Frekuensi Rotor Rangkaian Ekivalen Motor Induksi

x M M M net a t t B t t B t B B       + − − − − − = ω ω ω ω ω cos 2 3 sin 5 , 5 , cos 2 3 sin 5 , 5 , sin + y M M a t t B t t B       + − − − − cos 2 3 sin 5 , 2 3 cos 2 3 sin 5 , 2 3 ω ω ω ω x M M M M M net a t B t B t B t B t B B       − + + + = ω ω ω ω ω cos 4 3 sin 4 1 cos 4 3 sin 4 1 sin + y M M M M a t B t B t B t B       − + − − ω ω ω ω cos 4 3 sin 4 3 cos 4 3 sin 4 3 y M x M net a t B a t B B cos 5 , 1 sin 5 , 1 ω ω − = Tesla ……………………………. 2.11 Dari persamaan 2.5 diatas, jika dimasukkan nilai t ω = ° maka dihasilkan fluks medan magnet sebesar ° ∠90 5 , 1 M B dan jika t ω = ° 90 didapat fluks medan magnet sebesar ° ∠0 5 , 1 M B . Hasil perhitungan ini menyatakan bahwa fluks medan magnet yang dihasilkan pada kumparan stator motor induksi tiga phasa berputar terhadap waktu t .

2.6 Frekuensi Rotor

Ketika rotor masih dalam keadaan diam, dimana frekuensi arus pada rotor sama seperti frekuensi masukan sumber . Tetapi ketika rotor akan berputar, maka frekuensi rotor akan bergantung kepada kecepatan relatif atau bergantung terhadap besarnya slip. Untuk besar slip tertentu, maka frekuensi rotor sebesar f 2 yaitu : 120 2 r s n n p f − = dengan mengalikan persamaan diatas dengan s s n n didapat : Universitas Sumatera Utara s s r s n n n n p f × − = 120 2 s r s s n n n pn f − × = 120 2 dimana, s r s n n n S − = dan 120 1 s pn f = maka frekuensi di rotor adalah : 1 2 f S f × = Hertz………………………….……………………..2.12 Dari persamaan ini terlihat bahwa pada saat start dan rotor belum berputar, frekuensi pada stator dan rotor akan sama. Dalam keadaan rotor berputar, frekuensi arus motor dipengaruhi oleh slip f 2 =Sf 1 . Karena tegangan induksi dan reaktansi kumparan rotor merupakan fungsi frekuensi, maka harganya turut pula dipengaruhi oleh slip. E 2s = 4,44 f 2 N 2 Φ m = 4,44 S f 1 N 2 Φ m E 2s = S E 2 Volt…………………..……………………...…. 2.13 E 2 : ggl pada saat rotor diam n r = n s E 2s : ggl pada saat rotor berputar X 2s = 2 π f 2 L 2 = 2 π S f 1 L 2 X 2s = S X 2 ohm…………………………...………………….2.14 X 2 : reaktansi pada saat rotor diam n r = n s X 2s : reaktansi pada saat rotor berputar Universitas Sumatera Utara

2.7 Rangkaian Ekivalen Motor Induksi

Untuk menentukan rangkaian ekivalen dari motor induksi tiga phasa, pertama -tama perhatikan keadaan pada stator. Gelombang fluks pada celah udara yang berputar serempak membangkitkan ggl lawan tiga phasa yang seimbang di dalam phasa-phasa stator. Besarnya tegangan terminal stator berbeda dengan ggl lawan sebesar jatuh tegangan pada impedansi bocor stator, sehingga dapat dinyatakan dengan persamaan 1 V = 1 E + 1 I 1 1 jX R + Volt …………………………………...….2.15 Di mana: 1 V = tegangan terminal stator Volt 1 E = ggl lawan yang dihasilkan oleh fluks celah udara resultan Volt 1 I = arus stator Ampere 1 R = resistansi efektif stator Ohm 1 X = reaktansi bocor stator Ohm Seperti halnya transformator, arus stator dapat dipecah menjadi dua komponen, komponen beban dan komponen peneralan. Komponen beban 2 I menghasilkan suatu fluks yang akan melawan fluks yang diakibatkan arus rotor. Komponen peneralan Φ I , merupakan arus stator tambahan yang diperlukan untuk menghasilkan fluks celah udara resultan. Arus peneralan dapat dipecah menjadi komponen rugi – rugi inti c I yang sephasa dengan 1 E dan komponen magnetisasi m I yang tertinggal dari 1 E sebesar ° 90 . Sehingga dapat dibuat rangkaian ekivalen pada stator, seperti gambar 2.11 berikut ini : Universitas Sumatera Utara 1 V 1 R 1 X 1 I c R m X Φ I c I m I 2 I 1 E Gambar 2.11 : Rangkaian ekivalen Stator Misalkan pada rotor belitan, jika belitan yang dililit sama banyaknya dengan jumlah kutub dan phasa stator. Jumlah lilitan efektif tiap phasa pada lilitan stator banyaknya a kali jumlah lilitan rotor. Bandingkan efek magnetis rotor ini dengan yang terdapat pada rotor ekivalen magnetik yang mempunyai jumlah lilitan yang sama seperti stator. Untuk kecepatan dan fluks yang sama, hubungan antara tegangan E rotor yang diimbaskan pada rotor yang sebenarnya dan tegangan E 2s yang diimbaskan pada rotor ekivalen adalah E 2s = a E rotor Volt………………………………………..…..……..2.16 Bila rotor – rotor akan diganti secara magnetis, lilitan-ampere masing-masing harus sama, dan hubungan antara arus rotor sebenarnya I rotor dan arus I 2s pada rotor ekivalen haruslah : I 2s = a I rotor Volt…………………………………………..……….2.17 Akibatnya hubungan antara impedansi bocor frekuensi slip S 2 Z dari rotor ekivalen dan impedansi bocor frekuensi slip rotor Z dari rotor yang sebenarnya haruslah sebagai berikut. s 2 Z = = s 2 s 2 I E = rotor rotor 2 I E a rotor 2 Z a Ohm …………………………….….2.18 Universitas Sumatera Utara Karena rotor terhubung singkat, hubungan antara ggl frekuensi slip E 2s yang dibangkitkan pada phasa patokan dari rotor patokan dan arus I 2s pada phasa tersebut adalah = s 2 s 2 I E s 2 Z = 2 R + 2 jSX Ohm…………………………...…….2.19 Dimana S Z 2 = impedansi bocor rotor frekuensi slip tiap phasa berpatokan pada stator Ohm 2 R = tahanan rotor Ohm SX 2 = reaktansi bocor patokan pada frekuensi slip Ohm Reaktansi yang didapat pada persamaan 2.19 dinyatakan dalam cara demikian karena sebanding dengan frekuensi rotor dan slip. Jadi 2 X didefinisikan sebagai harga yang akan dimiliki oleh reaktansi bocor pada rotor dengan patokan pada frekuensi stator. Pada stator ada gelombang fluks yang berputar pada kecepatan sinkron. Gelombang fluks ini akan mengimbaskan tegangan pada rotor dengan frekuensi slip sebesar E 2s dan ggl lawan stator E 1 . Bila bukan karena efek kecepatan, tegangan rotor akan sama dengan tegangan stator, karena lilitan rotor identik dengan lilitan stator. Karena kecepatan relatif gelombang fluks terhadap rotor adalah S kali kecepatan terhadap stator, hubungan antara ggl efektif pada stator dan rotor adalah E 2s = S E 1 Volt…………………………………………………...……..2.20 Gelombang fluks magnetik pada rotor dilawan oleh fluks magnetik yang dihasilkan komponen beban I 2 dari arus stator, dan karenanya, untuk harga efektif I 2s = I 2 Ampere....................................................................................2.21 Dengan membagi persamaan 2.20 dengan persamaan 2.21 didapatkan Universitas Sumatera Utara s 2 s 2 I E = 2 1 I SE Didapat hubungan = s 2 s 2 I E 2 1 I SE = 2 R + 2 jSX Ohm………………………………………....2.22 Dengan membagi persamaan 2.22 dengan S, maka didapat : 2 1 I E = S R 2 + 2 jX Ohm…………………………………..……..2.23 Dari persamaan 2.19, 2.20 dan 2.23 maka dapat digambarkan rangkaian ekivalen pada rotor sebagai berikut. s 2 E 1 E 2 R 2 SX 2 X S R 2 2 R 1 S 1 R 2 − 2 I 2 I 2 X 2 I 1 E Gambar 2.12 : Rangkaian ekivalen Rotor dimana : S R 2 = S R 2 + 2 2 R R − S R 2 = 2 R + 1 S 1 R 2 − Ohm…………….………………………..….2.24 Dari penjelasan mengenai rangkaian ekivalen pada stator dan rotor di atas, maka dapat dibuat rangkaian ekivalen motor induksi tiga phasa pada masing – masing phasanya. Perhatikan gambar di bawah ini : Universitas Sumatera Utara 1 V 1 R 1 X 1 I c R m X Φ I c I m I 2 I 1 E 2 SX 2 I 2 R 2 SE Gambar 2.13 : Rangkaian ekivalen Motor Induksi Untuk mempermudah perhitungan maka rangkaian ekivalen pada gambar 2.13 diatas dapat dilihat dari sisi stator, rangkaian ekivalen motor induksi tiga phasa akan dapat digambarkan sebagai berikut. 1 V 1 R 1 X c R m X 2 X 1 E 1 I I c I m I 2 I s R 2 Gambar 2.14 : Rangkaian ekivalen Motor Induksi dilihat dari sisi Stator Atau seperti gambar berikut. Universitas Sumatera Utara 1 V 1 R 1 X c R m X 2 R 2 X 1 1 2 − s R 1 E 1 I I c I m I 2 I Gambar 2.15 : Bentuk lain rangkaian ekivalen motor induksi dilihat dari sisi stator Dimana: 2 X = 2 2 X a 2 R = 2 2 R a Dalam teori transformator-statika, analisis rangkaian ekivalen sering disederhanakan dengan mengabaikan seluruh cabang penalaran atau melakukan pendekatan dengan memindahkan langsung ke terminal primer. Pendekatan demikian tidak dibenarkan dalam motor induksi yang bekerja dalam keadaan normal, karena adanya celah udara yang menjadikan perlunya suatu arus peneralan yang sangat besar 30 sampai 40 dari arus beban penuh dan karena reaktansi bocor juga perlu lebih tinggi. Untuk itu dalam rangkaian ekivalen c R dapat dihilangkan diabaikan. Rangkaian ekivalen menjadi gambar berikut. Universitas Sumatera Utara 1 V 1 R 1 X m X 2 R 2 X 1 1 2 − s R 1 E 1 I I 2 I Gambar 2.16 : Rangkaian ekivalen motor induksi dengan mengabaikan tahanan R c Universitas Sumatera Utara

BAB III KARAKTERISTIK MOTOR INDUKSI TIGA PHASA

3.1 Karakteristik Kerja Motor Induksi Tiga Phasa

Karakteristik kerja motor induksi tiga phasa secara umum dapat dilihat pada gambar berikut ; Gambar 3.1 Kurva karakterisik motor induksi. Dari gambar diatas dapat dilihathubungan arus input stator, power factor, efisiensi,dan torsi motor induksi sumbu Y sebagai fungsi slip sumbu x. Slip bernilai 1 berarti n = 0 saat motor dalam keadaan starting atau kondisi rotor tertahan, sedangkan kondisi slip bernilai 0 n = n, tidak pernah terjadi. Nilai power factor, efisiensi, dan torsi semakin besar seiring bertambahnya kecepatan rotor n. Arus input paling tinggi terjadi saat motor starting dan nilainya semakin menurun seiring bertambahnya kecepatan putar rotor n. Universitas Sumatera Utara