Identifikasi Potensi Jalur Wisata Birdwatching di Cluster Northridge Sentul City, Bogor

i

IDENTIFIKASI POTENSI JALUR WISATA BIRDWATCHING
DI CLUSTER PERUMAHAN NORTHRIDGE
SENTUL CITY, BOGOR

GAYUH BUMI HARSIJI

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

ii

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Identifikasi Potensi

Jalur Wisata Birdwatching di Cluster Perumahan Northridge Sentul City Bogor
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang ditebitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis dan telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014
Gayuh Bumi Harsiji
NIM E34090046

ii

ABSTRAK
GAYUH BUMI HARSIJI, Identifikasi Potensi Jalur Wisata Birdwatching di
Cluster PerumahanNorthridge Sentul City, Bogor. Dibimbing oleh ANI
MARDIASTUTI dan YENI A MULYANI.
Wisata birdwatching adalah wisata ramah lingkungan yang bisa diterapkan
untuk mendukung konsep Eco-City yang diterapkan oleh Sentul City. Penelitian

ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis burung di 5 jalur, mengidentifikasi jalur
yang potensial untuk wisata birdwatching dan membuat rekomendasi jalur wisata
birdwatching. Identifikasi potensi jalur wisata telah dilaksanakan di Cluster
Northridge pada bulan Mei hingga Juli 2013. Pengumpulan data dilakukan
melalui studi literatur dan observasi lapang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kekayaan jenis burung sebesar 36 jenis dari 21 suku dimana Jalan Telaga Indah
memiliki jumlah jenis burung terbanyak dan Jalan Bukit Permata 1 memiliki jenis
burung paling sedikit. Jalur yang potensial untuk kegiatan pengamatan burung
adalah jalur 4 karena memiliki keanekaragaman burung tertinggi dan burung unik
atau khas seperti cekakak sungai (Halcyon chloris), cekakak jawa (Halcyon
cyanoventris), sepah kecil (Pericrocotus cinnamomeus) dan kowak-malam abu
(Nycticorax nycticorax). Pengunjung bisa melakukan kegiatan wisata pengamatan
burung dengan berjalan kaki dan berkuda.
Kata kunci: burung, eco-city, jalur wisata, kegiatan ramah lingkungan.

ABSTRACT
GAYUH BUMI HARSIJI, Identification of Birdwatching Trails in the Northridge
Residence Cluster, Sentul City Bogor. Supervised by ANI MARDIASTUTI and
YENI A MULYANI .
Birdwatching tourism is an environment friendly activity that can be

implemented for supporting eco-city concept in Sentul City. The goal of this
research is to identify birds species in five observation trails, identify the trails
that potential for birdwatching tourism and make recommendation for birwatching
tourism trail. Identificationof birdwatching trails had been conducted in Cluster
Northridge Residence, from May until July 2013. Collecting data from literature
review and field observation. The results showed that the richness of bird was 36
species from 21 family. The fourth trail which was Telaga Indah street had the
highest number of birds whereas the first trail which was Bukit Permata 1 had the
lowest number of birds. The potential trail for birdwatching tourism was fourth
trail because it had highest biodiversity of birds and the unique birds, such as
collared kingfisher (Halcyon chloris), javan kingfisher (Halcyon cyanoventris),
small minivet (Pericrocotus cinnamomeus) and black-crowned night-heron
(Nycticorax nycticorax). Visitors can do the birdwatching tourism with walking
and riding on horseback.
Key Words: bird, eco-city, environment friendly, tourism trail.

iii

IDENTIFIKASI POTENSI JALUR WISATA BIRDWATCHING
DI CLUSTER PERUMAHAN NORTHRIDGE

SENTUL CITY, BOGOR

GAYUH BUMI HARSIJI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

iv

v


Judul Skripsi : Identifikasi Potensi Jalur Wisata Birdwatching di Cluster
Northridge Sentul City, Bogor
Nama
: Gayuh Bumi Harsiji
NIM
: E34090046

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Ani Mardiastuti, MSc
Pembimbing I

Dr Ir Yeni A Mulyani, MSc
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS
Ketua Departemen


Tanggal Lulus:

ludul Skripsi: Identifikasi Potensi lalur Wisata
Northridge Sentul City, Bogor
Nama
: Gayuh Bumi Harsiji
NIM
: E34090046

Birdwatching di

Cluster

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Ani Mardiastuti, MSc
Pembimbing I

Tanggal Lulus:


Dr Ir Yeni A Mulyani, MSc
Pembimbing II

vi

PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya, serta doa
restu dan dukungan yang tulus dari orangtua sehingga karya ilmiah ini dapat
diselesaikan. Penelitian yang berjudul Identifikasi Potensi Jalur Wisata
Birdwatching di Cluster Perumahan Northridge Sentul City, Bogor dilaksanakan
pada bulan Mei hingga Juli 2013.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Prof Dr Ir Ani Mardiastuti,
MSc dan Dr Ir Yeni Aryati Mulyani, MSc selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bantuan dan arahannya dalam penyelesaian karya ilmiah ini. Penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada Hartan Gunadi, Sihar dan H A Hakim
selaku Direktur Pemasaran, Manager Pemasaran dan Kepala HRD Sentul City
yang telah membantu dalam pengambilan data sekunder dan semua pihak yang
telah membantu dalam pengumpulan data dan perbaikan karya ilmiah ini. Ucapan
terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman KSHE 46 „Anggrek
Hitam‟ (khususnya sahri, yuka, alya, devi damayanti dan devi aristiyanti) atas

dukungan, semangat, kebersamaan dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat kepada pihak terkait.

Bogor, Februari 2014
Gayuh Bumi Harsiji

vii

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii


PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1

Manfaat

2

METODE

2


Lokasi dan Waktu

2

Obyek dan Alat

2

Metode Pengumpulan Data

3

Analisis Data

4

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan

SIMPULAN DAN SARAN

5
5
14
18

Simpulan

18

Saran

19

DAFTAR PUSTAKA

19

LAMPIRAN

21

viii

DAFTAR TABEL
1 Pembagian strata burung secara vertikal (van Balen 1984)
2 Penggunaan tingkat pertemuan untuk memperlihatkan skala urutan
kelimpahan sederhana (Bibby et al. 2000 yang telah dimodifikasi)
3 Kekayaan jenis burung pada 5 jalur di Cluster Northridge
4 Tingkat pertemuan jenis burung-burung di Jalur 4 (Jalan Telaga Indah) pada
pengamatan dari pagi hari hingga sore hari

3
4
5
9

DAFTAR GAMBAR
Peta Cluster Northridge di Sentul City
Dendrogram indeks kesamaan komunitas burung
Keanekaragaman jenis burung di Jalan Telaga Indah
Frekuensi pertemuan cekakak sungai di Jalan Telaga Indah
Frekuensi pertemuan cekakak jawa di Jalan Telaga Indah
Frekuensi pertemuan sepah kecil di Jalan Telaga Indah
Peta pertemuan jenis burung di Jalan Telaga Indah
Jalur wisata birdwatching pendek di Jalan Bukit Permata I, Jalan Bukit
Permata 2 dan Jalan Bukit Hambalang
9 Jalur wisata birdwatching panjang di Ja lan Bukit Permata I, Jalan Bukit
Permata 2 dan Jalan Telaga Indah
10 Burung unik (a) cekakak sungai, (b) cekakak jawa, (c) sepah kecil, (d)
kowak-malam abu
1
2
3
4
5
6
7
8

2
6
7
8
8
9
10
12
13
16

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7

Tingkat pertemuan jenis burung-burung di Jalur 4 (Jalan Telaga Indah) pada
pengamatan dari pagi hari hingga sore hari
21
Tingkat pertemuan jenis dan peluang melihat/jam burung-burung di Jalan
Telaga Indah pada pengamatan pagi hari
22
Tingkat pertemuan jenis dan peluang melihat/jam burung-burung di Jalan
Telaga Indah pada pengamatan siang hari
22
Tingkat pertemuan jenis dan peluang melihat/jam burung-burung di Jalan
Telaga Indah pada pengamatan sore hari
23
Penyebaran jenis pada setiap jalur pengamatan
24
Keanekaragaman jenis burung per jam di Jalan Telaga Indah
25
Foto beberapa jenis burung yang ditemukan di Cluster Northridge
29

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sentul City merupakan sebuah kawasan permukiman di Bogor, Jawa Barat
yang memiliki beberapa misi yaitu menyediakan fasilitas terbaik dan layanan
kesehatan bertaraf internasional, memperkaya pertumbuhan Sentul City dengan
fasilitas seni dan budaya, mengembangkan Sentul City dengan perumahan
bermutu dan inovatif yang selaras dengan lingkungan alam serta memadukan
perencanaan dan pembangunan fasilitas komersial, hiburan dan wisata (Sentul
City 2008). Pada dasarnya Sentul City telah berkembang menjadi kota baru
dengan konsep Eco-City. Konsep Eco-city (Green City) merupakan konsep kota
yang ramah lingkungan dan berkelanjutan dalam segala aspek kehidupan sehingga
mampu menunjang warga maupun unsur lainnya baik tumbuhan, hewan dan satwa
liar, hingga tanah, air dan udara (Arifin et al. 2008).
Kehadiran satwa liar khususnya burung dapat dijadikan indikator
lingkungan karena apabila terjadi pencemaran lingkungan atau fragmentasi habitat,
burung merupakan komponen terdekat yang terkena dampaknya (Imbeau dan
Desrochers 2002). Keberadaan burung yang banyak di suatu tempat bisa
mengindikasikan bahwa lingkungan tersebut masih baik tutupan lahan hijaunya
(Strohbach et al. 2013). Asmoro (2012) menyatakan bahwa Sentul City memiliki
keanekaragaman jenis burung yang potensial untuk dikembangkan menjadi wisata
di berbagai Cluster perumahannya. Wisata birdwatching ini merupakan kegiatan
non konsumtif yang ramah lingkungan dan bisa dikembangkan untuk mendukung
konsep Eco-city yang diterapkan oleh Sentul City.
Asmoro (2012) juga menyebutkan bahwa dari beberapa Cluster yang diteliti,
Cluster Northridge yang paling potensial untuk dikembangkan menjadi kegiatan
wisata birdwatching. Hal ini dikarenakan Cluster ini memiliki keanekaragaman
jenis burung yang paling tinggi yaitu 33 jenis. Selain itu menurut tata tertib design
dan bangunan, pembangunan rumah di Cluster ini berupa 60% area hijau terbuka
dan 40% area terbangun karena konsep yang dibuat berupa rumah perbukitan
(Sentul City 2008). Konsep perumahan ini membuat habitat burung masih tetap
aman dan terjaga sehingga kegiatan wisata birdwatching diharapkan bisa
dilakukan dan berkelanjutan. Maka dari itu, penelitian yang lebih rinci diperlukan
untuk mendukung identifikasi potensi jalur wisata birdwatching di Cluster
Perumahan Northridge di Sentul City, Bogor Jawa Barat.
Tujuan Penelitian
1.
2.
3.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk:
Mengidentifikasi jenis burung yang ada di setiap jalur pengamatan.
Menentukan jalur yang potensial untuk dijadikan kegiatan wisata
pengamatan burung (birdwatching).
Membuat rekomendasi jalur wisata birdwatching pada Cluster Northridge.

2
Manfaat
Hasil penelitian yang berupa peta pertemuan burung dan peta jalur wisata
birdwatching di Cluster Northridge diharapkan dapat menjadi dasar dalam
pengembangan wisata birdwatching di Cluster Northridge maupun daerah lainnya
di Sentul City. Kegiatan ramah lingkungan ini juga diharapkan dapat
meningkatkan pengetahuan dan kepekaan lingkungan masyarakat kota terhadap
pentingnya konservasi burung di alam.

METODE
Lokasi dan Waktu
Kegiatan penelitian dilakukan di Cluster Perumahan Northridge Sentul City,
Bogor Jawa Barat (Gambar 1). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Juli
2013. Pengamatan burung dilakukan pada saat cuaca cerah dan tidak mendung
mulai pukul 06.00-17.30.

Gambar 1

Peta Cluster Northridge di Sentul City
Obyek dan Alat

Objek penelitian adalah jenis burung-burung liar dan vegetasi. Alat-alat
yang digunakan selama penelitian ini adalah peta kerja Sentul City, binokuler,
kamera digital, GPS (Global Positioning System), alat tulis, tally sheet, meteran,

3
arloji, tape recorder, buku lapang: Pengenalan Jenis Burung di Sumatera, Jawa,
Bali dan Kalimantan oleh MacKinnon et al. (2010).
Metode Pengumpulan Data
Pengambilan data jenis burung denganmembagi wilayah perumahan
Northridge menjadi lima jalur berdasarkan jalan setapak atau jalan yang sudah ada
dan biasa dilewati orang yaitu Jalan Bukit Permata 1 (Jalur 1), Jalan Bukit
Permata 2 (Jalur 2), Jalan Bukit Sentul (Jalur 3), Jalan Telaga Indah (Jalur 4) dan
Jalan Bukit Hambalang (Jalur 5). Lima jalur tersebut diobservasi selama dua
minggu untuk mengambil data jenis burung pada pukul 06.30 hingga 17.30 WIB
dengan metode penjelajahan. Setelah dilakukan observasi terhadap jalur, maka
dilakukan pemilihan jalur yang potensial untuk dijadikan jalur wisata
birdwatching. Pemilihan jalur ini berdasarkan sebaran spasial jumlah jenis burung
yang banyak, keberadaan burung yang unik atau khas, mudah dilalui pengunjung
dan tidak membahayakan pengunjung (Berkmuller 1981).
Jika jalur potensial sudah terpilih, maka dilakukan pengamatan lebih detail
dengan mengambil data jenis burung, jumlah burung, frekuensi pertemuan jenis
setiap jam, sebaran vertikal dan habitat burung dengan metode penjelajahan.
Pengamatan ini dilakukan pada pagi hari pukul 06.30 WIB hingga 17.30 WIB.
Sebaran spasial didapatkan dengan cara menjelajah jalur yang sudah terpilih
menjadi lokasi wisata birdwatching. Pada saat pengamatan, pengambilan data ini
dilakukan dengan mencatat jenis burung yang ditemukan beserta waktu
penemuannya. Sebaran spasial burung-burung di sepanjang jalur, didapatkan
dengan memplotkan setiap lokasi penemuan jenis burung dengan GPS.
Pengambilan data penyebaran vertikal dilaksanakan dengan melihat
penempatan ruang burung untuk beraktivitas dengan pembagian strata tajuk
mengacu pada van Balen (1984) (Tabel 1). Peralatan yang digunakan adalah
binokuler 8x50, pengukur waktu, buku panduan pengenalan spesies burung
(MacKinnon et al. 2010) dan kamera.
Tabel 1 Pembagian strata burung secara vertikal (van Balen 1984)
No.
Kriteria
Ketinggian (m)
1
Strata E ( lantai hutan/tanah)
0.00-0.15
2
Strata D (semak-semak rendah dan sedang)
0.15–1.80
3
Strata C (semak-semak tinggi)
1.80–4.50
4
Strata B (pohon dibawah tajuk)
4.50–15.00
5
Strata A (pohon diatas tajuk)
>15.00

Jenis burung potensial yang dijadikan objek wisata birwatching dipilih
berdasarkan warna bulu-bulu penutup tubuh dan suara yang indah dengan
berbagai macam aktivitas yang menarik yang dilakukan seperti bermigrasi
(MacKinnon et al 2010).

4
Analisis Data
Indeks kesamaan komunitas burung (IS)
Kesamaan komunitas burung antar lokasi penelitian dianalisis dengan
Indeks Kesamaan Jenis (IS) menurut Jaccard (1901) yang diacu dalam van Balen
(1984), dengan rumus:
IS = c
a+b+c
Keterangan:
a = Jumlah jenis yang hanya terdapat di lokasi 1
b = Jumlah jenis yang hanya terdapat di lokasi 2
c = Jumlah yang terdapat di lokasi 1 dan 2
Selain itu, untuk melihat perbedaan komposisi jenis burung pada lokasi
penelitian, Indeks Kesamaan Jenis (IS) digambarkan dalam sebuah dendrogram
yang dianalisis menggunakan software Minitab versi 16.
Peluang melihat dan tingkat pertemuan jenis
Peluang melihat burung setiap jamnya digunakan untuk melihat tingkat
kemudahan perjumpaan dengan jenis burung. Peluang melihat suatu jenis dihitung
melalui rumus:
Peluang melihat/jam = ∑ pertemuan setiap jenis
Unit waktu
Tingkat pertemuan jenis burung setiap jalur dianalisis menurut beberapa
kategori kelimpahan yaitu jarang, tidak umum, sering, umum dan melimpah
(Tabel 2).
Tabel 2 Penggunaan tingkat pertemuan untuk memperlihatkan skala urutan
kelimpahan sederhana (Bibby 2000 et al. yang telah dimodifikasi)
Kategori Kelimpahan
Nilai
Skala urutan
( ∑ individu per 10 jampengamatan)
Kelimpahan
< 0,5
1
Jarang
0,5-2,0
2
Tidak umum
2,1-4,0
3
Sering
4,1-6,0
4
Umum
>6
5
Melimpah
Untuk menentukan kelimpahan relatif dengan menghitung tingkat
pertemuan setiap jenis dengan membagi jumlah burung yang tercatat dengan
jumlah jam pengamatan, yang memberikan hasil jumlah burung per jam untuk
setiap jenis.
Kategori kelimpahan = ∑ Individu setiap jenis
Unit waktu

5
Penyebaran spasial burung
Data burung dikelompokkan menurut habitat utamanya yaitu burung hutan
(forest birds), burung hutan terbuka (open woodland birds) dan burung lahan
budidaya (birds of the cultivated area) (van Balen et al. 1986).
Data mengenai sebaran spasial ditampilkan dalam bentuk peta dengan
menggunakan software ArcGIS dan Photoshop CS 7. Hasil penyebaran burung
disajikan secara deskriptif, yang meliputi penyebaran baik menurut lokasi maupun
menurut waktu. Setelah mengetahui data-data diatas, maka dibuat jalur wisata
birdwatching yaitu wisata berjalan kaki dan berkuda.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Kekayaan Jenis Burung
Jumlah jenis burung yang tercatat selama penelitian adalah 36 jenis burung
yang terdiri dari 21 suku.Setiap jalur pada Cluster perumahan ini memiliki
perbedaan jumlah jenisdan keanekaragaman jenis burungnya (Tabel 3).
Jumlah jenis burung terbanyak ditemukan pada jalur 4 yaitu 34 jenis. Jenis
burung yang banyak ditemukan pada jalur ini merupakan jenis burung hutan dan
jenis burung yang berada di perairan. Burung hutan banyak yang berukuran kecil
dan sulit terlihat secara langsung namun dapat dikenali lewat suara khasnya,
seperti cipoh kacat (Aegithina tiphia), wiwik uncuing (Cacomantis sepulcralis)
dan sepah kecil (Pericrocotus cinnamomeus). Burung perairan yang ada pada jalur
ini adalah kowak-malam abu (Nycticorax nycticorax), raja-udang meninting
(Alcedo meninting) dan pecuk-ular asia (Anhinga melanogaster). Burung hutan
biasanya terlihat di strata atas A pada ketinggian > 15 m dan strata B pada
ketingggian 4,50 m - 15 m, yang sebagian besar merupakan burung pemakan
serangga. Kelompok ini memilih lokasi habitat berupa hutan dengan vegetasi yang
relatif tertutup dengan tajuk pepohonan yang cukup tinggi.
Jumlah jenis burung terendah ditemukan pada jalur 1 yaitu 16 jenis. Jenis
burung yang ditemukan pada jalur ini merupakan jenis burung yang biasa terlihat
di pekarangan rumah seperti burung-madu sriganti (Nectarinia jugularis) dan
burung-gereja erasia (Passer montanus) serta jenis burung yang berada di hutan
terbuka seperti wiwik kelabu (Cacomantis merulinus).
Tabel 3 Kekayaan jenis burung pada 5 jalur di Cluster Northridge
Jalur
Jumlah Jenis
Jumlah Suku
1
16
13
2
21
15
3
23
16
4
34
22
5
17
13

6
Penyebaran Jenis Burung pada Tiap Jalur
Sebelas jenis burung yang dapat ditemukan pada semua jalur diantaranya
tekukur biasa (Streptopelia chinensis), bubut alang-alang (Centropus
bengalensis), wiwik uncuing, walet linchi (Collocalia linchi), cekakak sungai
(Halcyon chloris), caladi ulam (Dendrocopos macei), cucak kutilang (Pycnonotus
aurigaster), burung-madu sriganti, bondol jawa (Lonchura leucogastroides) dan
bondol peking (Lonchura punctulata).
Walet linchi, caladi ulam, cipoh kacat dan cucak kutilang memiliki sebaran
yang banyak di semua jalur. Burung walet linchi terlihat terbang mencari pakan
serangga di setiap jenis vegetasi sedangkan caladi ulam ditemukan sedang
mematuk di batang kayu akasia yang sudah melapuk.
Cucak kutilang dan cipoh kacat juga ditemukan sedang memakan serangga
dan ulat di pepohonan. Pepohonan yang tersebar merata di seluruh jalur
pengamatan adalah pohon akasia (Acacia mangium), pohon pinus (Pinus
merkusii), pohon gmelina (Gmelina sp.), pohon sengon (Falcataria moluccana),
pohon kemlandingan (Leucaena glauca), pohon bintaro (Cerbera manghas),
kelapa sawit (Elaeis guineensis), palem raja (Roystonea regia) dan pohon bunga
kupu-kupu (Bauhinia purpurea).
Tekukur biasa yang memiliki kategori kelimpahan 2,0 dengan skala tidak
umum ditemukan sedang berjalan di jalan aspal dan terbang berpasangan. Bubut
alang-alang juga yang memiliki kategori kelimpahan 2,1 dengan skala tidak
umum ditemukan sedang terbang diantara alang-alang dan terdengar bersuara di
dalam alang-alang serta semak belukar.
Burung-madu sriganti yang memiliki kategori kelimpahan 2,3 dengan skala
sering ditemukan sedang menghisap bunga dan bersuara berisik di ranting pohon.
Bondol jawa dan bondol peking memiliki kategori kelimpahan 1,8 dan 2,0 dengan
skala tidak umum, terlihat berkelompok dan tengger di padang alang-alang. Selain
itu, cekakak sungai yang memiliki kategori kelimpahan 2,0 dengan skala tidak
umum terlihat sedang bertengger di pohon kering dan terbang berpasangan sambil
mengeluarkan suara.
Indeks Kesamaan Komunita Burung (IS)
Indeks Kesamaan Komunitas Burung (IS) digunakan untuk melihat tingkat
kesamaan komunitas burung pada beberapa jalur di lokasi penelitian. Indeks
kesamaan ini juga akan digunakan untuk menunjukkan jalur yang potensial untuk
kegiatan wisata birdwatching.

Similarity

63,56

75,71

87,85

100,00
1

2

3
Variables

5

4

Gambar 2 Dendrogram indeks kesamaan komunitas burung

7
Lokasi penelitian dengan kesamaan komunitas burung tertinggi adalah jalur
1 dengan jalur 2 (IS= 0,81) sedangkan lokasi penelitian dengan kesamaan
komunitas burung terendah adalah jalur 4 dengan jalur 5 (IS= 0,47). Selain dapat
dilihat dari nilai IS, tingkat kesamaan komunitas burung juga dapat dilihat dari
hubungan tiap jalur yang ditunjukkan dalam dendrogram (Gambar 2). Menurut
hasil dendrogram dapat dijelaskan bahwa jenis burung yang terdapat pada jalur 4
memiliki keunikan atau kekhasan dibandingkan jenis burung yang ada pada jalur
1, 2, 3 dan 5.
Jalur Potensial untuk Wisata Birdwatching
Jalur dikatakan potensial jika memiliki atraksi yang menonjol seperti
keberadaaan burung unik atau khas dan keanekaragaman burung tertinggi. Jalan
Telaga Indah memiliki jumlah jenis burung tertinggi dan beberapa burung yang
unik atau khas yaitu cekakak sungai, cekakak jawa (Halcyon cyanoventris), sepah
kecil. Jalur yang digunakan untuk kegiatan birdwatching harus disesuaikan
dengan waktu, cuaca dan perilaku harian burung. Berikut ini adalah sebaran
temporal keanekaragaman burung dan burung unik atau khas:

waktu

Sebaran temporal
Waktu pengamatan yang baik untuk melihat jumlah jenis burung paling
tinggi pada pukul 09.45-10.45 WIB (Gambar 3).
16.30-17.30
15.30-16.30
14.30-15.30
13.30-14.30
12.30-13.30
11.30-12.30
10.30-11.30
09.30-10.30
08.30-09.30
07.30-08.30
06.30-07.30

18
19
20
22
21
18
25
23
19
19
18
0

5

10

15

20

25

30 jenis burung

Gambar 3 Keanekaragaman jenis burung di Jalan Telaga Indah
Jenis-jenis yang bisa didapatkan pada waktu tersebut adalah kareo padi,
tekukur biasa, bubut alang-alang, kedasi hitam, wiwik kelabu, wiwik lurik, walet
linchi linci, cekakak jawa, raja-udang meninting, caladi ulam, sepah kecil, jingjing
batu, cipoh kacat, cucak kutilang, pelanduk semak, cinenen jawa (Gambar 7).
Sebaran temporal burung unik atau khas
Cekakak sungai (Halcyon chloris)
Waktu pengamatan burung cekakaksungai pada pukul 07.30-08.30 WIB dan
09.30-10.30 WIB (Gambar 4). Kategori kelimpahan burung cekakak sungai pada
pagi hari sebesar 1,2 dengan skala urutan tidak umum ditemui namun peluang
melihat/jam sebesar 100%. Cekakak sungai terlihat sedang terbang di sekitar
danau dan bertengger di pohon kering pada strata B (4,50 m ke atas).

waktu

8

16.30-17.30
15.30-16.30
14.30-15.30
13.30-14.30
12.30-13.30
11.30-12.30
10.30-11.30
09.30-10.30
08.30-09.30
07.30-08.30
06.30-07.30

5
5
1
6
5
6
10
12
10
12
5
0

2

4

6

8

10

12

14

frekuensi

Gambar 4 Frekuensi pertemuan cekakak sungai di Jalan Telaga Indah

waktu

Cekakak jawa (Halcyon cyanoventris)
Waktu pengamatan burung cekakak jawa pada pukul 09.30-10.30 WIB
(Gambar 5). Kategori kelimpahan burung cekakak jawa pada pagi hari sebesar 1,2
dengan skala urutan tidak umum ditemui namum peluang melihat/jam sebesar
100%. Cekakak jawa terlihat sedang terbang di atas danau dan bertengger di
pohon gmelina pada strata B (4,50 m ke atas).
16.30-17.30
15.30-16.30
14.30-15.30
13.30-14.30
12.30-13.30
11.30-12.30
10.30-11.30
09.30-10.30
08.30-09.30
07.30-08.30
06.30-07.30

2
1
1
1
0
0
1
4
2
2
1
0

1

2

3

4

5 frekuensi

Gambar 5 Frekuensi pertemuan cekakak jawa di Jalan Telaga Indah
Sepah kecil (Pericrocotus cinnamomeus)
Waktu pengamatan burung sepah kecil yang baik pada pukul 08.30-09.30
WIB dan 14.30-15.30 WIB (Gambar 6). Kategori kelimpahan burung sepah kecil
pada pagi hari sebesar 0,4 dengan skala urutan tidak umum ditemui dan peluang
melihat/jam sebesar 50 % sedangkan kategori kelimpahan burung sepah kecil
pada sore hari sebesar 0,8 dengan skala urutan tidak umum ditemui dan peluang
melihat/jam sebesar 100 %. Sepah kecil terlihat sedang terbang bersama
kelompoknya di pohon sengon pada strata A dan B.

waktu

9
16.30-17.30
15.30-16.30
14.30-15.30
13.30-14.30
12.30-13.30
11.30-12.30
10.30-11.30
09.30-10.30
08.30-09.30
07.30-08.30
06.30-07.30

2
3
4
0
0
0
2
0
4
0
0
0

1

2

3

4

5 frekuensi

Gambar 6 Frekuensi pertemuan sepah kecil di Jalan Telaga Indah
Tingkat Pertemuan Jenis Burung di Jalan Telaga Indah
Tingkat pertemuan jenis menggambarkan mudah atau tidaknya suatu jenis
burung ditemui pada suatu jalur yang akan digunakan untuk wisata birdwatching.
Kategori kelimpahan terbesar adalah cucak kutilang sebesar 6,0 sedangkan
kelimpahan terkecil adalah cinenen jawa (Orthotomus sepium), cabai jawa
(Dicaeum trochileum), dan pecuk-ular asia sebesar 0,1. Jenis lain yang memiliki
peluang melihat/jam 100% tetapi tidak dalam kelimpahan yang besar sehingga
termasuk kategori tidak umum adalah cekakak sungai, caladi ulam, kowak-malam
abu, kekep babi (Artamus leucorhynchus ) dan burung-madu sriganti (Tabel 4).
Tabel 4 Tingkat pertemuan jenis burung-burung di Jalur 4 (Jalan Telaga Indah)
pada pengamatan dari pagi hari hingga sore hari
No
Nama jenis
∑ ind Kategori
Skala urutan
Peluang
kelimpahan
melihat/jam (%)
1 Cucak kutilang
60
6,0
Umum
100
2 Walet linchi
55
5,5
Umum
100
3 Caladi ulam
30
3,0
Sering
100
4 Kowak-malam abu
29
2,9
Sering
100
5 Cipoh kacat
28
2,8
Sering
82
6 Kekep babi
25
2,5
Sering
100
7 Wiwik kelabu
23
2,3
Sering
91
8 Burung-madu sriganti
23
2,3
Sering
100
9 Cekakak jawa
21
2,1
Tidak umum
82
10 Cekakak sungai
20
2,0
Tidak umum
100
11 Cinenen jawa
16
1,6
Tidak umum
36
12 Cabai jawa
16
1,6
Tidak umum
73
13 Pecuk-ular asia
16
1,6
Tidak umum
36
Jalur Wisata Birdwatching di Cluster Northridge
Wisata birdwatching dapat terlaksana dengan baik apabila pihak pengelola
mampu mempersiapkan kegiatan ini dengan baik. Persiapan yang baik dapat
menarik minat pengunjung untuk mengikuti wisata birdwatching. Persiapan
awalnya berupa pembuatan jalur wisata birdwatching pendek dan panjang.

10
Jalur wisata pendek
Jalur wisata pendek ditawarkan dengan berjalan kaki dan kecepatan
berjalannya 0,4 m/s. Waktu pengamatan selama 2 jam dengan panjang jalur
pengamatan 2,3 km. Birdwatcher melewati 5 spot pengamatan dan diberikan
waktu 4 menit untuk mengamati burung di setiap spot. Spot pengamatan yang
akan dilewati terdiri dari burung hutan terbuka, aktivitas berkelompok,burung
gedung-perumahan, burung pekarangan, kelompok burung kekep babi, burung
perairan dan burung sepah kecil.
Jalur wisata pendek merupakan gabungan Jalan Bukit Permata 1 (Jalur 1),
Jalan Bukit Permata 2 (Jalur 2) dan Jalan Bukit Hambalang (Jalur 5) (Gambar 8).
Kondisi jalur ini aman dilewati karena jalannya sudah diaspal dan tidak licin.
Jalan Bukit Permata 1 merupakan jalur utama kendaraan dan padat perumahan.
Vegetasi yang ada pada jalur ini adalah pohon akasia, pohon sengon, pohon pinus
dan pohon gmelina. Jenis burung yang mudah ditemui adalah caladi ulam, cipoh
kacat, cucak kutilang, burung-gereja asia, tekukur biasa dan walet linchi
Jalan Bukit Permata 2 merupakan jalur yang biasa dilewati kendaraan dan
bangunan masih sedikit. Vegetasi yang ada berupa pohon gmelina, pohon pinus,
pohon kemlandingan dan padang alang-alang. Jenis burung yang mudah ditemui
adalah bubut alang-alang, pelanduk semak (Malacocincla sepiarium), burungmadu sriganti, walet linchi, cekakak sungai, bondol jawa dan bondol peking.
Jalan Bukit Hambalang merupakan jalur yang biasa dilewati kendaraan,
banyak rumah dan pembangunan. Vegetasi yang ada berupa pohon akasia, pohon
kemlandingan, pohon pinus dan padang alang-alang. Jenis burung yang mudah
ditemui adalah burung-gereja erasia, walet linchi, cinenen pisang (Orthotomus
sutorius), bentet kelabu (Lanius schach) dan cabai jawa.
Jalur wisata panjang
Jalur wisata panjang ditawarkan dengan berkuda dan kecepatan berkudanya
0,8 m/s. Waktu pengamatan selama 1 jam 30 menit dengan panjang jalur 2,8 km.
Birdwatcher melewati 7 spot pengamatan dan diberikan waktu 3 menit untuk
mengamati burung di setiap spot. Pemberhentian paling lama di spot danau
selama 13 menit. Spot pengamatan tersebut terdiri dari burung hutan terbuka,
aktivitas berkelompok, burung gedung-perumahan, burung pekarangan, kelompok
burung kekep babi, burung perairan dan burung sepah kecil.
Jalur wisata panjang merupakan gabungan Jalan Bukit Permata 1 (Jalur 1),
Jalan Bukit Permata 2 (Jalur 2) dan Jalan Telaga Indah (Jalur 4) (Gambar 9). Jalan
Bukit Permata 1 dan 2 memiliki tipe habitat dan jenis vegetasi yang sama.
Jalan Telaga Indah merupakan jalur yang jarang dilewati kendaraan dan
sedikit rumah. Jalur ini menarik untuk dikembangkan menjadi jalur interpretasi
wisata birdwatching karena selain jalur utama wisata berkuda, jalur ini memiliki
potensi obyek wisata lainnya berupa pemandangan Golf Mediterania I,
pemandangan danau, keberadaan hutan sekunder yang padat dan keberadaan
burung unik atau khas.

Gambar 7 Peta pertemuan jenis burung di Jalan Telaga Indah

11

12

Gambar 8 Jalur wisata birdwatching pendek di Jalan Bukit Permata 1, Jalan Bukit Permata 2 dan Jalan Bukit Hambalang

13

Gambar 9 Jalur wisata birdwatching panjang di Jalan Bukit Permata 1, Jalan Bukit Permata 2 dan Jalan Telaga Indah

14
Pembahasan
Kekayaan Jenis Burung
Jumlah jenis burung yang ditemukan selama penelitian ini tidak berbeda
jauh dengan jumlah jenis burung yang dilaporkan dari hasil penelitian sebelumnya.
Jenis-jenis burung yang tercatat di Cluster ini adalah burung-burung dengan
tipikal jenis yang hidup di perkotaan (Darajat 2002).
Asmoro (2012) mencatat terdapat 33 jenis burung dari 21 suku di Cluster
perumahan ini. Ada tiga jenis burung yang pernah tercatat dalam penelitian
sebelumnya yang tidak dijumpai lagi dalam penelitian ini yaitu tepus gelagah
(Timalia pileata), kapasan kemiri (Lalage nigra) dan alap-alap sapi (Falco
moluccensis). Hilangnya beberapa jenis burung disebabkan oleh adanya perburuan
oleh masyarakat. Primarck et al. (1998) menyatakan bahwa salah satu ancaman
utama terhadap keanekaragaman hayati yang disebabkan oleh kegiatan manusia
adalah perburuan dan penggunaan spesies yang berlebihan untuk kepentingan
manusia.
Penyebaran Spasial dan Temporal Burung
Jenis burung yang paling banyak ditemukan dan terdapat di semua jalur
adalah cucak kutilang. Ontario et al. (1990) menyatakan jenis-jenis yang memiliki
nilai kelimpahan relatif tinggi dan merata pada penelitiannya di sekitar kawasan
permukiman Bogor dan Jakarta antara lain cucak kutilang, walet linchi, cinenen
kelabu, perenjak jawa (Prinia familiaris), cabai jawa, kacamata biasa (Zosterops
palpebrosus), gereja eurasia dan bondol jawa.
Jumlah jenis burung terbanyak ditemukan pada Jalan Telaga Indah (Jalur 4)
karena lahan terbangun yang masih sedikit dan kondisi lahan terbuka yang
menyerupai hutan sekunder. Adanya vegetasi yang beragam dan berstrata, akan
lebih banyak dijumpai jenis burung, khususnya jika terdapat tanaman yang
produktif (berbunga, berbuah dan berbiji). Tipathi dan Singh (2009) menyebutkan
bahwa keanekaragaman jenis burung berhubungan dengan struktur vegetasi dan
strata vegetasi. Maka dari itu, semakin tinggi kekayaan jenis dan strata vegetasi
maka semakin tinggi pula keanekaragaman jenis burungnya.
Jumlah jenis burung paling sedikit terdapat pada Jalan Bukit Permata 1
(Jalur 1). Jalur ini merupakan jalur utama kendaraan, banyak pembangunan di
kanan kiri jalan dan homogenitas vegetasinya tinggi yaitu berupa pinus dan
sengon. Setiawan et al. (2006) menjelaskan bahwa keanekaragaman jenis burung
di hutan kota berkorelasi positif dengan keanekaragaman jenis pohon. Selain itu,
Welty (1982) menyebutkan bahwa penurunan keanekaragaman burung-burung
disebabkan oleh faktor langsung dan tidak langsung, faktor langsung seperti
perburuan liar, perdagangan (dalam maupun luar negeri) dan faktor tidak langsung
seperti berkurangnya habitat burung tertutama tempat mencari makan dan
bersarang (pembangunan rumah). Maka dari itu, keanekaragaman jenis pohon
yang rendah dan gangguan yang tinggi menyebabkan jumlah jenis burung yang
ditemukan pada jalur ini tidak terlalu banyak dibandingkan dengan Jalan Telaga
Indah (Jalur 4).
Berdasarkan hasil penelitian, perjumpaan jenis terbanyak atau paling efektif
adalah pada pukul 07.00-10.00 WIB dan pukul 15.00-18.00 WIB. Menurut Bibby

15
et al. (2000) puncak aktivitas burung terjadi pada pagi hari dan menjelang malam
hari, sedangkan menjelang tengah hari banyak gerakan yang berkurang.
Indeks Kesamaan Jenis Burung
Relatif tingginya indeks kesamaan komunitas burung antara Jalan Bukit
Permata 1 (Jalur 1) dengan Jalan Bukit Permata 2 (Jalur 2) (ISJ= 0,81) karena
keberadaan jalur ini sangat dekat dan memiliki tipe habitat yang sama yaitu tipe
pekarangan rumah dan hutan sekunder. Hal tersebut memperbesar kemungkinan
lalu lalang burung antara kedua habitat. Jalan Telaga Indah (Jalur 4) dan Jalan
Bukit Hambalang (Jalur 5) memiliki IS yang paling rendah (IS= 0,47) karena
keberadaan jalur yang berjauhan dan tipe habitatnya berbeda yaitu hutan sekunder
dan padang alang-alang.
Potensi Wisata Birdwatching di Cluster Northridge
Cluster Northridge merupakan tipe perumahan yang memiliki luas wilayah
terbesar dibandingkan Cluster lainnya yaitu sebesar 138 ha luas. Cluster ini masih
banyak terdapat lahan-lahan kosong yang ditumbuhi oleh vegetasi liar dan semak
belukar. Vegetasi yang terdapat di Cluster ini seperti pinus merkusi (Pinus
merkusii), akasia (Acacia mangium), bintaro (Cerbera manghas) dan sengon
(Falcatariamoluccana) dengan ketinggian antara 8-18 meter (Asmoro 2012).
Mulyani dan Pakpahan (1993) menyatakan bahwa ruang terbuka hijau selain
berfungsi sebagai “paru-paru kota”, diharapkan mampu memberikan fungsi
perlindungan (refuge) dan dapat menggantikan habitat alami burung. Selain itu,
Ontario et al. (1990) menyatakan bahwa daerah permukiman di perkotaan dapat
menjadi habitat bagi berbagai jenis burung.
Pemandangan yang hijau dengan keberadaan danau didalamnya dapat
menarik minat pengunjung untuk berwisata kesini. Selain itu, Cluster ini
merupakan salah satu wilayah residence yang sering digunakan untuk kegiatan
wisata dan berbagai macam acara, diantaranya wisata berkuda, wisata outbond,
acara bersepeda masal, gathering perusahaan, piknik keluarga dan lain-lain.
Cluster Northridge juga memiliki jumlah jenis burung tertinggi
dibandingkan Cluster lainnya. Burung liar ini bisa dijadikan objek daya tarik
wisata bagi para pengunjung, namun sulit ditemuinya satwa yang khas dan
dilindungi bisa membuat minat berkunjung rendah. MacKinnon et al. (2010)
menyatakan salah satu alasan yang mendukung bahwa suatu kawasan menarik
dikunjungi, yaitu jika kawasan tersebut memiliki atraksi yang menonjol, misalnya
satwa liar yang menarik atau khas untuk tempat tertentu.
Kegiatan birdwatching menjadi salah satu teknik pendidikan konservasi
yang dikembangkan di Indonesia sejak kira-kira sepuluh tahun terakhir (Ditjen
PHKA 2010). Kegiatan birdwatching ini adalah cara terbaik sebagai media
penyadartahuan tentang pentingnya konservasi burung di alam.
Fenomena yang cukup menarik seperti aktivitas “flocking” atau
berkelompoknya burung dalam jumlah besar juga bisa menarik minat berkunjung.
Fenomena ini ditemui di beberapa jalur, seperti Jalan Bukit Permata 1 (Jalur 1)
yaitu burung walet linchi sarang hitam, walet linchi, layang-layang api (Hirundo
rustica) dan layang-layang batu (Hirundo tahitica), Jalan Bukit Permata 2 (Jalur
2) yaitu burung sepah kecil dan cipoh kacat, Jalan Bukit Sentul (Jalur 3) yaitu
burung walet linchi dan kekep babi, Jalan Telaga Indah (Jalur 4) yaitu burung

16
kowak malam kelabu dan cekakak sungai. Welty (1982) menjelaskan bahwa
fenomena bergabungnya burung dalam formasi atau bisa juga disebut flocks
merupakan strategi dalam proses pencarian pakan. Keuntungan dari flocking
adalah untuk melindungi kelompok dalam menghadapi predator, kerjasama dalam
mencari dan mendapatkan pakan serta untuk berkumpul.
Jalan Telaga Indah (Jalur 4) dipilih sebagai jalur yang paling potensial untuk
dijadikan kegiatan wisata birdwatching. Hal ini dikarenakan, semua jenis burung
yang berada pada Jalan Bukit Permata 1 (Jalur 1), Jalan Bukit Permata 2 (Jalur 2),
Jalan Bukit Sentul (Jalur 3) dan Jalan Bukit Hambalang (Jalur 5) ternyata dapat
ditemukan pada Jalan Telaga Indah (Jalur 4). Jalan Telaga Indah memiliki tipe
ekosistem yang lengkap dibandingkan jalur lainnya. Tipe ekosistem yang ada
yaitu ekosistem perairan berupa danau dan ekosistem hutan sekunder. Keragaman
habitat dan kekayaan jenis vegetasi juga turut mempengaruhi komposisi dan
kekayaan burung sehingga semakin beragam suatu habitat maka semakin tinggi
pula kekayaan burung yang ada di dalamnya (van Helvoort 1981; Fachrul 2007).
Burung Unik dan Khas
Glowinski (2008) mengartikan “birdwatching” sebagai suatu kegiatan
pengamatan, identifikasi dan pemotretan burung untuk maksud rekreasi. Wisata
birdwatching merupakan salah satu bentuk wisata yang mengandung unsur
petualangan, pendidikan dan penelitian. Aktivitas yang dapat dilakukan selama
kegiatan wisata birdwatching antara lain mengamati burung serta tingkah lakunya,
baik hanya mengamati beberapa kelompok burung tertentu ataupun menikmati
berbagai jenis burung yang ditemui (Mulyani dan Pakpahan 1993).
Burung merupakan subyek yang mengesankan dan berada disemua habitat.
Banyak diantaranya memiliki warna bulu-bulu penutup tubuh dan suara yang
indah, dengan berbagai macam aktivitas yang menarik yang dilakukan seperti
membuat sarang ataupun bermigrasi (Mac Kinnon et al. 2010). Berikut adalah
jenis burung unik yang dapat ditemukan di Jalan Telaga Indah (Gambar 10).

(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 10 Burung unik (a) cekakak sungai, (b) cekakak jawa, (c) sepah kecil, (d)
kowak-malam abu
Cekakak sungai dipilih karena termasuk jenis yang dilindungi oleh
Pemerintah Indonesia (Undang-undang No. 5 tahun 1990 dan Peraturan
Pemerintah No. 7 Tahun 1999). Nilai estetika cekakak sungai adalah keindahan
bulunya dengan perpaduan warna biru dan putih,mahkota, sayap, punggung dan
ekor biru kehijauan berkilau terang serta terdapat setrip hitam melewati mata,
kekang putih sedangkan kerah dan tubuh bagian bawah putih bersih. Cekakak

17
sungai sering ditemukan di daerah terbuka dan danau. Burung ini biasa bertengger
pada pohon. Suaranya sangat ribut sepanjang hari (MacKinnon et al. 2010).
Cekakak jawa dipilih karena termasuk jenis yang dilindungi oleh Pemerintah
Indonesia (Undang-undang No. 5 tahun 1990 dan Peraturan Pemerintah No. 7
Tahun 1999). Cekakak jawa juga merupakan salah satu jenis endemik di pulau
Jawa.Di Jawa, burung ini berada pada ketinggian diatas 1000 mdpl. Nilai estetika
cekakak jawa yaitu memiliki bulu dengan warna beragam. Kepala coklat tua
sedangkan perut dan punggungnya berwarna biru ungu, penutup sayap hitam dan
bulu terbang biru terang.Bercak putih pada sayap terlihat sewaktu terbang, atraksi
ini sangat menarik untuk diamati. Cekakak jawa akan terlihat terbang bolak-balik
hinggap pada berbagai vegetasi atau ranting mati (MacKinnon et al. 2010).
Cekakak jawa sering terlihat menggunakan vegetasi yang tinggi atau ranting pada
puncak pohon yang sudah mati. Cekakak jawa dapat ditemui di sekitar danau.
Nilai estetika sepah kecil yaitu memiliki perpaduan warna abu-abu, merah,
dan hitam. Perbedaannya dengan burung sepah lain adalah kepala dan mantel
jantan abu-abu serta tubuh bagian bawah betina keputih-putihan dan lebih buram.
Sepah kecil ini jika terbang sangat menarik untuk dilihat karena warna orange
menyala pada tubuhnya terlihat indah. Burung sepah kecil lebih menyukai hutan
terbuka, tanah pertanian, dan pedesaan. Burung ini terbang dalam kelompok kecil
yang aktif dan ribut, mencari makan di puncak pohon-pohon yang tinggi
(MacKinnon et al. 2010)
Pada saat dewasa, burung kowak malam abu memiliki mahkota hitam,
leher dan dada putih, dua bulu panjang tipis terjuntai dari tengkuk yang putih,
punggung hitam, sayap dan ekor abu-abu. Ukuran burung betina lebih kecil
daripada jantan. Pada masa remaja, tubuhnya coklat bercoretan dan berbintikbintik. Burung ini senang beristirahat di atas pohon pada siang hari dan bersarang
di dalam koloni yang ribut di pohon, biasanya di atas air. Kebiasaan burung ini
adalah berputar-putar di atas tempat istirahat sambil mengeluarkan suara kuakan
parau sebelum keluar mencari makan pada waktu senja. Pada malam hari, burung
ini mencari makan di sawah, padang rumput, dan pinggir sungai (MacKinnon et al.
2010).
Rekomendasi Wisata Birdwatching
Sentul City sebagai kawasan permukiman yang terus berkembang sarana
dan prasarananya akan memberikan dampak bagi keberadaan satwaliar. Seperti
yang diungkapkan Hernowo dan Prasetyo (1989) bahwa pembangunan
infrastruktur dapat mempengaruhi jumlah individu serta jenis satwaliar termasuk
burung. Sebagai contoh, saat ini luasan areal terbuka yang menjadi habitat burung
semakin berkurang.Sebagai kawasan permukiman yang mengusung konsep EcoCity, sudah seharusnya perhatian terhadap ekosistem untuk eksistensi satwa liar
khususnya burung menjadi bagian dari pengelolaan Sentul City.
Upaya pengelolaan kawasan Sentul City yang sejalan dengan kelestarian
berbagai jenis burung dapat dilakukan seperti pengembangan kegiatan wisata
birdwatching. Kegiatan wisata pengamatan burung (birdwatching) sebagai salah
satu kegiatan ekowisata adalah perjalanan ke alam bebas dengan penekanan pada
apresiasi manusia pada keindahan burung yang hidup bebas di habitatnya, baik
akan kemerdekaan suara, keindahan bentuk dan warna tubuh, maupun keunikan
tingkah lakunya. upaya untuk mempopulerkan kegiatan wisata pengamatan

18
burung sebagai bagian dari kepedulian terhadap konservasi alam khususnya
burung (Wisnubudi 2007).
Berkmuller (1981) menyatakan bahwa cara terbaik untuk menentukan
panjang jalur wisata adalah berdasarkan atas waktu berjalan kaki. Hal ini
tergantung pada tanah lapang, jarak aktual dan orang yang berjalan di jalur
tersebut. Pengunjung biasanya mampu melakukan wisata birdwatching selama 1
dan 2 jam dengan berjalan kaki (Darajat 2002). Jalur wisata birdwatching
diperlukan untuk menarik minat pengunjung dengan tipe pengamat burung yang
generalis, artinya pengamat burung yang cenderung santai. Pengamat burung tipe
ini tidak memiliki minat khusus pada pengamatan burung sehingga mengamati
burung bukan tujuan utama, mereka cenderung melakukan perjalanan ke tempat
wisata pada hari libur dan biasanya dengan sekelompok tur (Jones dan Buckley
2001).
Pengunjung yang akan mengikuti program wisata birdwatching ini
sebaiknya melengkapi diri dengan alat yang akan digunakan untuk mengamati
burung yaitu binokuler, buku panduan (MacKinnon et al. 2010), kamera untuk
dokumentasi serta alat tulis untuk mencatat jenis burung yang ditemukan. Pakaian
yang digunakan jangan berwarna mencolok dan usahakan menggunakan pakaian
yang berwarna gelap dan membawa peta penyebaran spasial burung-burung di
Cluster ini.
Pelaksanaan wisata birdwatching dilakukan pada waktu pagi hari dan sore
hari dengan cuaca cerah. Wisata birdwatching di pagi hari lebih menarik
dilaksanakan dibandingkan pada waktu sore hari. Hal ini dikarenakan jumlah jenis
yang dapat ditemui di pagi hari lebih banyak dibandingkan pada sore hari. Selain
itu, cuaca kota Bogor yang sering hujan pada titik tertentu cukup mengganggu
pengamatan di sore hari.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1.

2.

3.

Simpulan dari penelitian ini adalah :
Cluster Northridge memiliki kekayaan jenis burung sebesar 36 jenis burung
yang terdiri dari 21 suku. Jalan Telaga Indah memiliki jumlah jenis burung
terbanyak sebesar 34 jenis sedangkan Jalan Bukit Permata 1 memiliki
jumlah jenis terendah sebesar 16 jenis.
Jalur yang potensial dikembangkan untuk wisata birdwatching adalah Jalur
4 (Jalan Telaga Indah) karena semua jenis burung yang berada di Jalur 1, 2,
3, 5 dapat ditemukan pada Jalur 4. Selain itu, jalur ini memiliki jumlah jenis
burung tertinggi dan memiliki beberapa burung yang unik atau khas yaitu
cekakak sungai, cekakak jawa, sepah kecil.
Cluster Northridge akan dibuat jalur wisata birdwatching dengan berjalan
kaki dan transportasi berkuda yang memiliki 5 dan 7 titik pengamatan

19
Saran
Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang perencanaan interpretasi jalur
wisata birdwatching di Cluster Northridge untuk pengembangan wisata yang
lebih detail. Selain itu, kegiatan ini juga diharapkan membuat pihak pengelola
mempertimbangkan pemilihan jenis tanaman yang akan ditanam di perumahan.
Jenis tanaman yang mampu memberikan nilai ekologis bagi burung sehingga
keberadaan burung tetap terjaga dan wisata birdwatching bisa terselenggara
dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA
Arifin HS, Munandar A, Arifin NHS, Pramukanto Q, Damayanti VD. 2008.
Sampoerna Hijau Kotaku Hijau Ed ke-2. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Asmoro AWT. 2012. Keanekaragaman jenis burung pada beberapa Cluster
perumahan di Sentul City, Bogor Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Berkmuller K. 1981. Guidelines and Techniques for Environmental Interpretation.
Michigan: University of Michigan.
Bibby C, Martin J, Stuart M. 2000. Teknik-Teknik Lapangan Survei Burung. Sozer
R, Nijman V, Shannaz J, penerjemah; Kartikasari SN, Shannaz J, editor.
Bogor (ID): Birdlife Indonesia Programe. Terjemahan dari: Expedition Field
Techniques: Bird Surveys.
Darajat N. 2002. Pengembangan wisata birdwatchingdi Kebun Raya Bogor
[skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
[Ditjen PHKA] Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam.
2010. Pemetaan jalur interpretasi wisata pengamatan burung di Resort Bama,
SPTNW I Bekol. Jakarta: Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan
Konservasi.
Fachrul MF. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Jakarta (ID): Bumi Aksara.
Glowinski. 2008. Bird-watching, ecotourism, and economic development: A
review of the evidence. Applied Research in Economic Development 5: 6577.
Hernowo JB, Prasetyo LB. 1989. Konsep ruang terbuka hijau di Kota sebagai
pendukung pelestarian burung. Media Konservasi 3 (2): 43-65.
Imbeau L, Desrochers A. 2002. Area sensitivity and edge avoidance: the case of
the Three-toedWoodpecker (Picoides tridactylus) in a managed forest.
Forest Ecology and Management 164: 249–256.
Jones DN, Buckley R. 2001. Birdwatching Tourism in Australia. Wildlife
Tourism Research Report No. 10, Status Assessment of Wildlife Tourism in
Australia Series. Gold Coast: CRC for Sustainable Tourism.
MacKinnon J, Phillipps K, van Balen B. 2010. Burung-burung di Sumatera, Jawa,
Bali dan Kalimantan. Rahardjaningtrah W, Adikerana A, Martodiharjo P,
Supardiyono EK, van Balen B, penerjemah; Sumandipura S, Kartikasari A,
editor. Bogor (ID): Burung Indonesia. Terjemahan dari: Fieldguide to the
Birds of Borneo, Sumatera, Java, and Bali.

20
Mulyani YA, Pakpahan A. 1993. Pemanfaatan kawasan pesisir untuk ekoturisme
“Birdwatching” [makalah]. Bogor: PPLH Center for Environmental
Research IPB.
Darajat N. 2002. Pengembangan wisata birdwatching di Kebun Raya Bogor
[skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Ontario J, Hernowo JB, Haryanto, Ekarelawan. 1990. Pola pembinaan habitat
burung di kawasan pemukiman terutama di perkotaan. Media Konservasi 3
(1): 15-28.
Primarck RB, Supriatna J, Indrawan M, Kramadibrata P. 1998. Biologi
Konservasi. Jakarta (ID): Yayasan Obor Indonesia.
Sentul City. 2008. Masterplan Sentul City. Bogor (ID): Sentul City
Setiawan A, Alikodra HS, Gunawan A dan Darnaedi D. 2006. Keanekaragaman
jenis pohon dan burung di Beberapa Areal Hutan Kota Bandar Lampung.
Jurnal Manajemen Hutan Tropika 12 (1) : 1-13
Strohbach M W , Lermana S B, WarrenaP S. 2013. Are small greening areas
enhancing bird diversity? Insights fromcommunity-driven greening projects
in Boston. Landscape and Urban Planning 114 : 69– 79
Tipathi KP, Singh B. 2009. Species diversity and vegetation structure across
various strata in natural and plantation forest in Katerniaghat wildlife
sanctuary, North India. Tropical Ecology 50 (1): 191-200.
van Balen B. 1984. Birds Counts and Bird Observation in the Neighbourhood of
Bogor. The Netherlands : Nature Conservation Dept. Agriculture University
Wageningan. Wageningen.
van Balen B, Hernowo JB, Mulyani YA, Putro HR. 1986. The bird of Darmaga.
Media Konservasi 1 (2): 1-5.
van Helvoort B. 1981. A Study of Bird Population in the Rural Ecosystem of West
Java, Indonesia a Semi Quantitave Approach. The Netherlands : Nature
Conservation Dept. Agricultural University Wageningan.
Welty JC. 1982. The Life of Bird. 3rd Edition. Philadelphia: Sounders College
Publishing.
Wisnubudi G. 2007. Birdwatching Alternatif Pemanfaatan Atraksi Ekowisata di
Taman Nasional Gunung Halimun-Salak Jawa Barat [abstrak]. Di dalam:
Seminar Nasional Burung Indonesia, Bogor 2 Juni 2007. Bogor: Kelompok
Pemerhati Burung Perenjak.

21
Lampiran 1 Tingkat pertemuan jenis burung-burung di jalur 4 (Jalan Telaga
Indah) pada pengamatan dari pagi hari hingga sore hari
No Nama jenis
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35

Cucak kutilang
Walet linchi
Caladi ulam
Kowak-malam abu
Cipoh kacat
Kekep babi
Wiwik uncuing
Burung-madu sriganti
Pelanduk topi-hitam
Cinenen pisang
Bubut alang-alang
Cekakak jawa
Cekakak sungai
Tekukur biasa
Kedasi hitam
Bondol peking
Sepah kecil
Pelanduk semak
Punai gading
Burung-gereja Erasia
Bondol jawa
Wiwik lurik
Kerak kerbau
Raja-udang meninting
Layang-layang batu
Layang-layang api
Kacamata biasa
Kareo padi
Perenjak padi
Jingjing batu
Wiwik kelabu
Bentet kelabu
Cinenen jawa
Cabai jawa
Pecuk-ular asia

∑ind Kategori
kelimpahan
60
6
55
5,5
30
3
29
2,9
28
2,8
25
2,5
23
2,3
23
2,3
22
2,2
21
2,1
21
2,1
21
2,1
20
2
20
2
20
2
20
2
20
2
19
1,9
19
1,9
18
1,8
18
1,8
18
1,8
17
1,7
17
1,7
17
1,7
17
1,7
17
1,7
17
1,7
17
1,7
17
1,7
16
1,6
16
1,6
16
1,6
16
1,6
16
1,6

Skala urutan
Sering
Sering
Tidak umum
Tidak umum
Tidak umum
Tidak umum
Tidak umum
Tidak umum
Tidak umum
Tidak umum
Tidak umum
Tidak umum
Tidak umum
Tidak u