Stres Aktifitas Fisik Hemodialisis

badan efektif untuk menurunkan hipertensi, Penurunan berat badan sekitar 5 kg dapat menurunkan tekanan darah secara signifikan Haffner, 1999.

c. Stres

Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalaui saraf simpatis yang dapat meningkatkan tekanan darah secara intermiten. Apabila stres berlangsung lama dapat mengakibatkan peninggian tekanan darah yang menetap. Pada binatang percobaan dibuktikan bahwa pajanan terhadap stres menyebabkan binatang tersebut menjadi hipertensi Pickering, 1999.

d. Aktifitas Fisik

Orang dengan tekanan darah yang tinggi dan kurang aktifitas, besar kemungkinan aktifitas fisik efektif menurunkan tekanan darah. Aktifitas fisik membantu dengan mengontrol berat badan. Aerobik yang cukup seperti 30 – 45 menit berjalan cepat setiap hari membantu menurunkan tekanan darah secara langsung. Olahraga secara teratur dapat menurunkan tekanan darah pada semua kelompok, baik hipertensi maupu n normotensi Simons-Morton, 1999.

e. Asupan 1 Asupan Natrium

Natrium adalah kation utama dalam cairan extraseluler konsentrasi serum normal adalah 136 sampai 145 mEg L, Natrium berfungsi menjaga keseimbangan cairan dalam kompartemen tersebut dan keseimbangan asam basa tubuh serta berperan dalam transfusi saraf dan kontraksi otot Kaplan, 1999. Perpindahan air diantara cairan ekstraseluler dan intraseluler ditentukan oleh kekuatan osmotik. Osmosis adalah perpindahan air menembus membran semipermiabel ke arah yang mempunyai konsentrasi partikel tak berdifusinya lebih tinggi. Natrium klorida pada cairan ekstraseluler dan kalium dengan zat – zat organik pada cairan intraseluler, adalah zat – zat terlarut yang tidak dapat menembus dan sangat berperan dalam menentukan konsentrasi air pada kedua sisi membran Kaplan, 1999. Universitas Sumatera Utara Hampir seluruh natrium yang dikonsumsi 3-7 gram sehari diabsorpsi terutama di usus halus. Mekanisme penngaturan keseimbangan volume pertama – tama tergantung pada perubahan volume sirkulasi efektif. Volume sirkulasi efektif adalah bagian dari volume cairan ekstraseluler pada ruang vaskular yang melakukan perfusi aktif pada jaringan. Pada orang sehat volume cairan ekstraseluler umumnya berubah – ubah sesuai dengan sirkulasi efektifnya dan berbanding secara proporsional dengan natrium tubuh total. Natrium diabsorpsi secara aktif setelah itu dibawa oleh aliran darah ke ginjal, disini natrium disaring dan dikembalikan ke aliran darah dalam jumlah yang cukup untuk mempertahankan taraf natrium dalam darah. Kelebihan natrium yang jumlahnya mencapai 90-99 dari yang dikonsumsi, dikeluarkan melalui urin. Pengeluaran urin ini diatur oleh hormon aldosteron yng dikeluarkan kelenjar adrenal bila kadar Na darah menurun. Aldosteron merangsang ginjal untuk mengasorpsi Na kembali. Jumlah Na dalam urin tinggi bila konsumsi tinggi dan rendah bila konsumsi rendah Kaplan, 1999. Garam dapat memperburuk hipertensi pada orang secara genetik sensitif terhadap natrium, misalnya seperti: orang Afrika-Amerika, lansia, dan orang hipertensi atau diabetes. Asosiasi jantung Amerika menganjurkan setiap orang untuk membatasi asupan garam tidak lebih dari 6 gram per hari. Pada populasi dengan asupan natrium lebih dari 6 gram per hari, tekanan darahnya meningkat lebih cepat dengan meningkatnya umur, serta kejadian hipertensi lebih sering ditemukan Kaplan, 1999. Hubungan antara retriksi garam dan pencegahan hipertensi masih belum jelas. Namun berdasarkan studi epidemiologi diketahui terjadi kenaikan tekanan darah ketika asupan garam ditambah Kaplan, 1999. 2 Asupan Kalium Kalium merupakan ion utama dalam cairan intraseluler, cara kerja kalium adalah kebalikan dari Na. konsumsi kalium yang banyak akan meningkatkan konsentrasinya di dalam cairan intraseluler, sehingga cenderung menarik cairan dari bagian ekstraseluler dan menurunkan tekanan darah Appel, 1999. Universitas Sumatera Utara Sekresi kalium pada nefron ginjal dikendalikan oleh aldosteron. Peningkatan sekresi aldosteron menyebabkan reabsorbsi natrium dan air juga ekskresi kalium. Sebaliknya penurunan sekresi aldosteron menyebabkan ekskresi natrium dan air juga penyimpanan kalium. Rangsangan utama bagi sekresi aldosteron adalah penurunan volume sirkulasi efektif atau penurunan kalium serum. Ekskresi kalium juga dipengaruhi oleh keadaan asam basa dan kecepatan aliran di tubulus distal Appel, 1999. Penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa asupan rendah kalium akan mengakibatkan peningkatan tekanan darah dan renal vascular remodeling yang mengindikasikan terjadinya resistansi pembuluh darah pada ginjal. Pada populasi dengan asupan tinggi kalium tekanan darah dan prevalensi hipertensi lebih rendah dibanding dengan populasi yang mengkonsumsi rendah kalium Appel, 1999. 3 Asupan Magnesium Magnesium merupakan inhibitor yang kuat terhadap kontraksi vaskuler otot halus dan diduga berperan sebagai vasodilator dalam regulasi tekanan darah. The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Presure JNC melaporkan bahwa terdapat hubungan timbal balik antara magnesium dan tekanan darah Appel, 1999. Sebagian besar penelitian klinis menyebutkan, suplementasi magnesium tidak efektif untuk mengubah tekanan darah. Hal ini dimungkinkan karena adanya efek pengganggu dari obat anti hipertensi. Meskipun demikian, suplementasi magnesium direkomendasikan untuk mencegah kejadian hipertensi Appel, 1999.

2.1.6. Kerusakan Organ Target

Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, naik secara langsung maupun secara tidak langsung. Kerusakan organ target yang umum ditemui pada pasien hipertensi adalah: 1. Penyakit ginjal kronis 2. Jantung a. Hipertrofi ventrikel kiri Universitas Sumatera Utara b. Angina atau infark miokardium c. Gagal jantung 3. Otak a. Strok b. Transient Ischemic Attack TIA 4. Penyakit arteri perifer 5. Retinopati Yogiantoro, 2006. Beberapa penelitian menemukan bahwa penyebab kerusakan organ-organ tersebut dapat melalui akibat langsung dari kenaikan tekanan darah pada organ, atau karena efek tidak langsung, antara lain adanya autoantibodi terhadap reseptor ATI angiotensin II, stress oksidatif, down regulation dari ekspresi nitric oxide synthase, dan lain-lain. Penelitian lain juga membuktikan bahwa diet tinggi garam dan sensitivitas terhadap garam berperan besar dalam timbulnya kerusakan organ target, misalnya kerusakan pembuluh darah akibat meningkatnya ekspresi transforming growth factor- β TGF-β Yogiantoro, 2006.

2.1.7. Evaluasi Hipertensi

Hipertensi pada pasien hipertensi bertujuan untuk: 1. Menilai pola hidup dan identifikasi faktor-faktor risiko kardiovaskular lainnya atau menilai adanya penyakit penyerta yang mempengaruhi prognosis dan menentukan pengobatan. 2. Mencari penyebab kenaikan tekanan darah. 3. Menentukan ada tidaknya kerusakan target organ dan penyakit kardiovaskular Yogiantoro, 2006. Evaluasi pasien hipertensi adalah dengan melakukan anamnesis tentang keluhan pasien, riwayat penyakit dahulu dan penyakit keluarga, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang. Anamnesis meliputi: 1. Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah Universitas Sumatera Utara 2. Indikasi adanya hipertensi sekunder a. Keluarga dengan riwayat penyakit ginjal b. Adanya penyakit ginjal, infeksi saluran kemih, hematuri, pemakaian obat- obat analgesik dan obatbahan lain. c. Episoda berkeringat, sakit kepala, kecemasan, palpitasi feokromositoma d. Episoda lemah otot dan tetani aldosteronisme 3. Faktor-faktor risiko a. Riwayat hipertensi atau kardiovaskular pada pasien atau keluarga pasien b. Riwayat hiperlipidemia pada pasien atau keluarganya c. Riwayat diabetes melitus pada pasien atau keluarganya d. Kebiasaan merokok e. Pola makan f. Kegemukan, intensitas olahraga g. kepribadian 4. Gejala kerusakan organ a. Otak dan mata : sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan, transient ischemic attack, defisit sensoris atau motoris b. Ginjal : haus, poliuria, nokturia, hematuria c. Jantung : palpitasi, nyeri dada, sesak, bengkak kaki d. Arteri perifer : ekstremitas dingin 5. Pengobatan antihipertensi sebelumnya Yogiantoro, 2006. Pemeriksaan penunjang pasien hipertensi terdiri dari: a. Tes darah rutin b. Glukosa darah sebaiknya puasa c. Kolesterol total serum d. Kolesterol LDL dan HDL serum e. Trigliserida serum puasa f. Asam urat serum g. Kreatinin serum h. Kalium serum Universitas Sumatera Utara i. Hemoglobin dan hematokrit j. Urinalisis k. Elektrokardiogram Yogiantoro, 2006. Pada pasien hipertensi, beberapa pemeriksaan untuk menentukan adanya kerusakan organ target dapat dilakukan secara rutin, sedang pemeriksaan lainnya hanya dilakukan bila ada kecurigaan yang didukung oleh keluhan dan gejala pasien. Pemeriksaan untuk mengevaluasi adanya kerusakan organ target meliputi: 1. Fungsi ginjal a. Pemeriksaan fungsi ginjal dan penentuan adanya proteinuriamikro- makroalbuminuria serta rasio albumin kreatinin urin b. Perkiraan LFG, yang untuk pasien dalam kondisi stabil dapat diperkirakan dengan menggunakan modifikasi rumus dari Cockroft-Gault sesuai dengan anjuran National Kidney Foundation NKF yaitu: Klirens Kreatinin = 140-umur x Berat Badan 72 x Kreatinin Serum x 0,85 untuk perempuan Glomerulus Filtration Rate GFRLFG dalam mlmenit1,73m2. Yogiantoro, 2006.

2.1.8. Penatalaksanaan hipertensi :

a. Penatalaksanaan farmakologis b. Penatalaksanaan non farmakologis diet Penatalaksanaan non farmakologis diet sering sebagai pelengkap penatalaksanaan farmakologis, selain pemberian obat-obatan antihipertensi perlu terapi dietetik dan merubah gaya hidup Yogiantoro, 2006. Tujuan dari penatalaksanaan diet : a. Membantu menurunkan tekanan darah secara bertahap dan mempertahankan tekanan darah menuju normal. b. Mampu menurunkan tekanan darah secara multifaktoral Universitas Sumatera Utara c. Menurunkan faktor risiko lain seperti BB berlebih, tingginya kadar asam lemak, kolesterol dalam darah. d. Mendukung pengobatan penyakit penyerta seperti penyakit ginjal, dan DM Yogiantoro, 2006. Prinsip diet penatalaksanaan hipertensi : a. Makanan beraneka ragam dan gizi seimbang b. Jenis dan komposisi makanan disesuaikan dengan kondisi penderita c. Jumlah garam dibatasi sesuai dengan kesehatan penderita dan jenis makanan dalam daftar diet. Konsumsi garam dapur tidak lebih dari ¼ - ½ sendok tehhari atau dapat menggunakan garam lain diluar natrium. Yogiantoro, 2006.

2.2. Penyakit Ginjal Kronik PGK

2.2.1. Definisi

Penyakit Ginjal Kronik PGK adalah kemunduran fungsi ginjal yang menyebabkan ketidakmampuan mempertahankan substansi tubuh dibawah kondisi normal Sowden, 1996. PGK hadir ketika LFG menurun secara permanen dalam hubungan dengan hilangnya populasi nefron fungsional. Hal ini ditandai dengan gesekan terus dari nefron dan variabel tetapi biasanya tak henti-hentinya perkembangan menuju tahap akhir penyakit ginjalEnd Stage Renal Disease ESRD Fisch, 2000.

2.2.2. Etiologi

Penyebab paling lazim dari ESRD adalah mayority dari pasien hipertensi, diabetes mellitus, atau keduanya. Penyebab lainnya adalah glomerulonephritis, penyakit interstisial, cysticherediterycongenital dan yang tidak diketahui penyebabnya Fisch, 2000. Penyakit ginjal primer terbatas pada ginjal dan biasanya hadir dengan gagal ginjal kronis atau sindrom nefrotik tanpa riwayat penyakit sistemik. Penyakit non-glomerular seperti uropathy obstruktif, nefritis interstisial primer, Universitas Sumatera Utara dan nefropati iskemik sering diidentifikasi selama hasil pemeriksaan untuk hipertensi yang baru ditemukan atau hematuria asimtomatik. Pasien menyajikan dengan proteinuria atau sindrom nefrotik tapi tanpa bukti infeksi, penyakit kolagen-vaskular, atau keganasan cenderung memiliki glomerulonefritis idiopatik Fisch, 2000. Penyakit ginjal sekunder. Sejarah lengkap dan pemeriksaan fisik didampingi oleh kerja darah rutin membongkar etiologi dari gagal ginjal kronis di lebih dari 60 sampai 70 kasus. Hipertensi dan diabetes biasanya hadir untuk setidaknya 10 tahun sebelum mereka menyebabkan gagal ginjal kronis dengan hipertensi yang mengarah ke ESRD, hipertensi tidak terkontrol dan dipercepat adalah yang paling sering Fisch, 2000. Menurut Markum 2006, Penyebab dari PGK adalah: - Tekanan darah tinggi hipertensi - Penyumbatan saluran kemih - Glomerulonefritis - Kelainan ginjal, misalnya penyakit ginjal polikista - Diabetes melitus kencing manis - Kelainan autoimun, misalnya lupus eritematosus sistemik.

2.2.3. Faktor Risiko PGK

Faktor risiko yang dapat dimodifikasi ialah hipertensi. Hipertensi dapat bertindak sendiri atau dengan penyakit lain untuk membujuk penyakit ginjal kronis dan meskipun kebanyakan pasien dengan hipertensi tidak pernah mengembangkan penyakit ginjal yang signifikan, kronis tekanan darah tinggi bertanggung jawab untuk 25 dari kasus baru. Faktor risiko lainnya yang dapat dimodifikasikan adalah diabetes mellitus. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah umur dan ras Schrier, 2000. Universitas Sumatera Utara

2.2.4. Diagnosis PGK

Menurut Fisch 2000, diagnosis klinis dari PGK adalah: 1. Menurunnya LFG Klasifikasi tingkat penyakit ginjal kronik, sebagai berikut: • Tingkat 1: kerusakan ginjal dengan normal LFG 90 mLmenit1.73 m 2 • Tingkat 2: penurunan ringan pada LFG 60-89 mLmenit1.73 m 2 • Tingkat 3: penurunan sedang pada LFG 30-59 mLmenit1.73 m 2 • Tingkat 4: penurunan berat pada LFG 15-29 mLmenit1.73 m 2 • Tingkat 5: gagal ginjal LFG 15 mLmenit1.73 m 2 atau dialisis 2. Indikasi lainnya a. Proteinuria b. Hematuria c. Abnormal urinary sedimen d. Hipertensi

2.3. Hemodialisis

Hemodialisis adalah suatu prosedur untuk membuang racun atau sisa metabolisme dari dalam darah dengan mengalirkan darah ke suatu tabung ginjal buatan dialiser yang terdiri dari dua kompartemen yang terpisah. Darah pasien dipompa dan dialirkan ke kompartemen darah yang dibatasi oleh selaput semipermeabel buatan dengan kompartemen dialisat Rahardjo et al, 2006. Keputusan untuk inisiasi hemodialisis terutama berdasarkan parameter laboratorium yaitu LFG antara 5-8 mlmenit1,73 m² Sukandar, 2006. Beberapa komplikasi yang mungkin ditimbulkan selama prosedur hemodialisis ialah emboli udara akibat udara masuk ke sirkuit darah, hipotensi terkait hemodialisis, hipoksemia, kram otot, mual, muntah, sakit kepala, sakit dada, dan gatal-gatal. Pengawasan terus-menerus kompartemen darah dan dialisat sangat penting untuk mencegah semua komplikasi Sukandar, 2006. Universitas Sumatera Utara

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :

3.1.1. Definisi Operasional

Hipertensi adalah tekanan darah 14090 mmHg atau penderita mengkonsumsi obat-obat antihipertensi Bakri dan Lawrence, 2008. PGK adalah kerusakan ginjal yang diderita seseorang lebih dari 3 bulan berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan LFG dengan manifestasi adanya kelainan ginjal, ataupun LFG kurang dari 60 mlmenit1,73 m2 selama 3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal Suwitra, 2006. Hemodialisis adalah suatu prosedur untuk membuang racun atau sisa