Evaluasi Pengelolaan Lanskap Permukiman Kawasan Sentul City, Bogor

(1)

SENTUL CITY, BOGOR

LIDYA WIDIASTUTI

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012


(2)

The development of the City currently are solid with residents demanding the availability of facilities and infrastructure supporting activities and needs. The limitations of the land became one of the constraints in fulfilling it. The solution in this case is the construction of settlements on the outskirts of the city. One area of Sentul City, Bogor, which is a planned new town which has the concept of eco city. The purpose of this internship activities to evaluate of settlement landscape management in Sentul City. The method used is by following the management activities which took place by studying the implementation of administrative activities, maintenance activities, as well as monitoring and evaluation activities. This activity was carried out with survey, interviewing officials, contractors, labors, maintenance activities, observation and dissemination of the questionnaire for residents of the settlement area of Sentul City.

Processing of data is carried out by some of the qualitative analysis of the analysis of the potential and the constraints of some aspects of ecological aspects, social aspects, and management aspects, analysis of the characteristics and occupant perceptions based on questionnaire data, quantitative analysis of landscape maintenance activities consist of work capacity and HOK based on direct observation, and SWOT analysis to determine the appropriate management strategies in maintaining or improving the settlement landscape management in Sentul City. The result of this internship activities include a proposed management plan which includes organizational, schedule maintenance, labors, tools and materials, and the budgetary cost.


(3)

Sentul City, Bogor. Dibimbing oleh HADI SUSILO ARIFIN

Perkembangan kota saat ini yang padat dengan penduduk menuntut ketersediaan sarana dan prasarana yang menunjang aktivitas maupun kebutuhan. Keterbatasan lahan menjadi salah satu kendala dalam pemenuhan hal tersebut, khususnya pada perkotaan yang diakibatkan peningkatan kawasan industri, pembangunan fisik, dan pertumbuhan ekonomi (Wiradisuria 1983). Solusi dalam hal ini adalah pembangunan permukiman pada pinggiran kota. Salah satunya kawasan Sentul City, Bogor yang merupakan kota baru yang terencana yang memiliki konsep eco city. Pembangunannya sangat memperhatikan kebutuhan permukiman mencakup sarana dan prasarana memadai serta memberikan kenyamanan penghuni.

Kegiatan magang skripsi berlangsung pada minggu terakhir Februari 2012 hingga minggu terakhir bulan Mei 2012. Kegiatan ini dilakukan di Unit Lanskap dan Kebersihan, Departemen Pemeliharaan Kota, PT. Sukaputera Graha Cemerlang. Dalam pelaksanaan kegiatan magang ini mahasiswa mempelajari organisasi dan mekanisme kerja perusahaan dan berpatisipasi aktif dalam proses pemeliharaan lanskap. Pemeliharaan lanskap ini mencakup kawasan permukiman Sentul City dengan luas kawasan pemeliharaan sebesar 297 ha. Kawasan pemeliharaan ini meliputi taman yang terdapat di sepanjang jalan utama, taman lingkungan di setiap cluster, dan kawasan RTH. Kegiatan pemeliharaan ini pihak pengelola bekerjasama dengan pihak kontraktor yaitu CV. Gelar Jaya, CV Cipta Anugrah Maulita, dan PT. Makna Prakarsa Utama.

Metode pengambilan data dilakukan dengan metode survey, wawancara pihak pengelola, kontraktor, tenaga kerja, pengamatan kegiatan pemeliharaan, dan penyebaran kuisioner untuk penghuni kawasan permukiman Sentul City. Pengolahan data dilakukan dengan beberapa analisis yaitu analisis kualitatif terhadap potensi dan kendala dari beberapa aspek yaitu aspek ekologis, aspek sosial, dan aspek pengelolaan, analisis karakteristik dan persepsi penghuni berdasarkan data kuisioner, analisis kuantitatif kegiatan pemeliharaan lanskap terdiri dari kapasitas kerja dan HOK berdasarkan pengamatan langsung, dan analisis SWOT untuk menentukan strategi pengelolaan yang sesuai dalam mempertahankan atau meningkatkan pengelolaan lanskap permukiman Sentul City.

Berdasarkan analisis kualitatif diperoleh potensi dan kendala yang ada pada proses kegiatan pemeliharaan lanskap permukiman Sentul City. Potensi misalnya kegiatan pemeliharaan bermitra dengan pihak kontraktor sehingga mekanisme kerja bisa lebih baik, pengelolaan lanskap permukiman baik, dan kerjasama dengan unit maupun departemen lain baik yang menunjang kelancaran kegiatan. Kendalanya adalah kedisiplinan tenaga kerja yang kurang, jumlah tenaga kerja yang kurang, dan alat dan bahan yang dirasa belum cukup. Permasalahan yang terjadi lebih kepada desain yang kurang memperhatikan pengelolaannya. Misalnya pohon beringin yang ditanam di berm dengan kondisi akar yang menjalar berdampak pada kerusakan saluran terbuka dan jalan. Selain itu,


(4)

menghambat kegiatan pengontrolan di lapang terutama dengan keterbatasan jumlah pengawas lapang. Berdasarkan analisis karakteristik penghuni berdasarkan asal daerah diperoleh bahwa 10% penghuni berasal dari luar Jabodetabek dan 90% berasal dari Jabodetabek, berdasarkan alasan bertempat tinggal, 16,70% beralasan strategis dan lainnya dan 66,70% beralasan nyaman dan aman. Berdasarkan analisis persepsi penghuni terhadap pengelolaan yang telah berlangsung diperoleh bahwa, 66,7% pemeliharan lanskap dinilai baik, 73,33% fasilitas dinilai cukup baik, 70% kebersihan dinilai cukup baik, 60% keamanan dinilai cukup baik, dan sebanyak 73,33% aksesibilitas dinilai responden kurang baik. Berdasarkan analisis kapasitas kerja menunjukkan kinerja tenaga kerja masih dibawah standar sehingga perlu dilakukan perbaikan.

Analisis selanjutnya adalah analisis SWOT yang indikatornya diperoleh dari analisis yang telah dilakukan sebelumnya terhadap beberapa aspek yaitu aspek ekologis, aspek sosial, dan aspek pengelolaan. Indikator tersebut kemudian dianalisis dan dimasukkan ke dalam matriks SWOT sehingga menghasilkan 9 langkah strategi pengelolaan yang sesuai untuk mendukung keberlanjutan lanskap permukiman Sentul City. Langkah-langkah strategi pengelolaan tersebut adalah 1) meningkatkan pengawasan terhadap kinerja pekerja di lapang dan terhadap peluang vandalisme, 2) meningkatkan kualitas pengelolaan yang telah berlangsung, 3) meningkatkan kegiatan pengelolaan dengan bekerjasama dengan mitra kerja dalam memperbaiki kinerja menjadi lebih baik, 4) meningkatkan pendekatan sosial terhadap masyarakat sekitar, 5) menjalin hubungan kerja sama yang baik dengan berbagai pihak, 6) meningkatkan penyerapan tenaga kerja dari masyarakat sekitar dan pembinaan SDM, 7) menambah lokasi sumber air cadangan, 8) meningkatkan pengelolaan sumber daya air cadangan dan pengawasan terhadap kegiatan pemeliharaan, 9) melakukan pergantian tenaga kerja, pelatihan yang berkesinambungan untuk mengembangkan SDM, dan memberikan penghargaan kepada pekerja dengan prestasi yang telah dicapai. Strategi pengelolaan ini menjadi rekomendasi pengelolaan yang diharapkan dapat meningkatkan kegiatan pengelolaan lanskap permukiman Sentul City.

Kata Kunci: analisis SWOT, keberlanjutan, pemeliharaan lanskap, permukiman, rencana pengelolaan lanskap


(5)

LIDYA WIDIASTUTI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada

Departemen Arsitektur Lanskap

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012


(6)

Dengan ini, saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Evaluasi Pengelolaan Lanskap Permukiman Kawasan Sentul City, Bogor” adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi baik yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain, telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan pada Daftar Pustaka skripsi ini.

Bogor, Desember 2012

Lidya Widiastuti


(7)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2012 Hak cipta dilindungi undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.


(8)

Nama : Lidya Widiastuti

NRP : A44080044

Departemen : Arsitektur Lanskap

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin, M.S. NIP. 19591106 198501 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Arsitektur Lanskap

Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA. NIP. 19480912 197412 2 001


(9)

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Evaluasi Pengelolaan Lanskap Permukiman Kawasan Sentul City, Bogor dengan sebaik-baiknya. Skripsi ini merupakan hasil dari kegiatan magang di Sentul City yang penyusunannya bertujuan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana dari Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin, M.S. selaku dosen pembimbing atas bimbingan, masukan, dan arahannya selama penyusunan skripsi ini. Selain itu, terima kasih juga ditujukan kepada pihak-pihak yang telah banyak memberi motivasi, saran, dan nasehat yang sangat membantu penulis. Prof. Dr. Ir. Wahju Qamara Mugnisjah, M.Agr dan Dr. Ir. Qadarian Pramukanto, M.Si selaku dosen penguji, Vera D Damayanti, SP, M.LA selaku dosen pembimbing akademik, Ibu Prastity Handayani, Bapak Andhika Fajar, Bapak Toro, Bapak Pranawa, serta seluruh karyawan PT. Sukaputera Graha Cemerlang khususnya Departemen Pemeliharaan Kota yang telah membimbing penulis selama kegiata magang berlangsung, teman-teman Arsitektur Lanskap 45 atas semua kebersamaan dan bantuannya selama ini, seluruh teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang selalu memberi dukungan kepada penulis. Terakhir ucapan terima kasih yang tidak terlupakan kepada mama, papa, kakak, adik, dan keluarga lainnya yang telah memberikan semangat, dukungan, dan doa kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa hasil skripsi ini belum sempurna. Kritik dan saran akan penulis terima dengan tangan terbuka. Besar harapan penulis, skripsi ini dapat bermanfaat bagi Sentul City dan semua pihak yang berkepentingan.

Bogor, Desember 2012


(10)

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 15 Oktober 1990. Penulis merupakan anak keempat dari lima bersaudara dari Ayahanda Deddy Hariadi dan Ibunda Endang Pujiastuti Hartini.

Pendidikan penulis diawali pada tahun 1995 dengan menyelesaikan Taman Kanak-Kanak (TK) di TK Negeri Mexindo, Bogor pada tahun 1996. Pada tahun 2002 penulis lulus dari SDN Panaragan 1, Bogor. Kemudian pada tahun 2005 penulis menyelesaikan studi di SMP Insan Kamil, Bogor. Selanjutnya pada tahun 2008 penulis lulus dari MAN 1, Bogor.

Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2008 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) sebagai mahasiswa Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian. Selama menjalankan studi di IPB, penulis aktif menjadi pengurus Himpunan mahasiswa arsitektur lanskap (Himaskap) divisi eksternal periode 2011/2012, aktif mengikuti kepanitiaan beberapa acara yang diselenggarakan oleh Departemen Arsitektur Lanskap, dan pernah mengikuti kegiatan magang di Dinas Cipta Karya Bogor pada tahun 2011.


(11)

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latarbelakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

1.3 Manfaat ... 2

1.4 Kerangka Pikir ... 2

II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Eco City ... 4

2.2 Permukiman ... 5

2.3 Pengelolaan ... 6

2.4 Pengelolaan Lanskap ... 8

2.5 Evaluasi ... 9

III METODOLOGI ... 10

3.1 Lokasi dan Waktu Magang ... 10

3.2 Metode Magang ... 11

3.3 Tahapan Magang ... 11

IV HASIL ... 20

4.1 Analisis Situasional ... 20

4.2 Aspek Ekologis ... 27

4.2.1 Topografi ... 28

4.2.2 Tanah ... 28

4.2.3 Iklim ... 29


(12)

4.3 Aspek Sosial ... 33

4.3.1 Analisis Karakteristik Penghuni ... 34

4.3.2 Analisis Persepsi Penghuni ... 35

4.3.3 Analisis Kondisi Sosial ... 37

4.4 Aspek Pengelolaan ... 37

4.4.1 Struktur Organisasi Perusahaan ... 38

4.4.2 Pengelolaan Tenaga Kerja... 41

4.4.2.1 Perekrutan Tenaga Kerja ... 42

4.4.2.2 Waktu Kerja ... 42

4.4.2.3 Kesejahteraan Tenaga Harian ... 43

4.4.3 Koordinasi antara Pengelola dan Kontraktor ... 43

4.4.4 Jadwal Pemeliharaan ... 44

4.4.5 Alat dan Bahan ... 46

4.4.6 Keselamatan Pekerja ... 47

4.4.7 Anggaran Biaya ... 47

4.4.8 Pemeliharaan Lanskap ... 49

4.5 Analisis SWOT ... 59

4.5.1 Identifikasi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman .. 60

4.5.2 Penilaian Faktor Internal dan Eksternal ... 64

4.5.3 Pembuatan Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) dan Matriks Eksternal Factor Evaluation (EFE) ... 65

4.5.4 Matriks SWOT ... 67

4.5.5 Pembuatan Tabel Rangking Alternatif Strategi ... 69

V PEMBAHASAN ... 70

5.1 Evaluasi Aspek Ekologis ... 70

5.2 Evaluasi Aspek Sosial ... 72

5.3 Evaluasi Aspek Pengelolaan ... 73

5.3.1 Pemeliharaan Lanskap ... 78

5.3.2 Kapasitas Kerja ... 82


(13)

6.1 Struktur Organisasi ... 95

6.2 Jadwal Pemeliharaan ... 97

6.3 Ketenagakerjaan ... 97

6.4 Alat dan Bahan Pemeliharaan ... 98

6.5 Anggaran Biaya ... 99

VII SIMPULAN DAN SARAN ... 100

7.1 Simpulan ... 100

7.2 Saran ... 100

DAFTAR PUSTAKA ... 102


(14)

Halaman

1. Indikator Evaluasi Aspek Ekologis ... 12

2. Indikator Evaluasi Aspek Sosial ... 13

3. Indikator Evaluasi Aspek Pengelolaan... 14

4. Formulir Tingkat Kepentingan Faktor Internal ... 15

5. Formulir Tingkat Kepentingan Faktor Eksternal ... 15

6. Pembobotan Faktor Internal ... 16

7. Pembobotan Faktor Eksternal ... 16

8. Skala Penilaian Peringkat untuk Matriks Internal FactorEvaluation (IFE) dan External Factor Evaluation (EFE) ... 17

9. Formulir Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) ... 18

10. Formulir Matriks External Factor Evaluation (EFE) ... 18

11. Matriks SWOT ... 19

12. Formulir Perangkingan Alternatif Strategi dari Matriks SWOT... 19

13. Perincian Penggunaan Lahan Masing-Masing Desa untuk Pembangunan Kawasan Sentul City... 21

12. Rencana Peruntukkan Lahan Efektif ... 22

13. Rencana Peruntukkan Lahan Terbangun ... 22

14. Status Kesuburan Tanah di Permukiman Sentul City ... 28

15. Kelembaban Udara Kawasan Sentul City ... 29

16. Suhu Udara Kawasan Sentul City. ... 30

17. Jumlah Tenaga Kerja dari Masing-Masing Kontraktor ... 42

18. Kegiatan Pemeliharaan Lanskap di Sentul City ... 45

19. Persentase Anggaran Biaya Pemeliharaan Kontraktor Lanskap Sentul City ... 48

20. Penilaian Bobot Faktor Strategis Internal Pengelolaan Lanskap Permukiman Sentul City ... 64

21. Penilaian Bobot Faktor Strategis Eksternal Pengelolaan Lanskap Permukiman Sentul City ... 65

22. Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) Pengelolaan Lanskap Permukiman Sentul City ... 66

23. Matriks Eksternal Factor Evaluation (EFE) Pengelolaan Lanskap Permukiman Sentul City ... 66


(15)

26. Pembagian Kawasan Pemeliharaan... 75 27. Kapasitas Kerja Pemeliharaan... 83


(16)

Halaman

1. Kerangka Pikir ... 3

2. Peta Area Magang Sentul City: Masterplan Sentul City (Atas) dan Lokasi magang di kawasan permukiman Sentul City (bawah) ... 10

3. Pengolahan Air Bersih ... 31

4. Karakteristik Penghuni Berdasarkan Asal Daerah ... 35

5. Karakteristik Penghuni Berdasarkan Alasan Bertempat Tinggal ... 35

6. Persepsi Penghuni tentang Kebersihan, Pemeliharaan Lanskap, Fasilitas, Keamanan, dan Aksesibilitas ... 36

4. Bagan Struktur Organisasi Departemen Pemeliharaan Kota ... 40

5. Kegiatan Pembersihan di Kawasan Permukiman Sentul City: (a). Penyapuan cluster;(b). Pengangkutan sampah;(c) Pembersihan saluran; (d). Pembersihan jalan ... 51

6. Kegiatan Pemangkasan di Kawasan Permukiman Sentul City: (a). Pemangkasan rumput (in house);(b). Pemangkasan semak;(c). Pemangkasan pohon salam;(d). Pemangkasan pohon palm phoenix ... 53

7. Kegiatan Penyiraman di Kawasan Permukiman Sentul City:(a). Penyiraman penutup tanah;(b) Penyiraman setelah penyulaman ... 54

8. Kegiatan Pemupukan di Kawasan Permukiman Sentul City: (a). Pemupukan dengan metode disebar;(b). Pemupukan dengan metode bokoran ... 55

9. Kegiatan Pengendalian Gulma di Kawasan Permukiman Sentul City: (a). Penyiangan;(b). Penyetikan ... 56

10. Kegiatan Pendangiran di Kawasan Permukiman Sentul City ... 57

11. Kegiatan Penyulaman... 57

12. Sumber Tanaman untuk Kegiatan Penyulaman: (a). Kegiatan penjarangan;(b). Nursery ... 58

15. Kegiatan Penyemprotan Hama di Kawasan Permukiman Sentul City ... 59

16. Hasil Pemetaan Matriks IFE dan EFE ... 67

17. Bagan Struktur dan Rekomendasi bagi Departemen Pemeliharaan Kota .... ... 96


(17)

Halaman

1. Kuisioner Penghuni ... 105

2. Kuisioner Matriks IFE dan EFE ... 108

3. Masterplan Kawasan Permukiman Sentul City ... 113

4. Zona Kawasan Pemeliharaan ... 114

5. Penilaian Faktor Internal ... 115

6. Penilaian Faktor Eksternal ... 116

7. Surat Perjanjian Kerja ... 117

8. Standar Penampilan Pekerjaan Perawatan Taman dan Kebersihan Lingkungan Sentul City ... 126

9. Spesifikasi Pekerjaan Perawatan Taman ... 133

10. Form Cheklist Bersama ... 136

11. Contoh Perhitungan Analisis harga Satuan Pekerjaan Perawatan Taman dan Kebersihan Lingkungan Sentul City ... 137

12. Alur Koordinasi antara Pengelola dan Kontraktor ... 138

13. Kapasitas Kerja Pemeliharaan Lanskap Permukiman Sentul City ... 139

14. HOK... 157


(18)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan kota saat ini yang padat dengan penduduk menuntut ketersediaan sarana dan prasarana yang menunjang aktivitas dan kebutuhan. Keterbatasan lahan menjadi salah satu kendala dalam pemenuhan hal tersebut, khususnya pada perkotaan yang diakibatkan peningkatan kawasan industri, pembangunan fisik, dan pertumbuhan ekonomi. Solusi dalam hal ini adalah pembangunan permukiman pada pinggiran kota. Salah satunya kawasan Sentul City Bogor, yang merupakan kota baru terencana dan memiliki konsep eco city. Pembangunannya tersebut memperhatikan kebutuhan pemukiman mencakup sarana dan prasarana memadai serta memberikan kenyamanan penghuni.

Lingkungan permukiman merupakan lingkungan yang penting untuk diperhatikan dari segi kelayakan huni, keindahan, dan kenyamanan. Lanskap permukiman merupakan salah satu bagian yang penting dalam mempengaruhi kualitas visual dan ekologis lingkungan tempat tinggal. Kedua hal tersebut memiliki keterkaitan satu sama lain, saling melengkapi sehingga keberadaannya harus selaras. Terkait dengan pentingnya kualitas visual dan ekologis perlu diperhatikan dalam penataan ruang, fungsi estetika, dan fungsi ekologisnya. Namun, pada kenyataannya hal tersebut terkadang diabaikan sehingga terjadi ketidakseimbangan kedua fungsi yang berefek pada keberlanjutan lanskapnya, seperti semakin berkurangnya ruang terbuka hijau (RTH).

Minimnya ketersediaan lahan untuk RTH merupakan hal yang sering terjadi pada kondisi saat ini. Banyak faktor yang melatarbelakangi hal tersebut, salah satunya penggunaan lahan yang hanya berorientasi pada keuntungan ekonomi. Pengelola permukiman terkadang hanya memfokuskan pada aspek ekonomi dengan memaksimalkan penggunaan lahan untuk dijadikan bangunan, tanpa mempertimbangkan aspek lain seperti adanya ruang terbuka hijau yang mempengaruhi lingkungan sekitar. Dampak dari hal tersebut adalah tidak adanya area resapan air, pengaruh terhadap iklim mikro setempat, dan hal lain di luar


(19)

aspek ekologis seperti tidak adanya area yang memfasilitasi penghuni untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat fisik. Pengelolaan lanskap permukiman yang terencana dan dikelola dengan baik sangat diperlukan sehingga keberlanjutannya tetap terjaga.

1.2 Tujuan

Tujuan dari kegiatan magang adalah menyusun strategi rencana pengelolaan lanskap permukiman berdasarkan evaluasi sistem pengelolaan lanskap permukiman di Sentul City.

1.3 Manfaat

Manfaat yang diperoleh dari pelaksanaan magang adalah 1. menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman kerja,

2. memahami tata cara pelaksanaan pengelolaan lanskap permukiman,

3. rekomendasi sebagai rujukan untuk pengelolaan lanskap permukiman yang lebih baik.

1.4 Kerangka Pikir

Kondisi saat ini mendorong pembangunan kota yang mempertimbangkan keselarasan terhadap lingkungan sekitar. Sentul City merupakan suatu kawasan yang memiliki konsep Eco City atau yang biasa disebut kota berkelanjutan. Konsep keberlanjutan Eco City mengandung tiga pernyataan yaitu efisiensi sumber daya lahan, bahan, dan energi (Arifin, 2011). Kota mandiri yang berkelanjutan mempertimbangkan dampak lingkungan dengan melakukan penghematan energi, pemakaian air, dan polusi. Pengelolaan menjadi hal yang mendasar dalam keberlanjutan suatu kota. Keberlanjutan tersebut berimplikasi kepada keseimbangan aspek ekonomi, sosial, dan ekologi antara manusia dan alam. Pengelolaan lanskap dalam keberlanjutannya akan dianalisis dari 3 aspek, yaitu aspek ekologis, sosial, dan pengelolaan. Aspek tersebut akan ditinjau sehingga diketahui potensi dan kendala yang terdapat di kawasan permukiman tersebut. Kemudian potensi dan kendala tersebut akan dianalisis dengan metode SWOT sehingga pada akhirnya akan dihasilkan strategi pengelolaan lanskap


(20)

permukiman, untuk merumuskan rencana pengelolaan lanskap permukiman yang efektif dan efisien (Gambar 1).

Gambar 1. Kerangka Pikir

Kawasan permukiman Sentul City dengan

konsep Eco City

- Organisasi - Tenaga kerja - Metode kerja - Spesifikasi

bahan dan alat - Skedul

pengelolaan - Anggaran biaya

Strategi Bagi Rencana Pengelolaan Lanskap Permukiman yang Efektif

dan Efisien

Evaluasi Aspek Ekologi

- Demografi - Karkteristik

penghuni a. Asal b. Usia c. Jenis

kelamin d. Fasilitas Evaluasi Aspek

Pengelolaan

Evaluasi Aspek Sosial

- Kondisi umum - Data fisik dan

biofisik a. Topografi b. Tanah c. Iklim d. Hidrologi e. Vegetasi f. Satwa g. Sirkulasi


(21)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Eco City

Eco-city atau biasa juga disebut kota berkelanjutan adalah kota yang melibatkan aspek ekologi, ekonomi, sosial, dan budaya dari suatu kota. Kota berkelanjutan yang dimaksud adalah kota mandiri yang mampu menopang kebutuhan masyarakat di dalamnya dengan memaksimalkan sumber daya lokal yang dimiliki. Pemanfaatan kekayaan sumber daya lokal dapat meminimumkan bantuan kebutuan hidup dari kota sekitarnya, sehingga suatu kota mampu bertahan hidup. Selain itu, kota mandiri yang berkelanjutan juga mempertimbangkan dampak-dampak lingkungan dengan melakukan penghematan energi, pemakaian air, dan polusi. Sumber daya lokal perlu dilestarikan agar kualitas lingkungan pada wilayah tersebut tidak rusak. Selain itu, sumber daya lokal juga dapat menjadi identitas kota dan kebanggaan masyarakat (Arifin dan Nakagoshi, 2011). Definisi lain tentang kota berkelanjutan menambahkan aspek sosial dan budaya. Sebuah konsep kota berkelanjutan yang komprehensif juga memasukkan unsur keseimbangan kesempatan, keindahan, mendorong kreativitas, meningkatkan akses komunikasi dan mobilitas, jarak yang lebih dekat, dan keragaman budaya. Sehingga keberlanjutan berimplikasi kepada keseimbangan aspek ekonomi, sosial, dan ekologi antara manusia dan alam. Oleh karena itu aspek ekologi, ekonomi, sosial, dan budaya harus terlibat dalam pelaksanaannya (Arifin dan Nakagoshi, 2011).

Perkembangan kawasan bangunan yang tidak teratur akan menghancurkan kehidupan alam dan menciptakan kota yang tidak layak dihuni. Kota dan pedalaman harus berinteraksi seperti jari yang disambungkan satu sama lain. Jika lahan berbukit-bukit, maka dataran dan lembah dimanfaatkan untuk pedesaan dan pertanian, sedangkan lerengan merupakan perkotaan (Frick dan Suskiyanto, 2007).

Setiap kawasan membutuhkan tata ruang berdasarkan pengaturan ruang, arti, dan maknanya. Suatu kawasan/kota yang tumbuh liar dan tidak teratur akan kehilangan bagian yang sangat penting dari faktor keberlanjutannya. Lahan


(22)

penghijauan (taman dan hutan kota) yang hilang mengakibatkan kota tidak dapat bernapas lagi. Berdasarkan Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 bahwa rencana induk (master plan) kawasan/kota seharusnya mengandung minimal 30% luas tanah untuk dijadikan ruang terbuka hijau (RTH). Perbandingan luas antara lingkungan buatan dan lingkungan alam melewati ambang batas tertentu akan mempengaruhi iklim kota. Peningkatan suhu iklim kota tersebut rata-rata 1-2ºC dan pada waktu malam dapat mencapai 6ºC, pencemaran meningkat dan tentu saja beban atas kesehatan meningkat pula (Frick dan Suskiyanto, 2007). Maka dalam hal ini, keberadaan ruang terbuka hijau sangat diperlukan dalam menyeimbangkan kondisi kota yang semakin dipadatkan oleh peningkatan pembangunan yang tidak memperhatikan lingkungan sekitarnya. Permukiman juga seharusnya memiliki ruang terbuka hijau yang menjadi indikator dalam mempertahankan keberlanjutan ekologis lingkungan. Hal penting yang dihasilkan dari keberlanjutan tersebut adalah meminimalisir polusi, mengatur tata guna lahan seefisien mungkin, dan mendaur ulang energi yang telah terpakai. Sehingga secara keseluruhan kota memiliki kontribusi yang minimal terhadap proses perubahan iklim secara global atau global climate change.

2.2 Permukiman

Pembangunan tempat tinggal merupakan komponen penting dari keberlanjutan hidup manusia, pembangunan tersebut tidak hanya menyangkut pembangunan prasarana fisik pemukiman dan fasilitas pelayanan umum, tetapi juga pembinaan fasilitas usaha. Pengembangan manusianya itu sendiri merupakan hal yang penting sebagai titik sentral dari penggerak pembangunan. Pembangunan rumah atau tempat tingggal sebagai kebutuhan kehidupan manusia harus selaras dengan lingkungan sekitarnya. Dengan demikian, peranan pemukiman sangat penting dalam ikhtiar menjadikan penduduk unsur utama dalam pembangunan dan memungkinkan lingkungan hidup menunjang proses pembangunan secara berkelanjutan (Frick dan Suskiyanto, 2007). Pertambahan jumlah penduduk mengakibatkan kebutuhan permukiman semakin meningkat. Persoalan yang ada sekarang adalah cara mengembangkan permukiman dengan


(23)

dampak kerusakan lingkungan yang sekecil mungkin. Mencakup dalam hal ini, pengembangan yang horizontal maupun vertikal dalam rangka meningkatkan daya tampung lingkungan binaan (Wiradisuria, 1983).

Penggunaan lahan untuk berbagai jenis pemanfaatan terlebih dahulu dilakukan evaluasi lahan. Evaluasi ini bertujuan untuk mengetahui kualitas lahan yang berpengaruh pada berbagai jenis pemanfataannya. Beberapa kualitas lahan yang harus dipertimbangkan dalam pemanfaatan kawasan permukiman yaitu ketersediaan air minum, drainase, konfigurasi lahan, stabilitas lapisan tanah, ketersediaan bahan bangunan, ketersediaan sumber energi, iklim mikro yang nyaman, kesesuaian untuk penggunaan lahan pertanian, lokasi yang memiliki potensi ekonomi, dan aksesibilitas (Van der zee, 1990). Pemanfaatan lahan untuk permukiman yang merupakan wilayah dengan populasi yang tinggi karena menjadi tempat tinggal manusia, perlu didukung dengan adanya infrastruktur penunjang dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Terutama dengan wilayah permukiman besar berbagai infrastruktur harus ada seperti pendidikan, pasar, titik perhentian transportasi, pelayanan kesehatan, penyuluhan, jasa keuangan, dan administrasi (Van der zee, 1990). Infrastruktur lain yang perlu ada yaitu jalur transportasi dan sumber air terdiri dari bendungan, waduk, kanal, dsb. Infrastruktur ini terkadang berada di luar kawasan permukiman (Van der zee, 1990).

2.3 Pengelolaan

Setiap lingkungan hunian manusia memerlukan proses manajemen yang harus dilakukan meliputi setting terhadap objek lanskap, perencanaan pengoperasian, penempatan setiap area kegiatan pemeliharaan, pemantauan terhadap kegiatan pemeliharaan, dan perencanaan kembali sesuai tujuan dan kepentingan awal (Parker dan Bryan, 1989). Pengelolaan merupakan sebuah proses yang meliputi kegiatan merencanakan yaitu menetapkan sasaran dan tindakannya, merumuskan rencana pengelolaan yang akan dilaksanakan baik jangka pendek maupun jangka panjang, dan sumber daya untuk mencapai sasaran organisasi.


(24)

Organisasi yang baik akan menghasilkan efisiensi dan efektivitas penggunaan tenaga kerja, peralatan, bahan, dan waktu (Arifin dan Arifin, 2005). Efektifitas pekerjaan pegawai pemeliharaan taman ditentukan oleh motivasi kerja dan keterampilan pegawai, sistematika jadwal perencanaan pemeliharaan, ketersediaan alat dan bahan yang sesuai dengan kebutuhan, tingkat pengawasan kerja di lapang, dan kelancaran komunikasi pimpinan dengan para mandor serta mandor dengan pegawai pemeliharaan taman di lapang. Sistem organisasi dalam pemeliharaan taman senantiasa dilakukan oleh pemelihara taman skala besar, seperti pengelolaan taman pemukiman real estate, taman perkantoran, taman umum milik pemerintah, dan taman rekreasi. Pengelola seharusnya dapat merencanakan program pemeliharaan dengan pengorganisasian yang baik (Sternloff dan Warren, 1984) sebagai berikut.

1. Fasilitas dan peralatan taman yang harus dipelihara perlu diinventarisasi dan diidentifikasi.

2. Pemeliharaan rutin direncanakan meliputi, penyusunan standar pemeliharaan fasilitas dan peralatan taman, pengidentifikasian dan pembuatan daftar kebutuhan tugas pemeliharaan rutin secara spesifik untuk mencapai standar pemeliharaan, penentuan frekuensi tugas pemeliharaan pada setiap jenis pekerjaan, penentuan kebutuhan bahan dan peralatan yang digunakan untuk setiap tugas tersebut, dan penetapan perkiraan waktu pelaksanaan tugas yang tepat.

3. Alat- alat yang digunakan untuk pemeliharaan tidak rutin atau yang bersifat insidental direncanakan.

4. Jadwal dan cara pemeliharaan pencegahan untuk mengatasi keadaan yang mungkin mempercepat kerusakan taman.

5. Jadwal tanggung jawab penugasan untuk setiap pekerjaan yang meliputi penugasan perorangan, kelompok, atau penyerahan tugas kepada kontraktor. 6. Pengawasan terhadap sistem pekerjaan perencanaan dan perancangan,

ketepatan jadwal pekerjaan pemeliharaan, serta kapasitas pekerjaan. 7. Sistem analisis biaya pemeliharaan yang telah dibuat.


(25)

Tujuan pemeliharaan adalah untuk menjaga taman dan area rekreasi beserta fasilitas dalam keadaan atau mendekati aslinya. Untuk mencapai hasil yang diharapkan, terdapat tiga hal penting yang harus diperhatikan oleh pihak pengelola, yaitu menetapkan prinsip-prinsip operasi, mengadakan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan, dan memelihara fasilitas berdasarkan standar pemeliharaan yang telah ditetapkan (Sternloff dan Warren, 1984).

2.4 Pengelolaan Lanskap

Pengelolaan Lanskap adalah kegiatan untuk menjaga lanskap agar tetap nyaman, menarik, baik dalam maupun luar guna meningkatkan suatu fungsi dan estetika dari suatu lanskap. Fungsi dari pengelolaan lanskap adalah sebagai keberlanjutan dari kegiatan perencanaan dan desain. Kegiatan pengelolaan dimulai dari pengembangan strategi pengelolaan yang berkelanjutan dari desain sampai pemeliharaan dalam upaya untuk membangun lanskap yang berfungsi lebih efisien dan meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan (Forman dan Godron, 1986).

Pengelolaan lanskap alami meliputi lanskap hutan, lanskap pertanian, serta lanskap yang ada di sekitar bangunan yang menggunakan beberapa prinsip-prinsip ekologi. Pengelolaan keseluruhan lanskap dimulai dari survey unsur-unsur lanskap yang ada didalamnya, hal-hal yang mempengaruhi lanskap tersebut, serta perubahan lanskap dari waktu ke waktu. Wilayah di dunia termasuk bentang alamnya, tundra, gurun, padang rumput, hutan hujan tropis, sebagian besar telah dipergunakan untuk areal pertanian, hutan produksi, dan tempat tinggal. Penggunaannya juga tidak berjalan mulus ada masalah-masalah khususnya dalam pengelolaan, namun bukan pada daerah yang telah dipergunakan saja, daerah belum dipergunakan juga mempunyai masalah dengan kriteria permasalahan berbeda (Forman dan Godron, 1986).

Pengelolaan yang obyektif, mempertahankan atau mengembalikan kondisi alami, mempertimbangkan psikologis manusia dalam mempengaruhi melalui seluruh elemen lanskap. Perlindungan dalam pengelolaan ini berkaitan dengan tingkat sensitivitas manusia terhadap elemen lanskap seperti area rekreasi alam.


(26)

Daerah tersebut memberikan tempat terisolasi bagi tanaman langka atau hewan yang memang membutuhkan area yang masih alami tanpa gangguan dari manusia sekalipun, karena kegiatan manusia di area tersebut tidak sesuai dengan kondisi alam disana (Forman dan Godron, 1986).

Pengelolaan lanskap yang berkelanjutan merupakan pengelolaan yang mencakup dalam hal pemeliharaan dan perbaikan integritas lanskap yang telah ada, yang didasarkan pada prinsip-prinsip tindakan positif yang mencerminkan suatu kesadaran akan hal kebutuhan dalam meningkatkan kualitas hidup dan lingkungan. Tujuan dari pengelolaan tersebut yakni mempertahankan lanskap yang telah ada, melindungi sumber daya alam, pengembangan lanskap yang berkelanjutan, efisiensi dalam penggunaan lanskap, serta mengurangi dampak negatif penurunan kualitas lingkungan (Benson dan Roe, 2000).

2.5 Evaluasi

Keberlanjutan suatu taman ditentukan oleh perangkat pengelolaan taman yang baik. Salah satu perangkat pengelolaan tersebut ialah evaluasi. Evaluasi ini didukung dengan adanya monitoring saat pelaksanaan. Monitoring merupakan bagian utuh dari rangkaian proses internal yang dilakukan rutin dalam pengumpulan informasi, pencatatan, dan pelaporan terhadap kondisi taman yang ada (Arifin et al., 2008). Sedangkan evaluasi adalah suatu proses menaksir kinerja dan keluaran yang dihasilkan oleh suatu program atau kegiatan pengelolaan taman. Evaluasi ini menguji kesesuaian kondisi taman dengan rencana/rancangan taman dan kualitas standar, memberi masukan dan memperbaiki permasalahan yang ada dan membantu pengelolaan untuk perencanaan mendatang. Mekanisme monitoring dan evaluasi dilengkapi dengan standar prosedural, indikator, dan kriteria standar (Arifin et al., 2008).


(27)

III METODOLOGI

3.1 Lokasi dan Waktu Magang

Magang ini dilakukan di kawasan permukiman Sentul City yang terletak pada Kecamatan Citeureup dan Kecamatan Kedung Halang meliputi, Desa Babakan Madang, Sumurbatu, Bojongkoneng, Cijayanti, Cipambuan, Citaringgul, Cadasngampar, dan Kadumangu (Gambar 2).

No Scale

No Scale

Gambar 2. Peta Area Magang Sentul City: Masterplan Sentul City (Atas) dan Lokasi magang di kawasan permukiman Sentul City (Bawah)

Sumber : Masterplan Sentul City 2008 Area Magang


(28)

Sebelah utara kawasan ini berbatasan dengan Desa Cipambuan dan Desa Kadumangu, sebelah barat berbatasan dengan Desa Cijayanti, Desa Cikeas, dan Desa Cadasngampar. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Hambalang dan Desa Karang Tengah, dan sebelah selatan berbatasan dengan Desa Ngarak. Kawasan Sentul sendiri dilintasi oleh dua sungai, yaitu Sungai Cikeas dan Sungai Citeureup.

Waktu pelaksanaan magang adalah dalam kurun waktu 3 bulan, dari bulan Februari 2012 hingga Mei 2012.

3.2 Metode Magang

Metode yang dilakukan dalam magang ini adalah partisipasi aktif di lapang dengan mengikuti berbagai kegiatan pemeliharaan lanskap. Kegiatan pemeliharaan tersebut sebagai berikut.

a. berperan aktif dan mengamati dalam pelaksanaan pemeliharaan lanskap di setiap cluster yang menyangkut koordinasi tenaga kerja, waktu, peralatan, dan bahan.

b. wawancara dengan berbagai pihak yang terlibat dalam kegiatan pemeliharaan lanskap. Data yang diperoleh dari wawancara tersebut mencakup data tentang kondisi umum di lapang, sistem pembagian kerja, teknik pemeliharaan, bahan, dan alat yang digunakan, jadwal pemeliharaan, serta anggaran biaya.

c. mempelajari permasalahan yang ada pada kasus lanskap khususnya dalam kegiatan pengelolaan lanskap pemukiman.

d. melakukan pengamatan aspek ekologis, sosial, dan pengelolaan serta mengevaluasi pelaksanaan pemeliharaan lanskap pemukiman tersebut.

e. menganalisis permasalahan yang berkaitan dengan kegiatan perngelolaan untuk memperoleh solusi.

3.3 Tahapan Magang

Pelaksanaan magang terdiri dari beberapa tahapan proses magang, yaitu dimulai dengan mengumpulkan berbagai data yang dibutuhkan. Pada tahapan ini dilakukan persiapan berupa persiapan data dasar (kondisi umum lokasi magang)


(29)

dan data penunjang (peta cluster yang akan diamati) untuk membantu ketika proses magang dilakukan, terutama saat turun lapang. Setelah itu dilanjutkan dengan pengambilan data, data yang dikumpulkan meliputi data aspek ekologis, aspek sosial, dan aspek pengelolaan.

Cara pengumpulan data meliputi observasi lapang, wawancara dengan penghuni maupun pengelola tapak, serta studi pustaka. Khusus untuk metode penggunaan kuisioner sebelumnya dilakukan perhitungan terlebih dahulu untuk jumlah sample yang akan digunakan (Lampiran 1). Ukuran sample yang akan diwawancarai sebanyak 30 responden dan diterapkan dengan cara purposive.

Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah, pengolahan tersebut dimaksudkan untuk mengevaluasi aspek-aspek yang dibutuhkan disesuaikan dengan tujuan magang. Hasil dari ketiga evaluasi tersebut menjadi salah satu pertimbangan dalam penentuan potensi dan kendala yang ada di dalam pengelolaan lanskap kawasan permukiman tersebut. Evaluasi beberapa aspek dan analisis yang digunakan ialah sebagai berikut.

1. Evaluasi aspek ekologis

Evaluasi dilakukan dengan menganalisis kondisi fisik dan biofisik pada kawasan permukiman meliputi topografi, tanah, iklim, hidrologi, vegetasi, satwa, dan sirkulasi (Tabel 1). Evaluasi ini menjadi tolak ukur dalam melihat kesesuaian bentuk dan ukuran cluster yang ada dengan keadaan kondisi lingkungan sekitar.

Tabel 1. Indikator Evaluasi Aspek Ekologis

No Aspek Indikator

1 Topografi Perlakuan cut and fill

2 Tanah Jenis tanah dan status kesuburan tanah

3 Iklim Pengaruh pada pertumbuhan tanaman dan

kenyamanan kawasan

4 Vegetasi Keberadaan vegetasi lokal

5 Satwa Keberadaan habitat satwa

6 Hidrologi Keberadaan sumber daya air

7 Sirkulasi Kemudahan akses

Pengukuran tingkat kenyamanan diperoleh dengan rumus: THI = 0,8T + (RH x T)/ 500

THI = Temperature Humidity Index 500 = Nilai konstanta T = Suhu rata-rata RH = Kelembaban rata-rata


(30)

Keterangan:

21≤THI≤28 = nyaman THI < 21 atau THI > 28 = tidak nyaman Hasil dari pengukuran THI tersebut menunjukkan tingkat kenyamanan kawasan tersebut.

2. Evaluasi aspek sosial

Evaluasi ini dilakukan meliputi analisis kualitatif mengenai keadaan demografi kawasan dan karakter penghuni dilihat dari usia, jenis kelamin, asal daerah, dan fasilitas (Tabel 2). Melalui analisis kuantitatif pada aspek sosial akan diketahui karakteristik dan persepsi dari penghuni kawasan permukiman. Hasil evaluasi ini khususnya dapat menunjukkan proporsi tingkat penilaian penghuni terhadap pengelolaan yang telah berlangsung. Selain itu, melakukan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat sekitar wilayah Sentul City.

Tabel 2. Indikator Evaluasi Aspek Sosial

No Aspek Indikator

1 Demografi kawasan Penyebaran penghuni

2 Karakteristik penghuni Status ekonomi dan status sosial 3 Persepsi terhadap pengelolaan

lanskap permukiman

Tingkat penilaian terhadap pengelolaan kebersihan, pemeliharaan lanskap, fasilitas, keamanan, dan aksesibilitas

4 Kondisi sosial masyarakat sekitar Konflik sosial dan solusi yang telah ditempuh

3. Evaluasi aspek pengelolaan

Evaluasi dilakukan dengan menganalisis hal-hal yang mendukung keberlangsungan aspek pengelolaan meliputi struktur organisasi, metode kerja yang digunakan, jumlah tenaga kerja, spesifikasi bahan dan alat yang digunakan, skedul pengelolaan, dan anggaran biaya yang dikeluarkan (Tabel 3). Analisis kuantitatif digunakan dalam aspek pengelolaan untuk memperoleh data mengenai kapasitas kerja, kebutuhan pekerja dari perhitungan HOK, dan kuisioner. Hasil evaluasi tersebut dapat menunjukkan keefektifan dan keefisienan pengelolaan yang telah berlangsung dengan membandingkannya berdasarkan standar yang ada.


(31)

Tabel 3. Indikator Evaluasi Aspek Pengelolaan

No Aspek Indikator

1 Struktur Organisasi Mekanisme kerja dan koordinasi pekerjaan

2 Metode kerja Efektivitas dan efisiensi yang dihasilkan

3 Jumlah tenaga kerja Efektivitas, kebutuhan pekerja, kapasitas kerja, dan kedisiplinan kerja

4 Spesifikasi alat dan bahan Ketersediaan dan jenis alat dan bahan yang digunakan 5 Skedul pengelolaan Kesesuaian pelaksanaan di lapang

6 Anggaran biaya Kelancaran dan kemudahan pelaksanaan pengelolaan

4. Analisis SWOT

Analisis SWOT ini digunakan untuk merumuskan strategi manajemen lanskap pemukiman di Sentul City. Analisis SWOT mengidentifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi manajemen program. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (opportunity) namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threat). Analisis SWOT menganalisis kekuatan dan kelemahan dari faktor internal dan menganalisis peluang dan ancaman dari faktor eksternal. Metode analisis yang digunakan adalah analisis data secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis SWOT secara kualitatif adalah analisis yang dilakukan terhadap faktor-faktor internal dan eksternal yang berguna untuk menjawab perumusan permasalahan mengenai hal yang menjadi kekuatan dan kelemahan yang ada dan hal yang menjadi peluang serta ancaman dari luar yang harus dihadapi. Analisis secara kuantitatif dalam SWOT adalah dengan melakukan pemberian bobot dan rating sehingga menghasilkan matriks SWOT (David, 2009). Kerangka kerja dengan menggunakan pendekatan analisis SWOT adalah sebagai berikut.

a. Analisis Penilaian Faktor Internal dan Eksternal

Penilaian faktor internal (IFE) digunakan untuk mengetahui sejauh mana kekuatan dan kelemahan yang dimiliki dengan cara mendaftarkan semua kekuatan dan kelemahan. Sedangkan penilaian faktor eksternal (EFE) untuk mengetahui sejauh mana ancaman dan peluang yang dimiliki dengan cara mendaftarkan ancaman dan peluang tersebut (David, 2009).


(32)

b. Penentuan Bobot Setiap Variabel

Sebelum melakukan pembobotan faktor internal dan eksternal, terlebih dahulu ditentukan tingkat kepentingannya. Setiap faktor internal dan eksternal diberi nilai berdasarkan tingkat kepentingannya (Tabel 4 dan Tabel 5).

Tabel 4. Formulir Tingkat Kepentingan Faktor Internal

Simbol Faktor-Faktor Internal 1 2 3 4

Kekuatan (Strength)

S1 S2 S3 Sn

Kelemahan (Weaknesses)

W1 W2 W3 Wn

Sumber: (Rosa, 2003)

Tabel 5. Formulir Tingkat Kepentingan Faktor Eksternal

Simbol Faktor-Faktor Internal 1 2 3 4

Peluang (Opportunities) S1

S2 S3 Sn

Ancaman (Threats) W1

W2 W3 Wn

Sumber: (Rosa, 2003)

Penentuan bobot dilakukan dengan cara mengajukan identifikasi faktor strategi internal dan eksternal kepada pihak pengelola (Lampiran 2). Metode tersebut digunakan untuk memberikan penilaian terhadap bobot setiap faktor penentu internal dan eksternal (Tabel 6).

Pemberian bobot menggunakan teknik delphi untuk mendapatkan penilaian para responden mengenai faktor-faktor strategis internal maupun eksternal


(33)

perusahaan. Penentuan bobot setiap variabel menggunakan skala 1, 2, 3, dan 4. Pemberian Alternatif pemberian bobot terhadap faktor-faktor strategis internal dan eksternal yang tersedia ini adalah :

1 : tidak penting 2 : kurang penting 3 : penting

4: sangat penting

Tabel 6. Pembobotan Faktor Internal

Simbol Faktor

Tingkat

Kepentingan Jumlah

Responden

Rata-Rata Bobot

1 2 3 4

Kekuatan (Strength) S1

S2 S3 Sn

Kelemahan (Weaknesses) W1

W2 W3 Wn Total

Sumber: (Rosa, 2003)

Tabel 7. Pembobotan Faktor Eksternal

Simbol Faktor

Tingkat

Kepentingan Jumlah

Responden

Rata-Rata Bobot

1 2 3 4

Peluang (Opportunities) O1

O2 O3 On

Ancaman (Threats) T1

T2 T3 Tn

Total


(34)

c. Penentuan Peringkat (Rating)

Penentuan tiap variabel terhadap kondisi objek diukur dengan menggunakan nilai peringkat berskala 1-4 terhadap masing-masing faktor strategis (Tabel 8). Matriks Faktor-Faktor Internal (IFE) pemberian peringkat 1 menunjukkan faktor sangat lemah, peringkat 2 menunjukkan faktor lemah, peringkat 3 menunjukkan faktor kuat, dan peringkat 4 menunjukkan faktor sangat kuat. Matriks Faktor-Faktor Eksternal (EFE) pemberian peringkat mengindikasikan seberapa efektif startegi pengelola dalam merespons faktor eksternal, dimana 4 = respon pengelola sangat baik, 3 = respon pengelola baik, 2 = respon pengelola cukup baik, 1 = respon pengelola kurang baik. Nilai dari pembobotan dikalikan dengan peringkat pada setiap faktor dan semua hasil kali tersebut dijumlahkan secara vertikal untuk memperoleh skor pembobotan (Tabel 9 dan Tabel 10 ).

Tabel 8. Skala Penilaian Peringkat untuk Matriks Internal Factor Evaluation

(IFE) dan External Factor Evaluation (EFE)

Nilai peringkat

Matriks IFE Matriks EFE

Strengths (S) Weakness (W) Opportunities (O) Threats

(T)

1 Kekuatan yang

sangat kecil

Kelemahan yang tidak berarti

Peluang rendah, respon kurang baik

Ancaman sedikit

2 Kekuatan sedang Kelemahan yang

kurang berarti

Peluang sedang, respon cukup baik

Ancaman sedang

3 Kekuatan yang

besar

Kelemahan yang berarti

Peluang tinggi, respon di baik

Ancaman besar

4 Kekuatan yang

sangat besar

Kelemahan yang sangat berarti

Peluang sangat tinggi, respon sangat baik

Ancaman sangat besar

Sumber: (David, 2009)

Total skor pembobotan berkisar antara 1-4 dengan rata-rata 2,5. Jika total skor pembobotan IFE dibawah 2,5 maka dapat dinyatakan bahwa kondisi internal lemah, sedangkan jika berada di atas 2,5 maka dinyatakan kondisi internal kuat. Demikian juga total pembobotan EFE, jika di bawah 2,5 menyatakan bahwa kondisi eksternal lemah dan jika diatas 2,5 menyatakan bahwa kondisi eksternal kuat (David, 2009).


(35)

d. Penentuan Alternatif Strategi

Alat yang digunakan untuk menyusun faktor-faktor strategis perusahaan adalah matriks SWOT (Tabel 11). Hubungan antara kekuatan dan kelemahan dengan peluang dan ancaman digambarkan dalam matriks tersebut. Matriks ini menghasilkan beberapa alternatif strategi sehingga kekuatan dan peluang dapat ditingkatkan serta kelemahan dan ancaman dapat diatasi.

Tabel 9. Formulir Matriks Internal Factor Evaluation (IFE)

Faktor strategis internal Bobot Rating Skor

Bobot x Rating

Kekuatan

1 2

Kelemahan 1

2

Total

Sumber: (David, 2009)

Tabel 9. Formulir Matriks Eksternal Factor Evaluation (EFE) Faktor strategis

internal Bobot Rating

Skor Bobot x Rating

Peluang

1 2

Ancaman 1

2

Total

Sumber: (David, 2009)


(36)

Tabel 11. Matriks SWOT

Sumber: (David, 2009)

e. Pembuatan Tabel Rangking Analisis Strategi

Penentuan prioritas dari strategi yang dihasilkan dilakukan dengan memperhatikan faktor-faktor yang saling terkait. Jumlah dari skor pembobotan akan menentukan rangking prioritas strategi (Tabel 12). Jumlah skor ini diperoleh dari penjumlahan semua skor di setiap faktor-faktor strategis yang terkait. Rangking akan ditentukan berdasarkan urutan jumlah skor terbesar sampai terkecil dari semua strategi yang ada.

Tabel 12. Formulir Perangkingan Alternatif Strategi dari Matriks SWOT Alternatif

strategi Keterkaitan dengan unsur SWOT Nilai Rangking

SO1 SO2 SO3 Son WO1 WO2 WO3 WOn ST1 ST2 ST3 STn WT1 WT2 WT3

WTn

Eksternal Internal

Opportunities Threats

Strenghts Menggunakan kekuatan yang

dimiliki untuk mengambil kesempatan yang ada

Menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman yang dihadapi

Weaknesses Mendapatkan keuntungan dari

kesempatan yang ada untuk mengatasi kelemahan-kelemahan

Meminimumkan kelemahan dan menghundari ancaman yang ada


(37)

IV HASIL

4.1 Analisis Situasional

Sentul City merupakan kota mandiri yang di dalamnya terdapat kawasan permukiman dan aspek pendukung lainnya dengan total luas wilayah mencapai 2.465 ha pada batasan kawasan seluas 3.001,4 ha (Amdal Sentul City 2009), secara geografis terletak pada 06º33’55” - 06º37’45” LS dan 106º50’20” - 106º57”10” BT. Sebelah utara kawasan ini berbatasan dengan Desa Cipambuan dan Desa Kadumangu, sebelah barat berbatasan dengan Desa Cijayanti, Desa Cikeas, dan Desa Cadasngampar. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Hambalang dan Desa karang Tengah, dan sebelah selatan berbatasan dengan Desa Ngarak. Sentul City yang diapit oleh beberapa desa dan beberapa wilayah yaitu, Bogor, Jakarta, dan Jonggol ini memudahkan pencapaian ke kawasan tersebut. Akses dari kota Bogor menuju Sentul City dapat ditempuh melalui Tol Bogor Ring Road dan Tol Jagorawi yang juga menjadi akses dari Jakarta, sedangkan akses dari kota Jonggol dapat ditempuh melalui Karang Tengah.

Pembangunan perumahan Sentul City berada di dalam kawasan yang mencakup 2 kecamatan dan 8 desa yaitu Kecamatan Babakan Madang, Kecamatan Sukaraja terdiri dari Desa Cipambuan, Desa Babakan Madang, Desa Citaringgul, Desa Bojong Koneng, Desa Sumur Batu, Desa Cijayanti, Desa Kadumanggu dan Desa Cadas Ngampar (Tabel 13). Kawasan ini dikelilingi oleh beberapa gunung, yaitu Gunung Pancar, Gunung Paniisan, dan Gunung Salak.

Rencana pengembangan kawasan permukiman Sentul City telah sesuai dengan Rencana Tata Ruang Kabupaten Bogor tahun 1997. Kawasan tersebut yang mulanya berfungsi sebagai lahan budidaya telah diusulkan dan ditetapkan menjadi kawasan permukiman. Masterplan kawasan permukiman Sentul City dapat (Gambar Lampiran 3).


(38)

Tabel 13. Perincian Penggunaan Lahan Masing-Masing Desa untuk Pembangunan Kawasan Sentul City

No Nama Desa/Kecamatan Luas (m²)

Kecamatan Babakan Madang

1 Cipambuan 683.222

2 Babakan Madang 2.035.756

3 Citaringgul 2.923.644

4 Bojong Koneng 10.049.679

5 Sumur Batu 3655.291

6 Cijayanti 3.621.643

7 Kadumanggu 11.424

Kecamatan Sukaraja

1 Cadasngampar 365.871

Total 23.346.530

Sumber: (Sentul City, 2009)

Berdasarkan Rencana Induk Tata Ruang Kawasan Permukiman Sentul City, rencana peruntukkan lahan Sentul City sebagai kota mandiri yang did alamnya mencakup permukiman, pembangunannya direncanakan dengan berbagai macam sarana dan prasarana guna memenuhi kebutuhan penghuni (Tabel 14 dan Tabel 15). Semua fasilitas pada kawasan ini ada yang bersifat memberikan pelayanan pusat kawasan dan pelayanan pusat lingkungan. Pusat kawasan berada di jalan utama sedangkan pusat lingkungan tersebar pada cluster yang ada. Hal ini sesuai dengan proyek yang terbagi atas daerah pusat kawasan dan cluster. Peruntukkan lahan yang efektif yaitu seluas 2.465 ha yang dimanfaatkan untuk permukiman dan fasilitas pendukungnya. Luas lahan yang efektif berada pada kemiringan lereng lebih dari 40% dimanfaatkan untuk konservasi.

Wilayah terbangun dengan proporsi terhadap luas area 2.465 ha yaitu sekitar 29,95 %. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pada pasal 29 ayat 2 adalah proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 % dari wilayah kota, maka permukiman Sentul City sudah memenuhi persyaratan tersebut.


(39)

Tabel 14. Rencana Peruntukkan Lahan Efektif

Peruntukan

Areal Komersial Areal non komersial Luas (ha) Proporsi (%) Luas (ha) Proporsi

(%)

Perumahan 1.091,15 44,39 510,20 20,70

Perdagangan, Perkantoran,

Industri Ringan 189,50 7,69 34,30 1,39

Fasilitas khusus komersial 195,30 7,92

Fasilitas khusus non komersial 31,40 1,27

Sarana dan prasarana 410,20 16,64

Total 1.478,95 60,00 986,10 40,00

Sumber: (Sentul City, 2009)

Tabel 15. Rencana Peruntukkan Lahan Terbangun

Peruntukan

Areal Komersial Areal non

komersial Wilayah terbangun Luas (ha) Proporsi (%) Luas (ha) Proporsi (%) Luas (ha) Proporsi (%)

Perumahan 382,51 15,52 150,90 6,12 533,41 21,64

Perdagangan, Perkantoran,

Industri Ringan 107,43 4,36 13,11 0,53 120,54 4,89

Fasilitas khusus komersial 24,08 0,98 24,08 0,98

Fasilitas khusus non komersial 2,35 0,10 2,35 0,10

Sarana dan prasarana 58,00 2,35 58,00 2,35

Total 514,02 20,85 224,36 9,10 738,38 29,95

Sumber: (Sentul City, 2009)

Kawasan Sentul City dalam perencanaan pembangunannya memiliki konsep utama yaitu Eco City, dalam memperkuat konsep tersebut maka masing-masing aspek berbeda memiliki konsep tersendiri. Konsep dari berbagai aspek tersebut yaitu konsep tata ruang, konsep permukiman, konsep tata hijau, konsep sirkulasi, dan konsep utilitas. Kawasan permukiman Sentul City memiliki konsep tata ruang dengan proporsi hijauan lebih banyak yang dialokasikan tersebar di seluruh wilayah tersebut. Konsep tata ruang ini menunjukkan perencanaan kota mandiri yang terarah dengan segala pendukung didalamnya. Penataan ruang kawasan Sentul City dengan membagi kawasan tersebut menjadi tiga bagian utama yaitu area penerimaan, area koridor, dan area permukiman. Area penerimaan merupakan area dengan jalan utama tanpa kavling di sekitarnya dan aspek pendukung lainnya yang memberikan identitas dari kawasan tersebut.


(40)

Sedangkan Area koridor sebagai penghubung area penerimaan dan area permukiman dengan kondisi topografi yang relatif datar sehingga diberikan penataan lanskap yang dapat menghilangkan kesan menjenuhkan. Di dalam area ini dikembangkan menjadi area umum dengan ditunjang fasilitas-fasilitas umum, seperti sekolah, central bussiness distric, dan lain-lain. Area permukiman merupakan area dengan kondisi topografi yang beragam, sehingga dalam perencanaannya lebih menonjolkan pemandangan di sekitarnya dengan membuka daerah yang memiliki potensi alam yang baik. Antara area koridor dengan area permukiman dipisahkan oleh sebuah pintu gerbang.

Konsep permukiman yang ditawarkan oleh Sentul City ialah hunian yang menyatu dengan alam. Hal ini didukung dengan lokasi dikelilingi alam yang indah sehingga konsep yang diusung semakin kuat. Selain hal tersebut, sarana dan prasarana yang aman dan nyaman menjadi aspek pendukung keberlanjutan permukiman tersebut. Sarana permukiman pada kawasan Sentul City ini dilengkapi dengan fasilitas untuk melayani penghuni maupun penduduk di sekitar kawasan. Fasilitas yang terdapat pada kawasan ini meliputi fasilitas perdagangan seperti Mall, fasilitas untuk perdagangan, perkantoran, dan industri ringan seperti Plaza Amsterdam, Plaza Niaga 1, dan Plaza Niaga 2. Pada permukiman Sentul City ini juga terdapat dua fasilitas khusus yaitu fasilitas khusus “Salable” dan fasilitas khusus “Non-Salable”. Fasilitas khusus “Salable” adalah fasilitas khusus dengan tujuan komersial seperti sekolah Pelita Harapan, fasilitas rekreasi,

Maintenance, Golf Maintenance Building, kantor pengelola, lapangan golf, Golf Club House, fasilitas base ball, pelatihan bola voli, hotel, ecoart park, taman budaya, helypad, reservoir, WTP, dan Citeureup Water Pump Station. Sedangkan fasilitas khusus “Non- Salable” adalah fasilitas khusus dengan tujuan non-komersial seperti terminal bus internal, Telkom, pospol, fasilitas pemerintahan, danau buatan, pengolahan sampah hijau, dan fasilitas ibadah. Namun ada yang dirasakan kurang oleh penghuni untuk fasilitas yang disediakan oleh pihak Sentul City yaitu tempat pemakaman bagi penghuni dan warga sekitar.

Konsep tata hijau di kawasan Sentul City yaitu menata kawasan tersebut agar menyatu dengan karakter alam di sekitarnya. Kawasan Sentul City ini berada


(41)

di daerah perbukitan yang dikelilingi lereng-lereng gunung yang hijau baik binaan maupun alami. Penyesuaian tanaman pendukung dengan karakter pengunungan banyak diimplementasikan sehingga menguatkan konsep yang ingin ditonjolkan oleh Sentul City. Kawasan permukiman Sentul City pada dasarnya mempertahankan ketinggian permukaan lahan atau karakter perbukitan yang menjadi potensi alam kawasan tersebut. Pembentukan tanah (cut and fill) yang dapat mengubah karakter bentang alam seminimalisir mungkin dihindari. Jalan dan rumah dibangun mengikuti kontur sehingga menghasilkan jalan lingkungan yang berbelok-belok dan rumah di atas jalan (up slope) dan di bawah jalan (down slope). Permukiman Sentul City berada di daerah perbukitan sehingga view ke arah Gunung Pancar tidak terhalang oleh penutupan bangunan maupun vegetasi. Jenis tanah di wilayah Sentul City didominasi oleh tanah cadas yang sulit ditanami karena kondisi tanah yang miskin hara. Usaha yang dilakukan untuk memperbaiki kesuburan tanah biasanya dengan pelapisan jenis tanah lokasi lain yang lebih subur. Vegetasi penyusun tata hijau di wilayah Sentul City memiliki beberapa fungsi antara lain sebagai pembentuk ruang, pengontrol kebisingan, pengontrol visual, pengarah, estetika, habitat satwa, serta fungsi pendukung lainnya. Berdasarkan fungsi tersebut maka peletakkannya disesuaikan dengan kebutuhan pada tiap lokasi.

Perencanaan tata hijau di kawasan Sentul City ini diatur dengan proporsi 60% dari total wilayah keseluruhan. Proporsi tata hijau yang cukup besar merupakan refleksi konsep awal dari Sentul City, tata hijau tersebut diimplementasikan menyebar di seluruh kawasan. Pada saat ini kondisi hijauan yang berada di kawasan ini sudah mencapai kurang lebih sekitar 40%. Tata hijau pada lanskap jalan mempunyai bentuk-bentuk tanaman vertikal, menjuntai, bulat, dan jenis-jenis palem dipadukan dengan pola penanaman berkelompok. Tanaman sebagai pengontrol kebisingan di tempatkan pada lokasi dekat perkantoran, permukiman, dan bangunan lainnya. Tanaman pengontrol kebisingan diantaranya tanjung (Mimusops elengi), kerai payung (Fellicium decipiens), kembang sepatu (Hibiscus rosasinensis), bugenvil (Bougenvillea spectabilis), dan oleander (Nerium oleander).


(42)

Pada jalan lokal 2 dan lokal 3, tanaman lebih banyak difungsikan sebagai pengontrol visual, karena kendaraan cenderung berjalan dengan kecepatan rendah dan intensitas relatif sedikit. Tanaman yang ditampilkan lebih bersifat artistik, misalnya kembang sepatu (Hibiscus rosasinensis), palem merah (Cyrtostachys lakka), palem sadeng (Livistonia rotundifolia), pohon kamboja (Plumeria acuminate), palem raja (Roystonia regia), palem putri (Veitchia meriilii), dan sebagainya. Pada taman gerbang, taman intersection, dan taman lingkungan digunakan tanaman berdaun cerah baik ditanam secara individual maupun berkelompok untuk menambah nilai estetika

Jenis tanaman yang ada di jalan utama memiliki beberapa fungsi dasar selain memberikan nilai estetika yaitu meredam suara, menahan angin, dan menyerap polutan, serta tanaman yang tidak membutuhan pemeliharaan intensif. Penataan tanaman menggunakan prinsip-prinsip perancangan yang dapat menghilangkan kesan menjenuhkan. Sedangkan jenis tanaman yang berada di

cluster disesuaikan dengan tema cluster tersebut. Pada cluster bertema Bali seperti Taman Legian, Taman Udayana, Taman Besakih, Tampak Siring terdapat pohon kamboja dan jenis-jenis pandan yang mencirikan karakter taman Bali. Selain tema, jenis tanah juga mempengaruhi pemilihan tanaman. Karena jenis tanah di Sentul City terkadang sulit ditanami oleh tanaman tertentu, selain itu biaya penggalian tanahnya lebih besar dari biaya tanamannya, sehingga penyesuaian tanaman dengan tanah menjadi hal utama.

Konsep sirkulasi pada kawasan Sentul City secara umum memiliki tiga jenis jalan sebagai berikut:

1. jalan lokal 1 adalah sepanjang jalan utama. Terdiri dari dua tipe sebagai berikut.

a. Jalan lokal dua jalur, masing-masing memiliki lebar 9 m dengan median jalur hijau 12 m dan bahu jalan masing-masing 4 m.

b. Jalan lokal satu jalur dengan dua arah yang berlawan selebar 6 m dengan bahu jalan 4 m.

2. jalan lokal 2 adalah jalan yang menghubungkan antara jalan utama dengan jalan masuk ke lingkungan permukiman. Lebar badan jalan 10 m dengan dua


(43)

arah yang berlawanan tanpa median dan bahu jalan 1,5 m. Namun ada beberapa cluster besar yang memiliki median jalan pada tipe jalan ini. Batas jalan antara kolektor dan jalan utama ditandai dengan taman gerbang dan taman intersection;

3. jalan lokal 3 adalah jalan yang melintasi setiap cluster di lingkungan permukiman. Lebar jalan 10 m dengan dua arah berlawanan tanpa median dan bahu jalan 1,5 m.

Jalan Lokal 1 (jalan utama) dan Jalan Lokal 2 dihubungkan dengan daerah persimpangan (intersectional) berupa pertigaan jalan, perempatan jalan, bundaran jalan, dan pulau lalu lintas. Adanya persimpangan di setiap pertemuan kedua jalan ini memberikan orientasi kepada pengguna jalan. Persimpangan ditata sesuai aspek fungsional maupun estetika sehingga memberikan rasa aman, menunjukkan identitas, dan menarik perhatian pengguna jalan.

Jalan lokal 2 menghubungkan fasilitas penunjang jalan utama di dalam

cluster dan areal komersial, termasuk jalan akses ke cluster. Jalan lokal 2 ini dilengkapi dengan sistem utilitas misalnya jaringan air bersih, air limbah, aliran air hujan, sistem penerangan jalan, dan telekomunikasi. Jalan lokal 3 menghubungkan blok antara rumah di dalam satu cluster.

Jalan utama merupakan jalan yang menghubungkan seluruh wilayah permukiman (cluster, areal komersial, fasilitas umum) dan jalan lingkungan yang terdapat dalam cluster atau areal komersial. Jalan yang berada di kawasan Sentul City mengikuti kontur sehingga menghasilkan jalan yang berkelok-kelok. Jalan utama di Sentul City relatif panjang sekitar 6,5 km terbagi menjadi tiga yaitu Jalan M.H. Thamrin, Jalan Siliwangi, dan Jalan Bali Raya. Sirkulasi jalan utama dibagi dua jalur untuk menjamin keamanan pengguna jalan, mengingat kecepatan rata-rata kendaraan yang melintas relatif tinggi sekitar 70 km/jam.

Sistem utilitas pada wilayah Sentul City meliputi jaringan telekomunikasi, jaringan listrik, dan jaringan drainase. Jaringan listrik menggunakan sistem jaringan bawah tanah dengan tujuan membebaskan pandangan dari kabel-kabel yang terkesan tidak rapi, namun sistem jaringan listrik bawah tanah ini tidak diterapkan di seluruh wilayah dikarenakan biaya yang cukup tinggi. Sedangkan


(44)

jaringan telekomunikasi ditunjang dengan dibangunnya STO Telkom. Jaringan listrik dan telekomunikasi di wilayah ini khusus dikelola oleh Unit Pemeliharaan Infrastruktur dibawah naungan Departemen Pemeliharaan Kota (Town Maintenance Departement).

Jaringan drainase pada kawasan Sentul City menggunakan sistem jaringan tertutup dan terbuka. Diameter gorong-gorong yang digunakan pada jaringan tertutup adalah 2 m dengan tempat pertemuan saluran gabungan (perpotongan antar saluran) berukuran 2,5m x 2,5 m dan kedalaman sekitar 3 m sesuai topografi lahan. Sistem saluran drainase yang digunakan pada jalan utama yaitu sistem drainase terbuka berupa saluran air di bagian tepi jalan dan bagian tengah median jalan. Jarak antara saluran air di bagian tepi dengan badan jalan ± 1,25 m. Untuk air kotor limbah rumah tangga akan dialirkan oleh jaringan pipa ke suatu bak penampungan (STP) kemudian diolah, disaring, dan diendapkan bakteri guna mematikan bakteri pengganggu dan selanjutnya dialirkan ke sungai. Sebelum masuk ke badan air penerima, air diolah terlebih dahulu di instalasi pengolahan air limbah. Hal ini dilakukan pada sistem drainase yang lengkap.

4.2 Aspek Ekologis

Sentul City merupakan kawasan yang dikelilingi oleh pegunungan dan bukit dengan kontur serta kemiringan lahan telah diberi perlakukan cut and fill. Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan kebutuhan perumahan dan fasilitas komersial lainnya, namun banyak juga yang kondisi kontur dan kemiringan lahannya dipertahankan. Kondisi ini menjadi potensi untuk menonjolkan kawasan Sentul City yang mengusung konsep Eco City. Sentul City memiliki kondisi iklim tropis yang menunjang perkembangan berbagai macam vegetasi. Dengan adanya keragaman vegetasi ini dapat menjadi habitat yang baik bagi satwa yang ada di sekitar lingkungan Sentul City. Namun, perkembangan vegetasi tidak hanya difaktori oleh iklim tetapi ditunjang juga dengan kondisi tanah yang baik. Berdasarkan pengamatan dan wawancara dengan pihak Sentul City, kondisi tanah di kawasan ini kurang baik karena berbatu hal ini menyulitkan saat penanaman.


(45)

Sehingga untuk jenis tanaman tertentu tidak bisa berkembang dengan baik di kawasan ini.

Kawasan Sentul City dilalui oleh oleh aliran sungai Citeureup dan Cikeas. Sungai ini dimanfaatkan oleh pihak pengelola untuk diolah menjadi air bersih yang disalurkan ke penghuni kawasan tersebut.

4.2.1 Topografi

Sentul City merupakan kawasan dengan kondisi topografi datar hingga bergunung-gunung dan berada pada ketinggian 200 m - 750 m di atas permukaan air laut. Kawasan ini memiliki kemiringan lereng 0% - ≥ 25%, maka pada saat proses pematangan lahan dilakukan grading 30% (17º) guna menjaga stabilitas lereng untuk menghindari longsoran dan beban erosi.

4.2.2 Tanah

Berdasarkan penilaian studi AMDAL yang telah dilakukan oleh pihak Sentul City menunjukkan bahwa kawasan Sentul City tergolong kedalam lima klasifikasi tanah, yaitu Typic Hapludult, Typic Dystropept, Typic Hemipropept, Oxic Dystropept, dan Aquic Dystropept (Bukit Sentul, 2000). Berikut ini merupakan penilaian status kesuburan tanah yang berada di permukiman Sentul City (Tabel 16).

Tabel 16. Status Kesuburan Tanah di Permukiman Sentul City

No Klasifikasi KTK KB P₂O₅ Kandungan

Organik

Status Kesuburan

1 Typic Hapludult S R SR-R S R

2 Typic Dystropept S SR-R SR-R S R

3 Oxic Dystropept R-S SR-R SR-R R-S R

4 Typic Humitropept R SR-R SR-R S-T R

5 Aquic Dystropept S SR-R S S S

Sumber: (Bukit Sentul, 2000)

KTK = Kapasitas Tukar Kation KB = Kejenuhan Basa

SR = Sangat Rendah R = Rendah

S = Sedang T = Tinggi

Kesuburan tanah dipengaruhi oleh beberapa hal yakni kandungan unsur hara, tindakan pengolahan yang tepat, dan pengembalian bahan organik.


(46)

Kandungan unsur hara ini yang terkait dengan tingkat KTK, KB, dan P₂O₅ yang ada di dalam tanah. Jenis tanah yang berada di Sentul City rata-rata memiliki solum tanah dengan kedalaman < 90 cm, maka pada bagian lapisan atas (olah) dimanfaatkan dengan pengembangan tata hijau karena kandungan bahan organiknya lebih banyak.

4.2.3 Iklim

Berdasarkan data yang diperoleh dari stasiun pengukur iklim Badan Metereologi dan Geofisika Dramaga Bogor, kelembaban rata-rata bulanan periode tahun 2002 hingga 2012 berkisar antara 76,75% - 86,25%. Kelembaban minimum terjadi pada bulan Agustus dan kelembaban maksimum terjadi pada bulan Februari (Tabel 17). Sementara itu, data temperatur menunjukkan suhu rata-rata bulanan periode tahun 2002 hingga 2012 tercatat suhu terendah 24,64 ̊C pada bulan Januari dan suhu tertinggi 26,76 ̊C pada bulan Oktober (Tabel 18).

Curah hujan tahunan rata-rata kawasan Sentul City lebih dari 4000 mm. Rata-rata curah hujan bulanan berkisar antara 175,45 mm/bulan - 474,57 mm/bulan. Bulan basah tertinggi terjadi antara bulan Oktober sampai bulan Mei dengan jumlah hari hujan rata-rata sebanyak 13 hari/bulan.

Tabel 17 . Kelembaban Udara Kawasan Sentul City

Bulan Tahun

Rata-Rata 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Januari 74,4 79,4 88,3 88,3 86,6 77,9 81,9 88,0 88,0 83,0 86,0 83,80 Februari 86,9 80,8 88,1 87,8 86,9 89,2 90,1 88,0 85,0 79,0 87,0 86,25

Maret 83,9 83,7 82,9 88,3 83,4 84,2 83,8 82,0 86,0 82,0 80,0 83,65

April 83,6 83,8 82,0 83,4 82,0 87,2 83,3 82,0 77,0 84,0 n.a 82,83

Mei 80,5 80,0 83,8 81,5 79,5 82,7 79,7 85,0 84,0 84,0 n.a 82,07

Juni 79,9 78,0 76,9 84,9 77,2 82,0 79,1 81,0 86,0 77,0 n.a 80,20

Juli 82,4 72,4 83,8 82,4 78,4 77,3 73,6 77,0 84,0 80,0 n.a 79,13

Agustus 76,1 73,9 74,2 81,0 70,9 76,3 81,1 75,0 84,0 75,0 n.a 76,75

September 75,1 81,1 82,4 80,8 64,5 76,3 78,6 75,0 84,0 73,0 n.a 77,08

Oktober 72,0 83,1 80,5 82,5 71,8 81,2 80,1 82,0 86,0 75,0 n.a 79,42

November 83,3 85,9 84,8 83,0 81,7 85,6 85,5 81,0 82,0 80,0 n.a 83,28 Desember 84,7 87,7 86,1 84,3 87,3 89,6 86,5 85,0 83,0 84,0 n.a 85,40

Rata-Rata 81,65

n.a: not available


(47)

Tabel 18. Suhu Udara Kawasan Sentul City

n.a: not available

Sumber: (Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika Dramaga Bogor, 2012) Hasil yang diperoleh dari kelembaban rata-rata dan suhu udara rata-rata menunjukkan bahwa tingkat kenyamanan dari kawasan Sentul City tergolong nyaman dengan nilai THI sebesar 24,98.

4.2.4 Hidrologi

Permukiman Sentul City merupakan kawasan yang dibangun di daerah yang ketersediaan airnya minim, baik air permukaan maupun air tanahnya. Jenis air di kawasan ini dibagi berdasarkan sumbernya yaitu air sungai, air tanah, dan mata air. Kawasan ini dilewati oleh Sungai Citeureup dan Sungai Cikeas merupakan sungai permanen yang berair sepanjang tahun dan anak-anak sungainya yang berair hanya pada saat musim penghujan. Air tanah yang berada di kawasan ini hanya dalam bentuk air tanah dangkal dengan kedalaman muka air tanah berkisar antara 4 m - 12 m. Potensi air tanah bebas di kawasan ini kecil dan dipengaruhi oleh musim. Mata air merupakan sumber air yang mengalir langsung menjadi aliran permukaan pada sungai-sungai yang ada di kawasan tersebut dengan debit air yang umumnya kecil yaitu kurang lebih sebesar 0,5 liter/detik.

Bulan Tahun

Rata-Rata 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Januari 24,3 24,2 23,4 25,0 25,1 24,3 24,0 25,0 25,3 25,4 25,1 24,64 Februari 24,4 24,6 24,4 25,9 25,1 24,3 25,2 25,1 25,9 25,6 25,6 25,10

Maret 25,9 25,1 26,0 25,6 25,3 25,6 25,2 25,8 26,0 25,7 26,2 25,67

April 26,0 26,3 26,4 26,5 25,7 25,7 26,2 26,2 27,1 25,8 n.a 26,19

Mei 26,2 26,0 26,2 26,7 26,8 26,7 26,6 26,1 26,7 26,1 n.a 26,41

Juni 26,2 26,6 25,7 26,3 26,5 25,9 26,3 26,1 25,9 26,1 n.a 26,16

Juli 25,5 26,2 25,4 26,0 26,7 26,2 26,9 25,8 25,8 25,8 n.a 26,00

Agustus 25,8 27,1 26,3 26,0 26,6 26,7 26,6 26,3 25,8 25,7 n.a 26,29 September 26,4 26,4 26,5 26,1 27,7 26,8 27,0 26,6 25,3 25,1 n.a 26,40 Oktober 28,3 26,1 27,4 26,6 27,7 26,3 27,5 26,0 25,4 26,3 n.a 26,76 November 26,1 25,9 26,4 26,8 27,2 25,8 26,0 26,3 25,9 25,3 n.a 26,17 Desember 26,0 24,9 25,2 25,1 25,6 24,3 25,6 26,1 25,5 26,1 n.a 25,44


(48)

Kebutuhan air bersih untuk operasional permukiman Sentul City dan sarana penunjangnya bersumber dari layanan PDAM Kabupaten Bogor yang didistribusikan melalui reservoir yang berada di Cipambuan, kemudian didistribusikan ke daerah pelayanan kawasan Sentul City. Selain itu, bersumber dari Sungai Citeureup dan Sungai Cikeas yang berfungsi sebagai cadangan (make up water), pemasok kebutuhan air di kawasan Sentul City terutama ketika musim kemarau, dan mengairi danau buatan yang berada di dalam kawasan. Pemanfaatan kedua sungai tersebut oleh pihak Sentul City telah disetujui oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat untuk memanfaatkan air dari sungai-sungai tersebut, dengan dikeluarkannya SIPA (Surat Izin Pengambilan Air). Air yang diperoleh dari kedua sungai tersebut diolah terlebih dahulu pada Instalasi Pengolahan Air Minum di dalam kawasan yakni Water Treatment Plant (WTP) (Gambar 3). Selain dari PDAM dan kedua sungai tersebut, sumber air berasal juga dari tampungan air hujan. Air yang berasal dari ketiga sumber ini ditampung pada waduk (reservoir) dan kolam untuk memenuhi kebutuhan air minum, penyiraman tanaman dan pembersihan jalan, dan dijadikan sebagai sumber air baku (Sentul City, 2009).

Gambar 3. Pengolahan Air Bersih (WTP)

4.2.5 Vegetasi dan Satwa

Vegetasi yang berada di kawasan Sentul City memiliki tipe yang digolongkan menjadi vegetasi binaan dan vegetasi liar. Vegetasi yang berada di kawasan Sentul City memiliki jumlah 32.876 pohon namun yang teridentifikasi hanya 68 spesies. Spesies yang lebih mendominasi yaitu spesies tanaman introduksi dan hanya 27 spesies tanaman asli (Arifin dan Nakagoshi 2011). Tipe vegetasi binaan meliputi vegetasi hutan, vegetasi kebun campuran, vegetasi


(49)

tegalan, dan vegetasi sawah, sedangkan vegetasi liar yaitu vegetasi semak belukar. Tiga vegetasi pertama merupakan bentuk vegetasi yang mendominasi pada musim penghujan, vegetasi sawah mendominasi daerah pinggiran sungai, dan vegetasi semak belukar mendominasi saat musim kemarau (Bukit Sentul, 2000).

Vegetasi hutan berada di topografi yang berbukit terjal, spesifiknya di bagian puncak bukit, umumnya berupa hutan alami dan hutan binaan. Hutan alami di Sentul City didominasi oleh pohon Karet (Hevea brasillensis Willd.Ex. Juss M.A) yang merupakan jenis tanaman asli kawasan tersebut. Sedangkan hutan binaan didominasi oleh pohon Pinus (Pinus merkusii Jungh) yang mencirikan suasana pegunungan sesuai dengan konsep Sentul City yang ingin menyatu dengan Gunung Pancar.

Vegetasi kebun campuran merupakan bentuk vegetasi yang memberikan karakteristik pada daerah yang dekat dengan permukiman, menyebar di daerah dengan topografi bergelombang sampai berbukit. Vegetasi ini terdiri dari tanaman produksi dan tanaman penghasil bunga. Jenis tanaman produksi diantaranya cengkih (Eugenia aromaticum), bambu (Bambusa sp.), kopi (Coffea Arabica), rambutan (Nephellium lappaceum), dan jahe (Zingiber officinale). Tanaman penghasil buah adalah pohon durian (Durio zibethinus), mangga (Mangivera indica), kelapa (Coccos nucifera), dan manggis (Garsinia mangostana).

Vegetasi tegalan di kawasan ini diantaranya tanaman budidaya yaitu ketela/singkong (Manihot utilisma) dan pisang (Musa paradisiaca). Sedangkan vegetasi sawah yang terdapat selain padi (Oryza sativa L.) yaitu talas (Colocasia esculenta), kacang tanah (Arachis hypogeal), dan tanaman budidaya lainnya. Vegetasi semak belukar yang ada di kawasan ini, yaitu tanaman sulanjana (Hierochloa horsfieldii). Jenis-jenis lainnya terdiri dari harendong bulu (Melastorna malabthricum), seuseurehan (Smilax macrantha), jarong (Stacytarpheta jamaicensis), sikejut (Mimosa pudica), dan jenis-jenis rumput-rumputan.

Secara umum jenis satwa di kawasan ini cukup beragam mulai dari jenis satwa terrestrial yaitu reptil, amphibi, burung dan mamalia, serta biota akuatik. Satwa yang sering ditemui diantaranya kupu-kupu dan lebah yang ada pada


(50)

tanaman berbunga. Spesies burung yang terdapat pada kawasan ini terdiri dari burung gereja hingga burung madu yang habitatnya di semak belukar. Satwa burung banyak dijumpai di areal penghijauan karena pada area ini terdapat pohon trembesi (Samanea saman) yang sering dijadikan sarangnya. Sedangkan satwa amphibi banyak dijumpai di pinggir sungai, kolam, dan danau. Biota akuatik pada kawasan ini meliputi ikan, plankton (Zooplankton, Phytoplankton) dan makrozoobentos, serta hewan permukaan air lainnya seperti berudu (Bukit Sentul, 2000).

4.2.6 Sirkulasi

Kawasan Sentul City memiliki jalur sirkulasi yang baik sehingga memudahkan aksesibilitas di dalam maupun dari luar kawasan. Akses dari luar kawasan menuju Sentul City dapat ditempuh melalui jalan Tol Jagorawi lalu keluar di Pintu Tol Sentul Selatan. Akses dari kota Bogor menuju Sentul City dapat melalui Tol Bogor Ring Road, sedangkan akses dari kota Jonggol melalui Karang Tengah. Secara umum Sentul City memiliki 3 jenis jalan, yaitu jalan arteri dua jalur, jalan kolektor dan sub kolektor. Jalan utama Sentul City memiliki panjang 6,2 Km dengan badan jalan antara 6-10 m dilapisi hotmix. Jalan arteri Sentul City dibagi menjadi dua, yaitu jalan Thamrin dan Jalan Siliwangi. Sepanjang jalan arteri terdapat komplek-komplek pemukiman yang biasa disebut dengan Cluster. Jalan arteri dan tiap Cluster dihubungkan dengan jalan kolektor. Jalan sub kolektor adalah jalan yang terdapat di lingkungan Cluster yang menghubungkan antar rumah ke rumah.

4.3 Aspek Sosial

Kawasan Sentul City memiliki keunggulan dengan kondisi alam baik di dalam dan di luar lingkungan Sentul City. Hal ini menjadi daya tarik bagi penghuni dalam memilih lokasi tempat tinggal. Penghuni yang tinggal di kawasan permukiman ini didominasi dari luar wilayah Sentul City yang termasuk dalam area Jabodetabek. Mereka memilih permukiman Sentul City untuk ditempati setiap hari atau hanya saat weekend saja. Penghuni membutuhkan permukiman


(1)

g. Penyiraman

No Kontraktor Area Tanggal Luasan pekerjaan yang diselesaikan (m²)

Rata-rata luasan pekerjaan yang diselesaikan (m²)

Standar Kapasitas Kerja/Jam (m²)

Kegiatan diluar pekerjaan Waktu hujan Keterangan Efektivitas Keerja (%)

1 Gelar Jaya Jl. MH Thamrin 07062012 (F) 634.88 635.76 700 90.82

08062012 (F) 645.61 13062012 (F) 626.8

2 CAM Jl. Siliwangi 04062012 (F) 562.13 600.19 700 85.74

12062012 (F) 611.38 25062012 (F) 627.06 No Kontraktor Area Tanggal Luasan pekerjaan yang

diselesaikan (m²)

Rata-rata luasan pekerjaan yang

diselesaikan (m²)

Standar Kapasitas Kerja/Jam (m²)

Kegiatan diluar pekerjaan Waktu hujan Keterangan Efektivitas kerja (%) 08052012 (F) 34.56

22 AND 19032012 (F) 31.82 33.42 40 83.55

20032012 (2H) 32.08 08052012 (F) 36.37

23 EQU 19032012 (F) 30.86 32.51 40 81.29

20032012 (2H) 31.72 09052012 (F) 34.97

24 Jl. Juanda 19032012 (F) 31.20 30.29 40 75.72

20032012 (2H) 25.25 09052012 (F) 34.42

Rata-Rata Kapasitas Kerja 32.63 40 81.57


(2)

No

Kontraktor Area Tanggal Luasan pekerjaan yang diselesaikan (m²)

Rata-rata luasan pekerjaan yang diselesaikan (m²)

Standar Kapasitas Kerja/Jam (m²)

Kegiatan diluar pekerjaan Waktu hujan Keterangan Efektivitas Kerja (%)

3 MPU Jl. Juanda 20062012 (F) 580.85 608.47 700 86.92

21062012 (F) 617.3

28062012 (F) 627.28


(3)

Lampiran 14. HOK

` Kawasan Satuan KK per jam

Luas area

Waktu yang dibutuhkan (jam)

HOK per hari

Frek per tahun

HOK per tahun

Kebutuhan pekerja

Penyapuan I m² 741.70 72318 97.50 13.93 364 5070.29 16.20

II m² 736.40 64094 87.04 12.43 364 4526.17 14.46

III m² 685.10 49218 71.84 10.26 364 3735.71 11.93

Pemangkasan rumput

I m² 242.70 182158 750.58 107.22 18 1930.06 6.20

II m² 237.70 67651 284.58 40.65 18 731.78 2.35

III m² 238.40 74592 312.91 44.70 18 804.63 2.59

Pemangkasan semak

II pohon 3.25 397 122.15 17.45 24 418.81 1.35

Pemangkasan penutup tanah

I m² 24.52 5040.7 205.57 29.37 24 704.83 2.25

Penyiangan disertai

penggemburan

I m² 35.30 42191 1195.21 170.74 18 3073.40 9.82

II m² 31.50 51476 1634.15 233.45 18 4202.12 13.42

III m² 31.54 76669 2430.84 347.26 18 6250.76 19.97

Penyiraman I m² 635.80 23339 36.71 5.24 364 1908.94 6.10

II m² 600.20 34714 57.83 8.26 364 3007.59 9.61

III m² 608.50 53483 87.89 12.56 364 4570.67 14.60


(4)

NO Jenis Tanaman

Lokal Latin

1 Akasia Acacia mangium Willd

2 Teh-tehan Acalypha macrophylla L. 3 Agave strip kuning Agave Americana

4 Agave Agave angustivolia

5 Jeunjing/Sengon Albizzia falcata Back.

6 Alamanda Allamanda cathartica L.

7 Keladi hias Alocasia esculenta 8 Honje merah Alpinia purpurata

9 Nanas merah Ananas comosus

10 Pule Alstonnia scholaris L. R. Br. 11 Podocarpus Podocarpus macrophyllus

12 Cemara Norflok Araucaria heterophylla Salisb. Franco

13 Pinang Areca catechu L.

14 Sukun Artocarpus altilis Park. Fosberg 15 Belimbing Averrhoa carambola L.

16 Tebu putih Arundodonax versicolor 17 Rumput gajah Axonopus compressus 18 Bunga Kupu-kupu Bauhinia blakeana Dunn 19 Bismarkia Bismarckia nobilis 20 Bougenvil Bougenvillea spectabilis 21 Wali Songo Brassaia actinophyla F. Muell. 22 Melati kosta Brunfelsia uniflora (pohl.d.don) 23 Kaliandra Calliandra calothyrsus Meissn 24 Sikat Botol Callistemon citrinus Curt. Skeels 25 Kenari Hijau Canarium decumanum

26 Kana Canna hybrida

27 Cassia fistula Cassia fistula L. 28 Cemara Sumatra Casuarina sumatrana

29 Kapuk Ceiba pentandra Gaertn.

30 Bintaro Cerbera Odollam Gaertn

31 Palm Kuning Chrysalidocarpus lutescens

32 Kayu Manis Cinnamomum burmanii

33 Kelapa Gading Cocos nucifera L. 34 Palm Saledri Caryota mitis Lour

35 Bakung Crinum asiaticum L.

36 Taiwan beauty Cuphea hssopifolia ‘alba’ 37 Palm Merah Crytostachys lakka Becc. 38 Cimbopogon Cymbopogon nardus L. Rendle


(5)

NO Jenis Tanaman

Lokal Latin

39 Flamboyan Delonix regia Boyer ex Hook. Rafin. 40 Asam Keranji Diallium indum L.

41 Sempur Dillenia obovata Bl. Hoogl.

42 Bisbul Diospyros philippensis Desr. Kostel. 43 Melati air Echinodorus paleafolius

44 Kelapa Sawit Elaeis guineensis Jacq. 45 Dadap Merah Erythrina crista-galli L.

46 Anyang-anyang Elaeocarpus grandiflorus J.E. Smith 47 Patah tulang Euphorbia tirucolly

48 Beringin Ficus benjamina L.

49 Beringin Karet Ficus elastica Nois. ex Bl. 50 Biola Cantik Ficus lyrata Warb

51 Barringtonia Barringtonia asiatica Kurz. 52 Kirei Payung Filicium decipiens W. & A. Thw.

53 Gamelina Gmelina arborea Roxb.

54 Jati Putih Gmelina sp.

55 Melinjo Gnetum gnemon L.

56 Lobi-lobi Governour plum

57 Karet Hevea brasillensis Willd. Ex. A. Juss M.A.

58 Kembang sepatu Hibiscus rosa-sinensis L.

59 Waru Hibiscus tiliacecus L.

60 Hopea odorata Hopea odorata Roxb.

61 Soka Ixora javanica L.

62 Jarak merah Jatropha gossypifolia L. 63 Bungur Lagerstroemia indica Pers.

64 Lamtoro Leucaena leucocephala Lmk De Wit 65 Palem Kipas Livistona chinensis

66 Palm Uray/sirip ikan

Livistona decipiens 67 Palm Sadeng Livistonia rotundifolia 68 Limus/Bachang Mangifera foetida

69 Mangga Mangifera indica

70 Sapu Tangan Maniltoa Schefferi K.Schum 71 Sawo Kecik Manilkara kauki L. Dubard. 72 Pandan Pandanus tectorius soland.ex park 73 Palm Botol Mascarena lagenicaulis

74 Mindri Melia azedarach L.

75 Tanjung Mimusops elengi L.


(6)

Lokal Latin

77 Mengkudu Morinda citrifolia L.

78 Rambutan Nephelium lappaceum L.

79 Oleander Nerium oleander L.

80 Paraserianthes Paraserianthes falcataria L. Nielsen 81 Pandan Melintir Pandanus utilis

82 Philodendron Philodendron selloum 83 Palm Phoenix Phoenix roebelinii O’Brien

84 Pinus Pinus merkusii Jungh.

85 Kol Banda Pisonia grandis 'Alba' Span.

86 Kamboja Plumeria rubra L.

87 Kiputri Podocarpus nerifalius

88 Glodokan Bulat Polyalthea fragrans Dalzell Hook. F. & Thomson

89 Glodokan Tiang Polyanthea longifolia

90 Matoa Pometia pinnata J.R & G. Forst. 91 Sutera bombay Portulaca grandiflora

92 Angsana Pterocarpus indicus Willd.

93 Pisang Kipas Ravenala madagascariensis Sonn.

94 Adam hawa Rhoeo discolor

95 Palm Raja Roystonia regia (H.B.K.) O.F.Cook 96 Trembesi Samanea saman Jacq Merr.

97 Kecapi Sandoricum koetjape Burm. F. Merr. 98 Schizolobium Shizolobium parahyba

99 Kecrutan Spathodea campanulata Beauv. 100 Mahoni Swietenia mahogani L. Jacq

101 Salam Syzygium polyanthum Wight Walp.

102 Asam Jawa Tamarindus indica L. 103 Jati mas Tectona grandis L. F. 104 Ketapang Terminalia cattapa L.

105 Palm Ekor Tupai Uraria lagopodioides L. Desv. Ex. DC.

106 Tapak Dara Vinca roseus

107 Palm Putri Vitsia merlii

108 Bambu Jepang Arundinaria pumila 109 Bambu kuning Bambusa vulgaris 'Wamin'

110 Tabebuia Tabebuia sp.