientasi, bahasa, fungsi eksekutif dan praksis. Temuan dari berbagai penelitian klinis dan epidemiologis menunjukkan bahwa berbagai faktor biologis, prilaku, sosial dan lingkungan dapat berkontribusi terhadap risiko penurunan fungsi kognitif (Plasman dkk, 2010).
Sebagai suatu pemeriksaan awal, pemeriksaan Status Mental Mini (MMSE:
(44)
Pemeriksaan status mental MMSE Folstein adalah uji yang paling sering dipakai saat ini, penilaian dengan nilai maksimum 30 cukup baik dalam mendeteksi gangguan kognisi, menetapkan data dasar dan memantau penurunan kognisi dalam kurun waktu tertentu. Nilai di bawah 27 dianggap abnormal dan mengindikasikan gangguan kognisi yang signifikan pada penderita berpendidikan tinggi. Penyandang dengan pendidikan yang rendah dengan nilai MMSE paling rendah 24 masih dianggap normal, namun nilai yang rendah ini mengidentifikasikan resiko untuk demensia (Asosiasi Alzheimer Indonesia, 2003).
Uji MMSE awalnya dikembangkan untuk skrining demensia, namun digunakan secara luas untuk pengukuran fungsi kognitif general. Uji MMSE kini adalah instrumen skrining yang paling luas untuk menilai status kognitif dan status mental pada usia lanjut (Kochhann dkk, 2009). Uji MMSE harus digunakan pada individu-individu dengan kecurigaan gangguan fungsi kognitif, namun tidak dapat digunakan untuk diagnosis demensia. Uji MMSE ini disebut “mini” karena hanya fokus pada aspek kognitif dari fungsi mental dan tidak mencakup pertanyaan tentang mood, fenomena mental abnormal dan pola pikiran. Mini Mental State Examination menilai sejumlah domain kognitif, orientasi ruang dan waktu, working
dan immediate memory, atensi dan kalkulasi, penamaan benda, pengulangan kalimat, pelaksanaan perintah menulis, pemahaman dan pelaksanaan perintah verbal, perencanaan dan praksis. Tes tersebut direkomendasikan sebagai alat skrining untuk penilaian kognitif global oleh American academy of Neurology (Kochhan dkk, 2010).
(45)
Sebuah studi yang dilakukan pada 473 orang sehat yang berumur lebih dari 15 tahun dengan latar belakang pekerjaan dan pendidikan yang beragam di Medan didapatkan skor median MMSE berdasarkan usia dan lama pendidikan sebagai berikut: (Sjahrir dkk, 2001).
Tabel 1. Skor Median MMSE
Lama Pendidikan ( tahun)
0-6 7-9 10-12 >12 Median 24 26 26 28 Usia (tahun) <20 21-30 31-40 41-50 51-60 >60 Median 27 28 28 26 27 21
Dikutip dari :Sjahrir H, Ritarwan K, Tarigan S, Rambe AS, Lubis ID, Bhakti I. 2001. The Mini Mental Stage Examination in Healthy Individual in Medan, Indonesia by Age and Education Level. Neurol J Southeast Asia; 6:19-22
II.4 Nyeri Kronis Paska Stroke, Gangguan Kognitif dan Outcome Fungsional
Penyakit serebrovaskuler merupakan faktor resiko untuk terjadinya kegagalan fungsi kognitif. Stroke telah banyak dihubungkan dengan gangguan fungsi kognitif. Konsep klasik mengimplikasikan bahwa demensia yang berasal
(46)
dari vaskuler merupakan hasil dari suatu volume kritis dari jaringan otak yang infark. Lokasi lesi juga dikatakan berpengaruh pada gangguan tersebut. Demensia setelah stroke telah dilaporkan berhubungan dengan pasien-pasien dengan lesi
subcortical white matter yang luas. Disrupsi dari subkortikofrontal dan talamocortikal sekalipun kecil dan terisolasi dapat menyebabkan demensia. Lesi
white matter yang luas mencerminkan kerusakan axon yang tersebar dengan konsekuensi terputusnya fungsi dari korteks secara luas. Pada pasien dengan cerebral microangiopathy, gangguan neurofisiologi berkorelasi dengan hipoperfusi kortikal dan hipometabolisme tetapi tidak dengan luasnya lesi white matter. Atrophy corpus calosum merupakan prediktor gangguan kognitif global pada pasien dengan lesi white matter (Haring, 2002).
Nyeri kronis paska stroke telah banyak dilaporkan. Nyeri neurogenik seperti CPSP dilaporkan terjadi sekitar 8% penderita stroke. Nyeri nosiseptif yang mempengaruhi bahu dan lengan terjadi pada 22% penderita stroke, nyeri kepala tipe tension terjadi pada 8% penderita stroke. Kondisi nyeri yang kronis, rekuren ataupun persisten telah dilaporkan dapat mempengaruhi fungsi fisik dan berhubungan dengan gangguan mood. Nyeri yang berlangsung lama dapat memicu stres pada penderita dan keluarga yang berakibat berpengaruhnya aktivitas kehidupan sehari-hari. Respon terhadap nyeri kronis ini bervariasi diantara penderita. Hal tersebut dapat dilihat dari 4 sudut pandang, yaitu : fisik, fungsional, psikologi dan sosial. Dimana aspek fisik berkaitan dengan gejala dari penyakit; aspek fungsional berkaitan dengan perawatan diri dan tingkat aktifitas
(47)
fisik; aspek psikologi berkaitan dengan fungsi kognitif, status emosional, kepuasan hidup, dan kegembiraan; dan aspek sosial berkaitan dengan kontak sosial dan interaksi. (Widar dkk, 2002).
Dalam suatu studi PRoFESS Trial dilaporkan terjadinya penurunan dalam skor MMSE >3 terjadi pada 10,7% pasien dengan nyeri kronis setelah stroke dibandingkan dengan 8,8% pada pasien-pasien tanpa nyeri kronis setelah stroke. Pada studi tersebut juga dilaporkan terdapatnya penurunan dalam m-Rankin scale
≥1poin pada 13,7% pasien dengan nyeri kronis setelah stroke dibandingkan
dengan 8,7% pada pasien tanpa nyeri kronis setelah stroke (O’Donnell dkk , 2013). Pengaruh nyeri pada fungsi kognitif tidak langsung berhubungan dengan gambaran diskriminasi sensoris. Secara spesifik dikatakan bahwa kegagalan kognitif pada pasien-pasien dengan nyeri kronis berhubungan dengan perubahan
mood dan stres emosional, juga dengan gangguan lain seperti gangguan tidur, kelelahan, dan kegagalan melakukan aktifitas sehari-hari. Studi sebelumnya telah menunjukkan bahwa stres psikologis dan emosi negatif lebih berhubungan dengan defisit kognitif pada pasien-pasien dengan nyeri kronis daripada keparahan nyeri (Hart dkk, 2003).
(48)
II.8 Kerangka Teori
Paska Stroke
Chronic pain Syndrome
Gangguan Fungsi kognitif
Outcome Fungsional
O’Donnell MJ,dkk,2013: Chronic pain syndrome merupakan komplikasi stroke iskemik.
Widar M,dkk:,2002 Nyeri bahu berhubungan dengan perubahan dinamis akibat paresis pada sisi terkena mengakibatkan subluksasi sendi, robeknya rotator cuff dan cedera jaringan lunak. Klit H, 2011: bentuk chronic pain
syndrome paling umum nyeri bahu, CPSP, nyeri spastisitas dan nyeri kepala.
O’Donnell MJ.2013:spastisitas/
shoulder subluxation signifikan berhubungan dengan penurunan kognitif.
O’Donnell
MJ.2013:Penurunan
outcome( mRS >1 point) dijumpai 13,7 % pada Chronic pain syndrome setelah stroke
Widar dkk,2002: kondisi nyeri kronis, rekuren atau persisten dapat mempengaruhi fungsi fisik dan berhubungan dengan gangguan mood.
Klit H,2009: Nyeri kronis setelah stroke menurunkan kualitas hidup, mempengaruhi mood, tidur dan fungsi sosial
(49)
II.9 Kerangka Konsep
STROKE
CHRONIC PAIN
SYNDROME
GANGGUAN
KOGNITIF
OUTCOME
FUNGSIONAL
(50)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN III.1. Waktu dan tempat penelitian
Penelitian dilakukan di Departemen Neurologi FK USU/RSUP HAM Medan dimulai bulan Juni 2014 s/d November 2014 atau sampai sampel yang diinginkan terpenuhi sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi.
III.2. Subyek Penelitian
Subyek penelitian diambil dari populasi pasien stroke yang berobat jalan di poliklinik neurologi RSUP Haji Adam Malik Medan. Penentuan subyek penelitian dilakukan menurut metode consecutivesampling yaitu semua subyek yang datang dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subyek yang diperlukan terpenuhi.
III.2.1. Populasi Sasaran
Semua penderita chronic pain syndrome setelah stroke yang ditegakkan dengan pemeriksaan klinis dan CT-Scan kepala.
III.2.2. Populasi Terjangkau
Semua penderita chronic pain syndrome setelah stroke yang ditegakkan dengan pemeriksaan klinis dan CT- Scan kepala yang berobat jalan di Poliklinik neurologi FK USU / RSUP. H. Adam Malik Medan mulai bulan Juni 2014 sampai November 2014.
(51)
III.2.3. Sampel
Sampel merupakan populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi serta bersedia menandatangani informed consent.
III.2.4. Besar Sampel
Besar sampel dihitung menurut rumus: (Sastroasmoro dkk, 2002)
2 2 ) 1 ( ) 2 / 1(
(
1
)
)
(
1
)
a o a a o o
P
P
P
P
Z
P
P
Z
n
Dimana : ) 2 / 1 (Z = deviat baku alpha. utk = 0,05 maka nilai baku normalnya 1,96
) 1 (
Z = deviat baku beta. utk = 0,10 maka nilai baku normalnya 1,282
0
P = proporsi kejadian CPS paska stroke = 0,08 (8 %) (O’Donnell dkk, 2013).
a
P = perkiraan proporsi kejadian CPS paska stroke yang diteliti sebesar = 0,33
a
P
P0 = beda proporsi yang bermakna ditetapkan sebesar 0,25
Maka sampel minimal untuk penelitian ini sebanyak 21 penderita chronic pain syndrome paska stroke.
III.2.5. Kriteria inklusi
1. Penderita chronic pain syndrome paska stroke yang berobat jalan di poliklinik neurologi RSUP Haji Adam Malik Medan.
2. Dapat berbahasa Indonesia. 3. Dapat membaca dan menulis.
(52)
III.2.6. Kriteria Eksklusi
1. Pasien dengan afasia.
2. Pasien dengan nyeri kronik sebelum stroke. 3. Penderita Alzheimer dan Parkinson.
4. Penderita gangguan jiwa.
III.3. Batasan Operasional
1. Stroke (Sacco,dkk,2013): adalah suatu episode disfungsi neurologis akut yang diduga disebabkan oleh iskemik atau hemoragik, menetap ≥ 24 jam atau sampai kematian, tetapi tanpa bukti yang cukup untuk diklasifikasikan. 2. Afasia merupakan gangguan berbahasa yang disebabkan oleh disfungsi
otak (Lumempow, 2011).
3. Fungsi kognitif adalah aktifitas mental secara sadar seperti berfikir, mengingat, belajar, dan menggunakan bahasa. Fungsi kognitif juga merupakan kemampuan atensi, memori, pertimbangan, pemecahan masalah, serta kemampuan eksekutif seperti merencanakan, menilai, mengawasi, dan melakukan evaluasi (Strub dkk, 2000).
4. Chronic Pain Syndrome paska stroke merupakan sindroma nyeri yang
terjadi setelah stroke yang dialami penderita secara menetap atau berulang selama minimal 3 bulan (O’Donnell dkk, 2013).
(53)
5. Penyakit Parkinson adalah gangguan neurodegeneratif yang bersifat progresif yang mengenai gerakan atau kontrol terhadap gerakan termasuk bicara dan memiliki onset yang bersifat insidious (tidak diketahui dengan pasti kapan mulai sakit) (Kolegium Neurologi Indonesia, 2008).
6. Demensia Alzheimer adalah sindroma penurunan kemampuan intelektual yang menyebabkan deteorisasi kognisi dan fungsional, sehingga mengakibatkan gangguan fungsi sosial, pekerjaan dan aktifitas sehari-hari yang dibuktikan dengan pemeriksaan klinik dan tes neuropsikologi (Kolegium Neurologi Indonesia, 2008).
7. Gangguan Jiwa adalah suatu ketidakberesan kesehatan dengan manifestasi-manifestasi psikologis atau perilaku terkait dengan penderitaan yang nyata dan kinerja buruk, dan disebabkan oleh gangguan biologis, sosial, psikologis, genetik, fisis, atau kimiawi (Zimmerman, 2005).
8. Outcome fungsional adalah kondisi keterbatasan fungsional paska stroke. Hasil penilaiannya adalah secara umum, terdiri dari 5 angka, yaitu: keterbatasan tak bermakna, keterbatasan ringan, keterbatasan sedang, keterbatasan sedang- berat, keterbatasan berat.(Soertidewi, 2011)
(54)
III.4. Instrumen Penelitian
III.4.1. Computed Tomography Scan (CT Scan) kepala. CT scan yang digunakan adalah X-Ray CT System, merk Hitachi seri W 450. Pembacaan hasil CT scan dilakukan oleh seorang ahli radiologi.
III.4.2. Mini Mental State Examination (MMSE) adalah suatu pengukuran fungsi kognitif yang pertama kali digunakan oleh Folstein. Skor mulai dari 0 sampai dengan 30. Skor dibawah 24 menunjukkan gangguan fungsi kognitif (Asosiasi Alzheimer Indonesia, 2003).
III.4.3 Modified Rankin Scale (mRS) merupakan skala yang menilai outcome
secara global dengan rentang nilai dari 0 - 6. Nilai mRS 1-2 dikategorikan sebagai outcome baik dan nilai mRS 3-6 dikategorikan sebagai outcome
buruk (Millan dkk, 2007).
III.4.4. Kuesioner chronic post stroke pain yang diadaptasi dari penelitian Henriette Klit, 2011 untuk nyeri kronik setelah stroke.
III.4.5. Visual Analoque Scale (VAS) adalah merupakan suatu garis lurus yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan memiliki alat pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberi kebebasan pasien untuk mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS dapat merupakan pengukur
(55)
keparahan yang lebih sensitif karena pasien dapat mengidentifikasi setiap titik. Skala ini menggunakan angka-angka 0 sampai 10 (100mm) untuk menggambarkan tingkat nyeri. Pengukuran pada nilai 0 (tanpa nyeri), 0 - <4= nyeri ringan, 4 - <7 = nyeri sedang, dan 7-10= nyeri berat (Meliala, 2001).
III.5. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan studi potong lintang (cross sectional study) yang bersifat analitik .
III.6. Pelaksanaan Penelitian III.6.1. Pengambilan Sampel
Semua penderita setelah minimal 3 bulan menderita stroke yang berobat jalan di Poliklinik Ilmu Penyakit Saraf FK-USU/ RSUP H. Adam Malik Medan yang diambil secara consecutive yang memenuhi kriteria inklusi dan dilakukan wawancara untuk menilai skor VAS, MMSE dan mRS. Pada pasien yang menderita nyeri setelah stroke diminta mengisi kuesioner untuk menilai karakteristik nyeri kronik yang muncul setelah stroke.
(56)
III.6.2. Kerangka Operasional
Penderita paska stroke
Chronic pain syndrome
Surat Persetujuan ikut dalam penelitian
Wawancara menilai MMSE dan mRS serta diminta
mengisi kuesioner Inklusi Eksklusi
Nilai VAS
(57)
III.7. Variabel yang Diamati
Variabel bebas : chronic pain syndrome paska stroke Variabel terikat : fungsi kognitif, outcome fungsional
III.8. Analisa Statistik
Data hasil penelitian akan dianalisa secara statistik dengan bantuan program komputer Windows SPSS ( Statistical Product and Science and Service) 15. Analisa dan penyajian data dilakukan sebagai berikut :
III.8.1.Gambaran karakteristik demografik, outcome fungsional, dan gangguan kognitif pada penderita chronic pain syndrome paska stroke disajikan dalam bentuk tabulasi dan dideskripsikan.
III.8.2. Untuk mengetahui distribusi data digunakan uji Kolmogorov-Smirnov.
III.8.3. Hubungan antara intensitas nyeri pada chronic pain syndrome paska stroke dengan gangguan kognitif digunakan ujikorelasi Pearson.
III.8.4. Hubungan antara intensitas nyeri pada chronic pain syndrome paska stroke dengan outcome fungsional digunakan uji korelasi Pearson.
III.8.5. Hubungan antara intensitas nyeri pada chronic pain syndrome paska stroke dengan volume lesi digunakan uji korelasi Pearson.
III.8.6. Hubungan antara intensitas nyeri pada chronic pain syndrome paska stroke dengan lama stroke digunakan uji korelasi Pearson.
III.8.7. Hubungan antara intensitas nyeri pada chronic pain syndrome paska stroke dengan lokasi lesi digunakan uji korelasi Spearman.
(58)
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dari keseluruhan pasien paska stroke yang berobat jalan di Poliklinik Neurologi RSUP. H. Adam Malik Medan pada periode Juni hingga November 2014, terdapat 27 pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sehingga diikut sertakan pada penelitian ini. Pada semua subyek penelitian telah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
IV.1. Hasil Penelitian
IV.1.1 Karakteristik subyek penelitian
Karakteristik subyek pada penelitian ini ditampilkan berdasarkan distribusi kelompok usia, kelompok jenis kelamin, kelompok pendidikan serta kelompok pekerjaan. Karakteristik demografik subyek penelitian dapat dilihat pada tabel 2.
Berdasarkan tabel 2 dari keseluruhan 27 orang subyek yang dianalisa, terdiri dari 15 orang pria ( 55,6 %) dan 12 orang wanita ( 44,4%), dengan rerata usia 61,11 tahun yang berkisar dari usia 44 tahun sampai usia 76 tahun
(59)
Tabel 2. Karakteristik demografik subyek penelitian
. Dari segi pendidikan, subyek penelitian paling banyak dengan tingkat pendidikan SLTA yaitu 51,86%. Sementara tingkat pendidikan yang paling sedikit yaitu SD, SLTP, dan S2 yang sama persentasinya (11,11%). Dari segi pekerjaan, pegawai negeri sipil (PNS) merupakan jenis pekerjaan terbanyak 55,6 %. Sementara pekerjaan paling sedikit sebagai ibu rumah tangga, yaitu 11,11%.
Variabel Chronic pain syndrome Usia Mean±SD Rentang Jenis kelamin Pria Wanita Pendidikan SD SLTP SLTA S1 S2 Pekerjaan Petani
Ibu rumah tangga Swasta
PNS
61,11 ± 8,21 44 - 76
15 (55,6%) 12 (44,4%)
3 (11,11%) 3 (11,11%) 14 (51,86%)
4 (14,81%) 3 (11,11)
4 (14,8%) 3 (11,11%)
5 (18,5%) 15 (55,6%)
(60)
Gambar 2. Distribusi jenis kelamin penderita CPS paska stroke
Gambar 3. Distribusi tingkat pendidikan penderita CPS paska stroke
Pada tabel 3 dapat dilihat gambaran karakteristik stroke dan CPS dari subyek penelitian.
55,6 %
44,45 %
Pria Wanit a
11,11 % 11,11 %
51,86 %
14,81 % 11,11 %
SD SLTP SLTA S1 S2
(61)
Tabel 3. Gambaran karakteristik stroke dan CPS subyek penelitian Variabel Chronic pain syndrome
Jenis stroke
Stroke iskemik
Stroke hemoragik
Frekuensi stroke
1 kali > 1 kali
Lokasi lesi
Korteks Sub korteks Campuran
Volume lesi
Mean ± SD (cc)
Kekuatan motorik
Mean ± SD
Hemisfer Kanan Kiri Campuran Spastisitas Dijumpai Tidak dijumpai Tipe CPS Nyeri muskuloskeletal CPSP Nyeri kepala Gabungan Lama stroke
Mean ± SD (bulan) 22 (81,5%) 5 (18,5%) 25 (92,6%) 2 (7,4%) 7 (25,9%) 18 (66,7%) 2 (7,4%)
6,648 ± 7,25
3,85 ± 0,534
11 (40,74%) 15 (55,56%) 1 (3,7%) 17 (62,96%) 10 (37,04%) 11 (40,74%) 3 (11,11%) 5 (18,52%) 8 (29,63%)
(62)
Gambar 4. Distribusi tipe stroke penderita CPS paska stroke
Gambar 5. Distribusi lokasi lesi penderita CPS paska stroke
81,5 %
18,5 %
St roke Iskem ik St roke Hem oragik
25,9 %
66,7 % 7,4 %
Korteks Sub Korteks Cam puran
(63)
Pada tabel 3 dapat dilihat stroke iskemik dijumpai pada 22 orang subyek penelitan ( 81,5 %) dan stroke hemoragik pada 5 orang (18,5%). Dari 22 orang subyek penelitian dengan stroke iskemik terdapat 11 orang pria (50%) dan 11 orang wanita (50%). Diantara 5 orang subyek penelitian dengan stroke hemoragik terdapat 4 orang pria (80%) dan 1 orang wanita (20%).
Berdasarkan tabel 3 dari keseluruhan 27 orang subyek penelitian yang mengalami stroke baru satu kali adalah sebanyak 25 orang (92,6%), dan yang mengalami stroke lebih dari satu kali sebanyak 2 orang (7,4%). Berdasarkan lokasi lesi dapat dilihat bahwa lesi paling banyak dijumpai di subkorteks (66,7%), dan yang paling banyak terlibat adalah hemisfer kiri sebesar 55,56 %. Rerata volume lesi pada seluruh subyek penelitian adalah 6,648 cc. Rerata kekuatan motorik pada seluruh subyek penelitian adalah 3,85. Pada sebagian besar subyek penelitian, yaitu pada 17 orang (62,96%) mengalami spastisitas.
Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat rerata lamanya subyek penelitian menderita stroke adalah selama 40,96 bulan. Tipe CPS paling banyak diderita adalah nyeri muskuloskeletal (40,74%) dan diikuti dengan nyeri gabungan antara nyeri muskuloskeletal, nyeri sentral ataupun nyeri kepala (18,52%).
(64)
Tabel 4. Nilai rerata skor VAS, skor MMSE dan skor mRS
Variabel n Mean ± SD
Skor VAS Skor MMSE
Skor mRS
27 27 27
4,22 ± 1,396 26,85 ± 3,655
2,04 ± 1,055
Pada tabel 4 dapat dilihat nilai rerata skor VAS pada keseluruhan subyek penelitian adalah 4,22 ± 1,396. Nilai rerata skor MMSE pada seluruh subyek penelitian adalah sebesar 26,85 ± 3,655. Nilai rerata skor mRS pada seluruh subyek penelitian adalah sebesar 2,04 ± 1,055.
IV.1.2 Rerata skor VAS pada pria dan wanita
Pada tabel 5 dapat dilihat nilai rerata skor VAS pada pasien CPS pria dan pasien CPS wanita.
Tabel 5. Rerata skor VAS pada pasien CPS pria dan wanita
Variabel n Mean ± SD p
Skor VAS
Pria Wanita
15 12
4,0 ± 1,254 4,5 ± 1,567
0,379*
Uji T-independent
Nilai rerata skor VAS dijumpai lebih tinggi pada wanita (4,5 ± 1,567) daripada pada pria (4,0 ± 1,254), namun berdasarkan uji statistik
(65)
T-independent tidak dijumpai perbedaan yang signifikan untuk nilai rerata skor VAS antara pria dan wanita.
IV.1.3 Hubungan skor VAS dengan skor MMSE, skor mRS, lokasi lesi, volume lesi dan lama stroke
Hubungan antara skor VAS dengan skor MMSE, skor mRS, lokasi lesi, volume lesi dan lama stroke dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6. Hubungan skor VAS dengan skor MMSE, skor mRS, lokasi lesi, volume lesi dan lama stroke
Variabel MMSE mRS Lokasi
lesi
Volume lesi
Lama stroke Skor VAS r
p n 0,058* 0,776 27 0,175* 0,381 27 0,077** 0,704 27 0,037* 0,856 27 -0,125* 0,536 27 *Koefisien korelasi Pearson
**Koefisien korelasi Spearman
Berdasarkan uji statistik korelasi Pearson, pada penelitian ini didapati korelasi yang sangat lemah antara skor VAS dengan skor MMSE pada pasien CPS, namun korelasi tersebut tidak signifikan (r = 0,058; p = 0,776).
Berdasarkan uji statistik korelasi Pearson, pada penelitian ini dijumpai korelasi yang sangat lemah antara skor VAS dengan skor mRS pada pasien CPS, namun korelasi tersebut tidak signifikan (r = 0,175; p = 381).
(66)
Hasil analisa statistik dengan uji korelasi Pearson menunjukkan korelasi yang sangat lemah dan tidak signifikan antara skor VAS dengan volume lesi (r = 0,037; p = 0,856). Hasil analisa statistik dengan uji korelasi Pearson menunjukkan korelasi yang sangat lemah dan tidak signifikan antara skor VAS dengan lama stroke (r = -0,125; p = 0,536).
Korelasi antara skor VAS dengan lokasi lesi yang dianalisis dengan uji korelasi Spearman menunjukkan korelasi yang sangat lemah dan tidak signifikan (r = 0,077; p = 0,704).
Tabel 7. Hubungan skor mRS dengan skor MMSE dan kekuatan motorik
Variabel mRS
MMSE r
p n
-0,686* 0,001
27
Kekuatan motorik r p n
-0,536* 0,004
27 *Koefisien korelasi Pearson
Pada tabel 7 dapat dilihat berdasarkan uji statistik korelasi Pearson dijumpai korelasi negatif yang kuat dan signifikan antara skor MMSE dengan skor mRS (r = -0,686; p = 0,001). Dari hasil uji statistik korelasi Pearson didapati korelasi negatif
(67)
yang kuat dan signifikan antara skor mRS dengan kekuatan motorik (r = -0,536; p = 0,004).
IV.2 Pembahasan
IV.2.1. Karakteristik demografik subyek penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan metode pengumpulan data secara potong lintang dengan tujuan untuk mengetahui hubungan antara
chronic pain syndrome paska stroke dengan gangguan kognitif dan outcome
fungsional.
Pada penelitian ini pengambilan sampel dilakukan secara consecutive pada pasien paska stroke yang berobat ke poliklinik Neurologi RSUP H. Adam Malik Medan. Pada penelitian ini pasien CPS paska stroke didiagnosa dengan anamnese, pemeriksaan fisik dan rekaman head CT scan. Setiap pasien paska stroke yang memenuhi kriteria inklusi kemudian dilakukan penilaian skor VAS, skor MMSE dan skor mRS.
Jumlah keseluruhan subyek penelitian ini adalah 27 orang, dengan jumlah pria lebih banyak daripada wanita. Pada penelitian ini 81,5% dari seluruh subyek penelitian menderita stroke iskemik. Pada penelitian O’Donnell dkk, 2013, sebesar 62,5% penderita CPS paska stroke adalah pria, dan studi tersebut hanya melibatkan penderita stroke iskemik. Studi prevalensi oleh Jonssson dkk, 2006, melaporkan dari keseluruhan 297 penderita stroke dimana 60% nya adalah pria, sebanyak 96 orang pria (52%) mengalami CPS. Pada studi tersebut sebesar
(68)
89,2% adalah penderita stroke iskemik. Studi oleh Klit dkk, 2011, melaporkan CPS yang terjadi sedikitnya 2 tahun terakhir dijumpai pada 39% pasien stroke, dan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pria dan wanita. Widar dkk, 2002 yang meneliti mengenai karakteristik nyeri kronis paska stroke di University Hospital Sweden melaporkan dari 43 orang dengan nyeri kronis paska stroke, 30 orang pria dan 13 orang wanita dimana 38 orang merupakan stroke iskemik dan 5 orang adalah stroke hemoragik. Menurut Lundstrom dkk, 2009, bahwa nyeri kronis paska stroke tidak berhubungan dengan usia, jenis kelamin ataupun jenis stroke.
IV.2.2. Karakteristik stroke dan CPS subjek penelitian
Pada penelitian ini 62,96% subyek penelitian menderita spastisitas. Pada studi Widar dkk, 2002, spastisitas dijumpai pada 41,86% penderita CPS paska stroke. Pada studi Lundstrom dkk, 2009, spastisitas dijumpai pada 41% pasien yang menderita nyeri kronis paska stroke. Menurut Lundstrom dkk, 2009, terdapat beberapa mekanisme yang menghubungkan spastisitas dengan nyeri pada penderita stroke. Pertama, bahwa spastisitas dapat menyebabkan regangan berlebihan pada otot dan ligamen sehingga menimbulkan resiko nyeri nosiseptif. Kedua, nyeri dapat meningkatkan refleks spinal yang terlibat dalam spastisitas; namun, spastisitas sendiri tidak cukup untuk mengakibatkan nyeri yang berhubungan dengan stroke. Kegagalan sensorik dan motorik meningkatkan resiko gerakan muskuloskeletal yang abnormal, yang kemudian akan menyebabkan cedera regangan dan nyeri. Suatu studi populasi oleh Klit dkk, 2011, melaporkan
(69)
nyeri yang berhubungan langsung dengan spastisitas dijumpai pada lebih dari 17,4% pasien stroke.
Pada penelitian ini yang paling banyak dijumpai adalah nyeri muskuloskeletal (40,74%), kemudian nyeri kepala (18,52%), sementara nyeri sentral paling sedikit dijumpai (11,11%). Hasil ini sesuai dengan studi oleh Lundstrom dkk, 2009, dimana nyeri paska stroke paling banyak merupakan nyeri muskuloskeletal yang berlokasi di ekstremitas, sementara nyeri sentral dijumpai pada 3% pasien. Studi oleh Jonsson dkk, 2006, juga melaporkan bahwa nyeri muskuloskeletal merupakan tipe CPS yang paling banyak dijumpai pada pasien stroke pada studi prevalensi tersebut. Studi oleh Klit dkk, 2011, juga melaporkan manifestasi CPS paska stroke terbanyak adalah nyeri bahu dan nyeri sendi lainnya (31,7%) sementara nyeri kepala dijumpai pada 10,5%. Menurut Widar dkk, 2002, nyeri muskuloskeletal pada pasien stroke berhubungan dengan perubahan dinamis akibat paresis dan telah dilaporkan terjadi pada 5-84% pasien stroke. Hal ini dapat terjadi akibat subluksasi sendi glenohumeral, rotator cuff tears, dan cedera jaringan lunak. Pada studi tersebut nyeri kepala dijumpai pada 23,25% dari 43 orang pasien stroke yang menderita CPS.
Salah satu faktor yang meningkatkan nyeri pada pasien dengan nyeri kepala terutama adalah stres dan kecemasan, yang dikatakan dapat menjadi penyebab atau sedikitnya memberi kontribusi dari tension type headache (Widar dkk, 2002). Nyeri bahu merupakan salah satu manifestasi nyeri muskuloskeletal yang sering dijumpai pada pasien-pasien paska stroke. Penyebab nyeri bahu
(1)
Pertanyaan 4-11* hanya mengenai nyeri paling parah yang Anda alami,contohnya nyeri yang Anda sebutkan pada pertanyaan 3.
Pikirkan bagaimana rasa nyeri anda dalam minggu terakhir dan tandai jawaban sesuai.
□
Ya Jika Ya, lanjut ke pertanyaan (2)□
Tidak2.Tandailah pada gambar dibawah ini dimana Anda mengalami nyeri yang lain,yang tidak berhubungan dengan sakit kepala, spastisitas, namun nyeri lain yang baru Anda alami
Tandailah daerah nyeri pada gambar:
3. Tunjukkan lokasi nyeri yang paling parah: ________________________________
(2)
4. Pada skala dibawah ini, tunjukkan seberapa parah nyeri Anda sesuai dengan yang Anda tunjukkan pada diagram diatas pada minggu terakhir: “0” artinya tidak sakit dan “10” artinya sangat sakit.
Lingkari nomor yang menjelaskan rasa nyeri yang Anda alami.
Tidak 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 Sangat
(3)
5.Pada daerah yang mengalami nyeri, apakah Anda merasakan seperti tertusuk jarum, sensasi kesemutan atau tertusuk?
□
Tidak□
Ya6. Apakah terjadi perubahan warna pada daerah yang nyeri (lebih pucat atau lebih kemerahan) saat nyeri terasa paling parah?
□
Tidak□
Ya7. Apakah nyeri Anda menyebabkan bagian kulit yang terkena menjadi tidak normal
pekanya terhadap sentuhan? Rasa tidak nyaman bila kulit digores secara ringan atau rasa nyeri untuk menggambarkan keadaan tidak normal ini.
□
Tidak□
Ya8. Apakah nyeri Anda muncul tiba-tiba dengan mendadak tanpa ada sebab yang jelas pada saat Anda sedang berdiam diri?
□
Tidak□
Ya9. Apakah nyeri Anda terasa seakan suhu kulit di bagian yang nyeri berubah tdk normal?
□
Tidak□
Ya10. Sentuhan ringan pada daerah nyeri dan daerah tidak nyeri. Bagaimana sensasi sentuhan didaerah yang nyeri?
□
Saya merasakan rasa nyeri yang sama pada kedua daerah.
□
Saya merasa tidak nyaman, seperti rasa tertusuk jarum, kesemutan atau rasaterbakar pada daerah yg nyeri yang berbeda dari daerah yang tidak nyeri
(4)
(5)
11. Lakukan tekanan ringan pada daerah yang nyeri dan tekanan ringan pada daerah yang tidak nyeri. Bagaimana rasanya di daerah yang nyeri?
□
Saya merasakan sensasi yang sama pada kedua daerah.□
Saya merasakan hilang rasa atau rasa yang berkurang pada daerah yang nyeri dibandingkan yang tidak nyeri
*Modified from the S-LANSS by Bennett et al, The Journal of Pain, vol 6, No 3 (March), 2005:pp 149-158
J. Komentar akhir
1. Bagaimana kesehatan Anda secara keseluruhan ?
Tandai angka yang menyatakan kesehatan Anda secara keseluruhan dengan cara melingkari. ”0” artinya buruk and ”10” artinya sangat baik.
BURUK
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 SGT BAIK
2. Bagaimana Anda menjelaskan kualitas hidup Anda secara keseluruhan?
Tandai angka yang menyatakan kualitas hidup Anda dengan cara melingkari. ”0” artinya buruk and ”10” artinya sangat baik
BURUK
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 SGT BAIK
3. Apakah kami dapat menghubungi Anda melalui telepon ?
□
Ya Nomor telp Anda_____________________________□
Tidak(6)
Lampiran 8 Data Dasar Penelitian
NO Nama Usia Sex kerja didik Onset (bln)
Frek. stroke
Jns stroke
VAS mRS MMSE Lokasi volume Hemisfer Ki/ka
motorik CPSP Musculo
-skeletal Nyeri kepala
spastis
1 HNB 45 P Tani SLTA 84 2 SI 4 4 17 Mixed 10 Ki-ka 4 + + + +
2 PON 68 W IRT SD 4 1 SI 3 3 16 Kortex 9 Ka 4 - + - +
3 SIT 44 W IRT SLTA 5 1 SH 8 2 27 Sub-kor 8 Ka 4 - + + +
4 ATS 66 P swas ta
SLTP 5 1 SI 7 2 28 Kortex 10 Ki 4 - + - +
5 MUR 58 W IRT SLTA 156 1 SI 5 1 30 Sub-kor 3 Ki 4 + + + +
6 OLI 60 W PNS SLTP 8 1 SI 5 3 23 Sub-kor 2 Ki 4 - + - +
7 JHS 61 P PNS S2 34 1 SH 3 1 29 Sub-kor 5 Ka 4 - + - +
8 REL 63 P PNS SLTA 96 1 SI 4 1 29 Sub-kor 2 Ka 4 - + - +
9 MID 71 P PNS S1 66 1 SI 5 3 27 Kortex 5 Ki 4 - - + -
10 SAL 76 W PNS SLTA 46 1 SI 3 1 29 Sub-kor 2 Ki 4 - + - + 11 NAT 69 P PNS SLTA 39 1 SH 6 2 27 Sub-kor 6 Ka 4 - + - + 12 ROB 55 P Swas
ta
SLTA 8 1 SI 4 3 29 Sub-kor 2 Ka 4 - + - +
13 PAR 58 P Swas ta
S2 5 1 SI 4 3 28 Kortex 10 Ki 4 - + - +
14 JOG 58 P Swas ta
SLTA 110 1 SH 4 2 27 Sub-kor 4 Ki 4 - + + +
15 TIN 69 W PNS SLTA 8 1 SI 4 2 29 Sub-kor 3.5 Ki 4 + + + +
16 SED 55 P PNS S1 12 1 SI 3 1 30 Sub-kor 2 Ka 4 - + - +
17 ERM 57 W Swas ta
SD 20 1 SI 4 2 29 Sub-kor 2 Ka 4 - + + +
18 KUR 61 P PNS SLTA 19 1 SI 4 1 30 Kortex 6 Ki 4 - - + -
19 SIZ 64 P PNS S1 56 1 SI 6 1 30 Sub-kor 5 Ki 4 - + - -
20 LIB 67 W PNS S1 6 1 SI 2 1 30 Sub-kor 10 Ki 4 + - - -
21 EDI 58 W Tani SLTA 30 1 SH 4 1 29 Kortex 40 Ka 4 + + + + 22 FAT 56 P Tani SLTP 34 1 SI 3 2 25 Kortex 5 Ki 4 + - + - 23 LEK 74 W Tani SD 108 1 SI 3 1 26 Sub-kor 5 Ka 4 - - + -
24 BEH 57 P PNS S2 51 1 SI 3 1 28 Sub-kor 4 Ki 4 + - - -
25 RN 71 W PNS SLTA 5 1 SI 6 4 26 Sub-kor 12 Ka 2 + - - -
26 POL 47 W PNS SLTA 7 2 SI 4 4 22 Mixed 6 Ki 2 - - + -