HUBUNGAN PERMAINAN TRADISIONAL DENGAN PENGEMBANGAN KECERDASAN JAMAK LOGIKA MATEMATIKA ANAK USIA 4-5 TAHUN DI PAUD SERASI MAWAR BANDAR LAMPUNG

(1)

ABSTRAC

HUBUNGAN PERMAINAN TRADISIONAL DENGAN

PENGEMBANGAN KECERDASAN JAMAK LOGIKA MATEMATIKA ANAK USIA 4-5 TAHUN DI PAUD SERASI MAWAR BANDAR

LAMPUNG

By Junariah

Problem in this research was children mathematical intelligence that still undeveloped in class A PAUD Serasi Mawar Bandar Lampung. The purpose of this study was to determine the correlation between traditional games with children plural intelligence development on logical mathematic. This research used quantitative method with correlational approach. The Samples of this research were all student in class A, which were 18 children. Data were analyzed by using spearman rank correlation. It was obtained the average value of Y variables by 80% within the criteria of developing was very good and the average value of X variables by 74% within the criteria of developing was suit to the expectation. The result showed that traditional games contributed 47% of children mathematical intelligence development. Therefore, traditional games has a correlation toward development of children mathematical intelligence.

keywords: traditional games, mathematical logic, plural intelligence, early childhood


(2)

ABSTRAK

HUBUNGAN PERMAINAN TRADISIONAL DENGAN

PENGEMBANGAN KECERDASAN JAMAK LOGIKA MATEMATIKA ANAK USIA 4-5 TAHUN DI PAUD SERASI MAWAR BANDAR

LAMPUNG

Oleh Junariah

Masalah pada penelitian ini adalah kecerdasan logika matematika anak yang masih rendah pada kelas A Paud Serasi Mawar Bandar Lampung. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan permainan tradisional dengan pengembangan kecerdasan jamak logika matematika anak. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan korelasional. Sampel pada penelitian ini berjumlah 18 orang siswa yaitu seluruh siswa pada kelas A. analisis data menggunakan jenis korelasi spearman rank yang diperoleh nilai rata-rata pada variabel Y sebesar 80% dengan kriteria Berkembang Sangat Baik, dan rata-rata pada variabel X sebesar 74% dengan kriteria Berkembang Sesuai Harapan. Hasil penelitian yang diperoleh untuk hubungan permainan tradisional adalah sebesar 47% dalam mengembangkan kecerdasan logika matematika anak usia 4-5 tahun. Berdasarkan hal itu maka permainan tradisional mempunyai hubungan dengan pengembangan kecerdasan logika matematika anak.

kata kunci: permainan tradisional, logika matematika, kecerdasan jamak, anak usia dini


(3)

HUBUNGAN PERMAINAN TRADISIONAL DENGAN

PENGEMBANGAN KECERDASAN JAMAK LOGIKA MATEMATIKA ANAK USIA 4-5 TAHUN DI PAUD SERASI MAWAR BANDAR

LAMPUNG

Oleh JUNARIAH

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini Jurusan Ilmu Pendidikan

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

HUBUNGAN PERMAINAN TRADISIONAL DENGAN

PENGEMBANGAN KECERDASAN JAMAK LOGIKA MATEMATIKA ANAK USIA 4-5 TAHUN DI PAUD SERASI MAWAR BANDAR

LAMPUNG

(Skripsi)

Oleh JUNARIAH

1113054027

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK………... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN………. iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN PERNYATAAN…….………. v

RIWAYAT HIDUP………. vi

MOTTO………. vii

PERSEMBAHAN……… viii

SANWACANA………. ix

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR GAMBAR………... xiv

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN……… xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang Masalah ... 1

1.2Identifikasi Masalah ... 5

1.3Pembatasan Masalah ... 6

1.4Rumusan Masalah ... 6

1.5Tujuan Penelitian ... 6

1.6Manfaat Hasil Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 8

2.1Pendidikan Anak Usia Dini ... 8

2.2Kecerdasan Jamak………. ... 10

2.3Kecerdasan Logika Matematika ... 17

2.3.1 Tahap-tahap Matematika AUD ... 19

2.4Pengertian Bermain ... 21

2.4.1 Jenis Bermain ... 23

2.4.2 Bentuk Bermain ... 24

2.5Permainan Tradisional ... 25

2.6Hubungan Permainan dengan Kecerdasan ... 28

2.7Penelitian Yang Relevan ... 31

2.8Kerangka Pikir ... 33

2.9 Hipotesis……… 34

BAB III METODE PENELITIAN ... 35

3.1Metode Penelitian... 35

3.2Setting Penelitian ... 35

3.3Populasi ... 35


(7)

3.5Definisi Konseptual Variabel ... 36

3.6Definisi Operasional Variabel ... 37

3.7Teknik Dan Alat Pengumpulan Data ... 39

3.8Pengujian Validitas ... 41

3.9Teknik Analisis Data ... 41

3.10 Uji Hipotesis ... 43

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN……… 45

4.1Profil Paud Serasi Mawar... 45

4.1.1. Visi dan Misi………. ... 46

4.1.2. Data Anak………. 46

4.1.3. Data pendidik Paud……….. 47

4.1.4. Sarana dan Prasarana………. 47

4.2Hasil Penelitian………. 48

4.2.1 Proses Kegiatan Penelitian……… ... 50

4.3Analisis Uji Hipotesis……….. 60

4.4Pembahasan………. . 63

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………. 66

5.1 Kesimpulan……… .. 66

5.2Saran……… . 67

DAFTAR PUSTAKA ... 68 LAMPIRAN


(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

Lampiran 1 Surat Keterangan Validasi ... 70

Lampiran 2 Instrumen Penelitian... 73

Lampiran 3 Rencana Kegiatan Harian ... 94

Lampiran 4 Lembar Observasi ... 100

Lampiran 5 Nilai Kemampuan Siswa ... 105

Lampiran 6 Rekapitulasi Nilai ... 110

Lampiran 7 Foto Kegiatan ... 112


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 3.1 Kriteria Penilaian Kemampuan Anak……….. 42

Table 3.2 Interprestasi Koefisien Korelasi………. 44

Tabel 4.1 Jumlah Siswa-Siswi di Paud Serasi Mawar... 46

Tabel 4.2 Pendidik di Paud Serasi Mawar……….. 47

Tabel 4.3 Data Sarana dan Prasarana……… 48

Tabel 4.4 Kriteria Penilaian……….. 49

Tabel 4.5 Data Penilaian Presentase Pertemuan Pertama………. 52

Tabel 4.6 Data Penilaian Kriteria Pertemuan Pertama………. 52

Tabel 4.7 Data Penilaian Presentase Pertemuan Kedua……… 54

Tabel 4.8 Data Penilaian Kriteria Pertemuan Kedua……… 55

Tabel 4.9 Data Penilaian Permainan Engklek dan Lompat Tali……… 55

Tabel 4.10 Data Penilaian presentase pertemuan ketiga………. 57

Tabel 4.11 Data Penilaian Kriteria Pertemuan Ketiga……….. 58

Tabel 4.12 Rekapitulasi Nilai Siswa……….. 59


(10)

(11)

(12)

MOTO

"Waktu itu bagaikan sebilah pedang, kalau engkau tidak

memanfaat

kannya, maka ia akan memotongmu”

(Ali bin Abu Thalib)

"Hiduplah seperti pohon kayu yang lebat buahnya, hidup di tepi jalan

dan dilempari orang dengan batu, tetapi dibalas dengan buah."

(Abu Bakar Sibli)

“Jangan menyesali apa yang telah menjadi pilihanmu, jangan

menyerah dengan apa yang terjadi, sekali pun engkau menyerah hidup


(13)

PERSEMBAHAN

Teriring do’a dan rasa syukur kehadirat Allah SWT, Ku persembahkan karya sederhana ini kepada orang-orang yang sangat berarti dan ku cintai serta ku sayangi dalam hidupku.

Bapak dan mamak (Almh) tercinta yang selalu mendoakan, memberikan dukungan, dan yang selalu berkorban untukku

Papi dan mami tersayang yang telah banyak membantu, yang selalu memberikan semangat serta do’a

Suami dan ananda (Almh) tercinta yang selalu memberi semangat serta do’a

Keluarga besarku terkasih

Guru-guruku yang tulus dan penuh kesabaran mendidikkuSahabat-sahabat terkasih

Keluarga Besar Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini 2011Almamater tercinta, Universitas Lampung


(14)

RIWAYAT HIDUP

Penulis yang dilahirkan pada tanggal 24 Juni 1991 di Kedaton, Bandar Lampung, yaitu anak bungsu dari enam saudara dari pasangan Bapak Marsim dan Ibu Rantiah (Almh) yang diberi nama Junariah. Penulis menempuh pendidikan Taman Kanak-kanak di TK PTPN VII pada tahun 1995 dan diselesaikan pada tahun 1997.

Kemudian penulis melanjutkan Sekolah Dasar di SDN 1 Labuhan Ratu pada tahun 1997 yang diselesaikan tahun 2003. Kemudian dilanjutkan di SMPN 8 Bandar Lampung tahun 2003 sampai 2006, dan tahun 2006 penulis melanjutkan di SMA Arjuna Bandar lampung yang diselesaikan pada tahun 2009.

Pada tahun 2011 penulis mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi dan terdaftar menjadi mahasiswa PG PAUD Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SMPTN), Jurusan Ilmu Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung


(15)

SANWACANA

Assalamu’alaikum, Wr. Wb

Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Penyayang yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan permainan tradisional dengan pengembangan kecerdasan jamak logika matematika anak usia 4-5 tahun di Paud Serasi Mawar Bandar Lampung” sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Strata 1 di Universitas Lampung.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini, yaitu kepada:

1. Bapak Dr. H. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Universitas Lampung beserta staff dan jajarannya.

2. Ibu Dr. Riswanti Rini, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pendidikan FKIP Universitas Lampung, sekaligus Pembimbing Akademik yang telah memberikan pengarahan serta bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Ibu Ari Sofia, S.Psi, M.A.Psi., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini FKIP Universitas Lampung

4. Ibu Asih Budi Kurniawati, S.Pd., M.Pd., selaku pembimbing II atas kesediaannya memberikan bimbingan, motivasi, ilmu yang berharga,


(16)

x

saran, dan kritik baik selama penyusunan skripsi sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.

5. Ibu Dr. Lilik Sabdaningtyas, M.Pd., selaku pembahas yang telah memberikan saran dan kritik kepada penulis.

6. Ibu Devi Nawangsasi, M.Pd., sebagai motivator yang telah banyak memberikan bantuan dan motivasi kepada penulis.

7. Dosen serta Staff Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan, motivasi, dan pandangan hidup yang baik kepada penulis. 8. Ibu Sri Dwi Maryatun selaku Kepala Paud Serasi Mawar yang telah

memberikan izin dan bantuan selama penelitian 9. Guru-guru Paud Serasi Mawar

10. Kedua orang tuaku tercinta yang tak henti menyayangiku, memberikan do’a, dukungan, semangat serta senantiasa menantikan keberhasilanku.

11.Papi dan Mami yang selalu memberikan semangat, bantuan serta do’a.

12. Suami ku tersayang (Muhammad Radhiallah) dan anak ku yang selalu ada dalam hidupku.

13. Keluarga besarku yang selalu menyayangi, mendo’akan, dan selalu memberikan dukungan untuk keberhasilanku.

14. Sahabat seperjuangan di PG-PAUD 2011 yaitu Uswatun Hasanah, Rosika Aprilia, Rihayyu, Handis dan Kurnia Wulandari.

15. Sahabat yang selalu ada saat senang maupun susah Yenda sari terimakasih atas persahabatan ini, semoga persahabatan ini tidak hanya sebuah kata-kata tetapi memiliki makna dan akan tetap terjalin.


(17)

xi

16. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak guna penyempurnaan dan perbaikan tindak lanjut. Semoga pelaksanaan dan hasil skripsi ini dapat memberikan manfaat.

Wa’alaikumssalamWr.Wb

Bandar Lampung, 3 Agustus 2015 Penulis,

Junariah


(18)

(19)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Usia dini merupakan periode awal yang paling penting dan mendasar untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan anak. Anak usia dini merupakan sosok individu yang sedang menjalani suatu proses perkembangan dengan cepat dan fundamental bagi kehidupan selanjutnya. Anak memiliki karakteristik tertentu yang khas dan tidak sama dengan orang dewasa, selalu aktif, memiliki rasa ingin tahu yang besar terhadap apa yang dilihat dan didengarnya, bersifat egosentris, unik dan kaya akan fantasi, masa ini adalah masa yang potensial untuk belajar.

Menurut UU No. 20 Tahun 2003 pasal 1 butir 14, dalam Sujiono (2007:30) bahwa: Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakkan dasar pertumbuhan dan perkembangan anak. Pada proses pembelajaran guru adalah fasilitator dan motivator yang membina anak untuk dapat menggali segala potensi yang dimiliki oleh anak, bukan hanya mengajarkan tanpa mengetahui dan


(20)

2

mengoptimalkan potensi yang ada pada diri anak. Guru pendidikan anak usia dini juga sebagai jembatan untuk membuat anak siap dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, kesiapan itu bukan hanya dari segi akademik saja tetapi yang paling penting adalah mental anak yang harus dipersiapkan dengan matang dan baik, anak juga dibekali dengan penanaman nilai dan norma agama serta pembiasan perilaku yang baik.

Usia lahir sampai dengan memasuki pendidikan dasar merupakan usia keemasan (golden age) sekaligus masa kritis dalam tahapan kehidupan manusia yang akan menentukan perkembangan anak selanjutnya. Masa ini merupakan masa yang tepat untuk meletakkan dasar bagi kemampuan kognitif, fisik, bahasa, sosial emosional, konsep diri, seni, moral dan nilai-nilai agama.

Anak usia dini memiliki kemampuan belajar yang luar biasa, khususnya pada masa kanak-kanak awal. Keinginan anak untuk belajar menjadikan dia aktif dan eksploratif, anak belajar dengan menggunakan seluruh panca inderanya untuk dapat memahami sesuatu. Anak dapat membangun pengetahuannya sendiri melalui pengalaman langsung yang didapat dari lingkungan tempat tinggalnya. Anak dapat meningkatkan kemampuannya apabila mendapatkan rangsangan/stimulus yang baik serta bimbingan dari orang dewasa yang sesuai dengan tahapan pertumbuhan dan perkembangannya.

Menurut Gardner yang dikutip oleh Thomas R. Hoerr dalam Fadillah (2014:16) mengatakan bahwa kecerdasan adalah kemampuan untuk


(21)

3

menyelesaikan masalah atau menciptakan sesuatu yang bernilai dalam suatu budaya. Setiap anak memiliki kecerdasan yang dibawanya sejak lahir, hanya saja masing-masing anak memiliki tingkatan pemahaman yang berbeda-beda. Kecerdasan jamak yang dikenalkan oleh Howard Gardner terdapat 8 macam jenis kecerdasan, yaitu: kecerdasan linguistik, kecerdasan logika matematika, kecerdasan visual spasial, kecerdasan kinestetik, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan musik, dan kecerdasan naturalis. Kecerdasan jamak merupakan teori yang menggambarkan dan menjelaskan tentang berbagai kecerdasan yang memungkinkan untuk dimiliki oleh seorang anak. Tetapi dalam hal ini, hanya ada satu atau dua kecerdasan saja yang sangat dominan bagi masing-masing anak, dan bagaimana anak mendapatkan stimulus dari orang tua. Dari delapan jenis kecerdasan ini biasanya anak dituntut oleh orang tua untuk lebih mengedepankan pengetahuan akademik atau kecerdasan logika matematika, dimana kecerdasan logika matematika ini termasuk dalam perkembangan kognitif.

Perkembangan kognitif di PAUD merupakan salah satu cara pemberian rangsangan pendidikan yang dilakukan melalui permainan berhitung, yang mempunyai tujuan untuk menstimulasi kemampuan berfikir anak melalui aktifitas yang dirancang sesuai dengan tahapan perkembangannya, sehingga anak memliki kesiapan untuk belajar matematika pada jenjang selanjutnya. Mengenalkan pembelajaran matematika permulaan pada anak dengan tujuan agar anak dapat memahami dan mengenal konsep bilangan melalui eksplorasinya dengan benda-benda kongkrit. Perkembangan


(22)

4

kognitif anak usia dini menurut Piaget berada pada tahap pra operasional, dimana anak belum mampu berpikir secara logis dan anak masih berpikir secara simbolik. Bermain adalah salah satu pemberian rangsangan yang tepat kepada anak untuk meningkatkan seluruh aspek perkembangan tidak hanya kemampuan akademik anak saja.

Menurut Piaget dalam Sujiono (2007) bahwa pengalaman belajar anak lebih banyak didapat dengan cara bermain, melakukan percobaan dengan objek nyata dan melalui pengalaman kongkrit. Bermain pada dasarnya adalah kebutuhan anak usia dini, melalui bermain anak akan memperoleh pengetahuannya, anak dapat menemukan dan mempelajari hal-hal yang baru, dan lewat bermain anak pun akan terlatih kemampuan kognitif dan kemampuan berinteraksi dengan orang lain juga akan berkembang. Bermain yang diberikan harus mempunyai makna untuk anak, seperti melalui permainan tradisional yang keberadaanya hampir punah tergerus oleh zaman dan perkembangan teknologi yang semakin canggih. Dalam permainan tradisional tidak hanya menstimulus perkembangan fisik anak saja, tetapi seluruh aspek perkembangan atau kecerdasan dapat di stimulus melalui permainan tradisional ini seperti kecerdasan logika matematika, linguistik, interpersonal, intrapersonal, kinestetik, visual spasial, musik, naturalistik, dan kecerdasan spiritual. Peran guru dan orang tua sangat penting dalam memfasilitasi kebutuhan anak guna membantu dalam meningkatkan seluruh aspek perkembangannya.


(23)

5

Proses pembelajaran pada anak usia dini hendaknya dilakukan dengan tujuan memberikan konsep-konsep dasar yang memiliki makna bagi anak melalui pengalaman langsung atau nyata memungkinkan bagi mereka untuk menunjukkan aktifitas dan dapat mengeksplor rasa ingin tahu anak secara optimal. Tetapi pada kenyataannya setelah peneliti melakukan pengamatan, proses pembelajaran masih bersifat konvensional, guru masih menggunakan metode yang kurang tepat dalam merangsang kecerdasan anak. Guru yang memberikan pembelajaran logika matematika yang tidak sesuai dengan tahapan usia anak dapat membuat anak merasa jenuh, bosan, dan bahkan mengabaikan pembelajaran, karena media yang digunakan kurang menarik bagi anak. Terdapat sebagian anak belum mengenal warna dan bentuk-bentuk geometri, terbata-bata saat anak melafalkan angka secara perlahan-lahan, belum mengenal angka, anak cenderung mengingat simbol dan menghafal tanpa memahami dan mengenal konsep bilangan itu sendiri, membilang dengan benda, menuliskan angka. Anak yang belum memiliki kesiapan menjadi kendala dalam proses pembelajaran, dan kebanyakan yang terjadi pada saat ini adalah guru yang hanya mementingkan kebutuhan orang tua tanpa mengutamakan kebutuhan yang diperlukan oleh anak.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, masalah yang teridentifikasi adalah sebagai berikut:


(24)

6

2. Metode yang digunakan kurang tepat

3. Media yang digunakan kurang menarik bagi anak

4. Guru memberikan pembelajaran tidak sesuai dengan tahapan perkembangan anak

5. Guru mengembangkan pembelajaran berdasarkan kebutuhan orang tua

1.3. Batasan Masalah

Dari masalah-masalah yang teridentifikasi, maka penulis membatasi masalah pada:

1. Kecerdasan logika matematika anak masih rendah 2. Media yang digunakan kurang menarik bagi anak

1.4. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah dan pembatasan masalah diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

Bagaimana hubungan permainan tradisional dengan pengembangan kecerdasan jamak logika matematika pada anak usia 4-5 tahun?

1.5. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan permainan tradisional dengan pengembangan kecerdasan jamak logika matematika pada anak.


(25)

7

1.6. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis manfaat yang diharapkan dari penelitian ini dapat memberikan kontribusi dalam metode pembelajaran dan dapat dijadikan sebagai refrensi dalam mengembangkan pembelajaran mengenalkan budaya salah satunya permainan tradisional.

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis yang didapat berdasarkan tujuan penelitian diatas adalah:

1) Bagi Guru

Memotifasi guru agar lebih kreatif dalam mengembangkan berbagai metode sehingga pembelajaran yang dilaksanakan tidak monoton dan dapat menyenangkan bagi anak.

2) Bagi Sekolah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi refrensi dalam meningkatkan proses pembelajaran.


(26)

II. KAJIAN PUSTAKA

2.1. Pendidikan Anak Usia Dini

Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakkan dasar kearah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosial emosional (sikap dan perilaku serta beragama), bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.

Pendidikan anak usia dini pada dasarnya meliputi seluruh upaya dan tindakan yang dilakukan oleh pendidik dan orang tua dalam proses perawatan, pengasuhan dan pendidikan pada anak dengan menciptakan aura dan lingkungan dimana anak dapat mengeksplorasi pengalaman yang memberikan kesempatan kepadanya untuk mengetahui dan memahami pengalaman belajar yang diperolehnya dari lingkungan, melalui cara mengamati, meniru dan bereksperimen yang berlangsung secara berulang-ulang dan melibatkan seluruh potensi dan kecerdasan anak.

Pembelajaran adalah proses interaksi antara guru dan peserta didik dan sumber belajar dengan adanya stimulus dan respon (umpan balik).


(27)

9

Pembelajaran anak usia dini merupakan proses interaksi antara anak, orang tua serta guru atau orang lain dalam suatu lingkungan untuk menstimulus perkembangan anak, karena melalui proses interaksi yang dilakukan anak diharapkan anak mendapat pengalaman yang bermakna secara nyata. Pengalaman interaksi yang dilakukan anak secara langsung sangat penting bagi proses berpikir dan perkembangan anak.

Menurut Vygotsky, dalam Morrison (2012): perkembangan didukung

oleh interaksi sosial, “proses belajar membangkitkan beragam proses

perkembangan yang dapat terjadi, hanya ketika anak berinteraksi dengan orang-orang disekitarnya dan ketika anak bekerja sama dengan teman-temannya.

Pembelajaran anak usia dini pada dasarnya menganut pendekatan bermain sambil belajar atau belajar sambil bermain. Sesuai dengan karakteristik anak yang bersifat aktif dan eksploratif terhadap lingkungannya, anak belajar dengan caranya sendiri.

Ada beberapa pendekatan dalam pembelajaran pada anak usia dini, yaitu: • Berorientasi pada kebutuhan anak

• Berorientasi pada perkembangan anak • Belajar melalui bermain

• Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan • Stimulasi dan Pembelajaran Terpadu

Pembelajaran anak usia dini menggunakan kurikulum yang mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini.


(28)

10

Standar PAUD merupakan bagian integral dari Standar Nasional Pendidikan sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang dirumuskan dengan mempertimbangkan karakteristik penyelenggaraan PAUD. Standar PAUD terdiri atas empat kelompok, yaitu :

a. Standar tingkat pencapaian perkembangan b. Standar pendidik dan tenaga kependidikan c. Standar isi, proses, dan penilaian

d. Standar sarana dan prasarana, pengelolaan dan pembiayaan

Standar tingkat pencapaian perkembangan berisi kaidah pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini sejak lahir sampai dengan usia enam tahun. Tingkat perkembangan yang dicapai merupakan aktualisasi potensi semua aspek perkembangan yang diharapkan dapat dicapai anak pada setiap tahap perkembangannya, bukan merupakan suatu tingkat pencapaian kecakapan akademik.

2.2. Kecerdasan Jamak

Istilah kecerdasan jamak diambil dari makna multiple intelligences yang dicetuskan oleh Howard Gardner dalam bukunya yang berjudul frame of mindpada tahun 1983. Kecerdasan merupakan ungkapan dari cara berpikir seseorang yang dapat dijadikan sebagai modalitas belajar. Kecerdasan (Intelligence) adalah istilah yang sulit untuk didefinisikan dan menimbulkan pemahaman yang berbeda-beda diantara para ilmuan.


(29)

11

Menurut Bainbridge (2010) dalam Yaumi (2013:9) bahwa kecerdasan sering didefinisikan sebagai kemampuan mental umum untuk belajar dan menerapkan pengetahuan dalam memanipulasi lingkungan, serta kemampuan untuk berpikir abstrak.

Menurut Thomas Armstrong memberikan pengertian bahwa kecerdasan itu merupakan kemampuan untuk menangkap situasi baru serta kemampuan untuk belajar dari pengalaman masa lalu seseorang. Sedangkan menurut Gardner yang dikutip oleh Thomas R. Hoerr dalam Fadillah (2014:16) mengatakan kecerdasan adalah kemampuan untuk menyelesaikan masalah atau menciptakan sesuatu yang bernilai dalam suatu budaya.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa kecerdasan adalah kemampuan seseorang untuk beradaptasi dengan lingkungan baru, kemampuan untuk belajar berpikir abstrak dan mampu menyelesaikan masalah dari pengalaman masa lalu.

Kecerdasan jamak (multiple intelligences) adalah sebuah teori yang menghadirkan model pemanfaatan otak relatif baru. Menurut teori ini kecerdasan seseorang dapat dilihat dari banyak dimensi, tidak hanya kecerdasan verbal (berbahasa) atau kecerdasan logika, dengan kata lain seseorang dapat memiliki kecerdasan sesuai dengan kebiasaan yang disukainya.

Kecerdasan jamak merupakan teori yang menggambarkan dan menjelaskan tentang berbagai kecerdasan yang memungkinkan untuk


(30)

12

dimiliki oleh seorang anak. Tetapi dalam hal ini, hanya ada satu atau dua kecerdasan saja yang sangat dominan bagi masing-masing anak.

Kecerdasan jamak yang dikemukakan oleh Howard Gardner ada delapan kecerdasan, yaitu:

1) Kecerdasan Verbal-Linguistik

Menurut Baum dkk (2005) dalam Yaumi (2013:13) kecerdasan verbal linguistik adalah kemampuan untuk menggunakan bahasa, termasuk bahasa ibu dan bahasa-bahasa asing untuk mengekspresikan apa yang ada di dalam pikiran dan memahami orang lain.

Ciri-cirinya memiliki kepekaan pada bunyi, struktur, makna, fungsi kata, dan bahasa. Kecerdasan ini berkaitan dengan kemampuan membaca, menulis, berdiskusi, berargumentasi dan berdebat.

2) Kecerdasan Logika Matematika

Menurut Kezar (2010) dalam Yaumi (2013:14) kecerdasan matematika adalah kemampuan yang berkenaan dengan rangkaian alasan, mengenal pola-pola dan aturan. Kecerdasan ini merujuk pada kemampuan untuk mengeksplorasi pola-pola, kategori-kategori dan hubungan dengan memanipulasi objek atau simbol untuk melakukan percobaan dengan cara yang terkontrol dan teratur.

Ciri-cirinya memiliki kepekaan pada memahami pola-pola logis atau numeris, dan kemampuan mengolah alur pemikiran yang panjang.


(31)

13

Kecerdasan ini berkaitan dengan kemampuan berhitung, menalar dan berpikir logis serta memecahkan masalah.

3) Kecerdasan Visual-Spasial

Menurut Rettig (2005) dalam Yaumi (2013:15) ada tiga kunci dalam mendefinisikan kecerdasan visual-spasial, yaitu: (1) memersepsi yakni menangkap dan memahami sesuatu melalui panca indera, (2) visual-spasial terkait dengan kemampuan mata khususnya warna dan ruang, (3) mentransformasikan yakni mengalihbentukkan hal yang ditangkap mata ke dalam bentuk wujud lain, misalnya melihat, mencermati, merekam, menginterpretasikan dalam pikiran lalu menuangkan rekaman dan interpretasi tersebut ke dalam bentuk gambar, sketsa, kolase, atau lukisan.

Ciri-cirinya memiliki kepekaan merasakan dan membayangkan dunia gambar dan ruang secara akurat. Kecerdasan ini berkaitan dengan kemampuan menggambar, memotret, membuat patung, membuat desain.

4) Kecerdasan Musikal

Kecerdasan musik adalah kapasitas berpikir dalam musik untuk mampu mendengarkan pola-pola dan mengenal serta mungkin memanipulasinya. Menurut Snyder (1997) dalam Yaumi (2013:17) kecerdasan musikal didefinisikan sebagai kemampuan menangani bentuk musik yang meliputi (1) kemampuan memersepsi bentuk musikal seperti menangkap atau menikmati musik dan bunyi-bunyi


(32)

14

berpola nada, (2) kemampuan membedakan bentuk musik, seperti membedakan dan membandingkan ciri bunyi musik, suara, dan alat musik, (3) kemampuan mengubah bentuk musik, seperti mencipta dan memversikan musik, dan (4) kemampuan mengekspresikan bentuk musik seperti bernyanyi, bersenandung, dan bersiul-siul.

Ciri-cirinya memiliki kepekaan dan kemampuan menciptakan dan mengapresiasi irama, pola titinada, dan warna nada serta apresiasi bentuk-bentuk ekspresi emosi musikal.

5) Kecerdasan Kinestetik

Menurut Sonawat dan Gogni (2008) dalam Yaumi (2013:16) kecerdasan kinestetik adalah kemampuan untuk menggunakan seluruh tubuh dalam mengekspresikan ide, perasaan, dan menggunakan tangan untuk menghasilkan atau mentransformasi sesuatu.

Kecerdasan ini mencakup keterampilan khusus seperti, koordinasi, keseimbangan, ketangkasan, kekuatan, fleksibelitas dan kecepatan. Kecerdasan ini juga meliputi keterampilan untuk mengontrol gerakan-gerakan tubuh atau motorik dan kemampuan untuk memanipulasi objek.

6) Kecerdasan Interpersonal

Menurut Gardner dan Checkley (1997:12) dalam Yaumi (2013:20) kecerdasan interpersonal adalah kemampuan memahami pikiran, sikap, dan perilaku orang lain. Kecerdasan ini merupakan kecerdasan dengan


(33)

15

indikator-indikator yang menyenangkan bagi orang lain. Sikap-sikap yang ditunjukkan oleh anak dalam kecerdasan interpersonal sangat menyejukkan dan penuh kedamaian.

Ciri-cirinya memiliki kepekaan mencerna dan merespon secara tepat suasana hati, tempramen, motivasi, dan keinginan orang lain. Kecerdasan ini berkaitan dengan kemampuan bergaul dengan orang lain, memimpin, kepekaan sosial yang tinggi, negosiasi, bekerja sama, dan mempunyai empati yang tinggi. Dengan memiliki kecerdasan interpersonal seorang anak dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain, menangkap maksud dan motivasi orang lain bertindak sesuatu, serta mampu memberikan tanggapan yang tepat sehingga orang lain merasa nyaman.

7) Kecerdasan Intrapersonal

Kecerdasan intrapersonal dapat didefinisikan sebagai kemampuan memahami diri sendiri dan bertindak berdasarkan pemahaman tersebut. Komponen inti dari kecerdasan intrapersonal adalah kemampuan memahami diri yang akurat meliputi kekuatan dan keterbatasan diri, kecerdasan akan suasana hati, maksud, motivasi, tempramen dan keinginan serta kemampuan berdisiplin diri, memahami dan menghargai diri.

Menurut Sonawat dan Gogri (2008) dalam Yaumi (2013:19) individu yang cerdas dalam intrapersonal memiliki beberapa indikator-indikator kecerdasan, yaitu: (1) secara teratur meluangkan waktu sendiri untuk


(34)

16

bermeditasi, merenung dan memikirkan berbagai masalah, (2) pernah atau sering menghadiri acara konseling atau seminar perkembangan kepribadian untuk lebih memahami diri sendiri, (3) mampu menghadapi kemunduran, kegagalan, hambatan dengan tabah, (4) memiliki tujuan-tujuan yang penting untuk hidup, yang dipikirkan secara berkelanjutan, (5) menganggap dirinya orang yang berkeinginan kuat dan berpikiran mandiri.

8) Kecerdasan Naturalis

Kecerdasan naturalis adalah kemampuan dalam melakukan kategorisasi dan membuat hierarki terhadap keadaan organisme seperti tumbuh-tumbuhan, binatang, dan alam. Kecerdasan naturalis didefinisikan sebagai keahlian mengenali dan mengategori spesies, baik flora maupun fauna dilingkungan sekitar, dan kemampuan mengolah dan memanfaatkan alam serta melestarikannya.

Ciri-cirinya memiliki keahlian membedakan anggota-anggota spesies lain, dan memetakan hubungan antara beberapa spesies, baik secara formal maupun non formal. Kecerdasan ini berkaitan dengan kemampuan meneliti gejala-gejala alam, mengklasifikasi dan identifikasi.

Dari delapan jenis kecerdasan yang dikemukakan Gardner ini, hanya ada satu kecerdasan saja yang menjadi fokus peneliti, yaitu kecerdasan logika matematika. Peneliti ingin mencari apakah permainan tradisional ini mempunyai hubungan dengan kecerdasan jamak logika matematika anak,


(35)

17

karena pada dasarnya permainan tradisional sangat erat hubungannya dengan kecerdasan kinestetik atau fisik motorik anak. Maka dari itu peneliti ingin mencari hubungan permainan tradisional dengan perkembangan anak yang lainnya, salah satunya yaitu kecerdasan jamak logika matematika.

2.3. Kecerdasan Logika Matematika

Kecerdasan logika matematika adalah kemampuan dalam angka dan logika, kecerdasan ini melibatkan keterampilan mengolah kata angka dan kemahiran menggunakan logika atau akal sehat. Kecerdasan logika matematika pada dasarnya melibatkan kemampuan-kemampuan menganalisis masalah secara logis, menemukan atau menciptakan rumus-rumusnya dan menyelidikinya secara ilmiah. Anak dengan kecerdasan ini memperlihatkan minat yang besar terhadap kegiatan eksplorasi, mereka sering bertanya tentang berbagai fenomena yang dilihatnya, menuntut jawaban yang logis dari pertanyaannya, dan mereka juga senang mengklasifikasi benda dan berhitung.

Menurut Suriasumantri dalam Ahmad S, (2011) matematika pada hakekatnya merupakan cara belajar untuk mengatur jalan pikiran seseorang dengan maksud melalui matematika ini seseorang akan dapat mengatur jalan pikirannya.

Pembelajaran matematika melalui pendekatan terpadu merupakan pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik berpikir anak yang bersifat holistik (menyeluruh). Anak dapat belajar berbagai konsep dan pengetahuan matematika secara mudah karena dikaitkan dengan berbagai


(36)

18

pengalaman terdekat yang pernah dialaminya. Anak mempelajari berbagai konsep matematika secara alami melalui berbagai aktifitas belajar yang menarik dan menyenangkan.

Menurut Dodge dan Colker (2000:49) dalam Ismatul khasanah (2013): matematika adalah kemampuan untuk menciptakan hubungan-hubungan. Dan untuk menjadi pemikir matematika anak-anak perlu diberi kesempatan untuk menyelidiki, mengorganisasikan benda-benda konkret sebelum mereka dapat menggunakan simbol-simbol yang telah dikenalnya secara abstrak.

Kecerdasan logika matematika ini ditandai dengan kemampuan seseorang untuk memahami angka dan bilangan serta berfikir secara logis dan ilmiah serta mempunyai konsistensi dalam berfikir. Anak-anak dengan kemampuan ini biasanya senang dengan rumus dan pola-pola abstrak.

Menurut Bennet, et al (1999:278-280) dalam Sriningsih (2009:18) berpendapat bahwa matematika berperan dalam membantu penyelidikan manusia untuk memahami alam raya, mengetahui batasan alam fisik, mengembangkan kebiasaan berpikir kritis, mengembangkan keterampilan berpikir logis, berpikir abstrak, dan mengajarkan kemandirian dalam berpikir.

Menurut Amstrong dalam Nurani (2010:58) dalam Nova Rozi (2012) bahwa: Kecerdasan logika matematika berkaitan dengan kemampuan mengolah angka atau kemahiran menggunakan logika. Anak yang cerdas dalam logika matematika menyukai kegiatan bermain yang berkaitan dengan berpikir logis, menghitung benda-benda serta mudah menerima dan memahami penjelasan sebab akibat.

Adapun konsep matematika yang perlu diberikan pada anak adalah berupa bilangan atau berhitung, pola dan fungsinya, geometri, ukuran-ukuran, grafis, estimasi, probalitas, dan pemecahan masalah. Konsep ini perlu diperkenalkan kepada anak secara bertahap sesuai dengan tingkat penguasaan tahapan yang dimiliki anak. Tingkat penguasaan tahapan yang


(37)

19

dimaksud ialah tingkat pemahaman konsep, tingkat menghubungkan konsep konkret dengan lambang bilangan dan tingkat lambang bilangan. Kemampuan konsep bilangan adalah suatu konsep matematika yang bersifat abstrak yang sangat penting untuk anak sebagai landasan dasar penguasaan konsep matematika di jenjang pendidikan selanjutnya. Bilangan menunjukkan besarnya jumlah suatu benda, bilangan merupakan bagian dari pengalaman anak sehari-hari karena anak usia dini belajar mengenal bilangan dari lingkungan bermainnya.

2.3.1. Tahap-Tahap Matematika Anak Usia Dini

Piaget, Jean & Inhelder, Barbel 2010: 111-123 dalam Agustina (2012): anak yang berada di bangku Taman Kanak-kanak yang berusia 4-6 tahun yang dalam tahap perkembangan kognitifnya berada pada tahap pra-operasional, pada umumnya dikenalkan matematika sebagai berikut:

a) Bilangan(number)

b) Konservasi(conservation)

c) Seriasi/Pengurutan(seriation)

d) Klasifikasi(classification)

e) Jarak(distance)

f) Waktu dan kecepatan g) Pola(pattern)


(38)

20

Menurut Depdiknas tahun 2000, dalam Ahmad S, (2011:100): kemampuan berhitung merupakan kemamapuan untuk menggunakan keterampilan berhitung, tahapan yang dapat dilakukan untuk membantu mempercepat penguasaan berhitung melalui jalur matematika, misalnya sebagai berikut:

1) Tahap Konsep

Pada tahap ini dimulai dengan mengenalkan konsep atau pengertian tentang sesuatu dengan menggunakan benda-benda yang nyata, seperti pengenalan warna, bentuk, dan menghitung bilangan.

Kegiatan menghitung-hitung ini dilakukan dengan menarik agar anak mau mengikuti kegiatan sehingga benar-benar dapat dipahami oleh anak.

2) Tahap Transisi/peralihan

Tahap transisi merupakan tahap peralihan dari pemahaman secara konkret dengan menggunakan benda-benda nyata menuju kearah pemahaman secara abstrak. Tahap ini diberikan kepada anak apabila tahap konsep sudah dikuasai anak dengan baik, yaitu saat anak mampu menghitung benda dan memiliki kesesuaian antara benda yang dihitung dengan bilangan yang disebutkan.


(39)

21

3) Tahap Lambang

Tahapan ini dimana anak telah memahami sesuatu secara abstrak maka anak dapat dikenalkan pada tingkat penguasaan terhadap konsep bilangan. Contohnya anak diberi kesempatan untuk menulis sendiri tanpa paksaan seperti nama sendiri, lambang bilangan dan bentuk-bentuk lainnya.

2.4. Pengertian Bermain

Bermain adalah salah satu cara dalam menstimulus perkembangan anak. Bermain merupakan kebutuhan setiap anak karena melalui bermain anak merasa senang dan rileks serta dapat mempelajari kemampuan sosialnya dan berlatih untuk memecahkan masalah. Naluri anak untuk bermain sangatlah kuat karena bermain adalah pembelajaran awal bagi anak untuk dapat merangsang seluruh aspek perkembangannya. Peran guru serta orang tua sangatlah penting dalam memfasilitasi apa yang menjadi kebutuhan anak guna mendukung perkembangan anak.

Menurut kamus Besar Indonesia dalam Fadhillah (2014:25): bermain berasal dari kata dasar main yang berarti melakukan aktifitas atau kegiatan untuk menyenangkan hati, artinya bermain adalah aktifitas yang membuat hati seorang anak menjadi senang, nyaman, dan bersemangat.

Bermain merupakan hal yang paling disenangi oleh anak karena dengan bermain anak mampu mengembangkan seluruh aspek perkembangannya dan juga dapat menyalurkan energi yang dimiliki anak. Pada anak usia dini belajar akan efektif dan lebih cepat ditangkap pada saat mereka bermain.


(40)

22

Menurut Piaget dalam Morrison (2012:69) bahwa:“kegiatan fisik yang ada dalam permainan mendorong kemampuan alami anak untuk belajar dengan mengizinkan mereka untuk menyentuh, menjelajahi, merasakan, menguji, melakukan percobaan, berbicara dan berpikir.” Jadi bermain merupakan kebutuhan dasar anak sebagai bentuk kegiatan belajar bagi mereka, karena tidak ada alasan untuk tidak menganggap kegiatan bermain sebagai kegiatan belajar.

Menurut John Hendrich Pestalozzi dalam Fadhillah (2014): menjelaskan konsep bermain dengan praktek langsung sehingga anak mempunyai pengalaman dan latihan. Melalui bermain anak secara alami akan berusaha mengembangkan kesanggupan dasarnya untuk belajar. Konsep bermain bagi anak usia dini mengajarkan tentang berhitung, menulis, bercakap-cakap, gerak badan, berjalan-jalan. Demi mengembangkan potensi yang dimiliki anak dan untuk mencapai manfaat-manfaat dari bermain dibutuhkan suatu bentuk permainan yang baik dan sesuai dengan perkembangan anak. Oleh karena itu guru harus dapat memilihkan permainan yang baik untuk siswa, jangan sampai permainan tersebut justru akan membuat anak mengalami keterlambatan perkembangan atau gangguan belajar lainnya. Bentuk permainan yang dipilih hendaknya mempunyai manfaat yang sesuai dengan usia dan tingkat perkembangan anak, serta dapat membuat anak merasa aktif, asyik, aman, nyaman, dan menyenangkan.


(41)

23

2.4.1. Jenis Bermain

Jenis-jenis bermain dapat diklasifikasikan dalam 3 jenis bermain, yaitu:

1. Main Sensorimotor

Kegiatan yang menggunakan gerakan otot kasar dan halus serta mengekspresikan seluruh indera tubuh untuk mendapatkan rasa dari fungsi indera. Anak usia dini belajar melalui panca inderanya dan melalui hubungan fisik dengan lingkungannya. Main sensorimotor penting untuk mempertebal sambungan antar neuron.

2. Main Peran atau Simbolik

Kemampuan untuk memisahkan pikiran dari kegiatan dan benda. Kemampuan menahan dorongan hati dan menyusun tindakan yang sendiri dengan sengaja dan fleksibel. Melalui pengalaman main peran, anak diberi kesempatan untuk menciptakan kembali kejadian kehidupan nyata dan memerankannya secara simbolik (main peran makro dan mikro).

3. Main Pembangunan

Main pembangunan adalah kegiatan yang menghadirkan gagasan atau ide yang bersifat abstrak menjadi suatu karya yang bersifat nyata atau konkret.


(42)

24

2.4.2. Bentuk Bermain

Stone mengadaptasi pendapat dari piaget tentang kategori bermain kognitif dan pendapat paten tentang bermain sosial, tipe bermain menjadi dua kategori yaitu:

1. Tingkat bermain kognitif

a) Bermain fungsional yaitu menggerakkan, menyusun dengan atau tanpa objek misal lari, melompat, menahan, dan mendorong, memainkan objek, atau benda dan permainan bebas.

b) Bermain kontruktif yaitu menggunakan benda-benda seperti: balok, lego, thinkertoys, atau material yang lain seperti pasir, playdough, tanah liat, cat untuk membuat sesuatu.

c) Bermain drama yaitu bermain peran atau menstranformasi sesuatu kegiatan bermain peran seperti menjadi orang tua, pahlawan pembela kebenaran, atau monster

2. Tingkat bermain sosial

a) Bermain sendiri (solitary play) dengan benda tanpa ada percakapan dengan anak yang ada disekitarnya.

b) Bermain bersama (pararel play) tampak dua anak atau lebih bermain dengan jenis permainan yang sama, dan melakukan gerakan atau kegiatan yang sama tetapi bila diperhatikan tampak bahwa mereka sebenarnya tidak ada interaksi antara mereka.


(43)

25

c) Bermain kelompok. Bermain kelompok ini dapat dengan adanya aturan dan tanpa aturan permainan.

2.5. Permainan Tradisional

Permainan tradisional merupakan bentuk kegiatan permainan yang berkembang dari suatu kebiasaan masyarakat tertentu yang diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi selanjutnya.

Permainan tradisional sering dijadikan sebagai jenis permainan yang memiliki ciri kedaerahan asli yang disesuaikan dengan tradisi budaya setempat.

Permainan tradisional dapat membuat anak menjadi berkreasi, karena beberapa permainan tradisional memerlukan alat untuk memainkan permainan tersebut, misalnya congklak yang permainannya memerlukan papan congklak dan keong/biji, anak dapat membuat papannya sendiri dengan mengganti papan congklak menggunakan tanah yang dilubangi. Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi di era globalisasi ini menyingkirkan permainan tradisional dan menggantikannya dengan permainan modern, seperti video game, gadget dan lain-lain.

Menurut Sujiono (2009:132), melalui permainan anak dapat mengembangkan semua potensinya secara optimal, baik potensi fisik maupun mental, intelektual, dan spiritual. Seperti halnya pendapat Montolalu (2005:1.15) yang mengatakan bahwa melalui permainan kemampuan dasar anak termasuk aspek motorik kasar anak dapat dikembangkan. (dalam Zumailatul Mubarihah)


(44)

26

Permainan tradisional di Indonesia beraneka ragam seperti Engklek, Lompat Tali, Bancaan, Congklak, Petak Umpet, dan masih banyak lainnya. Permainan tradisional yang dilakukan pada umumnya lebih menekankan dalam menstimulus perkembanngan fisik motorik. Permainan yang akan dilakukan pada penelitian ini diantaranya adalah :

1. Permainan tradisional angklek adalah permainan dengan melompat pada bidang-bidang datar yang digambar diatas tanah dengan melempar gacu. Permainan ini dilaksanakan menurut keinginan para pemainnya, dalam Dharmamulya, 2005:145, dalam jurnal Zumailatul Mubarihah.

Permainan engklek atau jitteng sudah tidak asing lagi di telinga kita, jenis permainan tradisional ini dilakukan di pelataran dengan menggambar kotak-kotak kemudian melompat-lompat dari kotak satu ke kotak selanjutnya.

2. Permainan lompat tali adalah permainan yang menyerupai tali yang disusun dari karet gelang. Sederhana tapi bermanfaat, bisa dijadikan sarana bermain sekaligus olahraga. Tali yang digunakan terbuat dari jalinan karet gelang yang banyak terdapat disekitar kita.

Manfaat lompat tali:

a. Motorik Kasar: Main lompat tali merupakan suatu kegiatan yang baik bagi tubuh. Secara fisik anak jadi lebih terampil, karena bisa belajar cara dan teknik melompat yang dalam permainan ini memang memerlukan keterampilan sendiri. Apabila sering dilakukan, anak dapat tumbuh menjadi cekatan, tangkas dan dinamis. Otot-ototnya pun padat dan berisi, kuat serta terlatih. Selain melatih fisik, mainan ini juga bisa membuat anak–anak


(45)

27

mahir melompat tinggi dan mengembangkan kecerdasan kinestetik anak. Lompat tali juga dapat membantu mengurangi obesitas pada anak.

b. Emosi: Untuk melakukan suatu lompatan dengan ketinggian tertentu dibutuhkan keberanian dari anak. Berarti, secara emosi ia dituntut untuk membuat suatu keputusan besar, mau melakukan tindakan melompat atau tidak. Dan juga saat bermain, anak–anak akan melepaskan emosinya. Mereka berteriak, tertawa dan bergerak.

c. Ketelitian dan Akurasi: Anak juga belajar melihat suatu ketepatan dan ketelitian. Misalnya, bagaimana ketika tali diayunkan, ia dapat melompat sedemikian rupa sehingga tidak sampai terjerat tali dengan berusaha mengikuti ritme ayunan. Semakin cepat gerak ayunan tali, semakin cepat ia harus melompat.

d. Sosialisasi: Untuk bermain tali secara berkelompok, anak membutuhkan teman yang berarti memberi kesempatannya untuk bersosialisasi sehingga ia terbiasa dan nyaman dalam kelompok. Ia dapat belajar berempati, bergiliran, menaati aturan dan yang lainnya.

e. Intelektual: Saat melakukan lompatan, terkadang anak perlu berhitung secara matematis agar lompatannya sesuai dengan jumlah yang telah ditentukan dalam aturan permainan. Umpamanya, anak harus melakukan lima kali lompatan saat tali diayunkan, bila lebih atau kurang ia harus gantian menjadi


(46)

28

pemegang tali. Anak juga secara tidak langsung belajar dengan cara melihat dari teman-temannya agar bisa mahir dalam melakukan permainan tersebut.

f. Moral: Dalam permainan tradisional mengenal konsep menang atau kalah. Namun, menang atau kalah tidak menjadikan para pemainnya bertengkar, mereka belajar untuk bersikap sportif dalam setiap permainan, dan juga tidak ada yang unggul, karena setiap orang punya kelebihan masing-masing untuk setiap permainan, hal tersebut meminimalisir ego di diri anak-anak.

3. Permainan Bancaan biasanya menggunakan puing-puing genteng atau batu dalam melakukan permainannya, tetapi dalam hal ini bancaan dapat dimodifikasi dengan menggunakan alat yang tidak berbahaya bagi anak, karena dalam permainan ini anak harus menimpuk tumpukan genteng atau batu hingga tumpukan tersebut jatuh.

2.6. Hubungan Permainan Tradisional dengan Pengembangan Kecerdasan Jamak Logika Matematika

Sebuah penelitian tidak terlepas dari adanya teori, sebuah teori digunakan sebagai dasar acuan agar penelitian dapat terarah dengan baik dan tepat. Pada subbab ini peneliti akan membahas tentang hubungan permainan tradisional dengan kecerdasan jamak logika matematika anak. Anak usia dini adalah sosok individu yang sedang mengalami proses perkembangan


(47)

29

dan pertumbuhan dengan cepat, pada masa inilah perlu adanya rangsangan atau stimulasi guna mengoptimalkan perkembangan dan pertumbuhannya. Anak usia dini memiliki kemampuan belajar yang sangat luar biasa, pada usia ini adalah usia yang sangat penting bagi pengembangan intelegensi permanen dirinya, mereka mampu menyerap segala informasi yang sangat tinggi. Oleh karena itu, pendidikan sejak dini sangat dibutuhkan oleh anak agar anak dapat mengembangkan dan mengoptimalkan segala potensi yang dimilikinya.

Pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan yang berpusat pada anak yang mengutamakan kepentingan bermain. Permainan yang diperuntukkan bagi anak memberikan peluang untuk menggali dan berinteraksi dengan lingkungan sekitar anak. Permainan yang dilakukan oleh anak dapat menimbulkan rasa nyaman, senang, bereksperimen, menambah kecakapan hidup dan dapat memecahkan masalah serta dapat membantu meningkatkan rasa percaya diri anak.

Menurut Piaget dalam Morrison (2012:69) bahwa: kegiatan fisik yang ada dalam permainan mendorong kemampuan alami anak untuk belajar dengan mengizinkan mereka untuk menyentuh, menjelajahi, merasakan, menguji, melakukan percobaan, berbicara dan berpikir”. Bermain adalah dunia anak, karena melalui kegiatan bermain anak dapat mengembangkan seluruh aspek kecerdasannya (kecerdasan jamak), dan permainan edukatif dapat membantu mengoptimalkannya, salah satunya adalah permainan tradisional. Sebuah permainan tidak hanya dijadikan sebagai alat kepuasan atau kesenangan saja dan melatih motorik anak


(48)

30

tetapi juga dapat mengembangkan kecerdasan anak yang lainnya, seperti kecerdasan logika matematika, linguistik, interpersonal, intrapersonal, dan yang lainnya.

Menurut John Hendrich Pestalozzi dalam Fadhillah (2014) “menjelaskan konsep bermain dengan praktek langsung sehingga anak mempunyai pengalaman dan latihan. Melalui bermain anak secara alami akan berusaha mengembangkan kesanggupan dasarnyauntuk belajar. Konsep bermain bagi anak usia dini mengajarkan tentang berhitung, menulis, bercakap-cakap, gerak badan, berjalan-jalan”. Permainan tradisional dapat dijadikan sebagai salah satu permainan yang dapat mengembangkan kecerdasan anak, salah satunya adalah kecerdasan jamak logika matematika, karena dalam permainan tradisional ini anak dapat menggunakan bahan yang ada di lingkungan sebagai alat permainan, berpikir strategi permainan, berinisiatif, mengenal konsep bilangan dan bentuk geometri, permainan tradisional yang dipilih dalam penelitian ini adalah Engklek, Lompat Tali, dan Bancaan. Dalam permainan-permainan ini anak dapat mengenal bentuk, angka dan warna, karena permainan lompat tali ini melakukan lompatan yang tanpa disadari oleh anak, anak akan menghitung jumlah lompatan. Dalam permainan engklek dan bancaan ini menggunakan benda kongkret, sesuai dengan pendapat Aswarni (1993) dalam Hasibuhan (2010) yang mengatakan bahwa “permainan engklek merupakan salah satu jenis permainan tradisional yang menggunakan benda dan hitungan, jadi jelas bahwa permainan tradisional engklek tidak terlepas dari kemampuan mengenal bentuk dan angka”.


(49)

31

Permainan tradisional tidak bisa dipandang sebelah mata, karena dalam permainan tradisional ini mengandung banyak manfaat bagi pengembangan kecerdasan anak, sejalan dengan itu menurut Rismawati (2012:137)dalam Meladiyan (2013) yang mengatakan bahwa “permainan ini memang permainan tradisional, tetapi dapat mengembangkan kecerdasan, kreatifitas, inovatif, inisiatif, teliti dan sportifitas, serta percaya diri anak”. Bahwasannya permainan tradisional ini memiliki hubungan atau keterkaitan dalam pengembangan kecerdasan jamak logika matematika anak.

2.7. Penelitian yang Relevan

1. Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Yuline (Universitas Tanjungpura, Pontianak, 2013) di TK Negeri Pembina Sukadana, dengan judul“Mengenalkan Kemampuan Berhitung Melalui Permainan Tradisional Congklak Pada Anak Usia 5-6 Tahun”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil pembelajaran berhitung melalui permainan tradisional congklak pada anak usia 5-6 tahun di TK Negeri Pembina Sukadana. Hasil dari penelitian ini pelaksanaan pembelajaran melalui permainan tradisional congklak dapat mengenalkan kemampuan penambahan 1-10 pada anak usia 5-6 tahun di TK Negeri Pembina Sukadana dengan 88,24 % dan pengurangan sampai dengan 94,12%.


(50)

32

2. Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Cahyani yang berjudul “Model Pembelajaran Quantum Melalui Permainan Tradisional Untuk Meningkatkan Kognitif Anak Kelompok B” (Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja Indonesia, 2014) di TK Kumara Jaya Denpasar. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatan kemampuan kognitif anak dengan menerapkan model pembelajara Quantum melalui permainan tradisional di kelompok B TK Kumara Jaya Denpasar pada semester genap tahun pelajaran 2013/2014. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam dua siklus. Subjek penelitian ini adalah 17 orang anak TK pada kelompok B semester II tahun 2013/2014. Data penelitian tentang kemampuan kognitif dikumpulkan dengan metode observasi menggunakan instrument berupa format lembar observasi. Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan metode analisis statistik deskriptif dan analisis deskriptif kuantitatif, dengan membandingkan hasil penelitian pada siklus I dan siklus II. Hasil analisis data menunjukkan peningkatan kognitif anak kelompok B1 di TK Kumara Jaya Denpasar pada semester II tahun ajaran 2013/2014 setelah diterapkan model pembelajaran quantum melalui permainan tradisional, ini dibuktikkan dengan hasil pada siklus I sebesar 57,70% pada kategori rendah, ternyata meningkat menjadi 94,03% pada siklus II dengan kategori sangat tinggi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan presentase kognitif anak sebesar 36,33% dengan


(51)

33

menerapkan model pembelajaran quantum pada anak kelompok B TK Kumara Jaya Denpasar.

3. Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Nova Rozi (Universitas Negeri Padang, 2012) yang berjudul “Peningkatan kecerdasan logika matematika anak melalui permainan berhitung menggunakan papan telur di TK Aisyiyah 7 duri”. Karena media guru kurang menarik untuk anak, maka tujuan penelitian, meningkatkan pengetahuan anak dalam berhitung. Metode penelitian yaitu penelitian tindakan kelas. Hasil penelitian diperoleh melalui lembar observasi, wawancara dan dokumentasi. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi anak, guru, peneliti, sekolah, orang tua, masyarakat, maupun peneliti lebih lanjut. Hasil penelitian, terjadi peningkatan kecerdasan logika matematika anak dari siklus I sampai siklus II. Kesimpulan penelitian adalah, melalui permainan berhitung menggunakan papan telur meningkatkan kecerdasan logika matematika anak.

2.8. Kerangka Pikir

Pembelajaran akan memberikan manfaat kepada anak apabila guru dapat merencanakan pembelajaran dengan menggunakan metode yang menarik dan menyediakan media atau alat permainan yang dapat merangsang kemampuan anak. Pembelajaran yang diberikan juga harus disesuaikan dengan kebutuhan anak.


(52)

34

Perkembangan kognitif merupakan salah satu perkembangan yang sangat penting dalam kehidupan seorang individu. Rangsangan yang diberikan sejak dini akan menentukan bagaimana perkembangan kognitif anak di kehidupan selanjutnya. Perkembangan kognitif anak dapat di stimulus salah satunya dengan permainan tradisional.

Anak belum mampu mengenal konsep bilangan dikarenakan model pembelajaran yang digunakan oleh guru kurang tepat sehingga kemampuan anak dalam mengenal konsep bilangan masih rendah seharusnya guru menggunakan media dalam proses pembelajaran dan menggunakan metode yang tepat. Dalam proses pembelajaran pada anak usia dini dilakukan dengan cara bermain, bermain yang akan dilakukan adalah permainan tradisional seperti engklek, lompat tali dan bancaan, dan diharapkan dengan menggunakan permainan tradisional ini sebagai media pembelajaran mempunyai hubungan dengan pengembangan kecerdasan jamak logika matematika anak.

Gambar 1. Kerangka berpikir

2.9. Hipotesis

Berdasarkan kajian pustaka diatas, maka hipotesis penelitian dalam penelitian ini adalah : Ada hubungan antara permainan tradisional dengan kecerdasan jamak logika matematika.

Permainan

Tradisional

Kecerdasan Jamak

Logika matematika


(53)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Metode merupakan salah satu faktor yang paling penting dalam sebuah penelitian, karena berhasil atau tidaknya sebuah penelitian tergantung dengan metode yang digunakan oleh peneliti.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian korelasional dengan pendekatan kuantutatif, yaitu untuk mengetahui sejauh mana variabel-variabel pada suatu faktor berkaitan dengan variabel-variabel-variabel-variabel pada satu atau lebih faktor lain berdasarkan pada koefisien korelasi.

3.2. Setting Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Paud Serasi Mawar yang berada di Jl. Sultan Haji, Sepang Jaya Bandar Lampung, pada kelompok A yang akan dilaksanakan pada semester genap Tahun Ajaran 2014/2015.

3.3. Populasi

Menurut Sugiyono (2012:119) Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.


(54)

36

Jumlah keseluruhan siswa di Paud Serasi Mawar yaitu 50 orang siswa, yang terdiri dari 3 kelas yaitu kelas Kober, kelas A dan kelas B. pada kelas Kober dengan jumlah 9, kelas A dengan jumlah 18 siswa dan kelas B bejumlah 23 siswa.

Jika peneliti ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitian ini menggunakan populasi study karena seluruh siswa kelas A yang berjumlah 18 orang siswa dijadikan obyek penelitian oleh peneliti.

3.4. Variabel Penelitian

Variabel penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu variabel bebas (x) dan variabel terikat (y). Dimana variabel bebas (x) yaitu permainan tradisional dan variabel terikat (y) yaitu kecerdasan jamak logika matematika.

3.5. Definisi Konseptual Variabel

a. Definisi konseptual variabel (x) permainan tradisional

Permainan Tradisional adalah suatu bentuk kegiatan permainan yang berkembang dari suatu kebiasaan masyarakat tertentu yang diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi selanjutnya.

Permainan tradisional yang sudah hampir punah karena digantikan dengan permainan yang lebih modern, sehingga membuat anak menjadi lupa akan permainan orang tuanya terdahulu. Padahal permainan tradisional mempunyai banyak pembelajaran dalam perkembangan dan pertumbuhan


(55)

37

anak, daripada permainan modern yang membuat anak asyik dengan dunianya sendiri.

Dalam PERMEN 58 khususnya pada aspek perkembangan fisik motorik terdapat delapan Tingkat Pencapaian perkembangan, tetapi hanya ada dua Tingkat Pencapaian perkembangan yang menjadi acuan penilaian dalam penelitian ini, yaitu: Melakukan gerakan melompat, meloncat, dan berlari secara terkoordinasi, dan Melempar sesuatu secara terarah. Keberhasilan anak dalam permainan tradisional ini dapat dilihat dari dua indikator yaitu Melompat dengan seimbang dan Melempar dengan media. Kedua indikator ini dipilih karena disesuaikan dengan permainan tradisional yang akan dimainkan.

b. Definisi konseptual variabel (y) kecerdasan Jamak logika matematika Kecerdasan logika matematika menurut Yaumi (2013) adalah kemampuan dalam hal angka dan logika. Kecerdasan logika matematika pada dasarnya melibatkan kemampuan-kemampuan menganalisis masalah secara logis, menemukan atau menciptakan. Seperti pada penelitian ini keberhasilan anak dapat dilihat dari indikator menyebutkan, menunjukkan, dan mengelompokkan benda-benda.

3.6. Definisi Operasional Variabel

a. Definisi operasional variabel (x) permainan tradisional

Permainan tradisional yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah: 1. Permainan engklek atau jitteng


(56)

38

Permainan engklek dilakukan oleh anak-anak kelompok A, cara bermain permainan ini yaitu pertama anak melakukan hoompimpah atau dapat juga diurutkan berdasarkan absen, setelah itu anak melempar kreweng atau unca ke dalam kotak-kotak engklek yang telah disediakan dan diberi angka, lalu anak menyebutkan angka yang terdapat kreweng dan melompat hingga kotak terakhir kemudian berbalik kembali menuju kotak pertama untuk mengambil kreweng mereka. Setelah itu anak mengambil kotak yang didalamnya berisi bentuk-bentuk geometri dengan jumlah yang berbeda dan kemudian anak menyebutkan bentuk geometri apa yang didapat dan menghitung berapa jumlah bentuk geometri tersebut.

2. Permainan lompat tali.

Cara bermain permainan ini yaitu permainan dilakukan berdasarkan urutan absen anak, lalu anak pertama mengambil kocokan kertas yang sudah disediakan, dan membuka gulungan kertas tersebut kemudian menyebutkan angka berapa yang ada di dalam kertas setelah itu anak melompati karet sebanyak angka yang didapatnya, setelah anak selesai melompati karet, anak diberi perintah untuk mengelompokkan benda sesuai dengan bentuk dan warna.

3. Permainan Bancaan

Permainan ini dilakukan dengan cara: pertama anak melempar bola pada susunan kaleng yang sudah diberi angka dan warna oleh peneliti setelah itu anak menyusun kembali kaleng-kaleng tersebut sesuai


(57)

39

dengan urutan angka dan menyusun berdasarkan ukuran besar-kecil, jika anak-anak sudah menyelesaikan permainan pertama lalu selanjutnya anak-anak membedakan benda sesuai dengan ukuran besar-kecil, dan membedakan benda sesuai dengan warna.

Keberhasilan anak dalam permainan tradisional ini dapat dilihat dari beberapa indikator yang tercantum dalam PERMEN 58 seperti melompat, meloncat dan berlari secara terkoordinasi serta melempar benda secara terarah. Tetapi dalam penelitian ini peneliti hanya berfokus pada indikator melompat dan melempar.

b. Definisi operasional variabel (y) kecerdasan jamak logika matematika Kecerdasan logika matematika tidak terlepas dari kemampuan kognitif seseorang. Kemampuan kognitif anak dapat berkembang dengan baik apabila distimulus dengan cara yang tepat, karena pada anak usia dini adalah masa yang sangat fundamental untuk belajar.

Keberhasilan anak dalam kecerdasan logika matematika dapat dilihat dari beberapa indikator yang tercantum dalam PERMEN 58 seperti menyebutkan, menunjukkan, dan mengelompokkan.

3.7. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data adalah cara untuk memperoleh data, menentukan cara bagaimana data dapat diperoleh. Pengumpulan data merupakan hal terpenting dalam sebuah penelitian, karena peneliti harus mengumpulkan data agar peneliti mendapatkan data yang valid. Teknik


(58)

40

pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan cara mengobservasi dan dokumentasi.

1. Observasi

Observasi atau pengamatan merupakan suatu teknik atau cara mengumpulkan data dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung.

Menurut Sugiyono (2012:196) observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis. Dua diantara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan.

Observasi dilakukan pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung. Guru mengamati kegiatan anak yang sedang berlangsung yaitu pada saat anak melakukan permainan tradisional dengan menggunakan lembar observasi. Lembar observasi merupakan panduan dalam melakukan penilaian terhadap indikator-indikator yang ingin dicapai oleh anak.

2. Dokumentasi

Dokumenatasi merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis, gambar maupun elektronik. Dokumentasi ini digunakan untuk melihat dan meneliti dengan catatan-catatan yang sudah didapat agar data yang diperoleh valid dan sebagai bukti nyata sebuah penelitian.


(59)

41

3.8. Pengujian Validitas

Pada penelitian ini peneliti menggunakan uji validitas content, dimana pengujian ini menggunakan pendapat dari ahli (judgment experts). Para ahli diminta untuk memberikan pendapat tentang instrument yang telah disusun oleh peneliti bahwa instrument tersebut dapat digunakan tanpa perbaikan, adanya perbaikan, atau mungkin dirombak total. Pada kisi-kisi instrument yang telah dibuat oleh peneliti dan diteliti atau diperiksa oleh 3 dosen dan diberikan pendapat bahwa kisi-kisi instrument tersebut harus diperbaiki sebelum digunakan dalam penelitian. Dosen yang memeriksa kisi-kisi instrument tersebut adalah dosen FKIP UNILA yang telah berpengalaman dibidangnya, yaitu: Ibu Dr. Een Yayah Haenillah M.Pd, Ibu Gian Fitri A, M.Pd dan Ibu Nia Fatmawati, M.Pd. Surat keterangan validasi dan kisi-kisi instrument dapat dilihat dilampiran (hal 70).

3.9. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah upaya yang dilakukan oleh peneliti untuk menganalisa dan menyimpulkan dari semua data yang diperoleh pada saat penelitian.

Menurut Sugiyono (2011:147) analisis data adalah kegiatan mengelompokkan data berdasarkan variabel dan jenis responden, mentabulasi data berdasarkan variabel dari seluruh responden, menyajikan data tiap variabel yang diteliti, melakukan perhitungan untuk menjawab rumusan masalah, dan melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis yang telah diajukan.


(60)

42

Dalam penilaian yang menggunakan lembar observasi, diperlukan rumus rubrik untuk menghitung jumlah nilai yang didapat oleh anak karena untuk menyajikan data pada penelitian korelasi ini membutuhkan angka, dimana dalam rumus rubrik mempunyai 4 interval prestasi atau kriteria tingkat kemampuan anak. Penilaian yang diberikan kepada anak jika Berkembang Sangat Baik (BSB) diberi nilai 4, Berkembang Sesuai Harapan (BSH) diberi nilai 3, Mulai Berkembang (MB) diberi nilai 2, dan bila Belum berkembang (BB) diberi nilai 1. Untuk menyajikan data atau nilai yang diperoleh anak maka digunakan rumus rubrik:

Nilai : x 100%

Keterangan :

Jumlah skor perolehan = jumlah skor atau nilai yang diperoleh anak Skor Maksimal = jumlah aktifitas/kriteria

Setelah memperoleh nilai berdasarkan rumus rubrik maka selanjutnya menafsirkan hasil perhitungan data/nilai tersebut pada kriteria penilaian kemampuan anak. Kriteria tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.1 Kriteria Penilaian Kemampuan Anak Interval Prestasi /

Kriteria Penilaian Keterangan

0–25 % Belum Berkembang (BB) 2650 % Mulai Berkembang (MB) 5175 % Berkembang Sesuai Harapan (BSH) 76100 % Berkembang Sangat Baik (BSB) Sumber: Depdiknas 2014(hal 25)


(61)

43

3.10. Uji Hipotesis

Hipotesis asosiatif adalah suatu pernyataan yang menunjukkan dugaan tentang hubungan antara dua variabel atau lebih. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan analisis korelasi spearman rank karena jumlah anggota sampel yang digunakan kurang dari 30 siswa yaitu berjumlah 18 siswa (sampel kecil). Karena jumlah anggota sampel kurang dari 30 siswa, maka penelitian ini menggunakan statistik nonparametrik.

Rumus Korelasi Spearman Rank dalam Usman (2006:262)

r = 1

( )

Keterangan :

r =Koefisien korelasi spearman rank

n = Jumlah sampel

Setelah nilai diperoleh lalu mencari nilai Koefisien Determinasi yang didapat dari kuadrat koefisien korelasi.

Setelah nilai koefisien determinasi diperoleh, maka dapat dilihat seberapa besar hubungan antara dua variabel tersebut. Untuk mengetahui besar kecilnya hubungan variabel maka dapat dilihat pada pedoman interprestasi tingkat hubungan koefisien korelasi sebagai berikut:


(62)

44

Tabel 3.2. Interprestasi Koefisien Korelasi

Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0.000.199 0.200.399 0.400.599 0.600.799 0.80–1.000

Sangat Rendah Rendah Sedang Kuat Sangat Kuat Sumber: Sugiyono (2011:231,b)


(63)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Pengembangan kognitif di PAUD merupakan salah satu cara pemberian rangsangan pendidikan yang dilakukan melalui permainan berhitung, yang mempunyai tujuan untuk menstimulasi kemampuan berpikir anak melalui aktifitas yang dirancang sesuai dengan tahapan perkembangannya, sehingga anak memiliki kesiapan untuk belajar matematika pada jenjang selanjutnya. Bermain adalah salah satu pemberian rangsangan yang tepat kepada anak untuk meningkatkan seluruh aspek perkembangan tidak hanya kemampuan akademik anak saja. Permainan tradisional dapat membuat anak menjadi berkreasi, karena beberapa permainan tradisional memerlukan alat untuk memainkan permainan tersebut.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa permainan tradisional memiliki hubungan dalam pengembangkan kecerdasan jamak logika matematika anak. Hasil yang diperoleh dari tiga indikator pada variabel Y dengan rata-rata nilai keseluruhan adalah 80% dimana nilai tersebut termasuk dalam kriteria Berkembang Sangat Baik (BSB) yang berada pada rentang 76% - 100%. Peran yang diberikan oleh permainan tradisional dalam pengembangan kecerdasan jamak logika


(64)

67

matematika anak usia 4-5 tahun sebesar 47% dan 53% lainnya ditentukan oleh faktor lain, itu artinya permainan tradisional mempunyai hubungan yang positif atau signifikan dalam pengembangan kecerdasan jamak logika matematika anak. Pemberian rangsangan yang dimulai sejak dini sangat diperlukan bagi kehidupan anak, anak akan memiliki kepercayaan diri dan kesiapan untuk memasuki pendidikan lebih lanjut.

5.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan penulis, maka penulis memberikan saran sebagai berikut:

1. Guru hendaknya menerapkan pembelajaran yang aktif, kreatif, inofatif, efektif, dan menyenangkan sehingga tujuan pembelajaran pada Paud dapat terlaksana dengan baik, serta aspek perkembangan anak dapat tercapai dengan tepat dan sesuai dengan tahapan usia anak.

2. Kegiatan pembelajaran hendaknya dilakukan dengan cara bermain, agar dapat memotivasi anak untuk belajar dengan cara yang asik dan menyenangkan. Permainan tradisional dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam proses pembelajaran karena dapat mengembangkan seluruh aspek perkembangan anak.


(65)

DAFTAR PUSTAKA

Agustina. Februari 2013. Peningkatan Pemahaman Matematika Dalam Seriasi Melalui Praktek Langsung Pada Anak Kelompok A Di Tk Kusuma 1 Nologaten. http://eprints.uny.ac.id/9737 diakses pada tanggal 13 januari 2015

Ahmad, S. 2011.Perkembangan Anak Usia Dini. Jakarta. PT Kencana

Cahyani, N. A. 2014. Model Pembelajaran Quantum Melalui Permainan Tradisional Untuk Meningkatkan Kognitif Anak Kelompok B TK Kumara Jaya Denpasar. http://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJPAUD/ diakses pada tanggal 15 Januari 2015

Depdiknas. 2014. Pedoman Penilaian Pembelajaran Program Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta.

Fadhillah. 2014. Edutaiment Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta : Kencana Prenadamedia Group

Hasibuhan, Rachma. 2014.Pemanfaatan Permainan Tradisional Angklik Sebagai Sumber Belajar Bidang Pengembangan Matematika pada Anak Usia Dini. http://ejournal.undiksha.ac.id diakses pada tanggal 4 Juli 2015

Meladiyan. 2013. Upaya Meningkatkan Kemampuan Berhitung Melalui Permainan Congklak Pada Anak Didik Kelompok B TK Kartini. http://digilib.unp.ac.id diakses pada 4 Juli 2015

Morrison, G. S. 2008. Dasardasar Pendidikan Anak Usia Dini. diterjemahkan oleh Suci Romadhona. 2012. Jakarta. PT Indeks

Nova Rozi. 2012. Peningkatan Kecerdasan Logika Matematika Anak Melalui Permainan Berhitung Menggunakan Papan Telur Di Tk Aisyiyah 7 Duri. ejournal.fip.unp.ac.id/index.php/paud. diakses pada tanggal 15 Januari 2015


(66)

69

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Tentang Pendidikan Anak Usia Dini. 2010. Jakarta

Santrock, John W. 2007.Perkembangan Anak. Jakarta. PT Erlangga

Sriningsih, N. 2009. Pembelajaran Matematika Terpadu untuk Anak Usia Dini. Bandung. Pustaka Sebelas

Sugiyono. 2012.Metode Penelitian Kombinasi. Bandung. Alfabeta

______. 2011(a). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung. Alfabeta

______. 2011(b).Statistika untuk Penelitian. Bandung. Alfabeta

Sujiono, Y. N. 2009. Konsep dasar pendidikan anak usia dini. Jakarta. Universitas Negeri Jakarta

Sukmadinata, Nana S. 2007.Metode Penelitian Pendidikan. Bandung. PT Remaja Rosdakarya

Suryabrata, S. 2014.Metodologi Penelitian. Jakarta. Rajawali Usman, H. 2006.Pengantar Statistika. Jakarta. PT Bumi Aksara

Yaumi, M. 2013.Pembelajaran Berbasis Kecerdasan Jamak. Jakarta. Kencana Yuline, Devi T. 2013. Mengenlakan Kemampuan Berhitung Melalui Permainan

Tradisional Congklak Pada Anak Usia 5-6 Tahun Di Tk Negeri Pembina Sukadana. http://ejournal.untan.ac.id/index.php diakses pada tanggal 15 Januari 2015

Zumailatul. M. 2014. Pengaruh Permainan Tradisional Angklek Terhadap Kemampuan Motorik Kasar Anak Kelompok A Tk Dharma Wanita Persatuan Kemangi Gresik. ejournal.unesa.ac.id diakses pada tanggal 12 Januari 2015


(1)

3.10. Uji Hipotesis

Hipotesis asosiatif adalah suatu pernyataan yang menunjukkan dugaan tentang hubungan antara dua variabel atau lebih. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan analisis korelasi spearman rank karena jumlah anggota sampel yang digunakan kurang dari 30 siswa yaitu berjumlah 18 siswa (sampel kecil). Karena jumlah anggota sampel kurang dari 30 siswa, maka penelitian ini menggunakan statistik nonparametrik.

Rumus Korelasi Spearman Rank dalam Usman (2006:262)

r = 1

( )

Keterangan :

r =Koefisien korelasi spearman rank n = Jumlah sampel

Setelah nilai diperoleh lalu mencari nilai Koefisien Determinasi yang didapat dari kuadrat koefisien korelasi.

Setelah nilai koefisien determinasi diperoleh, maka dapat dilihat seberapa besar hubungan antara dua variabel tersebut. Untuk mengetahui besar kecilnya hubungan variabel maka dapat dilihat pada pedoman interprestasi tingkat hubungan koefisien korelasi sebagai berikut:


(2)

44

Tabel 3.2. Interprestasi Koefisien Korelasi

Interval Koefisien Tingkat Hubungan 0.000.199

0.200.399 0.400.599 0.600.799 0.80–1.000

Sangat Rendah Rendah Sedang Kuat Sangat Kuat


(3)

5.1. Kesimpulan

Pengembangan kognitif di PAUD merupakan salah satu cara pemberian rangsangan pendidikan yang dilakukan melalui permainan berhitung, yang mempunyai tujuan untuk menstimulasi kemampuan berpikir anak melalui aktifitas yang dirancang sesuai dengan tahapan perkembangannya, sehingga anak memiliki kesiapan untuk belajar matematika pada jenjang selanjutnya. Bermain adalah salah satu pemberian rangsangan yang tepat kepada anak untuk meningkatkan seluruh aspek perkembangan tidak hanya kemampuan akademik anak saja. Permainan tradisional dapat membuat anak menjadi berkreasi, karena beberapa permainan tradisional memerlukan alat untuk memainkan permainan tersebut.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa permainan tradisional memiliki hubungan dalam pengembangkan kecerdasan jamak logika matematika anak. Hasil yang diperoleh dari tiga indikator pada variabel Y dengan rata-rata nilai keseluruhan adalah 80% dimana nilai tersebut termasuk dalam kriteria Berkembang Sangat Baik (BSB) yang berada pada rentang 76% - 100%. Peran yang diberikan oleh permainan tradisional dalam pengembangan kecerdasan jamak logika


(4)

67

matematika anak usia 4-5 tahun sebesar 47% dan 53% lainnya ditentukan oleh faktor lain, itu artinya permainan tradisional mempunyai hubungan yang positif atau signifikan dalam pengembangan kecerdasan jamak logika matematika anak. Pemberian rangsangan yang dimulai sejak dini sangat diperlukan bagi kehidupan anak, anak akan memiliki kepercayaan diri dan kesiapan untuk memasuki pendidikan lebih lanjut.

5.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan penulis, maka penulis memberikan saran sebagai berikut:

1. Guru hendaknya menerapkan pembelajaran yang aktif, kreatif, inofatif, efektif, dan menyenangkan sehingga tujuan pembelajaran pada Paud dapat terlaksana dengan baik, serta aspek perkembangan anak dapat tercapai dengan tepat dan sesuai dengan tahapan usia anak.

2. Kegiatan pembelajaran hendaknya dilakukan dengan cara bermain, agar dapat memotivasi anak untuk belajar dengan cara yang asik dan menyenangkan. Permainan tradisional dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam proses pembelajaran karena dapat mengembangkan seluruh aspek perkembangan anak.


(5)

Agustina. Februari 2013. Peningkatan Pemahaman Matematika Dalam Seriasi Melalui Praktek Langsung Pada Anak Kelompok A Di Tk Kusuma 1 Nologaten. http://eprints.uny.ac.id/9737 diakses pada tanggal 13 januari 2015

Ahmad, S. 2011.Perkembangan Anak Usia Dini. Jakarta. PT Kencana

Cahyani, N. A. 2014. Model Pembelajaran Quantum Melalui Permainan Tradisional Untuk Meningkatkan Kognitif Anak Kelompok B TK Kumara Jaya Denpasar. http://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJPAUD/ diakses pada tanggal 15 Januari 2015

Depdiknas. 2014. Pedoman Penilaian Pembelajaran Program Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta.

Fadhillah. 2014. Edutaiment Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta : Kencana Prenadamedia Group

Hasibuhan, Rachma. 2014.Pemanfaatan Permainan Tradisional Angklik Sebagai Sumber Belajar Bidang Pengembangan Matematika pada Anak Usia Dini. http://ejournal.undiksha.ac.id diakses pada tanggal 4 Juli 2015

Meladiyan. 2013. Upaya Meningkatkan Kemampuan Berhitung Melalui Permainan Congklak Pada Anak Didik Kelompok B TK Kartini. http://digilib.unp.ac.id diakses pada 4 Juli 2015

Morrison, G. S. 2008. Dasardasar Pendidikan Anak Usia Dini. diterjemahkan oleh Suci Romadhona. 2012. Jakarta. PT Indeks

Nova Rozi. 2012. Peningkatan Kecerdasan Logika Matematika Anak Melalui Permainan Berhitung Menggunakan Papan Telur Di Tk Aisyiyah 7 Duri.

ejournal.fip.unp.ac.id/index.php/paud. diakses pada tanggal 15 Januari 2015


(6)

69

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Tentang Pendidikan Anak Usia Dini. 2010. Jakarta

Santrock, John W. 2007.Perkembangan Anak. Jakarta. PT Erlangga

Sriningsih, N. 2009. Pembelajaran Matematika Terpadu untuk Anak Usia Dini. Bandung. Pustaka Sebelas

Sugiyono. 2012.Metode Penelitian Kombinasi. Bandung. Alfabeta

______. 2011(a). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung. Alfabeta

______. 2011(b).Statistika untuk Penelitian. Bandung. Alfabeta

Sujiono, Y. N. 2009. Konsep dasar pendidikan anak usia dini. Jakarta. Universitas Negeri Jakarta

Sukmadinata, Nana S. 2007.Metode Penelitian Pendidikan. Bandung. PT Remaja Rosdakarya

Suryabrata, S. 2014.Metodologi Penelitian. Jakarta. Rajawali Usman, H. 2006.Pengantar Statistika. Jakarta. PT Bumi Aksara

Yaumi, M. 2013.Pembelajaran Berbasis Kecerdasan Jamak. Jakarta. Kencana Yuline, Devi T. 2013. Mengenlakan Kemampuan Berhitung Melalui Permainan

Tradisional Congklak Pada Anak Usia 5-6 Tahun Di Tk Negeri Pembina Sukadana. http://ejournal.untan.ac.id/index.php diakses pada tanggal 15 Januari 2015

Zumailatul. M. 2014. Pengaruh Permainan Tradisional Angklek Terhadap Kemampuan Motorik Kasar Anak Kelompok A Tk Dharma Wanita Persatuan Kemangi Gresik. ejournal.unesa.ac.id diakses pada tanggal 12 Januari 2015


Dokumen yang terkait

HUBUNGAN ANTARA KOMPETENSI PENDIDIK DENGAN KECERDASAN JAMAK ANAK USIA DINI DI PAUD AS SHOBIER KECAMATAN JENGGAWAH KABUPATEN JEMBER

0 6 150

Hubungan Antara Kompetensi Pendidik Dengan Kecerdasan Jamak Anak Usia Dini di PAUD As Shobier Kecamatan Jenggawah Kabupaten Jember

4 116 4

HUBUNGAN PENGGUNAAN ALAT PERMAINAN EDUKATI DENGAN PERKEMBANGAN BEREKSPLORASI ANAK USIA 5-6 TAHUN DI TK BERINGIN RAYA BANDAR LAMPUNG

3 122 58

PENGARUH PERMAINAN MANIPULATIF DENGAN MANIK – MANIK TERHADAP KECERDASAN LOGIKA MATEMATIKA PADA ANAK USIA 4-5 Pengaruh Permainan Manipulatif Dengan Manik – Manik Terhadap Kecerdasan Logika Matematika Pada Anak Usia 4-5 Tahun Di TK Lakshmi 12 Surakarta Tah

0 2 14

PENDAHULUAN Pengaruh Permainan Manipulatif Dengan Manik – Manik Terhadap Kecerdasan Logika Matematika Pada Anak Usia 4-5 Tahun Di TK Lakshmi 12 Surakarta Tahun Pelajaran 2012 / 2013.

0 4 6

PENGARUH PERMAINAN MANIPULATIF DENGAN MANIK – MANIK TERHADAP KECERDASAN LOGIKA MATEMATIKA PADA ANAK USIA 4-5 Pengaruh Permainan Manipulatif Dengan Manik – Manik Terhadap Kecerdasan Logika Matematika Pada Anak Usia 4-5 Tahun Di TK Lakshmi 12 Surakarta Tah

0 2 16

UPAYA TUTOR MENGEMBANGKAN KECERDASAN LOGIKA MATEMATIKA ANAK MELALUI ALAT PERMAINAN EDUKATIF BALOK DI PAUD PATRIA.

0 1 24

HUBUNGAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PAUD) DENGAN PERKEMBANGAN ANAK USIA 3-5 TAHUN Hubungan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Dengan Perkembangan Anak Usia 3-5 Tahun.

0 2 16

PENGEMBANGAN PERMAINAN MONRAKED SEBAGAI MEDIA UNTUK MESTIMULASI KECERDASAN LOGIKA MATEMATIKA ANAK USIA DINI

0 0 15

IMPLEMENTASI PERMAINAN TRADISIONAL JAMURAN DALAM MENGEMBANGKAN KOGNITIF ANAK USIA DINI DI PAUD DELIMA BANDAR LAMPUNG - Raden Intan Repository

0 1 93