Kualitas Fisik, Kimia Dan Histologi Daging Kambing Kacang Dan Domba Garut Yang Diberikan Pakan Berbasis Sorgum.

KUALITAS FISIK, KIMIA DAN HISTOLOGI DAGING
KAMBING KACANG DAN DOMBA GARUT YANG
DIBERIKAN PAKAN BERBASIS SORGUM

SUSI JAYANTI SIANTURI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kualitas Fisik, Kimia dan
Histologi Daging Kambing Kacang dan Domba Garut yang diberikan Pakan
Berbasis Sorgum adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, November 2015
Susi Jayanti Sianturi
D151130231

RINGKASAN
SUSI JAYANTI SIANTURI. Kualitas Fisik, Kimia dan Histologi Daging
Kambing Kacang dan Domba Garut yang diberikan Pakan Berbasis Sorgum.
Dibimbing oleh ASNATH MARIA FUAH, HENNY NURAINI dan DIDID
DIAPARI.
Sorgum (Sorghum bicolor L.) merupakan salah satu jenis tanaman serealia
yang mempunyai potensi besar untuk dikembangkan di Indonesia karena
mempunyai kemampuan adaptasi yang tinggi. Biji sorgum potensial digunakan
sebagai pakan konsentrat karena termasuk dalam bahan sumber karbohidrat
(73g/100g) dengan kandungan energi metabolisnya mencapai 3212 kkal kg-1(NRC
1994). Sorgum juga mempunyai kandungan protein yang tinggi (12.99%) dan
lemak yang rendah (2.34%) dibandingkan jagung dengan kandungan protein
(8.7%) dan karbohidrat (72.4 g/100g). Biji sorgum potensial digunakan sebagai
pakan konsentrat, namun terdapat faktor yang menjadi pertimbangan dalam
penggunaan sorgum yaitu kandungan tannin sehingga penelitian ini perlu

dilakukan untuk mengevaluasi nilai mutu daging baik secara fisik maupun kimia,
serta profil otot daging kambing dan domba lokal yang diberikan pakan berbasis
sorgum yang dipelihara secara intensif.
Enam ekor kambing Kacang dan enam ekor domba Garut umur kurang dari
satu tahun dipelihara secara intensif selama 100 hari. Pakan yang diberikan adalah
konsentrat berbasis sorgum (20% bulir sorgum). Daging bagian Longissimus
dorsii di analisis berdasarkan kualitas fisik, kimia dan histologi ototnya. Analisa
kualitas fisik meliputi uji warna, keempukan, daya mengikat air dan susut masak.
Analisa kualitas daging secara kimia meliputi uji kadar protein, kadar lemak,
kadar kolesterol, kadar karbohidrat, kadar air dan abu. Profil histologi daging
dianalisis dengan menggunakan pewarnaan Haematoxylin-Eosin (HE) standar
(Kiernan, 1990) dan pewarnaan jaringan ikat dengan Masson Trichrome (Kiernan,
1990). Parameter yang diamati adalah luas penampang otot, luas fasikulus, jumlah
otot per fasikulus, persentase area otot per fasikulus, persentase jaringan ikat
perfasikulus, jarak antar fasikulus dan persentase jaringan ikat dalam jarak
fasikulus.
Berdasarkan hasil diperoleh rataan kualitas fisik daging meliputi nilai pH
daging, pH daging kambing (6.03±0.10) dan pH daging domba (5.79±0.08).
Daging kambing dan domba keduanya tergolong daging sangat empuk, dimana
keempukan daging kambing (2.73±0.33 kg cm-2) dan daging domba (1.86 ±0.23

kg cm-2). Lemak pada daging kambing lebih rendah (2.00 ±0.56) dari daging
domba (4.78 ±1.77). Profil otot daging dapat menggambarkan kualitas daging.
Daging domba memiliki luas fasikulus yang lebih besar, jumlah otot per fasikulus
lebih sedikit dan jarak antar fasikulus lebih panjang, sehingga secara mikroskopis
kualitas daging domba lebih baik dari daging kambing. Pakan berbasis sorgum
menghasilkan kualitas daging yang baik, yang ditunjukkan kualitas fisik, kimia
dan profil histologi daging yang berada pada kisaran normal.
Kata kunci: sorgum, kualitas daging, histologi daging

SUMMARY
SUSI JAYANTI SIANTURI. Physical, Chemical Quality and Histology Meat of
Kacang Goat and Garut Sheep Fed with Sorghum Based Concentrate. Supervised
by ASNATH MARIA FUAH, HENNY NURAINI and DIDID DIAPARI.
Shorgum (Sorghum bicolor L.) as a kind of cereal is potential to be
developed in Indonesia because it has wide adaptation to suboptimal condition.
Grain sorghum was potentially used as feed concentrates as a source of
carbohydrate (73g / 100g) with metabolic energy content up to 3212 kcal kg-1
(NRC 1994). In addition, sorghum had high protein content (12.99%) and fat
(2:34%) lower than corn, while corn protein content (8.7%) and carbohydrates
(72,4g / 100g). Sorghum grain potentially used as feed concentrates, but it should

be considered that sorghum contains tannins. The objective of this study were
evaluate physical and chemical quality and meat profile Kacang goat and Garut
sheep given feed based sorghum.
Six Kacang goats and five Garut sheeps were fed concentrate with 20%
sorghum and raised for 100 days. The meat sample was taken from Longisimus
Dorsi. Physical characteristics of meat observed were meat colours, tenderness,
water holding capacity and cooking loss. Chemical characteristics that analyzed
were moisture content, ash content, fat, protein, and cholesterol. Histology meat
profile analyzed with Haematoxylin-eosin staining (HE) standard (Kiernan, 1990)
and connective tissue staining with Masson Trichrome (Kiernan, 1990).
Parameters measured were cross-sectional area of muscle, broad fasciculus, the
amount of muscle in fasciculus, muscle area percentage in fasciculus, the
percentage of connective tissue range from fasciculus, the distance between the
fascicles and the percentage of connective tissue within fasciculus.
Based on the results obtained by averaging the physical quality meat include
pH value goat meat ( 6.03 ± 0.10 ) and lamb meat ( 5.79 ± 0:08 ) , both the meat is
very tender , where the tenderness of goat meat 2.73 ± 0.33 kg cm-2 and lamb meat
1.86 ± 0.23 kg cm-2. Chemical quality of goat meat and lamb in fat,
2.00±0.56%and 4.78 ± 1.77% respectively. Other parameters of goat meat and
sheep meat were similar. Profile of muscle meat can describe the quality of the

meat. Based on the muscle fascicles, amount of muscle in fasciculus and the
length between the fascicles, the quality of sheep meat was better than goat meat.
It can be concluded that meat quality of goat and sheep feed sorghum was good
without any diffrence with normal meat.
Key words: physical characteristics, chemical characteristics, meat histology,
sorghum

©Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KUALITAS FISIK, KIMIA DAN HISTOLOGI DAGING
KAMBING KACANG DAN DOMBA GARUT YANG

DIBERIKAN PAKAN BERBASIS SORGUM

SUSI JAYANTI SIANTURI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Tuti Suryati SPt, MSi

Judul Tesis : Kualitas Fisik, Kimia dan Histologi Daging Kambing Kacang dan
Domba Garut yang diberikan Pakan Berbasis Sorgum
Nama

: Susi Jayanti Sianturi
NIM
: D151130231

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Asnath Maria Fuah, MS
Ketua

Dr Ir Henny Nuraini, MSi
Anggota

Dr Ir Didi Diapari, MSi
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Produksi dan

Teknologi Peternakan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Salundik, Msi

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 12 Oktober 2015

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala
kasih anugerahNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilakukan sejak bulan Juli 2014 sampai dengan
Desember 2014 adalah Kualitas Fisik, Kimia dan Histologi Daging Kambing
Kacang dan Domba Garut yang diberikan Pakan Berbasis Sorgum. Tesis disusun
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar magister pada program studi
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (IPTP), Sekolah Pascasarjana, Institut

Pertanian Bogor.
Terimakasih kepada Dr Ir Asnath Maria Fuah, MS dan Dr Ir Henny Nuraini,
MSi serta Dr Ir Didid Diapari, MSi selaku komisi pembimbing. Penulis
menyampaikan ucapan terimakasih atas waktu, arahan, bimbingan, dan dorongan
semangat mulai dari penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian hingga
penulisan tesis. Terimakasih juga kepada Dr Ir Salundik, MSi selaku Ketua
Program Studi/Mayor IPT beserta jajarannya atas pelayanan prima selama penulis
menempuh studi. Terimakasih kepada Dr Tuti Suryati SPt, MSi selaku dosen
penguji, yang memberikan banyak masukan sehingga tesis yang saya tulis lebih
baik. Ucapan terimakasih oleh penulis kepada Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi yang telah memberikan Beasiswa Program Pascasarjana Dalam Negeri
(BPPDN).
Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Bapak tercinta Bernard
Sianturi dan Mama tersayang Heddy br.Hombing. Suami tercinta Briner
Lumbantoruan dan anak saya Lady Heinna dan Lacy Hasianna yang menjadi
penyemangat serta keluarga besar atas doa, cinta kasih, kesabaran dan dukungan
serta motivasi yang selalu diberikan pada penulis. Kepada teman-teman angkatan
2013 terimakasih atas kebersamaan selama ini. Kiranya persahabatan serta
kerjasama tetap terjalin pada waktu mendatang. Kepada pihak yang telah
membantu yang tidak dapat disebutkan satu persatu penulis juga mengucapkan

terimakasih.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, November 2015
Susi Jayanti Sianturi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
MATERI DAN METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Materi
Bahan
Sistim Pemberian Pakan
Peralatan
Peubah yang diamati
Pengujian Kualitas Fisik
pH Daging
Warna Daging
Daya Mengikat Air
Keempukan
Susut Masak Daging
Pengujian Kimia
Uji Kadar Air
Uji Kadar Protein
Uji Kadar Lemak
Uji Kadar Abu
Uji Kadar Kolesterol
Pengujian Histologi Daging
Rancangan dan Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kualitas Fisik Daging
Nilai pH
Daya Mengikat Air
Susut Masak
Keempukan
Warna Daging
Kualitas Kimia Daging
Protein
Lemak
Karbohidrat
Kadar Air
Kadar Abu
Kolesterol
Histologi Daging
SIMPULAN DAN SARAN

1
1
2
2
2
2
2
2
2
3
3
3
3
3
4
4
4
5
5
5
5
6
6
6
7
7
7
7
8
9
9
11
11
12
12
13
13
14
14
15
17

Simpulan

17

Saran

17

DAFTAR PUSTAKA

17

DAFTAR TABEL
1 Komposisi bahan ransum penelitian
2 Rataan kualitas fisik daging kambing Kacang dan domba Garut
yang diberikan pakan berbasis sorgum
3 Nilai nutrisi daging kambing Kacang dan domba Garut yang
diberikan pakan berbasis sorgum
4 Analisis histologi daging kambing Kacang dan domba Garut
yang diberi pakan berbasis sorgum

3
7
12
15

DAFTAR GAMBAR
1 Struktur mikroskopis otot daging domba Garut dan kambing Kacang
dengan pewarnaan Haematoxylin-Eosin (HE) pembesaran 10x
16
2 Struktur mikroskopis otot daging domba Garut dan kambing Kacang
dengan pewarnaan Masson Trichrome (MT) pembesaran 10x
16

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pertambahan penduduk yang tinggi di Indonesia ditambah dengan semakin
meningkatnya daya beli masyarakat menyebabkan suplai daging belum
mencukupi permintaan daging. Salah satu langkah untuk memenuhi kebutuhan
protein hewani adalah dengan budidaya ternak lokal. Ternak lokal Indonesia
seperti ternak kambing Kacang dan domba Garut memiliki potensi yang sangat
besar untuk dikembangkan, karena dapat berkembang biak dengan cepat, mudah
menyesuaikan diri dengan lingkungan. Kegunaan utama kambing Kacang dan
domba Garut adalah sebagai penghasil daging. Kualitas daging yang merupakan
hasil akhir dari penggemukan kambing dan domba lokal tidak bisa dilepaskan dari
kualitas input pakan yang diberikan. Pakan merupakan salah satu faktor yang
menentukan kualitas daging. Manajemen pemberian pakan dan kandungan nutrisi
pakan merupakan faktor pendukung untuk mendapatkan hasil dari produksi
ternak.
Sorgum (Sorghum bicolor L.) merupakan salah satu jenis tanaman serealia
yang mempunyai potensi besar untuk dikembangkan di Indonesia karena
mempunyai kemampuan adaptasi yang tingi. Tanaman sorgum toleran terhadap
kekeringan dan genangan air, dapat berproduksi pada lahan marginal, serta relatif
tahan terhadap gangguan hama/penyakit. Biji sorgum potensial digunakan sebagai
pakan konsentrat karena termasuk dalam bahan sumber karbohidrat (73g/100g)
dengan kandungan energi metabolisnya mencapai 3212 kkal kg-1(NRC 1994).
Selain itu, sorgum mempunyai kandungan protein yang tinggi (12.99%) dan
lemak (2.34%) yang rendah dibandingkan jagung kandungan proteinnya (8.7%)
dan karbohidratnya (72.4 g/100g). Penggunaan sorgum sebagai bahan pakan lebih
ekonomis karena harga bulir sorgum jauh lebih murah dari jagung. Oleh karena
itu penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui kualitas daging yang
dihasilkan oleh kambing dan domba lokal yang dipelihara secara intensif dengan
pemberian pakan konsentrat berbasis sorgum.
Penilaian terhadap kualitas fisik daging merupakan acuan konsumen dalam
membeli daging. Kualitas fisik terdiri atas warna, keempukan, daya mengikat air
dan susut masak. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas daging diantaranya
penanganan sebelum pemotongan (genetik, spesies, bangsa, jenis kelamin, umur,
dan pakan) dan setelah pemotongan (metode pelayuan, metode pemanasan, pH
daging, bahan tambahan termasuk enzim pengempuk daging, lemak
intramuskular atau marbling dan metode penyimpanan) (Lambe et al. 2008).
Faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi kualitas daging secara kimia (kadar
protein, kadar lemak, kadar kolesterol, kadar karbohidrat, kadar air dan abu).
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengevaluasi kualitas daging
kambing Kacang dan domba Garut yang diberi pakan berbasis sorgum baik secara
fisik, kimia dan histologi daging.

2

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi nilai mutu daging baik
secara fisik maupun kimia, serta profil histologi otot kambing dan domba lokal
yang diberikan pakan berbasis sorgum yang dipelihara secara intensif.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah mendapatkan informasi tentang kualitas
daging, baik secara fisik, maupun kimia serta histologi dari kambing dan domba
lokal yang diberikan pakan berbasis pakan sorgum.

MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian
Ternak yang digunakan dalam penelitian ini dipelihara di Laboratorium
Lapang bagian Ruminansia Kecil Unit Kambing dan Domba. Analisa kualitas
fisik daging dilakukan di Laboratorium Ruminansia Besar, Fakultas Peternakan,
IPB. Analisa kualitas kimia (warna dan proksimat) daging dilakukan di
laboratorium Pusat Antar Universitas IPB Analisa histologi daging dilakukan di
laboratorium pathologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB dan analisa kolestrol
dilakukan di laboratorium Balai Besar Industri Agro. Penelitian dilaksanakan pada
bulan Juli 2014 sampai dengan Desember 2014.

Materi
Bahan
Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging bagian
Longissimus dorsii yang berasal dari 6 ekor kambing Kacang dan 5 ekor domba
Garut yang diberikan pakan berbasis sorgum. Daging yang digunakan untuk uji
kualitas fisik sebanyak 100 g/sampel, uji kualitas kimia sebanyak 30 g/sampel, uji
kadar kolesterol 100 g/sampel, dan uji histologi daging sebanyak 10 g/sampel.
Daging dilayukan selama 24 jam sebelum dilakukan pengujian.
Sistim Pemberian Pakan
Ternak dipelihara secara intensif di Kandang Ruminansia Kecil, Fakultas
Peternakan IPB. Pemeliharaan dilakukan selama kurang lebih 100 hari. Pakan
penggemukan yang diberikan adalah pakan konsentrat berbasis bulir sorgum
dengan persentase 60% dan pakan hijauan 40% yaitu dihitung berdasarkan bahan

3
kering. Komposisi bahan ransum dan kandungan nutrisi ransum disajikan dalam
Tabel 1.
Tabel 1 Komposisi Bahan Ransum Penelitian
No.
1
2
3
4
5
6
7

Bahan
Gaplek
Bungkil Kedelai
Bungkil Kelapa
Tetes
Dedak Halus
Jagung
Sorgum
Total

%
6
11
12
5
6
40
20
100

Peralatan
Kandang yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang individu
dengan ukuran 120 x 80 x 120 cm. Kandang dilengkapi dengan tempat pakan dan
tempat air minum dari ember plastik. Peralatan yang digunakan antara lain
timbangan duduk dengan kapasitas 5 kg untuk menimbang konsentrat dan rumput,
timbangan pegas merk “Three Goats” dengan kapasitas 50 kg untuk menimbang
bobot badan ternak, karung bekas sebagai penahan ternak pada saat ditimbang.
Sapu, serokan dan sikat untuk membersihkan kandang. Timbangan digital untuk
menimbang potongan komersial karkas, gergaji, pisau, scalpel, plastik, talenan,
dan refrigerator.

Peubah yang diamati
Pengujian Kualitas Fisik
a. pH Daging
Data pH sangat penting karena akan berpengaruh pada sifat fisik daging. pH
meter dikalibrasi pada cairan buffer pH 7, lalu pada cairan buffer pH 4. pH meter
ditusukkan pada sampel daging yang akan diuji. Pengukuran dilakukan sebanyak
tiga kali ulangan.
b. Warna Daging
Pengujian warna daging dilakukan secara obyektif menggunakan alat
Chromameter dengan notasi hunter yaitu L*, a* b*. Nilai L* berhubungan dengan
derajat kecerahan yang berkisar antara 0 sampai 100. Kecerahan dinyatakan
meningkat dengan meningkatnya nilai L*. Nilai a* menggambarkan tingkat
kemerahan dan kehijauan, yang berkisar antara -80 sampai 100. Nilai a* negatif
menunjukkan warna kehijauan, sedangkan nilai a* positif menunjukkan warna
kemerahan. Nilai b* menunjukkan tingkat kekuningan dan kebiruan, nilai b*

4

berkisar antara -80 sampai 70. Nilai b* positif menunjukkan warna kekuningan,
sedangkan nilai b* negatif menunjukkan warna kebiruan.
c. Daya Mengikat Air
Daya mengikat air daging dihitung dengan cara menghitung jumlah mg H2O
pada daging. Jika mg H2O pada daging tinggi, maka menyebabkan DMA semakin
rendah dan sebaliknya jika mg H2O rendah menyebabkan DMA daging semakin
tinggi. Daging segar dipotong dengan berat 0.3 g, kemudian disimpan diantara
dua kertas saring whatman 41 yang berdiameter 9 mm. Selanjutnya sampel daging
tersebut dipres dengan menggunakan carver pres dengan tekanan 35 kg/cm2
selama 5 menit. Luas area basah yang tertera pada kertas saring diukur
menggunakan planimeter. Besarnya daya mengikat air ditentukan dengan
menggunakan rumus Hamm (1972) dalam Soeparno (1994) adalah :


Mg H2O=

0.0 4

2)

ℎ(

− 8.

Kemudian mg H2O dikonversi dalam persen (%) dengan rumus sebagai berikut:
% mg H2O=
d. Keempukan



� �2�
��



%

Keempukan daging diukur secara obyektif dengan menggunakan alat
Warner-Bratzler shear. Sampel daging ditusuk dengan thermometer bimetal,
direbus pada air mendidih sampai suhu internal 80-81 0C. Setelah itu sampel
daging didinginkan selama 60 menit. Daging dicorer searah serat daging lalu
diukur dengan alat Warner-Bratzler shear dan keempukan daging akan terbaca
pada skala alat tersebut. Skala daging antara 1 - 3 dinyatakan daging tersebut
empuk, skala daging antara 4 - 8 dinyatakan daging tersebut kurang empuk, skala
daging antara 8 ke atas dinyatakan alot. Suryati et al. (2008) menyatakan bahwa
daging tergolong sangat empuk apabila daya putus WB (10.12 kg/cm2). Semakin tinggi
nilai daya putus WB berarti semakin banyak gaya yang diperlukan untuk
memutus serabut daging per sentimeter persegi, yang berarti daging semakin alot
atau tingkat keempukan semakin rendah.
e. Susut Masak Daging
Susut masak daging adalah persentase bobot daging yang hilang setelah
proses pemasakan. Sampel daging sebanyak 50 g, ditusuk dengan thermometer
bimetal, direbus pada air mendidih sampai suhu internal 80-81 0C. Daging
diangkat dan didinginkan pada suhu ruang, kemudian daging tersebut ditimbang
kembali lalu dihitung berapa persen susut masaknya dengan rumus :

ℎ�
% =
%

5

Pengujian Kimia
a. Uji Kadar Air (AOAC 1999)
Kadar air diukur dengan metode Gravimetri secara pemanasan langsung,
yaitu menghitung banyaknya air yang hilang dengan pemanasan ±105 oC
menggunakan oven selama 4-6 jam. Terlebih dahulu botol timbang dikeringkan
kira-kira 1 jam dalam alat pengering pada suhu 105 oC dan didinginkan dalam
desikator, lalu ditimbang (x) gram. Sejumlah daging ditimbang dengan teliti ± 5
gram dalam botol timbang sebagai (y) gram. Botol timbang dan sampel yang
berada di dalamnya dimasukkan dalam alat pengering selama 4-6 jam pada suhu
105 oC. Kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga berat
konstan (z) gram. Kadar air ditentukan dengan rumus berikut:
− −
� =
%

b. Uji Kadar Protein (Kjeldahl)

Sampel daging yang telah dihaluskan ditimbang 0.5 g, dimasukkan ke
dalam labu kjeldahl, kemudian ditambahkan 7.5 g kalium sulfat dan 0.35 g raksa
(II) oksida dan 15 mL asam sulfat pekat. Labu kjeldahl dipanaskan dalam lemari
asam sampai berhenti berasap dan diteruskan pemanasan hingga mendidih dan
cairan menjadi jernih, kemudian didinginkan. Ditambahkan 100 ml aquades
dalam labu kjeldahl yang didinginkan, ditambahkan 15 mL larutan kalium sulfat
4% kemudian ditambahkan perlahan larutan natrium hidroksida 50% sebanyak 50
mL. labu kemudian dipanaskan sampai kedua cairan tercampur. Destilasi
ditampung dalam erlenmeyer yang diisi dengan larutan baku asam klorida 0.1 N
sebanyak 50 ml dan indikator metal merah 0.1% b/v sebanyak 5 tetes. Sisa larutan
asam klorida 0.1 N titik akhir titrasi terjadi perubahan warna larutan dari merah
menjadi kuning, dilakukan titrasi blangko. Dari hasil titrasi ini total nitrogen dapat
diketahui. Kadar protein sampel dihitung dengan mengalikan total nitrogen dan
faktor koreksi.


,

%
� �
% =


% =





,

c. Uji Kadar Lemak (Soxlet)(AOAC 1999)
Labu penyari disiapkan dengan batu didih di dalamnya, yang sebelumnya
telah dipanaskan pada suhu 105-110 °C dan didinginkan di dalam deksikator.
Labu penyari dan sampel ditimbang, sampel ditimbang sebanyak 0.5 g, kemudian
ditutup dengan menggunakan kapas tidak berlemak. Selongsong penyari
dimasukkan ke dalam alat soxlet, lalu disari menggunakan petroleum benzena.
Selanjutnya deksikator dihubungkan dengan kondesor, alat yang digunakan dalam
proses ini adalah FATEX-S. Labu penyari diangkat dari alat FATEX-S, kemudian
dikeringkan dalam oven pada suhu 105-110 °C sampai bobot tetap (±4-6 jam),

6

setelah itu didinginkan didalam deksikator dan hasilnya ditimbang sebagai bobot
akhir.

d. Kadar Abu (AOAC 1999)

%
%

% =

%

Sampel sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam cawan porselen yang
sebelumnya telah diukur beratnya. Cawan berisi sampel tersebut dimasukkan ke
dalam tanur listrik dengan suhu 400–600 0C. Sampel akan terbakar habis menjadi
abu. Sesudah abu menjadi putih seluruhnya, cawan diangkat dan didinginkan
dengan cara memasukkan ke dalam desikator selama ± 1 jam, lalu ditimbang.
Kadar abu ditentukan dengan cara:
% =

e. Pengujian Kadar Kolestrol



ℎ�



%

Sebanyak 100 g daging yang sudah dicincang dimasukkan kedalam tabung
dan ditambahkan 10 mL dietil eter diekstraksi selama 5 menit, sesudah itu
diuapkan pada suhu kamar sampai kering. Daging yang sudah diekstrak dibuang
dan kolesterol yang terlarut dalam ether tersebut ditambah 1 mL fosfat buffer salin
pH 7.2, dikocok dan disentrifus selama 15 menit dengan kecepatan 2500 rpm.
Setelah itu supernatan dituang ke dalam tabung evendorf dan siap untuk dianalisa
kolesterolnya menggunakan metode CHOD-PAP yang dibuat oleh Human (KIT
Human LOT H116).
Pengujian Histologi Daging
Pembuatan preparat mikroanatomi mengacu pada Kierman (1990). Tahapan
ini diawali dengan pengambilan sampel daging sebesar 1x1x1 cm3. Otot yang
digunakan sebagai sampel untuk preparat mikroanatomi adalah M. Longissimus
dorsi. Sampel otot yang telah didapat difiksasi dengan paraformaldehid 4%
kemudian dilakukan dehidrasi untuk menghilangkan air dalam jaringan. Sampel
kemudian dijernihkan dengan perendaman dalam xylol dan kemudian dilakukan
embedding dalam larutan parafin. Sampel yang sudah dalam bentuk parafin block
kemudian dilakukan pemotongan dengan ketebalan 4-5um menggunakan rotary
mikrotom untuk mendapatkan slide preparat. Slide preparat yang didapat
kemudian diberi pewarnaan Haematoxylin-eosin (HE) standar (Kiernan 1990) dan
pewarnaan jaringan ikat dengan Masson trichrome (Kiernan 1990)
Sampel kemudian diamati dengan mikroskop dan difoto digital untuk
mendapatkan pencitraan digital mikroanatomi otot. Citra digital tersebut
kemudian diolah dengan teknik pengukuran otot yang dimodifikasi menggunakan
program Corel Draw X3. Variabel yang diamati adalah luas penampang otot, luas
fasikulus, jumlah otot per fasikulus, persentase area otot per fasikulus, persentase
jaringan ikat perfasikulus, jarak antar fasikulus dan persentase jaringan ikat dalam
jarak fasikulus.

7

Analisis Data
Data dianalisis secara deskriptif yang terdiri dari nilai rataan dan simpangan
baku. Parameter yang diseskripsikan meliputi kualitas fisik (pH, DMA,
keempukan, susut masak), kualitas kimia (kadar air, protein, lemak, kadar abu,
karbohidrat, kolesterol) dan histologi daging kambing dan domba berdasarkan
Steel dan Torrie (1995):
∑��= �� − �
̅
�=√
�−

x̅ =

∑ ��


Keterangan :
S
= Standar Deviasi

= Nilai x ke-i
= Rataan nilai parameter yang dideskripsikan
n
= Jumlah sampel daging kambing dan domba

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kualitas Fisik Daging
Kualitas fisik daging meliputi nilai pH, DMA, keempukan, susut masak dan
warna daging pada domba dan kambing perlakuan, dapat dilihat pada tabel 2
berikut:
Tabel 2 Rataan kualitas fisik daging kambing Kacang dan domba Garut yang
diberikan pakan berbasis sorgum
Parameter
Kambing
Domba
pH
6.03 ±0.10
5.79 ±0.08
DMA (%)
52.12 ±10.54
44.80±3.78
Susut masak (%)
39.16 ± 3.54
37.74±4.79
Keempukan (kg/cm2)
2.73 ±0.33
1.86 ±0.23
Warna daging : L*
45.77
43.78
a*
13.96
12.23
b*
5.24
5.16
Nilai pH
Berdasarkan hasil yang diperoleh, rataan nilai pH daging kambing adalah
6.03±0.10 dan rataan pH daging domba Garut adalah 5.79±0.08 (Tabel 2).

8

Sebelum pemotongan ternak dipuasakan terlebih dahulu selama 24 jam.
Pemotongan dilakukan pada pagi hari untuk mengurangi tingkat stres ternak.
Pengukuran nilai rataan pH dilakukan 24 jam setelah pemotongan untuk
mengetahui pH akhir yang dicapai pada saat kandungan glikogen daging benarbenar habis. Daging dilayukan pada suhu refrigerator selama 24 jam. Penurunan
pH daging selama pemotongan ternak sangat dipengaruhi oleh asam laktat. Proses
perubahan otot menjadi daging membutuhkan glikogen sebagai sumber energi dan
akan menghasilkan asam laktat. Proses ini menyebabkan glikogen dikonversi
menjadi asam laktat sampai pH mencapai suatu titik sampai enzim pemecah tidak
aktif. Enzim-enzim pemecah (glikolitik) pada daging mamalia yang spesifik akan
berhenti pada pH 5.4–5.5 dan kondisi ini glikogen tidak ditemukan lagi pada
daging (Lawrie 2003). Nilai pH ultimat daging berada pada kisaran 5.4-5.8 dalam
waktu 12-24 jam pemotongan (Soeparno 1994). Nilai pH daging domba sebesar
5.79 sesuai dengan pernyataan Soeparno 1994 berada pada pH ultimat, sehingga
sampel daging yang dianalisa secara fisik telah melewati fase rigormortis.
Semakin banyak ketersediaan asam laktat maka penurunan pH daging
selama pemotongan akan semakin besar atau pH akhir daging akan rendah. Nilai
pH akhir daging kambing Kacang lebih tinggi dibandingkan dengan pH akhir
domba Garut, hal ini dikarenakan kandungan glikogen yang berbeda antar ternak,
sehingga penurunan pH akhir akan berbeda pula. Kandungan glikogen pada
daging domba diduga lebih tinggi, hal ini dilihat dari kadar lemak daging domba
lebih besar dari daging kambing. Pakan berbasis sorgum mengandung karbohidrat
sebagai sumber energi yang cukup tinggi. Karbohidrat akan diubah menjadi
glukosa melalui proses glikogenesis dan disimpan menjadi glikogen otot dan hati.
Otot dan hati memiliki keterbatasan dalam menyimpan glikogen, sehingga
sebagian glikogen akan disimpan dalam bentuk lemak. Ternak yang tenang saat
dipotong mempunyai cadangan glikogen yang cukup untuk proses rigormortis,
sedangkan yang stres kemungkinan menghasilkan pH daging ultimat yang lebih
tinggi karena cadangan glikogen otot menjadi cepat habis.
Daya Mengikat Air (DMA)
Berdasarkan hasil yang diperoleh nilai DMA ternak kambing dan domba
lokal yang diberikan pakan berbasis sorgum memiliki DMA yang cukup tinggi.
Nilai DMA daging kambing 52.12±10.54% dan daging domba 44.80±3.78%
(Tabel 2) sehingga kualitas kedua daging ini berdasarkan nilai DMA nya
tergolong baik. Hasil yang diperoleh Purbowati et al. 2006 melaporkan bahwa
domba lokal umur < 1 tahun dengan bobot potong 25.2 kg memiliki DMA
32.32%, hasil ini lebih kecil dari hasil pada penelitian ini. Salah satu faktor yang
meyebabkan nilai DMA cukup tinggi adalah umur ternak yang masih muda.
Ternak pada penelitian ini tergolong masih muda yaitu kurang dari satu tahun.
Menurut Arnim (1996), daging dengan daya mengikat air lebih tinggi mempunyai
kualitas lebih baik dibandingkan dengan daya mengikat air yang rendah.
Tingginya daya mengikat air protein daging menyebabkan keempukan dan
Juiciness daging meningkat dan menurunkan susut masak daging sehingga
kehilangan nutrisi lebih rendah.
Protein daging berperan dalam pengikatan air daging. Kadar protein daging
yang tinggi menyebabkan meningkatnya kemampuan menahan air daging

9
sehingga menurunkan kandungan air bebas, dan begitu pula sebaliknya. Semakin
tinggi jumlah air yang keluar, maka daya mengikat airnya semakin rendah
(Lawrie 2003). Daya mengikat Air (DMA) pada daging dipengaruhi oleh
perbedaan otot, spesies, bangsa, umur, fungi otot, jenis kelamin, lemak
intrarnuskular dan temperatur penyimpanan (Soeparno 1994). Persentase air yang
keluar dari daging dapat dijadikan sebagai indikator untuk mengetahui nilai
DMA. Semakin kecil persentase air yang keluar dari daging maka nilai DMA
akan semakin besar pula.
Soeparno (2005) menyatakan bahwa penurunan pH yang cepat akibat dari
pemecahan ATP yang cepat akan meningkatkan kontraksi aktomiosin dan
menurunkan daya mengikat air protein. Pemecahan dan habisnya ATP serta
pembentukan ikatan diantara filamen pada saat rigormortis akan menyebabkan
penurunan daya mengikat air. Penurunan daya mengikat air (DMA) daging sapi
dan domba disebabkan karena pembentukan aktomiosin dan habisnya ATP pada
saat rigor. Sepertiga penurunan DMA daging disebabkan oleh penurunan pH.
Daya mengikat air sangat erat hubungannya dengan susut masak daging, semakin
rendah nilai DMA daging maka susut masaknya akan semakin besar karena
daging akan banyak kehilangan cairan selama pemasakan.
Susut Masak
Susut masak selama proses pemasakan merupakan salah satu indikator nilai
nutrisi daging, semakin besar susut masak daging maka nutrisi daging yang hilang
akan semakin besar. Berdasarkan hasil yang diperoleh, rataan nilai susut masak
daging kambing Kacang dengan domba Garut, masing-masing adalah
39.16±3.54% dan 37.74±4.79% (Tabel 2). Hasil ini lebih besar dari nilai yang
dilaporkan oleh Hozze et al. 2014 yaitu kambing persilangan Norwegian yang
diberikan 75% dedak jagung memiliki susut masak yang lebih rendah senilai
25.69%, demikian juga menurut Purbowati et al. 2006 susut masak daging domba
lokal umur