BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Anemia merupakan suatu keadaan ketika jumlah sel darah merah atau konsentrasi pengangkut oksigen dalam darah Hb tidak mencukupi untuk kebutuhan
fisiologis. Di Indonesia prevalensi anemia pada tahun 2013, yaitu mencapai 21,7, pada wanita usia 15-24 tahun sebesar 18,8, pada ibu hamil sebesar 37,1 dan pada balita
sebesar 28,1 Riskesdas, 2013. Prevalensi anemia yang tinggi dikalangan remaja sangat berdampak buruk pada masa depannya, jika tidak tertangani dengan baik maka akan
berlanjut hingga dewasa dan berkontribusi besar terhadap angka kematian ibu hamil, bayi lahir prematur, dan bayi dengan berat lahir rendah Agus,2004,dalam Kirana 2011.
Anemia pada remaja merupakan masalah medik yang paling sering dijumpai di seluruh dunia, di samping sebagai masalah kesehatan utama masyarakat Sudoyo 2006,
dalam Kirana, 2011. Penelitian pada remaja putri di Nepal pada tahun 2009 menunjukkan prevalensi anemia sebesar 78,3 Baral dan Onta 2009, dalam Kirana
2011. Di indonesia, anemia juga merupakan salah satu masalah gizi yang utama bagi remaja putri Arisman, 2009.
Angka anemia pada wanita usia subur WUS menurut Riskesdas 2013 mencapai 18,4 .
Dari beberapa kasus di Indonesia, Remaja putri termasuk golongan rawan menderita anemia, karena remaja putri dalam masa pertumbuhan dan setiap bulan
mengalami menstruasi. Pada saat menstruasi juga terjadi pembuangan zat besi setiap menjalani siklus menstruasi setiap bulan, sehingga wanita usia subur lebih rentan
terhadap anemia Price, 2006. Selain itu, remaja khususnya mahasiswi memiliki kesibukan yang tinggi baik
dalam aktivitas perkuliahan maupun organisasi yang nanti akan mempengaruhi pola makan sehingga tidak teratur. Selain itu seringnya kebiasaan mahasiswi dalam
mengonsumsi makanan dan minuman yang dapat menghambat absorpsi zat besi, sehingga nantinya akan mempengaruhi kadar hemoglobin seseorang. Ataupun ketidak
seimbangan asupan zat gizi juga bisa menjadi penyebab anemia pada remaja. Misalnya, remaja putri biasanya sangat memperhatikan bentuk tubuh, sehingga banyak yang
membatasi konsumsi makanan dan banyak pantangan terhadap makanan. Bila asupan makanan kurang, maka cadangan besi banyak yang dibongkar. Keadaan seperti ini dapat
mempercepat terjadinya anemia Agus 2004, dalam Kirana,2011. Peningkatan pengetahuan dan status gizi merupakan salah satu dari beberapa
faktor penentu untuk mencapai kesehatan yang optimal. Asupan zat gizi sehari-hari sangat dipengaruhi oleh kebiasaan makan. Salah satu faktor yang mempengaruhi
kebiasaan makan remaja adalah pengetahuan Khomsan, 2003. Pengetahuan yang kurang menyebabkan remaja memilih makan diluar atau hanya mengkonsumsi kudapan.
Penyebab lain adalah kurangnya kecukupan makan dan kurangnya mengkonsumsi sumber makanan yang mengandung zat besi dan protein, selain itu konsumsi makan
cukup tetapi makanan yang dikonsumsi memiliki bioavaibilitas zat besi yang rendah sehingga jumlah zat besi yang diserap oleh tubuh kurang Soetjiningsih, 2007.
Zat besi di dalam tubuh bisa diperoleh melalui makanan hewani seperti daging merah, telur, ayam, sereal dan ikan. Tubuh manusia membutuhkan zat besi untuk sintetis
protein yang membawa oksigen yaitu hemoglobin serta mioglobin. Hemoglobin merupakan penghantarkan oksigen dari paru-paru ke organ-organ vital. Apabila
Kekurangan zat besi dalam tubuh dalam jumlah yang besar maka otomatis produksi hemoglobin akan menurun maka akan dapat menyebabkan terjadinya anemia defesiensi
besi yang merupakan kompensasi dari tubuh untuk mengimbangi penurunan kapasitas darah dalam membawa oksigen Gibney, 2005
Zat gizi lain yang diperlukan dalam pembentukan hemoglobin adalah protein. Protein merupakan bagian dari semua sel hidup dan merupakan bagian terbesar dari
tubuh sesudah air. Salah satu peranan esensial dari protein yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain adalah membangun serta memelihara sel-sel dari jaringan tubuh. Protein
dalam tubuh manusia juga berperan sebagai pembentuk butir-butir darah hemopoisis yaitu pembentukan eritrosit dengan hemoglobin di dalamnya. Penetapan Refrensi Asupan
Gizi RNI protein yaitu; 56 ghari untuk pria dewasa dan 45 ghari untuk wanita dewasa Barasi, 2009.
Kesadaran status gizi dengan mengkonsumsi beranekaragam makanan harusnya berperan penting dalam membantu meningkatkan penyerapan zat besi, protein dan
nutrisi lainnya di dalam tubuh. Disamping pemenuhan kebutuhan gizi, pemberian pengetahuan yang baik tentang suatu penyakit akan mengurangi tingginya kejadian akan
penyakit tersebut, yang sangat disayangkan adalah kebanyakan penderita tidak tahu atau tidak menyadarinya, bahkan ketika tahu pun masih menganggap anemia sebagai masalah
sepele. Seharusnya pengetahuan yang baik akan mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang Notoatmodjo ,2007. Karena, dampak anemia pada wanita dewasa muda akan
mengakibatkan menurunnya produktifitas, menurunnya konsentrasi, dan menurun daya tahan tubuh sehingga akan mudah terserang penyakit Permaesih,2005.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Kim et al, pada tahun 1993 terhadap 1712 orang wanita yang berusia 18-44 tahun, ditemukan bahwa nilai rata-rata
hemoglobin adalah paling rendah pada saat wanita menstruasi dan paling tinggi pada fase luteal. Penelitian Wetipulinge 2006 menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan
antara pengetahuan anemia terhadap kadar hemoglobin pada remaja putri. Herman 2001 menyatakan bahwa ada hubungan antara kejadian anemia pada remaja putri
dengan kebiasaan makan, yang meliputi diet, kebiasaan makan sumber protein hewani dan kebiasaan minum teh.
Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada mahasiswi PSIK Universitas Muhammadiyah Malang tahun ajaran 2013-2014 pada 32 orang. Didapatkan
26 orang mengatakan saat menstruasi mereka sering merasa cepat lelah dan lemas dan 6 diantaranya hanya terkadang merasa pusing, cepat lelah dan lemas. Dari hasil wawancara
penelitian kepada 32 mahasiswi, dalam mengkonsumsi makanan pada saat menstruasi sama hal nya mengkonsumsi makanan seperti saat tidak menstruasi yaitu sesuai selera
mereka tanpa memperdulikan kandungan zat besi dan protein dalam makanan tersebut dan selain itu 25 orang menjawab tidak pernah mengkonsumsi supplement Fe selama
menstruasi 7 diantranya menjawab jarang. Hal ini dikarenakan mereka tidak terbiasa mengkonsumsi supplement Fe.
Dengan mempertimbangkan alasan diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan antara tingkat pengetahuan, status gizi,
konsumsi zat besi dan protein dengan kejadian anemia saat menstruasi pada mahasiswi jurusan S1 keperawatan Universitas Muhammadiyah Malang
” 1.2.
Rumusan Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah
“Bagaimanakah hubungan antara tingkat pengetahuan, status gizi, konsumsi zat besi dan protein dengan kejadian anemia saat menstruasi pada mahasiswi
jurusan S1 keperawatan Universitas Muhammadiyah Malang ?”.
1.3. Tujuan Penelitian