PENGARUH KAPASITAS SUMBER DAYA MANUSIA, POLITIK PENGANGGARAN DAN PERENCANAAN TERHADAP SINKRONISASI RAPBD DENGAN KUA-PPAS DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN LAMPUNG UTARA

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Kapasitas
Sumber Daya Manusia, Politik Penganggaran dan Perencanaan terhadap
sinkronisasi Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD)
dengan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran
Sementara (PPAS) di Kabupaten Lampung Utara.
Sampel dalam penelitian ini adalah Komite Badan Anggaran (DPRD),
Sekretaris, Kepala Bidang, Kepala Seksi, Kepala Sub Bagian, Kepala Sub Bidang
yang berkaitan dengan mengatur Penganggaran SKPD. Mendapatkan data dengan
menggunakan purposive sampling, dimana jumlah responden penelitian ini 83
orang. Pengumpulan data dengan metode kuesioner disebarkan ke setiap SKPD di
Kabupaten Lampung Utara. Analisis digunakan untuk menguji dampak dengan
menggunakan Regresi linier untuk setiap variabel.
Hasil penelitian merujuk bahwa Pertama, Kapasitas Sumber Daya Manusia
tidak berpengaruh positif signifikan terhadap sinkronisasi Rancangan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) dengan Kebijakan Umum Anggaran
(KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) dengan Y tingkat
signifikan = 0,601 (60,1%). Kedua, Politik Penganggaran tidak berpengaruh
positif signifikan terhadap terhadap sinkronisasi Rancangan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (RAPBD) dengan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan

Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) dengan Y tingkat signifikan = 0,587
(58,7%). Tiga, Perencanaan tidak berpengaruh positif signifikan terhadap
sinkronisasi Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD)
dengan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran
Sementara (PPAS) dengan Y tingkat signifikan = 0,019 (1,9%).

Kata Kunci :
Kapasitas sumber daya manusia, politik penganggaran, perencanaan, sinkronisasi,
Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD), Kebijakan
Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS).

ABSTRACT
The Purpose of this research is to influence the Capacity of Human
Resources, The Political Budgeting, and The Planning Factor toward the Draft
Local Government Annual Budget (RAPBD) synchronizations with General
Budget Policy and the Priority (KUA) sand Plafond of Temporary Budget (PPAS)
in the district of Lampung Utara.
Sample in this research is Budgeting of Committee Agency (DPRD),
Secretary, Head of Area, Head of Section, Head of Sub Part, and Head of Sub
Area that related to arranging Budgeting of SKPD. Getting of data by using

purposive sampling, where total respondent this research 83 peoples. Collected
data with disseminated of questioner method to every SKPD in Lampung Utara.
Analysis was used to test the impact by using linear Regression to every variable.
Result of the research refer that First, Capacity of Human Resources not
influential positive of significant toward the Draft Local Government Annual
Budget (RAPBD) synchronizations with General Budget Policy and the Priority
(KUA) and Plafond of Temporary Budget (PPAS) with significant level Y = 0.601
(60,1%). Second, The Political Budgeting not influential positive of significant
toward the Draft Local Government Annual Budget (RAPBD) synchronizations
with General Budget Policy and the Priority (KUA) and Plafond of Temporary
Budget (PPAS) with significant level Y = 0.587 (58,7%). Three, The Planning
Factor not influential positive of significant toward the Draft Local Government
Annual Budget (RAPBD) synchronizations with General Budget Policy and the
Priority (KUA) and Plafond of Temporary Budget (PPAS) with significant level Y
= 0.019 (1,9%).
Key Words:
Capacity of human resources, political budgeting, planning, synchronization, the
Draft Local Government Annual Budget (RAPBD), General Budget Policy And
The Priority (KUA) and Plafond Of Temporary Budget (PPAS).


KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas
karunia dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul
“PENGARUH

KAPASITAS

SUMBER

DAYA

MANUSIA,

POLITIK

PENGANGGARAN DAN PERENCANAAN TERHADAP SINKRONISASI
RAPBD

DENGAN


KUA-PPAS

DI

LINGKUNGAN

PEMERINTAH

KABUPATEN LAMPUNG UTARA”. Tesis ini disusun dalam rangka memenuhi
persyaratan menyelesaikan Pendidikan Program Pascasarjana Ilmu Akuntansi
pada Program Pascasarjana Universitas Lampung.
Dalam penyusunan hingga terwujudnya tesis ini tidak terlepas dari bimbingan
dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya terutama pada yang terhormat :
1.

Bapak Prof. Dr. H. Satria Bangsawan, S.E., M.Si. selaku Dekan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung


2.

Ibu Susi Sarumpaet, Ph.D., Akt. selaku Ketua Program Studi Pascasarjana
Ilmu Akuntansi Universitas Lampung

3.

Ibu Dr. Ratna Septiyanti selaku Pembimbing I dalam penyusunan Tesis ini
yang telah banyak memberikan masukan dan saran dalam proses bimbingan
kepada penulis hingga tesis ini terwujud

4.

Bapak Agus Zahron Idris, M.Si., Akt. selaku pembimbing II dalam
penyusunan tesis ini yang telah banyak memberikan masukan dan arahan
dalam proses bimbingan kepada penulis hingga tesis ini terwujud

5.

Bapak Dr. Einde Evana, Akt. selaku penguji dalam uji sidang tesis yang telah

banyak memberikan masukan dan arahan hingga lebih sempurna tesis ini

6.

Bapak Saring Suhendro, M.Si., Akt. selaku pembahas dalam seminar tesis
yang juga telah banyak memberikan masukan serta arahan-arahan yang
sangat besar artinya

7.

Bapak dan Ibu Dosen Program Pascasarjana Ilmu Akuntansi Universitas
Lampung

8.

Seluruh pengelola dan karyawan/karyawati Program Pascasarjana Ilmu
Akuntansi Universitas Lampung

9.


Terhormat, Ayahanda Tercinta Sarbini Hamid dan Ibunda Tersayang Sri
Rahayu yang telah banyak berkorban untuk membesarkan dan mendidik
dengan penuh kasih sayang dan do’a yang tulus

10. Bapak Ferry Sulistiyanto, S.Sos. terimakasih atas masukan dan dukungannya
11. Renny Agustina, Febby Ayu Rianda dan Sartono Hadiwinata terimakasih atas
do’a dan dukungannya
12. Seluruh informan penelitian serta semua pihak yang telah berpartisipasi baik
secara langsung maupun tidak dalam penelitian ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan tesis ini masih jauh
dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan saran dan masukan guna
perbaikan selanjutnya dan semoga bermanfaat.

Bandar Lampung, Agustus 2014
Penulis,

Meidian Pramitasari

DAFTAR ISI


ABSTRAK ......................................................................................................................

i

ABSTRACT

............................................................................................................

ii

KATA PENGANTAR ....................................................................................................

iii

DAFTAR ISI

...........................................................................................................

vi


DAFTAR TABEL...........................................................................................................

viii

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................

ix

DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................................

x

BAB I

PENDAHULUAN ...........................................................................................

1

1.1.


Latar Belakang ......................................................................................

1

1.2.

Rumusan Masalah ................................................................................

5

1.3.

Tujuan Penelitian ..................................................................................

6

1.4.

Manfaat Penelitian .......................................................................... .....


6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................

7

2.1

Kerangka Pemikiran..............................................................................

7

2.1.1. Sinkronisasi ...............................................................................

7

2.1.2. Proses Penyusunan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
(APBD) .....................................................................................

9

1.1.3. Proses Penyusunan Kebijakan Anggaran..................................
1.1.4. Proses Penyusunan Prioritas Plafon Anggaran Sementara .......
1.2. Penelitian Terdahulu ..............................................................................
1.3. Hipotesis.................................................................................................
2.3.1. Kapasitas Sumber Daya Manusia ............................................
2.3.2. Politik Penganggaran ................................................................
2.3.3 Perencanaan...............................................................................

10
11
12
13
13
15
21

BAB III METODE PENELITIAN ................................................................................

23

3.1.

Populasi dan Sampel .............................................................................

23

3.2.

Prosedur Pengumpulan Data .................................................................

25

3.3.

Variabel Penelitian ................................................................................

25

3.4.

Pengukuran Variabel.............................................................................

26

3.5.

Metode Analisis Data............................................................................

27

3.5.1. Uji Normalitas Data ..................................................................

27

3.5.2. Uji Asumsi Klasik .....................................................................

27

3.5.2.1.

Uji Multikolinearitas .................................................

27

3.5.2.2.

Uji Heterokedastisitas ...............................................

28

3.5.3 Analisis Regresi.........................................................................

28

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................

31

4.1

Uji Normalitas…...................................................................................

31

4.2

Uji Asumsi Klasik…………………………….....................................

32

4.2.1. Uji Multikolinearitas .................................................................

32

4.2.2. Uji Heterokedastisitas ...............................................................

33

Uji Regresi Linier..................................................................................

34

BAB V KESIMPULAN................................................................................................

39

4.3.

5.1.

Kesimpulan .........................................................................................

39

5.2

Keterbatasan Penelitian ......................................................................

40

5.3

Saran ...................................................................................................

40

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................

41

LAMPIRAN

42

............................................................................................................

DAFTAR TABEL

HAL
Tabel 3.1

Rekap Jumlah Populasi

24

Tabel 3.2

Rincian Jumlah Sampel dan Tingkat Pengembalian
Kuesioner

25

Tabel 4.1

Uji Normalitas

31

Tabel 4.2

Uji Multikolinearitas

32

DAFTAR LAMPIRAN

NOMOR
LAMPIRAN

JUDUL LAMPIRAN

1

Uji Normalitas

2

Analisis Regresi

DAFTAR GAMBAR

HAL
Gambar 4.1

Scatterplot

33

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Penyusunan anggaran merupakan hasil dari sebuah proses perencanaan yang
bertahap dari penetapan kebijakan pemerintah yang diturunkan hingga teknis
kegiatan di masing-masing unit kerja pada organisasi/lembaga. Penganggaran
adalah proses atau metoda untuk mempersiapkan suatu anggaran.
Anggaran sektor publik merupakan instrumen akuntabilitas atas pengelolaan
dana publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai dari uang
publik (Mardiasmo, 2005:61). Penganggaran sektor publik terkait dengan
proses penentuan jumlah alokasi dana untuk tiap-tiap program dan aktivitas
dalam satuan moneter. Proses penganggaran organisasi sektor publik dimulai
ketika perumusan strategi dan perencanaan strategi telah selesai dilakukan.
Tahap penganggaran menjadi sangat penting karena anggaran yang tidak
efektif dan tidak berorientasi pada kinerja akan dapat menggagalkan
perencanaan yang telah disusun. Anggaran sektor publik dibuat untuk
membantu menentukan kebutuhan masyarakat. Tingkat kesejahteraan
masyarakat dipengaruhi oleh pemerintah melalui anggaran yang mereka buat.

2

Mekanisme penyusunan anggaran telah diatur dalam sejumlah peraturan
perundang-undangan, diantaranya adalah Undang-undang (UU) No. 32 tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah atas perubahan UU No.22 tahun 1999,
Peraturan Pemerintah (PP) No. 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah, dan Permendagri No.13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah yang kemudian mengalami revisi menjadi Permendagri No.
59 tahun 2007 tentang Perubahan Permendagri No.21 tahun 2011 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, Permendagri No.32 tahun 2008
tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Penyusunan Belanja Daerah tahun
2009.
Proses penyusunan Rancangan APBD pada umumnya didahului dengan
penyusunan kerangka kebijakan anggarn berupa KUA (Kebijakan Umum
Anggaran) dan PPAS (Prioritas dan Plafon Anggran Sementara). Penyusunan
KUA merupakan upaya untuk mencapai visi, misi, tujuan dan sasaran yang
ada dalam Renstrada. Kebijakan di bidang keuangan merupakan pernyataan
yang dibuat dan diterapkan oleh kepala daerah dan disepakati oleh DPRD
untuk menjelaskan manajemen keuangan daerah. Secara umum, kebijakan di
bidang keuangan merupakan tindakan resmi yang diambil oleh suatu
organisasi untuk mendukung pelaksanaan tujuan dan sasaran yang hendak
dicapai di bidang keuangan. Kebijakan memberikan suatu kerangka untuk
manajemen keuangan dan acuan untuk melaksanakn urusan-urusan keuangan
suatu pemerintah daerah.

3

Kepala daerah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) disertai dengan
penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD) untuk memperoleh persetujuan bersama. Raperda
tersebut dibahas pemerintah daerah bersama DPRD berdasarkan Kebijakan
Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS).
Ketentuan PP No. 58 Tahun 2005 Pasal 44 juga menyatakan bahwa tata cara
pembahasan Raperda tentang APBD dilakukan sesuai dengan peraturan tata
tertib DPRD mengacu pada peraturan perundang-undangan. Pembahasan
Raperda APBD menitikberatkan pada kesesuaian antara KUA dan PPAS
dengan program dan kegiatan yang diusulkan dalam Raperda tentang APBD.
Permendagri No. 13 Tahun 2006 Pasal 105 Ayat (2) juga menyatakan bahwa
dalam pembahasan Raperda berpedoman pada KUA dan PPAS yang telah
disepakati bersama antara pemerintah daerah dan DPRD. Bahkan pernyataan
ini diubah secara lebih tegas dalam Permendagri No. 29 Tahun 2007 Pasal
105 Ayat (2) bahwa pembahasan Raperda ditekankan pada kesesuaian
Rancangan APBD dengan KUA dan PPAS. Berdasarkan peraturan
perundang-undangan tersebut, pada intinya dalam membahas APBD perlu
menekankan pada sinkronisasi atau kesesuaian antara Rancangan APBD
dengan KUA dan PPAS.
Sinkronisasi antara RAPBD dengan KUA-PPAS umum terjadi hampir
disetiap pemerintah daerah (Amirudin, 2009). Amirudin mengidentifikasi
faktor-faktor yang mempengaruhi sinkronisasi antar dokumen tersebut yaitu

4

kapasitas sumber daya manusia, politik penganggaran, perencanaan dan
informasi pendukung.
Mekanisme penganggaran ini melibatkan berbagai pihak yang mempunyai
latar belakang yang berbeda, baik dari tingkat pemahaman terhadap anggaran
maupun dari kepentingan terhadap anggaran, sehingga diperlukan sumber
daya manusia yang berkualitas dalam penyusunan anggaran. Pengaruh
kapasitas sumber daya manusia sangat erat kaitannya dengan teori keagenan
yang menjelaskan hubungan prinsipal dan agen berakar pada teori ekonomi,
keputusan, sosiologi dan teori organisasi. Teori keagenan berfokus pada
persoalan asimetri informasi. Adanya asimetri informasi antara eksekutiflegislatif dan legislatif-pemilih menyebabkan terbukanya ruang bagi
terjadinya perilaku oportunistik dalam proses penyusunan anggaran, yang
justru lebih besar daripada di dunia bisnis yang memiliki automatic checks
berupa persaingan (Kasper & Streit, 1999). Menurut Moe (1984) dan Strom
(2000), hubungan keagenan dalam penganggaran publik adalah antara lain (1)
pemilih-legislatur, (2) legislatur-pemerintah, (3) menteri keuangan-pengguna
anggaran, (4) perdana menteri-birokrat, dan (5) pejabat-pemberi pelayanan.
Perbedaan ini diyakini dapat menyebabkan terjadinya sinkronisasi dalam
proses pembuatan anggaran yaitu antara Rancangan Anggaran Pendapatan
Belanja Daerah (RAPBD) dengan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas
Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS).
Pada tahap awal perencanaan, pertama kali yang dilakukan adalah melakukan
penjaringan aspirasi masyarakat dan musyawarah perencanaan pembangunan

5

(Musrenbang), yang kemudian dirangkum menjadi dokumen perencanaan
tahunan daerah RKPD (Rencana Kerja Pemerintah Daerah). RKPD inilah yang
digunakan sebagai acuan penyusunan anggaran. Pada saat pembahasan

anggaran di DPRD terjadi kesepakatan-kesepakatan yang dicapai melalui
proses politik. Legislatif menggunakan hak budgeting untuk memenuhi
aspirasi masyarakat, sehingga banyak terjadi pergeseran anggaran. Hal ini
berimplikasi pada ketidaksinkronan antara RAPBD yang ditetapkan dengan
KUA-PPAS yang telah disusun sebelumnya.
Berdasarkan fenomena tersebut, maka peneliti tertarik untuk mengetahui
pengaruh kapasitas sumber daya manusia, politik penganggaran, dan
perencanaan terhadap sinkronisasi RAPBD dengan KUA-PPAS di Kabupaten
Lampung Utara. Dipilih Kabupaten Lampung Utara karena hampir setiap
tahun terjadi pergeseran anggaran yang dapat menyebabkan singkronisasi
antara RAPBD dengan KUA-PPAS, contohnya pada tahun 2012 terjadi
pergeseran pagu anggaran Dinas Pekerjaan Umum dari semula
Rp.113.711.893.174 menjadi Rp.119.611.893.174, selain itu juga kemudahan
akses data menjadi pertimbangan dalam penelitian ini.

1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan fenomena yang diuraikan pada latar belakang, maka masalah
yang hendak diteliti dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: apakah
kapasitas sumber daya manusia, politik penganggaran dan perencanaan
berpengaruh terhadap sinkronisasi RAPBD dengan KUA-PPAS?

6

1.3. Batasan Penelitian
Penelitian ini dibatyasi hanya meneliti lingkup dari personal yang
membuat keputusan atau berhubungan dengan penyusun KUA-PPAS dan
RAPBD tanpa melihat pengeruh dari kondisi eksternal baik kondisi
perekonomian maupun politik seperti perubahan mata uang dan inflasi yang
ekstrim, \serta pergantian pembuat kebijakan daerah.

1.4. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui pengaruh kapasitas sumber daya manusia, politik
penganggaran, dan perencanaan terhadap sinkronisasi RAPBD dengan KUAPPAS.

1.5. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan pada penelitian ini adalah :
1. Bagi praktisi : Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi
Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Utara dan dapat menjadi acuan
dalam penyusunan RAPBD dan KUA-PPAS untuk mempertahankan dan
meningkatkan sinkronisasi RAPBD dan KUA-PPAS.
2. Bagi akademisi : hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk
menambah wacana dalam perkembangan ilmu akuntansi sektor publik,
serta sebagai bahan perbandingan bagi para peneliti yang hendak
melakukan penelitian lanjutan dimasa datang.

7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kerangka Pemikiran
2.1.1 Sinkronisasi
Sinkronisasi adalah penyelarasan dan penyelerasian antara dokumen
kebijakan yang satu dengan dokumen kebijakan yang lain. Tujuan dari
sinkronisasi adalah agar tidak terjadi tumpang tindih, saling melengkapi
(suplementer) dan saling terkait antar dokumen kebijakan.
Kebijakan Umum Anggaran (KUA), Prioritas Plafon Anggaran
Sementara (PPAS), dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) merupakan dokumen yang saling berkaitan. Dokumen KUA
PPAS merupakan pendukung dalam menyusun rencana APBD. Sebagai
pendukung, maka akan terjadi kesesuaian antara data yang didukung
dengan data yang mendukung. Bahkan dalam ketentuan PP No.58
Tahun 2005 Pasal 44 ayat (1) dan (2) secara lebih tegas menyatakan
tentang kesesuaian dokumen anggaran :
1. Tata cara pembahasan rancangan peraturan daerah tentang
APBD dilakukan sesuai dengan peraturan tata tertib DPRD
mengacu pada peraturan perundang-undangan.

8

2. Pembahasan sebagaimana dimaksud ayat (1) menitikberatkan
kesesuaian antara kebijakan umum APBD serta prioritas dan
plafon anggaran sementara dengan program dan kegiatan yang
diusulkan dengan rancangan peraturan daerah tentang APBD.
Peraturan tersebut menunjukkan bahwa dalam pembahasan Raperda
APBD lebih menitikberatkan pada kesesuaian antara KUA dan PPAS
dengan program dan kegiatan yang diusulkan dalan Raperda tentang
APBD. Jadi, pada intinya dalam membahas APBD perlu menekankan
pada sinkronisasi antara Rancangan APBD dengan KUA-PPAS.
Ditinjau dari ruang lingkupnya, sinkronisasi mencakup 3 (tiga) aspek
yaitu program, kegiatan dan plafon anggaran.
Menurut Halim dan Abdullah (2006), sebelum penyusunan APBD
dilakukan, terlebih dahulu dibuat kesepakatan antara eksekutif dan
legislatif tentang kebijakan umum anggaran dan prioritas anggaran,
yang akan menjadi pedoman untuk penyusunan anggaran pendapatan
dan anggaran belanja. Eksekutif membuat rancangan APBD sesuai
dengan KUA dan prioritas anggaran, yang kemudian diserahkan kepada
legislatif untuk dipelajari dan dibahas bersama-sama sebelum
ditetapkan sebagai peraturan daerah (Perda).
Ketika memasuki pembahasan komisi-komisi banyak dijumpai adanya
tambahan usulan kegiatan dan permohonan pergeseran anggaran dari
satu kegiatan ke kegiatan lain yang pada akhirnya menimbulkan
perbedaan yang cukup signifikan antara RAPBD dengan KUA-PPAS.
Apabila terjadi ketidaksinkronan antara RAPBD dengan KUA-PPAS,

9

maka kinerja pemerintah daerah dianggap tidak dapat
dipertanggungjawabkan.

2.1.2 Proses Penyusunan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD)
Menurut Permendagri No.21 Tahun 2011 APBD adalah rencana
keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui
bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan
peraturan daerah. APBD merupakan instrumen utama untuk
melaksanakan kebijakan dalam satu tahun anggaran. Dalam
penyusunannya, melibatkan berbagai pihak yang berkompeten. Karena
APBD merupakan operasionalisasi dari berbagai kebijakan, maka harus
mencerminkan suatu kesatuan sistem perencanaan yang sistematis dan
dapat dianalisis keterkaitannya dengan dokumen-dokumen perencanaan
yang telah ditetapkan sebelumnya.
Proses pembuatan APBD dimulai dengan ditetapkannya Perda tentang
Rancangan APBD (RAPBD) yang berisi penganggaran atas
pendapatan, belanja dan pembiayaan. RAPBD disampaikan ke
Provinsi/Kementerian Dalam Negeri untuk dievaluasi. Jika ada
perbaikan/revisi atas RAPBD tersebut maka akan diperbaiki/dikoreksi
oleh badan eksekutif pemerintah daerah. Setelah dilakukan
perbaikan/revisi atas evaluasi oleh Provinsi/Kementerian Dalam Negeri
terhadap RAPBD setiap Pemerintah Daerah maka dokumen

10

disahkan/disetujui oleh DPRD. Pengesahan dari DPRD setiap
Pemerintah Daerah menandakan bahwa RAPBD berubah menjadi
APBD sehingga APBD dapat dicairkan/realisasikan sesuai dengan
kebutuhan operasional pemerintah daerah maupun pembangunan daerah
dalam sektor publik.

2.1.3 Proses Penyusunan Kebijakan Umum Anggaran (KUA)
Menurut ketentuan umum Permendagri No. 21 tahun 2011 yang
dimaksud dengan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) adalah dokumen
yang memuat kebijakan bidang pendapatan, belanja, dan pembiayaan
serta asumsi yang mendasarinya untuk periode 1 (satu) tahun.
Kepala daerah dengan dibantu oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah
(TAPD) yang dipimpin oleh Sekretaris Daerah (Sekda) bertugas
menyusun rancangan KUA berdasarkan Rencana Kerja Pemerintah
Daerah (RKPD) dan pedoman penyusunan APBD yang ditetapkan
Menteri Dalam Negeri setiap tahun. Rancangan KUA disampaikan
kepala daerah kepada DPRD untuk dibahas dalam pembicaraan
pendahuluan RAPBD tahun anggaran berikutnya oleh TAPD bersama
badan anggaran DPRD. Rancangan KUA yang telah dibahas
selanjutnya disepakati menjadi KUA.

11

2.1.4. Proses Penyusunan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara
(PPAS)
Menurut ketentuan umum Permendagri No. 21 tahun 2011 yang
dimaksud dengan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS)
adalah rancangan program prioritas dan patokan batas maksimal
anggaran yang diberikan kepada SKPD untuk setiap program sebagai
acuan dalam penyusunan RKA-SKPD sebelum disepakati dengan
DPRD.
Substansi rancangan PPAS meliputi urutan prioritas program dan
kegiatan serta sasaran dan target kinerja masing-masing program dan
kegiatan yang didasarkan pada KUA dan pagu anggaran indikatif
menurut urusan pemerintahan, organisasi dan berdasarkan
pengelompokkan belanja tidak langsung dan belanja langsung yang
dituangkan dalam Nota Kesepakatan PPAS antara kepala daerah dan
pimpinan DPRD.
Tahapan dalam menyusun Rancangan PPAS dimulai dari menentukan
skala prioritas untuk urusan wajib dan urusan pilihan, menentukan
urutan program untuk masing-masing urusan, dan menyusun plafon
anggaran sementara untuk masing-masing rogram. Rancangan PPAS
yang telah dibahas selanjutnya disepakati paling lambat akhir Juli tahun
berjalan.

12

2.2 Penelitian Terdahulu
Halim dan Abdullah (2006), membuktikan bahwa: (1) hubungan dan masalah
keagenan dalam penganggaran antara eksekutif dan legislatif merupakan
bagian tak terpisahkan dalam penelitian keuangan (termasuk akuntansi)
publik, politik penganggaran, dan ekonomika publik, (2) eksekutif merupakan
agen bagi legislatif dan publik (dual accountability) dan legislatif agen bagi
public, (3) konsep perwakilan (representativeness) dalam penganggaran tidak
sepenuhnya berjalan ketika kepentingan publik tidak terbela seluruhnya oleh
karena adanya perilaku oportunistik (moral hazard) legislatif, dan (4)
eksekutif sebagai agen cenderung menjadi budget maximizer karena
berperilaku oportunistik (adverse selection dan moral hazard sekaligus).
Amirudin (2009), peneliti hanya melakukan identifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi ketidaksinkronan APBD dengan KUA-PPAS. Hasil penelitian
tersebut ditemukan empat (4) faktor yang menyebabkan ketidaksinkronan
antara APBD dengan KUA-PPAS, yaitu Kapasitas Sumber Daya Manusia,
Politik Penganggaran, Perencanaan dan Informasi Pendukung.
Arniati, dkk (2010), melakukan penelitian kembali dimana hasil penelitian
tersebut membuktikan bahwa keempat faktor dalam penelitian sebelumnya
(Amirudin, 2009) yaitu Kapasitas Sumber Daya Manusia, Politik
Penganggaran, Perencanaan dan Informasi Pendukung tidak berpengaruh
terhadap sinkronisasi APBD dan KUA-PPAS.

13

2.3 Hipotesis
2.3.1 Kapasitas Sumber Daya Manusia
Pengaruh kapasitas sumber daya manusia sangat erat kaitannya
dengan teori keagenan yang menjelaskan hubungan prinsipal dan agen
berakar pada teori ekonomi, keputusan, sosiologi dan teori organisasi.
Teori keagenan menganalisis susunan kontraktual diantara dua atau
lebih individu, kelompok, atau organisasi. Salah satu pihak (prinsipal)
membuat suatu kontrak, baik secara eksplisit maupun implisit dengan
pihak lain (agen) dengan harapan bahwa agen akan
bertindak/melakukan pekerjaan seperti yang diinginkan prinsipal.
Stiglitz (1999) menyatakan bahwa masalah keagenan terjadi pada
semua organisasi, baik publik maupun privat. Menurut Bergman &
Lane (1990, dalam Abdullah Syukriy 2008), principal-agent
framework merupakan pendekatan yang menjanjikan untuk
menganalisis komitmen kebijakan publik karena pembuatan dan
pengimplementasiannya melibatkan persoalan kontraktual yang
berkaitan dengan asimetri informasi, moral hazard, bounded
rationality, and advers selection. Adanya asimetri diantara eksekutiflegislatif dan legislatif-pemilih menyebabkan terbukanya ruang bagi
terjadinya perilaku oportunistik dalam proses penyusunan anggaran,
yang justru lebih besar dari pada dunia bisnis yang memiliki
persaingan.

14

Sumber daya manusia (human resources) merujuk kepada orangorang di dalam organisasi untuk mencapai tujuan organisasi
(Simamora, 2001). Menurut Irwan (2000), yang dimaksud sumber
daya manusia adalah semua orang yang tergabung dalam suatu
organisasi dengan peran dan sumbangannya masing-masing
mempengaruhi tercapainya tujuan-tujuan organisasi. Sumber daya
manusia harus baik, sumber daya manusia yang baik akan
menunjukkan kapasitas sumber daya manusia yang baik.
Menurut Amirudin (2009), kapasitas sumber daya manusia adalah
kemampuan dari anggota eksekutif maupun legislatif dalam
menjalankan fungsi dan perannya masing-masing dalam proses
penyusunan kebijakan dalam pengelolaan keuangan daerah. Kualitas
dan kemampuan anggota DPRD juga diperlukan agar kegiatankegiatan yang dituangkan dalam RAPBD betul-betul bermanfaat bagi
masyarakat.
Kapasitas sumber daya manusia juga dapat dilihat dari sejauh mana
kemampuan pihak eksekutif dan legislatif untuk berperan dalam
proses penyusunan kebijakan dalam pengelolaan keuangan daerah.
Peran eksekutif dan legislatif dalam proses penyusunan kebijakan
dalam pengelolaan keuangan daerah dapat dilihat dari tahapan
pengelolan keuangan daerah. Berdasarkan pedoman pengelolaan
keuangan daerah bahwa pedoman pengelolaan keuangan daerah

15

dibagi menjadi tiga tahap yaitu penyusunan, pelaksanaan dan evaluasi
APBD.
Jadi sumber daya yang dibutuhkan bukan hanya anggota yang sekedar
memiliki pendidikan yang tinggi tapi juga memiliki kapasitas yang
baik agar mampu melaksanakan peran dan fungsi-fungsi yang mesti
dijalankannya dengan baik dan optimal.
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, dapat disusun rumusan
hipotesis sebagai berikut:
H1 : Kapasitas sumber daya manusia berpengaruh positif terhadap
sinkronisasi RAPBD dengan KUA-PPAS.

2.3.2 Politik Penganggaran
Anggaran adalah rencana keuangan. Rencana keuangan Pemda adalah
APBD, yang isinya rencana pendapatan, belanja, dan pembiayaan.
Kenis (1979) mengemukakan anggaran merupakan pernyataan
mengenai apa yang diharap dan direncanakan dalam periode tertentu
di masa yang akan datang. Penganggaran sektor publik terkait dengan
proses penentuan jumlah alokasi dana untuk tiap-tiap program dan
aktivitas dalam satuan moneter. Proses penganggaran organisasi
sektor publik dimulai ketika perumusan strategi dan perencanaan
strategi telah selesai dilakukan.
Politik menurut Hague et.al (1998) politik adalah kegiatan yang
menyangkut cara bagaimana kelompok-kelompok mencapai

16

keputusan yang bersifat kolektif dan mengikat melalui usaha untuk
mendamaikan perbedaan-perbedaan di antara anggota-anggota. Dalam
suatu pemerintahan, politik berkaitan dengan masalah kekuasaan,
pengambilan keputusan, kebijakan publik dan alokasi atau distribusi.
Oleh karena itu untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan umum yang
menyangkut pengaturan dan alokasi dari sumber daya perlu dimiliki
kekuasaan serta kewenangan (Budiardjo, 2008).
Jadi berdasarkan penjelasan konsep politik dan penganggaran maka
yang dimaksud dengan politik penganggaran adalah cara bagaimana
mencapai tujuan yang bersifat kolektif dan mengikat melalui
kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijakan publik, alokasi dan
distribusi dalam proses penerjemahan rencana aktivitas ke dalam
rencana keuangan umum yang menyangkut pengaturan dan alokasi
dari sumber daya perlu dimiliki kekuasaan serta kewenangan
(Budiardjo, 2008).
Menurut Abdullah (2004) dalam penelitiannya tentang perilaku
oportunistik legislatif dalam penganggaran daerah : Pendekatan
principal-agent theory, bahwa kebijakan otonomi daerah di Indonesia
telah membawa perubahan yang sangat mendasar terhadap hubungan
Pemerintah Daerah (eksekutif) dengan DPRD (legislatif). Hal ini
menunjukkan bahwa di antara eksekutif dan legislatif terjadi
hubungan keagenan (Halim, 2002; Halim & Abdullah, 2006).

17

Perubahan ini juga berimplikasi pada kian besarnya peran legislatif
dalam pembuatan kebijakan publik, termasuk penganggaran daerah.
Dalam pembahasan anggaran, eksekutif dan legislatif membuat
kesepakatan-kesepakatan (bargaining) yang dicapai melalui proses
politik dengan acuan KUA dan PPAS sebelum anggaran ditetapkan
sebagai suatu peraturan daerah. Ini terjadi karena legislatif mempunyai
hak budgeting yang diwujudkan dalam menyusun dan menetapkan
RAPBD bersama-sama dengan pemerintah daerah. Keberadaan
legislatif di dewan sesungguhnya merupakan representasi dari aspirasi
masyarakat, oleh karena itu memang sudah sepatutnya mendasarkan
pada aspirasi masyarakat.
Dobell & Ulrich (2002) menyatakan bahwa peran penting legislatif
adalah mewakili kepentingan masyarakat, pemberdayaan pemerintah,
dan mengawasi kinerja pemerintah. Ketiga peran ini menempatkan
legislatur berkemampuan memberikan pengaruh signifikan terhadap
kebijakan pemerintah. Samuels (2000) menyebutkan ada dua
kemungkinan perubahan yang dapat dilakukan oleh legislatif terhadap
usulan anggaran yang diajukan oleh eksekutif, yaitu: pertama,
merubah jumlah anggaran dan kedua, merubah distribusi
belanja/pengeluaran dalam anggaran.
Berdasarkan perannyan, pihak eksekutif dan legislatif juga berperan
dalam pembahasan anggaran dimana pihak eksekutif dan legislatif
membuat kesepakatan-kesepakatan yang dicapai melalui proses politik

18

dengan acuan KUA dan PPAS sebelum anggaran ditetapkan sebagai
suatu peraturan daerah dalam bentuk APBD. Oleh karena itu, selain
sebagai suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam fungsi
manajemen, penganggaran di lembaga pemerintah juga tidak terlepas
dari adanya politik penganggaran. Departemen for International
Development-DFID (2007) menyatakan bahwa anggaran bukan
sekedar masalah teknis akan tetapi lebih merupakan politik. Politik
menjadikan sebuah perbedaan, jadi tidaklah mungkin memisahkan
anggaran dari lingkungan pemerintahan yang lebih luas dari sistem
politik yang melingkupinya.
Dalam organisasi sektor publik, penganggaran merupakan suatu
proses politik. Anggaran sektor publik merupakan instrumen
akuntabilitas atas pengelolaan dana publik dan pelaksanaan programprogram yang dibiayai dengan uang publik.
Proses paling rumit dalam konteks politik yang berhubungan dengan
produk politik adalah upaya untuk membuat keputusan guna
menyelesaikan suatu fenomena atau gejala sosial ekonomi yang
muncul. Pengambilan keputusan tentu saja berproses panjang.
Dalam proses inipun, pengambilan keputusan menyertakan
mekanisme lobi, negosiasi, adu-argumen, hingga konflik yang
berhubungan dengan kepentingan-kepentingan yang harus
diakomodasi dalam produk politik yang dihasilkan.

19

Anderson, J.E. (1984:13-15) dalam Abdullah & Asmara (2010)
mengutarakan pendapatnya mengenai faktor-faktor yang
melatarbelakangi eksekutif dan legislatif dalam membuat keputusan
anggaran:
1. Personal Values, atau nilai-nilai personal (individu). Dalam
konteks ini maka personal values menjadi logika berpikir yang
perlu juga diperhatikan dalam memahami penetapan atau
pengambilan keputusan.
2. Policy Values adalah nilai-nilai atau standar-standar kebijakan yang
berwarna kepentingan publik. Pembuat keputusan dapat bertindak
dengan baik berdasarkan persepsi mereka mengenai kepentingan
publik atau kepercayaan pada kebijakan publik yang secara moral
benar atau pantas.
3. Ideological Values, yaitu nilai-nilai atau standar-standar ideologis.
Ideologi adalah sekumpulan kepercayaan dan nilai yang
berhubungan secara logis yang memberikan gambaran sederhana
mengenai dunia dan cara bertindak sebagai petunjuk bagi seseorang
untuk berperilaku.
Berdasarkan pendapat Anderson, J.E. (1984:13-15), maka politik
penganggaran bersifat abstrak sehingga belum ada standar yang baku
sebagai pedoman dalam politik penganggaran.

20

Adanya pengaruh proses politik juga merupakan bagian dari kerangka
konseptual dari Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang
tercantum dalam Perturan Pemerintah No. 2004 Tahun 2005 tentang
standar akuntansi pemerintahan yaitu salah satu ciri yang penting
dalam mewujudkan keseimbangan fiskal dengan mempertahankan
kemampuan keuangan negara yang bersumber dari pendapatan pajak
dan sumber-sumber lainnya guna memenuhi keinginan masyarakat
adalah berlangsungnya proses politik untuk menyelaraskan berbagai
kepentingan yang ada di masyarakat. Oleh karena itu, penganggaran
merupakan kegiatan politik maka proses maupun produknya adalah
produk politik, maka untuk memahami keigiatan politik perlu
mencermati bagaimana anggaran itu dibuat dan prioritas-prioritas
yang muncul dari anggaran tersebut.
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, dapat disusun rumusan
hipotesis sebagai berikut:
H2 : Politik penganggaran berpengaruh positif terhadap sinkronisasi
RAPBD dengan KUA-PPAS.

21

2.3.3 Perencanaan
Perencanaan adalah suatu proses menyusun langkah-langkah untuk
mencapai tujuan tertentu (Abe, 2002;63). Mardiasmo (2002),
perencanaan merupakan cara organisasi menetapkan tujuan dan
sasaran organisasi. Proses penyusunan dalam penetapan anggaran
didasarkan pada rangkaian tahapan (siklus) yang dimulai bulan
Januari dan berakhir pada bulan Desember dalam tahun anggaran yang
sedang berjalan.
Bila perencanaan pada tahapan awal buruk maka akan berdampak
buruk pada perencanaan pada tahap berikutnya. Perencanaan yang
baik merupakan inti dari pengelolaan keuangan yang efektif.
Pemerintah daerah tidak akan dapat mengelola keuangannya secara
efektif apabila sistem perencanaan dan penganggaran yang dimiliki
tidak baik. Oleh karena itu pada tahap awal perencanaan merupakan
faktor yang sangat menentukan terhadap kesinkronan antara RAPBD
dengan KUA-PPAS. Pada tahap awal perencanaan, pertama kali yang
dilakukan adalah melakukan penjaringan aspirasi masyarakat dan
musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang). Partisipasi
masyarakat bertujuan pencapaian hasil sesuai dengan kebutuhan
publik melalui anggaran kinerja.
Proses penyusunan anggaran dalam penganggaran kinerja dimulai dari
satuan kerja yang ada di Pemda, melalui usulan anggaran yang disebut
Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-

22

SKPD). RKA-SKPD kemudian diteliti oleh tim anggaran eksekutif
untuk dinilai kelayakannya diakomodasi dalam RAPBD yang akan
disampaikan kepada legislatif. RAPBD kemudian dipelajari oleh
panitia anggaran legislatif dan direspon oleh semua komisi dan fraksi
dalam pembahasan anggaran. Dalam pembahasan anggaran, eksekutif
dan legislatif membuat kesepakatan-kesepakatn yang dicapai melalui
bargaining (dengan acuan KUA dan PPAS) sebelum anggaran
ditetapkan sebagai peraturan daerah. Anggaran yang telah ditetapkan
menjadi dasar bagi legislatif untuk melaksanakan fungsi pengawasan
dan penilaian kinerja eksekutif dalam hal pertanggungjawaban kepala
daerah.
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, dapat disusun rumusan
hipotesis sebagai berikut:
H3 : Perencanaan berpengaruh positif terhadap sinkronisasi RAPBD
dengan KUA-PPAS.

23

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Populasi dan Sampel
Penentuan sampel pada penelitian ini didasarkan pada pertimbanganpertimbangan:
• Anggota dewan yang membidangi pengawasan keuangan daerah sehingga
sampel yang relevan dengan pertimbangan tersebut adalah Badan
Anggaran (DPRD);
• Pegawai SKPD yang meliputi Sekretaris, Kepala Bidang (Kabid), Kepala
Seksi (Kasi), Kepala Sub Bagian (Kasubbag), Kepala Sub Bidang
(Kasubbid) yang membidangi perencanaan. Objek penelitian lebih banyak
pada pejabat eselon empat karena terlibat langsung dalam proses
perencanaan anggaran sehingga dianggap lebih memahami mekanisme
penyusunan anggaran.

24

SKPD di Pemerintah Kabupaten Lampung Utara terdiri atas 32 SKPD dan
anggota dewan yang terdiri dari 2.750 orang, yang menjadi sample penelitian
sebanyak 47 responden, terdiri dari 2 anggota dewan dan 45 pegawai.
Kuesioner yang disebar sebanyak 83 dan yang kemabali sebanyak 54
kuesioner, sedangkan yang digunakan sebagai data penelitian sebanyak 47
kuesioner (secara rinci dapat dilihat tabel 3.1 dan 3.2).
Tabel 3.1
Rekap Jumlah Populasi
NO.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

SKPD
SEKRETARIAT PEMKAB LU
SEKRETARIAT DPRD
DINAS PENDIDIKAN
DINAS KESEHATAN
DISOSNAKERTRANS
DISDUKCAPIL
DINAS PERHUBUNGAN
DINAS PEKERJAAN UMUM
KOPERINDAG
DISPORABUDPAR
DISPENDA
DISHUTBUN
DISTAKO
DINAS PENGELOLAAN PASAR
DINAS PERIKANAN
DINAS PERTANIAN & PETERNAKAN
INSPEKTORAT
BAPPEDA
KESBANGPOLINMAS
BLH
BPMPD
BKKB & PP
BKD
BPKA
KANTOR SATPOL PP
KPAD
KETAHANAN PANGAN
RSUD
BP4K
BPBD
KPMP
KORPRI
DPRD
JUMLAH

JUMLAH
POPULASI

TERKAIT

160
53
96
118
94
61
121
355
77
87
70
122
75
79
48
76
89
76
59
57
54
62
65
80
60
16
19
140
153
65
27
16
20
2750

1
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
20
83

25

3.2 Prosedur Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kuesioner dalam bentuk
skala Likert yang dikirim ke setiap responden. Kuesioner terdiri atas 33
pernyataan yang dijabarkan dari beberapa indikator pada setiap variabel.
Responden diminta untuk menyatakan jawaban dari pernyataan dalam lima
(5) macam kategori jawaban, yaitu “Sangat Setuju” (SS), “Setuju” (S),
“Netral/Tidak Tahu” (N), “Tidak Setuju” (TS) dan “Sangat Tidak Setuju”
(STS). Setiap jawaban akan mendapat nilai sesuai dengan arah pernyataan.

Tabel 3.2.
Rincian Jumlah Sampel dan Tingkat Pengembalian Kuesioner

Kuesioner yang dikirim

83 exp

Kuesioner yang tidak kembali

(29 exp)

Kuisioner yang kembali

54 exp

Kuisioner yang tidak lengkap

(7 exp)

Kuisioner yang digunakan

47 exp

Tingkat pengembalian (Respon Rate) 47/83 x 100% = 56.6%

3.3 Variabel Penelitian
Variabel independen (X) dalam penelitian ini adalah kapasitas sumber daya
manusia, politik penganggaran dan perencanaan. Variabel dependen (Y)
adalah sinkronisasi RAPBD dengan KUA-PPAS.

26

3.4 Pengukuran Variabel
Untuk mengukur jawaban setiap responden dihubungkan dengan bentuk
pernyataan atau dukungan sikap dengan skala likert. Menurut Sugiyono
(2007;86) skala likert digunakan dengan tujuan untuk mengetahui sikap,
pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang. Menurut Nasution
(2007;63) skala tipe likert mempunyai reliabilitas tinggi dalam mengurutkan
manusia dalam intensitas sikap tertentu.
Pada penelitian ini setiap pernyataan diukur dengan menggunakan skala likert
5 (lima) poin dengan pertimbangan responden merupakan kelompok
masyarakat yang terdidik sehingga mampu membedakan pendapatnya secara
lebih tajam. Penggunaan skala likert 5 poin merupakan jumlah pilihan yang
ganjil sehingga memiliki pilihan titik tengah (midpoint). Untuk mencegah
adanya kelompok yang ragu-ragu atau netral, maka pilihan di tengah-tengah
menggunakan jawaban ragu-ragu. Pertimbangan ini diambil karena peneliti
tidak harus memaksakan responden untuk memilih suatu pendirian yang
sesungguhnya tidak tepat dengan pendiriannya yang sebenarnya (Nasution,
2007;63).
Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka bentuk dan dukungan sikap yang
diberikan dalam penelitian ini yaitu : “sangat stuju” diberi skor 5; “setuju”
diberi skor 4; “ragu-ragu” diberi skor 3; “tidak setuju” diberi skor 2; dan
“sangat tidak setuju” diberi skor 1.

27

3.5 Metode Analisis Data
3.5.1 Uji Normalitas
Uji Normalitas dilakukan untuk melihat tingkat kenormalan yang
digunakan apakah data berdistribusi normal atau tidak. Tingkat
kenormalan data sangat penting karena data yang terdistribusi normal
maka data tersebut dapat dianggap mewakili populasi. Untuk uji
normalitas menggunakan metode Kolmogorov-Smirnov, data
dinyatakan normal jika signifikansi lebih besar dari 0,05 (>0,05).

3.5.2 Uji Asumsi Klasik
3.5.2.1

Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk mengetahui apakah
pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar
variabel independen. Jika terjadi korelasi, maka terdapat
masalah multikolinearitas. Pada model regresi yang baik
tidak terdapat korelasi di antara variabel independen. Untuk
mengetahui ada atau tidaknya gejala multikolinearitas yaitu
dengan melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF) dan
tolerance value. Apabila VIF < 10 dan tolerance value >
0,1 maka tidak terjadi multikolinearitas.

28

3.5.2.2

Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah
dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari
residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Model
regresi yang baik adalah yang homokedastisitas atau tidak
terjadi heterokedastisitas. Uji heteroskedastisitas dilakukan
dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik
scatterplot. Dasar analisisnya dapat dilihat :
1. Jika titik-titik yang membentuk pola yang teratur
(bergelombang, melebar kemudian menyempit) maka
mengidentifikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.
2. Jika tidak ada pola yang jelas serta titik-titik yang
menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu y
maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

3.5.3 Analisis Regresi
Untuk menganalisis faktor-faktor Kapasitas Sumber Daya Manusia,
Politik Penganggaran dan Perencanaan yang di Kabupaten Lampung
Utara berpengaruh terhadap Sinkronisasi antara RAPBD dengan
KUA-PPAS di Kabupaten Lampung Utara Tahun Anggaran 2012
melalui data primer dari responden dengan cara menyebarkan
kuisioner. Untuk menganalisis data kuisioner maka data yang
dikumpulkan dianalisis dengan melihat keterikatan antara variabel
dependen dengan variabel independen. Metode analisis data

29

kuantitatif yang digunakan adalah analisis regresi yang berguna untuk
mengetahui faktor yang berpengaruh terhadap sinkronisasi RAPBD
dengan KUA-PPAS.
Kemudian untuk mengetahui pengaruh variabel independen (X1, X2,
X3) terhadap variabel dependen (Y) yaitu dengan menggunakan
rumus:

Y = α + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3 + ε

Keterangan :
Y = Sinkronisasi dokumen KUA-PPAS dengan dokumen
APBD
X1 = Kapasitas sumber daya manusia
X2 = Politik penganggaran
X3 = Perencanaan
b = Konstanta
ε = Error term

30

Berdasarkan perumusan model statistika maka dilakukan uji
signifikansi variabel dan model hipotesis sebagai berikut :
H0 : b1 = 0
Ha : b1 ≠ 0

Uji hipotesis dilakukan dengan statistik uji t dan F dengan ketentuan
sebagai berikut :
1. Jika t hitung > t(α/2, n-k-1) atau p-value < α, maka H0 ditolak,
kesimpulan secara nyata berpengaruh pada taraf kepercayaan
sebesar α.
2. Jika F hitung > F(α/2; k-1; n-k) atau p-value < α, maka H0 ditolak,
kesimpulan model persamaan regresi diterima pada taraf
kepercayaan sebesar α.

39

BAB V
KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengumpulan dan pengolahan data dapat disimpulkan
bahwa:
1. Kapasitas sumber daya manusia tidak berpengaruh positif signifikan
terhadap sinkronisasi RAPBD dengan KUA-PPAS dengan tingkat
signifikansi untuk Y = 0.601 (60.1%).

2. Politik penganggaran tidak berpengaruh positif signifikan terhadap
sinkronisasi R APBD dengan KUA-PPAS dengan tingkat signifikansi
untuk Y = 0.587 (58.7%).
3. Perencanaan berpengaruh negatif signifikan terhadap sinkronisasi RAPBD

dengan KUA-PPAS dengan tingkat signifikansi untuk Y = 0.019 (1.9%).

Dengan demikian hipotesis yang menyatakan bahwa “Kapasitas sumber daya
manusia, politik penganggaran dan perencanaan berpengaruh positif terhadap
sinkronisasi RAPBD dengan KUA-PPAS” ditolak.

40

5.2 Keterbatasan Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, penelitian ini mempunyai
keterbatasan yaitu hasil penelitian ini hanya dapat dijadikan analisis pada
objek penelitian di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung
Utara, sehingga memungkinkan adanya perbedaan hasil dan kesimpulan
apabila dilakukan di lingkungan Pemerintah Daerah lainnya.

5.3 Saran
Saran yang dapat diberikan terhadap permasalahan penelitian ini adalah:
1. Ada penelitian lanjutan untuk menguji kembali penelitian ini dengan
mengajukan kuesioner penelitian yang lebih dipahami oleh responden.

2. Penelitian lanjutan dapat dilakukan dengan memperluas responden dari
kabupaten atau kota lain di Indonesia agar hasil dapat digeneralisir.

3. Responden penelitian terbatas pada lingkungan Pemerintah Daerah
Kabupaten Lampung Utara, sehingga kemungkinan menghasilkan output
yang berbeda pada obyek yang berbeda, maka perlu diperluas dengan
responden dari kabuputen/kota di Indonesia agar dapat digeneralisasi.

4. Diharapkan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Utara untuk
mempertahankan dan meningkatkan sinkronisasi antara KUA-PPAS
dengan RAPBD, karena dari hasil penelitian memang ada penambahan
baik dari segi anggaran SKPD maupun penambahan kegiatan, namun
tidak terlalu signifikan.

DAFTAR PUSTAKA

Arniati & Imelda. 2010. Pengaruh Kapasitas Sumber Daya Manusia, Politik
Penganggaran, Perencanaan dan Informasi Pendukung terhadap Dokumen
APBD dengan Dokumen KUA-PPAS di Lingkungan Pemerintah Kota
Tanjungpinang. Jurnal Nasional Akuntansi XIII Purwokerto.
Amirudin. 2009. Identifikasi dan Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Sinkronisasi Dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dengan
Dokumen Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran
Sementara (Studi Kasus Provinsi D.I Yogyakarta TA 2008). Tesis S2.
Program Pascasarjana UGM, Yogyakarta.
Halim & Abdullah. 2006. Sinkronisasi Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan
Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) APBD dengan RKA-SKPD
(Studi Kasus Provinsi Gorontalo TA 2009).
Halim, Abdul & Sukriy Abdullah. 2006. Hubungan dan Masalah Keagenan di
Pemerintah Daerah: Sebuah Peluang Penelitian Anggaran dan Akuntansi.
_______. 2004. Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah.
_______. 2006. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 tahun 2007 tentang
Perubahan Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13
Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daera

Dokumen yang terkait

Pengaruh Kapasitas Sumber Daya Manusia, Perencanaan Anggaran Dan Politik Penganggaran, Dengan Transparansi Publik Sebagai Variabel Moderating Terhadap Sinkronisasi Dokumen APBD Dengan Dokumen KUA - PPAS Pada Pemerintah Kabupaten Aceh Tenggara

5 81 136

Analisis Keragaman Fenotifik 47 Aksesi Sumber Daya Genetik Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Asal Kamerun

2 60 88

Pengaruh Sumber Daya Manusia Serta Partisipasi Anggaran Terhadap Kinerja SKPD Pada Pemerintahan Kabupaten Langkat

3 49 91

PENGARUH KAPASITAS SUMBER DAYA MANUSIA, POLITIK PENGANGGARAN, PERENCANAAN DAN INFORMASI PENDUKUNG TERHADAP SINKRONISASI DOKUMEN APBD DENGAN DOKUMEN KUA-PPAS (Studi Pada SKPD Di Kabupaten Kudus dan Kabupaten Pati)

1 0 11

PENGARUH KAPASITAS SUMBER DAYA MANUSIA, POLITIK PENGANGGARAN, PERENCANAAN DAN INFORMASI PENDUKUNG TERHADAP SINKRONISASI DOKUMEN APBD DENGAN DOKUMEN KUA-PPAS DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG

0 0 26

PENGARUH SINKRONISASI PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN, PARTISIPASI ANGGARAN DAN KEJELASAN SASARAN ANGGARAN TERHADAP KINERJA SKPD PADA PEMERINTAH KABUPATEN ACEH UTARA

1 4 10

PENGARUH AKUNTABILITAS, TRANSPARANSI, KAPASITAS SUMBER DAYA MANUSIA, DAN PENGAWASAN INTERN TERHADAP PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH (STUDI DI SKPK PEMERINTAH KABUPATEN ACEH UTARA)

0 1 10

Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN PENGARUH KAPASITAS SUMBER DAYA MANUSIA, PERENCANAAN ANGGARAN DAN POLITIK PENGANGGARAN, DENGAN TRANSPARANSI PUBLIK SEBAGAI VARIABEL MODERATING TERHADAP SINKRONISASI DOKUMEN APBD DENGAN DOKUMEN KUA - PPAS PADA PEMERINTAH KABU

0 0 38

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Pengaruh Kapasitas Sumber Daya Manusia, Perencanaan Anggaran Dan Politik Penganggaran, Dengan Transparansi Publik Sebagai Variabel Moderating Terhadap Sinkronisasi Dokumen APBD Dengan Dokumen KUA - PPAS Pada Pemerin

0 0 9

PENGARUH KAPASITAS SUMBER DAYA MANUSIA, PERENCANAAN ANGGARAN DAN POLITIK PENGANGGARAN, DENGAN TRANSPARANSI PUBLIK SEBAGAI VARIABEL MODERATING TERHADAP SINKRONISASI DOKUMEN APBD DENGAN DOKUMEN KUA - PPAS PADA PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TENGGARA TESIS

0 0 16