Karakterisasi Bakteri Penambat Nitrogen Dan Penghasil Indole-3-Acetic Acid Serta Aplikasinya Pada Bibit Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq.)

KARAKTERISASI BAKTERI PENAMBAT NITROGEN DAN
PENGHASIL INDOLE-3-ACETIC ACID SERTA APLIKASINYA
PADA BIBIT KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)

ISMI ISTI’ANAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Karakterisasi Bakteri
Penambat Nitrogen dan Penghasil Indole-3-Acetic Acid serta Aplikasinya pada
Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2015
Ismi Isti’anah
NIM G351140286

RINGKASAN
ISMI ISTI’ANAH. Karakterisasi Bakteri Penambat Nitrogen dan Penghasil
Indole-3-Acetic Acid serta Aplikasinya pada Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis
Jacq.). Dibimbing oleh NISA RACHMANIA MUBARIK dan ARIS
TJAHJOLEKSONO.
Mikroorganisme tanah memainkan peranan penting dalam menjaga
kesuburan tanah sehingga berpotensi untuk dimanfaatkan dalam pertanian yang
berkelanjutan. Salah satu mikroorganisme yang dapat dimanfaatkan ialah bakteri
penambat
nitrogen.
Bakteri penambat
nitrogen
dapat
meningkatkan
(memperlihatkan efek positif) dalam pertumbuhan tanaman sehingga disebut plant

growth promoting rhizobacteria (PGPR). PGPR sering digunakan sebagai
inokulan untuk meningkatkan hasil pertanian. Salah satu mekanisme PGPR dalam
meningkatkan pertumbuhan tanaman ialah dengan menghasilkan hormon
pertumbuhan, yaitu indole-3-acetic acid (IAA). Bakteri penambat nitrogen dan
penghasil IAA dapat berasosiasi dengan tanaman sehingga dapat digunakan
sebagai pupuk hayati untuk memperbaiki pertumbuhan tanaman. Interaksi antara
pupuk hayati dan tanaman bersifat saling menguntungkan, yaitu tanaman
mendapatkan tambahan unsur hara yang diperlukan dan mikroorganisme
mendapatkan bahan organik untuk aktivitas dan pertumbuhannya.
Aplikasi pupuk hayati pada pembibitan tanaman kelapa sawit (Elaeis
guineensis Jacq.) merupakan salah satu upaya untuk membentuk interaksi antara
mikroorganisme dan tanaman. Tanaman kelapa sawit merupakan jenis tanaman
perkebunan yang memiliki banyak keunggulan. Upaya peningkatan produktivitas
tanaman kelapa sawit perlu dilakukan mengingat besarnya prospek kelapa sawit di
Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengkarakterisasi bakteri penambat
nitrogen dan penghasil IAA serta melihat pengaruhnya dalam memacu
pertumbuhan bibit kelapa sawit. Metode yang dilakukan meliputi amplifikasi gen
16S rRNA, uji hipersensitivitas pada daun tembakau, analisis IAA meliputi
optimasi produksi IAA optimum pada pengukuran pertumbuhan bakteri uji serta
pengukuran IAA secara kualitatif dan kuantitatif menggunakan metode

kolorimetri dan HPLC, serta aplikasi bakteri penambat nitrogen dan penghasil
IAA pada kecambah sawit yang telah pecah masa dormansinya hingga 90 HST.
Amplifikasi gen 16S rRNA pada isolat A13 menghasilkan amplikon
berukuran 1300 pb. Analisis 16S rRNA menunjukkan bahwa isolat A13 memiliki
kesamaan dengan Pseudochrobactrum asaccharolyticum. Uji hipersensitivitas
menunjukkan bahwa isolat A13 dan ITJ7 tidak memperlihatkan gejala
hipersensitivitas pada daun tembakau. Selama 48 jam inkubasi, isolat A13
memproduksi IAA maksimum pada jam ke- 24 dan isolat ITJ7 memproduksi IAA
maksimum pada jam ke-33. Konsentrasi IAA yang dihasilkan dari metode
kolorimetri ialah 93.25 ppm pada isolat A13 dan 76.25 ppm pada isolat ITJ7.
Analisis kuantitatif menggunakan metode HPLC menunjukkan bahwa isolat A13
memproduksi IAA sebesar 69.839 ppm dan isolat ITJ7 menghasilkan IAA sebesar
62.720 ppm. Aplikasi isolat A13 dan ITJ7 pada bibit kelapa sawit memberikan
pengaruh yang berbeda nyata pada parameter jumlah akar lateral.
Kata kunci: akar lateral, indole-3-acetic acid, kelapa sawit, nitrogen

SUMMARY
ISMI ISTI’ANAH. Characterization of Nitrogen Fixing and Indole-3-Acetic Acid
Producing Bacteria and Its Application on Oil Palm (Elaeis guineensis Jacq.)
Seedling. Supervised by NISA RACHMANIA MUBARIK dan ARIS

TJAHJOLEKSONO.
Soil microorganisms play an important role in maintaining soil fertility, so
they are potential to be used in sustainable agriculture. One of microorganisms
that can be used are nitrogen-fixing bacteria. Nitrogen-fixing bacteria can increase
(show positive effects) in the growth of the plant, so they are called as plant
growth promoting rhizobacteria (PGPR). PGPR is often used as an inoculant to
improve agricultural output. One mechanism PGPR in improving the growth of
plants is to produce growth hormone, which is indole-3-acetic acid (IAA).
Nitrogen-fixing and IAA producing bacteria can be associated with the
plant so it can be used as a biological fertilizer to improve plant growth.
Interactions between biological fertilizers and plant are mutually beneficial, i.e.
plants get extra nutrients and microorganisms required to get organic material to
the activity and growth. Bio-fertilizer application on oil palm (Elaeis guineensis
Jacq.) seedling is an effort to establish the interaction between microorganisms
and plants. Oil palm is one type of plant that has many advantages. Efforts to
improve the productivity of oil palm plantations needs to be done because the
enormous prospects of oil palm in Indonesia. So, the aimed of this study was to
characterize nitrogen fixing and IAA producing bacteria and its application on oil
palm seedling. This research used several methods, such as: amplification of 16S
rRNA genes, hypersensitivity assay on tobacco leaf, IAA analysis using

colorimetric and HPLC methods, and application of nitrogen fixing and IAA
producing bacteria on oil palm seedling.
Amplification of the 16S rRNA gene in isolates of A13 generated 1300 bp
amplicon size. 16S rRNA analysis showed that isolates A13 had similarities with
Pseudochrobactrum asaccharolyticum. Hypersensitivity test showed that isolates
A13 and ITJ7 did not show symptoms of hypersensitivity in tobacco leaves.
During 48 hours of incubation, isolate A13 produced maximum of IAA at the 24th
hour and isolate ITJ7 produced maximum of IAA at the 33rd hour incubation
time. Concentration of IAA which resulted from the colorimetric method was
93.25 ppm in isolate A13 and 76.25 ppm in isolate ITJ7. Quantitative analysis
using HPLC method showed that isolate A13 produced 69.839 ppm of IAA and
isolate ITJ7 produced 62.720 ppm of IAA. Application of isolate A13 and ITJ7 on
oil palm seedlings gave a different effect on the parameter number of lateral roots.
Keywords: indole-3-acetic acid, lateral roots, nitrogen, oil palm

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KARAKTERISASI BAKTERI PENAMBAT NITROGEN DAN
PENGHASIL INDOLE-3-ACETIC ACID SERTA APLIKASINYA
PADA BIBIT KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)

ISMI ISTI’ANAH

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Mikrobiologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Alina Akhdiya, MSi

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2014 ini ialah
interaksi mikrob dengan tanaman, dengan judul Karakterisasi Bakteri Penambat
Nitrogen dan Penghasil Indole-3-Acetic Acid serta Aplikasinya pada Bibit Kelapa
Sawit (Elaeis guineensis Jacq.).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Nisa Racmania Mubarik, MSi
dan Bapak Dr Aris Tjahjoleksono, DEA selaku pembimbing atas ilmu, kebaikan,
dan kesabaran dalam memberikan bimbingan pada penulis selama melaksanakan
penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini, serta Ibu Dr. Alina Akhdiya, MSi
sebagai penguji luar komisi atas saran dan diskusi yang diberikan. Terima kasih
atas hibah penelitian unggulan perguruan tinggi (PUPT) tahun 2015 a.n. Dr Nisa
Rachmania Mubarik MSi sehingga penelitian yang penulis lakukan dapat
terlaksana dengan baik.
Tak lupa juga penulis ucapkan terima kasih kepada Mita, Kak Fifiq, Kak

Feni, Kak Wahyu, dan Kak Gesty atas do’a dan semangat yang diberikan. Penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada Kak Meli, teman-teman Biologi 47 dan
SPs Mikrobiologi 2013-2014, Ibu Heni dan Bapak Jaka selaku staf Laboratorium
Mikrobiologi IPB, serta teman-teman Laboratorium Mikrobiologi IPB yang tidak
dapat disebutkan satu-persatu. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan
kepada keluarga tercinta, terutama kedua orang tua (Ibu & Bapak), kakak-kakak
(Mas Anifuddin, Mas Sofian, Mas Iwan), kakak ipar (Mba Ika, Mba Mardha, Mba
Ayu), dan keponakan-keponakan (Yahya, Balqis, Sakhia, Salwa, Syahma, Sauda,
Arkaan) yang senantiasa memberikan doa, dukungan, dan limpahan kasih sayang.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2015
Ismi Isti’anah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR


vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
2
2
2
2


TINJAUAN PUSTAKA
Bakteri Penambat Nitrogen
Produksi Fitohormon IAA oleh Bakteri
Metode Pengukuran IAA
Agens Hayati Pembibitan Tanaman Kelapa Sawit

2
2
3
5
6

METODE
Bahan
Kerangka Penelitian
Waktu dan Tempat
Peremajaan Isolat Bakteri Penambat Nitrogen dan Penghasil IAA
Identifikasi Molekuler Menggunakan 16S rRNA
Uji Hipersensitivitas pada Daun Tembakau

Pengukuran Pertumbuhan Bakteri
Analisis Kuantitatif IAA
Aplikasi Bakteri Penambat Nitrogen dan Penghasil IAA pada Bibit
Kelapa Sawit

6
6
6
7
7
8
8
9
9
10

HASIL DAN PEMBAHASAN
Peremajaan Isolat Bakteri Penambat Nitrogen dan Penghasil IAA
Identifikasi Molekuler Berdasarkan Gen 16S rRNA
Uji Hipersensitivitas pada Daun Tembakau
Pengukuran Pertumbuhan Bakteri dan Analisis Kuantitatif IAA
Menggunakan Metode Kolorimetri
Analisis Kuantitatif IAA Menggunakan Metode HPLC
Aplikasi Bakteri Penambat Nitrogen dan Penghasil IAA pada Bibit
Kelapa Sawit
Pembahasan

11
11
11
12

15
18

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

20
20
21

DAFTAR PUSTAKA

21

LAMPIRAN

24

RIWAYAT HIDUP

37

13
14

DAFTAR TABEL
1 Karakteristik morfologi isolat terpilih
2 Pengaruh kultur bakteri terhadap pertumbuhan akar tanaman kelapa
sawit umur 90 HST
3 Pengaruh kultur bakteri terhadap pertumbuhan tajuk tanaman kelapa
sawit umur 90 HST
4 Pengaruh kultur bakteri terhadap bobot kering akar dan tajuk tanaman
kelapa sawit umur 90 HST

11
16
17
18

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Reduksi N2 menjadi NH3
Jalur biosintesis indole-3-acetic acid pada bakteri
Komponen utama dari sistem HPLC
Diagram alur penelitian
Hasil visualisasi gen 16S rRNA isolat A13 menggunakan elektroforesis
gel agarosa 1%
Hasil konstruksi pohon filogeni berdasarkan sekuen gen 16S rRNA
Uji hipersensitivitas pada daun tembakau
Kurva pertumbuhan dan produksi IAA
Kromatogram IAA
Hasil pertumbuhan akar dan tajuk tanaman kelapa sawit umur 90 HST

3
4
5
7
11
12
13
14
15
16

DAFTAR LAMPIRAN
1 Prosedur isolasi DNA genom menggunakan PrestoTM Mini gDNA Kit
(Geneaid).
2 Kurva standar isolat A13
3 Kurva standar isolat ITJ7
4 Kurva standar IAA pada metode kolorimetri
5 Kurva standar IAA sintetik pada metode HPLC
6 Hasil analisis tanah yang digunakan sebagai media tanam bibit kelapa
sawit
7 Rancangan percobaan RAL
8 Sekuen gen 16S rRNA dari isolat A13
9 Hasil analisis Blast-N sekuen gen 16S rRNA dari isolat A13 pada
software NCBI
10 Analisis homologi sekuen 16S rRNA isolat A13
11 Total bakteri dari media tanam kelapa sawit umur 45 HST yang
dihitung dengan metode Total Plate Count (TPC) pada media NA
(Nutrient Agar) dan NfB (Nitrogen free Bromthymol Blue)
12 Total bakteri dari media tanam kelapa sawit umur 90 HST yang
dihitung dengan metode Total Plate Count (TPC) pada media NA
(Nutrient Agar) dan NfB (Nitrogen free Bromthymol Blue)

24
26
27
28
29
30
31
32
33
34

35

36

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Mikroorganisme tanah memainkan peranan penting dalam menjaga
kesuburan tanah sehingga berpotensi untuk dimanfaatkan dalam pertanian yang
berkelanjutan. Salah satu mikroorganisme yang dapat dimanfaatkan ialah bakteri
penambat nitrogen. Bakteri penambat nitrogen ada yang bersimbiosis seperti
Rhizobium (Djordjevic et al. 1987) dan yang hidup bebas seperti Azospirillum sp.
(Dobereiner et al. 1976), Bacillus sp. (Seldin et al. 1984), dan Paenibacillus sp.
(Rosado et al. 1998). Ketika digunakan sebagai inokulan, bakteri penambat nitrogen
dapat meningkatkan (memperlihatkan efek positif) dalam pertumbuhan tanaman
sehingga disebut plant growth promoting rhizobacteria (PGPR). PGPR sering
digunakan sebagai inokulan untuk meningkatkan hasil pertanian (Loper dan Schroth
1986). Salah satu mekanisme PGPR dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman
ialah dengan menghasilkan hormon pertumbuhan, yaitu indole-3-acetic acid (IAA)
(Khalid et al. 2003). IAA berfungsi mengendalikan beberapa mekanisme fisiologi
tumbuhan, seperti proses pembelahan sel dan diferensiasi jaringan tumbuhan.
Bakteri penambat nitrogen dan penghasil IAA seperti Azospirillum
brasilense, Herbaspirillum seropedicae, serta Acetobacter diazotrophicus dapat
berasosiasi dengan tanaman sehingga dapat digunakan sebagai pupuk hayati untuk
memperbaiki pertumbuhan tanaman (Baldani et al. 1997). Aplikasi pupuk hayati
pada pembibitan tanaman kelapa sawit merupakan salah satu upaya untuk
membentuk interaksi antara mikroorganisme dan tanaman. Tanaman kelapa sawit
merupakan jenis tanaman perkebunan yang memiliki banyak keunggulan. Upaya
peningkatan produktivitas tanaman kelapa sawit perlu dilakukan mengingat besarnya
prospek kelapa sawit di Indonesia. Salah satu upaya peningkatan produktivitas dapat
dilakukan dengan cara pemupukan secara efisien dan efektif (Mardiana dan Napitupulu
2009).

Pupuk hayati merupakan mikroorganisme hidup yang diberikan ke dalam
tanah sebagai inokulan untuk membantu atau menyediakan unsur hara tertentu bagi
tanaman. Interaksi antara pupuk hayati dan tanaman bersifat saling menguntungkan,
yaitu tanaman mendapatkan tambahan unsur hara yang diperlukan dan
mikroorganisme mendapatkan bahan organik untuk aktivitas dan pertumbuhannya.
Pupuk hayati berperan dalam mempengaruhi ketersediaan unsur hara makro dan
mikro, meningkatkan efisiensi penyerapan hara, kinerja sistem enzim, metabolisme,
pertumbuhan, dan hasil tanaman. Selain itu, pupuk hayati juga memiliki prospek
lebih baik karena pengaruhnya yang nyata dalam meningkatkan hasil (Cattelan et al.
1999).
Lima isolat bakteri yang berpotensi menambat nitrogen dan mensintesis IAA
berhasil diisolasi dari sampel tanah perkebunan kelapa sawit di sekitar kawasan
TNBD Jambi (Isti’anah 2014). Selain itu, Harca et al. (2014) menyebutkan bahwa
spesies Beijerinckia fluminensis ITJ7 yang merupakan salah satu spesies bakteri
penambat nitrogen dan pensintesis IAA juga berhasil diisolasi dari perkebunan
kelapa sawit tersebut. Isolat bakteri A13 dan ITJ7 efektif menambat nitrogen dan
menghasilkan IAA sehingga dapat digunakan sebagai pupuk hayati dalam upaya
peningkatan pertumbuhan bibit kelapa sawit pada masa awal pembibitan (pre-nursery).

2
Perumusan Masalah
Upaya peningkatan produktivitas kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) dapat
dilakukan dengan penggunaan pupuk N sintetik. Namun, dampak negatif
penggunaan pupuk N sintetik yaitu mahal serta dapat mencemari lingkungan jika
penggunaannya berlebihan. Penggunaan pupuk hayati berupa bakteri penambat
nitrogen dan penghasil indole-3-acetic acid selain dapat membentuk proses interaksi
antara mikrob dan tanaman juga dapat digunakan untuk mengurangi ketergantungan
terhadap pupuk nitrogen sintetik.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkarakterisasi bakteri penambat nitrogen
dan penghasil indole-3-acetic Acid (IAA) serta melihat pengaruhnya dalam memacu
pertumbuhan bibit kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.).

Manfaat Penelitian
Karakterisasi serta aplikasi bakteri penambat nitrogen dan penghasil indole3-acetic acid dalam penelitian ini, diharapkan dapat memberikan informasi
mengenai potensi isolat bakteri dalam memacu pertumbuhan bibit kelapa sawit
(Elaeis guineensis Jacq.). Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan
informasi mengenai alternatif penggunaan pupuk hayati menggunakan isolat bakteri
penambat nitrogen dan penghasil indole-3-acetic acid dalam dunia pertanian.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini meliputi peremajaan isolat bakteri
penambat nitrogen dan penghasil indole-3-acetic acid (IAA), karakterisasi
morfologinya, identifikasi molekuler berdasarkkan sekuen gen 16S rRNA, uji
hipersensitivitas, analisis kemampuan produksi IAA dengan metode kolorimetri dan
HPLC, serta aplikasi isolat terpilih pada bibit kelapa sawit.

TINJAUAN PUSTAKA
Bakteri Penambat Nitrogen
Populasi mikroorganisme di daerah rhizosfer dapat membentuk suatu
interaksi dengan tumbuhan sehingga terbentuk nodul yang berperan dalam proses
penambatan nitrogen (Marschner et al. 1996). Nitrogenase ialah enzim utama yang
berperan dalam penambatan N 2 secara biologis.
Aktivitas enzim memerlukan
komponen energi dalam sel seperti ATP, feredoksin, serta sitokrom (Rao 1994).

3
Bakteri penambat nitrogen menempati relung ekologi yang sangat diperlukan karena
berperan sebagai pemasok nitrogen dan mengubahnya dalam bentuk yang dapat
diserap oleh tumbuhan. Tumbuhan dapat menggunakan unsur nitrogen dalam bentuk
ammonium atau nitrat. Proses reduksi N 2 menjadi NH3 melibatkan enzim
nitrogenase. Nitrogenase merupakan salah satu kompleks metaloenzim yang terdiri
atas protein Fe dan MoFe (Dixon dan Kahn 2004) (Gambar 1).

Gambar 1 Reduksi N 2 menjadi NH3 . Reduksi N 2 melibatkan protein MoFe dan
protein Fe (Howard dan Rees 1994)
Penambatan atau pengikatan N2 dapat terjadi secara simbiotik dan
nonsimbiotik. Bakteri penambat nitrogen yang hidup bersimbiosis merupakan
bakteri yang mampu membentuk nodul, di antaranya ialah bakteri dari genus
Rhizobium atau Bradyrhizobium (Antoun et al. 1998). Penambatan nitrogen juga
dapat dilakukan oleh bakteri penambat nitrogen yang hidup bebas yaitu bakteri yang
mampu menambat N bebas dari atmosfer tanpa harus membentuk nodul atau bintil
akar. Contoh bakteri penambat nitrogen yang hidup bebas ialah Azospirillum,
Azotobacter, dan Pseudomonas (Frankenberger dan Arshad 1995). Bakteri yang
dapat mengikat atau memfiksasi unsur N di dalam tanah ini juga dikenal dengan istilah
diazotrof (James dan Olivares 1997).

Produksi Fitohormon IAA oleh Bakteri
Indole-3-acetic acid (IAA) dikenal dengan nama hormon auksin berfungsi
mengendalikan beberapa mekanisme fisiologi tumbuhan, seperti proses pembelahan
sel dan diferensiasi jaringan tumbuhan. Hormon auksin yang dihasilkan oleh
tumbuhan disebut IAA endogen, sedangkan IAA eksogen merupakan hormon yang
dihasilkan oleh organisme selain tumbuhan (Patten dan Glick 1996). IAA eksogen
yang dihasilkan oleh bakteri penambat nitrogen dapat digunakan sebagai agen
pemacu tumbuh tanaman (Alexander 1977). Produksi IAA antarspesies sangat
bervariasi serta dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, tingkat pertumbuhan, dan
ketersediaan substrat seperti asam amino (Frankenberger dan Arshad 1995).

4
Produksi IAA pada media pertumbuhan bakteri dapat didukung oleh
prekursor. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Zakharova et al. (1999),
triptofan merupakan prekursor yang paling efisien digunakan bakteri. IAA dapat
disintesis dengan berbagai lintasan dan senyawa intermediat yang berbeda (Gambar
2). Berbagai jalur sintesis IAA dapat digunakan oleh prokariot. Suatu galur bakteri
dapat menggunakan lebih dari satu jalur sintesis IAA. Jalur-jalur ini dikelompokkan
berdasarkan jenis senyawa intermedietnya, yaitu jalur indol asetamida (IAM), asam
indol-3-piruvat (IPA), triptamin (TAM), dan indol-3-asetonitril (IAN) (Patten dan
Glick 1996).

Gambar 2 Jalur biosintesis indole-3-acetic acid pada bakteri (Spaepen et al. 2007)
Jalur indol asetamida (IAM) merupakan jalur yang umum digunakan oleh
bakteri dalam mensintesis IAA. Triptofan diubah menjadi indol asetamida oleh
enzim triptofan-2-monooksigenase. Gen yang terkait IAM telah terdeteksi pada
berbagai spesies Pseudomonas. Bakteri Pseudomonas luteola menggunakan triptofan
sebagai prekusor dalam proses produksi IAA melalui jalur indol asetamida (IAM)
(Gambar 2). Selain Pseudomonas luteola, bakteri-bakteri rhizosfer seperti
Agrobacterium tumefaciens, Rhizobium, dan Bradyrhizobium juga menggunakan
jalur indol asetamida (IAM) (Spaepen et al. 2007).

5
Metode Pengukuran IAA
Produksi IAA oleh bakteri dapat dianalisis dengan menggunakan metode
kolorimetri maupun dengan metode High Performance Liquid Chromatography
(HPLC).
Metode Kolorimetri
Prinsip dari metode kolorimetri ialah melihat adanya warna yang muncul
ketika supernatan dari kultur bakteri yang diujikan bereaksi dengan reagen yang
digunakan. Reagen yang digunakan dalam metode kolorimetri ialah reagen
Salkowski. Adanya reaksi dari larutan asam sulfat (H2 SO4 ) serta FeCl3 yang
merupakan komposisi dari reagen Salkowski akan mendeteksi senyawa indol yang
terbentuk sehingga warna campuran yang semula kuning berubah menjadi merah.
Intensitas warna merah sesuai dengan konsentrasi IAA yang dimiliki oleh supernatan
bakteri yang diujikan. Semakin tinggi konsentrasi IAA, warna merah yang terbentuk
semakin tinggi intensitasnya (Gordon dan Weber 1951).
Metode HPLC
Prinsip kerja metode HPLC ialah pengujian senyawa yang disekresikan oleh
bakteri, misalnya senyawa IAA berdasarkan waktu retensi yang dihasilkan pada
panjang gelombang yang spesifik. Waktu retensi dari puncak (peak) yang muncul
dibandingkan dengan larutan standar yang digunakan. Larutan standar tersebut juga
diekstraksi dengan prosedur yang sama dengan kultur bakteri yang diujikan (Tien et
al. 1979). Komponen utama dari sistem HPLC ialah pompa (tekanan tetap dan
volume tetap), penginjeksi, kolom, detektor, dan rekorder atau sistem data yang
terintegrasi (Bird 1989) (Gambar 3).

Gambar 3 Komponen utama dari sistem HPLC (Bird 1989)

6
Agens Hayati Pembibitan Tanaman Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit ialah tanaman perkebunan andalan di Indonesia yang
memiliki prospek yang baik dalam pengembangannya. Perkembangan industri
perkebunan kelapa sawit di Indonesia mulai meningkat sejak tahun 1968. Komoditas
sawit merupakan sumber devisa bagi negara dengan ekspor berupa minyak
sawit/crude palm oil (CPO) dan minyak inti sawit/palm kernel oil (PKO)
(Obidzinski et al. 2012). Pengembangan kelapa sawit masih dihadapkan pada
berbagai kendala. Salah satu kendala tersebut adalah masalah yang terkait dengan
kualitas bibit sawit. Salah satu upaya dalam menangani masalah ini ialah melalui
perbaikan pertumbuhan bibit tanaman dengan cara pemberian pupuk nitrogen yang
dibutuhkan tanaman untuk memacu pertumbuhan vegetatifnya.
Pembibitan kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) dapat menggunakan agen
alternatif dalam pemupukannya yaitu menggunakan kultur bakteri PGPR. Salah satu
alternatif yang dapat digunakan sebagai agen pemupukan ialah bakteri penambat
nitrogen dan penghasil IAA. Penelitian Bakhtiar et al. (2012) menyebutkan bahwa
inokulasi bakteri PGPR yang bersifat endosimbiotik dengan mikoriza, yaitu Bacillus
subtilis B10 dapat mempengaruhi tinggi tanaman serta bobot kering akar pada bibit
kelapa sawit. Selain itu, Panjaitan (2014) menyebutkan bahwa pemberian kombinasi
kultur bakteri diazotrof endofit dengan 50% dosis N dari standar pemupukan
berpengaruh secara signifikan dalam peningkatan pertumbuhan kelapa sawit, yaitu
pada diameter bonggol, tinggi tanaman, jumlah pelepah daun, dan bobot kering
tanaman.

METODE
Bahan
Bahan yang digunakan ialah isolat bakteri A13 (Isti’anah 2014) dan isolat
Beijerinckia fluminensis ITJ7 (Harca et al. 2014) yang keduanya diisolasi dari tanah
perkebunan kelapa sawit di Jambi Indonesia, kecambah kelapa sawit dari Pusat
Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan, serta tanah yang digunakan sebagai media
tanam berasal dari Dramaga, Bogor.

Kerangka Penelitian
Kerangka penelitian ini meliputi peremajaan isolat terpilih, identifikasi
molekuler berdasarkan gen 16S rRNA, pengujian gejala hipersensitivitas pada daun
tembakau, pengukuran pertumbuhan bakteri uji, analisis kuantitatif IAA
menggunakan metode kolorimetri dan High Performance Liquid Chromatography,
dan aplikasi isolat A13 dan ITJ7 pada bibit kelapa sawit (Gambar 4).

7
Peremajaan Isolat Terpilih

Identifikasi molekuler berdasarkan gen 16S rRNA

Uji Hipersensitivitas pada Daun Tembakau

Pengukuran Pertumbuhan Bakteri Uji

Analisis Kuantitatif IAA

Metode Kolorimetri

Metode HPLC

Aplikasi Bakteri Penambat Nitrogen dan
Penghasil IAA pada Bibit Kelapa Sawit
Gambar 4 Diagram alur penelitian

Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2014 sampai dengan Mei 2015
di Laboratorium dan Rumah Kaca Bagian Mikrobiologi, Departemen Biologi,
Fakultas MIPA, Institut Pertanian Bogor.

Peremajaan Isolat Bakteri Penambat Nitrogen dan Penghasil IAA
Peremajaan isolat dilakukan dengan menumbuhkan isolat A13 dan ITJ7 pada
media Nutrient Agar (NA) sebagai biakan kerja dengan metode gores kuadran.
Kedua isolat dikonfirmasi kembali karakteristik morfologinya dengan menggunakan
pewarnaan Gram (Hadioetomo 1993) kemudian digoreskan pada media agar-agar
miring sebagai biakan stok.

8
Identifikasi Molekuler Menggunakan 16S rRNA
Isolat A13 yang akan diidentifikasi berdasarkan sekuen gen 16S rRNA
terlebih dahulu ditumbuhkan pada media Nutrient Agar (NA) selama 24 jam. Proses
ekstraksi DNA dilakukan sesuai dengan prosedur Presto TM Mini gDNA Kit (Geneaid)
(Lampiran 1). DNA hasil ekstraksi diukur konsentrasi dan kemurniannya dengan
menggunakan NanoDrop 2000 spectrophotometer (ThermoScientific, Wilmington,
DE, USA), kemudian digunakan sebagai template pada reaksi Polymerase Chain
Reaction (PCR). Primer yang digunakan ialah 63F (5’-CAG GCC TAA CAC ATG
CAA GTC-3’) dan 1387R (5’-GGG CGG WGT GTA CAA GGC-3’) (Marchesi et
al. 1998).
Volume reaksi PCR yang digunakan sebanyak 25 L yang terdiri atas 12,5 L
of GoTaq Green Master Mix 2X (Promega, Madison, W1,USA); 2,5 L primer 63F
dan 1387R (konsentrasi 10 pmol); 6,5 L Nuclease Free Water dan 1 L DNA
genom sebagai template. PCR yang dilakukan meliputi tahap pre-denaturation (95
O
C selama 5 menit), lalu 30 siklus pada tahap denaturation (95 OC selama 1 menit),
annealing (55 OC selama 1 menit), dan elongation (72 OC selama 1.5 menit),
kemudian tahap terakhir ialah post elongation (72 OC selama 10 menit). Produk hasil
PCR divisualisasi dengan menggunakan elektroforesis pada 1 % (w/v) gel agarosa
dengan tegangan 80 Volt selama 45 menit. Visualisasi DNA dilakukan di atas UV
transiluminator menggunakan Ethidium Bromida (EtBr). DNA hasil amplifikasi
kemudian disekuen pada penyedia jasa sekuensing PT Genetika Sains Indonesia.
Kromatogram hasil sekuensing kemudian dianalisis dan dilakukan pengeditan
menggunakan program ChromasPro jika diperlukan. Sekuen (urutan) basa
nukleotida kemudian disejajarkan dengan data yang terdapat pada GeneBank
menggunakan program BLAST-N (Basic Aligment Search Tool-Nucleotide) yang
terdapat di dalam software NCBI (National Center for Biotechnology Information).
Konstruksi pohon filogenetik dilakukan dengan menggunakan program MEGA 6.0
dengan metode Neighbour Joining (NJ) dan nilai bootstrap 1000x.

Uji Hipersensitivitas pada Daun Tembakau
Uji hipersensitivitas dilakukan dengan menginjeksikan kultur bakteri pada
daun tembakau (Nicotiana tabacum L.) (Vannesteet al. 1990). Cairan sebanyak 1 mL
dari kultur isolat A13, ITJ7, Pseudomonas syringae (kontrol positif), dan akuades
(kontrol negatif) diinjeksikan (diinokulasikan) ke permukaan bawah daun tembakau.
Kultur bakteri yang diinokulasikan memiliki kepadatan sel 108 /ml.Gejala
hipersensitif diamati setelah 48 jam penyuntikan. Daun yang mengalami gejala
hipersensitif menunjukkan perubahan warna daun dari hijau menjadi kekuningan di
sekitar daerah penyuntikan.

9
Pengukuran Pertumbuhan Bakteri
Kurva pertumbuhan digunakan untuk mengetahui jumlah sel pada fase
pertumbuhan bakteri. Pengukuran kurva tumbuh dilakukan menggunakan metode
turbidimetri (Hadioetomo 1993). Pengukuran kurva tumbuh dilakukan pada isolat
A13 dan ITJ7 selama 48 jam masa inkubasi. Kultur bakteri ditumbuhkan pada media
NB sebanyak 100 mL dan diinkubasi pada inkubator bergoyang dengan kecepatan
120 rpm. Sebanyak 1 mL kultur diambil dengan menggunakan pipet mikro dan
dimasukkan ke dalam kuvet untuk dilakukan pengukuran menggunakan
spektrofotometer Genesys pada panjang gelombang 620 nm setiap 3 jam selama 48
jam masa inkubasi. Nilai absorbansi yang didapatkan dari pengukuran selanjutnya
dikonversi menjadi nilai log sel dengan kurva standar yang sudah dibuat sebelumnya
(Lampiran 2 dan 3).

Analisis Kuantitatif IAA
Analisis kuantitatif IAA dilakukan menggunakan dua metode, yaitu metode
kolorimetri dan metode HPLC. Pengukuran produksi IAA berdasarkan metode
kolorimetri dilakukan dengan menggunakan reagen Salkowski (Gordon dan Weber
1951). Pengukuran produksi IAA kultur dilakukan setiap 3 jam sekali selama 48 jam
masa inkubasi. Isolat diinokulasi ke dalam 100 mL media NB yang ditambahkan
triptofan 1,0 mM dan diinkubasi pada inkubator bergoyang dengan kecepatan 120
rpm. Kemudian sebanyak 1,5 mL kultur disentrifugasi selama 10 menit pada
kecepatan 8000 rpm. Supernatan yang terbentuk kemudian direaksikan dengan
reagen Salkowski. Lalu larutan diinkubasi selama 15 menit dalam keadaan gelap.
Setelah itu dilakukan pengukuran menggunakan spektrofotometer Genesys pada
panjang gelombang 520 nm. Metode kolorimetri digunakan untuk mendapatkan
konsentrasi IAA berdasarkan persamaan yang didapatkan dari kurva standar IAA
(Lampiran 4).
Analisis kuantitatif selanjutnya dilakukan melalui pengukuran produksi IAA
menggunakan metode HPLC. Tahap yang pertama dilakukan yaitu pemekatan
supernatan bakteri. Sebanyak 100 mL supernatan dipekatkan dengan menggunakan
etil asetat dengan perbandingan volume 1:1. Setelah itu dilakukan ekstraksi hasil
pemekatan menggunakan rotary evaporator agar didapatkan ekstrak kasar yang
diperlukan dalam analisis menggunakan HPLC. Ekstrak kasar yang didapatkan
kemudian dilarutkan dengan 1 mL methanol. Sebanyak 20 µL larutan diinjeksikan
menggunakan syringe ke dalam alat HPLC. Fase gerak yang digunakan berupa
akuades: asam asetat: methanol (70: 1 : 30) (Mehnaz dan Lazarovits 2006). Analisis
dengan metode HPLC tersebut dilakukan dengan menggunakan alat kromatografi
Shimadzu Prominence tipe 20 A kolom C18. Peak yang terbentuk dari standar
berupa IAA sintetik (Lampiran 5) dan ekstrak kasar isolat kemudian dideteksi pada
detektor UV-VIS pada panjang gelombang 254 nm.

10
Aplikasi Bakteri Penambat Nitrogen dan Penghasil IAA pada Bibit
Kelapa Sawit
Persiapan Tanam
Persiapan meliputi penyediaan media tanam dan penyediaan kecambah
kelapa sawit. Media tanam berupa tanah, kompos, dan sekam. Media tanam tersebut
disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121 0 C 1 atm selama 2 jam. Media tanam
berupa tanah dari Dramaga, Bogor yang sebelumnya sudah dianalisis di
Laboratorium Bioteknologi Tanah (Lampiran 6), kompos, dan sekam. Ketiga media
tanam tersebut dicampurkan dengan perbandingan 5:3:2 (1000 g tanah: 600 g
kompos: 400 g sekam) kemudian dimasukkan ke dalam polibag. Kecambah sawit
varietas DxP Simalungun yang digunakan pada penelitian ini didapatkan dari Pusat
Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan. Sebelum dilakukan penanaman pada
polibag, kecambah kelapa sawit terlebih dahulu disterilisasi menggunakan akuades
dan Dithane-45 untuk mengurangi resiko kontaminasi. Kecambah ditanam pada
polibag yang sudah berisi media tanam pada kedalaman ±2 cm.
Rancangan Percobaan
Aplikasi isolat A13 dan ITJ7 pada pembibitan kelapa sawit ini dilakukan
selama 90 HST. Rancangan yang digunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
dengan 8 perlakuan, yaitu: P0 sebagai kontrol negatif (tanpa pemberian pupuk NPK
maupun kultur bakteri), P1 sebagai kontrol positif (100% dosis pupuk NPK), P2
(inokulasi 100% dosis pupuk NPK dengan kultur isolat A13), P3 (inokulasi 50%
dosis pupuk NPK dengan kultur isolat A13), P4 (kultur isolat A13 saja), P5
(inokulasi 100% dosis pupuk NPK dengan kultur isolat ITJ7), P6 (inokulasi 50%
dosis pupuk NPK dengan kultur isolat ITJ7), serta P7 (kultur isolat ITJ7 saja)
(Lampiran 7).
Pemupukan dan Pemberian Kultur Bakteri
Sebanyak 5 g pupuk NPK diberikan ke dalam perlakuan 100% dosis pupuk
dan 2.5 g ke dalam perlakuan 50% dosis pupuk. Pupuk NPK diberikan pada saat
penanaman awal dengan cara ditabur secara merata di sekitar area penanaman
kecambah sawit pada tiap polibag. Sedangkan pemberian kultur bakteri dilakukan
setiap dua minggu sekali hingga 45 HST. Inokulan yang dipakai ialah bakteri yang
memiliki kepadatan 108 sel/ml dengan penambahan triptofan. Sebanyak 10 mL
kultur diinokulasi menggunakan syringe di sekitar area penanaman kecambah sawit.
Pengukuran Pertumbuhan
Tanaman kelapa sawit berusia 90 HST dibersihkan bagian dari kotoran yang
melekat pada bagian akar kemudian diamati. Parameter yang diamati meliputi: tinggi
tanaman, panjang akar utama, panjang batang, diameter akar, diameter batang,
jumlah akar lateral, jumlah daun, dan bobot kering. Analisis data dilakukan dengan
menggunakan software SPSS v.21 dan uji lanjut menggunakan uji Duncan pada
tingkat kepercayaan 95%.

11

HASIL DAN PEMBAHASAN

Peremajaan Isolat Bakteri Penambat Nitrogen dan Penghasil IAA
Isolat A13 dan ITJ7 tumbuh setelah diinkubasi selama 24 jam pada media
NA. Karakteristik isolat A13 dan ITJ7 tercantum pada Tabel 1.
Tabel 1 Karakteristik morfologi isolat terpilih
Kode
Isolat
A13
ITJ7

Bentuk
Bulat
Bulat

Morfologi Koloni
Warna
Elevasi
Putih susu
Cembung
Bening
Cembung

Bentuk Sel

Pewarnaan Gram

Batang
Batang

Negatif
Negatif

Identifikasi Molekuler Berdasarkan Gen 16S rRNA
Amplifikasi gen 16S rRNA dari isolat A13 menghasilkan amplikon
berukuran ~1300 pb (Gambar 5). Amplikon tersebut kemudian disekuen dan
didapatkan urutan basa nukleotida dalam bentuk kromatogram yang dapat dianalisis
dan diedit menggunakan software ChromasPro.

1500 pb
1000 pb
750 pb
500 pb
250 pb
Gambar 5 Hasil visualisasi gen 16S rRNA isolat A13 menggunakan elektroforesis
gel agarosa 1%. M= Marker 1 kb, A13= hasil amplifikasi gen 16S rRNA
dari isolat A13.
Analisis sekuen isolat A13 (Lampiran 8) selanjutnya dilakukan menggunakan
program BLAST-N (Lampiran 9). Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa isolat
A13
memiliki kekerabatan dekat dengan spesies
Pseudochrobactrum
asaccharolyticum dengan nilai query cover sebesar 100% dan nilai E-value sebesar 0
(Lampiran 10).

12

Sekuen isolat A13 selanjutnya disejajarkan serta dikonstruksi pohon
filogeninya bersama beberapa sekuen pembanding menggunakan software MEGA
6.0. Isolat ITJ7 yang sudah teridentifikasi sebelumnya oleh Harca et al. (2014)
sebagai Beijerinckia fluminensis juga digunakan sebagai salah satu sekuen
pembanding. Pohon filogeni yang terbentuk menunjukkan bahwa isolat A13
memiliki hubungan yang sangat dekat dengan Pseudochrobactrum asaccharolyticum
(Gambar 6).

Gambar 6 Hasil konstruksi pohon filogeni berdasarkan sekuen gen 16S rRNA

Uji Hipersensitivitas pada Daun Tembakau
Hasil uji hipersensitivitas pada daun tembakau menunjukkan bahwa daun
yang disuntik dengan menggunakan bakteri Pseudomonas syringae pada perlakuan
kontrol positif (+) memperlihatkan gejala nekrosis setelah masa inkubasi 48 jam.
Bakteri ini mampu menginduksi reaksi hipersensitif pada daun tembakau yang
ditunjukkan dengan adanya bercak kuning pada daerah penyuntikan (Gambar 7a).
Daun yang disuntik dengan menggunakan akuades pada perlakuan kontrol negatif (-)
tidak terjadi gejala nekrosis (Gambar 7b). Penyuntikan dengan menggunakan kultur
A13 tidak menghasilkan gejala nekrosis pada masa inkubasi ke-0 jam (Gambar 7c)
hingga masa inkubasi 48 jam (Gambar 7d). Penyuntikan dengan menggunakan
kultur ITJ7 juga tidak menunjukkan adanya gejala nekrosis pada masa inkubasi jam
ke-0 (Gambar 7e) hingga masa inkubasi jam ke-48 (Gambar 7f).

13

(a)

Gambar 7

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Uji hipersensitivitas pada daun tembakau.
(a) kontrol positif pada masa inkubasi 48 jam, (b) kontrol negatif pada
masa inkubasi 48 jam, (c) perlakuan isolat A13 pada masa inkubasi 0
jam, (d) perlakuan isolat A13 pada masa inkubasi 48 jam, (e)
perlakuan isolat ITJ7 pada masa inkubasi 0 jam, dan (f) perlakuan
isolat ITJ7 pada masa inkubasi 48 jam.

Pengukuran Pertumbuhan Bakteri dan Analisis Kuantitatif IAA Menggunakan
Metode Kolorimetri
Kurva tumbuh dibuat untuk mengetahui fase pertumbuhan dari isolat bakteri
A13 dan ITJ7. Penghitungan jumlah sel dilakukan setiap 3 jam sekali selama 48 jam.
Kurva tumbuh menunjukkan bahwa isolat A13 memiliki jumlah sel sebanyak 106
sel/ml pada masa inkubasi 0 jam, mencapai 108 sel/ml pada akhir fase log, serta
mencapai 109 sel/ml pada akhir fase stasioner. Isolat A13 mengalami fase log dari
jam ke-6 hingga jam ke-21, kemudian memasuki fase stasioner pada jam ke-24
hingga ke-48. Isolat A13 menghasilkan IAA optimum sebesar 93.25 ppm pada jam
ke-24 (Gambar 8a). Isolat ITJ7 memiliki jumlah sel sebanyak 106 sel/ml pada masa

14
inkubasi 0 jam, mencapai 108 sel/ml pada akhir fase log, serta mencapai 109 sel/ml
pada akhir fase stasioner. Isolat ITJ7 mengalami fase log dari jam ke-6 hingga jam
ke-30, kemudian memasuki fase stasioner pada jam ke-33 hingga ke-48 jam waktu
inkubasi. Isolat ITJ7 menghasilkan IAA optimum sebesar 76.25 ppm pada jam ke-33
masa inkubasi (Gambar 8b).
100

Log Sel

9.8
9.3

80

8.8

60

8.3

40

7.8
20

7.3

Konsentrasi IAA
(ppm)

(a)

0

6.8
0

3

6

9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42 45 48

Waktu Inkubasi (Jam)

Log Sel

9.7

70

9.2

60

8.7

50
40

8.2

30
7.7

20

7.2

10

Konsentrasi IAA
(ppm)

80

(b)

0

6.7
0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42 45 48

Waktu Inkubasi (Jam)

Gambar 8 Kurva pertumbuhan (
(a) isolat A13 (b) ITJ7

) dan produksi IAA (

).

Analisis Kuantatif IAA Menggunakan Metode HPLC
Hasil analisis IAA sintetik sebagai larutan standar yang digunakan
menunjukkan bahwa puncak terbentuk secara konsisten dari konsentrasi 40-100 ppm
pada menit ke-21.75 (Gambar 9a). Hasil dari larutan standar kemudian dibandingkan
dengan hasil yang didapatkan pada perlakuan dengan menggunakan ekstrak kasar
isolat A13 dan ITJ7. IAA yang dihasilkan oleh isolat A13 ialah sebesar 69.839 ppm
dengan waktu retensi pada menit ke-19.605 (Gambar 9b). Sedangkan isolat ITJ7
menghasilkan konsentrasi IAA sebesar 62.720 ppm dengan waktu retensi pada menit
ke-20.935 (Gambar 9c).

15

(a)

(b)

(c)

Gambar 9 Kromatogram IAA.
(a) larutan standar IAA sintetik (b) isolat A13 (c), dan isolat ITJ7.

Aplikasi Bakteri Penambat Nitrogen dan Penghasil IAA pada Bibit Kelapa
Sawit
Pemberian kultur A13 dan ITJ7 pada pembibitan tanaman kelapa sawit
selama 90 hari memberikan pengaruh pada jumlah akar lateral, diameter batang,
tinggi tanaman, jumlah daun, serta bobot kering akar dan tajuk. Pada parameter yang
lain juga terdapat perbedaan antara perlakuan kontrol dengan perlakuan yang diberi
tambahan kultur bakteri dari kedua isolat, namun pengaruhnya tidak signifikan.
Morfologi tanaman kelapa sawit yang berumur 90 HST secara keseluruhan dapat
dilihat pada Gambar 10.

16

P0

P1

P2

P3

P4

P5

P6

P7

Gambar 10 Hasil pertumbuhan akar dan tajuk pada tanaman sawit umur 90 HST.
P0= kontrol negatif, P1= kontrol positif, P2= 100% pupuk NPK +
kultur A13, P3= 50% pupuk NPK + kultur bakteri A13, P4= kultur
bakteri A13, P5= 100% pupuk NPK + kultur bakteri ITJ7, P6= 50%
pupuk NPK + kultur bakteri ITJ7, P7= kultur bakteri ITJ7
Pengamatan terhadap panjang akar utama menunjukkan bahwa tidak terdapat
perbedaan antara kontrol dengan perlakuan kultur. Kemudian pada pengukuran
diameter akar juga tidak terlihat adanya pengaruh yang signifikan. Sebaliknya, hasil
pengamatan jumlah akar lateral menunjukkan bahwa P0 (kontrol negatif) dan P1
(kontrol positif/ NPK 100%) memiliki jumlah akar lateral yang lebih sedikit
dibandingkan dengan keenam perlakuan lain yang menggunakan kultur bakteri
(Tabel 2).
Tabel 2 Pengaruh kultur bakteri terhadap pertumbuhan akar tanaman kelapa sawit
umur 90 HST
Perlakuan
Panjang Akar
Diameter Akar
Jumlah Akar
Utama (cm)
Utama (cm)
Lateral
P0 (kontrol negatif)
17.52a
0.18a
141b
P1 (kontrol positif)
18.17a
0.19a
170b
a
a
P2 (NPK+A13)
21.32
0.18
368a
P3 (1/2 NPK+A13)
19.17a
0.16a
366a
a
a
P4 (kultur A13)
23.32
0.17
418a
a
a
P5 (NPK + ITJ7)
21.67
0.16
369a
P6 (1/2 NPK+ITJ7)
21.35a
0.17a
383a
a
a
P7 (kultur ITJ7)
21.22
0.20
409a
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama
menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan
uji selang berganda Duncan.
Pemberian pupuk NPK dengan atau tanpa kultur bakteri berpengaruh nyata
terhadap diameter batang dan tinggi tanaman, tetapi tidak berpengaruh terhadap
panjang batang. Pengamatan parameter diameter batang menunjukkan bahwa
diameter yang paling besar dimiliki oleh P4 (kultur bakteri A13), sedangkan P0
memiliki diameter batang yang paling kecil, yaitu sebesar 0.40 cm. Pengukuran
tinggi tanaman juga memberikan hasil yang bervariasi. Perlakuan P4 (kultur bakteri
A13), P5 (pupuk NPK + ITJ7), dan P7 (kultur bakteri ITJ7) memiliki rata-rata tinggi
tanaman yang lebih besar dari 20 cm. Hasil yang serupa diperoleh dari parameter
jumlah daun, perlakuan menggunakan kultur A13 (P4), perlakuan menggunakan

17
dosis penuh pupuk NPK dan kultur A13 (P5), perlakuan menggunakan kultur ITJ7
(P7), serta perlakuan kontrol positif (P1) memiliki rata-rata jumlah daun sebanyak 4
helai sedangkan keempat perlakuan lainnya menghasilkan daun rata-rata 3 helai
(Tabel 3).
Tabel 3 Pengaruh kultur bakteri terhadap pertumbuhan tajuk tanaman kelapa sawit
umur 90 HST
Perlakuan
Panjang
Diameter
Tinggi
Jumlah
Batang (cm) Batang (cm)
Tanaman
Daun
(cm)
P0 (kontrol negatif)
2.82a
0.40c
18.5abc
3.25ab
a
abc
c
P1 (kontrol positif)
2.97
0.49
13.05
3.75ab
P2 (NPK+A13)
3.02a
0.49abc
15.97c
2.75b
a
abc
abc
P3 (1/2 NPK+A13)
2.70
0.49
18.45
3.25ab
P4 (kultur A13)
3.20a
0.55a
22.75a
4.00a
a
abc
ab
P5 (NPK + ITJ7)
3.35
0.48
21.75
3.75ab
P6 (1/2 NPK+ITJ7)
3.00a
0.44bc
17.07bc
3.00ab
a
ab
a
P7 (kultur ITJ7)
3.05
0.53
22.60
4.00a
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama
menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan
uji selang berganda Duncan.
Hasil analisis statistik terhadap data pengamatan pengaruh kultur bakteri
terhadap bobot kering akar dan tajuk kelapa sawit disajikan pada Tabel 4. Keenam
perlakuan dengan kultur bakteri menunjukkan bobot kering akar lebih besar daripada
kontrol negatif dan kontrol positif, yaitu lebih dari 0.05 gram. Perlakuan P3 (50%
pupuk NPK dan kultur bakteri A13), P4 (kultur bakteri A13), P5 (pupuk NPK dan
kultur bakteri ITJ7), P6 (50% pupuk NPK dan kultur bakteri ITJ7), serta P7 (kultur
bakteri ITJ7) berbeda nyata dengan perlakuan P0 (kontrol negatif). Perlakuan P1
(kontrol positif) juga memberikan hasil yang berbeda nyata dengan perlakuan P4,
P5, P6, serta P7, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan P0, P2, dan juga P3.
Hasil pengukuran bobot kering tajuk menunjukkan bahwa perlakuan P4
(kultur bakteri A13), P5 (pupuk NPK dan kultur bakteri ITJ7), dan P7 (kultur bakteri
ITJ7) memiliki perbedaan yang nyata dibandingkan perlakuan kontrol, baik kontrol
negatif (perlakuan P0) maupun kontrol positif (perlakuan P1). Ketiga perlakuan yang
lain, yaitu P2 (pupuk NPK dan kultur bakteri A13), P3 (50% pupuk NPK dan kultur
bakteri A13), serta P6 (50% pupuk NPK dan kultur bakteri ITJ7) menghasilkan
bobot kering tajuk yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan kontrol, baik kontrol
negatif (P0) maupun kontrol positif (P1).

18
Tabel 4 Pengaruh kultur bakteri terhadap bobot kering akar dan tajuk tanaman kelapa
sawit umur 90 HST
Bobot Kering Akar
Bobot Kering Tajuk
Perlakuan
(g)
(g)
c
P0 (kontrol negatif)
0.0377
0.2610b
P1 (kontrol positif)
0.0437bc
0.2959b
P2 (NPK+A13)
0.0646abc
0.3585b
P3 (1/2 NPK+A13)
0.0909ab
0.3955b
a
P4 (kultur A13)
0.1063
0.6424a
P5 (NPK + ITJ7)
0.0952a
0.5502a
P6 (1/2 NPK+ITJ7)
0.1066a
0.3753b
P7 (kultur ITJ7)
0.1152a
0.6164a
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama
menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan
uji selang berganda Duncan.
Pembahasan
Isolasi bakteri penambat nitrogen yang dilakukan dari 10 sampel tanah
rhizosfer asal perkebunan kelapa sawit dari penelitian sebelumnya menghasilkan 5
isolat bakteri yang tumbuh pada media Nitrogen Free Bromthymol (NfB) (Isti’anah
2014) dan 7 isolat bakteri yang mampu tumbuh pada medium LG (Harca et al.
2014). Penelitian ini menggunakan isolat terpilih, yaitu isolat A13 dan ITJ7 yang
merupakan isolat bakteri penambat nitrogen dan penghasil IAA. Kedua isolat
memiliki keistimewaan, yaitu mampu menambat nitrogen. Kemampuan menambat
nitrogen telah diukur dengan metode Acethylene Reduction Assay (ARA) atau
reduksi gas etilen. Isolat A13 mampu mereduksi asetilen sebesar 0.675 ppm/jam,
mampu menghasilkan IAA sebesar 33.88 ppm, serta memiliki laju pertumbuhan
yang baik (jumlah sel mencapai 109 sel/mL) ketika ditumbuhkan pada media NfB
(Isti’anah 2014). Isolat ITJ7 mampu mereduksi etilen sebesar 0.092 ppm/jam dan
menghasilkan IAA sebesar 26.032 ppm serta memiliki laju pertumbuhan yang baik
(jumlah sel mencapai 108 sel/mL) ketika ditumbuhkan pada media LG yang juga
tidak mengandung unsur nitrogen (Harca et al. 2014). Oleh karena itu, isolat A13
dan ITJ7 selanjutnya dipilih untuk diuji pada pembibitan awal kelapa sawit.
Berdasarkan hasil identifikasi morfologi menggunakan pewarnaan Gram,
Isolat A13 maupun ITJ7 merupakan anggota kelompok Proteobacteria.
Proteobacteria yaitu kelompok dari Bacteria yang anggotanya terdiri atas bakteri
Gram negatif. Berdasarkan identifikasi gen 16S rRNA, secara filogenetik filum
Proteobacteria
dibagi ke dalam 5 kelas, yaitu Alphaproteobacteria,
Betaproteobacteria,
Gammaproteobacteria,
Deltaproteobacteria,
dan
Epsilonproteobacteria. Berdasarkan hasil identifikasi molekuler menggunakan gen
16S rRNA, isolat A13 memiliki kekerabatan dekat dengan spesies
Pseudochrobactrum asaccharolyticum. Kedua isolat terpilih (A13 dan ITJ7)
termasuk
ke
dalam
kelas
Alphaproteobacteria.
Anggota
kelompok
Alphaproteobacteria merupakan golongan bakteri yang dapat tumbuh pada kondisi
nutrisi yang minimal (oligotrofik) (Madigan et al. 2006).

19
Pseudochrobactrum asaccharolyticum memiliki kekerabatan dekat dengan
genus Ochrobactrum yang sama-sama berperan sebagai penambat nitrogen dan
PGPR (Imran et al. 2014). Selain itu, Pseudochrobactrum asaccharolyticum juga
dapat digunakan sebagai agen bioremediasi pada lingkungan yang terkena
kontaminasi logam berat, seperti krom (Ge et al. 2013) serta mempunyai
kemampuan dalam mendegradasi senyawa fenol (Mao et al. 2015). Konstruksi
pohon filogeni juga melibatkan sekuen isolat ITJ7 yang sebelumnya telah
teridentifikasi sebagai Beijerinckia fluminensis (Harca et al. 2014) sebagai sekuen
pembanding. Beijerinckia fluminensis merupakan salah satu mikrob tanah penambat
nitrogen (Kumar 2014).
Uji pendahuluan yang dilakukan sebelum mengaplikasikan isolat A13 dan
ITJ7 adalah dengan cara menguji hipersensitivitasnya pada daun tembakau. Reaksi
positif pada uji tersebut ditunjukkan dengan adanya gejala nekrosis, yaitu terdapat
bercak kuning atau coklat pada daun. Gejala tersebut biasanya mengakibatkan
kematian sebagian sel inang yang bertujuan untuk menghambat pertumbuhan
patogen (Lindsay et al. 1993). Kultur A13 dan ITJ7 yang tidak menyebabkan gejala
hipersensitivitas pada daun tembakau menunjukkan bahwa kedua isolat tersebut
tidak bersifat patogen pada tanaman (Vanneste et al. 1990) sehingga kedua isolat
tersebut dapat diaplikasikan pada uji berikutnya, yaitu aplikasi pada bibit kelapa
sawit.
Pengukuran pertumbuhan bakteri uji yang dilakukan menggunakan Ltriptofan pada kultur bakteri. L-triptofan merupakan prekusor utama terbentuknya
senyawa IAA. Hal ini disebabkan oleh adanya kemiripan struktur kimia antara
triptofan dengan IAA. Konversi dari triptofan menjadi IAA dapat dilakukan dengan
cara degradasi rantai samping, meliputi proses deaminasi, dekarboksilasi, serta
oksidasi (Sembner et al. 1980). Penambahan triptofan pada kultur bakteri dapat
memicu produksi IAA yang lebih optimal. Produksi IAA pada isolat A13 dan ITJ7
meningkat pada saat bakteri berada dalam fase pertumbuhan bakteri melambat dan
mencapai stasioner. Menurut Spaepen et al. (2007), IAA ialah salah satu metabolit
sekunder yang dihasilkan pada fase stasioner.
Hasil pengukuran konsentrasi IAA yang diperoleh menggunakan metode
HPLC sedikit berbeda dengan metode kolorimetri yang sebelumnya digunakan.
Metode kolorimetri menguji warna yang dihasilkan pada reaksi yang terbentuk
antara supernatan dengan reagen Salkowski. Reagen salkowski yang digunakan tidak
hanya spesifik untuk senyawa berupa IAA, namun juga dapat bereaksi dengan
turunan indol lainnya seperti indole-3-acetamide dan indole-3-pyruvic acid (Omer et
al. 2004). Metode HPLC menggunakan sampel berupa ekstrak kasar dari supernatan
yang dibandingkan dengan puncak yang terbentuk pada larutan standar IAA yang
digunakan, sedangkan metode kolorimetri menggunakan supernatan yang masih
mengandung banyak senyawa yang belum dipisahkan untuk direaksikan sehingga
hasil yang didapatkan belum murni. Oleh karena itu, analisis menggunakan HPLC
memiliki keakuratan lebih tinggi (Presits dan Molnar-Perl 2003). Pemisahan dengan
menggunakan larutan etil a