RANCANG BANGUN BILIK AKUSTIK PADA SPEKTRUM AUDIOSONIK UNTUK KEPERLUAN EKSPERIMENTAL VIABILITAS ESCHERICHIA COLI TERHADAP BUNYI

(1)

RANCANG BANGUN BILIK AKUSTIK PADA SPEKTRUM

AUDIOSONIK UNTUK KEPERLUAN EKSPERIMENTAL

VIABILITAS

ESCHERICHIA COLI

TERHADAP BUNYI

(Skripsi)

Oleh Agung Tri Ilhami

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(2)

ABSTRACT

DESIGN OF ACOUSTIC CHAMBER ON AUDIOSONIC

SPECTRUM FOR EXPERIMENTAL PURPOSE OF

ESCHERICHIA COLI'S VIABILITY AT SOUND

By

Agung Tri Ilhami

Research on the effect of sound waves on the audiosonic spectrum on the viability of bacteria is belonging to the infrequent research. Of the few research that has been conducted, but only experimental. This kind of research requires excellent cooperation among the researchers in the field of microbiology and electronics engineering.

In this research has been made an acoustic chamber that was adapted from predecessor research. Modifications on the use of software as a signal generator, audio power amplifier that amplifies the power of the signal, and compression driver as a sound transducer. All materials used in the design has met the microbiological sterilization standard in order to avoid contamination during the process of sample testing.

By the use of software, the forms of the signal to be tested to E. coli microbial samples can be more varied and easy to operate. The addition of the oscilloscope as the measurement instrument on the audio power amplifier output line will facilitate estimating the sound power that is being tested and simultaneously monitoring waveforms directly. The results of this design is expected to help other researchers who want to conduct similar research.


(3)

ABSTRAK

RANCANG BANGUN BILIK AKUSTIK PADA SPEKTRUM

AUDIOSONIK UNTUK KEPERLUAN EKSPERIMENTAL

VIABILITAS

ESCHERICHIA COLI

TERHADAP BUNYI

Oleh Agung Tri Ilhami

Penelitian tentang pengaruh gelombang bunyi pada spektrum audiosonik terhadap viabilitas bakteri tergolong penelitian yang belum banyak dilakukan. Dari beberapa penelitian yang pernah dilakukan, hanya bersifat eksperimental. Penelitian semacam ini membutuhkan kerjasama yang sangat baik antara peneliti di bidang mikrobiologi dan rekayasa elektronika.

Dalam penelitian ini telah dibuat suatu bilik akustik (acoustic chamber) yang diadaptasi dari penelitian pendahulunya. Modifikasi pada penggunaan software

sebagai pembangkit bentuk sinyal, audio power amplifier sebagai penguat daya sinyal, dan compression driver sebagai transduser bunyi. Seluruh material yang digunakan pada rancang bangun ini telah memenuhi standar sterilisasi mikrobiologi guna menghindari kontaminasi saat proses pengujian sampel.

Dengan penggunaan software, bentuk-bentuk sinyal yang akan diujikan ke sampel mikroba E.coli dapat menjadi lebih bervariasi dan mudah dioperasikan. Penambahan instrumen pengukuran yaitu osiloskop pada jalur output audio power amplifier akan mempermudah melakukan perkiraan daya bunyi yang sedang diujikan sekaligus memantau bentuk gelombang secara langsung. Hasil dari rancang bangun ini diharapkan dapat membantu peneliti lain yang ingin melakukan penelitian sejenis.


(4)

RANCANG BANGUN BILIK AKUSTIK PADA SPEKTRUM

AUDIOSONIK UNTUK KEPERLUAN EKSPERIMENTAL

VIABILITAS

ESCHERICHIA COLI

TERHADAP BUNYI

Oleh Agung Tri Ilhami

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA TEKNIK

Pada

Jurusan Teknik Elektro

Fakultas Teknik Universitas Lampung

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(5)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Osilasi pada bandul sederhana ... 7

Gambar 2.2. Ilustrasi gelombang transversal pada seutas tali ... 11

Gambar 2.3. Ilustrasi gelombang longitudinal ... 12

Gambar 2.4. Ilustrasi rambatan bunyi ke telinga ... 13

Gambar 2.5. Spektrum bunyi ... 16

Gambar 2.6. Bentuk sinyal frekuensi tunggal dan spektrumnya ... 18

Gambar 2.7. Bentuk gelombang kompleks dan spektrumnya ... 19

Gambar 2.8. Osilasi molekul udara ... 20

Gambar 2.9. Representasi osilasi molekul udara sebagai gelombang sinus ... 23

Gambar 2.10. Ilustrasi intensitas dalam bentuk tiga dimensi ... 24

Gambar 2.11. Komposit bentuk gelombang dan analisis harmonik ... 28

Gambar 2.12. Spektrum bunyi alat musik ... 29

Gambar 2.13. Seperangkat soundsystem ... 30

Gambar 2.14. Penguat daya kelas A dan bentuk sinyalnya ... 31

Gambar 2.15. Penguat daya kelas B ... 32

Gambar 2.16. Distorsi cross-over ... 32

Gambar 2.17. Penguat daya kelas AB ... 33

Gambar 2.18. Compression driver besertacorongnya ... 33


(6)

xiii

Gambar 2.20. Bagan sel prokariot ... 35

Gambar 2.21. Lapisan-lapisan permukaan sel ... 37

Gambar 2.22. Struktur sel bakteri ... 38

Gambar 2.23. Fase pertumbuhan mikroorganisme ... 42

Gambar 2.24. Sonikator ... 43

Gambar 2.25. Ilustrasi perlakuan sonikasi di Universitas Indonesia ... 43

Gambar 2.26. Skema acousticchamber pada penelitian di UMS ... 44

Gambar 3.1. Tampilan software Daqarta for Windows ... 46

Gambar 3.2. Tampilan awal software ... 47

Gambar 3.3. Tampilan menu generator pada Daqarta ... 48

Gambar 3.4. Penyamaan posisi slider Daqarta dan Windows ... 49

Gambar 3.5. Tampilan menu L.0. Stream ... 50

Gambar 3.6. Tampilan system tray Windows ... 50

Gambar 3.7. Tampilan setelah volume control di-klik ... 51

Gambar 3.8. Tampilan volume mixer - headphones ... 51

Gambar 3.9. Audio Power Amplifier ... 52

Gambar 3.10. Skema rangkaian split power supply ... 53

Gambar 3.11. Rangkaian split power supply ... 53

Gambar 3.12. Compression driver ... 54

Gambar 3.13. Blok diagram keseluruhan sistem elektronik ... 54

Gambar 3.14. Diagram alir sistem elektronik penelitian ... 55

Gambar 3.15. Akuarium ... 56

Gambar 3.16. Corong bunyi ... 57


(7)

Gambar 3.18. Lembaran acrylic yang telah disatukan dengan horn ... 58

Gambar 3.19. Micholder ... 58

Gambar 3.20. Tempat menghimpit tabung reaksi ... 59

Gambar 3.21. Bilik akustik (acoustic chamber) ... 59

Gambar 3.22. Proses sterilisasi dengan UV di dalam Laminar Air Flow ... 61

Gambar 3.23. Diagram alir sterilisasi alat-alat penelitian ... 62

Gambar 3.24. Autoclave ... 63

Gambar 3.25. Sampel air WC ... 67

Gambar 3.26. BGBB (+) ... 68

Gambar 3.27. Inkubator ... 69

Gambar 3.28. Koloni E. coli pada media EMBA ... 70

Gambar 3.29. Fiksasi sampel bakteri ... 72

Gambar 3.30. Proses pewarnaan Gram ... 72

Gambar 3.31. E. coli yang terwarnai ... 72

Gambar 3.32. Ilustrasi pembagian dan pelabelan biakan murni ... 74

Gambar 3.33. Posisi tabung reaksi saat proses sonikasi ... 75

Gambar 3.34. Pengenceran “A” menjadi “A0” ... 76

Gambar 3.35. Siklus pengenceran ... 77

Gambar 3.36. Colony counter ... 80

Gambar 4.1. Skema Dual Rail Power Supply ... 82

Gambar 4.2. Tampilan osiloskop pengujian tegangan DC ... 82

Gambar 4.3. Tampilan osiloskop pengujian tegangan ripple ... 83

Gambar 4.4. Tampilan software Daqarta saat dioperasikan ... 85


(8)

xv

Gambar 4.6. Sinkronisasi wave volume slider dan Daqarta volume slider ... 86

Gambar 4.7. Tampilan nilai-nilai pada slider ... 86

Gambar 4.8. Diagram pengujian power amplifier tanpa beban ... 88

Gambar 4.9. Tampilan osiloskop saat pengujian tanpa beban ... 89

Gambar 4.10. Tampilan distorsi clipping saat pengujian tanpa beban ... 91

Gambar 4.11. Diagram pengujian power amplifier diberi beban ... 92

Gambar 4.12. Tampilan osiloskop saat pengujian dengan beban ... 92


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

HALAMAN JUDUL ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

RIWAYAT HIDUP ...vii

PERSEMBAHAN ...viii

SANWACANA ... x

DAFTAR ISI ...xiii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 3

1.3 Manfaat Penelitian ... 3

1.4 Rumusan Masalah ... 4

1.5 Batasan Masalah ... 4

1.6 Riwayat Penelitian ... 5

1.7 Hipotesis ... 5

1.8 Sistematika Penulisan ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Osilasi ... 7


(10)

2.2 Gelombang ... 8

2.2.1 Tipe-tipe Gelombang ... 9

2.2.2 Bentuk Gelombang ... 10

2.3 Bunyi ... 12

2.3.1 Laju Bunyi ... 13

2.3.2 Spektrum Bunyi ... 15

2.3.3 Karakteristik Bunyi ... 17

2.3.3.1 Pitch dan Frekuensi ... 17

2.3.3.2 Loudness dan Amplitudo ... 22

2.3.3.3 Timbre dan Harmonisa ... 27

2.4 Penguat Daya Audio (Audio Power Amplifier) ... 30

2.4.1 Penguat Daya Kelas AB ... 30

2.5 Compression Driver ... 33

2.6 Escherichia coli (E. coli) ... 34

2.6.1 Morfologi E. coli ... 35

2.6.2 Klasifikasi E. coli ... 38

2.7 Fase Pertumbuhan Mikroorganisme ... 40

2.8 Pengaruh Frekuensi Bunyi Audiosonik Pada Penelitian Terdahulu ... 42

2.8.1 Penelitian Dalam Negeri ... 42

2.8.2 Penelitian Luar Negeri ... 44

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pembangkitan Sinyal Menggunakan Perangkat Lunak ... 46

3.1.1 Bentuk Sinyal Yang Dibangkitkan ... 47

3.1.2 Pengaturan Parameter Sinyal ... 47

3.2 Penguatan Sinyal Menggunakan Audio PowerAmplifier ... 52

3.3 Konversi Energi Listrik Menjadi Bunyi ... 54

3.4 Perancangan Model Elektronik ... 54

3.5 Perancangan Bilik Akustik (Acoustic Chamber) ... 56

3.6 Metode Sterilisasi ... 60


(11)

3.7.1 Pembuatan Media BGBB (BrilliantGreenBileBroth) ... 64

3.7.2 Pembuatan Media NB (NutrientBroth) ... 65

3.7.3 Pembuatan Media EMBA (EosinMethyleneBlueAgar) ... 65

3.7.4 Pembuatan Media PCA (PlateCountAgar) ... 66

3.8 Pengumpulan Spesimen ... 66

3.9 Inokulasi Bakteri ... 67

3.10 Inkubasi Bakteri ... 69

3.11 Isolasi Bakteri ... 69

3.12 Inspeksi Bakteri Dengan Teknik Pewarnaan Gram (Gram-staining) ... 71

3.13 Metode Sonikasi Pada Bakteri ... 73

3.13.1 Persiapan Sebelum Sonikasi ... 73

3.13.2 Perlakuan Sonikasi ... 74

3.14 Pengenceran Suspensi Bakteri ... 76

3.15 Metode PourPlate ... 77

3.16 Peremajaan Bakteri ... 79

3.17 Penghitungan Koloni Bakteri ... 80

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengujian Pencatu Daya ... 81

4.2 Pengujian Tanggapan Sinyal Output Terhadap Sinyal Input Pada Audio PowerAmplifier ... 84

4.2.1 Pengujian Tanggapan Sinyal Output Terhadap Sinyal Input Pada Audio PowerAmplifier Sebelum Diberi Beban ... 88

4.2.2 PengujianTanggapan Sinyal Output Terhadap Sinyal Input Pada Audio Power Amplifier Setelah Diberi Beban ... 91

4.3 Data Hasil Pengujian Sonikasi Bakteri ... 95

4.4 Pembahasan Data Hasil Pengujian Sonikasi Bakteri ... 97

4.5 Perbandingan Hasil Penelitian ... 98


(12)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 101 5.2 Saran ... 101

DAFTAR PUSTAKA


(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1. RiwayatPenelitian ... 5

Tabel 2.1.Laju bunyi berbagai medium, pada suhu 20°C dan tekanan 1 atm ... 15

Tabel 2.2. Intensitas dan level intensitas di sekitar kita ... 26

Tabel 2.3. Klasifikasi E. coli ... 38

Tabel 4.1. Nilai slider di systemtray yang terukur pada osiloskop ... 87

Tabel 4.2. Hasil pengujian audio poweramplifier tanpa beban ... 89

Tabel 4.3. Hasil pengujian audio poweramplifier diberi beban ... 93

Tabel 4.4. Pengujian pertama ... 96

Tabel 4.5. Pengujian kedua ... 97


(14)

(15)

(16)















































































































1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan. 2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.

3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah.

4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam (baca dan tulis). 5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.


(17)

(18)

Kupersembahkan untuk : Ibu dan Bapakku tercinta, guru-guruku, keturunanku kelak, serta kalian semua yang


(19)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 6 September 1988 sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara, dari pasangan Bapak Hendro Sumarsono dan Ibu Sri Mulyani.

Pendidikan formal yang telah ditempuh yaitu Taman Kanak-Kanak (TK) Kartika II-5 (Persit) Bandar Lampung dan lulus pada tahun 1996. Lalu berlanjut ke Sekolah Dasar (SD) Kartika II-5 (Persit) Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2002. Setelah lulus SD, penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 2 Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2004. Kemudian, penulis melanjutkan lagi pendidikan formal ke Sekolah Menengah Umum (SMU) Negeri 3 Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2007. Di tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa S1 Fakultas Teknik Universitas Lampung dan diselesaikan pada tahun 2015.

Selama menempuh pendidikan di Universitas Lampung, penulis juga aktif mengikuti organisasi MATALAM (Mahasiswa Teknik Pecinta Alam) sebagai Ketua Divisi Ekspedisi Hutan Gunung pada periode 2011/2012. Penulis juga ikut aktif dalam kegiatan keilmuan, seperti menjadi asisten Laboratorium Elektronika.


(20)

SANWACANA

Bismillahirahmanirrahim . . .

Segala puji bagi Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya telah memberikan kekuatan dan kemampuan berfikir kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Shalawat serta salam tak lupa penulis sampaikan kepada Rasulullah SAW karena melalui beliau kita dapat mengerti tujuan hidup.

Selama menjalani pengerjaan skripsi yang berjudul “Rancang Bangun Bilik Akustik Pada Spektrum Audiosonik Untuk Keperluan Eksperimental Viabilitas

Escherichia coli Terhadap Bunyi”, penulis mendapatkan bantuan moril, materil serta pemikiran dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Suharno, M.Sc., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Lampung.

2. Bapak Agus Trisanto, Ph.D. selaku Ketua Jurusan Teknik Elektro. 3. Ibu Herlinawati, S.T., M.T. selaku Sekretaris Jurusan Teknik Elektro.

4. Bapak Ageng Sadnowo Repelianto, S.T., M.T. selaku Dosen Pembimbing Utama yang bersedia meluangkan waktunya dengan sabar untuk memberi bimbingan, arahan, saran dan kritikan yang membangun dalam pengerjaan skripsi ini. Serta nasehat yang bermanfaat untuk kehidupan kedepannya.


(21)

kasih untuk kerjasama, bimbingan, kritik dan saran, serta nasehat yang diberikan untuk kemajuan kedepannya.

6. Ibu Dr. Ir. Sri Ratna Sulistiyanti, M.T. selaku Dosen Penguji yang dengan teliti memeriksa skripsi ini. Terima kasih atas koreksi, saran dan kritik, serta nasehat dan semangat yang diberikan selama ini.

7. Seluruh Dosen Jurusan Teknik Elektro Universitas Lampung, atas pengajaran dan pendidikan yang telah diberikan kepada penulis selama menjadi mahasiswa Teknik Elektro Universitas Lampung.

8. Mbak Ning dan seluruh jajarannya atas semua bantuannya dalam menyelesaikan urusan administrasi di Jurusan Teknik Elektro Universitas Lampung.

9. Seluruh teknisi Laboratorium Terpadu Teknik Elektro dan Laboratorium Mikrobiologi MIPA atas bantuannya memenuhi kebutuhan alat dan perlengkapan teknis dalam pengerjaan skripsi ini.

10. Sahabat-sahabatku TE-2007. Terima kasih untuk dukungan baik secara moril maupun materiil. Semoga yang terbaik untuk kita semua.

11. Adik-adik dan kakak-kakak tingkatku, terima kasih banyak untuk dukungan dan semangat dari kalian. Senang bisa mengenal kalian.

12. Rekan-rekan staff dan asisten Laboratorium Terpadu Teknik Elektro Universitas Lampung dan Laboratorium Mikrobiologi FMIPA Universitas Lampung. Terima kasih atas waktu, bantuan, motivasi, dan menemani selama ini.


(22)

13. Sahabat-sahabat dan kakak-kakak MATALAM FT-UNILA yang banyak memberikan pengalaman dan perjalanan indah bersama.

14. Ucapan terima kasih terkhusus kepada kalian yang membantu saat penelitian berlangsung: Bu Eko, Pak Imron, Eko Susanto, Istafada, Dian Eka, Sofia, Cendana, Widamay, Aris Indriawan, Andri Gunawan, Jerry Suja, Rendi Oktavianus, David Nadapdap, Ilham, Ferdianza, Arif Wicaksono, Jaya Pralatama, Om Harto, Om David.

15. Saudara-saudaraku : Kakek Aferdi, Taufik Rangkuti, Fendi Antoni, Frisky, Bastian, Reza Naufal, Jimmy, Adam, Ayub, Ipam, Yustinus, Dedi “Angong”, Ronnie “Cing”, Ryan “Ceng”, Teguh “Kotjong”, Didie “Botoy”, Rifky “Mbew”, Sofyan, Haki, Khoirul Abasi, Khoirul Anwar, Agung Adit, Winal, Hasron, Arif Ardhy, Danu, Yuki, Dedy Miswar, Mourent, Rahmat Hidayat, Rudi HH, Rudi Darmawan, Nadhir, Ridho Audly, Jack, Kang Andik, Jefry, Natalia, kopi kiay dan kalian yang sering menemaniku dalam suka dan duka. Terima kasih telah menjadi pendengar yang baik.

16. Teman seperjuanganku : M. Arif Proklamasi, Shirojuddin, Ferdianza, Rahmat Ramadhan, Ferdi Ferdian.

17. Saudara kandungku : Mbak Ade, Mbak Ria, Aris Herdianto, Arifin, Feyza, dan Amanda Artha.

18. Dan untuk semua pihak yang telah bersamaku saat menyelesaikan tugas akhir dan bertukar fikiran yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis berharap semoga bantuan yang telah diberikan akan mendapat balasan dari Allah SWT dan meminta maaf untuk semua kekurangan pada tugas akhir ini.


(23)

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Bandar Lampung, Maret 2015 Penulis


(24)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan yang sangat pesat dalam bidang rekayasa elektronika baik secara perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software) telah memberi andil besar untuk pengembangan penelitian ilmiah di bidang lain. Salah satunya ialah pengembangan penelitian mengenai bioteknologi dan rekayasa biologi (bio-engineering).

Escherichia coli merupakan bakteri yang mudah ditemukan dalam keseharian kita. Seperti layaknya mikroorganisme lainnya, tumbuh kembang bakteri Escherichia coli tidak terlepas dari faktor lingkungan di sekitarnya (seperti suhu, radiasi gelombang elektromagnetik, tekanan, kadar pH, dan sebagainya) baik secara langsung maupun tidak langsung. Salah satu yang menarik ialah penelitian mengenai efek gelombang bunyi terhadap pertumbuhan (viabilitas) bakteri.

Penelitian tentang pengaruh gelombang bunyi terhadap pertumbuhan bakteri telah banyak dilakukan dalam jangkah (range) ultrasonik.


(25)

Penelitian yang pernah dilakukan pada susu segar membuktikan bahwa terjadi reduksi pertumbuhan mikroba pada sampel susu yang diberi perlakuan ultrasonikasi dibandingkan dengan sampel kontrol.[1][2] Namun, untuk jangkah audiosonik (20 Hz sampai 20 kHz) masih jarang dilakukan. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan di Universitas Indonesia (UI), bunyi audiosonik yang dihasilkan menggunakan suatu divais yang disebut sonikator dengan metode kontak langsung antara sumber bunyi (sonicator probe) dengan media cair yang berisi suspensi bakteri. Hasilnya ialah terjadi penurunan viabilitas dari Escherichia coli pada frekuensi bunyi 7 kHz.[3]

Perlakuan dengan menggunakan sonikator (metode kontak langsung) dirasa kurang memuaskan jika tidak dilengkapi dengan metode tak kontak langsung. Mengingat bunyi di lingkungan bebas (keadaan non-lab) yang mungkin memengaruhi viabilitas bakteri banyak terjadi secara tak kontak langsung. Penelitian semacam ini pernah dilakukan di Universitas Malaysia Sabah (UMS) yang dirilis jurnalnya pada Maret 2009. Hasil yang didapat ialah terjadi kenaikan pertumbuhan koloni E. coli pada frekuensi bunyi 5 kHz.[4]

Kedua metode yang berbeda ini kemudian diadaptasi dan dimodifikasi pada beberapa parameternya. Dalam bidang rekayasa (engineering) diwujudkan perangkat-perangkat pembangkit frekuensi maupun pengolahan sinyal. Karena itu penelitian ini dilakukan.


(26)

3

1.2. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah membuat ulang (remake) bilik akustik (acoustic chamber) seperti yang pernah dipakai pada penelitian terdahulu di Universitas Malaysia Sabah (UMS). Dengan penambahan software dan

hardware penunjang yang dapat lebih memudahkan pengoperasian sinyal dan penghitungan daya bunyinya.

1.3. Manfaat Penelitian

Manfaat yang didapat dari penelitian ini adalah :

1. Sebagai kontribusi di bidang ilmiah mengenai hubungan antara pajanan gelombang mekanik dengan jangkah frekuensi audiosonik terhadap mikroorganisme.

2. Sebagai sumber acuan baru dan bahan pertimbangan ilmiah baik dari bidang fisika, biologi, maupun medis apabila ingin melakukan penelitian serupa.

3. Sebagai pilot project penelitian mengenai pengaruh bunyi audiosonik terhadap organisme hidup di lingkungan Universitas Lampung.

4. Memotivasi mahasiswa maupun peneliti lain yang mempunyai dasar keilmuan di bidang rekayasa (engineering) untuk melakukan penelitian sejenis.


(27)

1.4. Rumusan Masalah

Perumusan masalah dari penelitian ini adalah :

1. Bagaimana memodifikasi bentuk gelombang bunyi menggunakan

software.

2. Bagaimana membangkitkan gelombang bunyi dengan piranti elektronika.

3. Bagaimana cara memberikan pajanan gelombang bunyi ke sampel mikroorganisme.

4. Bagaimana mengetahui adanya perubahan yang berarti pada viabilitas mikroorganisme sebagai bukti langsung adanya pengaruh frekuensi bunyi audiosonik pada mikroorganisme.

1.5. Batasan Masalah

Batasan masalah dari penelitian ini adalah :

1. Spektrum gelombang bunyi yang digunakan ialah pada jangkah (range) audiosonik, yaitu dari 1 kHz sampai 10 kHz.

2. Besar amplitudo bunyi yang dibangkitkan berada pada skala datar (flat-scale) untuk semua spektrum (1 kHz sampai 10 kHz).

3. Mikroorganisme yang digunakan ialah Escherichia coli.

4. Parameter ukur yang dipakai ialah nilai frekuensi (Hz), intensitas (dB), lamanya pancaran (durasi), serta jumlah sel mikroorganisme (sel/ml). 5. Hanya menggunakan gelombang sinus.


(28)

5

1.6. Riwayat Penelitian

Berikut ini ialah riwayat penelitian serupa yang pernah dilaksanakan di beberapa universitas yang dapat dijadikan acuan dalam penelitian ini :

Tabel 1.1 Riwayat Penelitian

No. Nama - NPM Tahun Judul Perguruan

Tinggi 1. Hutria Indah Sari -

0015031007

2006 Perancangan Dan Realisasi Alat Reduksi Total Mikroba Dalam Susu Segar Menggunakan Gelombang Ultrasonik Berbasis Mikrokontroller ATMEL 89C52

Universitas Lampung

2. Naldo Sofian - 0806451473

2011 Efek Frekuensi Suara Dalam Rentang Audiosonik Secara Berseling Terhadap Viabilitas

Escherichia coli.

Universitas Indonesia

3. Angela Marcellina - 0806451284

2011 Pengaruh Durasi Frekuensi Suara Dalam Rentang Audiosonik Secara Berseling Terhadap Viabilitas Escherichia coli.

Universitas Indonesia

4. Joanna Cho Lee Ying; Jedol Dayou; Chong Kim Phin.

2009 Experimental Invetigation on The Effects of Audible Sounds to The Growth of Escherichia coli.

Universitas Malaysia

Sabah

1.7. Hipotesis

Pemberian pajanan frekuensi bunyi pada jangkah audiosonik yang diadaptasi dan dimodifikasi dari metode pada penelitian di Universitas Malaysia Sabah (UMS) diduga dapat memudahkan peneliti dalam pengoperasian dan melakukan perhitungan daya bunyi yang dipancarkan pada sampel mikroba.


(29)

1.8 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Berisikan tentang latar belakang, tujuan, manfaat penelitian, rumusan masalah, batasan masalah, riwayat penelitian, hipotesis, dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Berisikan tentang literatur mengenai fenomena bunyi dari sudut pandang fisika, penguat daya audio, bakteri Escherichia coli, faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan Escherichia coli, dan rangkuman dari beberapa penelitian terdahulu yang sejenis.

BAB III METODE PENELITIAN

Berisikan tentang prosedur penggunaan perangkat lunak (software) yang dipakai saat penelitian, perancangan sistem elektronik, perancangan bilik akustik, prosedur sterilisasi, pembuatan biakan murni Escherichia coli, prosedur sonikasi, cara penghitungan koloni bakteri, dan peremajaan kembali sampel bakteri Escherichia coli.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Berisikan tentang data pengujian catu daya, data pengujian tanggapan penguat daya audio terhadap bentuk-bentuk sinyal, data hasil sonikasi, dan hasil perbandingan data penelitian ini dengan penelitian terdahulu.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Berisikan tentang kesimpulan dari hasil pembahasan data dan saran tentang penelitian ini agar lebih baik lagi untuk penelitian selanjutnya.


(30)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Osilasi

Osilasi terjadi bila sebuah sistem diganggu dari posisi kesetimbangan stabilnya. Karakteristik gerak osilasi yang paling dikenal adalah gerak tersebut bersifat periodik, yaitu berulang-ulang. Banyak contoh osilasi yang mudah dikenali, misalnya perahu kecil yang berayun turun-naik, bandul jam ataupun pendulum sederhana yang berayun ke kiri dan ke kanan, serta senar alat musik yang bergetar.


(31)

Contoh lain yang kurang akrab dengan kita adalah osilasi molekul udara dalam gelombang bunyi dan osilasi arus listrik pada perangkat radio dan televisi.

Gerak gelombang berhubungan erat dengan gerak osilasi. Sebagai contoh, gelombang bunyi dihasilkan oleh getaran (seperti senar biola), getaran buluh obo (sejenis suling), getaran selaput gendang (drum), atau getaran pita suara kita ketika sedang berbicara. Pada masing-masing contoh itu, sistem yang bergetar menghasilkan osilasi pada molekul udara di sekitarnya, dan osilasi ini menjalar melalui udara (atau medium lain, seperti air atau zat padat).[1]

2.2 Gelombang

Gerak gelombang dapat dipandang sebagai perpindahan energi dan momentum dari satu titik di dalam ruang ke titik lain tanpa perpindahan materi. Pada gelombang mekanik, seperti gelombang pada tali ataupun gelombang bunyi di udara, energi dan momentum dipindahkan melalui gangguan dalam medium. Tali biola dipetik atau digesek, dan gangguan terhadap tali dijalarkan sepanjang tali. Pada saat yang bersamaan, tali yang bergetar menghasilkan sedikit perubahan pada tekanan udara di sekitarnya, dan perubahan tekanan ini dijalarkan sebagai gelombang bunyi melalui udara. Pada kedua peristiwa di atas, gangguan dijalarkan karena sifat-sifat elastik medium. Di lain pihak, pada gelombang elektromagnetik (seperti


(32)

9

cahaya, radio, televisi, atau sinar-X) energi dan momentum dibawa oleh medan listrik dan medan magnet yang dapat menjalar melalui vakum (ruang hampa).[2]

2.2.1 Tipe-tipe Gelombang

Gelombang-gelombang dapat dikelompokkan ke dalam tiga golongan tipe utama :

1. Gelombang mekanik; ini adalah gelombang-gelombang yang paling kita kenal karena kita hampir selalu menjumpainya; contoh-contoh yang paling umum adalah gelombang (riak) air, gelombang bunyi, gelombang suara, dan gelombang (getaran) seismik. Semua gelombang tipe ini memiliki dua fitur terpenting : Gelombang-gelombang itu diatur oleh hukum-hukum Newton, dan hanya dapat ada di dalam sebuah medium bahan, seperti air, udara, dan batu.

2. Gelombang elektromagnetik; gelombang-gelombang ini kurang begitu akrab di telinga kita, namun sebenarnya kita selalu menggunakannya. Contoh-contoh yang paling umum adalah cahaya tampak dan ultraviolet, gelombang radio dan televisi, gelombang-gelombang mikro (microwave), sinar-X, dan gelombang-gelombang radar. Gelombang-gelombang semacam ini tidak membutuhkan medium bahan untuk dapat ada. Misalnya, gelombang cahaya yang datang dari bintang-bintang merambat melalui ruang angkasa yang hampa untuk dapat


(33)

mencapai kita. Semua gelombang elektromagnetik merambat di dalam ruang hampa dengan kecepatan yang sama, yaitu c = 299 792 458 m/s . 3. Gelombang materi; walaupun gelombang-gelombang ini biasa

digunakan bersama teknologi modern, kita sangat jarang mengenalnya. Gelombang-gelombang ini dikaitkan dengan elektron, proton, dan partikel-partikel dasar lainnya, dan bahkan dengan atom dan molekul. Karena kita biasanya menganggap partikel-partikel semacam itu merupakan materi pembentuk, maka gelombang-gelombang ini disebut gelombang materi.[3]

2.2.2 Bentuk Gelombang

Salah satu cara mempelajari gelombang adalah dengan memantau bentuk gelombang (bangun dari sebuah gelombang) ketika sedang merambat. Bentuk gelombang dibagi menjadi dua, yaitu :

1. Gelombang transversal; sebagai contohnya kita dapat memantau pergerakan sebuah elemen dawai ketika elemen tersebut berosilasi (bergetar) naik dan turun sewaktu dilewati gelombang. Kita dapat mengetahui bahwa perpindahan dari setiap elemen dawai yang sedang berosilasi seperti itu adalah tegak-lurus terhadap arah perambatan gelombang. Pergerakan semacam ini disebut pergerakan transversal (transverse), dan gelombangnya disebut sebagai gelombang transversal (transverse wave).[4]


(34)

11

Gambar 2.2. Ilustrasi gelombang transversal pada seutas tali. (a) Sebuah pulsa tunggal dikirimkan merambat pada seutas dawai yang teregang. (b) Sebuah gelombang sinusoidal dikirimkan merambat pada seutas dawai.

2. Gelombang longitudinal; sebagai contohnya ialah bagaimana suatu gelombang bunyi dapat dihasilkan oleh suatu piston yang terbuat dari pipa panjang yang berisi udara. Jika kita menggerakan piston ke kanan kemudian ke kiri, berarti kita sedang mengirim suatu pulsa bunyi sepanjang pipa. Gerak ke kanan piston memindahkan elemen udara ke arah sebelah kanannya, mengubah tekanan udara di daerah tersebut. Perubahan tekanan udara kemudian mendorong elemen udara ke arah kanan sejauh jarak tertentu di dalam pipa. Menggerakan piston ke arah kiri mengurangi tekanan udara di daerah tersebut. Sebagai hasilnya, mula-mula elemen terdekat piston dan kemudian elemen lebih jauh bergerak ke arah kiri. Akibatnya, gerak udara dan perubahan tekanan udara menjalar ke kanan sepanjang pipa sebagai pulsa. Jika kita menekan dan menarik piston dengan gerak harmonik sederhana, maka sebuah gelombang sinusoidal merambat sepanjang pipa. Karena gerak dari elemen udara adalah sejajar dengan arah rambat gelombang, gerak


(35)

tersebut dinamakan longitudinal, dan gelombangnya disebut gelombang longitudinal.[5]

Gambar 2.3. Ilustrasi gelombang longitudinal.

2.3 Bunyi

Gelombang bunyi merupakan gelombang longitudinal yang terjadi karena perapatan (compression) dan perenggangan (rarefaction) dalam medium gas, cair, atau padat. Gelombang itu dihasilkan ketika sebuah benda, seperti garpu tala, senar biola, drum, ataupun simbal yang digetarkan dan menyebabkan gangguan kerapatan medium. Gangguan dijalarkan di dalam medium melalui interaksi molekul-molekulnya. Getaran molekul tersebut berlangsung sepanjang arah penjalaran gelombang. Seperti dalam kasus gelombang pada tali (gelombang transversal), pada gelombang longitudinal juga hanya gangguan yang dijalarkan; sementara molekul-molekul itu sendiri hanya bergetar ke belakang dan ke depan di sekitar posisi kesetimbangan.[6]


(36)

13

Gambar 2.4. Sebuah ilustrasi bagaimana bunyi dapat terdengar telinga kita

2.3.1 Laju Bunyi

Laju dari sembarang gelombang mekanik (transversal dan longitudinal), bergantung pada sifat-sifat inersial medium (yang menyimpan energi kinetik) dan sifat-sifat elastik medium (yang menyimpan energi potensial) yang diformulasikan secara matematis :

dimana (untuk gelombang transversal) τ adalah tegangan dalam dawai dan adalah kerapatan linear dawai. Jika medium adalah udara dan gelombang adalah longitudinal, kita dapat menebak bahwa sifat inersial, berkaitan dengan , adalah kerapatan volume ρ udara.[7]

Ketika gelombang melewati udara, energi potensial berkaitan dengan perapatan (compression) dan perenggangan (rarefaction) volume elemen molekul-molekul udara. Sifat-sifat yang menentukan kelanjutan dimana


(37)

suatu elemen medium berubah volumenya ketika tekanan (gaya per satuan luas) pada elemen tersebut berubah disebut modulus Bulk (B) dengan satuan Pascal (Pa).[8]

Di sini ΔV/V adalah perubahan fraksi dalam volume yang dihasilkan oleh

perubahan Δp. Satuan SI untuk tekanan adalah N/m2, yang diberi nama khusus, Pascal (Pa). Dari persamaan 2-2 dapat kita lihat bahwa satuan untuk modulus Bulk (B) juga Pascal (Pa). Tanda Δp dan ΔV selalu berlawanan. Ketika kita meningkatkan tekanan pada elemen (Δp positif), volumenya menurun (ΔV negatif). Kita menyertakan tanda negatif dalam persamaan 2-2 sehingga B selalu bilangan positif. Sekarang gantikan B

untuk τ dan ρ untuk dalam persamaan 2-1, maka menghasilkan :[9]

dimana : v = kecepatan atau laju bunyi di udara (m/s)

B = modulus Bulk (Pa) ρ = densitas (kg/m3)

Laju bunyi ialah berbeda untuk materi yang berbeda. Pada udara dengan suhu 0°C dan tekanan 1 atm, bunyi merambat dengan laju 331 ⁄. Pada


(38)

15

zat cair dan padat, yang jauh lebih tidak bisa ditekan dan berarti memiliki modulus elastis yang jauh lebih besar, lajunya lebih besar lagi. Berikut ini adalah laju bunyi pada berbagai macam medium :[10]

Tabel 2.1. Laju bunyi berbagai medium, pada suhu 20°C dan tekanan 1 atm.

Medium Laju ⁄

Udara 343

Udara (0°C) 331

Helium 1005

Hidrogen 1300

Air 1440

Air laut 1560

Besi dan baja ≈ 5000

Kaca ≈ 4500

Aluminium ≈ 5100

2.3.2 Spektrum Bunyi

Frekuensi audio (audio frequency) merujuk sebagai getaran periodik yang frekuensinya dapat didengar oleh rata-rata manusia.[11]

Frekuensi-frekuensi yang dapat didengar oleh manusia disebut audio atau sonik. Jangkah frekuensi yang umumnya dapat didengar berkisar dari 20 Hz sampai 20.000 Hz.[12] Frekuensi-frekuensi di atas audio disebut


(39)

ultrasonik (ultrasonic), sedangkan frekuensi-frekuensi di bawah audio disebut infrasonik (infrasonic). Beberapa jenis kelelawar menggunakan ultrasonik untuk echo lokasi (echolocation) saat sedang terbang. Anjing dapat mendengar frekuensi-frekuensi ultrasonik, dimana hal ini digunakan sebagai prinsip pembuatan alat peluit anjing senyap. Paus baleen, jerapah, lumba-lumba dan gajah menggunakan frekuensi-frekuensi infrasonik untuk berkomunikasi.[13]

Gambar 2.5. Spektrum bunyi

Penting untuk diingat bahwa kata “bunyi” (sound) mengacu kepada sebuah fenomena perambatan gelombang pada sebuah medium, sedangkan kata “suara” (voice) mengacu kepada bunyi yang dihasilkan dari organ tubuh manusia, yaitu membran getar pada organ-organ bicara manusia. Kata “audio”, “sonik", “audiosonik”, dan “akustik” secara umum diartikan sebagai jangkah frekuensi (frequency range) dari spektrum bunyi yang dapat dideteksi / didengar oleh manusia[14], walaupun sebenarnya kata “akustik” (acoustic) sendiri merupakan suatu inter-disiplin ilmu yang mempelajari bunyi.[15]


(40)

17

2.3.3 Karakteristik Bunyi

Bunyi dapat dibagi menjadi tiga karakteristik, yaitu pitch yang berkaitan erat dengan frekuensi, kebesaran atau kebisingan bunyi (loudness) yang berkaitan erat dengan amplitudo dan intensitas bunyi, serta kualitas bunyi (timbre / tone) yang berkaitan erat dengan harmonisa.

2.3.3.1 Pitch dan Frekuensi

Pitch berhubungan dengan sensasi perubahan frekuensi pada bunyi oleh si pendengar (manusia). Pitch sangat dekat hubungannya dengan frekuensi, tetapi keduanya sebenarnya berbeda. Frekuensi ialah sebuah objek, suatu konsep ilmiah, sedangkan pitch subjektif. Pitch hanya sebuah persepsi subjektif si pendengar (manusia) yang menyatakan suatu bunyi itu tinggi atau rendah. Makin tinggi frekuensi (dalam besaran fisika), maka manusia akan menyatakan bahwa pitch dari bunyi tersebut makin tinggi, terkadang juga dinyatakan bahwa bunyi itu semakin melengking. Gelombang bunyi sendiri tidak mempunyai pitch.[16]


(41)

Gambar 2.6. (a) Frekuensi tunggal ditampilkan dalam bentuk gelombang . (b) Frekuensi tunggal ditampilkan dalam analisis Fourier, terlihat bahwa hanya satu batang (bar) yang muncul.

Istilah pitch hanya dipakai bila gelombang bunyi yang didengar hanya terdiri dari satu buah frekuensi tunggal. Jika istilah pitch dipakai dalam sebuah sumber bunyi dengan frekuensi tidak tunggal (seperti alat musik dan suara manusia), maka istilah pitch mengacu pada perubahan frekuensi dasarnya (frekuensi fundamental).


(42)

19

Gambar 2.7. (a) Gelombang gigi gergaji (sawtooth). (b) Gelombang-gelombang harmonik penyusun gelombang gigi gergaji. (c) Gelombang gigi gergaji ditampilkan dalam analisis Fourier, terlihat bahwa sebenarnya gelombang gigi gergaji tersusun dari enam buah frekuensi tunggal yang harmonik. Untuk gelombang gigi gergaji, frekuensi dasar (fundamental, f) terlihat mempunyai amplitudo paling besar.

Frekuensi (f) gelombang bunyi menyatakan berapa banyaknya osilasi yang terjadi selama waktu tertentu, biasanya dalam satu detik. Frekuensi diekspresikan dalam banyaknya siklus per detik dengan satuan ukur dalam

Hertz (Hz). Lima Hz diartikan sebagai osilasi lima siklus penuh (sempurna) per-detik.[17]


(43)

Kebalikan dari frekuensi, yaitu periode (T). Periode suatu gelombang diartikan sebagai berapa lamanya waktu yang dibutuhkan untuk melakukan sebuah osilasi sempurna.

dimana f ialah frekuensi dalam Hz dan T ialah periode dalam detik.[18]

Gambar 2.8. Bagaimana sebuah osilasi dari molekul-molekul udara direpresentasikan sebagai gelombang sinus. Terlihat bahwa molekul-molekul udara tersebut mengalami kompresi (compression, C) dan perenggangan (rarefaction, R) secara periodik.

Dari gambar sebelumnya, dapat kita ketahui bahwa periode (T) ialah lamanya waktu yang dibutuhkan oleh molekul-molekul udara dari keadaan terkompres, terenggang, dan terkompres kembali (C-R-C) ataupun sebaliknya (R-C-R). Untuk frekuensi (f) ialah berapa banyaknya satu siklus sempurna (C-R-C maupun R-C-R) dalam satu detik.


(44)

21

Panjang gelombang ( ) ialah jarak dari titik manapun (lihat representasi gelombang sinus pada gambar 2.8) pada sebuah gelombang yang berhubungan langsung secara sejajar.[19] Terdapat hubungan matematis sederhana antara panjang gelombang ( ), periode (T), dan frekuensi (f), yaitu kecepatan atau laju (v). Karena kecepatan ialah jarak dibagi oleh waktu, maka dapat kita turunkan suatu persamaan :

atau dengan mengganti T dengan f, maka didapat :

dimana : v = kecepatan atau laju gelombang (m/s)

= panjang gelombang (m) T = periode gelombang (s) f = frekuensi gelombang (Hz)

Jika kita perhatikan, laju atau kecepatan (v) gelombang bunyi dapat kita turunkan secara matematis dengan dua cara, yaitu :

1. Dengan menggunakan persamaan (2-3), yaitu √ , jika modulus


(45)

2. Dengan menggunakan persamaan (2-6), yaitu , jika panjang gelombang ( ) dan frekuensi gelombang (f) diketahui.

Perubahan pitch paling mudah dikenali pada gelombang sinus murni yang diubah-ubah nilai frekuensinya yang dihasilkan dari sebuah garpu tala, ataupun sebuah function generator.

2.3.3.2 Loudness dan Amplitudo

Loudness berhubungan dengan sensasi perubahan amplitudo pada bunyi oleh si pendengar (manusia). Loudness sangat dekat hubungannya dengan intensitas bunyi (I), tetapi keduanya sebenarnya berbeda. Intensitas ialah sebuah objek, suatu konsep ilmiah, sedangkan loudness subjektif.[20]

Loudness hanya sebuah persepsi subjektif si pendengar (manusia) yang menyatakan suatu bunyi itu besar atau kecil. Makin besar intensitas (dalam besaran fisika), maka manusia akan menyatakan bahwa loudness dari bunyi tersebut makin besar, terkadang juga dinyatakan bahwa bunyi itu semakin bising.

Berdasarkan teori gelombang, amplitudo (ym) dari suatu gelombang adalah besar dari perpindahan maksimum elemen-elemen dari posisi kesetimbangannya ketika gelombang melewati posisi tersebut. Pada ym , Subskrip m menandakan maksimum. Karena ym adalah magnitudo, maka ym


(46)

23

(v) gelombang[22], yang berarti juga tidak mempengaruhi frekuensi (f) dan panjang gelombang ( ).

Gambar 2.9. Bagaimana sebuah osilasi dari molekul-molekul udara direpresentasikan sebagai gelombang sinus. Dengan frekuensi yang sama, terlihat apabila amplitudo (ym) makin besar, maka makin banyak elemen-elemen udara yang berosilasi.

Seperti yang telah kita ketahui sebelumnya bahwa loudness merupakan penilaian subjektif per-orang terhadap besar dan kecilnya suatu bunyi, maka diperlukan penilaian objektif (konsep ilmiah) untuk mengetahui nilai tertentu dari besar dan kecilnya suatu bunyi. Penilaian objektif ini disebut intensitas (I).

Intensitas (I) suatu gelombang bunyi pada suatu permukaan adalah laju perpindahan energi rata-rata per satuan luas.[23] Kita dapat menuliskannya dengan :


(47)

dimana : I = intensitas bunyi (Watt/m2)

P = laju perpindahan energi atau daya (Watt) A = luas permukaan interupsi bunyi (m2)

Pada kenyataannya, suatu sumber bunyi adalah suatu sumber titik yang memancarkan bunyi secara isotropis, yaitu dengan intensitas yang sama ke semua arah.[24] Kita dapat mengilustrasikan hal ini dengan membayangkan sebuah bangun ruang tiga dimensi berbentuk bola dengan titik tengah bola itu sebagai sumber bunyinya seperti gambar berikut ini.


(48)

25

Setelah kita mengetahui bahwa sebenarnya sumber bunyi mendistribusikan energi ke segala arah berbentuk bola, maka area atau luas permukaan (A) pada persamaan (2-7) dapat kita ganti dengan 4πr2, sehingga menjadi :

Dari persamaan (2-8) ini, terlihat bahwa intensitas (I) berbanding terbalik dengan kuadrat jarak (r2). Hal ini menjelaskan, mengapa jika kita semakin jauh dari sumber bunyi maka sensasi bunyi yang kita rasakan semakin mengecil. Itu adalah akibat dari kita memperbesar jarak (r2) dari sumber bunyi yang mengakibatkan intensitas (I) yang kita alami menjadi berkurang. Batas terkecil intensitas yang bisa terdeteksi oleh telinga manusia (Threshold of Hearing, TOH) berkisar pada 10-12Watt/m2.[25]

Telinga manusia tergolong unik, walaupun nilai intensitas naik secara linear, tetapi sensasi bunyi yang dirasakan oleh manusia (manusia menyatakan adanya perubahan loudness) ternyata secara logaritmik. Maka dibuatlah suatu skala logaritmik yang disebut level bunyi[26] atau tingkat intensitas.[27] Tingkat intensitas bunyi (Sound Intensity Level, SIL) disimbolkan dengan β dan diukur dalam decibel (dB).[28]


(49)

dimana : β = tingkat intensitas bunyi, SIL (dB) I = intensitas bunyi (Watt/m2)

I0 = intensitas acuan ambang batas minimum manusia (TOH),

yaitu 10-12Watt/m2

Berikut ini ialah tabel intensitas bunyi dan level intensitas bunyi intensitas dari beberapa kegiatan sehari-hari di sekitar kita dengan menggunakan acuan intensitas TOH sebesar 10-12Watt/m2 :[29]

Tabel 2.2. Intensitas dan level intensitas di sekitar kita.

Sumber I

(Watt/m2)

β

(dB) Keterangan

TOH 10-12 0 Ambang pendengaran

Bernafas normal 10-11 10 Hampir tidak terdengar

Daun berdesir 10-10 20

Bisikan lembut 10-9 30 Sangat tenang

Perpustakaan 10-8 40

Kantor tenang 10-7 50 Tenang

Percakapan biasa (jarak 1 meter)

10-6 60

Lalulintas ramai 10-5 70

Kantor bising 10-4 80

Truk berat (jarak 15 meter)

10-3 90

Pemaparan konstan merusak pendengaran


(50)

27

Kebisingan konstruksi

10-1 110

Konser musik rock (jarak 2 meter)

1 120 Ambang rasa sakit

Senapan mesin 101 130

Mesin jet (jarak dekat)

102 140

2.3.3.3 Timbre dan Harmonisa

Ketika dua buah alat musik obo dan biola memainkan nada yang sama, katakanlah nada A secara bersamaan, maka kedua bunyinya sungguh berbeda. Kita masih bisa membedakan bahwa di situ ada dua alat musik yang berbeda sedang dimainkan secara bersamaan. Kedua alat musik yang sedang dimainkan itu berbunyi pada frekuensi dasar yang sama. Namun, kedua bunyi itu berbeda dalam hal yang disebut timbre atau kualitas bunyi.[30] Timbre, yang terkadang juga disebut warna bunyi, bergantung pada banyaknya frekuensi harmonik ataupun overtone yang terjadi.[31]

Overtone ialah frekuensi-frekuensi di atas (yang lebih tinggi frekuensinya) di atas frekuensi dasar atau fundamental. Sedangkan harmonik ialah

overtone - overtone yang terjadi dalam kelipatan bulat.[32] Sebagai contoh pada nada A standar musik (440 Hz). Frekuensi 440 Hz ini kita sebut


(51)

sebagai frekuensi fundamental (f1). Kelipatan-kelipatan yang mungkin

terjadi ialah 2f1 (880 Hz), 3f1 (1320 Hz), 4f1 (1760 Hz), 5f1 (2200 Hz), dan

seterusnya. Frekuensi dasar (440 Hz) sendiri kita sebut sebagai harmonik pertama (f1) dan f2, f3, f4, f5 disebut harmonik ke-2, ke-3, ke-3, ke-4, dan

ke-5. Namun, f2, f3, f4, f5 kita sebut sebagai overtone-overtone dari f1.

Gambar 2.11. (a) Komposit bentuk gelombang gabungan dari lima buah gelombang sinus yang harmonik. (b) Analisis harmonik dari komposit gelombang tersebut.

Dari gambar 2.11 ini dapat kita ketahui bahwa kombinasi dari beberapa gelombang sinus yang frekuensi-frekuensinya berbeda dapat menghasilkan suatu bentuk gelombang baru. Seperti itulah yang terjadi pada alat musik. Selain menghasilkan nada dasar (frekuensi fundamental), alat-alat musik juga menghasilkan frekuensi-frekuensi dengan besar frekuensi di atas frekuensi fundamentalnya (overtone) dimana overtone-overtone ini merupakan kelipatan-kelipatan dari frekuensi fundamental


(52)

(harmonik-29

harmonik). Dari sinilah konsep timbre atau warna bunyi itu muncul. Berikut ini adalah beberapa contoh bunyi dari alat musik yang dimainkan pada nada dasar yang sama, ditampilkan dalam analisis harmonik (terkadang disebut juga analisis Fourier).[33]

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 2.12. Spektrum bunyi alat musik. (a) Xylophone. (b) Gitar. (c) Trompet. (d)


(53)

2.4 Penguat Daya Audio (AudioPower Amplifier)

Sebuah penguat daya audio merupakan suatu rangkaian elektronika yang berfungsi menguatkan daya sinyal-sinyal daya rendah (biasanya dalam miliwatt ataupun microwatt) dalam jangkah frekuensi audiosonik (20 Hz sampai 20 kHz) menjadi taraf daya yang dapat mengemudikan

loudspeaker ataupun transduser bunyi lainnya. Daya yang dikuatkan dapat mencapai puluhan, ratusan, maupun ribuan watt. Seperangkat power amplifier beserta loudspeaker di masyarakat luas dikenal sebagai sistem tata bunyi (sound system).

Gambar 2.13. Seperangkat sound system.

2.4.1 Penguat Daya Kelas AB

Pada praktik perancangan penguat daya lazimnya ditemui tiga jenis metode perancangan, yaitu : kelas A, B, dan AB. Walaupun sebenarnya masih ada beberapa jenis lain, seperti : kelas C, D, E, F, G, H, dan T. Masing-masing memiliki keunggulan dan kelemahan.


(54)

31

Penguat daya kelas AB merupakan kombinasi dari penguat daya kelas A dan B. Pada penguat daya kelas A, bentuk sinyal luaran ialah linear terhadap sinyal masukan dan tidak ada cacat. Namun, saat kondisi stasioner (tidak ada sinyal masukan) penguat kelas ini tetap mengkonsumsi daya pada transistor penguat akhir sehingga daya luaran menjadi tidak efisien.

Gambar 2.14. Penguat daya kelas A dan bentuk sinyalnya.

Penguat daya kelas B ialah yang paling efisien diantara ketiganya dalam hal daya luaran. Menggunakan metode push-pull pada transistor penguat akhir, yakni pasangan transistor PNP dan NPN bekerja secara bergantian mengikuti fasa sinyal masukan. Transistor NPN hanya bekerja pada setengah siklus fasa positif (0° sampai 180°) dan transistor PNP hanya bekerja setengah siklus fasa negatif (180° sampai 360°). Kekurangan penguat daya kelas B ialah terjadi cacat sinyal luaran berupa distorsi cross-over (cross-over distortion).


(55)

Gambar 2.15. Penguat daya kelas B

Gambar 2.16. Distorsi cross-over.

Kombinasi antara metode kelas A dan B menghasilkan penguat daya kelas AB. Disebut penguat daya kelas AB karena memang penguat daya jenis ini bekerja diantara kedua kelas tersebut, yaitu mendapatkan daya luaran yang efisien serta meminimalkan distorsi cross-over. Jika pada kelas B pasangan transistor bekerja hanya tepat pada 180° (baik fasa positif maupun negatif), maka pada kelas AB sedikit dibuat melebihi 180°. Hal ini umumnya dilakukan dengan penambahan dua buah dioda pembias yang sangat identik. Hasilnya ialah distorsi cross-over makin mengecil.


(56)

33

Gambar 2.17. Penguat daya kelas AB.

2.5 Compression Driver

Compression driver ialah sejenis loudspeaker yang dirancang khusus bekerja secara efisien pada jangkah frekuensi audio midrange (300 Hz sampai 5 kHz) dan treble (6 kHz sampai 20 kHz). Pada penggunaannya,

compression driver dilengkapi dengan corong bunyi (horn) untuk lebih meningkatkan efisiensi daya bunyi dan arah bunyi.


(57)

2.6 Escherichia coli (E.coli)

Bakteri ini merupakan salah satu flora normal pada tubuh manusia. E.coli

terutama dapat ditemukan di saluran pencernaan pada manusia. Pada keadaan normal, flora normal di dalam tubuh tidak membahayakan bagi manusia. Tetapi pada keadaan tertentu dapat menjadi patogen oportunistik.

E. coli pertama kali ditemukan oleh Theodor Escherich pada tahun 1885.

E. Coli ialah penyebab penyakit gastroenteritis. Sebagian serotipe E. coli

hanya terdapat selama beberapa hari pada kolon.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 2.19. (a) Koloni bakteri E. coli dilihat menggunakan SEM (x14.000).[158] (b)

Sebuah sel E.coli (SEM, x20.000), terlihat fimbria.[159] (c) dan (d) E. coli dilihat


(58)

35

2.6.1 Morfologi E. coli.

Kata morfologi berarti ilmu mengenai bentuk dan struktur. Karena itu studi tentang bakteri E. coli dapat dimulai dengan mengetahui bentuk dan strukturnya. Bakteri E. coli dilihat dari bentuknya termasuk ke dalam bentuk basil (bacillus), yaitu bakteri yang berbentuk silinder atau batang.

Struktur bakteri E. coli ialah yang paling umum dipelajari karena mewakili struktur sel prokariot pada umumnya. Struktur sel bakteri dapat dibagi menjadi tiga bagian utama dan sebuah struktur khusus (hanya ditemui pada bakteri tertentu), yaitu : organ tambahan (appendage) yang meliputi flagela dan pilus; lapisan permukaan (cell envelope) yang meliputi kapsul, dinding sel dan membran plasma; sitoplasma (cytoplasm) yang meliputi cairan sel atau kolam sel, ribosom, inklusi, kromosom yang terdapat pada nukleus.[57] Berikut ini ialah bagan sebuah sel prokariot :


(59)

Bakteri E. coli memiliki kemampuan untuk bergerak (motilitas). Hal ini karena pada E. coli terdapat organ tambahan (appendage) berupa flagela peritrikh, yaitu flagela yang terdapat di seluruh tubuhnya.

Dinding sel bakteri E. coli berdasarkan metode pewarnaan Gram (staining

Gram) ialah tergolong bakteri Gram-negatif. Dinding sel memberikan bentuk dan kekuatan pada sel prokariot.[65] Dinding sel adalah komponen struktural yang kaku dan kuat yang dapat menahan tekanan osmosis yang tinggi yang disebabkan oleh kadar kimia tinggi ion anorganik dalam sel. Tanpa dinding sel, dalam kondisi lingkungan yang normal bakteri akan menyerap air dan pecah. Kekakuan dan kekuatan dinding sel ini terbentuk dari molekul-molekul peptidoglikan atau murein.[66]

Membran sel[67] atau membran sitoplasma[68][69] yang rapuh yang terletak tepat di dalam dinding sel yang kaku.[70] Struktur ini terdiri dari fosfolipida (20-30%) dan protein (60-70%). Fosfolipida merupakan struktur dasar dari membran ini.[71] Fosfolida (yang mengandung gliserol, asam lemak dan fosfat) merupakan lapisan ganda dengan protein yang terpadu di dalamnya.[72] Protein ini sangat erat ikatannya sehingga haya terlepas bila diberi perlakuan dengan deterjen atau dirusakkan.[73] Membran sitoplasma merupakan 8-10% dari bobot sel kering.[74]


(60)

37

Gambar 2.21. Lapisan-lapisan permukaan sel yang meliputi kapsul, dinding sel, dan membran plasma.

Sitoplasma, yaitu cairan sel (yang mengandung konstituen sitoplasma yang dapat larut).[75] Komponen mayoritas pembentuk sitoplasma berupa air (70-80%), yang berperan seperti kolam sel, sebuah campuran kompleks dari berbagai nutrisi termasuk gula, asam amino, dan garam.[76] Pada sitoplasma ini terdapat nukleus (pada bakteri tidak dikelilingi oleh pembungkus nukleus). Terdapat pula ribosom, yaitu tubuh lonjong kecil di dalam sitoplasma yang terdiri atas protein dan RNA. Kemudian terdapat pula mesosom, berupa lekukan membran sitoplasma yang tidak beraturan dan relatif besar. Di samping material nukleus, sitoplasma bakteri mungkin mengandung inklusi sel, yaitu kepingan-kepingan kecil yang umumnya tersusun dari polimer polimetafosfat yang berbobot molekul tinggi.[77]


(61)

Gambar 2.22. Struktur sel bakteri[79]

2.6.2 Klasifikasi E. coli

Berikut ini tabel klasifikasi dari E. coli :[162]

Tabel 2.3. Klasifikasi E. coli.

Domain Bacteria

Kingdom Bacteria

Phylum Proteobacteria

Class Gammaproteobacteria

Order Enterobacteriales Family Enterobacteriaceae

Genus Escherichia


(62)

39

Berikut ini penjelasan singkat mengenai klasifikasi Escherichia coli : 1. Domain dan Kingdom : Escherichia coli termasuk ke dalam domain

dan kingdom dari bacteria karena anggota dari kelompok ini ialah semua mikroorganisme uniseluler (ber-sel tunggal).

2. Phylum : Escherichia coli masuk ke dalam phylum proteobacteria

karena anggota dari kelompok ini ialah seluruh bakteri Gram-negatif dengan sebuah membran luar (outer membrane, OM) utamanya berkomposisi lipopolisakarida (LPS).

3. Class : Escherichia coli masuk ke dalam class gammaproteobacteria

karena seluruh anggota dari kelompok ini ialah bakteri Gram-negatif anaerobik fakultatif. Anaerobik fakultatif mikroorganisme berarti mikroorganisme tersebut menggunakan oksigen untuk pernafasan, oksigen sebagai akseptor terminal elektron, dan melakukan fermentasi sebagai alternatif pernafasan tetapi dengan laju pertumbuhan rendah.[163]

4. Order : Escherichia coli masuk ke dalam order enterobacteriales

karena anggota dari kelompok ini ialah bakteri Gram-negatif anaerobik fakultatif dengan bentuk batang (bacillus).

5. Family : Escherichia coli masuk ke dalam family enterobacteriaceae

karena anggota dari kelompok ini seluruhnya bergerak menggunakan flagela peritrik. Tumbuh baik pada suhu 37°C, mengoksidasi negatif, katalasi positif, dan mereduksi nitrat.


(63)

6. Genus : Escherichia coli masuk ke dalam genus Escherichia karena anggota dari kelompok ini kebanyakan hidup di dalam organ pencernaan (berkolonisasi dalam usus mamalia).

7. Species : Escherichia coli ialah satu dari lima spesies yang termasuk dalam genus Escherichia. Yang membuat E. coli unik ialah karena aktivitas bio-kimianya, yaitu memfermentasi laktosa, memiliki lisin dekarboksilase, Vogus-Proskauer negatif, memproduksi indola, tidak dapat tumbuh pada nitrat, dan tidak memproduksi asam sulfida (H2S).

2.7 Fase Pertumbuhan Mikroorganisme

Ada empat tahapan fase pertumbuhan mikroorganisme, yaitu fase lag, fase log (fase eksponensial), fase stasioner, dan fase kematian.

1. Fase lag (fase adaptasi), yaitu fase penyesuaian mikroorganisme pada suatu lingkungan baru. Ciri fase lag ialah tidak adanya peningkatan jumlah sel, yang ada hanyalah peningkatan ukuran sel. Lama fase lag bergantung pada kondisi dan jumlah awal mikroorganisme dan media pertumbuhan. Bila sel-sel mikroorganisme diambil dari kultur yang sama sekali berlainan, maka yang sering terjadi ialah mikroorganisme tersebut tidak mampu tumbuh dalam kultur.

2. Fase log (eksponensial), merupakan fase dimana mikroorganisme tumbuh dan membelah pada kecepatan maksimum, tergantung pada genetika mikroorganisme, sifat media, dan kondisi pertumbuhan. Sel baru terbentuk dengan laju konstan dan massa yang bertambah secara


(64)

41

eksponensial. Hal yang dapat menghambat laju pertumbuhan adalah bila satu atau lebih nutrisi dalam kultur habis, sehingga hasil metabolisme yang bersifat racun akan tertimbun dan menghambat pertumbuhan. Untuk organisme aerob, nutrisi yang membatasi pertumbuhan biasanya adalah oksigen. Bila konsentrasi sel mikroorganisme melebihi 1 x 107 / ml, maka laju pertumbuhan akan berkurang, kecuali bila oksigen dimasukkan secara paksa ke dalam kultur dengan cara pengadukan atau penggojlokan (shaking). Bila konsentrasi sel mencapai 4 sampai 5 x 109 / ml, laju penyebaran oksigen tidak dapat memenuhi kebutuhan meskipun dalam kultur tersebut diberikan udara yang cukup, dan pertumbuhan akan diperlambat secara progresif.

3. Fase stasioner, yaitu saat pertumbuhan mikroorganisme berhenti dan terjadi keseimbangan antara jumlah sel yang membelah dengan jumlah sel yang mati. Pada fase ini terjadi akumulasi produk buangan yang toksik. Pada sebagian besar kasus, pergantian sel terjadi karena dalam fase stasioner ini. Terdapat kehilangan sel yang lambat karena kematian diimbangi oleh pembentukan sel-sel baru melalui pertumbuhan dan pembelahan dengan nutrisi yang dilepaskan oleh sel-sel yang mati karena mengalami lisis.

4. Fase kematian, yaitu jumlah sel yang mati meningkat. Faktor penyebabnya ialah ketidaktersediaan nutrisi dan akumulasi produk buangan yang toksik.[164]


(65)

Gambar 2.23. Fase pertumbuhan mikroorganisme.[165]

2.8 Pengaruh Frekuensi Bunyi Audiosonik Pada Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai pengaruh bunyi pada viabilitas bakteri telah banyak dilakukan. Namun, pada jangkah frekuensi ultrasonik. Untuk jangkah frekuensi audiosonik sendiri masih sangat jarang dilakukan.

2.8.1 Penelitian Dalam Negeri

Untuk di Indonesia sendiri, penelitian tentang pengaruh bunyi audiosonik terhadap viabilitas bakteri pernah dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK-UI). Penelitian tersebut merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan sonikator sebagai sumber bunyi.


(66)

43

Gambar 2.24. Sonikator

Metode pemberian bunyi audiosonik pada penelitian ini ialah dengan cara memasukkan ujung probe sonikator ke dalam wadah berisi suspensi bakteri E. coli yang akan diujikan. Frekuensi bunyi yang dipakai ialah 7 kHz dan 17 kHz dengan durasi selama 10 detik secara terputus-putus (intermitten).

Gambar 2.25. Ilustrasi perlakuan sonikasi pada penelitian di Universitas Indonesia.

Probe

sonikator

Suspensi bakteri


(67)

Setelah koloni bakteri kontrol dan yang diberi perlakuan sonikator diinkubasi bersama-sama, keduanya dihitung menggunakan colony counter. Hasilnya ialah terjadi penurunan viabilitas E. coli baik pada frekuensi 7 kHz maupun 17 kHz. Namun, penurunan yang sangat berarti terjadi pada frekuensi bunyi 7 kHz.

2.8.2 Penelitian Luar Negeri

Penelitian sejenis juga pernah dilakukan di Malaysia, yaitu di Universitas Malaysia Sabah (UMS). Peneliti tergabung dalam Vibration and Sound Research Group (VIBS). Frekuensi audio yang digunakan sebesar 1 kHz, 5 kHz, dan 15 kHz. Perlakuan dilakukan di dalam sebuah acoustic chamber JedMark LV-1 pada sekitar suhu 24 ± 2 °C selama 5 jam untuk media NB (Nutrient Broth) dan 16 jam untuk media NA (Nutrient Agar). Bakteri yang dipakai yaitu E. coli.


(68)

45

Hasil penelitian ini memberikan hasil positif terhadap viabilitas E. coli. Pertumbuhan semakin meningkat pada frekuensi audio 5 kHz. Berbanding terbalik dengan yang dilakukan di Universitas Indonesia dimana terjadi penurunan yang sangat berarti pada frekuensi 7 kHz.


(69)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pembangkitan Sinyal Menggunakan Perangkat Lunak

Pembangkitan sinyal dapat dilakukan dengan menggunakan function generator. Namun, sekarang telah tersedia perangkat lunak (software) yang dapat membuat komputer pribadi bekerja seperti layaknya sebuah

function generator. Dalam penelitian ini digunakan software Daqarta for Windows.


(70)

47

3.1.1 Bentuk Sinyal Yang Dibangkitkan

Mengacu kepada penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya, dimana frekuensi yang terbukti efektif pada viabilitas E. coli ialah pada 7000 Hz, maka pada penelitian ini akan dibangkitkan gelombang sinus dengan frekuensi 3500 Hz, 7000 Hz, 10500 Hz, dan 14000 Hz. Namun, software

ini dapat menghasilkan bentuk-bentuk sinyal lain (seperti : segitiga, gigi gergaji, kotak, sinyal termodulasi, noise, dan lainnya). Dapat disesuaikan dengan kebutuhan bentuk sinyal yang akan diujikan pada sampel bakteri.

3.1.2 Pengaturan Parameter Sinyal

Berikut ini langkah-langkah untuk membangkitkan bentuk sinyal sinus yang diinginkan :

1. Software Daqarta for Windows dibuka.


(71)

2. Parameter volume diatur, yaitu dengan meng-klik toggle button pada menu generator sehingga menjadi on. Kemudian, masih pada menu yang sama, angka nol (0) diisikan pada spin button. Tujuannya agar posisi slider headphone pada system tray Windows selalu sama dengan

softwareDaqarta.

Gambar 3.3. Tampilan menu generator pada Daqarta.

togglebutton

di-klik on.

waveform

controls


(72)

49

Gambar 3.4. Posisi slider yang sama pada headphone dan Daqarta pada system tray Windows.

Posisi slider diatur pada nilai 40 dan pastikan slider Daqarta pada keadaan mute (tidak menghasilkan bunyi).

3. Masih pada menu generator, klik pada button waveform controls. Maka akan tampil menu L.0 Stream. Kemudian button Stream On diaktifkan dengan cara di-klik. Diisikan nilai frekuensi yang akan dibangkitkan (contoh : 3500 Hz) dengan mengisi pada spin button nilai frekuensi. Klik juga pada button wave dan dipilih bentuk gelombang sinus (sine). Lebih lanjut, perhatikan gambar berikut ini :


(73)

Gambar 3.5. Tampilan menu L.0. Stream.

4. Setelah semua parameter bentuk gelombang diisi dengan benar, maka untuk membunyikan gelombang tersebut dapat dilakukan melalui

system tray pada Windows.

Gambar 3.6. Tampilan system tray Windows.

Button Stream On

Button Wave

Spin button

nilai frekuensi


(74)

51

Volume control di-klik, maka akan muncul tampilan sebagai berikut :

Gambar 3.7. Tampilan setelah volume control di-klik.

Pada tampilan tersebut, dipilih mixer yang bergambar headphones. Maka akan tampil panel volume mixer - headphones seperti gambar berikut :


(75)

Selanjutnya, bunyi dapat diaktifkan / dinon-aktifkan (mute / unmute)

dengan meng-klik icon . Keadaan mute dilambangkan dengan

. Sedangkan keadaan unmute dilambangkan dengan .

3.2 Penguatan Sinyal Menggunakan Audio PowerAmplifier

Sinyal audio luaran dari komputer (yang diolah melalui software) masih terlalu kecil baik dari segi tegangan maupun dayanya untuk mengemudikan sebuah loudspeaker ataupun compression driver pada penelitian ini. Untuk itu dibutuhkan suatu audio power amplifier guna menguatkan sinyal tersebut. Audio power amplifier yang digunakan pada penelitian ini dapat mengeluarkan daya maksimum sebesar 80 Watt, dengan komponen utama berupa IC (Integrated Circuit) STK401-120. Sinyal luaran dari audio power amplifier ini diperiksa bentuk sinyalnya menggunakan osiloskop.


(76)

53

Audio power amplifier dengan menggunakan IC ini membutuhkan pencatu daya jenis ganda (split power suplly). Dimana terdapat dua buah kutub pencatu dan sebuah ground (+Vcc, -Vcc, Gnd). Bentuk sinyal dari pencatu daya ini diperiksa dengan osiloskop untuk dinilai apakah pencatu daya ini bekerja dengan semestinya atau tidak.

Gambar 3.10. Skema rangkaian split power supply.

Gambar 3.11. Rangkaian split power supply.

-Vcc Gnd


(77)

Osiloskop 3.3 Konversi Energi Listrik Menjadi Bunyi

Sinyal yang dikuatkan oleh audio power amplifier, bentuk energinya masih merupakan energi listrik. Compression driver digunakan untuk mengubah energi listrik menjadi bunyi.

Gambar 3.12. Compression driver

Sinyal masukan pada compression driver akan dihubung jajar (parallel) dengan osiloskop agar bisa diobservasi bentuk sinyalnya.

3.4 Perancangan Model Sistem Elektronik

Secara keseluruhan, sistem elektronik dapat digambarkan dengan blok diagram berikut ini :

Gambar 3.13. Blok diagram keseluruhan sistem elektronik. Pembangkit

Sinyal

Audio Power

Amplifier

Compression Driver

Split Power Supply


(78)

55

Gambar 3.14. Diagram alir sistem elektronik penelitian Ya

Ya Ya

Tidak Tidak

Tidak Mulai

Pembangkitan sinyal

Penguatan sinyal

Bunyikan sinyal (compression driver)

Selesai Bentuk sinyal

sesuai ?

Periksa parameter sinyal

Bentuk sinyal sesuai ?

Periksa split power supply

Periksa audio power amplifier

Bentuk sinyal sesuai ?


(79)

3.5 Perancangan Bilik Akustik (Acoustic Chamber)

Bilik akustik memegang peranan penting pada penelitian ini. Karena di bilik inilah proses sonikasi dilakukan. Pemilihan bagian-bagian penyusun bilik akustik didasarkan kepada :

1. Ketahanan bahan agar tidak rusak maupun ikut bergetar terhadap intensitas bunyi yang tinggi.

2. Dapat disterilkan secara kimiawi maupun sinar UV.

3. Kemudahan untuk dibongkar-pasang (re-assembly) kembali secara berulang-ulang.

4. Dapat meredam bunyi (bunyi dari dalam tidak dapat keluar maupun sebaliknya bunyi dari luar tidak dapat masuk ke dalam).

5. Kemudahan untuk dipindahkan.

Dari beberapa alasan tersebut, maka bagian-bagian bilik akustik tersusun dari :

1. Akuarium berbahan kaca setebal 5 mm. Ukuran 31 x 18 x 24 cm.


(80)

57

2. Corong bunyi (horn) yang berfungsi sebagai pemfokus bunyi audiosonik dari compression driver. Corong bunyi dipilih berdasarkan ukuran dan bentuk ulir dari compression driver.

(a) (b)

Gambar 3.16. Corong bunyi. (a).Tampak depan. (b) Tampak samping.

3. Lembaran acrylic dengan ketebalan 3 mm.

Gambar 3.17. Lembaran acrylic.

Lembaran acrylic ini dipotong dengan ukuran 29,5 x 16,1 cm. Diberi lubang berdiameter 5 mm di beberapa titik guna keperluan pemasangan baut dan mur pengunci antara acrylic dengan corong bunyi (horn).


(81)

Gambar 3.18. Lembaran acrylic yang telah disatukan dengan horn. Tampak baut dan mur pengunci di beberapa titik.

4. Mic holder yang berperan sebagai statif untuk menahan posisi tabung reaksi yang sedang diberi perlakuan sonikasi.

Gambar 3.19. Mic holder.

Pada saat proses sonikasi, tabung reaksi yang berisi suspensi bakteri yang akan diberi perlakuan akan dihempitkan pada posisi seperti gambar berikut :


(82)

59

Gambar 3.20. Tempat menghimpit tabung reaksi (diberi lingkaran merah).

Apabila mic holder terlalu lebar dan tidak dapat menghempit tabung reaksi, maka dapat dilapisi dengan lapisan peredam bunyi maupun lapisan karet lainnya agar lubang mic holder menyempit dan dapat menahan posisi tabung reaksi selama proses sonikasi.

Berikut ini ialah gambar bilik akustik secara keseluruhan :

Gambar 3.21. Bilik akustik (acoustic chamber).

Compression driver Horn dan

lapisan

acrylic

Akuarium


(83)

3.6 Metode Sterilisasi

Sterilisasi mutlak diperlukan guna menjamin tidak adanya kontaminasi dari mikroorganisme lain. Media tumbuh maupun alat bisa menjadi sumber kontaminasi utama karena menjadi tempat bertumbuh dan berpindahnya mikroorganisme. Sterilisasi pada penelitian ini meliputi : 1. Menggunakan autoclave.

2. Menggunakan sinar ultraviolet (UV). 3. Menggunakan alkohol 70 %.

3.6.1 Sterilisasi Menggunakan Sinar UV dan Alkohol 70 %

Meliputi peralatan yang tidak dimungkinkan untuk diterilisasi menggunakan autoclave. Terutama bilik akustik (acoustic chamber) yang terdiri dari :

1. Akuarium.

2. Compression driver. 3. Corong (horn) bunyi. 4. Mic holder.

Ultraviolet (UV) sangat cocok untuk kontrol mikroba (namun, tidak semua mikroba).[164] Agar menambah daya hancur terhadap mikroba, sterilisasi dengan UV dapat dikombinasikan dengan sterilisasi secara kimiawi. Untuk itu digunakanlah alkohol 70 % dengan cara menyemprotkan dan menyeka


(84)

61

cairan tersebut pada alat-alat yang ingin disterilkan sebelum lampu UV dinyalakan selama 15 menit.

Laminar Air Flow sendiri harus disterilkan sebelum digunakan untuk menyeterilkan alat-alat penelitian maupun untuk menginokulasi bakteri. Caranya ialah dengan menyeka bagian dalam (work space) menggunakan alkohol 70 % kemudian dilakukan proses blower selama 15 menit.

Gambar 3.22. Proses sterilisasi dengan UV di dalam Laminar Air Flow.

Statif

Horn Akuarium

Compression Driver


(85)

Gambar 3.23. Diagram alir sterilisasi alat-alat penelitian. Ya Ya Tidak Tidak Tidak Ya Ya Mulai

Sterilisasi Laminar Air Flow

menggunakanalkohol 70 %

Mengoperasikan Laminar Air Flow

Sudah diterilkan ?

Mengoperasikan blower pada

Laminar Air Flow

Sudah

di-blow ?

Menyeterilkan alat-alat penelitian menggunakan alkohol 70 %

Sudah disterilkan ? Tidak

Menyeterilkan alat-alat penelitian menggunakan alkohol 70 %

Meletakkan alat-alat penelitian ke dalam Laminar Air Flow

Mengaktifkan sinar UV selama 15 menit

Sudah di-UV ?


(86)

63

3.6.2 Sterilisasi Menggunakan Autoclave

Sesuai dengan prosedur standar sterilisasi pada laboratorium mikrobiologi, maka digunakanlah autoclave. Suhu udara pada autoclave dapat mencapai 121°C dengan tekanan 2 atmosfer. Pada penelitian ini autoclave digunakan untuk :

1. Sterilisasi alat-alat penelitian yang tahan terhadap panas dan tekanan udara tinggi, seperti : tabung reaksi, tabung erlenmeyer, tabung durham dan cawan petri.

2. Sterilisasi media biakan.

Gambar 3.24. Autoclave

Durasi untuk sterilisasi alat-alat berkisar antara 15 sampai 20 menit, sedangkan untuk media biakan sekitar 15 menit. Sebelum dimasukkan kedalam autoclave, alat-alat maupun media biakan dibungkus terlebih dahulu dengan menggunakan plastik pembungkus.


(87)

3.7 Pembuatan Media Biakan Bakteri

Untuk membiakan bakteri, dibutuhkan suatu media biakan buatan. Pada penelitian ini, media biakan dibagi menjadi dua jenis :

1. Media biakan cair, yaitu BGBB (Brilliant Green Bile Broth) dan NB (Nutrient Broth).

2. Media biakan padat, yaitu EMBA (Eosin Methylene Blue Agar) dan PCA (Plate Count Agar).

3.7.1 Pembuatan Media BGBB (Brilliant Green Bile Broth)

Media BGBB dibuat sebanyak 50 mL larutan. Berikut ini langkah-langkah pembuatan media BGBB :

1. Serbuk media BGBB ditimbang seberat 2 gram menggunakan neraca Ohauss.

2. Media seberat 2 gram tadi dituang ke dalam tabung Erlenmeyer. 3. Sebanyak 50 mL aquades ditambahkan.

4. Larutan tersebut dimasak menggunakan magnetic strirrer sampai larutan menjadi homogen.

5. Menggunakan autoclave, larutan media tersebut disterilkan.

6. Media siap digunakan ataupun disimpan terlebih dahulu di lemari pendingin.


(1)

4. Jarum ose bundar yang telah membawa biakan murni tadi digoreskan pada media tabung miring.

5. Media tabung miring diinkubasi bersamaan dengan inkubasi sampel-sampel bakteri sonikasi.

3.17 Penghitungan Koloni Bakteri

Setelah diinkubasi, maka koloni bakteri hasil sonikasi yang tumbuh pada media PCA akan dihitung guna mengetahui jumlah koloninya. Metode hitung yang dipakai pada penelitian ini ialah total plate count dengan menggunakan colony counter sebagai instrumen bantu untuk mengobservasi dan menghitung.


(2)

81

3.18 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di dua lokasi, yaitu :

1. Laboratorium Teknik Elektronika, Fakultas Teknik Universitas Lampung.

2. Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

Sedangkan untuk waktu penelitian dilaksanakan dari Juli 2014 sampai dengan Desember 2014.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Setelah melalui serangkaian pengujian dan analisis, maka dapat disimpulkan :

1. Bilik akustik (acoustic chamber) yang dibangun beserta sistemnya dapat digunakan dengan baik, yang menandakan telah tercapainya tujuan utama penelitian.

2. Inkonsistensi pada data sonikasi bakteri bukan disebabkan oleh kegagalan operasional bilik akustik, namun pada proses perlakuan pada sampel bakteri. Sebagai acuan, pada penelitian di Universitas Malaysia Sabah (UMS) dilakukan sonikasi selama 5 jam untuk media biakan cair. Sedangkan pada penelitian ini hanya 10 detik.

5.2 Saran

Adapun beberapa saran yang dianjurkan untuk penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut :


(4)

103

1. Hendaknya peneliti terlebih dahulu memiliki kecakapan dalam praktik mikrobiologi jika ingin melaksanakan penelitian serupa.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Brock, Thomas D.; Brock, Katherine M. (1978). Basic Microbiology With Applications. (2nd ed.). New Jersey: Prentice-Hall. ISBN 0-13-065284-9. Cutnell, John D. and Kenneth W. Johnson. Physics. 4th ed. New York: Wiley,

1998: 466.

Giancoli, Douglas C. (2001). Fisika. Diterjemahkan oleh Hanum, Y. (ed.5; jil.1). Jakarta: Erlangga. ISBN 979-688-132-2

Gray ND dan Head IM (2005). Microorganisms and Earth Systems; Advances in Geomicrobiology. ISBN 0-521-86222-1.

Halliday, David; Resnick, Robert; Walker, Jearl. (2005). Fisika Dasar. Diterjemahkan oleh Tim Pengajar Fisika ITB. (ed.7; jilid 1). Jakarta:Erlangga. ISBN 978-979-099-327-3

Kayser, F.H.; Bienz, K. A.; Eckert, J.; Zinkernagel, R. M. (2005). Medical Microbiology. New York: Thieme. ISBN 1-58890-245-5.

Kenneth Neville Westerman, Emergent Voice. hal. 33

Lay, Bibiana W.; Hastowo, Sugyo. (1992). Mikrobiologi.(ed.1; cet.1). Jakarta: Rajawali Pers. ISBN 979-421-301-2.

Madigan, Michael T.; Martinko, John M.; Parker, J. (2003). Brock Biology of Microorganisms. (10th ed.). Pearson Education Inc. ISBN 0-13-049147-0.

Pelczar, M.J.Jr.; Chan, E. C. S.; Krieg, Noel R. (1993). Microbiology Concepts And Apllications. The McGraw-Hill Companies. ISBN 0-0-07-049258-1. Pilhofer, Michael (2007). Music Theory for Dummies

Pratiwi, Sylvia T. (2008). Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Erlangga. ISBN (13) 978-979-033-455-7.


(6)

Prescott, Lansing M.; Harley, John P.; Klein, Donald A. (2002). Microbiology. (5th ed.). The McGraw-Hill Companies. ISBN 0-07-282905-2.

Salton, M.R.J. (1953). “Cell Structure and The Enzymic Lysis of Bacteria”. J. gen. Microbiol. Vol.9, No. 512-523, 07 November 2013.

Serway, Raymond A.; Jewett, John W. (2009). Fisika Untuk Sains dan Teknik. Diterjemahkan oleh Sungkono, C. (ed.6; jil.1). Jakarta: Salemba Teknika. ISBN 978-981-4272-99-5.

Shipman, James T.; Wilson, Jerry D. (1990). An Introduction To Physical Science. 6th ed. USA: D.C. Heath and Company. ISBN 0-669-20000-X Sofyan, N. (2012). Efek Frekuensi Suara Dalam Rentang Audiosonik Secara

Berseling Terhadap Viabilitas Escherichia coli. [skripsi]. Universitas Indonesia. [online]. [Diakses 27 November 2014].

Talaro, Kathleen P.; Talaro, Arthur. (2002). Foundations in Microbiology. (4th ed.). The McGraw-Hill Companies. ISBN 0-07-248864-6.

Tipler, Paul A. (1998). Fisika Untuk Sains dan teknik. Diterjemahkan oleh Presetio, Lea; Adi, Rahmad W. (jilid 1). Jakarta:Erlangga. ISBN 979-411-624-6

Volk, Wesley A.; Wheeler, Margaret F. (1993). Mikrobiologi Dasar. Diterjemahkan oleh Markham. (ed.5). Jakarta: Erlangga.

Williams, C. B. (1941). "Sense of Hearing in Fishes". Nature 147 (3731): 543– 543. doi:10.1038/147543b0. ISSN 0028-0836

Ying, Joanna C.L.; Dayou, Jedol; Phin, Chong K. (2009). Experimental Investigation on The Effects of Audible Sound to The Growth of Escherichia coli. [online]. [Diakses 28 November 2014]. Tersedia di : http://journal.ccsenet.org/index.php/mas/article/view/397/419.