Foot Pad Lesion, Breast Blister dan Performa Produksi Ayam Petelur pada Sistem Perkandangan Litter dan Cage

FOOT PAD LESION, BREAST BLISTER DAN PERFORMA
PRODUKSI AYAM PETELUR PADA SISTEM
PERKANDANGAN LITTER DAN CAGE

HENI PRATIWI OMPUSUNGGU

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Foot Pad Lesion,
Breast Blister dan Performa Produksi Ayam Petelur pada Sistem Perkandangan
Litter dan Cage adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2014
Heni Pratiwi Ompusunggu
NIM D14090042

ABSTRAK
HENI PRATIWI OMPUSUNGGU. Foot Pad Lesion, Breast Blister dan Performa
Produksi Ayam Petelur pada Sistem Perkandangan Litter dan Cage. Dibimbing
oleh RUDI AFNAN dan IMAN RAHAYU HS.
Kandang merupakan bagian terpenting dari suatu peternakan, karena memiliki
nilai investasi cukup besar dan ternak menghabiskan waktunya di dalam kandang
untuk berproduksi serta bereproduksi. Manajemen kandang sangat berpengaruh
terhadap manajemen pengendalian penyakit karena penyakit yang tidak terkendali
dapat menyebabkan kerugian. Luka pada bantalan kaki (Foot pad lesion/ FPL) dan
melepuh dada (Breast blister/BB) merupakan salah satu jenis kerusakan kulit pada
ayam yang sering timbul akibat manajemen kandang yang kurang baik. FPL dan
BB pada kondisi yang berat dapat berpengaruh terhadap produktivitas baik dalam
kualitas maupun kuantitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh

kandang cage dan litter terhadap kejadian FPL dan BB dengan menggunakan
ternak ayam petelur. Sebanyak 18 ekor ayam dikandangkan dalam 18 unit
kandang cage yang terbuat dari bambu dan 18 ekor dalam 3 unit kandang litter
yang menggunakan sekam padi sebagai alas dan masing-masing kandang
dilengkapi dengan AC bersuhu 18 sampai 22 °C. Kepadatan kandang yang
digunakan adalah 0.12 m2 per ekor pada kandang cage dan 0.18 m2 per ekor pada
kandang litter. Sampel yang digunakan sebanyak 9 ekor per sistem kandang untuk
diukur skor FPL, BB, PBB, produksi telur, konsumsi pakan, dan konversi pakan.
FPL dan BB diukur satu minggu sekali dengan mengamati kulit pada bagian alas
kaki dan dada ayam kemudian disesuaikan dengan petunjuk skor yang digunakan.
Berdasarkan hasil analisis T-test yang telah dilakukan, tingkat kejadian FPL dan
BB pada ayam yang dipelihara dalam kandang cage dan litter tidak berbeda
demikian juga dengan pertambahan bobot badan, konsumsi pakan, produksi telur
dan konversi pakan. Tingkat kejadian FPL dengan skor 3 pada ayam yang
dipelihara dalam cage (100%) lebih tinggi dibandingkan kejadian FPL ayam
dalam kandang litter (33.33%) pada minggu akhir pemeliharaan. Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan baik kandang litter maupun
cage tidak memiliki pengaruh terhadap tingkat kejadian FPL dan BB.

Kata kunci: breast blister (BB), cage, foot pad lesion (FPL), litter


ABSTRACT
HENI PRATIWI OMPUSUNGGU. Foot Pad Lesion, Breast Blister and
Produstion Performance Laying Hens on Different Housing System Cage and
Litter. Supervised by RUDI AFNAN and IMAN RAHAYU HS.
Housing management is one factor that influence the incident of foot pad
lesion and breast blister. Foot Pad Lesion (FPL) and Breast Blister (BB) are
inflamation of the subcutant tissue on the region foot pad and breast of the
chicken caused by intensive rubbing between skin and house floor. This study was
designed to evaluate litter and cage system on the incident of FPL, BB, and
performance of laying hens. This research used closed housed with temperature

range of 18 until 22 oC. A total of 18 hens are reared on bamboo cage and 18
hens on rice husk litter. A number of 9 samples were taken from each housing
system to evaluate the score of FPL and BB, egg production, feed intake, and feed
conversion ratio. The t-Test was applied to compare the all trait between litter and
cage. The result of the experiment showed that the incident level of FPL and BB
on hens reared in litter and cage did not significantly different (P>0.05).
Increasing incident of FPL in cage was higher than litter (100% vs 33.33%) at
fourth week, but overall FPL at both of housing systems increase from first week

until fourth week. In addition, egg production, feed consumption, body weight
gain and feed conversion ratio were not different.
Key words : breast blister (BB), cage, foot pad lesion (FPL), litter

FOOT PAD LESION, BREAST BLISTER DAN PERFORMA
PRODUKSI AYAM PETELUR PADA SISTEM
PERKANDANGAN LITTER DAN CAGE

HENI PRATIWI OMPUSUNGGU

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2014

Judul Skripsi : Foot Pad Lesion, Breast Blister dan Performa Produksi Ayam
Petelur pada Sistem Perkandangan Litter dan Cage
Nama
: Heni Pratiwi Ompusunggu
NIM
: D14090042

Disetujui oleh

Dr Rudi Afnan, SPt MScAgr
Pembimbing I

Prof Dr Ir Iman Rahayu HS,MS
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Muladno, MSA

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2013 ini adalah
ayam petelur, dengan judul Foot Pad Lesion, Breast Blister dan Performa
Produksi Ayam Petelur pada Sistem Perkandangan Litter dan Cage.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Rudi Afnan, SPt MScAgr
dan Ibu Prof Dr Ir Iman Rahayu HS, MS selaku pembimbing, Bapak M Baihaqi,
SPt MSc selaku dosen penguji, serta Diniati, SPt yang telah banyak memberi
saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Hamzah
sebagai teknisi Laboratorium Lapang Unit Unggas Blok B Fakultas Peternakan
IPB, dan tim penelitian (Tamaella Setiawati, Yunita Silvianingtyas, Anissa
Kumala), Nur Asfiatul ainun, Ryan Pradi Surya, serta teman-teman wisma Do’i
(Nurlaely Fitriana SGz, Atika Rachmah, Nur Alim SPi, Ani Karmila SKH, Lussy
Adinda Kurniawati) yang telah membantu selama pengumpulan dan pengolahan
data serta keluarga besar Golden Ranch IPTP 46 dan IPTP 47. Ungkapan terima

kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa
dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2014
Heni Pratiwi Ompusunggu

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan
Alat
Prosedur
HASIL DAN PEMBAHASAN

Foot Pad Lesion
Breast Blister
Performa Produksi
SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vi
vi
vi
1
1
2
2
2
2
2
3
3

5
5
10
10
12
12
14
16

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

Kandungan nutrisi ransum penelitian
Tingkat kejadian FPL selama 4 minggu pemeliharaan
Pertambahan bobot badan
Rataan produksi telur dan konsumsi pakan pada minggu pertama
sampai minggu ke-4

5 Rataan konsversi pakan selama 4 minggu pemeliharaan

2
5
7
11
12

DAFTAR GAMBAR
1 Skor foot pad lesion (Ingrid dan Harn 2012)
2 Skor kejadian breast blister
3 Peningkatan kejadian FPL pada kandang cage dan litter selama 4
minggu pemeliharaan
4 Kondisi kandang dengan sistem litter tampak samping (kiri) dan
tampak atas (kanan)
5 Kondisi kandang dengan sistem cage

4
4
6

8
9

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Hasil uji beda (uji t) skor FPL minggu ke-1
Hasil uji beda (uji t) skor FPL minggu ke-2
Hasil uji beda (uji t) skor FPL minggu ke-3
Hasil uji beda (uji t) skor FPL minggu ke-4
Hasil uji beda (uji t) konsumsi pakan

14
14
15
15
15

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu sumber protein yang banyak diminati di kalangan masyarakat
Indonesia adalah protein hewani yang sebagian besar diperoleh dari daging dan
telur. Telur merupakan protein yang mudah diperoleh dengan harga yang
terjangkau atau ekonomis. Hal ini menyebabkan konsumsi atau permintaan akan
telur terus meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan permintaan atau konsumsi
telur harus diikuti dengan peningkatan produksi telur. Oleh karena itu, banyak
masyarakat Indonesia yang menekuni usaha peternakan ayam ras petelur baik
dalam skala kecil yang dikelola keluarga maupun peternakan industri dengan
skala besar.
Peningkatan produksi telur sangat dipengaruhi oleh manajemen produksi
peternakan. Kandang merupakan salah satu komponen yang memiliki nilai
investasi cukup besar karena pemakaiannya dalam jangka waktu yang lama,
sehingga pemilihan tipe kandang yang digunakan harus diperhitungkan dengan
baik dan benar agar tidak menimbulkan kerugian saat proses produksi berjalan.
Sistem perkandangan yang berbeda dapat mempengaruhi keberhasilan manajemen
peternakan. Kandang yang baik berpengaruh terhadap peningkatan laju
pertumbuhan, kesehatan ternak dan konversi pakan. Sistem perkandangan yang
umum digunakan peternak di Indonesia adalah sistem kandang cage dan litter.
Masing-masing sistem memiliki kelebihan dan kekurangan baik dalam hal biaya
maupun fungsinya. Banyak infeksi penyakit pada ayam petelur yang disebabkan
karena hubungan atau kontak antara ayam dengan litter, tanah dan hewan
pengerat serta serangga yang diketahui sebagai agen pembawa penyakit. Esquenet
et al. (2003) menyatakan bahwa infeksi penyakit lebih sering terjadi pada ayam
yang dipelihara dengan sistem litter dan free range yang memiliki akses langsung
terhadap alas kandang.
Manajemen pengendalian penyakit sangat penting dilakukan, karena
penyakit yang tidak terkontrol dapat mempengaruhi produksi baik secara kualitas
maupun kuantitas. Selain mempengaruhi tingkat produksi juga menambah biaya
produksi yang secara tidak langsung akan mengurangi keuntungan peternak. Luka
pada bantalan kaki (Foot pad lesion/ FPL) dan melepuh dada (Breast blister/BB)
merupakan salah satu jenis kerusakan kulit pada ayam yang sering timbul akibat
manajemen kandang yang kurang baik. BB dan FPL pertama kali diteliti pada
tahun 1980-an, tetapi hal ini tidak berarti bahwa BB dan FPL muncul pada tahun
tersebut untuk pertama kali. Kejadian ini umumnya muncul pada ayam broiler dan
kalkun yang memiliki pertambahan bobot badan lebih cepat, namun tidak sedikit
juga muncul pada ayam petelur dengan manajemen pemeliharaan yang kurang
baik. Kejadian ini akan mempengaruhi kesehatan, produksi telur maupun kualitas
karkas yang dihasilkan. Penelitian ini mempelajari keefisienan kandang dalam
mencegah terjadinya foot pad lesion (FPL) dan breast blister (BB) pada ayam ras
petelur Lohmann.

2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh sistem perkandangan
litter dan cage terhadap kejadian foot pad lesion dan breast blister serta performa
produksi ayam petelur usia 48 minggu.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini mencakup pengamatan dan pengukuran
keparahan foot pad lesion, breast blister, dan performa produksi dengan sistem
perkandangan yang berbeda. Sistem perkandangan yang digunakan adalah
kandang cage dan litter.

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Unit Unggas Blok B
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan
September sampai Oktober 2013.

Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ayam ras petelur
Lohmann umur 48 minggu sebanyak 36 ekor, bambu untuk membuat 18 unit
kandang cage dan 3 unit kandang litter, sekam padi, air minum, desinfektan
kandang, dan pakan yang memiliki kandungan nutrisi pada Tabel 1
Tabel 1 Kandungan nutrisi ransum penelitian
Nutrisi

Persentase (%)

Kadar air

Max 13

Protein kasar
Serat kasar
Lemak
Abu
Fosfor
Kalsium

Min 17
Max 6
Min 3
Max 14
0.6-1.0
3.0-4.2

Sumber: Label Pakan PT Gold Coin Indonesia (2013)

3
Alat
Peralatan yang digunakan adalah 2 ruang kandang sistem closed house salah
satu kandang diisi 3 unit kandang litter menggunakan sekam padi sebagai alas
dengan luas 1.05 m2 per unit kandang dan selebihnya diisi 18 unit kandang cage
yang terbuat dari bahan bambu dengan luas kandang 0.18 m2 per unit, tempat
pakan dan tempat minum gantung, tempat pakan dan minum individu, termometer
bola basah bola kering, timbangan (untuk menimbang bobot badan ayam di awal
dan akhir periode pemeliharaan serta menimbang pakan), pita ukur, kamera digital
untuk dokumentasi dan alat tulis.

Prosedur
Pemeliharaan
Ayam ras petelur Lohmann sebanyak 36 ekor dipelihara selama 28 hari.
Ayam tersebut dipelihara dalam 18 unit kandang cage yang terbuat dari bambu
untuk masing-masing satu ekor dan 3 unit kandang litter yang menggunakan
sekam padi sebagai alas dengan isi 6 ekor ayam per unit. Kandang cage
dilengkapi tempat pakan dan minum individu, sedangkan pada kandang litter
digunakan tempat pakan dan minum gantung. Masing-masing kandang dilengkapi
AC dengan suhu 18 sampai 22 °C.
Frekuensi pemberian pakan adalah tiga kali sehari sebanyak 40 g per ekor
per pemberian. Pemberian air minum dilakukan secara ad libitum. Sebelum ayam
dimasukan ke dalam kandang terlebih dahulu kandang dibersihkan dan
didesinfeksi agar ayam terhindar dari kontaminasi lingkungan yang tidak bersih.
Peubah yang Diamati
Pertambahan Bobot Badan. Pertambahan bobot badan (g) merupakan selisih
dari bobot badan akhir dengan bobot badan awal. Pada awal pemeliharaan bobot
badan ayam ditimbang terlebih dahulu untuk mengetahui bobot badan awal dan
ditimbang kembali pada akhir periode pemeliharaan.
Produksi Telur. Produksi telur (gram ekor-1 minggu-1) diperoleh dari berat telur
yang dihasilkan dikali dengan jumlah telur selama satu minggu.
Konsumsi Pakan. Konsumsi pakan diukur satu minggu sekali yaitu jumlah pakan
yang diberikan selama satu minggu dikurang dengan jumlah pakan yang tersisa.
Konversi Pakan. Konversi pakan merupakan salah satu indikator untuk
mengukur efisiensi pakan terhadap produksi. Konversi pakan adalah angka yang
menunjukkan kemampuan ayam untuk mengubah sejumlah pakan menjadi setiap
satuan massa produksi telur dalam satuan waktu tertentu. Semakin kecil nilai
konversi pakan semakin efisien pakan yang digunakan.
Konsumsi pakan (g)
Konversi pakan =
Produksi massa telur (g)
Foot Pad Lesion (FPL) dan Breast Blister (BB). FPL diukur dengan melihat
bagian alas kaki ayam yang dicuci terlebih dahulu dan BB dinilai dengan

4
mengukur panjang luka yang terdapat pada bagian dada ayam kemudian
dikelompokan sesuai petunjuk skor yang digunakan. Sampel yang digunakan
sebanyak 9 ekor diambil dari kandang cage dan 9 ekor dari kandang litter. FPL
dan BB diukur satu minggu sekali. Penilaian FPL yang digunakan mengacu pada
metode penilaian Swedia yang dikembangkan oleh Wageningen UR Livestock
Research menggunakan deretan 4 nilai. FPL pada kaki ayam disesuaikan dengan
gambar 1 berikut
 Foot Pad Lesion Score

Skor 0

Skor 1
Skor 2
Skor 3
Gambar 1 Skor foot pad lesion (Ingrid dan Harn 2012)

Keterangan:
0
1
2
3

=
=
=
=

Normal tidak ada luka
Terdapat luka bakar hanya pada bagian dermis
Alas kaki berkoreng
Luka yang sudah terbuka pada salah satu atau kedua alas kaki ayam

 Breast Blister Score:
Penilaian BB mengacu pada penelitian McWard dan Taylor (2000) yang
mengelompokan BB dalam beberapa skor berikut

Skor 0

Skor 1
Gambar 2 Skor kejadian breast blister

Keterangan:
0 = Tidak ada luka
1 = Kecil (jika luka pada dada ≤ 0.64 cm)
2 = Besar (jika luka pada dada > 0.64 cm)

Skor 2

5
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 perlakuan yaitu kandang litter dan
cage serta ulangan sebanyak 3 kali untuk setiap perlakuan. Data yang diperoleh
selanjutnya dianalisis secara statistik dengan uji T-test (Steel dan Torrie 1995).
Model matematika yang digunakan sebagai berikut
T=

xi − xj − Do

s 1 n+1 n
Keterangan:
T
= nilai t hitung yang dibandingkan dengan t tabel untuk penerimaan hipotesis
xi
= rata-rata perlakuan ke-i
xj
= rata-rata perlakuan ke-j
s
= simpangan baku
n
= jumlah individu sampel
Do
= selisih dua rataan yang berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN
Foot Pad Lesion
Pada penelitian ini terjadi peningkatan skor FPL dari minggu pertama
sampai minggu ke-4 dan skor yang paling tinggi terjadi pada ayam yang
dipelihara dengan sistem cage di minggu ke-4. Berbeda dengan Skor FPL yang
dipelihara pada sistem litter, terjadi penurunan keparahan FPL di minggu ke-3, hal
ini menunjukan bahwa sistem litter memiliki kemampuan untuk memulihkan FPL
lebih baik. Tingkat kejadian FPL selama 4 minggu pemeliharaan disajikan dalam
Tabel 2 berikut ini
Tabel 2 Tingkat kejadian FPL selama 4 minggu pemeliharaan
Minggu ke0
1
2
3
4

Perlakuan
Litter
Cage
Litter
Cage
Litter
Cage
Litter
Cage
Litter
Cage

0
33.33
44.44
0
22.22
0
11.11
0
0
0
0

Tingkat Kejadian FPL* (%)
1
2
66.67
0
55.56
0
55.56
44.44
44.45
33.33
0
88.89
11.11
11.11
0
100
11.11
33.33
0
66.67
0
0

3
0
0
0
0
11.11
66.67
0
55.56
33.33
100

Ket : * 0 = normal tidak ada luka, 1 = terdapat luka bakar hanya pada bagian dermis, 2 = alas kaki
berkoreng, 3 = luka yang sudah terbuka pada salah satu atau kedua alas kaki ayam

6
Foot Pad Lesion (FPL) atau sering juga disebut foot pad dermatitis
merupakan penyakit yang terjadi akibat pengikisan pada permukaan kulit kaki
ayam sepanjang telapak kaki. FPL merupakan perkembangan dari iritasi pada
kulit yang diawali dengan terkikisnya kulit telapak kaki apabila kulit sudah rusak
akan menimbulkan luka yang menyakitkan. Luka ini selanjutnya dapat berfungsi
sebagai pintu masuk mikroorganisme untuk infeksi penyakit yang lebih parah
(Basset 2009). Berdasarkan uji t yang telah dilakukan skor kejadian FPL pada
kelompok ayam yang dikandangkan dengan sistem cage tidak berbeda dengan
yang dikandangkan pada sistem litter.
Miljkovic et al. (2012) mendefenisikan FPL sebagai suatu kerusakan kulit
yang dipengaruhi oleh banyak faktor dan tidak dapat menetapkan satu faktor
menjadi penyebab utama munculnya kejadian FPL. Beberapa penelitian
menunjukan bahwa kejadian FPL yang parah umumnya terjadi pada kandang
dengan sistem litter, hal ini disebabkan karena ayam yang dipelihara dengan
sistem litter lebih sering berhubungan langsung dengan bahan litter yang sudah
bercampur dengan feses maupun tumpahan pakan dan air minum. Hal ini berbeda
dengan penelitian yang telah dilakukan. Perbedaan dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain waktu penelitian yang digunakan singkat sehingga
tidak memberikan hasil yang berbeda. Abd El-Wahab et al. (2012) menyatakan
bahwa kelembaban kritis untuk memicu kejadian FPL adalah 70%, sedangkan
kelembaban pada kedua sistem kandang yang digunakan dalam penelitian ini
lebih tinggi yaitu 77% (cage) dan 60% (litter) hal ini dapat menyebabkan
perbedaan hasil yang diperoleh. FPL meningkat sejalan dengan meningkatnya
kelembaban litter. Peningkatan kejadian FPL lebih jelasnya dapat dilihat pada
Gambar 3.
Skor 0

Skor 1

Skor 2

Skor 3

Kejadian FPL (%)

100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
litter

cage
0

litter

cage
1

litter

cage
2

litter

cage
3

litter

cage
4

Minggu ke
Gambar 3 Peningkatan kejadian FPL pada kandang cage dan litter selama 4
minggu pemeliharaan

7
Pada penelitian ini ayam yang digunakan sebagai bahan penelitian sudah
memiliki FPL. Namun, selama pemeliharaan skor FPL meningkat dari minggu
pertama sampai minggu ke-4, tetapi terjadi penurunan di minggu ke-3 pada ayam
yang dipelihara dengan sistem litter (Gambar 3). Berdasarkan data yang diperoleh
terdapat korelasi positif antara bobot badan dengan skor FPL, semakin besar
bobot badan atau ukuran tubuh berpengaruh terhadap skor kejadian FPL. Hal ini
terlihat pada peningkatan kejadian FPL yang konsisten pada ayam yang dipelihara
dalam kandang cage dari minggu pertama sampai minggu ke-4 diasumsikan
bahwa semakin bertambah umur maka bobot badan semakin besar sehingga akan
meningkatkan resiko kejadian FPL. Pernyataan ini sejalan dengan hasil penelitian
Broom dan Reefmann (2005) yang menemukan bobot badan yang lebih besar
menyebabkan alas kaki membawa beban lebih berat sehingga meningkatkan
kontak atau tekanan antara alas kaki dengan litter dan memungkinkan
peningkatan kejadian FPL. Data pertambahan bobot badan dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tabel 3 Pertambahan bobot badan
Perlakuan
Litter
Cage

Bobot Badan (g)
Awal
Akhir
1742.22±137.28
1764.44±131.83
1784.44± 81.72
1764.44±127.58

Pertambahan
Bobot Badan (g)
22.22±91.65
-20.00±75.47

Pertambahan bobot badan merupakan salah satu parameter yang dapat
digunakan untuk menentukan keberhasilan suatu usaha peternakan khususnya
pada sistem penggemukan. Pada penelitian yang telah dilakukan data
pertambahan bobot badan pada ayam yang dipelihara dengan kandang litter
maupun kandang cage sangat bervariasi, setelah dilakukan uji normalisasi data
menggunakan minitab data tidak memenuhi syarat untuk dilakukan analisis uji
banding. Berdasarkan data yang diperoleh ayam yang dipelihara dalam kandang
litter 55.56% mengalami peningkatan bobot badan dan 44.44% mengalami
penurunan bobot badan. Berbeda dengan data pertambahan bobot badan pada
ayam yang dipelihara dalam kandang cage ayam yang mengalami penurunan
bobot badan lebih besar yaitu 55.56% sedangkan bobot badan yang meningkat
hanya 44.44%. Islam et al. (2004) juga menyatakan alas lantai tidak berpengaruh
terhadap pertambahan bobot badan. FPL berkorelasi positif terhadap bobot badan
tetapi berkorelasi negatif terhadap pertambahan bobot badan dan konsumsi pakan.
Pada umur 48 minggu pertumbuhan ayam petelur sudah lambat karena energi
lebih digunakan untuk memproduksi telur daripada untuk pertubuhan sehingga
pertambahan bobot badannya pun rendah.
FPL menjadi masalah serius bagi produsen, karena FPL merupakan langkah
awal untuk infeksi penyakit yang lebih parah. FPL berfungsi menjadi pintu masuk
mikroorganisme ke dalam tubuh unggas dan mengganggu kesehatan serta dapat
menurunkan produksi baik secara kualitas maupun kuantitas. Namun, dalam
penelitian yang telah dilakukan tidak terdapat hubungan antara kejadian FPL
dengan produktivitas secara kuantitas. Shepherd dan Fairchild (2010) menyatakan
bahwa terdapat banyak faktor yang dapat mempengaruhi kejadian FPL antara lain
faktor lingkungan yaitu jenis bahan alas yang digunakan, manajemen

8
pemeliharaan, tipe tempat minum, kepadatan kandang, pengaruh musim, dan
ketebalan litter. Selain faktor lingkungan, jenis kelamin, ukuran tubuh dan strain
juga berpengaruh terhadap kejadian FPL.
Grimes et al. (2002) mengemukakan jenis bahan dan ketebalan litter
merupakan hal penting untuk dipahami dalam mencegah penyebaran FPL. Jenis
bahan litter harus memiliki kemampuan yang baik dalam menyerap air dan
kecepatan menjadikan litter kembali kering. Selain itu, ukuran bahan alas litter
juga memeliki pengaruh yang signifikan terhadap kejadian FPL. Ukuran bahan
alas litter yang besar dan kasar dapat mempercepat pelukaan pada alas kaki
(Garcia et al. 2012). Hal ini didukung oleh hasil penelitian Ekstrand et al. (1997)
yang juga menambahkan ketebalan litter memiliki terhadap kejadian FPL. Litter
dengan lapisan yang tipis (5 cm). Kondisi kandang
yang menggunakan sistem litter dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Kondisi kandang dengan sistem litter tampak samping (kiri) dan
tampak atas (kanan)
Kepadatan kandang juga memiliki pengaruh signifikan terhadap
peningkatan FPL. Kejadian FPL lebih parah terjadi pada ayam yang dipelihara
dengan kepadatan kandang yang lebih tinggi daripada ayam yang dipelihara
dengan kepadatan kandang rendah (Tablante et al. 2003). Kepadatan kandang
yang tinggi menyebabkan peningkatan jumlah feses yang dihasilkan dan secara
tidak langsung akan mempengruhi kelembaban lantai kandang. Kandungan
nutrisi pakan yang digunakan dapat mempengaruhi kandungan amonia atau bahan
kimia lainnya pada feses yang dikeluarkan dan akan mempengaruhi kelembaban
alas kandang. Hal ini yang dapat menyebabkan kejadian FPL pada ayam yang
dipelihara dengan kandang litter juga tinggi. Tingginya kejadian FPL pada ayam
yang dipelihara dengan kandang litter ini dapat disebabkan oleh di peternakan
sebelumnya manajemen litter, ketebalan litter, tipe tempat minum, umur, sistem
pencahayaan, pakan dan kepadatan kandang kurang diperhatikan sehingga
menyebabkan ayam sudah memiliki FPL saat digunakan sebagai bahan penelitian.
Peningkatan skor yang terjadi pada ayam yang dipelihara dengan kandang
cage dapat disebabkan karena ayam mengalami stres akibat penyempitan luasan
kandang. Sebelum digunakan sebagai bahan penelitian ayam-ayam tersebut
dipelihara dengan menggunakan kandang litter sehingga saat dipindahkan ke
dalam kandang cage pergerakan ayam semakin sedikit hal ini dapat menyebakan

9
ayam tidak nyaman dan stres. Burger dan Arscott (1984) mengemukakan bahwa
faktor penyebab stres lebih berpengaruh terhadap kejadian FPL dibandingkan
dengan alas lantai yang digunakan. Selain penyempitan luasan dalam penelitian
ini penggunaan bambu sebagai bahan cage juga dapat mempengaruhi tingkat
keparahan FPL, hal ini berhubungan dengan kemungkinan kaki ayam tidak
menapak secara benar dan kaki masuk ke sela-sela bambu. Pada penelitian ini
bambu yang digunakan sebagai kandang cage tidak dihaluskan terlebih dahulu
sehingga bambu masih kasar, hal ini juga dapat mempengaruhi tingkat keparahan
FPL. Kondisi kandang cage dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Kondisi kandang dengan sistem cage
Dawkins et al. (2004) menjelaskan kepadatan kandang pada atau lebih dari
42 kg per m2 dapat mengganggu atau berpengaruh terhadap beberapa masalah
kesehatan kaki. Kepadatan kandang yang digunakan pada penelitian ini adalah 10
kg per m2 atau 0.18 m2 per ekor pada kandang litter dan 0.12 m2 per ekor pada
kandang cage, sehingga dapat diasumsikan tingkat kepadatan kandang yang
diberikan cukup sesuai untuk mengendalikan kejadian FPL. Walaupun luasan
kandang yang diberikan pada ayam yang dipelihara dengan sistem cage sesuai
dengan kebutuhannya, namun perubahan jenis kandang dari litter menjadi cage
dapat menimbulkan stres karena ayam menjadi tidak banyak bergerak dan tidak
dapat melakukan aktivitas yang umumnya dilakukan dalam kandang litter.
Aktivitas yang dapat dilakukan hanya duduk dan berdiri.
Banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi tingkat kejadian FPL
antara lain manajemen alas kandang atau litter. Manajemen yang baik adalah
ketika kita dapat memastikan litter tetap dalam keadaan kering tetapi tidak
berdebu dan bahan litter yang digunakan rapuh atau tidak kasar sehingga tidak
melukai tubuh ayam. Ventilasi memiliki peran penting dalam menyediakan udara
bersih dalam kandang. Namun, ventilasi yang baik tidak hanya meyediakan udara
segar tetapi juga dapat mengatur kelembaban dalam kandang. Tipe tempat minum
yang digunakan secara tidak langsung dapat mempengaruhi tingkat kejadian FPL.
Pemilihan tipe tempat minum berdasarkan seberapa mungkin air minum akan
tumpah karena tumpahan air minum dapat menyebabkan litter menjadi basah dan
kelembaban litter akan meningkat (Basset 2009). Ingrid dan Harn (2012)
menambahkan pemilihan pakan yang baik dapat mengurangi kejadian FPL.
Kualitas dan jumlah nutrisi yang terkandung dalam pakan sangat berpengaruh
terhadap kualitas feses yang selanjutnya akan mempengaruhi litter. Pakan yang

10
mengandung protein kasar yang tinggi dapat menyebabkan produksi amonia
meningkat dan litter menjadi basah serta lembab. Oleh karena itu, perlu dilakukan
formulasi pakan yang benar dan dapat menggunakan suplemen pakan tambahan.

Breast Blister
Melepuh dada (Breast Blister/BB) merupakan penyakit kulit yang terjadi
akibat adanya gesekan maupun benturan antara dada dengan litter yang
menggumpal atau slat yang kasar secara terus-menerus (Fadilah dan Polana 2004).
BB pada unggas lebih sering terjadi disebabkan masalah manejemen bukan
masalah infeksi penyakit. Kondisi ini tidak begitu fatal sampai menimbulkan
kematian tetapi ini dapat menyebabkan morbiditas meningkat sampai lebih dari
50% (McMullin 2004). BB tidak hanya menghambat laju produksi tetapi juga
menyebabkan kerugian ekonomi yang cukup besar pada industri yang berskala
besar.
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan tidak terdapat kejadian
breast blister dari minggu pertama sampai minggu ke-4. Banyak faktor yang
mempengaruhi munculnya BB seperti keturunan, usia, berat badan, jenis kelamin,
luas lokasi pemeliharaan dan kandungan nutrisi pakan yang diberikan (Zhao et al.
2009). Menurut Jianzhou et al. (2012) penyebab munculnya BB pada ayam
dikaitkan dengan metabolisme gula, lemak dan protein yang dipengaruhi oleh
kualitas pakan dan kondisi lingkungan ayam tersebut.
Pada penelitian yang telah dilakukan jenis alas kandang yang berbeda tidak
berpengaruh pada tingkat kejadian BB pada ayam petelur. Hasil ini sesuai dengan
penelitian Islam et al. (2004) menyatakan bahwa jenis alas kandang tidak
berpengaruh terhadap kejadian BB, tetapi lebih berhubungan dengan umur dan
bobot badan. Kejadian BB umumnya lebih banyak terjadi pada ayam pedaging
yang memiliki pertambahan bobot badan lebih tinggi. Kejadian BB yang tidak
terdapat pada ayam petelur disebabkan laju pertumbuhan ayam petelur lebih
lambat. Kaki ayam tidak bekerja terlalu berat untuk menopang bobot badan ayam
yang lebih ringan sehingga ayam tidak sering duduk atau berbaring pada dadanya.
Broom dan Reefmann (2005) menemukan korelasi positif antara bobot badan atau
ukuran tubuh dan jenis kelamin dengan kejadian BB. Strain yang berbeda juga
akan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap tingkat kejadian BB. Zhao et
al. (2009) menyatakan kejadian BB paling besar terjadi pada ayam yang
dipelihara menggunakan lantai kawat dengan kepadatan yang tinggi yaitu 17 ekor
per m2.

Performa Produksi
Performa produksi yang diukur dalam penelitian ini adalah produksi telur
(massa telur), konsumsi pakan, dan konversi pakan. Performa produksi ini sangat
berkaitan satu sama lain. Jumlah pakan yang dikonsumsi akan mempengaruhi
produksi telur begitu juga dengan konsumsi pakan dan produksi telur
mempengaruhi nilai konversi pakan (Rasyaf 2004). Berdasarkan uji banding yang
telah dilakukan tidak terdapat perbedaan performa produksi antara ayam yang

11
dipelihara dalam kandang litter maupun cage. Rataan produksi telur dan konsumsi
pakan pada masing-masing perlakuan selama 4 minggu pemeliharaan dapat dilihat
pada Tabel 4 berikut
Tabel 4 Rataan produksi telur dan konsumsi pakan pada minggu pertama sampai
minggu ke-4
Konsumsi pakan
Produksi telur
Minggu
(gram ekor-1 minggu-1)
(gram ekor-1 minggu-1)
ke
Litter
Cage
Litter
Cage
1
840.00±0.00
838.13± 5.62
429.66 ±10.12 401.33±65.59
2
840.00±0.00
836.12±10.99
424.99 ± 4.75 315.22±37.66
3
840.00±0.00
836.42±10.73
451.29 ± 9.57 377.89±34.96
4
840.00±0.00
840.00± 0.00
436.59± 4.52 378.22 ± 9.16
Berdasarkan Tabel 4, konsumsi pakan sedikit lebih rendah pada ayam yang
dipelihara di kandang cage daripada di kandang litter. Konsumsi pakan yang
rendah menyebabkan produksi telur menurun. Peningkatan kejadian FPL
menurunkan nilai konsumsi pakan. Berg dan Algers (2004) menyatakan bahwa
FPL akan menghasilkan rasa sakit dan kesulitan berjalan atau pincang sehingga
menyebabkan ternak enggan untuk bergerak ke tempat pakan dan menghasilkan
nilai konsumsi pakan yang lebih rendah dan konversi pakan yang tinggi. Villagra
et al. (2011) menyatakan bahwa konsumsi pakan dan nilai konversi pakan tidak
dipengaruhi oleh jenis alas yang digunakan. Konsumsi pakan lebih dipengaruhi
oleh faktor umur, nutrisi ransum, kesehatan, bobot badan, suhu dan kelembaban serta
kecepatan pertumbuhan (Wahju 2004). Islam et al. (2004) juga tidak menemukan
perbedaan konsumsi pakan yang signifikan pada ayam yang dipelihara dengan sistem
litter maupun cage.
Berdasarkan uji banding yang telah dilakukan tidak ada perbedaan tingkat
produksi telur antara ayam yang dipelihara pada kandang litter maupun cage. Ratarata produksi telur ayam pada kandang litter sedikit lebih tinggi (427.3 gram ekor-1
minggu-1) daripada kandang cage (362.8 gram ekor-1 minggu-1). Produksi telur per
minggu pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan penelitian sebelumnya oleh
Shatiti (2003) yang melaporkan rataan produksi telur adalah sebesar 360.36-374.08
gram ekor-1 minggu-1. Menurut Shatiti (2003) produksi telur dipengaruhi oleh kualitas
bibit, kandungan nutrisi pakan, kesehatan ayam, kondisi lingkungan, dan manajemen
pemeliharaan. Produksi telur juga dapat dipengaruhi oleh konsumsi pakan, konsumsi
pakan yang rendah akibat kejadian FPL dapat mempengaruhi total produksi telur
yang dihasilkan. Namun, berdasarkan uji korelasi yang telah dilakukan tidak ada
hubungan antara tingkat keparahan FPL dengan produksi telur yang dihasilkan.
Konversi pakan adalah angka yang menunjukkan kemampuan ayam untuk
mengubah sejumlah pakan menjadi setiap satuan massa produksi telur dalam
satuan waktu tertentu. Konversi pakan dapat digunakan untuk mengukur
keberhasilan suatu usaha peternakan. Pada penelitian ini konversi pakan ayam
yang dipelihara dalam kandang cage bervariasi dari 2.14 sampai 2.70 (Tabel 5).
Berbeda dengan ayam yang dipelihara dalam kandang litter yang memiliki nilai
konversi pakan lebih rendah yaitu 1.92 sampai 1.98. Rataan konversi pakan dalam
penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5 berikut.

12
Tabel 5 Rataan konsversi pakan selama 4 minggu pemeliharaan
Perlakuan
litter
cage

Minggu ke
1
1.96±0.05
2.14±0.33

2
1.98±0.02
2.70±0.35

3
1.92±0.04
2.24±0.22

4
1.92±0.02
2.22±0.05

Menurut Rasyaf (2004) konversi pakan standar ayam petelur adalah 2.1
sehingga dapat disimpulkan bahwa konversi pakan pada ayam yang dipelihara
dalam kandang litter lebih baik daripada ayam dalam kandang cage. Nilai
konversi pakan yang tinggi pada ayam yang dipelihara dalam kandang cage dapat
disebabkan karena ayam mengalami stres akibat penyempitan kandang sehingga
energi lebih banyak digunakan untuk mengatasi stres daripada untuk berproduksi.
Manajemen pemeliharaan sangat berpengaruh terhadap konsumsi pakan ayam. Stres
yang terjadi akibat perubahan sistem lantai dan luasan kandang dapat mempengaruhi
nilai konsumsi pakan dan produksi telur yang rendah dan meningkatkan konversi
pakan pada ayam yang dipelihara dengan kandang cage.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Tingkat kejadian foot pad lesion (FPL) dan breast blister (BB) pada ayam
petelur yang dipelihara dengan sistem lantai litter dan cage tidak berbeda
demikian juga dengan produksi telur konsumsi pakan, pertambahan bobot badan
dan konversi pakan.

Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lama sejak periode starter untuk
mempelajari pengaruh umur dan bobot badan terhadap kejadian FPL dan BB
menggunakan ayam broiler sebagai pembanding.

DAFTAR PUSTAKA
Abd El-Wahab A, Visscher CF, Wolken S, Reperant JM, Beineke A, Beyerbach
M, Kamphues J. 2012. Foot-pad dermatitis and experimentally induced
coccidiosis in young turkeys fed a diet without anticoccidia. J. Poult. Sci.
91 :627–635 http://dx.doi.org/ 10.3382/ps.2011-01840
Basset A. 2009. Animal welfare approved technical advice fact foot pad dermatitis
in poultry [Internet].[diunduh 2013 Sept 19]; Soil Association Tubney.
Tersedia pada : www.animalwelfareapproved.org

13
Berg C, Algers B. 2004. The effect of floor heating and feed protein level on the
incidence of foot-pad dermatitis in turkey poults. Page 359 in EAAP-55th
Annual Meeting L4.101, Bled, Slovenia, (poster).
Broom DM, Reefmann N. 2005. Chicken welfare as indicated by lesions on
carcases in supermarkets. J. Poult. Sci. 46:407-414.
Burger RA, Arscott GH. 1984. A cage-related foot pad dermatitis in dwarf and
normal sized single comb White Leghorns layers. J. Poult. Sci. 63:15121515.
Dawkins MS, Donnelly CA, Jones TA. 2004. Chicken welfare is influenced more
by housing conditions than by stocking density. Nature 427:342-344
Esquenet C, P De Herdt, H De Bosschere, S Ronsmans, R Ducatelle, J Van Erum.
2003. An outbreak of histomoniasis in free-range layer hens. Avian
Pathology 32:305–308.
Fadilah R, A Polana. 2004. Aneka Penyakit pada Ayam dan Cara Mengatasinya.
Depok (ID) ; Agromedia Pustaka.
Garcia RG, Almeida Paz ICL, Caldara FR. Naas IA, Bueno LGF, Freitas LW,
Gracino JD, Sim S. 2012. Litter material and the incidence of carcass
lession in broiler chickens. Brazilian J. Poult. Sci.
Grimes JL, Smith J, Williams CM. 2002. Some alternative litter material used for
growing broilers and tukeys. J. Poult. Sci. 58.
Ingrid DJ, Harn JV. 2012. Management Tools to Reduce Footpad Dermatitis on
Broiler. Netherlands (EU). Wageningen University and Reasearch Centre
Islam KN, Islam MS, Sultana R, Khaleduzzaman ABM, Gain P, Bulbul SM. 2004.
The effect of transfer batteray brooded broiler on conventional rice husk
littered floor on production performance. Pakistan J. Poult. Sci. 7(8) 14101413.
Jianzhou Shi, Yadong Tian, Jianhua Wang, Xiangtao Kang. 2012. A Comparison
of Different Biochemical parameters in Blood Serum of Healthy and Breast
Blister Chikens. J. Vet Adv 11 (13): 2313-2315, 2012.
McMullin P. 2004. Breast Blister. New York (US): Poultry health and Disease
McWard GW, Taylor DR. 2000. Acidified clay litter amandment. J. Appl. Poult
Res. 9:518–529
Miljkovic B, Skrbic Z, Pavlovski , Ivetic V, Lukic M, Kureljusic B, Petricevic V.
2012. Footpad dermatitis in comercial broilers. J. Vet. Med 28 (4) : p 835834. doi : 10.2298/BAH1204835M
Rasyaf M. 2004. Beternak Ayam Petelur. Jakarta (ID) : Penebar Swadaya.
Shatiti W. 2002. Manfaat penambahan spirulina dalam ransum ayam petelur
terhadap kualitas telur [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Shepherd EM, Fairchild BD. 2010. Foot pad dermatitis in poultry. J. Poult. Sci.
89:2043-2051. doi: 10.3382/ps.2010-00770.
Steel RGD, Torrie JH. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika. Edisi ke-2.
Terjemahan Sumantri B. Jakarta (ID) : Gramedia Pustaka Utama
Tablante NL, Estevez I, Russek-Cohen E. 2003. Effect of perches and stocking
density on tibial dyscondroplasia and bone mineralization as mesured by
bone ash in broiler chickens. Poultry Res. 12:53-59.
Vilagra A, Olivas I, Benitez V, Lainez M. 2011. Evaluation of sludge from paper
recycling as bedding material for broilers. Int. J. Poult. Sci. 90 :953–957 doi
: 10.3382/ps.2010-00935

14
Wahju J. 2004. Ilmu Nutrisi Unggas. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University
Press
Zhao FR, Geng AL, Li BM, Shi ZX, Zhao YJ. 2009. Effects of environmental
factors on breast blister incidence, growth performance, and some
biochemical indexes in broilers. J. Appl. Poult. Res. 18 :699–706. doi:
10.3382/japr.2009-00018.

LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil uji beda (uji t) skor FPL minggu ke-1
Rata-rata
Varian
Pengamatan
Hipotesis Pervarianan Rata-rata
Derajat bebas
t Statistik
P(T