Pengaruh Kapasitas Sumber Daya Manusia, Perencanaan Anggaran Dan Politik Penganggaran, Dengan Transparansi Publik Sebagai Variabel Moderating Terhadap Sinkronisasi Dokumen APBD Dengan Dokumen KUA - PPAS Pada Pemerintah Kabupaten Aceh Tenggara
PENGARUH KAPASITAS SUMBER DAYA MANUSIA, PERENCANAAN ANGGARAN DAN POLITIK PENGANGGARAN, DENGAN
TRANSPARANSI PUBLIK SEBAGAI VARIABEL MODERATING TERHADAP SINKRONISASI
DOKUMEN APBD DENGAN DOKUMEN
KUA - PPAS PADA PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TENGGARA
TESIS
Oleh
DUDI ISKANDAR 117017002/Akt
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2013
(2)
PENGARUH KAPASITAS SUMBER DAYA MANUSIA, PERENCANAAN ANGGARAN DAN POLITIK PENGANGGARAN, DENGAN
TRANSPARANSI PUBLIK SEBAGAI VARIABEL MODERATING TERHADAP SINKRONISASI
DOKUMEN APBD DENGAN DOKUMEN
KUA - PPAS PADA PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TENGGARA
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ilmu Akuntansi pada Sekolah Pasca Sarjana
Universitas Sumatera Utara
Oleh
DUDI ISKANDAR 117017002/Akt
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2013
(3)
Judul Penelitian : PENGARUH KAPASITAS SUMBER DAYA MANUSIA, P E R E N C A N A A N A N G G A R A N D A N P O L I T I K P E N G A N G G A R A N , D E N G A N T R A N S P A R A N S I
P U B L I K S E B A G A I V A R I A B E L M O D E R A T I N G T E R H A D A P S I N K R O N I S A S I
DOKUMEN APBD DENGAN DOKUMEN KUA - PPAS
P A D A P E M E R I N T A H
K A B U P A T E N A C E H T E N G G A R A
Nama : DUDI ISKANDAR
N I M : 117017002/AKT Program Studi : Akuntansi
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Dr. Rina Bukit,SE,M.Si,Ak) (
Ketua Anggota
Drs. H. Idhar Yahya, M.Si, Ak)
Ketua Program Studi,
(Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak)
Direktur
(Prof.Dr.Erman Munir, M.Sc)
(4)
Telah diuji pada Tanggal : 22 Juli 2013
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua Anggota
: :
Dr. Rina Bukit, SE, M.Si, Ak. 1. Drs. H. Idhar Yahya, MBA, Ak. 2. Dr. Murni Daulay, M.Si.
3. Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA. 4. Dra. Tapi Anda Sari, M.Si, Ak.
(5)
PERNYATAAN Judul Tesis
PENGARUH KAPASITAS SUMBER DAYA MANUSIA, PERENCANAAN ANGGARAN DAN POLITIK PENGANGGARAN, DENGAN
TRANSPARANSI PUBLIK SEBAGAI VARIABEL MODERATING TERHADAP SINKRONISASI
DOKUMEN APBD DENGAN DOKUMEN
KUA - PPAS PADA PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TENGGARA
Dengan ini penulis menyatakan bahwa tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Ilmu Sains pada Program Studi Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya penulis sendiri.
Adapun pengutipan – pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.
Apabila dikemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian tesis ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang dan sanksi-sanki lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Medan, Juli 2013 Penulis,
(6)
PENGARUH KAPASITAS SUMBER DAYA MANUSIA, PERENCANAAN ANGGARAN DAN POLITIK PENGANGGARAN, DENGAN
TRANSPARANSI PUBLIK SEBAGAI VARIABEL MODERATING TERHADAP SINKRONISASI
DOKUMEN APBD DENGAN DOKUMEN
KUA - PPAS PADA PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TENGGARA
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kapasitas sumber daya manusia, perencanaan anggaran dan politik penganggaran terhadap sinkronisasi dokumen Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dengan dokumen Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (KUA) Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS).Penelitian ini juga menguji peranan transparansi publik memoderasi hubungan antara kapasitas sumber daya manusia, perencanaan anggaran, politik penganggaran terhadap sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS. Populasi penelitian ini adalah anggota dewan dan pejabat/pegawai yang terlibat dalam penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA)Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) berjumlah 29 SKPD. Metode pengambilan sampel mengunakan metode sensus, dimana semua populasi dijadikan sampel sejumlah 123 orang. Data dalam penelitian ini menggunakan data primer. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner yang dibagikan langsung kepada responden. Metode analisis yang digunakan adalah analisis Regresi Linear Berganda dan analisis Uji Interaksi. Untuk menguji hipotesis secara simultan dan parsial digunakan Uji F dan Uji t. Hasil penelitian dan uji hipotesis menunjukkan bahwa secara simultan variabel variabel kapasitas sumber daya manusia, perencanaan anggaran dan politik penganggaran berpengaruh positif signifikan terhadap sinkronisasi dokumenAPBD dengan dokumen KUA-PPAS dan secara parsial kapasitas sumber daya manusia dan politik penganggaran berpengaruh signifikan terhadap sinkronisasi dokumen APBDdengan dokumen KUA-PPAS sedangkan perencanaan anggaran berpengaruh negatifsignifikan terhadap sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS. Hasil uji interaksi menunjukkan bahwa transparansi publik tidak dapat memoderasi hubungan antara kapasitas sumber daya manusia, perencanaan anggaran dan politik penganggaran terhadap sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS, dan transparansi publik bukan variabel moderating.
Kata Kunci : APBD, KUA-PPAS, Kapasitas Sumber Daya Manusia, Perencanaan Anggaran, Politik Penganggaran, Transparansi Publik.
(7)
THE INFLUENCE OF THE CAPACITY OF HUMAN RESOURCES, BUDGET PLANNING AND BUDGETING POLITICS WITH PUBLIC
TRANSPARENCY AS MODERATING VARIABLE ON THE SYNCHRONIZATION BETWEEN REGIONAL REVENUES
AND EXPENDITURES BUDGET DOCUMENT AND GENERAL POLICY OF REGIONAL REVENUES AND EXPENDITURES BUDGET-PROVISIONAL
BUDGET CEILING PRIORITY DOCUMENT IN THE DISTRICT GOVERNMENT OF
ACEH TENGGARA ABSTRACT
The purpose of this study was to look at the influence of the capacity of human resources, budget planning and budgeting politics on the synchronization between Regional Revenues and Expenditures Budget (APBD) document and General Policy of Regional Revenues and Expenditures Budget (KUA) - Provisional Budget Ceiling Priority (PPAS) document and to test the role of public transparency in moderating the relationship between the capacity of human resources, budget planning, budgeting politics with the synchronization between APBD document and KUA-PPAS document. The population of this study was 123 persons consisting of legislative members and officials/employees who were involved in the preparation of the Work Plan and Budget of 29 Regional Apparatus Working Units and all of them were selected to be the samples for this study by using census sampling method. The data used in thios study were primary data obtained through the questionnaires directly distributed to the respondents. The data obtained were analyzed through multiple linear regression tests and interaction test. Hypothesis was simultaneously and partially tested through F test and t test. The result of hypothesis test in this study showed that simultaneously the variables of capacity of human resources, budget planning and budgeting politics had a positive and significant influence on the synchronization between APBD document and KUA-PASS document, and partially, capacity of human resources and budgeting politics had a significant influence on the synchronization between APBD document and KUA-PASS document while budget planning had a negative and signifcant influence. The result of interaction test showed that public transparency could not moderate the relationship between the capacity of human resources, budget planning and budgeting politics and the synchronization between APBD document and KUA-PASS document. Therefore, public transparency is not moderating variable.
Keywords: APBD, KUA, PASS, Human Resource Capacity, Budget Planning, Budgeting Politics, Public Transparency
(8)
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, Rabb Penguasa alam semesta atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini, shalawat dan salam semoga senatiasa tercurah keharibaan Rasulullah Muhammad SAW.
Peneliti menyadari penyelesaian tesis ini tidak akan terlaksana dengan baik tanpa dukungan dan motivasi berbagai pihak yang telah memberikan masukan dan saran yang tidak ternilai. Oleh karena itu, rasa terima kasih dan takjub saya ucapkan kepada berbagai pihak yang telah mendukung penyelesaikan penelitian dan penulisan tesis ini terutama kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Syahril Pasaribu, DTM&H,MSc, (CTM), SpA(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Erman Munir, MSc selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA selaku Ketua Program Studi Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan sekaligus sebagai Dosen Pembanding yang telah memberikan banyak saran dan masukan dalam penyelesaian tesis ini.
4. Ibu Dra. Tapi Anda Sari Lubis, MSi, selaku Sekretaris Program Studi Akuntansi Sekolah Pascasarjana sekaligus sebagai Dosen Pembanding yang telah memberikan saran dan masukan untuk perbaikan tesis ini.
5. Ibu Dr. Rina Bukit, MSi,Ak selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak meluangkan waktu ,memberikan arahan, bimbingan dan saran bagi peneliti dari awal hingga selesainya tesis ini.
6. Bapak Drs. Idhar Yahya, MBA,Ak selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu, memberikan arahan, bimbingan dan saran bagi peneliti dari awal hingga selesainya tesis ini.
7. Ibu Dr.Murni Daulay, MSi selaku Dosen Pembanding yang telah banyak memberikan arahan, dan saran bagi peneliti.
8. Bapak dan Ibu Dosen serta Staf Administrasi Program Magister Akuntansi atas segala bantuan yang diberikan.
(9)
9. Bapak Bupati Aceh Tenggara Aceh Tenggara yang telah banyak memberikan motivasi dan bantuan selama proses pendidikan.
10.Kepala Dinas, Badan dan Kantor serta staff SKPD di Kabupaten Aceh Tenggara yang telah banyak memberikan bantuan selama proses penelitian. 11.Ibu, Istri, anak-anakku, kakak dan adik-adikku yang selalu mendo’akan dan
memberikan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan ini. 12.Rekan-rekan mahasiswa Sekolah Pascasarjana Program Studi Akuntansi
Pemerintahan Angkatan ke- XXIII atas motivasi dan sumbangan pikiran dalam penyelesaian tesis ini.
13.Semua pihak yang telah memberikan masukan dan dorongan guna penyelesaian tesis ini.
Penulis menyadari tesis ini masih banyak memiliki kekurangan dan jauh dari sempurna, namun harapan penulis semoga tesis ini bermanfaat bagi para pembaca. Akhir kata semoga Allah SWT memberi rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua. Aamiin.
Medan, Juli 2013
Penulis
Dudi Iskandar
(10)
RIWAYAT HIDUP INDENTITAS PRIBADI
NAMA : DUDI ISKANDAR
TEMPAT/TGL.LAHIR : KAMPUNG MELAYU/27 JULI 1977
AGAMA : ISLAM
STATUS : MENIKAH
AYAH : ALM. SYAPIRUDDIN RAMBE
IBU : ROSMINAR Br RITONGA
ALAMAT : JL. KUTACANE-BLANGKEJEREN NO.15 KAMPUNG MELAYU GAB
HANDPHONE : 081265783848
TAHUN 2011 – 2013 : PASCA SARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN PENDIDIKAN
TAHUN 1996 – 2001 : FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SYIAH KUALA BANDA ACEH
TAHUN 1993 – 1996 : SMEA NEGERI KUTACANE TAHUN 1990 – 1993 : SMP NEGERI TANAH MERAH TAHUN 1984 – 1990 : SD NEGERI DESA RAJA
TAHUN 2002 : LBB PRIMAGAMA PEKANBARU PENGALAMAN PEKERJAAN
TAHUN 2008 – SEKARANG: P N S PADA SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN ACEH TENGGARA
(11)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSRTAK ... i
ABSRTACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN...1
1.1 Latar Belakang Penelitian ...1
1.2 Rumusan Masalah ...8
1.3 Tujuan Penelitian ...8
1.4 Manfaat Penelitian ...9
1.5 Originalitas ...9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11
2.1 Landasan Teori ... 11
2.1.1 Pengertian Sinkronisasi ... 11
2.1.3 Proses Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ... 12
2.1.4 Kapasitas Sumber Daya Manusia ... 16
2.1.5 Perencanaan Anggaran ... 18
2.1.6 Politik Anggaran ... 20
2.1.6 Transparansi Publik ... 24
(12)
BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTES ...29
3.1 Kerangka Konsep ... 29
3.2 Hipotesis...31
BAB IV METODE PENELITIAN... 32
4.1 Jenis Penelitian ... 32
4.2 Lokasi dan Waktu penelitian ... 33
4.3 Populasi dan Sampel... 33
4.4 Metode Pengumpulan Data ... 34
4.5 Definisi Operasional dan Metode Pengukuran Variabel ... 35
4.6 Metode Analisis Data ... 40
4.6.1 Uji Kualitas Data ... 41
4.6.2 Uji Asumsi Klasik ... 43
4.6.3 Uji Hipotesis ... 45
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 49
5.1Deskriptif Data ... 49
5.1.1 Karakteristik Responden ... 52
5.2 Analisis Data ... 54
5.2.1 Pengujian Validitas dan Reliabilitas Data ... 54
5.2.2 Uji Asumsi Klasik ... 56
5.2.2.1 Uji Normalitas ... 57
5.2.2.2 Uji Multikolinieritas...59
5.2.2.3 Uji Heteroskedastisitas...60
5.3 Pengujian Hipotesis ... 62
5.3.1 Pengujian Hipotesis 1 ... 62
5.3.1.1 Hasil Pengujian Koefisien Determinasi... 62
5.3.1.2 Hasil Pengujian Hipotesis 1 secara Parsial... 65
5.3.2 Pengujian Hipotesis 2 ... 66
5.3.2.1 Hasil Pengujian Koefisien Determinasi ... 66
5.3.2.2 Hasil Pengujian Hipotesis 2 secara Simultan ... 67
(13)
5.4 Pembahasan ... 70
5.4.1 Pengaruh Kapasitas Sumber Daya Manusia, Perencanaan Anggaran dan Politik Penganggaran terhadap SinkronisasiDokumen APBD dengan Dokumen KUA- PPAS... ... 72
5.4.2 Pengaruh Kapasitas Sumber Daya Manusia terhadap Sinkronisasi Dokumen APBD dengan Dokumen KUA-PPAS... ... 73
5.4.3 Pengaruh Perencanaan Anggaran terhadap Sinkronisasi Dokumen APBD dengan Dokumen KUA-PPAS ... 73
5.4.4 Pengaruh Politik Penganggaran terhadap Sinkronisasi Dokumen APBD dengan Dokumen KUA-PPAS ... 75
5.4.5 Pengaruh Transparansi Publik terhadap hubungan antara Kapasitas Sumber Daya Manusia, Perencaan Anggaran dan Politik Penganggaran terhadap Sinkronisasi Dokumen APBD dengan Dokumen KUA-PPAS... ... 76
BAB VI KESIMPULAN DAN ASARAN ... 78
6.1 Kesimpulan ... 78
6.2 Keterbatasan ... 79
6.3 Saran ... 79
DAFTAR PUSTAKA ... 81
(14)
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Tahapan dan Jadwal Proses Penyusunan APBD ... 13
Tabel 4.1 Nama-nama SKPD ... 33
Tabel 4.2 Defenisi Operasional Variabel ... 39
Tabel 5.1 Tingkat Pengembalian Kuesioner ... 49
Tabel 5.2 Deskriptif Jawaban Responden ... 50
Tabel 5.3 Usia Responden ... 52
Tabel 5.4 Jenis Kelamin Responden...52
Tabel 5.5 Tingkat Pendidikan Responden ... 53
Tabel 5.6 Eselon Responden ... 53
Tabel 5.7 Uji Validitas Data...54
Tabel 5.8 Uji Reliabilitas Data ... 56
Tabel 5.9 One - Sample Kolmogorov – Smirnov Test ... 59
Tabel 5.10 Multikolinieritas ... 60
Tabel 5.11 Hasil Uji Glejser ... 61
Tabel 5.12 Uji Koefisien Determinasi Hipotesis 1 ... 62
Tabel 5.13 Uji Statistik F Hipotesis1 ... 63
Tabel 5.14 Uji Statistik t Hipotesis 1 ... 65
Tabel 5.12 Uji Koefisien Determinasi Hipotesis 2 ... 66
Tabel 5.13 Uji Statistik F Hipotesis 2 ... 67
Tabel 5.15 Uji t sebelum Variabel ditransformasikan dalam bentuk Logaritma Natural ... 68
Tabel 5.16 Uji t setelah Variabel ditransformasikan dalam bentuk Logaritma Natural ... 69
Tabel 5.17 Variabel yang dikeluarkan setelah Variabel ditransformasikan dalam bentuk Natural ... 70
(15)
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 3.1 Kerangka Konseptual.. ...28
Gambar 5.1 Diagram Histogram ...57
Gambar 5.2 Normal P-Plot of Regression Standardized Residual ...58
(16)
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
1. Kuesioner Penelitian ... 85
2. Tabel Tabulasi Jawaban Responden ... 89
3. Karakteristik Jawaban Responden ... 93
4. Hasil Uji Validitas Variabel ... 94
5. Hasil Uji Reliabilitas Variabel... 103
6. Hasil Uji Normalitas... ………….. 108
7. Haji Uji Multikolinearitas...………... 100
8. Hasil Uji Heteroskedastisitas... 111
9. Pengujian Hipotesis 1………... 112
10. Pengujian Hipotesis 2 ………... 114
(17)
PENGARUH KAPASITAS SUMBER DAYA MANUSIA, PERENCANAAN ANGGARAN DAN POLITIK PENGANGGARAN, DENGAN
TRANSPARANSI PUBLIK SEBAGAI VARIABEL MODERATING TERHADAP SINKRONISASI
DOKUMEN APBD DENGAN DOKUMEN
KUA - PPAS PADA PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TENGGARA
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kapasitas sumber daya manusia, perencanaan anggaran dan politik penganggaran terhadap sinkronisasi dokumen Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dengan dokumen Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (KUA) Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS).Penelitian ini juga menguji peranan transparansi publik memoderasi hubungan antara kapasitas sumber daya manusia, perencanaan anggaran, politik penganggaran terhadap sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS. Populasi penelitian ini adalah anggota dewan dan pejabat/pegawai yang terlibat dalam penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA)Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) berjumlah 29 SKPD. Metode pengambilan sampel mengunakan metode sensus, dimana semua populasi dijadikan sampel sejumlah 123 orang. Data dalam penelitian ini menggunakan data primer. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner yang dibagikan langsung kepada responden. Metode analisis yang digunakan adalah analisis Regresi Linear Berganda dan analisis Uji Interaksi. Untuk menguji hipotesis secara simultan dan parsial digunakan Uji F dan Uji t. Hasil penelitian dan uji hipotesis menunjukkan bahwa secara simultan variabel variabel kapasitas sumber daya manusia, perencanaan anggaran dan politik penganggaran berpengaruh positif signifikan terhadap sinkronisasi dokumenAPBD dengan dokumen KUA-PPAS dan secara parsial kapasitas sumber daya manusia dan politik penganggaran berpengaruh signifikan terhadap sinkronisasi dokumen APBDdengan dokumen KUA-PPAS sedangkan perencanaan anggaran berpengaruh negatifsignifikan terhadap sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS. Hasil uji interaksi menunjukkan bahwa transparansi publik tidak dapat memoderasi hubungan antara kapasitas sumber daya manusia, perencanaan anggaran dan politik penganggaran terhadap sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS, dan transparansi publik bukan variabel moderating.
Kata Kunci : APBD, KUA-PPAS, Kapasitas Sumber Daya Manusia, Perencanaan Anggaran, Politik Penganggaran, Transparansi Publik.
(18)
THE INFLUENCE OF THE CAPACITY OF HUMAN RESOURCES, BUDGET PLANNING AND BUDGETING POLITICS WITH PUBLIC
TRANSPARENCY AS MODERATING VARIABLE ON THE SYNCHRONIZATION BETWEEN REGIONAL REVENUES
AND EXPENDITURES BUDGET DOCUMENT AND GENERAL POLICY OF REGIONAL REVENUES AND EXPENDITURES BUDGET-PROVISIONAL
BUDGET CEILING PRIORITY DOCUMENT IN THE DISTRICT GOVERNMENT OF
ACEH TENGGARA ABSTRACT
The purpose of this study was to look at the influence of the capacity of human resources, budget planning and budgeting politics on the synchronization between Regional Revenues and Expenditures Budget (APBD) document and General Policy of Regional Revenues and Expenditures Budget (KUA) - Provisional Budget Ceiling Priority (PPAS) document and to test the role of public transparency in moderating the relationship between the capacity of human resources, budget planning, budgeting politics with the synchronization between APBD document and KUA-PPAS document. The population of this study was 123 persons consisting of legislative members and officials/employees who were involved in the preparation of the Work Plan and Budget of 29 Regional Apparatus Working Units and all of them were selected to be the samples for this study by using census sampling method. The data used in thios study were primary data obtained through the questionnaires directly distributed to the respondents. The data obtained were analyzed through multiple linear regression tests and interaction test. Hypothesis was simultaneously and partially tested through F test and t test. The result of hypothesis test in this study showed that simultaneously the variables of capacity of human resources, budget planning and budgeting politics had a positive and significant influence on the synchronization between APBD document and KUA-PASS document, and partially, capacity of human resources and budgeting politics had a significant influence on the synchronization between APBD document and KUA-PASS document while budget planning had a negative and signifcant influence. The result of interaction test showed that public transparency could not moderate the relationship between the capacity of human resources, budget planning and budgeting politics and the synchronization between APBD document and KUA-PASS document. Therefore, public transparency is not moderating variable.
Keywords: APBD, KUA, PASS, Human Resource Capacity, Budget Planning, Budgeting Politics, Public Transparency
(19)
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Setelah era reformasi bergulir, terjadi peralihan sistem sentralisasi menjadi desentralisasi, sehingga sejumlah kewenangan pusat beralih ke daerah.Penerapan sistem desentralisasi menuntut pemerintah daerah untuk dapat bekerja lebih optimal dalam pembangunan daerahnya masing-masing sehingga pembangunan dapat dilaksanakan dengan lebih efektif. Sistem desentralisasi tersebut mencakup desentralisasi keuangan negara yang ditujukan untuk menjalankan prinsip anggaran yang disertai dengan fungsi dan tanggung jawab yang telah didelegasikan kepada daerah karena pemerintah daerahlah yang lebih memahami kondisi masyarakat didaerahnya. Seiring dengan hal tersebut, diharapkan kesejahteraan masyarakat akan semakin meningkat.
Konsep tentang mekanisme penyusunan program kerja pemerintah daerah, termasuk ke dalam ranah konsep kebijakan keuangan negara. Bahwa fungsi pemerintahan dalam berbagai bidang yang kemudian menimbulkan hak dan kewajiban negara dalam mengelola keuangan negara melahirkan Sistem Pengelolaan Keuangan Negara. Penyusunan program kerja pemerintah daerah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sistem pengelolaan keuangan negara tersebut, yakni berkaitan dengan penyusunan dan penetapan APBN dan APBD. Menjadi kewajiban pemerintah dan pemerintah daerah untuk menyusun rencana pembangunan jangka panjang (RPJP/D), rencana pembangunan jangka menengah (RPJM/D), dan rencana kerja pemerintah (RKP/D). Pemerintah dan pemerintah
(20)
daerah wajib menyusun dokumen Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) sebagai landasan penyusunan RAPBN/ RAPBD. Setiap proses penyusunan dokumen rencana pembangunan tersebut di atas, memerlukan koordinasi antar instansi pemerintah dan partisipasi seluruh pelaku pembangunan melalui suatu forum yang disebut sebagai Musyawarah Perencanaan Pembangunan atau Musrenbang. Penyelenggaraan Musrenbang ini difasilitasi dan didanai oleh pemerintah, propinsi, kabupaten/kota. Penyelenggaraan Musrenbang di Daerah dalam rangka penyusunan RKPD dilakukan melalui proses pembahasan yang terkoordinasi antara Bappeda dengan seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Titik berat pembahasannya adalah pada sinkronisasi rencana kerja SKPD, dan antara Pemerintah,Pemerintah Daerah dan masyarakat(Rudianto,2007).
Penganggaran sektor publik terkait dengan proses penentuan jumlah alokasi dana untuk tiap-tiap program dan aktivitas dalam satuan moneter. Proses penganggaran organisasi sektor publik dimulai ketika perumusan strategi dan perencanaan strategi telah selesai dilakukan. Tahap penganggaran menjadi sangat penting karena anggaran yang tidak efektif dan tidak berorientasi pada kinerja akan dapat menggagalkan perencanaan yang telah disusun. Anggaran sektor publik merupakan instrumen akuntabilitas atas pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai dari uang publik (Mardiasmo, 2004).
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 13 Tahun 2006, penganggaran terpadu (unified budgeting) adalah penyusunan rencana keuangan tahunan yang dilakukan secara terintegrasi untuk seluruh jenis belanja guna melaksanakan kegiatan pemerintahan yang didasarkan pada prinsip
(21)
pencapaian efisiensi alokasi dana. Dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan di daerah, Pemerintah telah menetapkan Undang-undang (UU) No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah atas perubahan UU No.22 Tahun 1999, Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Keuangan Negara dan Daerah yang diperjelas dengan Permendagri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Permendagri Nomor 21 Tahun 2011 sebagai pedoman dalam pelaksanaan, penatausahaan APBD dan laporan keuangan juga mencakup kebijakan akuntansi. Prinsip penyusunan APBD berdasarkan Permendagri 21 Tahun 2011 yaitu : (1)APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelanggara pemerintah daerah, (2)APBD harus disusun secara tepat waktu sesuai tahapan dan jadwal, (3) Penyusunan APBD dilakukan secara transparan, dimana memudahkan masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan akses informasi seluas-luasnya tentang APBD, (4) Penyusuanan APBD harus melibatkan partisipasi masyarakat, (5) APBD harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan,(6) Substansi APBD dilarang bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi dan peraturan daerah lainnya.
Mekanisme penganggaran melibatkan berbagai pihak yang mempunyai latar belakang yang berbeda baik dari tingkat pemahaman terhadap anggaran maupun dari kepentingan terhadap anggaran. Perbedanaan ini diyakini dapat menyebabkan terjadinya ketidaksinkronan dalam proses penyusunan anggaran yaitu antara dokumen APBD dengan dokuem KUA-PPAS. Ketidaksinkronan
(22)
antara dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS umum terjadi hampir disetiap pemerintah daerah.
Penelitian yang dilakukan oleh Sopanah (2003) menunjukkan bahwa pengetahuan anggaran berpengaruh signifikan terhadap pengawasan APBD. Di samping itu, adanya partisipasi masyarakat dan transparansi kebijakan publik mempertinggi fungsi pengawasan yang dilakukan oleh dewan. Semakin tinggi pengawasan yang dilakukan oleh dewan maka proses penyusunan APBD akan semakin berkualitas.Pengamat Politik Universitas Gadjah Mada Hasrul Hanif (2012) mengatakan, proses penganggaran di DPR tidak transparan, akibatnya penyalahgunaan anggaran seperti alokasi untuk pembangunan gedung DPR dan toilet dengan nilai yang fantastis dapat terjadi. Tidak ada transparansi dalam proses penganggaran di DPR, akibatnya tidak bisa dikontrol oleh masyarakat, alhasil penyalahgunaan seringkali terjadi dan sampai saat ini penganggaran masih sangat tertutup dan hanya melibatkan segelintir birokrasi dan politisi.Masyarakat, menurut dia, hanya dilibatkan dalam usulan perencanaan pembangunan saja. Sementraa untuk detailnya, jauh dari sifat keterbukaan terhadap masyarakat. Bahkan menurut dia, meski UU tentang Keterbukaan Informasi Publik telah mengamanatkan bahwa dokumen anggaran merupakan dokumen publik, namun tetap saja sulit diakses oleh masyarakat. Fenomena ini bertolak belakang dengan Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dimana pada pasal 4 disebutkan bahwa setiap orang berhak : (a) melihat dan mengetahui Informasi Publik, (b) menghadiri pertemuan publik yang terbuka untuk umum untuk memperoleh Informasi Publik, (c) mendapatkan salinan Informasi Publik melalui permohonan sesuai dengan Undang-Undang ini,
(23)
dan/atau (d) menyebarluaskan Informasi Publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dari hasil evaluasi terhadap rancangan APBD provinsi yang dilakukan oleh Kementerian Dalam Negeri masih terdapat ketidaksesuaian antara alokasi anggaran dalam Kebijakan Umum APBD (KUA) dan PPAS dengan rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD. Hal ini disebabkan pemerintah daerah dan DPRD belum secara konsisten mengganggarkan program dan kegiatan pada setiap tahapan perencanaan yang telah disepakati bersama, mulai dari KUA-PPAS dan RAPBD(Tumbo, 2012). Saat ini sudah menjadi praktek yang lumrah di pemerintah daerah bahwa untuk melakukan pergeseran anggaran dan/ atau penambahan aggaran yang sebelumnya tidak dianggarkan dan mendahului perubahan APBD, pemerintah daerah cukup mengajukan permohonan izin prinsip kepada pimpinan DPRD. Setelah pimpinan DPRD menyetujui permohonan tersebut, pemerintah daerah dapat melakukan peregeseran anggaran dengan cara mengubah Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD (Tarigan,2012).
Berdasarkan pengamatan awal pada Laporan Keterangan Pertangungjawaban Bupati Aceh Tenggara Tahun 2011 terdapat beberapa permasalahan yang masih dihadapi dalam pengelolaan belanja Pemerintah Kabupaten Aceh Tenggara sepanjang Tahun 2011 antara lain pemahaman dan pembahasan APBK kurang optimal yang dipengaruhi belum berjalan efektif dan efesien pengesahan APBK oleh DPRK Aceh Tenggara serta masih terdapat kegiatan-kegiatan yang bersifat mendesak dan strategis yang muncul dari pemerintah kabupaten,provinsi maupun pemerintah pusat yang sebelumnya tidak
(24)
dianggarakan dalam APBK Aceh Tenggara.Hal ini tidak dapat diakomodir secara langsung dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten Aceh Tenggara serta belum optimalnya tingkat efisiensi dan efektifitas pengeluaran dari setiap kegiatan yang dilaksakan masing-masing SKPK di lingkungan Pemerintah Kabupaten Aceh Tenggra. Disisi lain keterbukaan atau informasi yang didapat oleh publik dalam perencanan APBD hanya pada awal perencanaan penyusunan APBD melalui musyawarah rencana pembangunan (MUSRENBANG) pada berbagai tingkat. Pada tahap pelaksanaan pengelolaan APBD dan tahap akhir pengelolaan APBD informasi dan keterlibatan publik terputus dan tidak dipublikasikan secara terbuka, artinya publik hanya dilibatkan pada saat musyawarah rencana awal APBD dimana pada saat musyawarah rencana pembangunan usulan pembangunan adalah berdasarkan skala prioritas yang langsung diusulkan oleh publik. Namun pada pelaksanaan dari musyawarah rencana pembangunan yang sudah disusun berdasarkan skala prioritas tidak sesuai dengan usulan pada saat musyawarah rencana pembangunan.
Berkaitan dengan permasalahan diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk memberikan bukti empiris bahwa kapasitas sumber daya manusia, politik penganggaran, dan perencanaan akan mempengaruhi sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS dengan tranparansi publik sebagai variabel moderating. Perencanaan dan penganggaran merupakan dua hal yang erat kaitannya. Agar perencanaan dan penganggaran bersifat realistik dan tepat sasaran maka perlu didukung oleh Peraturan Pemerintah yang menjabarkan konsep dan ketentuan lebih rinci mengenai kerangka rencana dan anggaran. Yang terjadi selama ini menunjukkan bahwa perencana cenderung mengabaikan
(25)
dokumen-dokumen dalam perencanaan dan penganggaran serta tidak adanya keterkaitan antar dokumen. Permasalahan berikutnya adalah masih sangat dirasakan “ego sektoral” antara para aparat pemerintah dalam melaksanakan kegiatan pembangunan. Masing-masing dinas dan instansi cenderung mengatakan tugas dan fungsinyalah yang terpenting dalam kegiatan pembangunan. Permasalahan tersebut menyebabkan koordinasi dalam penyusunan rencana dan pelaksanaan pembangunan menjadi sulit dilakukan. Akibat selanjutnya adalah kurang optimalnya pelaksanaan proses pembangunan dan bahkan sasaran yang dituju dapat tidak terlaksana sama sekali. Hal ini mendorong peneliti ingin mengetahui apakah kapasitas sumber daya manusia, politik penganggaran, perencanaan dan informasi pendukung berpengaruh terhadap sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan dari uraian latar belakang tersebut di atas penulis ingin menguji pengaruh kapasitas sumber daya manusia, perencanaan anggaran dan politik penganggaran terhadap sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS dengan rumusan masalah:
1. Apakah kapasitas sumber daya manusia, perencanaan anggaran dan politik penganggaran berpengaruh baik simultan maupun parsial terhadap sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS pada Pemerintah Kabupaten Aceh Tenggara.
2. Apakah transparansi publik sebagai variabel moderating mempengaruhi hubungan antara kapasitas sumber daya manusia, perencanaan anggaran
(26)
dan politik penganggaran terhadap sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS pada Pemerintah Kabupaten Aceh Tenggara.
1.2.Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini dimaksudkan untuk:
a. Memperoleh bukti empiris serta menganalisis pengaruh kapasitas sumber daya manusia, perencanaan anggaran dan politik penganggaran baik secara simultan maupun parsial berbepengaruh terhadap sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS.
b. Memperoleh bukti empiris serta menganalisis transparansi publik sebagai variabel moderating mempengaruhi hubungan antara variabel kapasitas sumber daya manusia, perencanaan anggaran dan politik penganggaran terhadap sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS .
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Bagi peneliti, penelitian ini bermanfaat dalam memperdalam pengetahuan peneliti di bidang akuntansi keuangan daerah, khususnya pengaruh kapasitas sumber daya manusia, perencanaan anggaran, politik penganggaran dan transparansi publik terhadap sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi Pemerintah Kabupaten Aceh Tenggara dalam rangka mensinkronkan dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS.
(27)
3. Dapat menjadi masukan bagi rekan-rekan yang berminat dan tertarik memperdalam penelitian tentang sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS.
1.5. Originilitas
Penelitian mengenai sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS yang dipengaruhi oleh kapasitas sumber daya manusia, politik penganggaran, perencanaan dan informasi pendukung telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya yaitu Arniati dkk (2010) dan hasilnya telah di dipublikasikan pada Simposium Nasional Akuntansi (SNA) XIII di Purwekoerto. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian adalah pada variabel moderating dan objek penelitiannya. Penelitian terdahulu tidak menggunakan variabel moderating, penelitian sekarang menggunakan variable moderating. Objek Penelitian terdahulu pada Pemerintah Kota Tanjung Pinang. Penelitian sekarang pada Pemerintah Daerah Aceh Tenggara.
(28)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pengertian Sinkronisasi
Sinkronisasi adalah hasil kesesuaian antara dokumen kebijakan yang satu dengan dokumen kebijakan yang lain. Sinkronisasi bertujuan untuk mengimplementasikan landasan pengaturan tentang mekanisme penyusunan anggaran yang telah diatur dalam sejumlah peraturan perundang-undangan, diantaranya adalah UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, PP No. 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, dan Permendagri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Sebelum penyusunan APBD dilakukan, terlebih dahulu dibuat kesepakatan antara eksekutif dan legislatif tentang arah dan kebijakan umum (AKU) dan prioritas anggaran, yang akan menjadi pedoman untuk penyusunan anggaran pendapatan dan anggaran belanja. Eksekutif membuat rancangan APBD sesuai dengan AKU dan prioritas anggaran, yang kemudian diserahkan kepada legislatif untuk dipelajari dan dibahas bersama-sama sebelum ditetapkan sebagai peraturan daerah (Halim dan Abdullah, 2006).
Disamping itu pemerintah daerah dan DPRD juga harus menjaga dan mengawal adanya konsistensi, sinkronisasi dan sigergisitas antara substansi KUA-PPAS, RKA SKPD/RKA PPKD RAPBD . Hal tersebut guna memenuhi ketentuan yan diamanatkan pasal 44 ayat (2) Peraturan Pemerintah Tahun 2005 yang menyatakan bahwa pembahasan RAPBD menitikberatkan pada kesesuaian antara
(29)
kebijakan umum APBD serta prioritas dan plafon anggaran sementara dengan program dan kegiatan yang diusulkan dalam rancangan peraturan daerah tentang APBD.
2.1.2 Proses Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Berdasarkan Permendagri No. 21 Tahun 2011 yang dimaksud dengan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) adalah dokumen yang memuat kebijakan bidang pendapatan, belanja dan pembiayaan serta asumsi yang mendasarinya untuk periode satu (1) tahun. Substansi KUA mencakup hal-hal yang sifatnya kebijakan umum dan tidak menjelaskan hal-hal yang bersifat teknis. Hal-hal yang sifatnya kebijakan umum, seperti: (a) Gambaran kondisi ekonomi makro termasuk perkembangan indikator ekonomi makro daerah, (b) Asumsi dasar penyusunan Rancangan APBD Tahun Anggaran 2012 termasuk laju inflasi, pertumbuhan PDRB dan asumsi lainnya terkait dengan kondisi ekonomi daerah, (c) Kebijakan pendapatan daerah yang menggambarkan prakiraan rencana sumber dan besaran pendapatan daerah untuk tahun anggaran 2012 serta strategi pencapaiannya, (d) Kebijakan belanja daerah yang mencerminkanprogram dan langkah kebijakan dalam upaya peningkatan pembangunan daerah yang merupakan manifestasi dari sinkronisasi kebijakan antara pemerintah daerah dan pemerintah serta strategi pencapaiannya, (e) Kebijakan pembiayaan yang menggambarkan sisi defisit dan surplus anggaran daerah sebagai antisipasi terhadap kondisi pembiayaan daerah dalam rangka menyikapi tuntutan pembangunan daerah serta strategi pencapaiannya.
(30)
Selanjutnya Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara adalah rancangan program prioritas dan patokan batas maksimal anggaran yang diberikan kepada SKPD untuk setiap program sebagai acuan dalam penyusunan RKA-SKPD sebelum disepakati dengan DPRD. Substansi PPAS lebih mencerminkan prioritas pembangunan daerah yang dikaitkan dengan sasaran yang ingin dicapai termasuk program prioritas dari SKPD terkait. PPAS juga menggambarkan pagu anggaran sementara dimasing-masing SKPD berdasarkan program dan kegiatan prioritas dalam RKPD. Pagu sementara tersebut akan menjadi pagu definitif setelah rancangan peraturan daerah tentang APBD disetujui bersama antara kepala daerah dengan DPRD serta rancangan peraturan daerah tentang APBD tersebut ditetapkan oleh kepala daerah menjadi peraturan daerah tentang APBD. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD dan ditetapkan dengan peraturan daerah.
Proses penyusunan APBD, sejak penyusunan dan penyampaian rancangan KUA dan rancangan PPAS oleh pemerintah daerah kepada DPRD untuk dibahas dan disepakati bersama paling lambat akhir bulan Juli 2011. Selanjutnya KUA dan PPAS yang telah disepakati bersama tersebut akan menjadi dasar bagi pemerintah daerah untuk menyusun, menyampaikan dan membahas RAPBD Tahun Anggaran 2012 antara pemerintah daerah dengan DPRD sampai dengan tercapainya persetujuan bersama antara kepala daerah dengan DPRD terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD, paling lambat tanggal 30 Nopember 2011, sesuai dengan ketentuan Pasal 105 ayat (3c) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah,
(31)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, dengan tahapan penyusunan dan jadwal sebagai berikut:
Tahapan dan Jadwal Proses Penyusunan APBD Tabel 2.1
NO URAIAN WAKTU KETERANGAN
1. Penyusunan RKPD Akhir bulan Mei
2. Penyampaian Rancangan KUA dan Rancangan PPAS oleh Ketua TAPD kepada kepala daerah
Minggu 1 bulan Juni
1 minggu
3. Penyampaian Rancangan KUA dan Rancangan PPAS oleh kepala daerah kepada DPRD
Pertengahan bulan Juni
6 minggu
4. Rancangan KUA dan Rancangan PPAS disepakati antara kepala daerah dan DPRD
Akhir bulan Juli
5. Surat Edaran kepala daerah perihal Pedoman SKPD dan RKA-PPKD
Awal bulan Agustus
1 Minggu
6. Penyusunan dan pembahasan RKA-SKPD dan RKA-PPKD serta penyusunan Rancangan APBD
Awal Agustus sampai
dengan akhir September
7 minggu
7. Penyampaian Rancangan APBD kepada DPRD
Minggu pertama bulan Oktober
2 bulan
8. Pengambilan persetujuan Bersama DPRD dan kepala daerah
Paling lama 1 (satu) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan 9. Hasil evaluasi Rancangan APBD 15 hari kerja
(bulan Desember)
(32)
NO URAIAN WAKTU KETERANGAN 10. Penetapan Perda APBD dan Perkada
Penjabaran APBD sesuai dengan hasil evaluasi
Paling Lambat Akhir
Desember (31 Desember)
Proses penyusunan APBD sejak dengan ditetapkannya Perda tentang Rancangan APBD (RAPBD) yang berisi penganggaran atas pendapatan, belanja dan pembiayaan. RAPBD disampaikan ke Provinsi/Departemen Dalam Negeri untuk dievaluasi. Jika ada perbaikan/revisi atas RAPBD tersebut maka akan diperbaiki/dikoreksi oleh badan eksekutif pemerintah daerah. Setelah dilakukan perbaikan/revisi atas evaluasi oleh Provinsi/Departemen Dalam Negeri terhadap RAPBD setiap Pemerintah Daerah maka dokumen disahkan/disetujui oleh DPRD. Pengesahan dari DPRD setiap Pemerintah Daerah menandakan bahwa RAPBD berubah menjadi dokumen APBD sehingga APBD dapat dicairkan/realisasikan sesuai dengan kebutuhan operasional pemerintah daerah maupun pembangunan daerah dalam sektor publik.
2.1.4 Kapasitas Sumber Daya Manusia
Wiley (1997), menyebutkan bahwa sumber daya manusia merupakan pilar penyangga utama sekaligus penggerak roda organisasi dalam usaha mewujudkan visi dan misi serta tujuan dari organisasi tersebut. Sumber daya manusia (human resources) merujuk kepada orang-orang di dalam organisasi untuk mencapai tujuan organisasi (Simamora, 2001). Menurut Irawan (2000), yang dimaksud dengan sumber daya manusia adalah semua orang yang tergabung dalam suatu organisasi dengan peran dan sumbangannya masing-masing mempengaruhi
(33)
tercapainya tujuan-tujuan organisasi. Matindas (2002) mengemukakan bahwa sumber daya manusia adalah kesatuan tenaga manusia yang ada dalam suatu organisasi dan bukan sekedar penjumlahan karyawan karyawan yang ada. Sebagai kesatuan, sumber daya manusia harus dipandang sebagai suatu sistem di mana tiap-tiap karyawan merupakan bagian yang saling berkaitan satu dengan lainnya dan bersama-sama berfungsi untuk mencapai tujuan organisasi. Menurut Amirudin (2009) dalam Arniati dkk (2010), kapasitas sumber daya manusia adalah kemampuan dari anggota eksekutif maupun legislatif dalam menjalankan fungsi dan perannya masing-masing dalam proses penyusunan kebijakan dalam pengelolaan keuangan daerah. Kualitas dan kemampuan anggota DPRD juga diperlukan agar kegiatan-kegiatan yang dituangkan dalam APBD betul-betul bermanfaat bagi masyarakat. Masalah yang sering muncul adalah ketika penganggaran yang dilakukan selama ini masih dipahami sebagai aktifitas pembagian kue pembangunan. Alokasi untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat belum menjadi jiwa dalam penyusunan APBD. Jadi sumber daya yang dibutuhkan bukan hanya anggota yang sekedar memiliki pendidikan yang tinggi tapi juga memiliki kapasitas yang baik agar mampu melaksanakan peran dan fungsi-fungsi yang mesti dijalankannya dengan baik dan optimal.
Dalam pengelolaan keuangan daerah yang baik, SKPD harus memiliki sumber daya manusia yang berkualitas, yang didukung dengan latar belakang pendidikan akuntansi, sering mengikuti pendidikan dan pelatihan, dan mempunyai pengalaman di bidang keuangan. Sehingga untuk menerapkan sistem akuntansi, sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas tersebut akan mampu memahami logika akuntansi dengan baik. Kegagalan sumber daya manusia Pemerintah
(34)
Daerah dalam memahami dan menerapkan logika akuntansi akan berdampak pada kekeliruan laporan keuangan yang dibuat dan ketidaksesuaian laporan dengan standar yang ditetapkan pemerintah (Warisno, 2009).
Penelitian yang dilakukan oleh Andriani (2010) menemukan bahwa walaupun ada pada beberapa SKPD yang mempunyai pegawai tidak berlatar belakang pendidikan di bidang ekonomi,tapi dengan banyaknya pelatihan-pelatihan yang diperoleh dapat meningkatkan kapasitas sumber daya manusia. Pelatihan-pelatihan dalam bidang akuntansi yang diberikan sangat mendukung meningkatkan kapasitas sumber daya manusianya. Disamping itu kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah daerah cukup menunjang, antara lain dengan mengadakan pertemuan-pertemuan antar SKPD yang membicarakan mengenai persoalan-persoalan tentang keuangan.Penulis juga melihat besarnya keinginan dan harapan parapegawai keuangan di Pemda ini untuk mampu menyusun laporan keuangan sesuai dengan aturan yang berlaku.
Sumber Daya Manusia merupakan elemen organisasi yang sangat penting. Karenanya harus dipastikan sumber daya manusia ini harus dikelola sebaik mungkin agar mampu memberikan kontribusi secara optimal dalam upaya pencapaian tujuan organisasi. Sumber daya manusia diukur berdasarkan latar belakang pendidikan, pemahaman tentang tugas, kesiapan dalam memahami melakukan perubahan dalam proses penyusunan anggaran. Agar perencanan APBD berkualitas, maka setiap SKPD harus memiliki sumber daya manusia yang mampu untuk melaksanakannya dan perlu dilakukannya suatu peremajaan kualitas sumber daya manusia dengan jalan melakukan pelatihan-pelatihan tentang pengelolaan keuangan daerah.
(35)
2.1.5 Perencanaan Anggaran
Penganggaran pada dasarnya adalah proses menyusun rencana pendapatan dan belanja untuk satu jangka waktu tententu. Kebijakan Umum Anggaran (KUA) merupakan bagian dari dokumen perencanaan pembangunan daerah yang berfungsi sebagai pedoman dalam merencanakan pembangunan dan pengambilan kebijakan di daerah. Dokumen ini mempunyai fungsi yang sangat strategis karena menyangkut pilihan terhadap program, kegiatan dan kebijakan yang akan dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah (Sopanah, 2010).
Perencanaan merupakan cara organisasi menetapkan tujuan dan sasaran organisasi. Perencanaan meliputi aktivitas yang sifatnya strategik, taktis, dan melibatkan aspek operasional. Proses perencanaan juga melibatkan aspek perilaku, yaitu partisipasi dalam pengembangan system perencanaan, penetapan tujuan, dan pemilihan alat yang paling tepat untuk memonitor perkembangan pencapaian tujuan. Lemahnya perencanaan anggaran memungkinkan munculnya underfinancing atau overfinancing yang akan mempengaruhi tingkat efesinsi dan efektifitas anggaran. Dalam seperti ini menyebabkan banyak layanan publik dijalankan secara tidak efisien dan kurang sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan publik, sementara dana pada anggaran yang pada dasarnya merupakan dana public habis dibelanjakan seluruhnya. Dalam jangka panjang, kondisi seperti ini cenderung memperlemah peran pemerintah sebagai stimulator,fasilitator, coordinator, dan entrepreneur dalam pembangunan (Mardiasmo, 2004).
Secara garis besar proses penyusunan dalam penetapan anggaran didasarkan pada rangkaian tahapan (siklus) yang dimulai bulan Januari dan berakhir pada bulan Desember dalam tahun anggaran yang sedang berjalan. Bila
(36)
perencanaan pada tahapan awal buruk maka akan berdampak pada buruk perencanaan pada tahap berikutnya. Untuk itu pada tahap awal perencanaan merupakan faktor yang sangat menentukan terhadap kesinkronan antara dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS. Pada tahap awal perencanaan, pertama kali yang dilakukan adalah melakukan penjaringan aspirasi masyarakat dan musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang).
Musrenbang fokus pada perencanaan sebagai proses perencanaan program kerja yang menganut pola perencanaan berbasis masyarakat, artinya bahwa semua usulan yang muncul merupakan usulan yang bersumber dari musyawarah masyarakat berdasarkan kebutuhan prioritas dan potensi yang dimiliki. Penyelenggaran Musrenbang di Daerah dalam rangka penyusunan RKPD dilakukan melalui proses pembahasan yang terkoordinasi antara Bappeda dengan seluruh Satuan Kerja Prangkat Daerah (SKPD). Titik berat pembahsannya adalah pada sinkronisasi rencana kerja SKPD, dan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat.Musrenbang adalah sebuah forum, sinkronisasi adalah pijakan musyawarah, dan RKPD adalah pijakan musyawarah. Ketiga hal yang tali-temali ini dapat bersinergi bila orang-rang yang terlibat dalam musyawarah telah memiliki pengetahuan tentang bagaimana musrenbang diselenggarakan, dan bagaimana penyusunan program kerja dan usulan kegiatan seharusnya dilakukan (Rudianto,2007).
2.1.6 Politik Penganggaran
Anggaran merupakan managerial plan for action untuk memfasilitasi tercapainya tujuan organisasi (Mardiasmo, 2002). Kenis (1979) mengemukakan
(37)
anggaran merupakan pernyataan mengenai apa yang diharap dan direncanakan dalam periode tertentu di masa yang akan datang. Proses penganggaran sebagai cara memfasilitasi tercapainya tujuan organisasi, selalu dilalui oleh berbagai organisasi tidak terkecuali organisasi sektor publik.
Penganggaran pada sektor publik merupakan suatu proses yang cukup rumit, termasuk diantaranya pemerintah daerah. Penganggaran sektor publik terkait dengan proses penentuan jumlah alokasi dana untuk tiap-tiap program dan aktivitas dalam satuan moneter. Proses penganggaran organisasi sektor publik dimulai ketika perumusan strategi dan perencanaan strategi telah selesai dilakukan.
Menurut Hague et.al (1998) politik adalah kegiatan yang menyangkut cara bagaimana kelompok-kelompok mencapai keputusan yang bersifat kolektif dan mengikat melalui usaha untuk mendamaikan perbedaan-perbedaan di antara anggota-anggota. Dalam suatu pemerintahan, politik berkaitan dengan masalah kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijakan publik dan alokasi atau distribusi. Oleh karena itu untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan umum yang menyangkut pengaturan dan alokasi dari sumber daya perlu dimiliki kekuasaan serta kewenangan .
Anggaran merupakan alat utama pemerintah untuk melaksanakan semua kewajiban, janji, dan kebijakannya ke dalam rencana-rencana konkrit dan terintegrasi dalam hal tindakan apa yang akan diambil, hasil apa yang akan dicapai, pada biaya berapa dan siapa yang akan membayar biaya-biaya tersebut (Dobell & Ulrich, 2002). Sementara Freeman & Shoulders (2003) dalam Syukri dan Asmara (2006) menyatakan bahwa anggaran yang ditetapkan dapat dipandang sebagai suatu kontrak kinerja antara legislatif dan eksekutif. Menurut Rubin (1993) dalam Syukri dan
(38)
Asmara(2006), penganggaran publik adalah pencerminan dari kekuatan relatif dari berbagai budget actors yang memiliki kepentingan atau preferensi berbeda terhadap
outcomes anggaran. Adanya keterbatasan dana yang dimiliki oleh pemerintah menjadi
alasan mengapa penganggaran menjadi mekanisme terpenting untuk pengalokasian sumberdaya. Bagi Hagen et al. (1996), penganggaran di sektor publik merupakan suatu bargaining process antara eksekutif dan legislatif.
Hasil penelitian Syukri dan Asmara (2006) terhadap perilaku anggota DPRD dalam proses penganggaran yaitu : (1), legislatif melakukan political
corruption melalui realisasi discretionary power yang dimilikinya dalam
penganggaran. Hal ini terjadi karena legislatif memanfaatkan celah yang ada dalam
UU 22/1999 dan PP 110/2000. (2) DPRD membuat keputusan anggaran melalui
penggunaan kenaikan anggaran PAD sebagai sumber pembiayaan untuk usulan kegiatan baru.(3) perilaku oportunistik legislatif seakan-akan didukung oleh perangkat peraturan perundang-undangan yang berlaku. UU 22/1999 dan PP 110/2000 seolah-olah melegitimasi tindakan legislatif untuk merubah alokasi yang diusulkan eksekutif melalui pemberian kewenangan yang sangat besar atas pemilihan dan pemberhentian kepala daerah.(4) pengalokasian anggaran yang diusulkan legislatif, tidak didasarkan pada prioritas anggaran.(5) Dengan demikian, APBD digunakan oleh legislatif sebagai alat untuk memenuhi kepentingan pribadinya.
Penelitian yang dilakukan Handayani (2009) menemukan bahwa otoritas yang sangat besar bagi DPRD untuk menyusun APBD dan menyusun anggaran untuk DPRD sangat memungkinkan terjadinya korupsi APBD karena tidak ada pengawasan yang sistematis kecuali jika rakyat mempunyai kesadaran yang tinggi. Dengan demikian kembali pada kenyataan bahwa anggaran adalah power
(39)
relation yang memungkinkan terjadinya suap (bribery) terhadap DPRD untuk menyetujui pos tertentu yang tidak dibutuhkan rakrat sangat mungkin terjadi.
Sedangkan penelitian Amirudin (2009) dalam Arniati dkk, (2010), menemukan peran utama legislatif dalam proses politik penyusunan APBD terlihat jelas saat pembahasan KUA-PPAS serta dalam penetapan Perda APBD. Dalam pembahasan anggaran, eksekutif dan legislatif membuat kesepakatan-kesepakatan (bargaining) yang dicapai melalui proses politik dengan acuan KUA dan PPAS sebelum anggaran ditetapkan sebagai suatu peraturan daerah. Ini terjadi karena legislatif mempunyai hak budgeting yang diwujudkan dalam menyusun dan menetapkan APBD bersama-sama dengan pemerintah daerah. Keberadaan legislatif di dewan sesungguhnya merupakan representasi dari aspirasi masyarakat, oleh karena itu memang sudah sepatutnya mendasarkan pada aspirasi masyarakat. Namun yang menjadi pertanyaan adalah tipisnya batas antara keinginan legislatif dengan keinginan masyarakat sehingga kedua keinginan tersebut sulit dibedakan yang pada akhirnya memunculkan moral hazard dari anggota dewan tersebut.
Berdasarkan penjelasan konsep politik dan penganggaran, maka yang dimaksud dengan poltik penganggaran adalah cara bagaimana mencapai tujuan yang bersifat kolektif dan mengikat melalui kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijakan publik, alokasi dan distribusi dalam proses rencana aktivitas ke dalam rencana keuangan.
(40)
2.1.7 Transparansi Publik
Transparansi dibangun atas dasar arus informasi yang bebas, seluruh proses pemerintahan, lembaga-lembaga dan informasi perlu dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus memadai agar dapat di mengerti dan dipantau.
Transparansi bermakna tersedianya informasi yang cukup, akurat dan tepat waktu tentang kebijakan publik, dan proses pembentukannya. Informasi adalah suatu kebutuhan penting masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengelolaan daerah. Dengan ketersediaan informasi, masyarakat dapat ikut sekaligus mengawasi sehingga kebijakan publik yang muncul bisa memberikan hasil yang optimal bagi masyarakat, serta mencegah terjadinya kecurangan dan manipulasi yang hanya akan menguntungkan salah satu kelompok masyarakat saja secara tidak proporsional.
Dalam Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, Informasi Publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan badan publik lainnya yang sesuai dengan Undang-Undang ini serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik. Undang-Undang ini bertujuan untuk: (a) menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambila
keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik, (b) mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan
(41)
publik dan pengelolaan Badan Publik yang baik, (d) mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang transparan,efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan, (e) mengetahui alasan kebijakan publik yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak, (f) mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa dan/atau, (g) meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan Badan Publik untuk menghasilkan layanan informasi yang berkualitas.
Sopanah dan Mardiasmo (2003) mensyaratkan bahwa anggaran yang disusun oleh pihak eksekutif dikatakan transparansi jika memenuhi kriteria berikut : 1) Terdapat pengumuman kebijakan anggaran, 2) Tersedia dokumen anggaran dan mudah diakses, 3) Tersedia laporan pertanggunga jawaban yang tepat waktu, 4) Terakomodasinya suara/usulan masyarakat, 5) Terdapat sistem pemberian informasi kepada publik.
Sedangkan Hadi Sumarsono (2003) mendefenisikan transparansi sebagai keterbukaan pemerintah dalam membuat kebijakan kebijakan keuangan daerah, sehingga dapat diketahui dan diawasi oleh DPRD dan masyarakat. Transparansi pengeloalan keuangan daerah pada akhirnya akan menciptakan horizontal accountability antara pemerintah daerah dengan masyarakatnya, sehingga tercipta Pemerintah Daerah yang bersih, efektif, efisien, akuntabel dan responsip terhadap aspirasi dan kepentingan masyarakat.
Mursyidi (2009) mendefenisikan transparansi sebagai pemberian informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada masyarakat berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggungjawaban pemerintah dalam pengelolaan sumber daya
(42)
yang dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada peraturan perundang undangan. Selanjutnya Handayani (2009) berpendapat bahwa Transparansi Publik adalah adanya keterbukaan tentang anggaran yang mudah diakses oleh masyarakat secara cepat.
2.1.8. Review Peneliti Terdahulu (Theoritical Mapping)
Abdullah dan Asmara (2006), membuktikan bahwa: (1) legislatif melakukan political corruption melalui realisasi discretionary power yang dimilikinya dalam penganggaran, (2) DPRD membuat keputusan anggaran melalui penggunaan kenaikan anggaran PAD sebagai sumber pembiayaan untuk usulan kegiatan baru, (3) perilaku oportunistik legislatif seakan-akan didukung oleh perangkat peraturan perundang-undangan yang berlaku, (4) pengalokasian anggaran yang diusulkan legislatif, dengan demikian, tidak didasarkan pada prioritas anggaran, (5) APBD digunakan oleh legislatif sebagai alat untuk memenuhi kepentingan pribadinya. Halim dan Abdullah (2006), membuktikan bahwa: (1) hubungan dan masalah keagenan dalam penganggaran antara eksekutif dan legislatif merupakan bagian tak terpisahkan dalam penelitian keuangan (termasuk akuntansi) publik, politik penganggaran, dan ekonomika public, (2) eksekutif merupakan agen bagi legislatif dan publik (dual accountability) dan legislatif agen bagi public, (3) konsep perwakilan (representativeness) dalam penganggaran tidak sepenuhnya berjalan ketika kepentingan publik tidak terbela seluruhnya oleh karena adanya perilaku oportunistik (moral hazard) legislatif, dan (4) eksekutif sebagai agen cenderung menjadi budget maximizer karena berperilaku oportunistik (adverse selecation dan moral hazard sekaligus).
(43)
Amirudin melakukan penelitian kembali dimana peneliti hanya melakukan identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi ketidaksinkronan dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS. Hasil penelitian tersebut ditemukan empat (4) faktor yang menyebabkan ketidaksinkronan antara dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS, yaitu kapasitas sumber daya manusia, politik penganggaran, perencanaan dan informasi pendukung Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ketidaksinkronan antara dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS yang terjadi di Provinsi DIY disebabkan oleh pertama, faktor kapasitas sumber daya manusia, menjelaskan variasi seluruh item yang ada sebesar 34,89 persen. Kedua, faktor politik penganggaran, menjelaskan variasi seluruh item yang ada sebesar 20,56 persen. Ketiga faktor perencanaan, menjelaskan variasi seluruh item yang ada sebesar 10,92 persen. Keempat,faktor informasi pendukung, menjelaskan variasi seluruh item yang ada sebesar 9,53 persen. Jadi secara kumulatif, variasi dari seluruh item yang ada mampu dijelaskan oleh keempat faktor di atas sebesar 75,91 persen. Sisanya sebesar 24,09 persen dijelaskan oleh item lain di luar dari keempat faktor tersebut (Arniati dkk, 2010).
Selanjutnya penelitian Amirudin kembali diteliti oleh Arniati dkk (2010) dengan hasil kapasitas sumber daya manusia tidak berpengaruh positif signifikan terhadap sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS. Politik penganggaran tidak berpengaruh positif signifikan terhadap sinkronisasi dokumen
APBD dengan dokumen KUA-PPAS. Perencanaan tidak berpengaruh positif
signifikan terhadap sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS Informasi pendukung tidak berpengaruh positif signifikan terhadap sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS.
(44)
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS. 3.1 Kerangka Konsep
Kerangka konsep merupakan suatu model yang menerangkan bagaimana hubungan suatu teori dengan faktor-faktor yang penting yang telah diketahui dalam suatu masalah tertentu. Kerangka konsep akan menghubungkan secara teoritis antara variabel-variabel penelitian yaitu antara variabel bebas dengan variabel terikat (Erlina, 2008).
Berdasarkan landasan teori dan rumusan masalah penelitian sebagaimana dijelaskan pada bab-bab sebelumnya, kerangka konseptual yang digunakan dalam penelitian ini, dapat digambarkan sebagai berikut:
Variabel Independen Variabel Moderating Variabel Dependen
Gambar 3:1 Kerangka Konseptual
Berdasarkan landasan teori dan masalah penelitian, maka peneliti mengembangkan kerangka penelitian ini yang diuji secara simultan dan parsial yaitu
Kapasitas Sumber Daya Manusia
(X1)
Perencanaan Anggaran (X2)
Politik Penganggaran (X3)
Sinkronisasi Dokumen APBD dengan Dokumen KUA-PPAS
(Y) Transparansi Publik
(45)
Sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS (Y) diperkirakan baik secara langsung maupun tidak langsung dipengaruhi oleh variabel Independen (X) yaitu Kapasitas Sumber Daya Manusia (X1), (X2) Politik Penganggaran, Perencanaan
Anggaran (X3), dan Tranparansi Publik sebagai Variabel Moderator.
Sinkronisasi antar satu dokumen dengan dokumen penganggaran lainnya telah diatur dalam sejumlah peraturan yaitu Pasal 44 ayat (2) Peraturan Pemerintah Tahun 2005 yang menyatakan bahwa pembahasan RAPBD menitikberatkan pada kesesuaian antara kebijakan umum APBD serta prioritas dan plafon anggaran sementara dengan program dan kegiatan yang diusulkan dalam rancangan peraturan daerah tentang APBD dan Permendagri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Kapasitas sumber daya manusia adalah kemampuan dari anggota eksekutif maupun legislatif dalam menjalankan fungsi dan perannya masing-masing dalam proses penyusunan kebijakan dalam pengelolaan keuangan daerah (Amirudin, 2009 dalam Arniati dkk, 2010). Dalam pengelolaan keuangan daerah yang baik, SKPD harus memiliki sumber daya manusia yang berkualitas, yang didukung dengan latar belakang pendidikan akuntansi, sering mengikuti pendidikan dan pelatihan, dan mempunyai pengalaman di bidang keuangan (Warisno, 2009). Walaupun ada pada beberapa SKPD yang mempunyai pegawai tidak berlatar belakang pendidikan di bidang ekonomi, tetapi dengan banyaknya pelatihan-pelatihan yang diperoleh dapat meningkatkan kapasitas sumber daya manusia. Pelatihan-pelatihan dalam bidang akuntansi yang diberikan sangat mendukung meningkatkan kapasitas sumber daya manusianya. Disamping itu kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah daerah cukup menunjang, antara lain
(46)
dengan mengadakan pertemuan-pertemuanantar SKPD yang membicarakan mengenai persoalan-persoalan tentang keuangan (Andriani, 2010). Dengan adanya kapasitas SDM SKPD melalui pendidikan, pelatihan, workshop, serta sosialisasi berbagai peraturan kepada pejabat SKPD maka akan berdampak pada proses perencanaan APBD yang baik yang ditandai dengan adanya sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS.
Perencanaan merupakan cara organisasi menetapkan tujuan dan sasaran organisasi. Lemahnya perencanaan anggaran memungkinkan munculnya underfinancing atau overfinancing yang akan mempengaruhi tingkat efesinsi dan efektifitas anggaran (Mardiasmo, 2004). Bila perencanaan pada tahapan awal buruk maka akan berdampak pada buruk perencanaan pada tahap berikutnya demikian sebaliknya. Untuk itu pada tahap awal perencanaan merupakan faktor yang sangat menentukan terhadap kesinkronan antara dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS.
Politik penganggaran berupa hak budgeting legislatif dalam menyusun dan menetapkan anggaran yang didasarkan pada kesesuaian aspirasi masyarakat akan berpengaruh terhadap sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS. Transparansi publik seperti : (1) Terdapat pengumuman kebijakan anggaran, (2) Tersedia dokumen anggaran dan mudah diakses, (3) Tersedia laporan pertanggunga jawaban yang tepat waktu, (4) Terakomodasinya suara/usulan masyarakat, (5) Terdapat sistem pemberian informasi kepada publik. dapat berdampak pada sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS.
(47)
3.2 Hipotesis
Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah, tinjauan teori dan kerangka pemikiran maka hipotesis penelitian ini adalah :
1. Kapasitas sumber daya manusia, politik penganggaran, dan perencanaan anggaran berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS.
2. Transparansi publik memoderasi hubungan antara pengaruh kapasitas sumber daya manusia, perencanaan anggaran dan politik penganggaran terhadap sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS.
(48)
BAB IV
METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian model kausal (causal model) yaitu untuk melihat hubungan beberapa variabel yang belum pasti, Umar (2008) menyebutkan desain kausal berguna untuk menganalisis bagaimana suatu variabel mempengaruhi variabel lain, dan juga berguna pada penelitian yang bersifat eksperimen dimana variabel independennya diperlukan secara terkendali oleh peneliti untuk melihat pengaruh pada variabel dependen secara langsung.
Peneliti menggunakan desain ini untuk memperoleh bukti pengaruh kapasitas sumber daya manusia, politik penganggaran, perencanaan anggaran dengan transparansi publik sebagai varibel moderating terhadap sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS.
4.2 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian.
Lokasi penelitian ini pada Pemerintah Kabupaten Aceh Tenggara . Adapun jangka waktu penelitian ini dimulai sejak bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2013.
(49)
4.3. Populasi dan Sampel.
Populasi dalam penelitian ini adalah anggota dewan yang membidangi pengawasan keuangan daerah dan pejabat/pegawai yang terlibat dalam penyusunan RKA-SKPD berjumlah 123 dari SKPD pada Pemerintah Kabupaten Aceh Tenggara sebagaimana pada tabel berikut :
Tabel 4.1 Nama-nama SKPD
No Nama SKPD Jumlah Sampel
1 Sekretariat Daerah Kabupaten 11
2 Sekretariat DPRK dan Badan Anggaran 8
3 Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga 4
4 Dinas Kesehatan 4
5 Dinas Bina Marga dan Cipta Karya 4
6 Dinas Pengairan 4
7 Dinas Perhubungan Telekomunikasi dan Informatika 4
8 Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil 4
9 Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi 4
10 Dinas Koperasi dan UKM 4
11 Dinas Kebudayaan dan Pariwisata 4
12 Dinas Pengelolaan, Keuangan dan Kekayaan Daerah 4
13 Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Hortikultura 4
14 Dinas Kesehatan Hewan dan Peternakan 4
15 Dinas Kehutanan dan Perkebunan 4
16 Dinas Perikanan 4
17 Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Pertambangan 4
18 Badan RSU H.Sahudin 4
19 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah 4
20 Badan Lingkungan Hidup, Kebersihan dan Pertamanan 4
21 Badan Keluarga Berencana 4
22 Badan Kesbang, Politik dan Linmas 4
23 Badan Penanggulanan Bencana Daerah 4
24 Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan Daerah 4
25 Badan Ketahan Pangan dan Penyuluhan 4
26 Badan Pemberdayaan Masyarakat 4
27 Kantor Satpol PP dan WH 2
28 Kantor P2TSP 2
29 Kantor Arsip dan Perpustakaan Daerah 2
Total 123
Sumber : Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Bupati Aceh Tenggara Tahun 2012
(50)
Masing-masing SKPD didistribusikan kuisioner dan disampaikan langsung oleh peneliti kepada pejabat yang terlibat dalam penyusunan RKA-SKPD terdiri dari :
1. Anggota dewan yang membidangi pengawasan keuangan daerah sehingga sampel yang relevan dengan pertimbangan tersebut adalah Badan Anggaran DPRD.
2. Pejabat/pegawai SKPD yang terlibat dalam penyusunan RKA SKPD setingkat Eselon II (Sekda,Kepala Dinas), Eselon III(Kepala Badan, Sekretaris Dinas, Sekretaris Badan, Kepala Bagian, Kepala Bidang), Eselon IV (Kepala Sub Bagian Keuangan Program dan Pelaporan), serta Non Eselon (Bendaharawan SKPD).
Metode pengambilan sampel adalah metode sensus, yaitu seluruh anggota populasi yaitu anggota dewan yang membidangi pengawasan keuangan daerah dan pejabat/pegawai yang terlibat dalam penyusunan RKA-SKPD pada SKPD pada Pemerintah Kanupaten Aceh Tenggara sebanyak 123 orang.
4.4 Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer berupa jawaban para responden atas sejumlah kuesioner yang diberikan. Sebagaimana dinyatakan Indriantoro dan Supomo (1999) data primer merupakan sumber data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli (tidak melalui media perantara).Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dengan menggunakan kuesioner. Sugiyono (2002) mengemukakan bahwa kuesioner merupakan teknik
(51)
pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawabnya.
Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini merupakan kuisioner replikasi penelitian terdahulu dan sebagian pertanyaannya sudah dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan penelitian ini. Kuesioner yang berhubungan dengan variabel kapasitas sumberdaya manusia, perencanaan anggaran, politik penganggaran dan sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS, diadopsi dari kuesioner yang digunakan oleh Arniati dkk (2010). Sedangkan kuesioner variabel transparansi publik diadopsi dari kuesioner penelitian oleh Siregar (2011) dengan memodifikasi aspek bahasa sesuai dengan maksud peneliti.
Kuesioner diberikan kepada responden yaitu seluruh pejabat/pegawai yang terlibat dalam penyusuanan RKA-SKPD pada Pemerintah Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2012.
4.5 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel.
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas serta mencari hubungan antara satu variable dengan variabel lainnya maka, variabel didefenisikan secara operasional. Menurut Jogiyanto (2004) defenisi operasional adalah hasil dari pengoperasionalan konsep kedalam elemen-elemen yang dapat diobservasi yang menyebabkan konsep dapat diukur dan dioperasionalkan dalam konsep.
Penelitian ini menggunakan tiga variabel independen, satu variabel moderating dan satu variable dependen yang diukur dengan menggunakan skala Likert. Indriantoro dan Supomo (1999) mengemukakan bahwa Skala Likert merupakan metode yang mengukur sikap, pendapat, dan persepsi dengan menyatakan setuju atau ketidaksetujuannya terhadap subyek, obyek atau kejadian
(52)
tertentu. Untuk pengukuran variabel dalam penelitian ini peneliti menggunakan skala Likert. Dalam skala likert variabel yang diukur dijabarkan menjadi indikator variabel.
1. Sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS merupakan variable Dependen (Y) dalam penelitian ini. Sinkronisasi adalah hasil kesesuaian antara dokumen kebijakan yang satu dengan dokumen kebijakan yang lain. Tujuan dari sinkronisasi adalah untuk mengimplementasikan landasan pengaturan tentang mekanisme penyusunan anggaran yang telah diatur dalam sejumlah peraturan perundang-undangan. Pengukuran variabel ini menggunakan instrument kuisioner dengan skala interval, skala ini untuk menunjukkan sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA PPAS. 2. Kapasitas sumber daya manusia (X1) merupakan kemampuan dari anggota
eksekutif maupun legislatif dalam menjalankan fungsi dan perannya masing-masing dalam proses penyusunan kebijakan dalam pengelolaan keuangan daerah. Pengukuran variabel ini menggunakan instrument kuisioner dengan skala 5 point untuk menunjukkan bahwa sejauh mana kapasitas sumber daya manusia berpengaruh terhadap sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS.
3. Variabel bebas kedua dalam penelitian ini adalah variabel perencanaan anggaran (X2), perencanaan merupakan cara organisasi menetapkan tujuan dan sasaran organisasi. Perencanaan meliputi aktivitas yang sifatnya strategis, taktis, dan melibatkan aspek operasional. Proses perencanaan juga melibatkan aspek perilaku, yaitu partisipasi dalam pengembangan system perencanaan, penetapan tujuan, dan pemilihan alat yang paling tepat untuk memonitor
(53)
perkembangan pencapaian tujuan. Pengukuran variable ini menggunakan instrument kuisioner dengan skala 5 point untuk menunjukkan bahwa sejauh mana perencanan anggaran berpengaruh terhadap sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS.
4. Variabel politik penganggaran (X3) merupakan variabel bebas ke tiga dalam penelitian ini, politik penganggaran adalah cara bagaimana mencapai tujuan yang bersifat kolektif dan mengikat melalui kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijakan publik, alokasi dan distribusi dalam proses penerjemahan rencana aktivitas ke dalam rencana keuangan. Pengukuran variabel ini menggunakan instrumen kuisioner dengan skala 5 point untuk menunjukkan sejauh mana politik penganggaran berpengarug terhadap sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS.
4. Transparansi publik (Z) merupakan variabel moderating dalam penelitian ini. Transparansi publik merupakan salah satu prinsip good governance . Transparansi dibangun atas dasar arus informasi yang bebas, seluruh proses pemerintahan,lembaga-lembaga dan informasi perlu dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus memadai agar dapat di mengerti dan dipantau. APBD dikatakan transparansi jika memenuhi : (1) Terdapat pengumuman kebijakan anggaran,(2) Tersedia dokumen anggaran dan mudah diakses,(3) Tersedia laporan pertanggungjwaban yang tepat waktu,(4) Terakomodasinya suara/usulan rakyat,(5) Terdapat system pemberian informasi kepada publik. Pengukuran variable ini menggunakan instrument kuisioner dengan skala 5 point untuk menunjukkan bahwa sejauh
(54)
mana transparansi publik berpengaruh terhadap sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS.
Masing-masing variabel diukur dengan model Skala Likert yaitu mengukur sikap dengan menyatakan setuju atau ketidak setujuannya terhadap pertanyaan yang diajukan dengan sekor 5 (SS = Sangat Setuju), 4 (S = Setuju), 3 (TT = Tidak Tahu), 2 (TS = Tidak Setuju), 1 (STS = Sangat Tidak Setuju).
Rangkuman defenisi operasional dan pengukuran variabel di ikhtisarkan pada tabel 4.3
Tabel 4.2 Defenisi Operasional Variabel
Variabel Penelitian Defenisi Operasional
Parameter Skala Pengukuran
Dependen Variabel
Sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA PPAS
(Y)
Hasil kesesuaian antara dokumen kebijakan yang satu dengan dokumen kebijakan yang lain
1. Adanya kesesuaian antara dokumen APBD dan dokumen KUA PPAS. 2. Pergeseran anggaran pada
KUA-PPAS didasarkan atas regulasi keuangan daerah. Likert Independen Variabel Kapasitas Sumber Daya Manusia (X1)
Kemampuan dari anggota eksekutif maupun legislatif dalam menjalankan fungsi dan perannya masing-masing dalam proses penyusunan kebijakan dalam pengelolaan keuangan daerah.
1. Pengetahuan tentang penyusunan anggaran. 2. Pemahaman dalam
menyusun anggaran. 3. Kemampuan dan
keterampilan menyusun anggaran
Likert
Perencanaan Anggaran (X2)
Aktivitas yang sifatnya strategis, taktis, dan melibatkan aspek operasional. Proses perencanaan juga melibatkan aspek perilaku, yaitu partisipasi dalam pengembangan system perencanaan, penetapan tujuan, dan pemilihan alat yang paling tepat untuk memonitor perkembangan pencapaian tujuan
1. Penyusunan anggaran diawali dari pelaksanaan musrenbang.
2. Penyusunan anggaran dilakukan melalui proses yang terkoordinasi.
Likert
Politik Penganggaran (X3)
Cara bagaimana mencapai tujuan yang bersifat kolektif dan mengikat melalui kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijakan publik, alokasi dan distribusi dalam proses penerjemahan rencana
1. Adanya unsur kepentingan pada saat penyusunan anggaran 2. Adanya bergaining
antara eksekutif dan legislatif pada saat penyusunan anggaran.
(55)
aktivitas ke dalam rencana keuangan Transparansi Publik
(Z )
Keterbukaan pemerintah dalam membuat kebijakan‐kebijakan keuangan daerah, sehingga dapat diketahui dan diawasi oleh DPRD dan masyarakat.
1. Terdapat pengumuman kebijakan anggaran. 2. Tersedia dokumen
anggaran dan mudah diakses.
3. Tersedia laporan pertanggungjwaban yang tepat waktu.
4. Terakomodasinya suara/usulan rakyat. 5. Terdapat system
pemberian informasi kepada publik
Likert
4.6 Metode Analisis Data.
Metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda (Multiple Regression Analysis) untuk hipotesis pertama. Menurut Sugiyanto (2004) analisis linier berganda digunakan untuk menganalisis pengaruh lebih dari satu variabel independen terhadap variabel dependen. Persamaan regresi linier berganda untuk hipotesis pertama adalah sebagai berikut:
Y = α + b1X1 + b2X2 + b3X3 + e
Dimana: Y = Sinkronisasi Dokumen APBD dengan Dokumen KUA PPAS X1 = Kapasitas Sumber Daya Manusia
X2 = Perencanaan Anggaran X3 = Politik Penganggaran
α = Konstanta
b = Koefisien Regresi e = Error
Selanjutnya untuk menguji hipotesis kedua dengan variabel moderating dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu : (1) Uji Interaksi, (2) Uji Nilai Selisih Mutlak, dan (3) Uji Residual. Pengujian variabel moderating dengan uji interaksi maupun uji nilai selisih mutlak mempunyai kecenderungan akan terjadi multikolinieritas yang tinggi antar variabel independen dan hal ini akan menyalahi asumsi klasik dalam regresi
(56)
ordinary least square / OLS, untuk mengurangi hubungan linier antar variabel independen salah satu cara yang digunakan adalah transformasi variabel dalam bentuk logaritma natural, sehingga output yang dihasilkan tidak terjadi multikolonieritas (Ghozali, 2006).
Dalam penelitian ini digunakan analisis regresi variabel moderating dengan metode interaksi (Moderated Regression Analysis). Persamaan regresi linier berganda untuk hipotesis kedua adalah sebagai berikut:
Y = α + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X1Z + b5X2Z + b6X3Z + b7X4Z + e Keterangan :
Y = Sinkronisasi Dokumen APBD dengan Dokumen KUA PPAS X1 = Kapasitas Sumber Daya Manusia
X2 = Perencanaan Anggaran X3 = Politik Penganggaran Z = Transparansi Publik
α = Konstanta
b = Koefisien Regresi e = Error
4.6.1 Uji Kualitas Data a. Uji Reliabilitas.
Uji Realibitas dilakukan untuk mengukur suatu kuisioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu kuisioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu kewaktu. Pengukuran reliabilitas dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:
(1)
Lampiran 9
Pengujian Hipotesis 1
GET FILE='E:\TESIS\DATA SPSS TESIS\Data Moderating.sav'.
REGRESSION /MISSING LISTWISE /STATISTICS COEFF OUTS R ANOVA
/CRITERIA=PIN(.05) POUT(.10) /NOORIGIN /DEPENDENT SD
/METHOD=ENTER KPSDM PA PLTKA.
Regression
[DataSet1] E:\TESIS\DATA SPSS TESIS\Data Moderating.sav
Variables Entered/Removed
Model
Variables Entered
Variables
Removed Method
1 PLTKA, KPSDM, PAa
. Enter
a. All requested variables entered.
Tabel Hasil Uji Koefisien Determinasi
Model SummaryModel R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1 .589a .347 .320 2.07441
a. Predictors: (Constant), PLTKA, KPSDM, PA
Tabel Hasil Uji Statistik F (Uji Simultan)
ANOVAbModel Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 164.803 3 54.934 12.766 .000a
Residual 309.829 72 4.303
Total 474.632 75
a. Predictors: (Constant), PLTKA, KPSDM, PA
b. Dependent Variable: SD
Tabel Hasil Uji Statistik t (Uji Parsial)
CoefficientsaUnstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
(2)
1 (Constant) 2.814 3.502 .803 .424
KPSDM .255 .071 .352 3.610 .001
PA -.186 .082 -.248 -2.274 .026
PLTKA .239 .044 .586 5.425 .000
(3)
Lampiran 10
Pengujian Hipotesis 2
REGRESSION /DESCRIPTIVES MEAN STDDEV CORR SIG N /MISSING
LISTWISE /STATISTICS COEFF OUTS R ANOVA COLLIN TOL
/CRITERIA=PIN(.05) POUT(.10) /NOORIGIN /DEPENDENT SD
/METHOD=ENTER KPSDM PA PLTKA TRSNP INERAKSI1 INTERAKSI2 INERAKSI3
/SCATTERPLOT=(*SRESID ,*ZPRED) /RESIDUALS DURBIN HIST(ZRESID)
NORM(ZRESID) /SAVE RESID.
Regression
[DataSet1] E:\TESIS\DATA SPSS TESIS\Data Regresi Berganda dan
Moderating.sav
Tabel Hasil Uji Koefisien Determinasi
Model SummarybModel R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .714a .509 .459 1.85073 1.698
a. Predictors: (Constant), INTERAKSI3, KPSDM, PA, PLTKA, TRSNP, INTERAKSI1, INTERAKSI2
b. Dependent Variable: SD
Tabel Hasil Uji Statistik F (Uji Simultan)
ANOVAbModel Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 241.717 7 34.531 10.081 .000a
Residual 232.915 68 3.425
Total 474.632 75
a. Predictors: (Constant), INTERAKSI3, KPSDM, PA, PLTKA, TRSNP, INTERAKSI1, INTERAKSI2
b. Dependent Variable: SD
Tabel Hasil Uji t
sebelum Variabel ditransformasikan dalam Bentuk
Logaritma Natural
CoefficientsaModel
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
(4)
PA -1.820 .455 -2.435 -4.004 .000 .020 51.250
PLTKA .797 .304 1.955 2.625 .011 .013 76.883
TRSNP -.256 .876 -.349 -.293 .771 .005 197.124
INERAKSI1 -.036 .022 -2.367 -1.644 .105 .003 287.365
INTERAKSI2 .080 .022 5.318 3.582 .001 .003 305.543
INERAKSI3 -.029 .014 -2.724 -2.054 .044 .004 243.648
a. Dependent Variable: SD
Tabel Hasil Uji t setelah Variabel ditransformasikan dalam bentuk
Logaritma Natural
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) -17.974 12.343 -1.456 .150
LNKPSDM 5.218 2.732 .203 1.910 .060 .763 1.310
LNPA -7.835 3.033 -.282 -2.584 .012 .724 1.382 LNPLTKA
2.640 2.773 .157 .952 .344 .316 3.168
LNIINTERAKSI3 4.894 1.579 .518 3.100 .003 .309 3.237
a. Dependent Variable: SD
Tabel Hasil Uji Variabel yang dikeluarkan setelah Variabel
ditransformasikan dalam bentuk Logaritma Natural
Excluded Variablesb
Model
Beta
In t Sig.
Partial Correlation
Collinearity Statistics
Tolerance VIF
Minimum Tolerance
1 LNTRSNP .a . . . .000 . .000
LNInteraksi1 .a . . . .000 . .000
LNInteraksi2 .a . . . .000 . .000
a. Predictors in the Model: (Constant), LNInteraksi3, ln, LnPa, LNPLTKA
(5)
Lampiran 11 Hasil Uji Moderating dengan Metode Residual
Model Summary
bModel
R
R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
1
.158
a.025
.012
1.58234
a. Predictors: (Constant), SD
b. Dependent Variable: ABRES
ANOVA
bModel
Sum of
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
1
Regression
4.766
1
4.766
1.904
.172
aResidual
185.282
74
2.504
Total
190.048
75
a. Predictors: (Constant), SD
b. Dependent Variable: ABRES
Coefficients
aModel
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t
Sig.
B
Std. Error
Beta
1
(Constant)
3.765
1.120
3.363
.001
SD
-.100
.073
-.158
-1.380
.172
a. Dependent Variable: ABRES
Residuals Statistics
aMinimum Maximum
Mean
Std. Deviation
N
Predicted Value
1.7608
2.8631
2.2408
.25209
76
Residual
-2.49689
4.43472
.00000
1.57176
76
Std. Predicted
Value
-1.904
2.469
.000
1.000
76
Std. Residual
-1.578
2.803
.000
.993
76
a. Dependent Variable: ABRES
Berdasarkan out put koefisien diperoleh koefissien regresi pada variabel
sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS sebesar -0,100
(6)