Gambaran Anak 0-5 Tahun Yang Menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut Dengan Riwayat Berat Badan Lahir Rendah Dan Sosio Ekonomi Rendah Di RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2010.

(1)

GAMBARAN ANAK 0-5 TAHUN YANG MENDERITA INFEKSI

SALURAN PERNAFASAN AKUT DENGAN RIWAYAT BERAT

BADAN LAHIR RENDAH DAN SOSIO EKONOMI RENDAH

DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2010.

Oleh :

NAVIN KANVINDER SINGH

070100250

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(2)

GAMBARAN ANAK 0-5 TAHUN YANG MENDERITA INFEKSI

SALURAN PERNAFASAN AKUT DENGAN RIWAYAT BERAT

BADAN LAHIR RENDAH DAN SOSIO EKONOMI RENDAH

DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2010.

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran.

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh :

NAVIN KANVINDER SINGH

070100250

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(3)

Abstrak

Latar belakang: Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan suatu penyakit

yang sering terpajan pada semua golongan umur terutama balita dan anak. Dikatakan bahawa infeksi salur pernafasan akut atau ISPA telah menjadi salah satu penyebab kematian tersering pada balita di negara berkembang. Antaranya factor resiko ISPA adalah berat badan lahir rendah, sosio ekonomi rendah, umur anak, faktor pemberian ASI eksklusif, status imunisasi, keadaan lingkungan, status gizi anak dan tingkat pengetahuan dan pendidikan orang tua.

Objektif: Penelitian ini dilakukan untuk melihat gambaran riwayat Berat Badan

Lahir Rendah dan sosio-ekonomi rendah pada anak umur 0-5 tahun yang menderita Infeksi Salur Pernafasan Akut di RSUP HAM.

Metode: Penelitian ini merupakan suatu penelitian deskriptif bersifat cross sectional study. Telah didistribusikan kuesionaire kepada ibu bapa anak yang berkunjung ke RSUP HAM dengan keluhan ISPA. Data yang didapatkan telah dientri kedalam program computer dan dilihat tabel frekuensi bagi setiap pertanyaan.

Hasil: Dari penelitan ini telah didapatkan 72 orang anak berumur 0-5 tahun yang menderita ISPA. Dari penelitian ini, seramai 53 (73,6%) orang anak dari 72 yang menderita ISPA lahir dengan berat badan normal manakala hanya 19 (26,4%) orang anak yang lahir dengan BBLR. Diperoleh hanya 1 keluarga yaitu 1.4% merasakan pendapatan suami adalah berlebih manakala 39 buah keluarga yaitu sejumlah 54.2% merasakan pendapatan suami adalah kurang.

Kesimpulan: Sosio ekonomi yang rendah merupakan suatu factor resiko anak

terpapar ISPA.

Saran: Pihak rumah sakit dan pemerintah untuk melakukan promosi kesehatan

dalam mengedukasi orang tua tentang ISPA.


(4)

Abstract

Background: Acute respiratory infection (ARI) is a common type of infection

that usually happens to young children and babies. It is said that acute respiratory infection has became one of the main causes of baby deaths in developing countries. There are many factors involving this infection. Amongst those are birth weight, socio economy, age, breast feeding, immunization, surroundings and parents knowledge.

Objective: This study was done to get a general view of the low socio economy

status and low birth weight of children aged 0-5 years presented with acute respiratory infection in the General Hospital of Haji Adam Malik,Medan.

Methode: This study was done in a descriptive cross sectional manner.

Questionnaires were distributed to the parents of the children suffering from ARI at this hospital. Data’s collected from the questionnaires were entered into the computer programme and the results appears on a distributed form tables.

Result: In this study, 72 children aged 0-5 years suffering from ARI were

included. In which 53 (73,6%) of them were born with normal birth weight whereas 19 (26.4%) children were born with low birth weight. The socio economy status of these children exposed to ARI were found related where out of 72 families, 39 (54.2%) families lived in a low state of socio economy where the husbands income were low for the family, 32 (44.4%) families had husbands earning just enough income for the family, and 1 (1.4%) family with the husband’s income were more than the family’s needs. it was also obtained that out of these 72 families, 38 (52.8%) families had wives with low income and unable to support the family whereas 34 (47.2%) families had wives with enough income to support the family.

Conclusion: socio economy is a risk factor of ARI. Child aged 0-5 is at a greater

risk if living in a low socio economy environment.

Advice: hospitals and government to educate parents on ways to prevent ARI.

Keywords : Acute respiratory infection, low socio economy status, low birth weight,


(5)

KATA PENGANTAR

Penulis bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih karunia-Nya yang telah memelihara dan memampukan saya sehingga saya dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

Banyak sekali hambatan dan tantangan yang dialami selama menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. Dengan dorongan, bimbingan, dan arahan dari beberapa pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini tepat pada waktunya. Saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada :

1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Prof. dr. Gontar A. Siregar, Sp.PD. KGEH atas izin penelitian yang telah diberikan. 2. Dr. Tetty Aman Nasution M.Med. Sc selaku dosen pembimbing, yang

telah memberikan bantuan, bimbingan dan pengarahan kepada penulis selama menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

3. Orang tua saya yang membantu memberikan dukungan moril dan materi.

4. Kepada teman-teman saya yang ikut membantu penulis dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

Saya menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini banyak kekurangan dan masih jauh dari sempurna, Namun demikian, besar harapan saya sekiranya tulisan ini dapat member manfaat kepada para pembaca. Saya berharap semoga karya tulis ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak. Demikian dan terima kasih.

24 Nopember 2010 Penulis


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERSETUJUAN ... ... i

ABSTRAK... ii

ABSTRACT... iii

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI... ... v

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR LAMPIRAN... viii

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

1.1.Latar Belakang... 1

1.2. Rumusan Masalah...4

1.3. Tujuan Penelitian... 4

1.4. Manfaat Penelitian... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA... 6

2.1 Berat Badan Lahir Rendah ………...……… 6

2.1.1. Definisi ... 6

2.1.2.Klasifikasi... 6

2.1.3.Etiologi...7

2.1.4. Patofisiologi...7

2.1.5.Manifestasi Klinis...8

2.1.6. Pemeriksaan Diagnostik…...……..………. 10

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang……...………..11

2.1.8 Penatalaksanaan…...12

2.2 Infeksi Salur Pernafasan Akut (ISPA)………...……14

2.1.9 Pencegahan BBLR…………...……… … 13

2.2.1 Definisi...…….………...………... 14

2.2.2 Pengertian ISPA... 14

2.2.3. Epidemiologi ISPA..…...………....………….. 15

2.2.4. Klasifikasi ………... 15

2.2.5. Gejala Klinis ……….……….. 16

2.2.6. Patofisiologi... 17

2.2.7. Diagnosis………...………. 18

2.3. Sosio Ekonomi Orang Tua ……….… 18

2.3.1. Pengertian Sosio Ekonomi ……...………18

2.3.2. Pekerjaan Orang Tua……….…...……… 19

2.3.3. Pendapatan Keluarga………….……..………... 19

2.3.4. Tingkat Ekonomi Keluarga.…..…….………. 20

2.3.5. Pembahagian Sosio Ekonomi ...……. …...……….. ….. 22

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL...23

3.1. Kerangka Konsep Penelitian... 23

3.2. Definisi Operasional... 24


(7)

4.1. Rancangan Penelitian... ... 26

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian... 26

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian... 26

4.4 Metode pengumpulan data... 27

4.5 Instrumen Penelitian... 27

4.6 Metode Analisis Data ... 27

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 28

5.1 Hasil Penelitian ……….. 28

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ………. 28

5.1.2 Deskripsi Karakteristik Responden ……… 28

5.2 Pembahasan ……….. 34

5.2.1 Berat Badan Lahir Rendah ………...34

5.2.2 Sosio Ekonomi Keluarga ……….34

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ……….. 36

6.1 Kesimpulan ………. 36

6.2 Saran ………..36

DAFTAR PUSTAKA... 38 LAMPIRAN


(8)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1 Nombor pertanyaan dan skor untuk setiap 25

pilihan jawaban 5.1 Karakteristik jenis kelamin bayi 28

5.2 Karakteristik berat badan lahir anak 28

5.3 Karakteristik jumlah anak dalam keluarga 29

5.4 Karakteristik jumlah anggota keluarga 29

5.5 Karakteristik jumlah pendapatan suami 30


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Daftar Riwayat Hidup Lampiran 2 : Lembar Penjelasan

Lampiran 3 : Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan Lampiran 4 : Lembar Pertanyaan/ kuesioner

Lampiran 5 : Surat Izin Penelitian Universitas Sumatera Utara Lampiran 6 : Surat Izin Survey Awal

Lampiran 7 : Surat Izin Penelitian RSUP HAM Lampiran 8 : Surat Ethical Clearance

Lampiran 9 : Data Induk Penelitian Lampiran 10: Hasil Data SPSS


(10)

Abstrak

Latar belakang: Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan suatu penyakit

yang sering terpajan pada semua golongan umur terutama balita dan anak. Dikatakan bahawa infeksi salur pernafasan akut atau ISPA telah menjadi salah satu penyebab kematian tersering pada balita di negara berkembang. Antaranya factor resiko ISPA adalah berat badan lahir rendah, sosio ekonomi rendah, umur anak, faktor pemberian ASI eksklusif, status imunisasi, keadaan lingkungan, status gizi anak dan tingkat pengetahuan dan pendidikan orang tua.

Objektif: Penelitian ini dilakukan untuk melihat gambaran riwayat Berat Badan

Lahir Rendah dan sosio-ekonomi rendah pada anak umur 0-5 tahun yang menderita Infeksi Salur Pernafasan Akut di RSUP HAM.

Metode: Penelitian ini merupakan suatu penelitian deskriptif bersifat cross sectional study. Telah didistribusikan kuesionaire kepada ibu bapa anak yang berkunjung ke RSUP HAM dengan keluhan ISPA. Data yang didapatkan telah dientri kedalam program computer dan dilihat tabel frekuensi bagi setiap pertanyaan.

Hasil: Dari penelitan ini telah didapatkan 72 orang anak berumur 0-5 tahun yang menderita ISPA. Dari penelitian ini, seramai 53 (73,6%) orang anak dari 72 yang menderita ISPA lahir dengan berat badan normal manakala hanya 19 (26,4%) orang anak yang lahir dengan BBLR. Diperoleh hanya 1 keluarga yaitu 1.4% merasakan pendapatan suami adalah berlebih manakala 39 buah keluarga yaitu sejumlah 54.2% merasakan pendapatan suami adalah kurang.

Kesimpulan: Sosio ekonomi yang rendah merupakan suatu factor resiko anak

terpapar ISPA.

Saran: Pihak rumah sakit dan pemerintah untuk melakukan promosi kesehatan

dalam mengedukasi orang tua tentang ISPA.


(11)

Abstract

Background: Acute respiratory infection (ARI) is a common type of infection

that usually happens to young children and babies. It is said that acute respiratory infection has became one of the main causes of baby deaths in developing countries. There are many factors involving this infection. Amongst those are birth weight, socio economy, age, breast feeding, immunization, surroundings and parents knowledge.

Objective: This study was done to get a general view of the low socio economy

status and low birth weight of children aged 0-5 years presented with acute respiratory infection in the General Hospital of Haji Adam Malik,Medan.

Methode: This study was done in a descriptive cross sectional manner.

Questionnaires were distributed to the parents of the children suffering from ARI at this hospital. Data’s collected from the questionnaires were entered into the computer programme and the results appears on a distributed form tables.

Result: In this study, 72 children aged 0-5 years suffering from ARI were

included. In which 53 (73,6%) of them were born with normal birth weight whereas 19 (26.4%) children were born with low birth weight. The socio economy status of these children exposed to ARI were found related where out of 72 families, 39 (54.2%) families lived in a low state of socio economy where the husbands income were low for the family, 32 (44.4%) families had husbands earning just enough income for the family, and 1 (1.4%) family with the husband’s income were more than the family’s needs. it was also obtained that out of these 72 families, 38 (52.8%) families had wives with low income and unable to support the family whereas 34 (47.2%) families had wives with enough income to support the family.

Conclusion: socio economy is a risk factor of ARI. Child aged 0-5 is at a greater

risk if living in a low socio economy environment.

Advice: hospitals and government to educate parents on ways to prevent ARI.

Keywords : Acute respiratory infection, low socio economy status, low birth weight,


(12)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan suatu penyakit yang sering terpajan pada semua golongan umur terutama balita dan anak. Dikatakan bahawa infeksi salur pernafasan akut atau ISPA telah menjadi salah satu penyebab kematian tersering pada balita di negara berkembang. Infeksi saluran pernafasan akut termasuk dalam kategori infeksi berat menurut World Health Organisation (WHO). Infeksi saluran pernafasan akut merupakan infeksi akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran pernafasan, mulai hidung hingga alveoli dan termasuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura (Djaja, et al, 2001).

Dari riset di negara berkembang menunjukkan bahwa 20 – 35 % kematian bayi dan anak balita disebabkan oleh ISPA. Diperkirakan 2 – 5 juta bayi dan anak balita di berbagai negara setiap tahun mati karena infeksi saluran pernafasan akut. Dua per tiga dari kematian ini terjadi pada kelompok usia bayi, terutama bayi usia 2 bulan pertama sejak kelahiran (Buletin Penelitian Kesehatan, 2001).

Salah satu komplikasi ISPA pada bayi yang dapat berakibat fatal adalah pneumonia, disamping komplikasi lainnya misalnya otitis media akuta (OMA), dan mastoiditis. Jadi upaya penangganan ISPA secara lebih dini diharapkan dapat mencegah terjadinya komplikasi tersebut yang dapat menurunkan kualitas hidup bayi tersebut pada masa depan. (Kresno, et al, 1994)

World Health Organisation telah mempublikasikan hasil penelitan Kumar di India yang memperlihatkan hubungan signifikan antara kejadian ISPA dengan kondisi bayi yang lahir dengan BBLR. Demikian pula dengan publikasi Warta Posyandu 1998/1999 tentang faktor meningkatkan morbiditas ISPA antara lain disebabkan oleh karena BBLR (Warta Posyandu, 1999).

Sebuah penelitian telah dilakukan di Filipina membuktikan bahwa sosio-ekonomi orang tua yang rendah akan meningkatkan resiko ISPA pada anak umur kurang dari 1 tahun (Tupasi et al, 1998).


(13)

Penyakit gangguan pernafasan yang sering diderita oleh bayi berat lahir rendah adalah penyakit pada membran hielin, infeksi saluran pernafasan akut, aspirasi pneumonia, pernafasan periodik dan apnea yang disebabkan karena pusat pernafasan di medulla belum matur. Sebuah studi menunjukkan angka statistik dimana bayi berat lahir rendah yang tidak mendapat ASI eksklusif, mendapat MP-ASI sebelum usia 4 bulan, status imunisasi tidak lengkap, dan tinggal di rumah dengan ventilasi < 10 %, peluang untuk terkena infeksi saluran pernafasan akut adalah 90%. Dari studi yang dilakukan juga didapati besar risiko BBLR untuk menderita ISPA adalah sebesar 3 kali dibandingkan bayi yang berat lahir normal. Komplikasi yang berlaku semasa serangan ISPA waktu bayi boleh menetap hingga dewasa. Oleh itu, adalah penting supaya dapat mengidentifikasi faktor resiko ISPA pada bayi dalam upaya mencegah berlakunya ISPA dikalangan bayi agar dapat menurunkan kadar terjadinya ISPA mahupun kematian bayi disebabkan ISPA. Orang tua juga dapat diedukasi tentang prognosis bayi berat badan lahir rendah dalam mendapat ISPA (Sadono, et al, 2005).

Menurut analisis situasi kesehatan di kota Palu tahun 2000, ternyata ISPA merupakan penyakit yang tebanyak diderita oleh penduduk terutama usia balita dari 10 penyakit utama yang sering diderita balita. Pada analisis tersebut, terungkap pula bahawa kunjungan rawat jalan ISPA di sarana kesehatan baik di puskesmas maupun di rumah sakit mencapai 61,7% dari keseluruhan kunjungan rawat jalan selama periode 1996-1999. Angka tersebut, ternyata tidak berbeda dengan yang dilaporkan oleh Direktorat Bina Peranserta Masyarakat bahawa sekitar 40 - 60% kunjungan berobat jalan di pskesmas dan 15% - 30% kunjungan berobat jalan dan rawat inap di rumah sakit adalah kunjungan ISPA (Warta Posyandu No 2, 1999).

Faktor yang berpengaruh terhadap daya tahan tubuh salah satu adalah berat badan lahir. Bayi yang lahir dengan BBLR, akan berisiko kematian lebih tinggi dianding bayi dengan berat lahir yang normal pada bulan bulan pertama kelahiran karena pembentukan zat anti kekebalan tubuh kurang sempurna sehingga lebih mudah terserang penyakit infeksi terutama infeksi salur napas dan pneumonia (Molyneux, 1996).


(14)

Dalam suatu studi lain yang dilakukan membuktikan bahawa bayi berat lahir rendah secara statistik terbukti merupakan faktor risiko infeksi saluran pernafasan akut pada bayi. Selain itu, ada kecenderungan semakin rendah berat lahir, semakin sering sakit ISPA. Hasil ini sesuai dengan teori, bahwa organ pada BBLR belum sempurna, sehingga sering mengalami komplikasi, termasuk infeksi. Penyakit gangguan pernafasan yang sering diderita oleh bayi berat lahir rendah adalah penyakit pada membran hielin, infeksi saluran pernafasan akut, aspirasi pnemonia, pernafasan periodik dan apnea yang disebabkan karena pusat pernafasan di medulla belum matur (Baqui, 2001).

Adalah mudah memahami mengapa bayi yang dilahirkan dengan BBLR mudah terserang ISPA. Bayi dengan BBLR memiliki system pertahanan tubuh yang rendah disbanding orang dewasa terhadap mikroorganisme patogen. Dengan infeksi ringan sahaja sudah cukup membuat sakit, sehingga bayi BBLR rentan terhadap penyakit infeksi termasuk ISPA (Warta Posyandu, 1999).

Di negara berkembang seperti di kebanyakan negara di Asia, faktor sosio ekonomi terutama faktor pendapatan dan lingkungan menjadi permasalahan utama dalam terjadinya infeksi. Ini karena lingkungan yang kurang hiegenis menjadi tempat pembiakan vektor pembawa infeksi. Faktor pendapatan pula mengehadkan ketersediaan obat. Dalam suatu studi mengenai sosiol-ekonomi dengan keluhan ISPA menyatakan bahawa gangguan asap dari pabrik maningkatkan resiko 1.55 kali terkena ISPA, lokasi rumah di daerah rawan banjir meningkat resiko sebesar 1.16 kali dan status ekonomi miskin sebesar 0.89 kali (Sonny, 2002).

Demikian pula penelitian prospektif yang pernah dilaksanakan di salah satu kelurahan di Jakarta Timur, terbukti bahwa sosio-ekonomi yang diukur dengan faktor kepemilikan barang berhubungan dengan episode ISPA. Orang tua dengan sosio-ekonomi tinggi, anaknya memiliki episode ISPA yang lebih jarang dibandingkan dengan anak kepada orang tua yang mempunyai sosio-ekonomi rendah (Sumargono, 1989).


(15)

Bagaimana gambaran riwayat Berat Badan Lahir Rendah dan status sosio-ekonomi anak umur 0-5 tahun yang menderita Infeksi Salur Pernafasan Akut di RSUP Haji Adam Malik, Medan?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Melihat gambaran anak umur 0-5 tahun yang menderita Infeksi Salur Pernafasan Akut dengan riwayat Berat Badan Lahir Rendah dan sosio-ekonomi rendah pada di RSUP Haji Adam Malik.

1.3.2. Tujuan Khusus

1) Mendapatkan gambaran barat badan lahir anak yang terpajan ISPA.

2) Mendapatkan gambaran status sosio ekonomi keluarga anak dengan menderita ISPA dengan melihat jumlah anggota keluarga dan pendapatan keluarga.

1.4. Manfaat Penelitian

1) Memberikan informasi kepada masyarakat umum mengenai hubungan keadaan sosio-ekonomi dalam meningkatnya risiko anak terkena ISPA. Ini dapat menjadi suatu garis panduan agar semua pihak dapat berusaha meningkat sosio-ekonomi demi menjamin kehidupan anak yang lebih baik.

2) Diharapkan juga penelitian ini dapat menjadi suatu panduan bagi dokter umum dalam mendiagnosa anak BBLR yang datang dengan keluhan ISPA dan dapat memberikan penjelasan kepada orang tua mengenai resiko anak BBLR dan keadaan sosio-ekonomi orang tua dalam terjadinya ISPA.

3) Menambah pengetahuan dan meningkat pengalaman peneliti mengenai ISPA pada anak, yang dapat diguna pada masa depan semasa menjadi dokter umum dalam mengedukasi para orangtua baru mengenai cara mencegah ISPA neonatus.


(16)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. BERAT BADAN LAHIR RENDAH 2.2.1. Definisi

Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir yang berat badan lahirnya pada saat kelahiran kurang dari 2500 gram. Dahulu neonatus dengan berat badan lahir kurang dari 2500 gram atau sama dengan 2500 gram disebut prematur. Pada tahun 1961 oleh WHO semua bayi yang baru lahir dengan berat lahir kurang dari 2500 gram disebut Low Birth Weight Infants (BBLR) (Sitohang, 2004).

2.1.2. Klasifikasi BBLR

Berdasarkan pengertian oleh WHO di atas maka bayi dengan berat badan lahir rendah dapat dibagi menjadi 2 golongan:

1) Prematuritas murni.

Bayi lahir dengan umur kehamilan kurang dari 37 minggu dan mempunyai berat badan sesuai dengan berat badan untuk masa kehamilan atau disebut Neonatus

Kurang Bulan Sesuai Masa Kehamilan (NKBSMK). 2) Dismaturitas.

Bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa kehamilan, dismatur dapat terjadi dalam preterm, term, dan post term. Dismatur ini dapat juga: Neonatus Kurang Bulan - Kecil untuk Masa Kehamilan (NKB- KMK). Neonatus Cukup Bulan-Kecil Masa Kehamilan (NCB-KMK), Neonatus Lebih Bulan-Kecil Masa Kehamilan (NLB- KMK) (Otawa Collision for the Prevention


(17)

2.1.3. Etiologi

2.1.3.1. Faktor Ibu. 1) Penyakit

Penyakit yang berhubungan langsung dengan kehamilan misalnya: perdarahan antepartum, trauma fisik dan psikologis, DM, toksemia gravidarum, dan nefritis akut. 2) Usia ibu

Dalam studi yang dilakukan, dikatakan bahawa jumlah rokok yang dihisap suami berisiko 3 kali lebih besar bagi isterinya untuk melahirkan BBLR (Sitohang, 2004). 3) Gizi yang tidak cukup atau tidak baik yang dikonsumsi ibu.

4) Penggunaan kortikosteroid 5) Kehamilan kembar

(Dharmage, 1996).

2.1.4 Patofisiologi

Secara umum bayi BBLR ini berhubungan dengan usia kehamilan yang belum cukup bulan (prematur) disamping itu juga disebabkan dismaturitas. Artinya bayi lahir cukup bulan (usia kehamilan 38 minggu), tapi berat badan (BB) lahirnya lebih kecil ketimbang masa kehamilannya, yaitu tidak mencapai 2.500 gram. Biasanya hal ini terjadi karena adanya gangguan pertumbuhan bayi sewaktu dalam kandungan yang disebabkan oleh penyakit ibu seperti adanya kelainan plasenta, infeksi, hipertensi dan keadaan-keadaan lain yang menyebabkan suplai makanan

ke bayi jadi berkurang.

Gizi yang baik diperlukan seorang ibu hamil agar pertumbuhan janin tidak mengalami hambatan, dan selanjutnya akan melahirkan bayi dengan berat normal. Dengan kondisi kesehatan yang baik, system reproduksi normal, tidak menderita sakit, dan tidak ada gangguan gizi pada masa pra hamil maupun saat hamil, ibu akan

melahirkan bayi lebih besar dan lebih sehat daripada ibu dengan kondisi kehamilan yang sebaliknya. Ibu dengan kondisi kurang gizi kronis pada masa hamil sering melahirkan


(18)

bayi BBLR, vitalitas yang rendah dan kematian yang tinggi, terlebih lagi bila ibu menderita anemia.

Anemia dapat didefinisikan sebagai kondisi dengan kadar Hb berada di bawah normal. Anemia defisiensi besi merupakan salah satu gangguan yang paling sering terjadi selama kehamilan. Ibu hamil umumnya mengalami deplesi besi sehingga hanya memberi sedikit besi kepada janin yang dibutuhkan untuk metabolisme besi yang normal. Selanjutnya mereka akan menjadi anemia pada saat kadar hemoglobin ibu turun sampai di bawah 11 gr/dl selama trimester III. Kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan atau hambatan pada pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun sel otak. Anemia gizi dapat mengakibatkan kematian janin didalam kandungan, abortus, cacat bawaan, BBLR, anemia pada bayi yang dilahirkan, hal ini menyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu dan kematian perinatal secara bermakna lebih tinggi. Pada ibu hamil yang menderita anemia berat dapat meningkatkan resiko morbiditas maupun mortalitas ibu dan bayi, kemungkinan melahirkan bayi BBLR dan

prematur juga lebih besar ( Sadono, 2005).

2.1.5 Manifestasi Klinis

Pada bayi BBLR biasanya akan memperlihat gejala-gejala yang seperti berikut: 1) Sindroma distress respiratori idiopatik

Terjadi pada 10% bayi kurang bulan. Nampak konsolidasi paru progresif akibat kurangnya surfaktan yang menurunkan tegangan permukaan di alveoli dan mencegah kolaps. Pada waktu atau segera setelah lahir bayi akan mengalami :

a) Rintihan waktu inspirasi b) Napas cuping hidung

c) Kecepatan respirasi lebih dari 70 kali per menit d) Tarikan waktu inspirasi pada sternum ( tulang dada )

2) Nampak gambaran sinar- X dada yang khas bronkogram udara dan pemeriksaan gas darah menunjukkan:


(19)

b) Konsentrasi CO2 meningkat c) Asidosis metabolic

3) Takipnea selintas pada bayi baru lahir

Paru sebagian bayi kurang bulan dan bahkan bayi cukup bulan teteap edematous untuk beberapa jam setelah lahir dan menyebabkan takipnea. Keadaan ini tidak berbahaya, biasanya tidak akan menyebabkan tanda- tanda distress respirasi lain dan membaik kembali 12-24 jam setelah lahir. Perdarahan intraventrikular terjadi pada bayi kurang bulan yang biasanya lahir normal. Perdarahan intraventrikular dihubungkan dengan sindroma distress respiratori idiopatik dan nampaknya berhubungan dengan hipoksia pada sindroma distress

respirasi idiopatik. Bayi lemas dan mengalami serangan apnea. 4) Fibroplasias Retrolental

Oksigen konsentrasi tinggi pada daerah arteri berakibat pertumbuhan jaringan serat atau fibrosa di belakang lensa dan pelepasan retina yang menyebabkan kebutaan.hal ini dapat dihindari dengan menggunakan konsentrasi oksigen di bawah 40% (kecuali bayi yang membutuhkan lebih dari 40 %). Sebagian besar incubator mempunyai control untuk mencegah konsentrasi oksigen naik melebihi 40% tetapi lebih baik menggunakan pemantau oksigen perkutan yang saat ini mudah didapat untuk memantau tekanan oksigen arteri bayi.

5) Serangan apnea

Serangan apnea disebabkan ketidakmampuan fungsional pusat pernapasan atau ada hubungannya dengan hipoglikemia atau perdarahan intrakranial. Irama pernapasan bayi tak teratur dan diselingi periode apnea. Dengan menggunakan pemantau apnea dan memberikan oksigen pada bayi dengan pemompaan segera bila timbul apnea sebagian besar bayi akan dapat bertahan dai serangan apnea, meskipun apnea ini mungkin berlanjut selama beberapa hari atau minggu. Perangsang pernapasan seperti Aminofilin mungkin bermanfaat.


(20)

Keadaan ini timbul terutama pada bayi kurang bulan dengan riwayat asfiksia. Dapat juga terjadi setelah transfuse tukar. Gejalanya seperti kembung, muntah, keluar darah dari rectum dan berak cair, syok usus dan usus mungkin mengalami perforasi. Pengobatan diberikan pengobatan gentamisin intravena, kanamisin oral. Hentikan minuman oral dan berikan pemberian makanan intravena.

Mungkin diperlukan pembedahan (Sadono, 2005).

2.1.6 Pemeriksaan Diagnostik

1) Jumlah sel darah putih: 18.000/mm3, netrofil meningkat sampai 23.000- 24.000/mm3, hari pertama setelah lahir (menurun bila ada sepsis).

2) Hematokrit (Ht): 43% - 61% (peningkatan sampai 65 % atau lebih menandakan polisitemia, penurunan kadar menunjukkan anemia atau hemoragic prenatal/ perinatal).

3) Hemoglobin (Hb): 15-20 gr/dl (kadar lebih rendah berhubungan dengan anemia atau hemolisis berlebihan).

4) Bilirubin total: 6 mg/dl pada hari pertama kehidupan, 8 mg/dl 1-2 hari, dan 12 mg/dl pada 3-5 hari.

5) Destrosix: tetes glukosa pertama selama 4-6 jam pertama setelah kelahiran rata- rata 40-50 mg/dl meningkat 60-70 mg/dl pada hari ketiga.

6) Pemantauan elektrolit (Na, K, CI) : biasanya dalam batas normal pada awalnya. 7) Pemeriksaan Analisa gas darah.

( Sadono, 2005).

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang

1) Pemeriksaan pertumbuhan dan perkembangan janin intra uterina serta


(21)

2) Memeriksa kadar gula darah (true glukose) dengan dextrostix atau laboratorium kalau hipoglikemia perlu diatasi.

3) Pemeriksaan hematokrit dan mengobati hiperviskositasnya.

4) Bayi membutuhkan lebih banyak kalori dibandingkan dengan bayi SMK.

5) Melakukan tracheal-washing pada bayi yang diduga akan menderita aspirasi mekonium.

6) Sebaiknya setiap jam dihitung frekwensi pernafasan dan bila frekwensi lebih dari 60 kali per menit dibuat foto thorax (Sowden, 2002).

2.1.8 Penatalaksanaan

Para medis perlulah mengingat belum sempurnanya kerja alat-alat tubuh yang perlu untuk pertumbuhan dan perkembangan serta penyesuaian diri dengan lingkungan hidup di luar uterus maka perlu diperhatikan pengaturan suhu lingkungan, pemberian makanan dan bila perlu oksigen, mencegah infeksi serta mencegah kekurangan vitamin dan zat besi.

1. Pengaturan suhu badan bayi prematuritas/ BBLR

Bayi prematuritas dengan cepat akan kehilangan panas badan dan menjadi hipotermia, karena pusat pengaturan panas badan belum berfungsi dengan baik, metabolismenya rendah dan permukaan badan relatif luas oleh karena itu bayi prematuritas harus dirawat di dalam inkubator sehingga panas badannya mendekati dalam rahim. Bila bayi dirawat dalam inkubator maka suhu bayi dengan berat badan , 2 kg adalah 35 derajat celcius dan untuk bayi dengan berat badan 2-2,5 kg adalah 33-34 derajat celcius. Bila inkubator tidak ada bayi dapat dibungkus dengan kain dan disampingnya ditaruh botol yang berisi air panas, sehingga panas badannya dapat dipertahankan (Whaley et al, 1996).

2. Nutrisi:

Alat pencernaan bayi prematur masih belum sempurna, lambung kecil, enzim pencernaan belum matang, sedangkan kebutuhan protein 3-5 gr/kg BB dan kalori 110 kal/kg BB sehingga pertumbuhannya dapat meningkat. Pemberian minum bayi sekitar 3 jam setelah lahir dan didahului dengan menghisap


(22)

cairan lambung. Refleks menghisap masih lemah, sehingga pemberian minum sebaiknya sedikit demi sedikit, tetapi frekwensi yang lebih sering. ASI merupakan makanan yang paling utama, sehingga ASI yang paling dahulu diberikan. Bila faktor menghisapnya kurang maka ASI dapat diperas dan diminumkan dengan sendok perlahan-lahan atau dengan memasang sonde menuju lambung. Permulaan cairan diberikan sekitar 50-60 cc/kg BB/ hari dan terus dinaikkan sampai mencapai sekitar 200 cckg BB/ hari.

3. Menghindari infeksi

Bayi prematuritas mudah sekali terkena infeksi, karena daya tahan tubuh yang masih lemah, kemampuan leukosit masih kurang dan pembentukan anti bodi belum sempurna. Oleh karena itu, upaya preventif sudah dilakukan sejak pengawasan antenatal sehingga tidak terjadi persalinan prematuritas (BBLR). Dengan demikian perawatan dan pengawasan bayi prematuritas secara khusus dan terisolasi dengan baik (Sadono, 2005).

2.1.9 Pencegahan BBLR

Suplemen vitamin tambahan dapat mengurangi risiko melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah, dan semua wanita di negara berkembang perlu mengkonsumsi suplemen tersebut.

Demikian menurut sebuah penelitian yang dimuat harian The New England Journal of Medicine. Penelitian yang dilakukan di Darus Salam, Tanzania, tersebut melibatkan 8468 wanita hamil yang medapatkan suplemen zat besi dan asam folat. Sebagian diantara mereka diberikan suplemen vitamin C, E, dan B kompleks sedangkan yang lain diberikan plasebo. Tim peneliti tersebut dipimpin oleh Wafaie Fawzi dari Harvard University’s School of Public Health.

Risiko berat badan lahir rendah menurun pada kelompok yang diberikan suplemen vitamin, yaitu 7,8 persen dibandingkan pada kelompok plasebo 9, 4 persen. Memberi suplemen vitamin, besi dan folat untuk ibu hamil juga dapat menurunkan resiko anak lahir BBLR (WHO, 1995).


(23)

2.2 INFEKSI SALUR PERNAFASAN AKUT (ISPA) 2.2.1. Definisi

Infeksi saluran pernafasan akut, merupakan infeksi akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran pernafasan, mulai hidung hingga alveoli dan termasuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura (Djaja, et al, 2001). Infeksi saluran pernafasan akut termasuk dalam kategori infeksi berat menurut World Health Organisation (WHO). ISPA secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan paru – paru) dan organ adneksa saluran pernafasan. Dengan batasan ini, jaringan paru termasuk dalam saluran pernafasan (Departemen Kesehatan RI, 2000).

2.2.2 Pengertian ISPA

Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernafasan dan akut, dimana pengertiannya sebagai berikut:

1) Infeksi

Adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.

2) Saluran pernafasan

Adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura.

3) Infeksi Akut

Adalah infeksi yang langsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari (Kenneth et al, 2003).

2.2.3. Epidemiologi ISPA

Diperkirakan bahawa di Negara-negara berkembang yang memiliki angka kematian disebabkan ISPA setinggi 40 per 1000kelahiran hidup (WHO, 1993).


(24)

Di Indonesia saja, memiliki infant mortality rate sebesar 45 per 1000 kelahiran hidup dan memiliki insidensi pneumonia balita sebesar 15-20% per tahun (DEPKES, 1992).

2.2.4. Klasifikasi

Secara anatomis ISPA dibedakan menjadi ISPA atas iaitu infeksi yang menyerang salur nafas atasyang meliputi nasofaring, faringitis, tonsillitis,tonsiofaringitis dan otitis media sedangkan ISPA-bawah merupakan infeksi yang menyerang salur napas bawah yang meliput i epiglotitis, trakeits, bronchitis, bronkiolitis, pneumonia dan bronkopneumonia (Kristensen, 2004).

Sebagian besar dari infeksi saluran pernafasan hanya bersifat ringan seperti batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik, namun demikian anak akan menderita pneumoni bila infeksi paru ini tidak diobati dengan antibiotik dapat mengakibat kematian. Program Pemberantasan Penyakit (P2) ISPA membagi penyakit ISPA dalam 2 golongan yaitu:

1) ISPA non- Pneumonia: dikenal masyarakat dengan istilah batuk pilek

2) Pneumonia: apabila batuk pilek disertai gejala lain seperti kesukaran bernapas, peningkatan frekuensi nafas (nafas cepat).

3) Gejala dari ISPA Sedang

Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala dari ISPA ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:

1) Pernafasan lebih dari 50 kali per menit pada anak yang berumur kurang dari satu tahun atau lebih dari 40 kali per menit pada anak yang berumur satu tahun atau lebih. Cara menghitung pernafasan ialah dengan menghitung jumlah tarikan nafas dalam satu menit. Untuk menghitung dapat digunakan arloji.


(25)

3) Tenggorokan berwarna merah.

4) Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak campak. 5) Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga.

6) Pernafasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur). 7) Pernafasan berbunyi menciut-ciut (DEPKES, 1992).

4) Gejala dari ISPA Berat

Seorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai gejala-gejala ISPA ringan atau ISPA sedang disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:

1) Bibir atau kulit membiru.

2) Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada waktu bernafas. 3) Anak tidak sadar atau kesadaran menurun.

4) Pernafasan berbunyi seperti orang mengorok dan anak tampak gelisah. 5) Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernafas.

6) Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba. 7) Tenggorokan berwarna merah ( DEPKES, 1992).

2.2.6 Patofisiologi

Saluran pernafasan dari hidung sampai bronkhus dilapisi oleh membran mukosa bersilia, udara yang masuk melalui rongga hidung disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Partikel debu yang kasar dapat disaring oleh rambut yang terdapat dalam hidung, sedangkan partikel debu yang halus akan terjerat dalam lapisan mukosa. Gerakan silia mendorong lapisan mukosa ke posterior ke rongga hidung dan ke arah superior menuju faring.


(26)

Secara umum efek pencemaran udara terhadap saluran pernafasan dapat menyebabkan pergerakan silia hidung menjadi lambat dan kaku bahkan dapat berhenti sehingga tidak dapat membersihkan saluran pernafasan akibat iritasi oleh bahan pencemar. Produksi lendir akan meningkat sehingga menyebabkan penyempitan saluran pernafasan dan rusaknya sel pembunuh bakteri di saluran pernafasan. Akibat dari hal tersebut akan menyebabkan kesulitan bernafas sehingga benda asing tertarik dan bakteri lain tidak dapat dikeluarkan dari saluran pernafasan, hal ini akan memudahkan terjadinya infeksi saluran pernafasan (Kenneth et al, 2003).

Menurut WHO, sekresi lendir atau gejala pilek terjadi juga pada penyakit common cold disebabkan karena infeksi kelompok virus jenis rhinovirus dan atau coronavirus. Penyakit ini dapat disertai demam pada anak selama beberapa jam sampai tiga hari. Sedangkan pencemaran udara diduga menjadi pencetus infeksi virus pada saluran nafas bagian atas. ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin, udara pernafasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat kesaluran pernafasannya (Kresno, 1994).

2.2.7 Diagnosis

Diagnosis bagi infeksi salur pernafasan akut biasanya dilakukan dengan melihat gejala dan symptom yang ditunjukkan oleh pasien. Dibuat juga foto X-rays toraks pada pasien dengan stridor, wheezing atau mempunyai kongesti paru. Pemeriksaan darah rutin beserta pemeriksaan darah tepi juga akan banyak membantu mendiagnosis penyebab ISPA. Pengambilan sekret atau dahak juga membantu dalam menentukan jenis mikroorganisme penyebab ISPA (WHO, 1986).


(27)

2.3. SOSIO EKONOMI ORANG TUA 2.3.1. Pengertian Sosio Ekonomi

Kondisi sosial dari tiap – tiap keluarga berbeda satu sama lain. Hal ini ditentukan oleh keadaan di dalam keluarga tersebut (misalnya jumlah anggota keluarga, komunikasi yang terjalin didalam keluarga, perhatian dari orang tua terhadap anak) dan hubungan keluarga dengan masyarakat sekitar. Keadaan sosial berarti keadaan yang berkenaan dengan masyarakat, baik masyarakat dalam lingkup yang kecil (keluarga) maupun masyarakat dalam lingkup yang lebih luas. Kondisi sosial seseorang ditentukan oleh keadaan yang ada di dalam keluarganya dan interaksi antara individu tersebut dengan kebudayaan dan lingkungan sekitarnya. Kondisi sosial selalu mengalami perubahan melalui proses sosial. Proses sosial merupakan interaksi sosial. Interaksi sosial adalah proses hubungan dan saling mempengaruhi yang terjadi antara individu dengan individu, atau individu dengan kelompok, bahkan kelompok dengan kelompok. Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tersebut, maka penulis mengambil kesimpulan kondisi sosial keluarga meliputi keadaan keluarga, interaksi antar anggota keluarga, kebudayaan/adat istiadat yang berlaku di masyarakat serta lingkungan di mana keluarga tersebut berada (Sastrapraja, 1981).

Ekonomi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari usaha manusi dalam mencapai cita – cita kemakmuran yaitu untuk mendapatkan kepuasan dalam memenuhi segala kebutuhan. Pendapat lain mengatakan bahwa ekonomi adalah suatu ilmu yang menyelidiki persoalan pemenuhan kebutuhan jasmaniah manusia dalam arti mencari keuntungan atau mengadakan penghematan untuk keperluan hidup. Selanjutnya pengertian sosial ekonomi adalah posisi yang ditempati individu atau keluarga dengan ukuran yang umum berlaku tentang kepemilikan kultural, pendapatan efektif, pemeliharaan barang dan potensi dalam aktifitas kelompok dan komunitasnya. Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat diambil satu pengertian bahwa kondisi ekonomi keluarga meliputi usaha orang tua untuk memenuhi kebutuhan hidup (pekerjaan orang tua), pendapatan efektif (penghasilan orang tua) dan pemenuhan kebutuhan rumah tangga (Sastrapraja, 1981).


(28)

Setiap manusia pasti melakukan suatu aktivitas/pekerjaan. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia melakukan suatu pekerjaan tertentu untuk mendapatkan kompensasi dari hasil kerjanya itu yang sering kita sebut gaji. Pekerjaan adalah pencarian, barang yang dijadikan pokok penghidupan, suatu yang dijadikan untuk mendapatkan nafkah. Dari pengertian tersebut diatas tersirat bahwa pekerjaan merupakan sesuatu yang dijadikan pokok penghidupan sehingga semua orang berusaha untuk memperoleh pekerjaan demi keinginan untuk mendapatkan nafkah yang memadai dengan tidak meninggalkan norma agama dan susila yang berlaku di masyarakat.

2.3.3. Pendapatan Keluarga

Dalam hidupnya, manusia membutuhkan berbagai macam kebutuhan dan secara ekonomi keluarga ingin memenuhi segala kebutuhan anggota keluarganya sehingga terwujud kesejahteraan dalam keluarga. Oleh karena itu masalah pendapatan dan penghasilan merupakan bagian dari ekonomis yang diterima atau diterima seseorang .Tambahan ekonomis yang diperoleh seseorang ini merupakan ukuran yang terbaik mengenai kemampuan seseorang. Dari manapun datangnya tambahan ini merupakan tambahan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Orang tua dengan penghasilan yang tinggi akan mampu memenuhi berbagai macam sarana dan prasarana yang menunjang kegiatan belajar anak. Semakin tinggi pendidikan orang tua semakin berkualitas perhatian yang diberikan kepada anaknya, semakin sibuk orang tua dalam pekerjaan semakin sedikit perhatian yang diberikan kepada anaknya. Semakin banyak penghasilan orang tua semakin mudah memenuhi kebutuhan prasarana dan sarana belajar anaknya. Dengan demikian, anak yang hidup dalam lingkungan keluarga dengan penghasilan orang tua yang tinggi, dia akan dengan mudah mendapatkan sarana dan prasarana dalam belajar sehingga kegiatan belajar akan dapat berjalan maksimal. Hal ini berkebalikan dengan anak yang hidup dalam keluarga dengan penghasilan yang sedikit, maka kebutuhan akan sarana prasarana akan terkalahkan oleh kebutuhan lain yang lebih esensial (UU RI No.7, 1983).

2.3.4. Tingkat Ekonomi Keluarga

Dalam kehidupan suatu masyarakat terdapat tingkat ekonomi yang berbeda. Hal ini tergantung dari kebutuhan dan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan yang ada.


(29)

Suatu masyarakat dikatakan makmur jika kebutuhan pada anggota dapat terpenuhi atau jika alat pemuas cukup untuk memenuhi kebutuhannya. Namun kenyataan menunjukkan bahwa keadaan yang seimbang antara kebutuhan dan alat pemuas kebutuhan sukar dicapai. Hal ini disebabkan karena kebutuhan yang telah dicapai akan disusul dengan kebutuhan yang lain. Selain itu kebutuhan manusia tidak terbatas baik jumlah maupun macamnya, sedang alat pemuas kebutuhan terbatas. Demikian juga halnya keluarga dalam kedudukannya sebagai bagian dari masyarakat untuk mencapai kemakmuran tidak selamanya tercapai sehingga dalam masyarakat ada tingkatan atau taraf hidup.Tingkat ekonomi keluarga tergantung juga dari jenis pekerjaan orang tua dan penghasilan yang diterima oleh keluarga. Seseorang yang berprofesi sebagai dokter akan memiliki penghasilan yang berbeda dengan seseorang yang bekerja sebagai buruh. Dikatakan bahwa dilihat dari segi ekonomi dalam masyarakat terdapat 3 lapisan masyarakat yaitu: 1) Lapisan ekonomi mampu/kaya:

Lapisan masyarakat yang tergolong lapisan ekonomi mampu/kaya ini mempunyai pendapatan yang tinggi sehingga mereka dapat hidup layak. Contoh pekerjaan yang tergolong dalam ekonomi mampu/kaya adalah pejabat pemerintah setempat, dokter, insinyur dan kelompok professional lain.

2) Lapisan ekonomi menengah

Lapisan masyarakat yang tergolong lapisan ekonomi menengah ini mempunyai pendapatan yang dikatakan cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Contoh pekerjaan yang tergolong ekonomi menengah adalah pedagang dan pegawai negeri. 3) Lapisan ekonomi miskin.

Lapisan masyarakat yang tergolong lapisan ekonomi miskin ini memiliki pendapatan yang minim. Contoh pekerjaan yang tergolong ekonomi miskin ini adalah buruh tani, buruh bangunan, buruh pabrik dan buruh – buruh yang sejenis yang tidak tetap ( Sastrapraja, 1981)

Tingkat ekonomi masyarakat disesuaikan dengan pendapatan dibagi menjadi 3 tingkatan yaitu:


(30)

1) Ekonomi tinggi

Golongan yang berpenghasilan tinggi adalah golongan yang mempunyai penghasilan atas pekerjaannya jauh lebih besar dibandingkan dengan kebutuhan pokoknya. Kebutuhan pokok adalah kebutuhan esensial yang sedapat mungkin harus dipenuhi. Kebutuhan esensial ini seperti makanan, pakaian, perumahan, kesehatan, pendidikan, partisipasi, transportasi, perawatan pribadi dan rekreasi.

2) Ekonomi sedang/menengah

Golongan berpenghasilan sedang sudah dekat dengan golongan yang berpenghasilan tinggi. Ini berarti golongan yang berpenghasilan ekonomi sedang cenderung masih dapat menyisihkan hasil kerjanya untuk kebutuhan lain yang sifatnya tidak esensial. 3) Ekonomi rendah

Ekonomi rendah adalah golongan miskin yang memperoleh pendapatannya sebagai imbalan atas pekerjaanya yang jumlahnya sangat sedikit apabila dibandingkan pemenuhan kebutuhan pokoknya. Kebutuhan esensial tidak dapat terpenuhi maksimal ( Abdullah, 2003)

2.3.5. Pembahagian Sosio Ekonomi 2.3.5.1. Faktor status gizi anak

Masalah malnutrisi memang merupakan satu faktor resiko yang menyebabkan ISPA. Malnutrisi dianggap bertanggungjawab terhadap terjadinya ISPA balita tertama di Indonesia. Malnutrisi menyebabkan melemahnya daya tahan tubuh anak. Hal ini akan menyebabkan mudahnya masuk agen penyakit dalam tubuh. Malnutrisi biasanya diukur menggunakan Indeks Massa tubuh (Abdullah, 2003).

2.3.5.2. Faktor pendidikan orang tua

Tingkat pengetahuan orang tua terutama ibu juga memain peranan dalam terjadinya ISPA pada anak dan balita. Orang tua dengan pendidikan yang baik akan mempunyai akses informasi yang lebih luas sehingga berdampak positif terhadap kesehatan anak. Mengikut penelitian yang pernah dibuat, dijumpai hubungan signifikan


(31)

antara episode ISPA dengan pengetahan orang tua. Faktor pendidikan juga merupakan parameter dalam menentukanpengetahuan orang tua.

2.3.5.3. Faktor ekonomi keluarga

Ekonomi keluarga biasanya dinilai oleh jumlah pendapatan keluarga. Faktor ini mempengaruhi kemampuan keluarga dalam mendapat pelayanan kesehatan bila ditinjau dari aspek finansial. Penelitian yang telah dilakukan di Filipina menunjukkan bahawa status sosio ekonomi orang tua akan meingkat resiko anak menderita ISPA (Deb, 1998)


(32)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

Sosio-ekonomi rendah

Anak lahir dengan Berat Badan Lahir Rendah

Pemberian ASI eksklusif

Keadaan lingkungan Status imunisasi

Umur anak

Tingkat pengetahuan dan pendidikan orang tua Status gizi anak

ISPA pada anak 0-5 tahun.


(33)

3.2. Definisi Operational

1) ISPA didefinisikan sebagai segala infeksi akut pada saluran pernafasan atas dan saluran pernafasan bawah pada anak berumur 0-5 tahun.

2) Anak lahir BBLR adalah anak yang lahir dengan berat badan lahir kurang dari 2500 gram.

3) Sosio ekonomi adalah diukur berdasarkan pendapatan keluarga. Hasilnya kemudian dibahagi kepada tiga kategori yaitu pendapatan rendah,sedang dan tinggi. Pendapatan melebihi Rp. 850.000,00 dikategorikan pendapatan tinggi, pendapatan Rp. 450.000,00–Rp. 850.000,00 dikategorikan pendapatan sedang manakala pendapatan kurang daripada Rp. 450.000,00 dikategorikan sebagai pendapatan kurang.

4) Cara ukur : Wawancara

5) Alat ukur : Kuesioner, pertanyaan yang diajukan sebanyak 12 pertanyaan. Skor untuk setiap pertanyaan dibuat pada tabel 3.1

Tabel 3.1 : Nombor pertanyaan dan skor untuk setiap pilihan jawaban Nombor Skor Pilihan Jawaban

A B C

1. 2 1 -

2. 2 1 -

3. 2 1 -

4. 2 1 -

5. 3 2 1


(34)

7. 3 2 1

8. 3 2 1

9. 3 2 1

10. 3 2 1

11. 3 2 1

12. 3 2 1


(35)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian yang bersifat deskriptif, yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk melihat gambaran riwayat anak dengan berat badan lahir rendah dan status sosio-ekonomi rendah pada anak umur 0-5 tahun dengan terjadinya ISPA pada anak.

Rancangan penelitian adalah cross sectional study. Ini dilakukan dengan memberi kuesioner kepada ibu bapa anak yang berkunjung ke RSUP Haji Adam Malik dengan keluhan ISPA.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

4.2.1. Lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan (RSUP HAM)

4.2.2. Waktu penelitian

Penelitian ini telah dilakukan pada Juni sehingga Oktober 2010.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1. Populasi penelitian

Populasi penelitian ini adalah seluruh anak berumur 0-5 tahun yang berkunjung ke RSUP Haji Adam Malik untuk berobat bagi keluhan ISPA.

4.3.2 Sampel penelitian

Penelitian ini menggunakan cara penelitian total sampling. Melalui cara ini, semua anak berumur 0-5 tahun yang datang ke RSUP Haji Adam Malik untuk berobat bagi keluhan ISPA disertakan dalam penelitian ini.


(36)

4.3.2.1. Kriteria inklusi

Semua anak berumur 0-5 tahun yang datang ke RSUP Haji Adam Malik untuk berobat sebagai pasien rawat jalan dan rawat inap dengan ibu yang sanggup berkerjasama dalam penelitian.

4.3.2.2. Kriteria eksklusi

Anak usia lebih dari 0-5 tahun yang tidak menderita ISPA dan orang tuanya tidak mahu bekerjasama dalam penelitian ini.

4.4 Metode Pengumpulan Data

Data ini dikumpulkan dengan melalui kuesioner yang diberikan kepada ibu bapa anak berumur 0-5 tahun yang datang ke RSUP Haji Adam Malik. Orang tua dari pasien telah diwawancara untuk memperoleh data dan juga diterangkan kepada orang tua yang tidak mengerti akan penelitian ini tentang soalan-soalan yang ditanyakan dalam kuestioner. Orang tua diminta mengingat kembali data seperti berat badan lahir anak. Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner yang dipetik dan dimodifikasi dari Rokhana, 2005 dan Oktaviani, 2009. Kuesioner ini telah dilakukan uji validitas dan realibilitas.

4.5. Instrumen Penelitian

Instrumen yang saya gunakan pada penelitian saya adalah kuesioner jenis tertutup.

4.6. Metode Analisis Data

Setiap data telah diperiksa pada waktu pengumpulan kuesioner. Sekiranya terdapat informasi yang kurang jelas atau tidak lengkap, data tersebut dibetulkan dengan memastikan dengan respoden sebelum meningggalkan lokasi studi. Kuesioner yang lengkap telah dianalisa dengan bantuan program komputer dan data yang diperoleh dimasukkan ke dalam tabel.

4.7 Ethical Clearance

Ethical clearence telah dilakukan untuk memastikan penelitian ini tidak melanggar etika kedokteran.


(37)

BAB 5

HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik Medan. Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik Medan dinamakan Rumah Sakit Kelas A pada tahun 1990 sesuai dengan Menkes No. 335/Menkes/SK/VII/1990. Namun, nama rumah sakit ini mengalami perubahan yang pada mulanya bernama Rumah Sakit Umum Kelas A di Medan menjadi Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik berdasarkan pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 775/MENKES/SK/IX/1992. Pada tahun 1991 pula ia dijadikan sebagai Rumah Sakit Pendidikan sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.502/Menkes/IX/1991 tanggal 6 September 1991 dan secara resmi pusat pendidikan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dipindahkan ke RSUP H. Adam Malik pada tanggal 11 Januari 1993. Dengan ditetapkannya RSUP H. Adam Malik sebagai Rumah Sakit Pendidikan, maka Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dapat menggunakannya sebagai Pusat Pendidikan Klinik calon dokter dan Pendidikan Keahlian calon dokter spesialis. RSUP H. Adam Malik mulai berfungsi sejak tanggal 17 Juni 1991 dengan pelayanan rawat jalan dan untuk pelayanan rawat inap mulai berfungsi tepatnya pada tanggal 2 Mei 1992. Rumah Sakit ini mulai beroperasi secara total pada tanggal 21 Juli 1993 yang diresmikan oleh mantan Presiden RI, H. Soeharto.

5.1.2 Deskripsi Karekteristik Responden

Diperoleh sejumlah 72 orang responden yang merupakan orang tua dari anak berumur 0-5 tahun yang menderita ISPA di RSUP Haji Adam Malik. Responden telah terlebih dahulu diberi penerangan mengenai tujuan penelitian ini sebelum diwawancara. Tabel 5.1 Karakteristik jenis kelamin balita

Jenis Kelamin Jumlah %

Laki-laki 33 45,8

Perempuan 39 54,2

Total 72 100.0

Berdasarkan hasil penelitian, jenis kelamin responden pada Tabel 5.1 menunjukkan bahwa balita laki-laki yang menderita ISPA sebanyak 33 orang yaitu 45,8% daripada keseluruhan responden. Sementara jumlah balita perempuan adalah sebanyak 39 orang yaitu 54,2% daripada keseluruhan responden.

Tabel 5.2 Karakteristik berat badan lahir anak

Berat Badan Lahir Jumlah %


(38)

<2500g 19 26,4

Total 72 100.0

Dari Tabel 5.2 diperoleh bahwa daripada 72 orang anak yang menderita ISPA, sebanyak 53 orang lahir dengan berat badan normal yaitu sejumlah 73,6% dibandingkan 19 orang anak yang lahir dengan berat badan rendah yaitu sejumlah 26,4%.

Tabel 5.3 Karakteristik jumlah anak dalam keluarga

Jumlah Anak Jumlah %

1- 2 49 68,1

3- 4 17 23,6

> 5 6 8,3

Total 72 100

Dari Tabel 5.3, sebanyak 49 buah keluarga mempunyai anak jumlah 1 atau 2 orang yaitu 68.1% dan hanya 7 buah kelurga mempunyai lebih dari 6 orang anak yaitu 8.3%.

Tabel 5.4 Karakteristik jumlah anggota keluarga

Bilangan Anggota Keluarga Jumlah %

3- 4 46 63,9

5- 6 16 22,2

> 7 10 13,9

Total 72 100

Dari Tabel 5.4, diperoleh sebanyak 46 buah keluarga mempunyai jumlah anggota keluarga yaitu 3 atau 4 orang dengan persentase 63.9% manakala 8 buah keluarga mempunyai lebih dari 10 orang anggota keluarga yaitu 13.9%.


(39)

Tabel 5.5 Karakteristik jumlah pendapatan suami

Jumlah Pendapatan Suami Jumlah %

> Rp.850.000,00 20 27,8

Rp.450.000,00 – Rp.850.00,00 31 43,1

< Rp.450.000,00 21 29,2

Total 72 100

Dari Tabel 5.5, diperoleh sejumlah 20 orang suami yaitu 27,8% mempunyai pendapatan lebih dari Rp.850.000,00 sebulan sedangkan sejumlah 31 orang suami yaitu 43,1% mempunyai jumlah pendapatan per bulan sekitar Rp.450.000,00 dan Rp.850.000,00

Tabel 5.6 Karakteristik jumlah pendapatan isteri

Jumlah Pendapatan Isteri Jumlah %

> Rp.850.000,00 3 4,2

Rp.450.000,00 - Rp.850.00,00 22 30,6

< Rp.450.000,00 47 65,3

Total 72 100

Dari Tabel 5.6, diperoleh sejumlah 3 orang isteri yaitu 4.2% mempunyai pendapatan lebih dari Rp.850.000,00 sebulan manakala sejumlah 47 orang isteri yaitu 65.3% mempunyai pendapatan dibawah Rp.450.000,00.

5.2 Pembahasan

Di dalam pembahasan ini difokuskan hal-hal yang berkaitan dengan tujuan penelitian dilakukan yaitu untuk melihat gambaran berat badan lahir rendah dan sosio ekonomi yang rendah pada anak-anak umur 0 -5 tahun yang menderita ISPA.

5.2.1 Berat Badan Lahir Rendah

Hasil dari Tabel 5.2 menunjukkan bahwa berat badan lahir anak yang berumur 0 hingga 5 tahun tidak kelihatan berpengaruh untuk terpapar ISPA. Hasil ini didapati bertentangan dengan beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Menurut


(40)

Sadono (2005), pada penelitian yang dilakukan pada sejumlah 216 orang bayi, hasil yang didapatkan adalah besar resiko BBLR untuk menderita ISPA adalah sebesar 3 kali. Menurut Abdullah (2005), bayi dengan BBLR mempunyai resiko relatif yang tinggi untuk terpajan ISPA yaitu sebesar 4.65 kali.

5.2.2 Sosio Ekonomi Keluarga

Hasil dari penelitian ini diperoleh bahwa jumlah anggota keluarga yang tinggal bersamaan dalam satu rumah tidak kelihatan berpengaruh pada anak terpapar ISPA seperti yang dilihat di Tabel 5.7. Penelitian yang dilakukan oleh Sadono (2005), juga mendukung hasil penelitian ini.

Dari Tabel 5.5 diperoleh bahawa kebanyakan suami mempunyai pendapatan per bulan sekitar Rp.450.000,00 dan Rp.850.000,00. Dari Tabel 5.6 pula diperoleh bahawa kebanyakan isteri mempunyai pendapatan dibawah Rp.450.000,00. Hasil ini didukung oleh penelitian Sonny (2002), dimana penelitiannya menunjukkan bahwa status sosio ekonomi yang rendah meningkatkan resiko ISPA sebanyak 0,89 kali.

Perbedaan antara hasil penelitian ini dengan penelitian lain terjadi mungkin dikarenakan oleh faktor umur anak yang diteliti. Dalam penelitian ini umur yang diteliti dari lahir hingga lima tahun dimana pada umur ini anak lebih terdedah kepada faktor resiko lain yang berperanan terhadap terjadinya kasus ISPA. Anak yang dalam jenjang umur ini juga telah mempunyai kekebalan tubuh yang lebih tinggi dibandingkan neonatus sehingga berat badan lahir tidak menjadi salah satu faktor resiko penting ISPA.

Pada penelitian ini didapati terdapat beberapa kekurangan dalam pelaksanaannya. Faktor keterbatasan waktu dan kekurangan subjek penelitiandi rumah sakit telah membatasi hasil penelitian ini. Diharapkan pada penelitian pada masa depan untuk melakukan penelitian dengan jangka waktu lebih lama.


(41)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa:

1) Sejumlah 53 anak yaitu 73,6% dari anak yang menderita ISPA lahir dengan berat badan normal manakala hanya 16 anak yaitu 26,4% orang anak yang lahir dengan BBLR.

2) Sejumlah 20 orang suami yaitu 27,8% mempunyai pendapatan lebih dari Rp.850.000,00 sebulan sedangkan sejumlah 31 orang suami yaitu 43,1% mempunyai jumlah pendapatan per bulan sekitar Rp.450.000,00 dan Rp.850.000,00.

3) Sejumlah 3 orang isteri yaitu 4.2% mempunyai pendapatan lebih dari Rp.850.000,00 sebulan manakala sejumlah 47 orang isteri yaitu 65.3% mempunyai pendapatan dibawah Rp.450.000,00.

6.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian saya ini,terdapat beberapa saran yang ingin saya berikan. Diantaranya ialah,

1) Kepada pihak pelayanan kesehatan agar melibatkan seisi keluarga dalam mempromosikan dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang meningkatnya resiko ISPA pada anak yang tinggal dalam keadaan rumah padat dan sosio ekonomi rendah.

2) Kepada tenaga kesehatan dan institusi agar dapat menerapkan studi tentang pengaruh BBLR dalam mengedukasi ibu dan bapa dalam memberikan anak terutama neonatus kualitas hidup yang lebih baik.

3) Diharapkan kerjasama antara pihak pemerintah, administrasi rumah sakit dan dokter dalam penyebaran informasi dengan penyebaran brosur, leaflet dan lain-lain tentang pengaruh sosioekonomi dan berat badan lahir rendah anak dalam meningkatnya resiko ISPA.

4) Diharapkan kepada pemerintah agar menerapkan studi yang telah dilakukan dalam meningkatkan keadaan sosioekonomi rakyat dalam menjamin kualitas hidup yang bebas dari penyakit infeksi.

5) Diharapkan pada penelitian selanjutnya untuk mengadakan penelitian kualitatif bersifat analitik yang bersifat lebih mendalam agar dapat melihat pengaruh sosio ekonomi dan BBLR pada anak yang menderita ISPA.


(42)

DAFTAR PUSAKA

Abdullah, 2003. Pengaruh pemberian ASI terhadap kasus ISPA pada bayi umur 0-4 bulan. Fakultas Kesehaatan Masyarakat Universitas Indonesia , Jakarta.

Abdullah, 2003. Pengaruh pemberian ASI terhadap kasus ISPA pada bayi umur 0-4 bulan. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Jakarta. Dalam:

Abdullah, 2003. Pengaruh pemberian ASI terhadap kasus ISPA pada bayi umur 0-4 bulan. Fakultas Kesehaatan Masyarakat Universitas Indonesia, Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2000. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut untuk Penanggulangan Pnemonia pada Balita. Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat.

Dalam:

Abdullah, 2003. Pengaruh pemberian ASI terhadap kasus ISPA pada bayi umur 0-4 bulan. Fakultas Kesehaatan Masyarakat Universitas Indonesia , Jakarta .

Warta Posyandu, 1999. ISPA dan Pneumonia, Pembunuh Utama Bayi di Indonesia. (No.2)

Dalam:

Abdullah, 2003. Pengaruh pemberian ASI terhadap kasus ISPA pada bayi umur 0-4 bulan. Fakultas Kesehaatan Masyarakat Universitas Indonesia, Jakarta.

WHO, 1986. Facts and Figures on Acute Respiratory Infections in Children. Geneva

Dalam:

American Thoracic Society, 2010. Therapy of pneumonia. Available from: WHO, 1992. ARI, Programme for control of Acute Respiration Infections. Fifth Programme Report. World Health Organisation.

Deb, 1998. Acute Respiratory Disease Survey In Tripura In Case Of Children Below Five Years Of Age. Journal Of The Indian Medical Association, 0019-5847.

Dharmage, Chandrika R, Lalani F, Dulitha N. Risk Factors of Acute Lower Respiratory Tract Infections in Children Under Five Years of Age. Southeast Asian Journal of Trop.Med Public Health. 27 (1). 1996. p : 107 – 110.


(43)

Djaja, et al, 2001. Determinan Perilaku Pencarian Pengobatan Infeksi Saluran Pernafasan Akut( ISPA) Pada Balita. Bulletin Penelitian Kesehatan, Depkes dan Kessos RI, Badan Litbangkes dan Kessos Jakarta. Vol 29 No 1: 6-42.

Djauhar, 1996. Studi Etnografi Terfokus Pada di Propinsi Jawa Tengah. Dalam:

Kenneth et al, 1998. Modern epidemiology. 2nd edition, Lippincott-Raven: 58-83.

Kresno, S. et al., 1994. Acute Respiratory Illness in Children Under Five in Indramayu, West Java Indonesia, a Rapid Etnograpic Assessment.

Kristensen, 2004. Community Study of Acute Respiratory Infections in Children Less than One Year of Age.

Ottawa collision of low birth weight, 2007.

march 21 2010]

Sadono,2005. Bayi Berat Badan Lahir Rendah Sebagai Salah Satu Faktor Risiko Infeksi Saluran Pernafasan Akut Pada Bayi, Studi Kasus Di Kabupaten Blora

Saifudin, dan Rachimhadhi, T., 1999. Bayi Dengan Berat Lahir Rendah. Dalam:

Sitohang, 2004. Asuhan Keperawatan Pada Bayi Berat Badan Lahir Rendah, USU Repository 2006

Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Edisi III. Cetakan 5. Jakarta 771 – 790.

Sitohang, 2004. Asuhan Keperawatan Pada Bayi Berat Badan Lahir Rendah, USU Repository 2006. Dalam

Sonny, 2001. Hubungan faktor lingkungan dan sosial ekonomi dengan morbiditas (keluhan ISPA dan diare)

: Sowden, 2002. Keperawatan Pediatric, Jakarta, EGC.

Sastroasmoro, Ismael, 1995. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Universitas Indonesia, Jakarta. Binarupa Aksara: 21-46.

Sukar et al, 1996. Pengaruh Kualitas Lingkungan dalam Ruang (indoor) terhadap penyakit ISPA-pneumonia di Indramayu, Jawa Barat. Buletin Penelitian Kesehatan Depkes, Balitbangkes. Jakarta( Vol.24).


(44)

Sumargono , 1989. Faktor-Faktor Resiko Yang Mempengaruhi Terjadinya Infeksi Saluran Pernapasan Akut Pada Balita Di Kelurahan Kepala Dua Wetam, Kecamatan Pasar Rebo, Jakarta Timur. Tesis Megister Pada Fakultas Pascasarjana, Universitas Indonesia, Jakarta.

Tupasi et al, 1998. Determinants of Morbidity And Mortality Due to Acute Respiratory Infections: Implications of Intervention. The Journal Of Infectious Disease, Vol. 157 ( No 4).

Whaley’s and Wong, 1996. Clinic Manual Of Pediatric Nursing, 4th Edition, Mosby Company: 124-163.

WHO, 2005. Available from:


(45)

LAMPIRAN

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Navin Kanvinder Singh

Tempat/ Tanggal Lahir : Kuala Lumpur, Malaysia / 14 Februari 1990

Agama : Sikh

Alamat : Blok 6 No74 Taman Setia Budi Indah 2 Medan Riwayat Pendidikan : 1. Sekolah Rendah Kebangsaan Sulaiman Bentong 2. Sekolah Menengah Kebangsaan Katholik Bentong

3. Sekolah Menengah Sains Seremban 4. Nirwana College

5. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Riwayat Pelatihan : 1. Kadet Remaja Sekolah

2. Kadet Angkatan Laut

Riwayat Organisasi : 1. Ahli Persatuan Kebangsaan Pelajar-pelajar Malaysia Indonesia Cawangan Medan (PKPMI)


(46)

LEMBAR PENJELASAN

Salam sejahtera bagi kita semua,

Saya, Navin Kanvinder Singh, mahasiswa semester VI Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, saat ini sedang melakukan penelitian yang berjudul ‘Gambaran Anak Umur 0-5 Tahun yang Menderita ISPA dengan Riwayat BBLR dan Sosio Ekonomi Rendah Di RSUP HAM Medan Tahun 2010’. Sebagaimana kita tahu ISPA terbanyak diderita oleh anak-anak, baik di negara sedang berkembang maupun di negara maju dan kebanyakan pasien perlu rawat inap di rumah sakit karena penyakitnya cukup gawat. Faktor yang berpengaruh terhadap daya tahan tubuh salah satu adalah berat badan lahir dan bayi mudah terinfeksi ISPA. Faktor sosio ekonomi terutama faktor pendapatan dan lingkungan menjadi permasalahan utama dalam terjadinya infeksi. Ini karena lingkungan yang kurang hiegenis menjadi tempat pembiakan vektor pembawa infeksi. Faktor pendapatan pula mengehadkan ketersediaan obat.

.

Penelitian Saya ini menggunakan lembaran pertanyaan dengan pilihan jawaban yang sudah saya sediakan. Saya mengharapkan kerjasama dari ibu/bapa untuk memberikan jawaban yang sebenar-benarnya sesuai dengan pertanyaan yang ada. Dengan menjawab pertanyaaan tersebut kita akan mengetahui bagaimana gambaran riwayat Berat Badan Lahir Rendah dan status sosio-ekonomi anak umur 0-5 tahun yang menderita Infeksi Salur Pernafasan Akut di RSUP HAM. Jawaban yang Saudara/i berikan hanya akan digunakan untuk kepentingan penelitian ini dan tidak akan disalahgunakan untuk maksud-maksud lain. Identitas Saudara/I tetap dirahasiakan dan disebarkan. Bila terjadi sesuatu atau ada yang ingin Saudara/i tanyakan dapat menemui atau menghubungi saya di :

Alamat : Tasbih 2,Blok 4, No.32, Setia Budi, Medan No. Telepon / HP : 087869564242


(47)

Keikutsertaan Saudara/i dalam penelitian ini sangat Saya harapkan. Partisipasi Saudara/i bersifat bebas dan tanpa ada paksaan. Saudara/i berhak untuk menolak berpartisipasi tanpa dikenakan sanksi apapun.

Demikian penjelasan ini Saya sampaikan. atas partisipasi dan kesediaan Saudara/i, Saya ucapkan terima kasih.

Medan, ________________ 2010

……….. (Navin Kanvinder Singh)


(48)

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN

“Informed Consent”

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama :……….

Umur :……….

Pekerjaan :……….

Alamat :……….

Setelah mendapat keterangan dan penjelasan secara lengkap dari peneliti tentang penelitian ‘Gambaran Anak Umur 0-5 Tahun yang Menderita ISPA dengan Riwayat BBLR dan Sosio Ekonomi Rendah Di RSUP HAM Medan Tahun 2010’, serta memahaminya, maka dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan saya menyatakan bersedia berpartisipasi pada penelitian ini. Demikianlah surat perjanjian ini saya perbuat tanpa paksaan dan apabila di kemudian hari saya mengundurkan diri, kepada saya tidak akan dituntut apapun.

Medan, ……… 2010 Yang membuat pernyataan


(49)

nama ISP A jantina P 1 p 2 P 3 P 4 p 5 P 6 p 7 P 8 P 9 P 1 0 P 1 1 p1

2 Total

r1 2 1 1 1 1 1 1 1 2 1 2 1 2 1 15

r2 2 2 2 1 2 2 2 2 3 3 3 3 3 1 28

r3 2 2 1 1 1 1 1 1 2 1 2 2 2 1 17

r4 2 1 1 1 2 2 3 2 3 3 3 3 3 1 27

r5 2 2 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 3 1 19

r6 2 1 1 1 1 2 1 1 2 2 2 3 3 1 20

r7 2 1 2 2 2 2 3 1 3 3 3 3 3 1 29

r8 2 2 1 1 1 1 2 2 3 2 3 3 2 1 23

r9 2 2 1 1 1 1 2 3 3 2 2 3 2 0 23

r10 2 1 2 1 2 2 1 1 3 2 3 3 3 0 24

r11 2 2 1 1 1 1 1 1 2 1 2 2 2 1 17

r12 2 2 1 1 1 1 1 1 2 1 2 2 2 1 17

r13 2 1 1 1 2 2 1 1 3 3 3 3 3 1 24

r14 2 1 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 1 29

r15 2 2 1 1 1 2 1 1 2 2 3 3 3 0 22

r16 2 1 2 2 2 2 1 2 1 3 3 3 2 1 25

r17 2 2 1 1 1 2 1 1 3 1 3 3 2 1 20

r18 2 2 1 1 1 2 1 1 2 2 2 2 3 1 19

r19 2 2 1 1 1 1 1 2 3 1 2 3 3 1 21

r20 2 2 1 1 1 1 2 2 3 1 2 3 3 1 22

r21 2 2 1 1 1 1 2 2 3 2 3 3 3 1 23

r22 2 2 1 1 1 1 2 3 3 1 2 3 3 1 23

r23 2 2 1 1 1 2 1 1 2 2 2 2 3 1 20

r24 2 1 1 1 1 2 1 1 2 1 3 3 2 0 19

r25 2 1 2 2 2 2 1 2 3 3 3 3 2 1 27

r26 2 2 1 1 1 2 1 1 2 2 2 2 3 1 19

r27 2 1 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 1 30

r28 2 1 1 1 2 2 1 1 3 3 3 3 3 1 24

r29 2 2 1 1 1 1 1 1 2 1 2 2 2 1 17

r30 2 2 1 1 1 1 1 1 2 1 2 2 2 1 16

r31 2 2 2 1 2 2 1 1 3 2 3 3 3 1 25

r32 2 1 1 1 1 1 2 3 3 2 2 3 2 1 23

r33 2 2 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 1 17

r34 2 1 2 2 2 2 2 2 3 2 3 3 3 1 27

r35 2 2 1 1 1 2 1 1 2 2 2 3 3 1 21

r36 2 2 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 3 1 18

r37 2 2 1 1 2 2 3 3 3 3 3 3 3 1 29

r38 2 2 1 1 1 1 1 1 2 1 2 2 2 0 17

r39 2 2 2 1 2 2 2 2 3 3 3 3 3 1 28

r40 2 1 1 1 1 1 1 1 2 1 2 1 2 1 15

r41 2 2 1 1 1 1 2 2 3 2 3 3 3 1 23

r42 2 1 1 1 1 1 1 2 2 1 2 3 3 1 19

r43 2 2 1 1 1 2 1 1 2 2 2 2 3 1 19

r44 2 2 1 1 1 2 1 1 3 2 3 3 2 1 22


(50)

r45 2 2 2 2 2 2 1 2 3 3 3 3 2 1 26

r46 2 1 1 1 1 2 1 1 2 2 2 2 3 1 19

r47 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 1 29

r48 2 1 1 1 2 2 1 1 3 3 3 3 2 1 23

r49 2 1 1 1 1 1 1 1 2 1 2 2 2 1 17

r50 2 1 1 1 1 1 1 1 3 2 3 3 3 1 22

r51 2 1 2 1 2 2 1 1 3 2 3 3 3 1 25

r52 2 1 1 1 1 1 2 3 3 2 3 3 2 1 23

r53 2 2 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 1 18

r54 2 1 2 2 2 2 3 1 3 3 3 3 3 1 28

r55 2 2 1 1 1 2 1 1 3 2 3 3 3 1 22

r56 2 2 1 1 1 1 1 1 2 2 2 3 3 1 19

r57 2 2 1 1 2 2 3 2 3 3 3 2 3 1 28

r58 2 2 1 1 1 1 1 1 2 1 2 2 2 1 17

r59 2 1 2 1 2 2 2 2 3 3 3 3 3 1 27

r60 2 2 1 1 1 1 1 1 2 1 2 1 2 1 15

r61 2 2 1 1 1 2 1 1 2 2 2 3 3 1 21

r62 2 2 2 2 2 2 3 1 3 3 3 3 3 1 29

r63 2 2 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 1 17

r64 2 2 1 1 1 1 2 3 3 2 3 3 2 1 24

r65 2 1 2 1 2 2 1 1 3 2 3 3 3 1 24

r66 2 1 1 1 1 1 1 1 2 1 2 2 2 1 17

r67 2 1 1 1 1 1 1 1 2 1 2 2 2 1 17

r68 2 1 1 1 2 2 1 1 3 3 3 3 3 1 25

r69 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 1 29

r70 2 1 1 1 1 2 1 1 2 2 2 2 3 1 19

r71 2 2 2 2 2 2 1 2 3 3 3 3 2 1 27

r72 2 2 1 1 1 2 1 1 2 1 3 3 2 1 20

Jantina – 1 : laki-laki 2 : perempuan


(51)

Crosstabs

BBL IMUN IWAJI

B ASI ANAK KEL

PENDSU AMI

JPENSU AMI

PENDIS TR

JPEN DIST R

kebutuh an total BBL Pearson

Correlation

1 .728** .787** .522* .348 .302 .707** .610** .707** .441 .236 .759**

Sig. (2-tailed) .000 .000 .018 .133 .196 .000 .004 .000 .052 .317 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

IMUN Pearson Correlation

.728** 1 .572** .380 .380 .345 .514* .548* .514* .321 .057 .635**

Sig. (2-tailed) .000 .008 .098 .098 .136 .020 .012 .020 .168 .811 .003

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

IWAJI B

Pearson Correlation

.787** .572** 1 .664** .506* .290 .899** .827** .899** .560* .385 .902**

Sig. (2-tailed) .000 .008 .001 .023 .215 .000 .000 .000 .010 .094 .000


(52)

ASI Pearson Correlation

.522* .380 .664** 1 .242 .008 .533* .693** .739** .503* .492* .699**

Sig. (2-tailed) .018 .098 .001 .303 .975 .015 .001 .000 .024 .027 .001

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

ANAK Pearson Correlation

.348 .380 .506* .242 1 .496* .585** .506* .431 .460* .339 .682**

Sig. (2-tailed) .133 .098 .023 .303 .026 .007 .023 .058 .041 .144 .001

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

KEL Pearson Correlation

.302 .345 .290 .008 .496* 1 .519* .320 .214 .514* .092 .539*

Sig. (2-tailed) .196 .136 .215 .975 .026 .019 .168 .366 .021 .701 .014

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

PENDS UAMI

Pearson Correlation

.707** .514* .899** .533* .585** .519* 1 .812** .792** .623** .250 .900**

Sig. (2-tailed) .000 .020 .000 .015 .007 .019 .000 .000 .003 .288 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

JPENS UAMI

Pearson Correlation

.610** .548* .827** .693** .506* .320 .812** 1 .685** .480* .457* .867**

Sig. (2-tailed) .004 .012 .000 .001 .023 .168 .000 .001 .032 .043 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

PENDI STR

Pearson Correlation


(53)

Sig. (2-tailed) .000 .020 .000 .000 .058 .366 .000 .001 .003 .288 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

JPEND ISTR

Pearson Correlation

.441 .321 .560* .503* .460* .514* .623** .480* .623** 1 .416 .745**

Sig. (2-tailed) .052 .168 .010 .024 .041 .021 .003 .032 .003 .068 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

kebutuh an

Pearson Correlation

.236 .057 .385 .492* .339 .092 .250 .457* .250 .416 1 .499*

Sig. (2-tailed) .317 .811 .094 .027 .144 .701 .288 .043 .288 .068 .025

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

total Pearson Correlation

.759** .635** .902** .699** .682** .539* .900** .867** .830** .745** .499* 1

Sig. (2-tailed) .000 .003 .000 .001 .001 .014 .000 .000 .000 .000 .025

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Crosstabs

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 20 100.0


(54)

Total 20 100.0

Frequencies

Statistics

BBL IMUN IWAJIB ASI ANAK KEL PENDSUAMI JPENSUAMI PENDISTR JPENDISTR kebutuhan

N Valid 72 72 72 72 72 72 72 72 72 72 72

Missing 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Berat Badan Lahir

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid >2500g 53 73.6 73.6 73.6

<2500g 19 26.4 26.4 100.0

Total 72 100.0 100.0

Status Imunitas

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Ya 60 83.3 83.3 83.3

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items


(55)

Tidak 12 16.7 16.7 100.0

Total 72 100.0 100.0

Status pemberian imunitas wajib

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

T Lengkap 46 63.9 63.9 63.9

tidak lengkap 26 36.1 36.1 100.0

Total 72 100.0 100.0

Durasi pemberian ASI

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 4-6 bln 31 43.1 43.1 43.1

1-4bln 41 56.9 56.9 100.0

Total 72 100.0 100.0

Jumlah anak

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 1-2 49 68.1 68.1 68.1


(56)

>5 6 8.3 8.3 100.0

Total 72 100.0 100.0

Jumlah anggota keluarga

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 3-4 46 63.9 63.9 63.9

5-6 16 22.2 22.2 86.1

>7 10 13.9 13.9 100.0

Total 72 100.0 100.0

Pendapatan suami

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid berlebih 1 1.4 1.4 1.4

cukup 32 44.4 44.4 45.8

kurang 39 54.2 54.2 100.0

Total 72 100.0 100.0

Jumlah Pendapatan Suami

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid >rp 850.000,00 20 27.8 27.8 27.8

rp450.000,00-rp850.00,00 31 43.1 43.1 70.8

<rp450.000,00 21 29.2 29.2 100.0


(57)

Pendapatan Isteri

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid cukup 34 47.2 47.2 47.2

kurang 38 52.8 52.8 100.0

Total 72 100.0 100.0

Jumlah pendapatan isteri

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid >rp850.000,00 3 4.2 4.2 4.2

rp450.000,00-rp850.00,00 22 30.6 30.6 34.7

<rp 450.000,00 47 65.3 65.3 100.0

Total 72 100.0 100.0

Jumlah kebutuhan harian

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid rp20.000,00-rp40.000,00 30 41.7 41.7 41.7

<rp20.000,00 42 58.3 58.3 100.0


(1)

ASI Pearson Correlation

.522* .380 .664** 1 .242 .008 .533* .693** .739** .503* .492* .699**

Sig. (2-tailed) .018 .098 .001 .303 .975 .015 .001 .000 .024 .027 .001

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

ANAK Pearson Correlation

.348 .380 .506* .242 1 .496* .585** .506* .431 .460* .339 .682**

Sig. (2-tailed) .133 .098 .023 .303 .026 .007 .023 .058 .041 .144 .001

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

KEL Pearson Correlation

.302 .345 .290 .008 .496* 1 .519* .320 .214 .514* .092 .539*

Sig. (2-tailed) .196 .136 .215 .975 .026 .019 .168 .366 .021 .701 .014

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

PENDS UAMI

Pearson Correlation

.707** .514* .899** .533* .585** .519* 1 .812** .792** .623** .250 .900**

Sig. (2-tailed) .000 .020 .000 .015 .007 .019 .000 .000 .003 .288 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

JPENS UAMI

Pearson Correlation

.610** .548* .827** .693** .506* .320 .812** 1 .685** .480* .457* .867**

Sig. (2-tailed) .004 .012 .000 .001 .023 .168 .000 .001 .032 .043 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

PENDI STR

Pearson Correlation


(2)

Sig. (2-tailed) .000 .020 .000 .000 .058 .366 .000 .001 .003 .288 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

JPEND ISTR

Pearson Correlation

.441 .321 .560* .503* .460* .514* .623** .480* .623** 1 .416 .745**

Sig. (2-tailed) .052 .168 .010 .024 .041 .021 .003 .032 .003 .068 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

kebutuh an

Pearson Correlation

.236 .057 .385 .492* .339 .092 .250 .457* .250 .416 1 .499*

Sig. (2-tailed) .317 .811 .094 .027 .144 .701 .288 .043 .288 .068 .025

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

total Pearson Correlation

.759** .635** .902** .699** .682** .539* .900** .867** .830** .745** .499* 1

Sig. (2-tailed) .000 .003 .000 .001 .001 .014 .000 .000 .000 .000 .025

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Crosstabs

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 20 100.0


(3)

Total 20 100.0

Frequencies

Statistics

BBL IMUN IWAJIB ASI ANAK KEL PENDSUAMI JPENSUAMI PENDISTR JPENDISTR kebutuhan

N Valid 72 72 72 72 72 72 72 72 72 72 72

Missing 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Berat Badan Lahir

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid >2500g 53 73.6 73.6 73.6

<2500g 19 26.4 26.4 100.0

Total 72 100.0 100.0

Status Imunitas

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Ya 60 83.3 83.3 83.3

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items


(4)

Tidak 12 16.7 16.7 100.0

Total 72 100.0 100.0

Status pemberian imunitas wajib

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

T Lengkap 46 63.9 63.9 63.9

tidak lengkap 26 36.1 36.1 100.0

Total 72 100.0 100.0

Durasi pemberian ASI

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 4-6 bln 31 43.1 43.1 43.1

1-4bln 41 56.9 56.9 100.0

Total 72 100.0 100.0

Jumlah anak

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 1-2 49 68.1 68.1 68.1


(5)

>5 6 8.3 8.3 100.0

Total 72 100.0 100.0

Jumlah anggota keluarga

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 3-4 46 63.9 63.9 63.9

5-6 16 22.2 22.2 86.1

>7 10 13.9 13.9 100.0

Total 72 100.0 100.0

Pendapatan suami

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid berlebih 1 1.4 1.4 1.4

cukup 32 44.4 44.4 45.8

kurang 39 54.2 54.2 100.0

Total 72 100.0 100.0

Jumlah Pendapatan Suami

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid >rp 850.000,00 20 27.8 27.8 27.8

rp450.000,00-rp850.00,00 31 43.1 43.1 70.8

<rp450.000,00 21 29.2 29.2 100.0


(6)

Pendapatan Isteri

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid cukup 34 47.2 47.2 47.2

kurang 38 52.8 52.8 100.0

Total 72 100.0 100.0

Jumlah pendapatan isteri

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid >rp850.000,00 3 4.2 4.2 4.2

rp450.000,00-rp850.00,00 22 30.6 30.6 34.7

<rp 450.000,00 47 65.3 65.3 100.0

Total 72 100.0 100.0

Jumlah kebutuhan harian

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid rp20.000,00-rp40.000,00 30 41.7 41.7 41.7

<rp20.000,00 42 58.3 58.3 100.0