1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam buku psikologi untuk keluarga, Gunarsa 2003 menyatakan bahwa dasar kepribadian seseorang dibentuk mulai masa kanak-kanak.
Proses perkembangan yang terjadi dalam diri seseorang anak ditambah dengan apa yang ia alami dan diterima pada masa kanak-kanak, juga
perkembangan yang
berkesinambungan, memungkinkan
individu bertumbuh dan berkembang menjadi manusia dewasa. Dalam proses
menjadi dewasa, orangtua mengharapkan anak menjadi orang yang mandiri, sukses dan dapat memperoleh apa yang dicita-citakan, orangtua
perlu memberikan pendidikan dan pola asuh yang tepat bagi anak. Pola asuh menurut Meichati 1983 adalah perlakuan orangtua
dalam rangka memenuhi kebutuhan, memberikan perlindungan dan pendidikan anak dalam kehidupan sehari-hari. Hurlock 1997 berpendapat
bahwa pola asuh yang digunakan orangtua sebagai metode pendidikan anak sebagaian bergantung pada cara mereka dibesarkan dan sebagaian
lagi pada apa yang didapat dari pengalaman pribadi atau pengalaman bersama teman mereka. Jadi Pola asuh merupakan satu pengaruh yang
paling besar dalam kehidupan anak.
2 Setiap orangtua mempunyai pola asuh tersendiri yang diterapkan
pada anak-anaknya. Ada yang menerapkan pola asuh authorian, pola asuh permisive dan ada pula yang menerapkan pola asuh authoritative . Weiten
dan Lioyd dalam Yusuf 2002 menyatakan ciri dari masing-masing pola asuh, pertama pola asuh authorian, orangtua menunjukkan sikap kaku,
acccaptance rendah namun kontrol tinggi mengkomando, suka dan menghukum secara fisik. Berikutnya Pola asuh permisive orangtua
menunjukkan sikap acceptance namun kontrol rendah, memberikan kebebasan kepada anak untuk menyatakan keinginannya. Terakhir pola
asuh authoritative, orangtua menunjukkan sikap acceptance dan kontrol tinggi, responsif terhadap kebutuhan anak, dan memberikan penjelasan
atas perlakuan anak. Baumrind dalam Yusuf 2002 juga mengemukakan empat pola
asuh orangtua. Pertama pola asuh authoritatif menunjukkan sikap orangtua yang bisa diandalkan, menyeimbangkan kasih sayang. Kedua pola asuh
Authoritarian, menunjukkan sikap orangtua yang menuntut kepatuhan, menekankan batasan antara orangtua dan anak. Ketiga pola asuh permisif,
orangtua menunjukkan sikap membebaskan, tidak memberi batasan yang tepat bagi anak dan terkesan lepas tangan. Terahkir pola asuh neglactful
atau ditolak. Setiap orangtua menerapkan pola asuh sendiri sehingga
menghasilkan pendidikan anak yang berbeda pula. Landasan inilah yang
3 menyebabkan pola sikap anak dan perilakunya dikemudian hari. Lebih
lanjut Hurlock 1990 menyatakan produk dari pola asuh masing-masing orangtua menunjukkan kepekaan perasaan yang berbeda. Pola asuh yang
lebih menunjukkan kasih sayang kepada anak, secara langsung melatih anak untuk peka terhadap perasaan orang lain. Sejalan dengan Hurlock,
Lawrance 1997 juga menyatakan empati tumbuh melalui cara membesarkan anak dengan kepedulian dan kasih sayang.
Empati merupakan kemampuan untuk merasakan apa yang dirasakan
orang lain,
mampu memahami
prespektif mereka,
menumbuhkan hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri dengan bermacam-macam orang Goleman, 1998. Lebih lanjut Goleman
mengemukakan bahwa, kegagalan untuk mendata perasaan orang lain merupakan kekurangan utama dalam kecerdasan emosional, dan
menyedihkan sebagai seorang manusia. Setiap hubungan yang memikirkan kepedulian, berasal dari penyesuaian emosional dari kemampuan untuk
berempati. Individu yang yang memiliki kemampuan empati akan mudah untuk memasuki ke dalam lingkup pergaulan atau mengenali dan
merespon dengan tepat akan perasaan serta keprihatinan orang lain. Dengan kata lain empati merupakan suatu seni dalam menjalin hubungan
sosial. Pembentukan empati di lingkungan rumah salah satu unsurnya
adalah pola asuh orangtua terhadap anaknya. Pola asuh orangtua memberi
4 pengaruh pada empati anak. Orangtua yang hangat dan mendukung
anaknya, serta yang menunjukkan tingkah laku yang peka dan empati pada anaknya akan memiliki anak yang lebih cepat bereaksi dengan cara
prihatin pada kondisi sulit yang dialami orang lain. Orangtua yang menggunakan hukuman keras sebagai bagian dari disiplin dalam
mendidik, membuat anak akan merasa tertekan dengan hukuman-hukuman yang diberikan oleh orangtuanya, hal ini yang menyebabkan anak tidak
merasa nyaman dalam keluarga sehingga membuat hubungan yang kurang baik antara orangtua dengan anak. Empati anak bermula dari kedua
orangtuanya, terutama perlakuan ibu terhadap anaknya semenjak bayi. Ketika ibu menunjukan emosinya dalam bentuk vokal atau ekspresi wajah
anak dapat menilai bahwa sesuatu itu menyenangkan atau tidak Eisenberg 2002.
Berdasarkan penelitian Hudiyah 2010, tentang hubungan antara pola asuh authoritatif dengan empati pada anak,diketemukan koefisien
korelasi r sebesar 0,510 dengan p = 0,000 p0,01, yang artinya terdapat hubungan positif yang sangat signifikan antara pola asuh authoritatif
dengan empati pada anak. Hasil penelitian tersebut bertolak belakang dengan penelitian yang
dilakukan oleh Lestari 2011, tentang hubungan pola asuh orangtua authoritaitf dengan empati pada anak TK Aisyiyah Bustanul Athfal 24
Malang, berdasarkan analisis data pola asuh orangtua authoritatif dan empati menggunakan korelasi Spearman Rho SPSS seri15 ditemukan
5 hasil P-value = 0,815 lebih besar dari P 0,05 dan analisis korelasi
spearman rho yaitu rs = 0,028. Dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pola asuh authoritatif dengan empati anak
di sekolah. Berdasarkan hasil penelitian yang bertolak belakang dari Hudiyah
2010 dan Lestari 2011, maka perlu dilakukan penelitian ulang tentang ada tidaknya hubungan yang signifikan antara tipe pola asuh authoritatif
dengan empati. Mencermati perbedaan hasil penelitian diatas peneliti ingin
melakukan penelitian kembali tentang hubungan tipe pola asuh authoritatif dengan empati di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 3 Salatiga, karena
di SMK N 3 Salatiga nampak ada signifikansi antara pola asuh orangtua dengan empati siswa disekolah, hal ini didukung oleh wawancara dengan
salah satu guru di SMK N 3 Salatiga, siswa khususnya kelas X kurang menunjukkan empatinya dalam membantu kegiatan bakti sosial untuk
menolong orang-orang yang tidak mampu atau sedang mengalami kesusahan.
Pada awal bulan Juni 2012 dilakukan prapenalitian dengan mengambil sampel satu kelas yaitu kelas X WE SMK N 3 Salatiga, dengan
responden 30 siswa. Prosentase tipe pola asuh dengan kategori empati dilaporkan pada tabel 1.1, 1.2 dan1.3.
6 Tabel 1.1 Tabel Frequensi Pola Asuh Orangtua
Tipe Tipe Pola Asuh Orangtua Frequency
Percent Otoriter
4 13.3
Authoritatif 22
73.3 Permisif
4 13.3
Total 30
100.0
Dari tabel 1.1 tipe pola asuh orangtua yang paling dominan adalah tipe pola asuh authoritatif yaitu 22 siswa 73.3.
Selanjutnya tipe pola asuh authoritatif di ordinalkan, kemudian dikategorikan menjadi 5 kategori, antara lain 1 untuk kategori sangat
rendah, 2 untuk kategori rendah, 3 untuk kategori sedang, 4 untuk kategori tinggi, dan 5 untuk kategori sangat tinggi. Seperti pada tabel 1.2 berikut
Tabel 1.2 Distribusi Frekuensi Tipe Pola Asuh Authoritatif
Kategori authoritatif Frequency
Percent sangat rendah
3 13.6
Rendah sedang
3 13.6
0.0 Tinggi
Sangat tinggi 5
11 22.7
50.1 Total
22 100
Dari hasil data diatas dari 5 kategori tipe pola asuh authoritatif, memperoleh hasil yaitu pada tipe pola asuh authoritatif kategori sangat rendah terdapat 3 siswa
13,6, pada kategori tipe pola asuh authoritatif rendah terdapat 3 siswa 13,6, pada kategori tipe pola asuh authoritatif sedang terdapat 0 siswa 0,0 yang
artinya tidak ada siswa pada kategori sedang, pada kategori tipe pola asuh
7 authoritatif tinggi terdapat 5 siswa 22,7. pada dan kategori tipe pola asuh
authoritatif sangat tinggi terdapat 11 siswa 50,1 Jadi pada kategori tipe pola asuh authoritatif paling banyak pada kategori sangat tinggi.
Tabel 1.3 Tabel Frequensi Empati
Kategori empati Frequency
Percent sangat rendah
12 30.0
Rendah 5
16.7 Sedang
9 30.0
Tinggi 4
13.3 sangat tinggi
3 10.0
Total 30
100.0
Dari tabel 1.3 empati siswa sebagian besar pada kategori sangat rendah yaitu 12 siswa 30.0.
Analisis hubungan antara pola asuh dengan empati mengunakan Kendall’s tau_b dilaporkan pada tabel 1.4.
Tabel 1.4 Korelasi antara Tipe pola asuh authoritatif dengan Empati
Percentile Group of
empati Percentile
Group of authoritaitf
Kendalls tau_b Percentile Group of
Empati Correlation Coefficient
1.000 .458
Sig. 2-tailed .
.011 N
22 22
Percentile Group of authoritatif
Correlation Coefficient .458
1.000 Sig. 2-tailed
.011 .
N 22
22
. Corelation is significant at thr 0.05 level 2-tailed
8 Selanjutnya pada pengujian hubungan dengan menggunakan
analisis Kendalls tau_b pada tabel Dari hasil uji Kendall’s tau_b, pada
tabel 4.5 diperoleh taraf signifikansi yang diperoleh sebesar 0,01 0,05 yang artinya ada hubungan antara tipe pola asuh authoritatif dengan
empati. Maka terdapat hubungan yang signifikan antara pola asuh authoritatif dengan empati pada siswa kelas X SMK N 3 Salatiga.
Dari hasil pra penelitian yang dilakukan peneliti kepada siswa kelas X WE SMK N 3 Salatiga, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
kembali tentang pola asuh authoritaitf dengan empati pada seluruh siswa kelas X SMK N 3 Salatiga. Berdasarkan uraian diatas peneliti
merumuskan masalah yang timbul adalah adakah hubungan yang signifikan antara tipe pola asuh authoritatif dengan empati pada siswa
kelas X SMK N 3 Salatiga.
1.2 Rumusan Masalah