Efisiensi Teknis Penangkapan Pukat Cincin di Pelabuhan Perikanan Nusantara Pemangkat Kabupaten Sambas Provinsi Kalimantan Barat

(1)

EFISIENSI TEKNIS PENANGKAPAN PUKAT CINCIN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PEMANGKAT

KABUPATEN SAMBAS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

TRI WAHYU BUDIARTI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Efisiensi Teknis Penangkapan Pukat Cincin di Pelabuhan Perikanan Nusantara Pemangkat Kabupaten Sambas Provinsi Kalimantan Barat” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2015

Tri Wahyu Budiarti NRP C451130101


(3)

RINGKASAN

TRI WAHYU BUDIARTI. Efisiensi Teknis Penangkapan Pukat Cincin di Pelabuhan Perikanan Nusantara Pemangkat Kabupaten Sambas Provinsi Kalimantan Barat. Dibimbing oleh EKO SRI WIYONO dan NIMMI ZULBAINARNI.

Unit penangkapan pukat cincin di Pemangkat mampu memberikan kontribusi sebesar 4693 ton (60%) dari total produksi ikan yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Pemangkat pada tahun 2013, tetapi tidak diikuti oleh kenaikan produktivitasnya. Penurunan produktivitas pukat cincin yang ditandai adanya penurunan Catch Per Unit Effort (CPUE) ini terjadi karena peningkatan jumlah upaya penangkapan/trip dan jumlah input yang digunakan tetapi tidak diikuti oleh peningkatan hasil tangkapan. Pada kondisi perairan kita yang bersifat open access, penurunan CPUE dapat dijadikan sebagai indikasi terjadinya penurunan sumberdaya ikan sebagai akibat adanya tekanan penangkapan berlebih. Hal ini merupakan salah satu dampak yang ditimbulkan akibat ketidak efisiennya penggunaan input produksi pada upaya penangkapan pukat cincin di perairan Laut China Selatan.

Secara umum, setiap usaha penangkapan mengharapkan hasil tangkapan yang ideal dengan penggunaan input yang efisien. Penentuan efisiensi teknis dan produktivitas dapat dijadikan indikator pengukuran kinerja alat penangkapan ikan. Bertolak dari hal tersebut, penelitian ini dilakukan dengan tujuan menentukan keragaan hasil tangkapan dominan pukat cincin di PPN Pemangkat, menghitung nilai efisiensi teknis dan produksi optimal pukat cincin di Pemangkat pada penggunaan jumlah input yang efisien. Penentuan produksi menggunakan persamaan Cobb Douglass, dan penentuan nilai efisiensi dianalisis dengan metode

Data Envelopment Analysis (DEA). Data yang digunakan sebagai bahan analisis adalah data teknis dari 30 unit pukat cincin di Pemangkat yang terdiri atas 12 unit kapal pukat cincin berukuran 30 – 60 GT dan 18 unit kapal pukat cincin berukuran > 60 GT. Data teknis yang digunakan terkait faktor output dan faktor input baik

fixed input maupun variabel input yang dihimpun dalam kurun waktu bulan Februari - November 2014.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil tangkapan dominan pukat cincin di Pemangkat adalah ikan layang, selar, tongkol, dan kembung. Musim puncak penangkapan ikan layang di PPN Pemangkat terjadi pada bulan Mei, Juni, September, November dan Desember. Sedangkan musim penangkapan ikan selar, tongkol dan kembung mempunyai pola yang tidak beraturan. Pada penentuan efisiensi teknis diperoleh bahwa kapal berukuran 30 - 60 GT, terdapat 66.67% unit kapal yang efisien dan pada kapal berukuran > 60 GT terdapat 44.44% yang efisien. Produksi pukat cincin berukuran 30 - 60 GT memenuhi persamaan Y = -32.23 + 1.91 X5 + 1.01 X7 + 1.98 X8 pada R2 = 0.832, dengan rata-rata produksi optimalnya sebesar 19,74 ton/trip. Produksi pukat cincin yang berukuran > 60 GT

memenuhi persamaan Y = -67.349 + 2.947 X5 + 2.018 X7+ 3.256 X8 pada R2 = 0.807, dan rata-rata produksi optimal sebesar 18.98 ton/trip. Produksi optimal kapal pukat cincin yang berukuran 30 - 60 GT lebih besar dibandingkan kapal berukuran > 60 GT. Hal ini diduga disebabkan adanya perbedaan kecepatan arus air dan perbedaan kemampuan berputar dalam proses pelingkaran jaring. Kapal


(4)

berukuran > 60 GT diduga memiliki kecepatan lebih lambat pada saat pelingkan jaring dibandingkan yang berukuran 30 - 60 GT. Produksi pukat cincin di Pemangkat pada kedua kategori tersebut dipengaruhi oleh tiga faktor input yaitu

X5 (lama hari per trip), X7 (bahan bakar), dan X8 (ransum), dengan nilai simpangan cukup besar antara produksi aktual dan produksi optimalnya. Hal ini terjadi karena adanya penggunaan jumlah input yang melebihi batas efisiensi kapal. Jika keadaan seperti ini dibiarkan maka akan menyebabkan over capacity, sehingga lama-kelamaan akan berubah menjadi over fishing terutama pada ikan pelagis kecil yang menjadi target utama pengoperasian pukat cincin di Pemangkat.

Pengelolaan perikanan di Pemangkat diharapkan dapat dilakukan dengan cara memperhatikan musim penangkapan ikan hasil tangkapan dominan pukat cincin dan pendugaan nilai produksi optimal berdasarkan penggunaan input yang efisien.

Kata kunci: efisiensi teknis, Data Envelopment Analysis, musim penangkapan, produksi optimal, pukat cincin


(5)

SUMMARY

TRI WAHYU BUDIARTI. Technical Efficiency of Purse Seine Fisheries in Pemangkat Fishing Port, Sambas District, West Kalimantan Province. Supervised by EKO SRI WIYONO dan NIMMI ZULBAINARNI.

Purse seine in Pemangkat have contributed about 4693 tons (60%) total production of fish landed in PPN Pemangkat, but not followed by an increase productivity. The decrease of Catch Per Unit Effort (CPUE) can be intrepeted as the decrease of productivity of purse seiner, because of an increase number of fishing effort/ trip and the number of inputs used but not followed by an increase catches. The condition of our waters that open access, the decline of CPUE may be indicated as a decrease in fish resources as a result of excessive fishing pressure. This is one of the impact of an inefficiency of purse seine fishing effort in the South China Sea. 

Generally, every fishing activity expected ideal production/catches by using an efficient input. Technical efficiency and productivity can be used as an indicator of performance measurement of fishing gear. Starting from this, the study was conducted with the aims; to analyze the performance of dominant catches of purse seine in Pemangkat, to define fishing efficiency and to define the optimum production of purse seine in Pemangkat on the efficient use of number of inputs. Estimation production was analyzed by Cobb Douglass equation, and determination of efficiency was analyzed by the method of Data Envelopment Analysis (DEA). The data analysis which used as the technical data of 30 units purse seiner, consist of 12 units 30 – 60 GT purse seiner and 18 units > 60 GT

purse seiner which operated in Pemangkat. Technical data related input factors either fixed or variable inputs within period from February 2014 until November 2014.

The results showed that purse seine catches in Pemangkat dominated by scads, travaillies, Eastern little tuna and Indo Pasific mackerels. May, June, September and November are peak season for scads fishing. While travaillies, Eastern little tuna and Indo Pasific mackerels have an iiregular pattern of fishing season. Result of fishing efficiency of purse seine showed that the size of the vessel between 30 - 60 GT, there are about 66.67% efficient vessels and for vessel size > 60 GT are about 44.44% efficient. The production for purse seine between 30 - 60 GT filled the equation Y = -32.23 + 1.91 X5 + 1.01 X7 + 1.98 X8 on R2 = 0.832, and the average of optimal production was 19.74 ton/trip. The production for purse seine > 60 GT filled the equation Y = -67.349 + 2.947 X5 + 2.018 X7+ 3.256 X8 with R2 = 0.807, and the average of optimal production was 18.98 ton/ trip. Optimal production for purse seine size between 30 - 60 GT is greater than purse seine > 60 GT. This difference is thought to be due to differences in velocity of the water flow and the ability of gear rotated. The ability of gear rotated for vessels > 60 GT suspected rotating slower than purse seine 30 - 60 GT. The production of purse seine in Pemangkat, both category is influenced by three factors; X5 (long days per trip), X7 (fuel), and X8 (ransom), with a sufficiently large deviation between actual and optimal production. This is due to the use of the number of inputs that exceed the limit vessel efficiency. If such condition allowed


(6)

will caused over-capacity, and for a long time it will caused an overfishing especially on small pelagic fishes, which is the main target of the operation of the purse seine in Pemangkat.

Fisheries management in Pemangkat expected to be conducted by using fishing season index of dominant purse seiner catches and estimated the optimal production value on the efficient used of number of inputs.

Keywords: technical efficiency, Data Envelopment Analysis, fishing season, optimum production, purse seine


(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.


(8)

EFISIENSI TEKNIS PENANGKAPAN PUKAT CINCIN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PEMANGKAT

KABUPATEN SAMBAS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

TRI WAHYU BUDIARTI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Teknologi Perikanan Laut

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015


(9)

(10)

Judul Tesis : Efisiensi Teknis Penangkapan Pukat Cincin di Pelabuhan Perikanan Nusantara Pemangkat Kabupaten Sambas Provinsi Kalimantan Barat

Nama : Tri Wahyu Budiarti

NRP : C451130101

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr. Eko Sri Wiyono, SPi. M.Si Ketua

Dr. Nimmi Zulbainarni, SPi, MSi Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Teknologi Perikanan Laut

Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, MScAgr


(11)

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Tema yang dipilih dalam penelitian dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 sampai November 2014 ialah efisiensi teknis, yang berjudul Efisiensi Teknis Penangkapan Pukat Cincin di Pelabuhan Perikanan Nusantara Pemangkat Kabupaten Sambas Provinsi Kalimantan Barat.

Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dan dorongan semangat dari orang lain. Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Eko Sri Wiyono, SPi, MSi dan Ibu Dr. Nimmi Zulbainarni, SPi, MSi selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan, saran dan masukan hingga terselesaikannya karya ilmiah ini. Penghargaan sebesarnya penulis sampaikan kepada Bapak Kepala Balai Penelitian Perikanan Laut yang telah mengijinkan penulis mengikuti kegiatan penelitian serta teman-teman BPPL atas segala bantuan yang diberikan selama pengambilan data. Di samping itu, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Tekad dan teman-teman di PPN Pemangkat, yang telah banyak membantu penulis selama melaksanakan pengambilan data di Pemangkat. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada ayahanda “Wagiran (alm)” dan Ibunda “Dwi Siswati”, suamiku tercinta “Hoirur Roziqin, ST” dan putraku “Dimaz Rafie Roziqin” serta seluruh keluarga (Ebok, mbak Anie, mbak Uma, mbak Firda, adek Diyah, dan adek Susilo atas restu, kasih sayang, doa, pengertian dan dukungan semangat yang tak pernah berakhir. Tak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada teman-teman TPL 2013 atas segala kebersamaan dalam suka dan duka, semangat, bantuan dan kerjasamanya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2015 Tri Wahyu Budiarti


(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xiii

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR LAMPIRAN xiv

DAFTAR ISTILAH xv

I PENDAHULUAN

Latar Belakang 1

Ruang Lingkup Penelitian 2

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

Kerangka Penelitian 3

II TINJAUAN PUSTAKA

Alat Tangkap Pukat Cincin 5

Faktor yang Mempengaruhi Produksi Pukat Cincin 6

Konsep Efisiensi Teknis Penangkapan Ikan 9

Produktivitas Perikanan 10

III METODOLOGI PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian 12

Jenis dan Sumber Data 12

Keragaan Pukat Cincin di Pemangkat 13

Indeks Musim Penangkapan Hasil Tangkapan Dominan Pukat 13

Cincin

Efisiensi Teknis Penangkapan Pukat Cincin 14

Produksi Optimal Pukat Cincin 18

IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Pelabuhan Perikanan Nusantara Pemangkat 19

Produksi Ikan yang Didaratkan di PPN Pemangkat 20

V HASIL DAN PEMBAHASAN

Keragaan Pukat Cincin di PPN Pemangkat 22

Komposisi Hasil Tangkapan Pukat Cincin di Pemangkat 24

Efisiensi Teknis Kapal Pukat Cincin di PPN Pemangkat 29

Produksi Optimal Pukat Cincin di Pemangkat 35

Pembahasan 37

VI KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan 44

Saran 45


(13)

DAFTAR TABEL

1 Rata-rata output dan faktor input pada kapal berukuran 30 - 60 GT 29 2 Parameter estimasi model produksi kapal berukuran 30 - 60 GT 29 3 Rata-rata kapasitas berlebih, tingkat VIU dan potensi perbaikan 31

kapal berukuran 30 – 60 GT

4 Rata-rata input dan output regresi linier kapal ukuran > 60 GT 32 5 Parameter estimasi model produksi kapal ukuran > 60 GT 32

6 Rata-rata kapasitas berlebih, tingkat VIU dan potensi perbaikan 34 kapal berukuran > 60 GT

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka penelitian 4

2 Skema pengoperasian pukat cincin 6

3 Lokasi pengambilan data penelitian di PPN Pemangkat 12

4 Aktifitas di di PPN Pemangkat (A) Dermaga dan (B) di tangkahan 19

5 Perkembangan unit penangkapan ikan di PPN Pemangkat 20

periode tahun 2007 - 2013

6 Komposisi produksi PPN Pemangkat 21

7 CPUE alat tangkap dominan di PPN Pemangkat 21

8 Fishing ground pukat cincin nelayan Pemangkat 22

9 Hasil tangkapan dan CPUE ikan layang 24

10 Indeks musim penangkapan (IMP) ikan layang 25

11 Hasil tangkapan dan CPUE ikan selar 26

12 Indeks musim penangkapan (IMP) ikan selar 26

13 Hasil tangkapan dan CPUE ikan tongkol 27

14 Indeks musim penangkapan ikan tongkol 27

15 Hasil tangkapan dan CPUE ikan kembung 28

16 Indeks musim penangkapan (IMP) ikan kembung 28

17 Distribusi efisiensi teknis pukat cincin 30 – 60 GT 30

18 Distribusi nilai VIU pukat cincin berukuran 30 - 60 GT 31

19 Distribusi efisiensi teknis pukat cincin berukuran > 60 GT 33

20 Distribusi VIU pukat cincin berukuran > 60 GT 34

21 Fluktuasi produksi aktual dan optimal pukat cincin berukuran 35 30 – 60 GT


(14)

22 Fluktuasi produksi aktual dan optimal pukat cincin berukuran 36 30 – 60 GT

DAFTAR LAMPIRAN

1 Konstruksi pukat cincin Pemangkat 50

2 Ouput SPSS kapal pukat cincin berukuran 30 – 60 GT 51

3 Hasil analisis DEA pukat cincin 30 – 60 GT 58

4 Hasil perhitungan kapasitas berlebih dan variable input utilization 64 (VIU) kapal berukuran 30 – 60 GT

5 Output SPSS kapal pukat cincin berukuran > 60 GT 65

6 Hasil analisis DEA pukat cincin > 60 GT 71

7 Hasil perhitungan kapasitas berlebih dan variable input utilization 80 (VIU) kapal berukuran > 60 GT

8 Perhitungan produksi optimal pukat cincin berukuran 30 – 60 GT 81

9 Perhitungan produksi optimal pukat cincin berukuran > 60 GT 82


(15)

DAFTAR ISTILAH

Daerah penangkapan : Suatu kawasan perairan yang mengandung satu atau beberapa jenis spesies ikan yang dijadikan sebagai target penangkapan ikan.

Efisiensi : Kemampuan menggunakan sumberdaya yang benar

dengan memanfaatkan penggunaan faktor produksi yang sekecil-kecilnya.

Efisiensi teknis : Suatu pengukuran pencapaian output optimal dengan menggunakan input tertentu

Ikan pelagis kecil : ikan yang hidup di kolam air laut bagian atas atau permukaan air, dan umumnya terdiri atas ikan-ikan berukuran relatif kecil (panjang < 30 cm pada saat dewasa) dan tidak termasuk ikan tuna maupun sejenisnya.

IMP : indeks musim penangkapan ikan, nilai indeks dari

perhitungan metode rata-rata bergerak (moving average) yang menunjukkan pola musim penangkapan ikan.

Kapasitas penangkapan : Sebuah konsep yang berkaitan dengan penggunaan faktor-faktor produksi yang dapat dimanfaatkan secara penuh.

Open access : Suatu kondisi pemanfaatan ikan tanpa pembatasan pada jumlah nelayan atau unit penangkapan, perikanan yang tidak teratur.

Overcapacity : Keadaan berlebihnya kapasitas input perikanan (armada perikanan) yang digunakan untuk menghasilkan output (hasil tangkapan) pada level tertentu.

Overfishing : Suatu kondisi jumlah ikan yang ditangkap melebihi jumlah ikan yang dibutuhkan untuk mempertahankan stok ikan di suatu daerah tertentu.

Penangkapan ikan : Suatu kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan, dengan alat atau cara apapun.

PPN : Pelabuhan Perikanan Nusantara

Produksi : Hasil akhir dari proses aktivitas penangkapan ikan

dengan memanfaatkan beberapa faktor produksi. Produksi optimal : Suatu kondisi hasil tangkapan yang dilakukan dengan


(16)

Produktivitas : Nilai yang mencerminkan upaya penangkapan dari unit penangkapan pukat cincin dalam memperoleh hasil tangkapan

Pukat cincin : Alat penangkapan ikan yang dioperasikan dengan cara melingkarkan jaring pada gerombolan ikan target agar gerakannya terhadang dan ikan berada pada lingkaran jaring

Pukat cincin 30 - 60 GT : Kapal pukat cincin dengan ukuran tonnase yang terdaftar berukuran 30.00 GT sampai dengan 59.5 GT

Pukat cincin > 60 GT : Kapal pukat cincin dengan ukuran tonnase yang terdaftar berukuran di atas 59.5 GT

Return to scale : Suatu kaidah dalam kegiatan produksi untuk mengetahui apakah suatu kegiatan produksi

mengalami kenaikan output dengan penambahan

input. Kaidah ini terdiri atas increasing, constan atau

decreasing return to scale yang dapat menunjukkan efisiensi produksi secara teknis.

Single spesies method : Metode perhitungan efisiensi teknis dengan menggabungkan output total (hasil tangkapan) sebagai satu jenis ikan saja tanpa memperhatikan perbedaan spesies aslinya.

Sumberdaya ikan : Potensi semua jenis ikan yang tersedia di laut

Tonase kapal : Volume kapal yang dinyatakan dalam gross tonnage

(GT)

Unit penangkapan : Suatu kesatuan dalam kegiatan penangkapan ikan yang meliputi kapal, alat tangkap, nelayan, dan alat bantu penangkapan.

Upaya penangkapan : Seluruh kemampuan yang dikerahkan suatu unit


(17)

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

Pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis di perairan Laut Cina Selatan (LCS) wilayah Indonesia telah berlangsung secara intensif sejak lama, terutama oleh armada pukat cincin yang berbasis di Pemangkat, Kepulauan Riau, Pekalongan dan Juwana. Laut Natuna/ LCS sebagai salah satu daerah penangkapan ikan (fishing ground) nelayan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Pemangkat memiliki potensi perikanan yang besar terutama ikan pelagis kecil, pelagis besar, ikan demersal, ikan karang dan hias. Jenis ikan pelagis kecil dan demersal sangat mendominasi hasil tangkapan ikan di wilayah perairan Laut Cina Selatan tercatat sekitar 60% dari produksi total (Suwarso et al. 2008). Secara umum, tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis di Laut Cina Selatan dari tahun ke tahun terus meningkat. Kondisi tersebut memunculkan terjadinya penurunan Catch per Unit Effort (CPUE) terutama pada perikanan pelagis kecil, karena adanya penurunan potensi ikan di Laut Cina Selatan. Terjadinya penurunan potensi ikan sementara permintaan ikan sebagai bahan konsumsi semakin meningkat mendorong nelayan untuk meningkatkan jumlah upaya penangkapan ikan (jumlah dan kemampuan tangkap) agar memperoleh ikan yang lebih banyak (Wiyono 2012). Jika hal tersebut terjadi setiap saat, maka akan terjadinya suatu kompetisi antar nelayan, sehingga nelayan akan berbondong-bondong meningkatkan kapasitas penangkapan dengan melakukan penambahan jumlah input dan biaya pada pemanfaatan sumber daya pelagis kecil di Laut Cina Selatan. Peningkatan jumlah input penangkapan perikanan pelagis ini diikuti oleh peningkatan jumlah armada, efisiensi penangkapan melalui penggunaan teknologi lampu bawah air, penanda lokasi penangkapan dengan menggunakan alat Global Positioning System (GPS) dan fish finder. Kejadian ini diperparah juga dengan illegal fishing

dari armada asing. Sehingga dengan meningkatnnya pemanfaatan sumberdaya ikan mengakibatkan terjadinya perubahan indeks upaya penangkapan dan hasil tangkapan (Suwarso et al. 2008).

Kondisi obyektif di lapangan menunjukkan bahwa tingginya tingkat eksploitasi (upaya penangkapan) sumberdaya ikan di perairan Laut Cina Selatan baik oleh armada Indonesia maupun asing membawa konsekuensi turunnya sediaan ikan disertai penurunan hasil tangkapan dan perubahan struktur dan fungsi populasi. Berdasarkan data Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Pemangkat diperoleh bahwa telah terjadi peningkatan upaya penangkapan pukat cincin pada tahun 2007 – 2013 dengan rata-rata peningkatan sebesar 16.67 % per tahunnya. Oleh karena itu, suatu sistem manajemen yang lebih baik sangat diperlukan untuk tercapainya hasil tangkapan yang berkelanjutan guna kelestarian perikanan. Dalam jangka pendek sistem manajemen penangkapan ditujukan untuk menghindari terjadinya tangkap lebih terhadap stok ikan, sedangkan dalam jangka panjang sistem manajemen ditekankan terhadap perlindungan biodiversitas. Pengaturan ini sangat penting mengingat sumber daya ikan sebagai milik bersama dan bersifat open access. Akibat sifat sumberdaya yang open access, nelayan cenderung akan mengembangkan jumlah armada penangkapannya maupun tingkat upaya penangkapan untuk mendapatkan hasil tangkapan yang sebanyak-banyaknya sehingga akan terjadi persaingan antar nelayan (Zulbainarni 2013).


(18)

Belum adanya pendugaan nilai produktivitas pukat cincin yang diperhitungkan secara optimal akan mempengaruhi terhadap sulitnya pembatasan

input (upaya) terhadap pemanfaatan sumberdaya ikan khususnya pelagis. Penurunan produktivitas karena peningkatan jumlah upaya penangkapan (over capacity) jika berlangsung secara terus-menerus akan menimbulkan suatu kondisi penurunan sumberdaya (over fishing) di perairan setempat. Hal tersebut menjadi sebuah permasalahan dan dilema bagi semua komponen dalam pengelolaan perikanan di Indonesia. Untuk mencapai tujuan perikanan tangkap yang berkelanjutan maka perlu dilakukan terobosan dalam kaitan efisiensi input yang digunakan. Efisiensi input sangat berhubungan erat dengan konsep kapasitas penangkapan. Perkembangan kegiatan penangkapan yang tidak terkendali menyebabkan kegiatan perikanan menjadi tidak efisien.

Berdasarkan data statistik PPN Pemangkat tahun 2007 - 2013, perikanan pelagis di Perairan Laut Cina Selatan banyak dimanfaatkan diantarannya oleh pukat cincin (purse seine) dan jaring insang (gillnet). Oleh karena itu, diperlukan adanya pengelolaan yang seksama agar produktivitas optimal dapat terjaga secara berkelanjutan. Usaha penangkapan ikan memiliki tujuan untuk memaksimumkan keuntungan usaha, perolehan keuntungan maksimum berkaitan erat dengan efisiensi produksi. Pada kenyataannya di lapangan terdapat beberapa masalah terkait penggunaan faktor-faktor produksi yang tidak sesuai dengan hasil tangkapan dan produktivitasnya. Faktor-faktor produksi tersebut merupakan suatu kesatuan yang diperlukan untuk melakukan kegiatan usaha penangkapan, dengan melihat pengaruh faktor-faktor produksi yang berperan maka dapat diketahui penggunaan faktor produksi seefisien mungkin. Untuk menunjang dalam pengelolaan perikanan pukat cincin di perairan Laut Cina Selatan diperlukan data dan informasi terkait dengan faktor input yang berpengaruh terhadap produksi perikanan pukat cincin yang diduga berdasarkan kondisi optimal dengan menggunakan kajian efisiensi teknis penangkapan. Apabila faktor-faktor produksi tersebut dapat diketahui maka penentuan nilai produktivitas optimal akan mudah dilakukan. Bertolak dari hal tersebut, penelitian untuk mengukur efisiensi teknis penangkapan pukat cincin yang beroperasi di perairan Laut Cina Selatan dan pendugaan nilai produktivitas optimalnya penting untuk dilakukan.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan terhadap perikanan pukat cincin yang beroperasi di Laut Cina Selatan pada basis pendaratan di PPN Pemangkat Kabupaten Sambas Provinsi Kalimantan Barat. Jumlah unit pukat cincin yang dianalisis terdiri atas 12 unit kapal pukat cincin yang berukuran 30 - 60 GT, dan 18 unit kapal pukat cincin berukuran > 60 GT. Penelitian ini difokuskan pada aspek teknis dan operasional terkait upaya penangkapan sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi produksi (hasil tangkapan) pukat cincin. Kegiatan penelitian menerapkan metode survei yaitu untuk menggali data dan informasi terkait teknis operasional, karakteristik kapal dan alat tangkap serta hasil tangkapan setiap individul kapal secara berkala selama sepuluh bulan (Februari sampai November 2014). Efisiensi teknis penangkapan pukat cincin diduga dengan menggunakan faktor-faktor produksi tersebut dengan menerapkan metode spesies tunggal (single species method). Pendugaan nilai produktivitas masing-masing unit dilakukan dengan memasukkan


(19)

nilai yang diperoleh pada perhitungan efisiensi ke dalam persamaan produksi yang diperoleh dari metode Cobb-Douglass dalam keadaan optimal.

Tujuan Penelitian

Tujuan utama yang diharapkan dari penelitian ini adalah menganalisis efisiensi teknis penangkapan pukat cincin di PPN Pemangkat dan alternatif manajemen pengelolaannya berdasarkan hasil penelitian. Adapun tujuan yang diharapkan secara spesifik antara lain :

1. Menganalisis keragaan hasil tangkapan dominan pukat cincin di PPN Pemangkat

2. Menghitung nilai efisiensi teknis penangkapan pukat cincin di PPN Pemangkat

3. Menghitung produksi optimal per upaya (trip) unit penangkapan pukat cincin di PPN Pemangkat

Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu bahan masukan dalam penentuan input produksi pada operasional pukat cincin di Pemangkat agar memperoleh hasil tangkapan yang optimal. Selain itu hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan dalam upaya pengelolaan sumberdaya perikanan pelagis terutama yang tertangkap oleh pukat cincin yang berbasis di PPN Pemangkat Kabupaten Sambas, Provinsi Kalimantan Barat. Serta dapat dijadikan sebagai salah satu acuan dalam penentuan jumlah kuota armada pukat cincin yang beroperasi (aktivitas pemberian ijin beroperasi) yang selama ini perhitungannya belum didasarkan atas nilai produksi optimal pukat cincin perairan setempat.

Kerangka Penelitian

Beberapa permasalahan yang muncul pada pemanfaatan sumberdaya ikan di Laut Cina Selatan (WPP 711) antara lain : penurunan hasil tangkapan karena daerah penangkapan (fishing ground) yang semakin menjauh sebagai akibat adanya peningkatan upaya penangkapan. Fenomena tersebut secara tidak langsung akan menyebabkan nelayan akan meningkatkan faktor input operasional baik dalam bentuk kuantitas maupun teknologinya. Berdasarkan permasalahan tersebut maka diperlukan suatu langkah konkret dalam upaya pengelolaan sumberdaya perikanan terutama pada pengelolaan sumberdaya manusia dan teknologi yang digunakan baik secara kualitas maupun kuantitasnya. Salah satu cara yang dianggap dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam pengelolaan perikanan terutama pemanfaatan ikan pelagis kecil di WPP 711 dengan alat tangkap pukat cincin adalah pendugaan nilai efisiensi teknis dan pendugaan produksi optimal pada pukat cincin yang dioperasikan oleh nelayan, dalam hal ini mengambil studi kasus pukat cincin di Pemangkat. Guna mempermudah dalam melakukan dan memperoleh hasil penelitian terkait pendugaan efisiensi teknis dan produksi optimal pukat cincin di Pemangkat, maka perlu dilakukan langkah-langkah dalam pengolahan data dan analisis yang digambarkan dalam bentuk kerangka penelitian (Gambar 1).


(20)

Gambar 1. Kerangka penelitian Data yang diperlukan

Data hasil wawancara

• Ukuran kapal

• Ukuran alat tangkap pukat cincin

• Metode pengoperasian pukat cincin

• Hasil tangkapan per trip

• Jumlah perbekalan per trip

• Jumlah ABK per trip

• Koordinat fishing ground

• dan sebagainya Data Statistik PPN

• Produksi bulanan/tahunan

• Jumlah perbekalan bulanan/tahunan

• Jumlah trip bulanan/tahunan

• Jumlah alat tangkap

• Jumlah armada

• dan sebagainya

Faktor produksi pukat cincin

Faktor produksi optimal pukat cincin

Efisiensi Teknis Efisiensi penangkapan

pukat cincin

Keberlanjutan sumber daya ikan pelagis

Kebijkan pemerintah

Produksi optimal pukat cincin Permasalahan :

1.Penurunan hasil tangkapan 2.Kenaikan upaya penangkapan 3.Kenaikan faktor input operasional 4.Lokasi penangkapan makin jauh

Analisis data

Keragaan Pukat Cincin Pemangkat

Indeks Musim Penangkapan


(21)

2. TINJAUAN PUSTAKA Alat Tangkap Pukat Cincin

Pukat cincin atau dikenal juga dengan sebutan purse seine merupakan alat tangkap yang dioperasikan dengan cara melingkari gerombolan ikan permukaan (pelagic fish). Pukat cincin berbentuk empat persegi panjang, dilengkapi tali kerut yang bercincin yang diikatkan pada bagian bawah jaring sehingga pada akhir pengoperasiannya akan membentuk kerut dan seperti mangkuk. Alat tangkap ini tergolong efektif terhadap target spesies dan memiliki kecenderungan tidak destruktif terhadap lingkungan perairan.

Martasuganda (2004) menyatakan bahwa pukat cincin (purse seine) termasuk alat penangkapan ikan yang digolongkan dalam kelompok jaring lingkar (surrounding nets) yang pada umumnya jaring berbentuk empat persegi panjang, tanpa kantong dan digunakan untuk menangkap gerombolan ikan permukaan (pelagic fish). Menurut Sadhori (1985), pukat cincin didefinisikan sebagai sejenis jaring lingkar yang aktif untuk menangkap ikan-ikan pelagis baik ikan pelagis kecil maupun ikan pelagis besar yang pada umumnya hidup membentuk kawanan dalam kelompok besar (schooling). Brandt (1984) menyatakan alat tangkap pukat cincin juga digolongkan sebagai jaring lingkar dalam (surrounding nets), karena dalam pengoperasiannya jaring akan membentuk pagar yang mengelilingi ikan yang akan ditangkap. Pukat cincin merupakan alat tangkap yang lebih efektif dalam menangkap ikan-ikan pelagis di sekitar permukaan air (Brandt 1984). Pukat cincin dibuat dengan dinding jaring yang panjang, dengan panjang jaring bagian bawah sama atau lebih panjang dari bagian atas. Dengan bentuk konstruksi jaring seperti ini, tidak ada kantong yang berbentuk permanen pada jaring pukat cincin. Karakteristik jaring pukat cincin terletak pada cincin yang terdapat pada bagian bawah jaring.

Menurut Sainsbury (1996) pengoperasian pukat cincin dilakukan dengan melingkari gerombolan ikan sehingga membentuk sebuah dinding besar yang selanjutnya jaring akan ditarik dari bagian bawah membentuk seperti kolam (Gambar 2). Agar memudahkan pada proses penarikan jaring hingga membentuk kantong, alat tangkap ini dilengkapi dengan cincin sebagai tempat lewatnya “tali kolor” atau “tali pengerut” (Subani & Barus 1988). Adapun konstruksi pukat cincin menurut Subani & Barus (1988) terdiri atas :

1. Bagian jaring, terdiri atas jaring sayap, jaring badan, dan jaring kantong. 2. Srampatan (selvedge), dipasang pada bagian pinggiran jaring yang

berfungsi untuk memperkuat jaring pada waktu dioperasikan terutama pada waktu penarikan jaring.

3. Tali-temali, terdiri atas tali pelampung, tali ris atas, tali ris bawah, tali pemberat, tali kolor dan tali selambar.

4. Pelampung, pelampung yang dipasang di bagian tengah lebih rapat dibandingkan dengan bagian pinggir.

5. Pemberat, dipasang pada tali pemberat

6. Cincin, digantungkan pada tali pemberat dengan seutas tali yang panjangnya 1 meter dengan jarak sekitar 3 meter setiap cincin.

Setelah proses penarikan (hauling) berhasil dilakukan, selanjutnya hasil tangkapan dipindahkan ke kapal atau perahu dengan menggunakan alat bantu serok (scoop net). Alat tangkap pukat cincin ada yang dioperasikan oleh satu kapal (one boat


(22)

purse seine) dan ada yang dioperasikan dengan dua kapal (two boat purse seine) (Diniah 2008).

Gambar 2. Skema pengoperasian pukat cincin (sumber : http//kapi.kkp.go.id) Perkembangan pukat cincin di provinsi Kalimantan Barat pada mulanya merupakan akibat perluasan daerah penangkapan nelayan pukat cincin di Pekalongan. Alat tangkap pukat cincin ini mengalami perkembangan yang pesat setelah munculnya Keputusan Presiden No. 39 tahun 1980 tentang pelarangan

trawl. Munculnya investasi kapal baru yang berukuran lebih dari 100 GT sekitar tahun 1982 - 1983 menyebabkan terjadinya perluasan daerah penangkapan hingga ke Laut Cina Selatan. Selain itu perkembangan pukat cincin dipicu juga oleh adanya penggunaan lampu untuk meningkatkan efektifitas penangkapan menggantikan peranan rumpon yang ditanam di laut pada tahun 1986 - 1987 (Atmadja & Sadhotomo 1995). Pada tahun yang sama mulai berkembang penggunaan pukat cincin di Pontianak dan pada tahun 1990 meluas ke Pemangkat Kabupaten Sambas. Kapal pukat cincin di Kalimantan Barat tersebar di beberapa tempat pendaratan ikan, namun sebagian besar berada di PPN Pemangkat. Sejak awal perkembangannya pukat cincin di PPN Pemangkat selalu mengalami peningkatan (Kurniawati 2005).

Faktor yang Mempengaruhi Produksi (Hasil Tangkapan) Pukat Cincin

Sismadi (2006) menyatakan bahwa produksi adalah perubahan dari dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output (produk) yang merupakan hasil akhir dari proses aktivitas ekonomi dengan memanfaatkan beberapa masukan atau input. Dengan pengertian ini dapat dipahami bahwa kegiatan produksi adalah mengkombinasikan berbagai input atau masukan untuk menghasilkan output. Doll & Orazen dalam Soekartawi (2003) menggambarkan fungsi produksi sebagai hubungan antara input dan output sehingga menghasilkan produk tertentu, dengan kata lain fungsi produksi menggambarkan kombinasi penggunaan beberapa faktor produksi untuk menghasilkan sutu tingkat produksi tertentu.

Fungsi produksi secara sederhana dapat digambarkan sebagai hubungan fisik atau hubungan teknis antara jumlah faktor produksi yang digunakan dengan jumlah produk yang dihasilkan per satuan waktu tanpa memperlihatkan biaya. Fungsi produksi adalah hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan atau variabel tak bebas (Y) dan variabel yang menjelaskan atau variabel bebas (X).


(23)

Variabel yang menjelaskan biasanya berupa input, sedangkan variabel yang dijelaskan adalah jumlah produksi. Fungsi produksi adalah suatu hubungan matematis yang menggambarkan satu cara, dimana jumlah dan hasil produksi tertentu tergantung dari jumlah input yang digunakan (Soekartawi 2003). Menurut Soekartawi (2003), bentuk dan model produksi yang sering digunakan dalam penelitian adalah model fungsi Cobb-Douglass dengan menggunakan data berdistribusi normal dan faktor produksi yang digunakan mewakili variabel-variabel yang mempengaruhi hasil produksi. Terdapat tiga alasan pokok fungsi Cobb-Douglass banyak dipakai peneliti, yaitu:

1) Penyelesaian fungsi Cobb-Douglass relatif lebih mudah dibanding fungsi yang lain;

2) Hasil pendugaan garis akan menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus menunjukkan besaran elastisitas; dan

3) Besaran elastisitas tersebut sekaligus menunjukkan tingkat return to scale. Selain terdapat tiga kelebihan dari fungsi Cobb-Douglass tersebut, menurut Soekartawi (2003) terdapat beberapa hal yang menjadi kelemahan fungsi tersebut yang dicerminkan dari kesulitan-kesulitan dalam penggunaannya, antara-lain :

1) Spesifik variabel yang keliru; 2) Kesalahan pengukuran variabel; 3) Bias terhadap variabel manajemen; 4) Sulit dihindari adanya multikolinearitas;

5) Adanya kesulitan dalam memperoleh data yang benar-benar memenuhi syarat; dan

6) Kesulitan dalam mewujudkan asumsi, yaitu asumsi tidak ada perbedaan teknologi dalam pengamatan dan asumsi responden sebagai price takers.

Karena pada penyelesaian fungsi Cobb-Douglass selalu dilogaritmakan dan diubah bentuk fungsinya menjadi fungsi linier, maka menurut Soekartawi (2003) terdapat beberapa persayaratan yang harus dipenuhi, yaitu :

1) Tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol, sebab logaritma dari nol adalah suatu bilangan yang besarnya tidak diketahui (infinite);

2) Dalam fungsi produksi, perlu asumsi tidak ada perbedaan teknologi pada setiap pengamatan, artinya kalau fungsi Cobb-Douglass yang dipakai sebagai model dalam suatu pengamatan dan memerlukan lebih dari satu model maka perbedaan model tersebut terletak pada garis potong (intercept) dan bukan pada kemiringan garis (slope) model tersebut;

3) Tiap variabel X adalah perfect competition; dan

Perbedaan lokasi (pada fungsi produksi) seperti iklim adalah sudah tercakup pada faktor kesalahan (u).

Menurut Ayodhyoa (1981), prinsip menangkap ikan dengan pukat cincin adalah melingkari suatu gerombolan ikan dengan jaring, setelah itu jaring pada bagian bawah dikerucutkan, dengan demikian ikan akan terkumpul pada bagian kantong, dengan kata lain memperkecil ruang lingkup gerak ikan, sehingga ikan tidak dapat melarikan diri dan akhirnya tertangkap. Sainsburry (1996) menyatakan bahwa penangkapan ikan dengan pukat cincin merupakan metode penangkapan yang paling agresif dan ditujukan untuk penangkapan gerombolan besar ikan pelagis. Alat tangkap ini dapat menangkap ikan pada segala macam ukuran baik


(24)

mulai dari ikan kecil-kecil hingga ikan-ikan besar tergantung pada ukuran mata jaring yang digunakan. Alat tangkap yang melingkari kawanan ikan ini dalam pengoperasiannya akan dipengaruhi kemampuan (skill) nelayan dalam mencari kawanan ikan, tingkah laku spesies ikan yang dituju dan sifat-sifat teknologi alat tangkap. Sifat-sifat teknologi tersebut termasuk ukuran kapal, tenaga mesin, bahan bakar minyak, ukuran jaring, lama operasi dan jumlah tenaga kerja memegang peranan yang sama penting sehingga perlu adanya perhitungan kombinasi faktor-faktor tersebut agar diperoleh indeks daya tangkap yang sesuai (Sudibyo 1998).

Tenaga mesin yang merupakan motor penggerak kapal sangat berperan dalam penentuan kecepatan kapal. Pengoperasian mesin ini memerlukan bahan bakar minyak sebagai input utama dalam menggerakkan kapal. Jangkauan daerah penangkapan (fishing ground) dan lama pengoperasian pukat cincin dipengaruhi oleh jumlah bahan bakar minyak yang dibawa dan ukuran kapal yang digunakan. Panjang jaring diduga mempunyai hubungan erat dengan jumlah hasil tangkapan. Volume yang terbentuk oleh jaring akan dibatasi oleh panjang jaring yang digunakan (Ayodhyoa 1981). Tenaga kerja termasuk salah satu faktor input yang sangat penting dalam keberhasilan operasi penangkapan, kemampuan (skill) tenaga kerja akan memberikan dampak positif pada keberhasilan operasi penangkapan (Sudibyo 1998).

Menurut Teken & Asnawi (1981) yang diacu pada Sutopo (1984) bahwa kriteria produksi optimum adalah 1) syarat keharusan dimana hubungan fisik antara faktor produksi harus diketahui; 2) syarat kecukupan dimana produk marginal dari faktor produksi harus sama dengan satuan faktor produksi. Hasil penelitian Sugiarta (1992), optimasi produksi pukat cincin di Pengambengan Kabupaten Jembrana Bali memenuhi persamaan Y = -565.82 + 0.397X1 + 1.886X2

+ 1.27X3 + 1.31X4 – 3.948X5 + 0.225X6 + 2.907X7; dengan X1, X2, X3, X4, X5, X6,

dan X7 secara berturut-turut adalah ukuran kapal, panjang jaring, lebar jaring,

tenaga mesin, anak buah kapal, bahan bakar minyak dan lamanya trip. Isnandar (1993) dalam penelitiannya menyatakan bahwa lamanya setting (X1), lamanya

hauling (X2), ukuran kapal (X3), panjang jaring (X4) dan anak buah kapal (X5)

menjadi faktor-faktor teknis yang mempengaruhi hasil tangkapan pukat cincin di Palabuhanratu. Menurut Sudibyo (1998), ukuran kapal, bahan bakar minyak, panjang jaring, lamanya operasi, jumlah tenaga kerja, kombinasi tenaga mesin dan tenaga kerja, kombinasi bahan bakar dan lamanya operasi mempengaruhi jumlah hasil tangkapan pukat cincin di Pekalongan, Jawa Tengah. Nurdin et al. (2012) menyatakan bahwa hasil analisis regresi berganda faktor-faktor yang mempengaruhi hasil tangkapan pukat cincin di Watampone, Sulawesi Selatan diperoleh nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0.971. Hal ini menjelaskan bahwa hasil tangkapan pukat cincin di Watampone dipengaruhi oleh jumlah hari di laut, jumlah anak buah kapal (ABK), bahan bakar, panjang jaring, dan panjang kapal sebesar 97.1%, dan sisanya 2.9% dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya. Menurut Aprilia (2014), faktor produksi yang berpengaruh terhadap hasil tangkapan unit pukat cincin harian di Lampulo pada musim barat yaitu daya mesin kapal, tinggi jaring, awak kapal, jumlah lampu dan perbekalan.


(25)

Konsep Efisiensi Teknis Penangkapan Ikan

Kirkley & Squires (1998) mendefinisikan kapasitas perikanan sebagai stok kapital maksimum yang ada dalam perikanan, yang dapat digunakan secara penuh pada kondisi efisien maksimum secara teknis, pada waktu dan kondisi pasar tertentu. Stok kapital tersebut dapat berupa kapital itu sendiri maupun sumberdaya manusia. Kapital merupakan fungsi dari spesifikasi kapal, alat tangkap, sedangkan sumberdaya manusia dapat berupa jumlah awak kapal dan kemampuan/ skill awak kapal. Keseluruhan kapital dan sumberdaya manusia itu merupakan manifestasi dari upaya (effort) yang biasanya diukur dari jumlah melaut (trip) atau jumlah hari melaut (day fished). Dengan demikian konsep kapasitas perikanan ini dapat juga disebut sebagai tingkat upaya yang memungkinkan (available fishing effort), kapasitas upaya, kapasitas tangkap, upaya potensial maksimum, dan kapasitas potensial perikanan (Kirkley & Squires, 1998). Salz (1994) mendefinisikan kapasitas perikanan sebagai jumlah yang dapat ditangkap oleh kapal tertentu atau alat tangkap tertentu setiap tahunnya.

Menurut Lindebo (2003) bahwa dalam terminologi yang sederhana, kapasitas perikanan adalah kemampuan suatu kapal atau armada dalam melakukan penangkapan ikan. Kemampuan ini didasarkan pada :

• banyaknya kapal nelayan dalam suatu armada • ukuran setiap kapal

• efisiensi setiap kapal yang ditentukan oleh peralatan teknis yang tersedia dan kemampuan nelayan dalam penangkapan, dan

• waktu yang dibutuhkan dibutuhkan dalam penangkapan ikan

Kapasitas perikanan menurut Fish Agriculture Organization (1998) didefinisikan sebagai jumlah total maksimum ikan yang ditangkap pada suatu

periode waktu tertentu (tahun, musim) oleh armada penangkapan ikan, jika seluruh unit penangkapan tersebut digunakan secara maksimal yang menghasilkan biomass dan struktur umur ikan dengan kemampuan teknologi. Reid et al. (2003) mendefinisikan bahwa secara umum kapasitas perikanan adalah kemampuan armada penangkapan atau kapal untuk menangkap ikan.

Morrison (1993) menyatakan bahwa konsep kapasitas perikanan tangkap dapat didefinisikan dan diukur, baik dengan pendekatan ekonomi - teknologi maupun dinyatakan secara eksplisit dalam optimasi berdasarkan teori mikroekonomi. Dalam literatur perikanan, konsep kapasitas perikanan memiliki persepsi yang berbeda-beda, namun secara umum penggunaannya berkaitan dengan seberapa besar pemanfaatan sumberdaya perikanan dibandingkan dengan potensi sumberdaya ikan yang ada (Kirkley & Squires 1998). Dari perspektif ekonomi, kapasitas perikanan tangkap pada dasarnya merupakan fungsi dari input

dan output.

Kirkley & Squires (1998) mendefinisikan kapasitas dari sudut pandang ekonomi dan teknologi sebagai jumlah maksimum yang dapat diproduksi oleh kapal setiap unit waktu dengan lahan dan peralatan yang ada, dengan keberadaan dari beberapa faktor produksi variabel tidak dibatasi. Lebih jauh Kirkley & Squires (1998) menyatakan bahwa kapasitas perikanan dapat diukur, baik berdasarkan ketersediaan sumberdaya (stok) maupun tidak berdasarkan ketersediaan stok. Jika kapasitas diukur berdasarkan ketersediaan stok, kapasitas perikanan dapat diartikan sebagai potensi maksimum output yang datanya dihasilkan melalui tingkat sumberdaya yang ada. Sebaliknya, jika kapasitas


(26)

perikanan yang diukur tidak berdasarkan ketersediaan stok dapat dijelaskan sebagai output potensial yang dapat dihasilkan, dengan ketersediaan sumberdaya tidak menjadi kendala. Memasukkan ketersediaan sumberdaya dalam pengukuran kapasitas perikanan dapat menentukan apakah ketersediaan stok akan membatasi produksi (tangkap), namun khususnya bagi assesment perikanan di negara berkembang hal ini sulit dilakukan, mengingat data ketersediaan stok jarang ada (Yustom 2009). Sehingga dari beberapa pendapat diatas dapat dirangkum bahwa efisiensi teknis penangkapan ikan adalah suatu model kapasitas penangkapan dalam rangka memperoleh hasil yang optimal dengan menggunakan upaya yang seefisien mungkin.

Beberapa penelitian terkait efisiensi teknis penangkapan ikan telah dilakukan dengan menggunakan berbagai metode analisis data. Dengan menggunakan analisis Peak To Peak (PTP), Budiarti & Mahiswara (2012) menyatakan bahwa kondisi kapasitas berlebih (overcapacity) pada perikanan udang di perairan Balikpapan dan sekitarnya terjadi pada tahun 1992 hingga 2003, dan cenderung mengarah pada kondisi overfishing jika berlangsung secara terus-menerus. Pendugaan efisiensi teknis penangkapan pukat cincin di perairan Utara Jawa dengan program Data Envelopment Analysis (DEA) telah dilakukan oleh Hufiadi (2008). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa rata-rata tingkat pemanfaatan kapasitas penangkapan pukat cincin Pekalongan di beberapa daerah penangkapan pada setiap musim belum optimum. Sebagian besar kapal pukat cincin dalam pemanfaatan kapasitas penangkapannya telah melebihi nilai optimumnya. Kapasitas penangkapan pukat cincin Pekalongan dengan pendekatan

input oriented secara relatif telah menunjukkan kapasitas berlebih, baik dalam jangka pendek (excess capacity) yang apabila dibiarkan dalam kondisi bertahun-tahun akan menyebabkan over capacity (Efendi 2007). Penelitian Yustom (2009) tentang kapasitas pukat cincin di perairan Aceh Timur menunjukkan telah terjadi kapasitas berlebih pada penangkapan pukat cincin, dengan jumlah kapal pukat cincin optimal 61-78 unit. Di perairan sekitar Bangka, kapasitas unit penangkapan

gillnet hanyut, pancing ulur dan payang per musim tidak optimal karena telah terjadi kapasitas berlebih, sedangkan kapasitas penangkapan pukat cincin mini telah optimal (Hidayat 2009). Dengan berbagai penelitian di atas, kiranya perlu dilakukan pendugaan nilai efesiensi teknis pada kapasitas optimal suatu alat tangkap dalam menduga nilai produksi optimal alat tangkap tersebut.

Produktivitas Perikanan

Produktivitas perikanan tangkap adalah produktivitas (kapal/perahu) penangkap ikan. Produktivitas kapal penangkap ikan merupakan tingkat kemampuan kapal penangkap ikan untuk memperoleh hasil tangkapan ikan. Produktivitas kapal penangkap ikan per tahun ditetapkan berdasarkan perhitungan jumlah hasil tangkapan ikan per kapal dalam satu tahun, dibagi besarnya jumlah kapal yang bersangkutan (Saputra et al. 2011). Menurut Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 60/MEN/2010, produktivitas kapal penangkap ikan merupakan tingkat kemampuan memperoleh hasil tangkapan ikan yang ditetapkan dengan mempertimbangkan: 1) ukuran tonnage kapal; 2) jenis bahan; 3) kekuatan mesin kapal; 4) jenis alat penangkap ikan yang digunakan; 5) jumlah trip operasi penangkapan per tahun; 6) kemampuan tangkap rata-rata per trip; dan 6) wilayah penangkapan ikan. Besar kecilnya produktivitas penangkapan tersebut akan


(27)

menentukan tingkat kelayakan usaha. Di samping itu kelayakan usaha juga ditentukan oleh biaya produksi. Meningkatnya harga bahan bakar dapat menaikkan biaya produksi, hal ini akan menyebabkan menurunnya tingkat kelayakan usaha, sehingga tidak menutup kemungkinan akan menyebabkan terjadinya penurunan produktivitas. Nurdin et al. (2012) menyatakan bahwa produktivitas usaha pukat cincin nelayan Watampone, Sulawesi Selatan dari tahun 2005 hingga 2010 cenderung menurun, dengan nilai rata-rata produktivitas upaya penangkapan sebesar 4.45 ton/trip/unit, produktivitas anak buah kapal 0.30 ton/orang/trip, dan rata-rata produktivitas unit pukat cincin sebesar 103.35 ton/unit/tahun. Hasil penelitian Suwarso et al. (2012) menyatakan bahwa terjadi kenaikan tren produktivitas pukat cincin di Mamuju dan Bone yang dinyatakan dalam Catch Per Unit Effort (CPUE) masih dapat mendukung kapasitas penangkapannya. Produktivitas per trip tertinggi pukat cincin di Lampulo, Aceh sebesar 1.86 ton/trip pada tahun 2012 dan produktivitas per GT tertinggi terjadi pada tahun 2011 sebesar 9.97 ton/GT (Aprilia 2014).

Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : KEP 60/MEN/2010 tentang Produktivitas Kapal Penangkap Ikan, sebenarnya sudah menghadirkan dasar perhitungan kapasitas penangkapan ikan karena di dalamnya terdapat data estimasi produktivitas kapal yang dikaitkan dengan ketentuan mengenai perijinan dan pungutan perikanan yang diatur oleh pemerintah pusat (kapal-kapal berukuran 30 GT atau lebih). Skenario penetapan Pungutan Hasil Perikanan (PHP) atau lebih umum dikenal sebagai pajak perikanan yang ditentukan oleh pemerintah dikenakan berdasarkan pada input produksi. Pajak tersebut dilakukan dalam kerangka mereduksi penggunaan input secara berlebihan seiring dengan rezim pengelolaan akses terbuka yang cenderung menimbulkan inefisiensi ekonomi (Efendi 2007). Walaupun pengendalian sumberdaya perikanan dilakukan dengan menggunakan instrumen PHP bersifat netral, yang artinya mengandung pendekatan pengendalian input dan output sekaligus, tetapi instrumen tersebut seperti halnya pajak akan menyebabkan penurunan effort. Kebijakan pajak mampu mengurangi efek kapasitas berlebih dalam jangka pendek. Fauzi (2004) menyatakan bahwa sulit sekali menerapkan tingkat pajak terhadap input, karena komponen input perikanan terdiri dari berbagai komponen (tenaga kerja, mesin, GT, jumlah trip, dan sebagainya). Sistem penentuan pajak perikanan di Indonesia dihitung berdasarkan produktivitas dan GT yang besarnya bervariasi tergantung jenis alat tangkap yang dioperasikan. Penerapan PHP pada perikanan pukat cincin di Indonesia sebesar 2,5 persen akan menyebabkan tambahan biaya operasi. Apabila pemerintah akan menaikkan besaran PHP maka akan menambah biaya per upaya yang pada gilirannya mengurangi profit yang diperoleh (Efendi 2007). Ketidaktepatan perhitungan pajak yang didasarkan pada nilai input yang belum efisien tersebut jelas merupakan hal yang memberatkan nelayan/pengusaha perikanan. Sehingga perlu dilakukan pendugaan nilai input yang efisien yang dapat memberikan hasil produksi optimal sebagai bahan pertimbangan pada penentuan pajak (pungutan hasil perikanan).


(28)

3. METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di basis pukat cincin di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Pemangkat, Kabupaten Sambas Provinsi Kalimantan Barat (Gambar 3). Pengambilan data dilakukan pada bulan Februari sampai bulan November 2014. Pengolahan dan analisis data dilakukan pada bulan Desember 2014 sampai dengan Januari 2015.

Gambar 3. Lokasi pengambilan data penelitian di PPN Pemangkat

Jenis dan Sumber Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian adalah data hasil wawancara langsung dan data hasil pengumpulan data statistik. Pengambilan data wawancara langsung dilakukan melalui metode survey dengan cara observasi langsung di lapangan menggunakan metode purposive sampling pada nelayan pukat cincin yang berukuran 30 – 117 GT dengan bantuan kuisioner. Data statistik perikanan serta data pendukung lainnya yang berkaitan dengan perikanan pukat cincin di perairan Laut Cina Selatan bersumber dari data statistik perikanan PPN Pemangkat.

Data yang akan dijadikan sebagai bahan penelitian berupa aspek teknis operasional pukat cincin (jumlah trip, hari operasi setiap trip, daerah penangkapan, perbekalan, karakteristik armada, dan alat tangkap) dan hasil tangkapan yang diperoleh dari hasil wawancara. Data dicatat di tempat pendaratan ikan ataupun yang sudah dilaporkan dalam bentuk statistik perikanan, dengan demikian trend dari produksi, upaya (effort) ataupun (laju tangkap) dapat diidentifikasi. Jumlah sampel yang diambil dan dapat dianggap mewakili populasi armada yang ada dengan melakukan pembagian terhadap 2 jenis ukuran sampel


(29)

yaitu kapal yang berukuran 30 - 60 GT sejumlah 12 unit (85% dari 14 unit) dan kapal berukuran > 60 GT sejumlah 18 unit (90% dari jumlah keseluruhan 20 unit). Terhadap masing-masing sampel dilakukan pengambilan data rata-rata 8 trip/ unit penangkapan, dengan total data terkumpul sejumlah 244 trip untuk kedua jenis sampel unit penangkapan.

Data-data terkait teknis operasional dan karakteristik armada penangkapan pukat cincin diuji tingkat efisiensinya dengan menggunakan motode DEA (Data Envelopment Analisys). Data-data yang digunakan dalam pendugaan efisiensi teknis adalah data-data yang diduga mempunyai pengaruh terhadap pendugaan nilai produksi pukat cincin di PPN Pemangkat berdasarkan hasil perhitungan dengan metode Cobb-Douglass.

Keragaan Pukat Cincin di Pemangkat

Informasi terkait keragaan pukat cincin di Pemangkat diperoleh berdasarkan hasil wawancara langsung. Penentuan keragaan pukat cincin di Pemangkat dianalisis secara deskriptif terkait ukuran kapal, ukuran alat tangkap, dan hasil tangkapan pukat cincin yang didaratkan di PPN Pemangkat.

Indeks Musim Penangkapan Hasil Tangkapan Dominan Pukat Cincin

Penentuan pola musim penangkapan ikan dilakukan untuk menentukan waktu pengoperasian alat tangkap guna memperkecil resiko kerugian yang diderita oleh nelayan/ pengusaha penangkapan ikan. Penentuan pola musim penangkapan ikan dilakukan terhadap empat jenis ikan yang merupakan hasil tangkapan dominan alat tangkap pukat cincin.

Kriteria untuk menentukan musim penangkapan disajikan dengan menggunakan formula sebagai berikut:

1. Menghitung hasil tangkapan per upaya tangkap (Catch Per Unit Effort, CPUE) per bulan (Ui) dan rata-rata bulanan CPUE dalam setahun (U ) dari masing-masing alat tangkap.

= = m i i U m U 1 1 ……….………... (1) dengan:

U = CPUE rata-rata bulanan dalam setahun (ton/trip) Ui = CPUE per bulan (ton/trip)

m = 12 (jumlah bulan dalam setahun)

2. Melakukan perhitungan standarisasi alat tangkap, dengan menggunakan alat tangkap yang mempunyai produktivitas tinggi sebagai alat tangkap standar. Perhitungan FPI (fishing power index) menurut Sparre & Venema (1999) :

fi Ci CPUEi= dan

fs Cs

CPUEs= ...(2)

CPUEs CPUEi

FPIi= dan

CPUEs CPUEs

FPIs= ... (3)

Std. Effort i = FPIi x fi ...(4)

Std. Effort s = FPIs x fs... (5)


(30)

dengan:

Cs = hasil tangkapan alat tangkap standar

Ci = hasil tangkapan alat tangkap lain

fs = upaya penangkapan alat tangkap standar

fi = upaya penangkapan alat tangkap lain

FPIs = faktor daya tangkap alat tangkap standar

FPIi = faktor daya tangkap alat tangkap lain

3. Menghitung nilai CPUE per bulan dengan menggunakan nilai upaya tangkap yang telah distandarkan.

4. Menghitung Up yaitu rasio Ui terhadap U dinyatakan dalam persen :

U U U i

p = x 100 % ………..…... (7)

3. Setelah dilakukan perhitungan dengan menggunakan persamaan (1) sampai (7), maka dapat ditentukan nilai indeks musimnya. Menghitung indeks musim penangkapan rata-rata dengan cara :

IMi =

=

t

i p U t 1 1

..……….…………... (8) dengan:

IMi = Indeks Musim ke i

t = Jumlah tahun dari data

4. Berdasarkan hasil perhitungan indeks musim dengan menggunakan persamaan (8) maka dapat diketahui jenis musim penangkapannya. Kriteria penentuan musim puncak ikan ialah jika indeks musim lebih dari 1 (lebih dari 100 %) atau di atas rata-rata, dan musim sedang jika indeks musim berada pada nilai 50% sampai dengan 100%. Apabila IM kurang dari 50% maka dikatakan sebagai musim paceklik ikan.

Efisiensi Teknis Penangkapan Pukat Cincin

Pada perhitungan efisiensi teknis penangkapan pukat cincin, dataset kapal yang berkaitan dengan data operasional kapal digunakan sebagai input data. Sebelum melakukan perhitungan efisiensi teknis maka terlebih dahulu ditentukan faktor-faktor apa saja yang akan digunakan sebagai data input pada perhitungan efisiensi. Data-data yang dijadikan sebagai data input baik fixed input maupun

variable input merupakan data-data yang sama yang dipakai pada penentuan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produktivitas pukat cincin hasil dari perhitungan dengan metode Cobb Douglas. Hanya saja pada penentuan efisiensi teknis ini hanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi saja yang dijadikan sebagai data input.

Jenis Input dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu input tetap (fixed input) dan

input yang berubah (variable input). Sebagai input tetap (fixed input) (xf,n) adalah :

X1 = panjang kapal (m);

X2 = kekuatan kapal (Horse Power /HP); dan


(31)

Selanjutnya, faktor-faktor lainnya yang bersifat berubah-ubah ditetapkan sebagai

input yang berubah (variable input data) )(xv,n , yaitu:

X4 = daya lampu (kW);

X5 = jumlah hari operasi per trip (hari);

X6 = jumlah Anak Buah Kapal (orang);

X7 = jumlah perbekalan bahan bakar (ton); dan

X8 = nilai perbekalan ransum (Rupiah)

Adapun kebutuhan akan es tidak dimasukkan ke dalam faktor input karena kapal pukat cincin Pemangkat sudah dilengkapi dengan palkah yang berpendingin (freezer), sehingga nelayan tidak perlu menyiapkan perbekalan es.

Pengolahan data dalam menentukan faktor berpengaruh terhadap produktivitas dilakukan dengan bantuan perangkat lunak komputer program

Microsoft Excell dan SPSS versi 22. Persamaan fungsi Cobb-Douglass yang digunakan adalah sebagai berikut :

Y = boX1b1 X2b2 X3b3... Xnbneu... (9) dengan:

Y : variabel yang dijelaskan

X : variabel yang menjelaskan (faktor produksi)

b0, b1, b2.... bn : besaran yang akan diduga u : kesalahan (disturbance term)

e : bilangan natural ≈ 2,718

Untuk memudahkan pendugaan terhadap persamaan, maka persamaan tersebut diubah menjadi persamaan linier berganda. Hal ini dilakukan dengan cara melogaritma naturalkan (Ln) persamaan tersebut, sehingga bentuk persamaannya menjadi sebagai berikut :

Ln Y = Ln b0 + b1 Ln X1 + b2 Ln X2 + ...+ bn Ln Xn + u Ln e...(10)

dengan: Y adalah produktivitas kapal pukat cincin dan X1, X2,...Xn merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kapal pukat cincin. Penentuan derajat keeratan hubungan antara variabel bebas (X) dan variabel tak bebas (Y) dilakukan dengan melihat nilai koefisien korelasi (R). Koefisien ini tidak dapat dipakai untuk menentukan variabel mana yang mempengaruhi variabel pasangannya. Koefisien korelasi dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, antara lain:

1) Koefisien yang menunjukkan korelasi positif. Jika variabel X dicoba hubungannya dengan variabel Y, maka nilai-nilai yang besar akan muncul dari setiap pengamatan variabel X dan akan diikuti pula dengan nilai-nilai yang besar dari variabel Y, dan begitu pula sebaliknya.

2) Koefisien yang menunjukkan korelasi negatif. Jika nilai-nilai X yang muncul bernilai besar, maka nilai-nilai Y yang muncul adalah nilai-nilai yan kecil, dan begitu pula sebaliknya.

3) Koefisien yang tidak menunjukkan hubungan positif atau negatif, dengan kata lain korelasinya adalah kecil sehingga mendekati angka nol.

Koefisien korelasi adalah suatu bilangan yang menunjukkan kuat-tidaknya hubungan variabel. Apabila nilai R = 0, maka keadaan demikian disebut korelasi yang mutlak, akan menunjukkan tidak ada hubungan dari dua variabel yang diteliti. Sebaliknya apabila R = 1 atau R = -1, maka hubungan dua variabel tersebut dinamakan hubungan yang sempurna (Soekartawi 2003). Apabila nilai R


(32)

mendekati 1 (lebih besar dari 0.6) maka dapat dikatakan bahwa kedua variabel tersebut mempunyai hubungan yang cukup erat atau kuat (Wicaksono 2006).

Sebelum dilakukan pengolahan data dengan persamaan regresi berganda, terlebih dahulu dilakukan uji koleniaritas hubungan antara faktor produksi. Pengujian hubungan antara faktor-faktor yang diduga mempengaruhi produktivitas pukat cincin dengan menggunakan uji statistik yaitu uji hipotesis berupa :

1) Pengujian pengaruh bersama-sama faktor produksi yang digunakan terhadap produksi (Y) yang dilakukan dengan uji F, yaitu :

Ho : bi = 0 (untuk i = 1, 2, 3,...n), berarti peubah Xi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap peubah Y

H1 : minimal salah satu bi ≠0(untuk i = 1, 2, 3,...n), berarti peubah Xi

memberikan pengaruh nyata terhadap peubah Y

Jika Fhitung > Ftabel, maka tolak Ho (artinya dengan selang kepercayaan tertentu

secara bersama-sama faktor produksi (Xi) yang digunakan memberikan pengaruh nyata terhadap perubahan produksi (Y) unit penangkapan pukat cincin)

Fhitung < Ftabel, gagal tolak Ho (artinya dengan selang kepercayaan tertentu

secara bersama-sama faktor produksi (Xi) yang digunakan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap perubahan produksi (Y) unit penangkapan pukat cincin).

2. Pengujian pengaruh masing-masing faktor produksi terhadap produksi dilakukan dengan menggunakan uji t, yaitu :

Ho : bi = 0 (untuk i = 1, 2, 3,...n), berarti peubah Xi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap peubah Y

H1 : minimal salah satu bi ≠0(untuk i = 1, 2, 3,...n), berarti peubah Xi

memberikan pengaruh nyata terhadap peubah Y

Jika t hitung > t tabel, maka tolak Ho (artinya dengan selang kepercayaan tertentu

faktor produksi (Xi) yang digunakan memberikan pengaruh nyata terhadap perubahan produksi (Y) unit penangkapan pukat cincin)

t hitung < t tabel, gagal tolak Ho (artinya dengan selang kepercayaan tertentu

faktor produksi (Xi) yang digunakan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap perubahan produksi (Y) unit penangkapan pukat cincin.

Setelah faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produktivitas pukat cincin diketahui maka perhitungan efisiensi teknis akan mulai dilaksanakan dengan menggunakan data tersebut. Data yang telah terkumpul kemudian ditabulasikan, diolah dan dianalisis dengan serangkaian metode dan masing-masing disajikan dalam bentuk tabel, gambar dan grafik. Pengukuran efisiensi penangkapan dilakukan dengan menggunakan teknik Data Envelopment Analysis

(DEA).

Teknik penentuan efisiensi dengan DEA ini cocok dilakukan bagi aktivitas ekonomi yang bersifat variable return to scale/VRS (Wiyono 2012). Data di analisis menggunakan program linear (linier programming) dengan bantuan

software DEAP version 2.1 (Colli et al. 2005), kemudian pengolahan analisis dilanjutkan menggunakan program Microsoft Excel. DEA adalah analisis program matematik untuk mengestimasi efisiensi teknis kegiatan produksi secara


(33)

simultan. Pertama kali kita tentukan vektor output sebagai u dan vektor inputs

sebagai x. Ada moutputs, n inputs dan j unit penangkapan ikan atau pengamatan.

Input dibagi menjadi fixed input (xf) dan variable input (xv). Kapasitas output dan

nilai pemanfaatan sempurna dari input, selanjutnya dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut (Fare et al. 1989; 1994):

1 , , θ λ θ z Max

TE = ………....(11)

dengan :

= ≤ J j jm j

jm z u

u

1

1 ,

θ (output dibandingkan DMU)

= ≤ J j jn jn

jx x

z 1

, nxf

= = J j jn jn jn

jx x

z 1

,

λ nxv

, 0 ≥

j

z j =1,2,...,J,

, 0 ≥

jn

λ n=1,2,...,N,

TE adalah technical efficiency (effisiensi teknis), zj adalah variable intensitas

untuk jth pengamatan; θ1 nilai efisiensi teknis atau proporsi dengan moutput dapat ditingkatkan pada kondisi produksi pada tingkat kapasitas penuh; dan λ*jn adalah rata-rata pemanfaatan variable input (variable input utilization rate, VIU), yaitu rasio penggunaan input secara optimum xjn terhadap pemanfaatan input dari

pengamatan xjn.

Kapasitas output pada efisiensi teknis (technical efficiency capacity output,

TECU) kemudian didefinisikan dengan menggandakanθ1*dengan produksi sesungguhnya. Pemanfaatan kapasitas/capacity utilization (CU), berdasarkan pada

output pengamatan, kemudian dihitung dengan persamaan berikut:

* 1 * 1 1 θ θ = = u u

TECU ………. (12)

Nilai efisiensi teknis diperoleh melalui penghitungan dengan teknik DEA dengan bantuan software DEAP version 2.1. Analisis efisiensi teknis dilakukan dengan membandingkan nilai efisiensi antar kapal yang dijadikan sebagai decision making unit (DMU). Proses penghitungan yaitu dengan menetukan nilai konstanta dari output (µ), fixed input (x) dan variable input (λ) pada masing-masing DMU sehingga diperoleh nilai efisiensi penangkapan berdasarkan tingkat pemanfaatan kapasitas (CU) penangkapan dan tingkat pemanfaatan kapasitas variabel input

(VIU). Mengitung VIU yaitu dengan cara membandingkan variabel optimum dengan variabel aktual.

Jika VIU < 1: terjadi kapasitas berlebih input penangkapan, sehingga diperlukan pengurangan VIU.


(34)

VIU > 1: terjadi kekurangan input penangkapan, sehingga diperlukan penambahan input atau pengembangan usaha.

VIU = 1 : tingkat kapasitas optimal (efisien).

Produksi Optimal Pukat Cincin

Aspek output yang akan dicari adalah produktivitas alat tangkap terhadap hasil tangkapannya. Pengkajian terhadap faktor produksi yang berpengaruh dalam unit penangkapan pukat cincin dapat didekatkan melalui teori produksi, sehingga di dalamnya dapat dilihat hubungan antara input yang digunakan dan output yang dihasilkan.

Produktivitas kapal penangkap ikan adalah tingkat kemampuan suatu kapal penangkap ikan untuk memperoleh hasil tangkapan ikan pada saat dioperasikannya alat penangkapan ikan. Perhitungan produktivitas kapal penangkap ikan di Pemangkat tahun 2007 sampai 2013 dilakukan dengan perhitungan nilai CPUE (Catch Per Unit Effort) setiap tahunnya. Persamaan yang digunakan pada perhitungan produktivitas per unit alat tangkap per tahun sebagai berikut :

) / /

(kg unit tahun ngkap

ta alat unit

produksi

CPUE= =

... (13)

Produktivitas unit penangkapan ikan erat kaitannya denngan produksi masing-masing unit penangkapan ikan. Penentuan produksi kapal pukat cincin pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis regresi linear berganda model Cobb-Douglass. Faktor-faktor yang digunakan dalam perhitungan fungsi produksi adalah faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas pada perhitungan efisiensi teknis penangkapan baik fixed input maupun variable input.

Pendugaan nilai produksi kapal pukat cincin di PPN Pemangkat ini dilakukan terhadap 2 jenis kategori kapal pukat cincin yaitu kapal pukat cincin yang berukuran 30 - 60 GT sejumlah 12 unit kapal dan kapal berukuran > 60 GT

sejumlah 18 unit kapal. Input yang digunakan sebagai penduga produksi optimal kapal pukat cincin menggunakan input yang berpengaruh terhadap produktivitas berdasarkan persamaan Cobb-Douglass yang terbentuk. Untuk selanjutnya dilakukan perhitungan nilai efisiensi teknisnya. Setelah nilai input yang efisien diperoleh pada perhitungan efisiensi teknis, maka langkah selanjutnya adalah melakukan perhitungan nilai produksi optimal dengan memasukkan nilai input

yang efisien ke dalam persamaan produksi Cobb-Douglass yang telah terbentuk pada analisis sebelumnya. Dari analisis ini dapat diduga kemampuan tangkap (produksi) optimal masing-masing kapal dan produksi optimal kapal pukat cincin setiap kategori ukuran dengan menghitung produksi optimal rata-rata masing-masing kategori ukuran tersebut.


(35)

4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Pelabuhan Perikanan Nusantara Pemangkat

Kabupaten Sambas merupakan salah satu dari sepuluh kabupaten di wilayah provinsi Kalimantan Barat. Luas wilayah kabupaten Sambas sekitar 6.395,7 km2 (4,04% dari luas provinsi Kalimantan Barat), memiliki garis pantai sepanjang 198,76 km dan garis perbatasan dengan negara lain 97 km. Kabupaten Sambas terdiri atas 19 kecamatan dan 183 desa. Secara geografis terletak di antara koordinat 2o04’LU sampai 0o33’LU dan 108o39’ BT sampai 110o04’BT pada peta bumi. Secara geografis kabupaten Sambas adalah salah satu daerah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berbatasan langsung dengan negara lain. Batas administratif kabupaten Sambas di sebelah utara adalah Serawak (Malaysia timur), dan Laut Natuna (Laut Cina Selatan/ LCS). Di sebelah barat berbatasan langsung dengan laut Natuna, sebelah selatan berbatasan dengan kota Singkawang, dan di sebelah timur berbatasan dengan kabupaten Bengkayang dan Serawak (BPS 2010). Karena letaknya yang berbatasan langsung dengan LCS, Kabupaten Sambas tepatnya di pesisir utara terdapat Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Pemangkat yang merupakan pelabuhan terbesar yang ada di Provinsi Kalimantan Barat.

PPN Pemangkat merupakan satu-satunya pelabuhan di kabupaten Sambas yang telah dilengkapi dengan fasilitas pelabuhan perikanan seperti pabrik es, tempat pelelangan ikan (TPI), tambat labuh, dan lain-lain. Dermaga PPN Pemangkat secara keseluruhan digunakan sebagai dermaga tambat labuh dan bongkar muat ikan-ikan, serta persiapan melaut) (Gambar 4a). TPI di PPN Pemangkat yang seharusnya digunakan sebagai tempat pemasaran ikan hasil tangkapan sampai saat ini belum dipergunakan sebagaimana mestinya, hal ini dikarenakan sebagian besar kapal-kapal pukat cincin milik perusahaan melakukan aktivitasnya di Tangkahan milik swasta/ perusahan. (Gambar 4b).

Gambar 4. Aktifitas di PPN Pemangkat (A) dermaga dan (B) tangkahan

Unit Penangkapan Ikan di PPN Pemangkat

Unit penangkapan utama yang berbasis di PPN Pemangkat yaitu alat tangkap pukat cincin (purse seine), jaring insang (gillnet), lampara dasar dan rawai dasar. Berdasarkan data statistik PPN Pemangkat, sepanjang periode tahun 2007 sampai dengan 2013, unit penangkapan di Pemangkat didominasi oleh alat


(36)

tangkap jaring insang dan lampara dasar, tetapi kedua unit penangkapan tersebut mengalami penurunan yang cukup drastis pada periode 2012 sampai 2013. Pertambahan armada unit penangkapan pukat cincin cenderung stabil dari tahun 2007 sampai 2013. Di samping keempat unit penangkapan tersebut terdapat unit penangkapan lain yang berperan sebagai alat bantu pada kegiatan penangkapan yaitu armada pengangkut (carrier) dan armada lampu untuk pukat cincin. (Gambar 5). 0 20 40 60 80 100 120

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Tahun Ar m ad a ( u n it ) pukat cincin jaring insang lampara dasar rawai dasar kapal carrier kapal lampu  

Gambar 5. Perkembangan unit penangkapan ikan di PPN Pemangkat periode tahun 2007 - 2013

Produksi Ikan yang Didaratkan di PPN Pemangkat

Produksi ikan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Pemangkat merupakan gambaran dari produksi ikan yang didaratkan di dermaga PPN Pemangkat dan produksi ikan di setiap tangkahan (pendaratan ikan milik perusahaan) yang berada di sekitar wilayah kerja PPN dari kapal-kapal yang berbasis di Pemangkat.

Prosentase jumlah produksi keseluruhan alat tangkap pukat cincin, jaring insang, lampara dasar dan rawai dasar yang didaratkan di PPN Pemangkat pada tahun 2013 didominasi oleh jenis ikan pelagis kecil 7011.78 ton (76,47%), kemudian diikuti oleh ikan demersal 1151.84 ton (12,56%); ikan pelagis besar 814.28 ton (8,88%); udang 185.18 ton (2,02%) dan ikan lainnya 6.00 ton (0,07%) (Gambar 6).

Ikan pelagis kecil yang didaratkan di PPN Pemangkat umumnya berasal dari hasil tangkapan pukat cincin dan jaring insang hanyut monofilament (mata jaring 2.25 inci), sedangkan ikan pelagis besar berasal dari pendaratan pukat cincin dan jaring insang hanyut multifilament (mata jaring 4.5 inci). Sementara udang banyak ditangkap oleh alat tangkapan lampara dasar. Pada tahun 2003 jumlah pukat cincin di Pemangkat sebanyak 42 unit, kemudian mengalami penurunan menjadi 32 unit (2007), dan pada tahun 2014 naik menjadi 34 unit. Meskipun total unit alat tangkap pukat cincin yang beroperasi pada tahun 2014 berjumlah 34 unit (sama dengan jumlah tahun 2013), tetapi unit penangkapan pukat cincin mampu memberikan kontribusi hampir 68% dari total produksi PPN


(37)

Pemangkat. Hal ini diperkuat juga oleh rata-rata kemampuan produksi per upaya penangkapan (catch per unit effort/ CPUE) alat tangkap pada kurun waktu tahun 2007 - 2013 secara berturut-turut dari besar ke kecil yaitu pukat cincin, rawai dasar, jaring insang dan lampara dasar (Gambar 7).

Gambar 6. Komposisi produksi PPN Pemangkat

Rata-rata CPUE alat tangkap pukat cincin berfluktuatif, rata-rata tertinggi terjadi pada tahun 2009 (21.41 ton/trip) dan tahun 2010 (19.75 ton/trip), kemudian terjadi penurunan drastis pada tahun 2011 (10.21 ton/trip). Hal ini terjadi karena jumlah upaya penangkapan (trip) pada tahun 2011 meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan tahun 2009 dan 2010, tetapi tidak diikuti oleh peningkatan produksi totalnya.

16,23

6,83 19,75

15,59

21,41

10,21

10,70

0 5 10 15 20 25

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Tahun

C

P

U

E

(

to

n

/trip

)

Pukat cincin Gill net Lampara dasar Rawai tetap

Gambar 7. CPUE alat tangkap dominan di PPN Pemangkat Ikan lainnya

0,07%

Pelagis besar 8,88%

Demersal 12,56%

Udang 2,02%

Pelagis kecil 76,47%


(38)

5 HASIL DAN PEMBAHASAN Karagaan Pukat Cincin di PPN Pemangkat

Usaha penangkapan ikan di Pemangkat dilakukan dalam skala kecil (perorangan) dan skala besar (perusahaan). Pukat cincin yang dioperasikan dengan menggunakan kapal berukuran antara 30 - 117 GT oleh nelayan Pemangkat lebih dikenal dengan sebutan pukat lengkong. Pengoperasian pukat cincin di Pemangkat dilengkapi juga dengan penggunaan Global Positioning System (GPS) dan fish finder untuk mendeteksi keberadaan gerombolan ikan, dan menggunakan alat bantu berupa lampu merkuri, namun tidak menggunakan rumpon dan lampu sekaligus seperti pada pengoperasian pukat cincin di Pekalongan. Selain lampu merkuri yang terpasang langsung di armada penangkapan, pada pengoperasian pukat cincin di Pemangkat terdapat kapal lampu yang berfungsi untuk memberikan penambahan kecerahan lampu pada saat dilakukan operasi penangkapan. Daerah tangkapan (fishing ground) pukat cincin nelayan Pemangkat di perairan Laut Cina Selatan sekitar Kepulauan Natuna (P. Muri, P. Midai, P. Panjang, P. Subi, P. Seluan, P. Serayu, dan P. Tiga) serta pulau Natuna Besar pada posisi antara 1o-5o LU dan 107o-110o BT (Gambar 8).

Gambar 8. Fishing ground pukat cincin nelayan Pemangkat

Kapal pukat cincin yang berbasis di PPN Pemangkat umumnya terbuat dari bahan kayu dan kayu berlapis fiber dan palkah yang digunakan sudah dilengkapi dengan mesin berpendingin (freezer). Dari 30 unit kapal pukat cincin yang berhasil dihimpun diperoleh beberapa ukuran sebagai berikut: ukuran panjang kapal (L) 16.3 – 24.53 m, lebar kapal (B) 4.65 – 8.97 m, dalam kapal (D) 1.5 – 2.2 m dengan bobot 30 – 117 GT. Mesin penggerak yang digunakan berkekuatan 180 - 380 PK. Jumlah dan lama trip penangkapan setiap kapal hampir seragam yaitu 10 trip dalam setahun dengan waktu 10 sampai dengan 20


(1)

 

Lanjutan

Results for firm: 14

Technical efficiency = 0.716 Scale efficiency = 0.962 (irs) PROJECTION SUMMARY:

variable original radial slack projected value movement movement value output 1 23.250 9.230 0.000 32.480 input 1 16.000 0.000 0.000 16.000 input 2 11.560 0.000 0.000 11.560 input 3 7.170 0.000 -0.130 7.040 LISTING OF PEERS:

peer lambda weight 1 0.041

2 0.857 11 0.102

Results for firm: 15

Technical efficiency = 1.000 Scale efficiency = 0.879 (irs) PROJECTION SUMMARY:

variable original radial slack projected value movement movement value output 1 29.400 0.000 0.000 29.400 input 1 15.000 0.000 0.000 15.000 input 2 12.000 0.000 0.000 12.000 input 3 7.500 0.000 0.000 7.500 LISTING OF PEERS:

peer lambda weight 15 1.000

Results for firm: 16

Technical efficiency = 1.000 Scale efficiency = 1.000 (crs) PROJECTION SUMMARY:

variable original radial slack projected value movement movement value output 1 30.990 0.000 0.000 30.990 input 1 18.000 0.000 0.000 18.000 input 2 12.000 0.000 0.000 12.000 input 3 5.000 0.000 0.000 5.000 LISTING OF PEERS:

peer lambda weight 16 1.000


(2)

Lanjutan

Results for firm: 17

Technical efficiency = 0.714 Scale efficiency = 1.000 (crs) PROJECTION SUMMARY:

variable original radial slack projected value movement movement value output 1 22.130 8.860 0.000 30.990 input 1 18.000 0.000 0.000 18.000 input 2 12.000 0.000 0.000 12.000 input 3 5.000 0.000 0.000 5.000 LISTING OF PEERS:

peer lambda weight 16 1.000

Results for firm: 18

Technical efficiency = 1.000 Scale efficiency = 1.000 (crs) PROJECTION SUMMARY:

variable original radial slack projected value movement movement value output 1 20.090 0.000 0.000 20.090 input 1 19.000 0.000 0.000 19.000 input 2 5.220 0.000 0.000 5.220 input 3 6.000 0.000 0.000 6.000 LISTING OF PEERS:

peer lambda weight 18 1.000


(3)

   

Lampiran 7. Hasil perhitungan kapasitas berlebih dan variable input utilization (VIU) kapal berukuran > 60 GT

Vrst Hasil

TECU Tangkap. Trip BBM Ransum Trip BBM Ransum

(ton) (hari) (ton) (Rp x 1 jt) (hari) (ton) (Rp x 1 jt)

1 KM. Budi Laut Indah 1,00 3,60 11 10,00 6,50 11 10,00 6,50 0,00 0,00 0,00 1,00 1,00 1,00

2 KM. Glomae Explorer 1,00 35,68 16 12,38 7,19 16 12,38 7,19 0,00 0,00 0,00 1,00 1,00 1,00

3 KM. Hasil Samudera Indah 0,78 26,22 17 11,56 6,89 16 11,56 6,89 -5,88 0,00 0,00 0,94 1,00 1,00

4 KM. Hoki Tuna 1,00 10,37 14 12,00 3,00 14 12,00 3,00 0,00 0,00 0,00 1,00 1,00 1,00

5 KM. Ikan Terbang - A 0,60 17,70 17 10,00 6,56 17 10,00 6,56 0,00 0,00 0,00 1,00 1,00 1,00

6 KM. Jala Sutera - III 1,00 14,16 17 9,00 3,00 17 9,00 3,00 0,00 0,00 0,00 1,00 1,00 1,00

7 KM. Jala Sutera - IX 0,85 12,08 17 12,00 3,00 17 9,00 3,00 0,00 -25,00 0,00 1,00 0,75 1,00

8 KM. Jala Sutera - VI 0,87 10,11 15 11,63 3,00 15 11,00 3,00 0,00 -5,38 0,00 1,00 0,95 1,00

9 KM. Kuda Laut- III 0,82 27,26 16 11,71 7,29 16 11,71 7,07 0,00 0,00 -2,99 1,00 1,00 0,97

10 KM. Margo Rezeki 0,83 24,73 18 11,78 4,89 18 11,78 4,89 0,00 0,00 0,00 1,00 1,00 1,00

11 KM. Martapura 1,00 17,17 18 5,30 6,00 18 5,30 6,00 0,00 0,00 0,00 1,00 1,00 1,00

12 KM. Mutiara Nusantara - I 0,88 18,30 19 5,56 6,00 19 5,56 6,00 0,00 0,00 0,00 1,00 1,00 1,00

13 KM. Mutiara Prima 0,96 19,40 19 5,33 6,00 19 5,33 6,00 0,00 0,00 0,00 1,00 1,00 1,00

14 KM. Sumber Rezeki - IV 0,72 23,25 16 11,56 7,17 16 11,56 7,04 0,00 0,00 -1,77 1,00 1,00 0,98

15 KM. Tri Dharma Samudera 1,00 29,40 15 12,00 7,50 15 12,00 7,50 0,00 0,00 0,00 1,00 1,00 1,00

16 KM. Usaha Jaya - III 1,00 30,99 18 12,00 5,00 18 12,00 5,00 0,00 0,00 0,00 1,00 1,00 1,00

17 KM. Usaha Jaya - IV 0,71 22,13 18 12,00 5,00 18 12,00 5,00 0,00 0,00 0,00 1,00 1,00 1,00

18 KM. Wirangga 1,00 20,09 19 5,22 6,00 19 5,22 6,00 0,00 0,00 0,00 1,00 1,00 1,00

Jumlah 16,02 362,64 300 181,03 99,98 299 177,40 99,64 -5,88 -30,38 -4,76 17,94 17,70 17,95

Rata-rata 0,89 20,15 17 10,06 5,55 17 9,86 5,54 -0,33 -1,69 -0,26 1,00 0,98 1,00

No Nama kapal

Kapasitas berlebih (%)

Input target VIU

Kapasitas Aktual

Trip BBM Ransum BBMTrip Ransum

   

     


(4)

Lampiran 8. Perhitungan produksi optimal pukat cincin berukuran 30 – 60 GT

Persamaan fungsi produksi kapal berukuran 30 - 60 GT dengan: X5 Jumlah trip (hari)

X7 Jumlah BBM (ton)

Y = 1,906X5 + 1,01X7+ 1,976X8 -33,229 X8 Jumlah ransum (juta Rupiah)

Y Produksi/ hasil tangkapan (ton)

Vrs Hasil Produksi

(TECU) tangk Trip BBM Ransum Trip BBM Ransum Trip BBM Ransum Trip BBM Ransum Optimal

(ton) (hari) (ton) (juta Rp) (hari) (ton) (juta Rp) (ton)

1 KM. Budi Laut Indah 0,90 22,19 17 10,25 6,88 17 9,28 6,50 0,00 -9,49 -5,41 1,00 0,91 0,95 19,83

2 KM. Florenza 1,00 27,00 19 7,33 6,39 19 7,33 6,39 0,00 0,00 0,00 1,00 1,00 1,00 23,04

3 KM. Jala Sutera - IV 1,00 15,76 17 9,00 3,00 17 9,00 3,00 0,00 0,00 0,00 1,00 1,00 1,00 14,22

4 KM. Jala Sutera- VII 0,94 14,75 17 9,00 3,00 17 9,00 3,00 0,00 0,00 0,00 1,00 1,00 1,00 14,22

5 KM. Jala Sutera- VIII 1,00 17,81 18 9,00 3,00 18 9,00 3,00 0,00 0,00 0,00 1,00 1,00 1,00 16,12

6 KM. Ocean King 1,00 20,38 18 5,60 6,00 18 5,60 6,00 0,00 0,00 0,00 1,00 1,00 1,00 18,61

7 KM. Samudera Perkasa 1,00 23,54 16 10,25 6,56 16 10,25 6,56 0,00 0,00 0,00 1,00 1,00 1,00 20,61

8 KM. Sinar Mutiara Indah 1,00 18,29 19 5,00 6,00 19 5,00 6,00 0,00 0,00 0,00 1,00 1,00 1,00 19,91

9 KM. Tirta Jaya 1,00 25,52 19 12,00 5,00 19 12,00 5,00 0,00 0,00 0,00 1,00 1,00 1,00 25,02

10 KM. Usaha Jaya 0,87 18,78 17 10,50 5,00 17 10,50 5,00 0,00 0,00 0,00 1,00 1,00 1,00 19,69

11 KM. Usaha Jaya- II 1,00 24,48 18 12,00 5,00 18 12,00 5,00 0,00 0,00 0,00 1,00 1,00 1,00 23,12

12 KM. Usaha Jaya- V 0,98 23,82 18 11,00 5,17 18 11,00 5,17 0,00 0,00 0,00 1,00 1,00 1,00 22,44

Jumlah 11,68 252,31 213,00 110,93 61,00 213,00 109,96 60,62 0,00 -9,49 -5,41 12,00 11,91 11,95 236,82

Rata-rata 0,97 21,03 17,75 9,24 5,08 17,75 9,16 5,05 0,000 -0,791 -0,451 1,000 0,992 0,995 19,74

No Nama kapal

VIU

Kapasitas Aktual Input target Kapasitas berlebih (%)

   


(5)

   

Lampiran 9. Perhitungan produksi optimal kapal pukat cincin berukuran > 60 GT

Persamaan fungsi produksi kapal pukat cincin berukuran > 60 GT dengan: X5 Jumlah trip (hari) X7 Jumlah BBM (ton)

Y = 2,947 X5 + 2,018 X7 + 3,256 X8 -67,349 X8 Jumlah ransum (juta Rupiah)

Y Produksi/ hasil tangkapan (ton)

Vrst Hasil Produksi

TECU Tangkap. Trip BBM Ransum Trip BBM Ransum Optimal (ton) (hari) (ton) (juta Rp) (hari) (ton) (juta Rp) (ton) 1 KM. Budi Laut Indah 1,00 3,60 11 10,00 6,50 11 10,00 6,50 0,00 0,00 0,00 1,00 1,00 1,00 6,41 2 KM. Glomae Explorer 1,00 35,68 16 12,38 7,19 16 12,38 7,19 0,00 0,00 0,00 1,00 1,00 1,00 28,20 3 KM. Hasil Samudera Indah 0,78 26,22 17 11,56 6,89 16 11,56 6,89 -5,88 0,00 0,00 0,94 1,00 1,00 22,79 4 KM. Hoki Tuna 1,00 10,37 14 12,00 3,00 14 12,00 3,00 0,00 0,00 0,00 1,00 1,00 1,00 7,89 5 KM. Ikan Terbang - A 0,60 17,70 17 10,00 6,56 17 10,00 6,56 0,00 0,00 0,00 1,00 1,00 1,00 24,29 6 KM. Jala Sutera - III 1,00 14,16 17 9,00 3,00 17 9,00 3,00 0,00 0,00 0,00 1,00 1,00 1,00 10,68 7 KM. Jala Sutera - IX 0,85 12,08 17 12,00 3,00 17 9,00 3,00 0,00 -25,00 0,00 1,00 0,75 1,00 6,14 8 KM. Jala Sutera - VI 0,87 10,11 15 11,63 3,00 15 11,00 3,00 0,00 -5,38 0,00 1,00 0,95 1,00 7,63 9 KM. Kuda Laut- III 0,82 27,26 16 11,71 7,29 16 11,71 7,07 0,00 0,00 -2,99 1,00 1,00 0,97 25,76 10 KM. Margo Rezeki 0,83 24,73 18 11,78 4,89 18 11,78 4,89 0,00 0,00 0,00 1,00 1,00 1,00 25,39 11 KM. Martapura 1,00 17,17 18 5,30 6,00 18 5,30 6,00 0,00 0,00 0,00 1,00 1,00 1,00 15,93 12 KM. Mutiara Nusantara - I 0,88 18,30 19 5,56 6,00 19 5,56 6,00 0,00 0,00 0,00 1,00 1,00 1,00 19,40 13 KM. Mutiara Prima 0,96 19,40 19 5,33 6,00 19 5,33 6,00 0,00 0,00 0,00 1,00 1,00 1,00 18,94 14 KM. Sumber Rezeki - IV 0,72 23,25 16 11,56 7,17 16 11,56 7,04 0,00 0,00 -1,77 1,00 1,00 0,98 25,65 15 KM. Tri Dharma Samudera 1,00 29,40 15 12,00 7,50 15 12,00 7,50 0,00 0,00 0,00 1,00 1,00 1,00 25,49 16 KM. Usaha Jaya - III 1,00 30,99 18 12,00 5,00 18 12,00 5,00 0,00 0,00 0,00 1,00 1,00 1,00 26,19 17 KM. Usaha Jaya - IV 0,71 22,13 18 12,00 5,00 18 12,00 5,00 0,00 0,00 0,00 1,00 1,00 1,00 26,19 18 KM. Wirangga 1,00 20,09 19 5,22 6,00 19 5,22 6,00 0,00 0,00 0,00 1,00 1,00 1,00 18,71 Jumlah 16,02 362,64 300 181,03 99,98 299 177,40 99,64 -5,88 -30,38 -4,76 17,94 17,70 17,95 341,69 Rata-rata 0,89 20,15 17 10,06 5,55 17 9,86 5,54 -0,33 -1,69 -0,26 1,00 0,98 1,00 18,98 No Nama kapal

Kapasitas berlebih (%)

Input target VIU

Kapasitas Aktual

Trip BBM Ransum BBMTrip Ransum


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Madiun pada tanggal 31 Maret 1980 sebagai anak ketiga dari pasangan Wagiran dan Dwi Siswati. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya melalui saringan UMPTN dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai engineer di Labroy Shipbuilding & Engineering Pte Ltd. di Batam dan kemudian pindah kerja di PT. Marine CadCam Indonesia pada tahun 2004. Tahun 2005 sampai sekarang penulis bekerja sebagai peneliti di Balai Penelitian Perikanan Laut Jakarta. Kesempatan untuk melanjutkan pendidikan Magister Sains program studi Teknologi Perikanan Laut, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan pada tahun 2013 penulis peroleh dari beasiswa BPSDM Kementerian Kelautan dan Perikanan.