Penanggulangan Kerusakan Ekosistem Terumbu Karang Melalui Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir

Penanggulangan Kerusakan Ekosistem Terumbu Karang Melalui
Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir Dan Kelautan
Rahmawaty
Fakultas Pertanian
Jurusan Kehutanan
Program Studi Manajemen Hutan
Universitas Sumatera Utara
I. PENDAHULUAN
Sejak pelita VI rejim orde baru, sektor Kelautan mulai diperhatikan oleh
pemerintah Indonesia dalam pembangunan. Sejak kemerdekaan sampai awal pelita VI
tersebut, pemerintah lebih memperhatikan eksploitasi sumberdaya daratan, karena pada
masa tersebut daratan masih mempunyai potensi yang sangat besar baik sumberdaya
mineral maupun sumberdaya hayati seperti hutan. Namun setelah hutan ditebang habis
sedangkan sumberdaya minyak dan gas bumi sulit ditemukan di daratan, pemerintah
orde baru mulai berpaling kepada sektor kelautan (Budiharsono S., 2001).
Indonesia memiliki potensi Kelautan yang sangat besar dan beragam yakni
memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km dan 5,8 juta km2 laut
atau 70 persen dari luas total Indonesia. Potensi tersebut tercermin dengan besarnya
keanekaragaman hayati , selain potensi budidaya perikanan pantai di laut serta
pariwisata bahari (Budiharsono S., 2001). Potensi lestari sumberdaya perikanan laut
Indonesia sebesar 6.167.940 ton/tahun dengan porsi terbesar dari jenis ikan pelagis kecil

(52,54 %), jenis ikan demersal (28,96 %) dan perikanan pelagis besar (15,81 %)
komoditi. Selain potensi tersebut masih tersimpan potensi perikanan yang bernilai
ekonomi tinggi seperti kepiting, rumput laut dan rajungan (Budiharsono S., 2001).
Potensi yang besar tersebut akan menjadi suatu kenyataan dan bermanfaat bagi
kesejahteraan masyarakat dan bangsa Indonesia jika ekosistem pesisir dan laut tidak
dirusak karena perencanaan dan pengelolaan wilayah pesisir dan laut serta daerah aliran
sungai (DAS) yang tidak terarah, termasuk di dalamnya ekosistem terumbu karang.
Terumbu karang di Indonesia dari tahun ke tahun terus mengalami penurunan
dan mengalami kerusakan. Kondisi ini semakin lama semakin mengkhawatirkan dan
apabila keadaan ini tidak segera ditanggulangi akan membawa bencana besar bagi
kehidupan biota laut dan kesejahteraan masyarakat dan bangsa Indonesia. Menurut
Ministery of State for Environment (1996) dari luas terumbu karang yang ada di
Indonesia sekitar 50.000 km2 diperkirakan hanya 7 % terumbu karang yang kondisinya
sangat baik, 33 % baik, 46 % rusak dan 15 % lainnya kondisinya sudah kritis
(Supriharyono, 2000). Kerusakan terumbu karang ini dipastikan sebagai akibat aktivitas
manusia yang secara langsung dan tidak langsung, sengaja atau tidak tanpa
memperhitungkan dampak negatif yang mungkin ditimbulkannya.
II. ISU UTAMA DAN TUJUAN.
Dalam pengelolaan terumbu karang harus terkait dengan pengelolaan wilayah
pesisir secara lestari dan berkelanjutan. Isu utama dalam pengelolaan terumbu karang

adalah : (1) Kesejahteraan masyarakat pesisir pada umumnya tergolong rendah dan
1
e- USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara

kebanyakan dikategorikan sebagai nelayan tradisional (2) Sering terjadi banjir dan erosi
akibat lahan atas dimanfaatkan untuk areal perladangan (3) masih ditemukan
penangkapan ikan dengan menggunakan potasium dan bahan peledak atau bom (4)
Masih terjadinya aktivitas pengambilan karang untuk dijadikan kapur bangunan dan (5)
Sering terjadinya konflik pemanfaatan ruang antara nelayan.
Dalam pengelolaan terumbu karang tidak mungkin di lepaskan dari unsur
ekonomi masyarakat pesisir dengan demikian isu utama masyarakat pesisir yang terkait
dengan kegiatan ekonominya adalah (1) modalnya terbatas dan tidak memiliki akses
untuk mendapatkan modal luar (2) terbatasnya sarana produksi seperti benih (benur,
bibit rumput laut) (3) tidak terdapatnya kelompok usaha bersama (4) Penataan ruang
pesisir yang belum dilakukan dan (5) masih rendahnya ketrampilan masyarakat pesisir
dalam budidaya pesisir seperti rumput laut, lobster, mutiara, ikan hias dan lain-lain.
Berdasarkan isu tersebut tulisan ini mencoba menelaah dengan menggunakan
metoda kepustakaan tentang “Penanggulangan Kerusakan Ekosistem Terumbu Karang
Melalui Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir” dengan tujuan (1) untuk mengkaji
secara mantik beberapa aktivitas manusia yang berdampak negatif terhadap kerusakan

terumbu karang dan produktivitas (2) mencoba memberikan alternatif skenario
penanganan kerusakan terumbu karang (3) Menjelaskan pendekatan yang digunakan
untuk peningkatan pendapatan masyarakat pesisir.
III. TINJAUAN MENGENAI EKOSISTEM TERUMBU KARANG
Karang tergolong dalam dalam jenis mahluk hidup (hewan) yaitu sebagai
individu organisme atau komponen dari masyarakat hewan. Terumbu karang (coral
reefs) sebagai suatu ekosistem termasuk dalam organisme-organisme karang. Dawes
(1981) mengatakan terumbu karang (coral reefs) merupakan masyarakat organisme yang
hidup di dasar perairan dan berupa bentukan batuan kapur (CaCO3) yang cukup kuat
menahan gaya gelombang laut. Selanjutnya Bengen D.G. (2001) menyatakan terumbu
karang terbentuk dari endapan-endapan masif kalsium karbonat yang dihasilkan oleh
organisme karang pembentuk terumbu (karang hermatipik) dari filum Coridaria, ordo
Scleractinia yang hidup bersimbiosis dengan zooxantellae dan sedikit tambahan alga
berkapur serta organisme lain yang menyereksi kalsium karbonat. Karang hermatipik
(Hermatypic corals) yang bersimbiosis dengan alga melaksanakan fotosintesis, sehingga
peranan cahaya sinar matahari penting sekali bagi Hermatypic corals. Hermatypic corals
biasanya hidup di perairan pantai/laut yang cukup dangkal di mana penetrasi cahaya
matahari masih sampai ke dasar perairan, selain itu untuk hidup lebih baik binatang
karang membutuhkan suhu air yang hangat berkisar antara 25-32 oC .
IV. KERUSAKAN EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN PRODUKTIVITAS

Kerusakan ekosistem terumbu karang tidak terlepas dari aktivitas manusia baik
di daratan maupun pada ekosistem pesisir dan lautan. Kegiatan manusia di daratan
seperti industri, pertanian, rumah tangga akhirnya dapat menimbulkan dampak negatif
bukan saja pada perairan sungai tetapi juga pada ekosistem terumbu karang atau pesisir
dan lautan. Menurut UNEP (1990) dalam Dahuri R..et al (2001) sebagian besar (80 %)
bahan pencemar yang ditemukan di laut berasal dari kegiatan manusia di daratan (land
basic activities). Sebagai contoh kegiatan pengolahan pertanian dan kehutanan (up land)
yang buruk tidak saja merusak ekosistem sungai melalui banjir dan erosi tetapi juga akan
2
e- USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara

menimbulkan dampak negatif pada perairan pesisir dan lautan. Melalui penggunaan
pupuk anorganik dan pestisida dari tahun ke tahun yang terus mengalami peningkatan
telah menimbulkan masalah besar bagi wilayah pesisir dan lautan (Supriharyono, 2000).
Pada tahun 1972 penggunaan pupuk nitrogen untuk seluruh kegiatan pertanian di
Indonesia tercatat sekitar 350.000,- ton, maka pada tahun 1990 jumlah tersebut
meningkat menjadi 1.500.000,- ton. Total penggunaan pestisida (insektisida) pada tahun
1975 sebesar 2.000 ton, kemudian pada tahun 1984 mencapai 16.000,- ton (Dahuri R.et
al. 2001).
Di pesisir dan lautan, kegiatan manusia seperti penambangan karang dengan atau

tanpa bahan peledak, pengerukan di sekitar terubu karang, penangkapan ikan dengan
bahan peledak (Bengen D.G., 2001), lalulintas pelayaran, pertambakan dan lainnya telah
menimbulkan masalah besar bagi kerusakan terumbu karang. Sebagai contoh kegiatan
pelayaran di Teluk Jakarta, Selat Malaka, Semarang, Surabaya, Lhokseumawe dan
Balikpapan sudah memprihatinkan. Konsentrasi logam berat Hg di perairan Teluk
Jakarta pada tahun 1977-1978 berkisar antara 0,002-0,35 ppm (Dahuri R.et al. 2001).
Menurut Nybakken dalam Dahuri R.et al.(2000), terumbu karang memiliki
produktivitas organik yang tinggi, Stoddart (1969) dalam Supriharyono (2000)
mengatakan secara biologis terumbu karang merupakan ekosistem yang paling produktif
di perairan tropis dan bahkan mungkin diseluruh ekosistem baik di laut maupun di
daratan karena kemampuan terumbu karang untuk menahan nutrient dalam sistem dan
berperan sebagai kolam untuk menampung segala masukan dari luar. Selain itu terumbu
karang yang sehat memiliki keragaman spesies penghuninya dan ikan merupakan
organisme yang jumlahnya terbanyak.
Tingginya produktivitas primer di perairan terumbu karang memungkinkan
perairan ini sering merupakan tempat pemijahan (spawning ground), pengasuhan
(nursery ground) dan mencari makan (feeding ground) dari kebanyakan ikan. Oleh
karena itu secara otomatis produksi ikan di daerah terumbu karang sangat tinggi.
Menurut Salm (1984) dalam Supriharyono (2000), 16 % dari total hasil eksport ikan dari
Indonesia berasal dari daerah karang. Secara rinci Bengen D.G. (2001) merinci dampak

kerusakan terumbu karang sebagai akibat kegiatan manusia baik di darat maupun di
pesisir dan lautan seperti terlihat pada Tabel 1.
Kerusakan terumbu karang yang diakibatkan oleh aktivitas manusia harus
sedapat mungkin di cegah, karena akan sangat berdampak pada terganggunya ekosistem
lainnya dan menurunnya produksi ikan yang merupakan sumber protein hewani bagi
kemaslahatan umat manusia. Untuk maksud tersebut masyarakat maupun stakeholders
perlu diajak untuk duduk bersama dengan menyatukan visi dan misi sehingga wilayah
pesisir dan lautan dapat dikelola secara terpadu dan berkelanjutan.

3
e- USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara

Tabel 1. Dampak Kegiatan Manusia pada Ekosistem Terumbu Karang
No.
1.
2.

Kegiatan
Penambangan karang dengan
atau tanpa bahan peledak

Pembuangan limbah panas

3.

Pengundulan hutan di lahan
atas

4.

Pengerukan di sekitar terumbu karang
Kepariwisataan

5.

6.

7.

Penangkapan
ikan

hias
dengan menggunakan bahan
beracun (misalnya Kalium
Sianida)
Penangkapan ikan dengan
ba-han peledak

Dampak potensial
Perusakan habitat dan kematian masal
hewan terumbu
Meningkatnya suhu air 5-10oC di atas
suhu ambien, dapat mematikan karang
dan biota lainnya.
Sedimen hasil erosi dapat mencapai
terumbu karang di sekitar muara
sungai,
sehingga
mengakibatkan
kekeruhan yang menghambat difusi
oksigen ke dalam polib.

Meningkatnya kekeruhan yang mengganggu pertumbuhan karang.

♦ Peningkatan suhu air karena
buang-an
air
pendingin
dari
pembangkit listrik perhotelan

♦ Pencemaran limbah manusia
yang dapat menyebabkan eutrofikasi.

♦ Kerusakan fisik karang karena
jang-kar kapal

♦ Rusaknya
karang
oleh
penyelam.



Koleksi dan keanekaragaman
biota karang menurun.
Mengakibatkan ikan pingsan, mematikan karang dan biota avertebrata.

Mematikan ikan tanpa dikriminasi,
karang dan biota avertebrata yang tidak
bercangkang.

Visi pengelolaan terumbu karang yaitu terumbu karang merupakan sumber
pertumbuhan ekonomi yang harus dikelola dengan bijaksana, terpadu dan berkelanjutan
dengan memelihara daya dukung dan kualitas lingkungan melalui pemberdayaan
masyarakat dan stakeholders (pengguna) guna memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan
masyarakat dan pengguna secara berkelanjutan (sustainable).
Dalam upaya untuk mewujudkan visi tersebut maka ada empat tujuan pokok (1)
tujuan sosial, yaitu meningkatkan kesadaran masyarakat dan stakeholders mengenai
pentingnya pengelolaan terumbu karang secara terpadu dan berkelanjutan (2) tujuan
konservasi ekologi yaitu melindungi dan memelihara ekosistem terumbu karang untuk
menjamin pemanfaatan secara optimal dan berkelanjutan, (3) tujuan ekonomi yaitu
meningkatkan pemanfaatan ekosistem terumbu karang secara efisien dan berkelanjutan

untuk memperbaiki kesejateraan masyarakat dan stakeholders serta pembangunan
4
e- USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara

ekonomi, (4) tujuan kelembagaan yaitu menciptakan sistem dan mekanisme
kelembagaan yang profesional, efektif dan efisien dalam merencanakan dan mengelola
terumbu karang secara terpadu dan optimal.
V. UPAYA PENANGANAN KERUSAKAN EKOSISTEM TERUMBU KARANG
Berdasarkan tujuan pengelolaan terumbu karang tersebut maka target
penanganannya adalah (1) target sosial, di mana meningkatnya status kesejahteraan
masyarakat dan pengguna, tingkat partisipasi masyarakat dan pengguna dalam kegiatan
dan pemanfataan terumbu karang semakin meningkat, (2) target konservasi ekologi yaitu
implementasi dan penegakan peraturan semakin membaik dan gerjala over-exploitation
terumbu karang semakin berkurang, menurunnya sedimentasi yang berasal dari aktivitas
di daratan, (3) target ekonomi, yaitu pendapatan masyarakat dan stakeholders
meningkat, tingkat pengangguran semakin menurun, dan terwujudnya sistem pembagian
hasil kegiatan usaha yang semakin adil (4) target kelembagaan, yaitu konflik
pemanfaatan ruang antar masyarakat dan stakeholders semakin berkurang dan
terbentuknya aturan yang dapat difahami, dihayati dan diamalkan oleh masyarakat dan
stakeholders.
Sebenarnya akar permasalahan kerusakan terumbu karang meliputi empat hal,
yaitu (1) Kemiskinan masyarakat dan ketiadaan matapencaharian alternatif (2)
ketidaktahuan dan ketidaksadaran masyarakat dan pengguna (3) lemahnya penegakan
hukum (law enforcement) dan (4) kebijakan pemerintah yang belum menunjukkan
perhatian yang optimal dalam mengelola sistem alami dan kualitas lingkungan kawasan
pesisir dan lautan khususnya terumbu karang. Berdasarkan akar permasalahan kerusakan
terumbu karang tersebut maka secara ringkas skenario penanganannya seperti tampak
pada Gambar 1.

5
e- USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara

Penambangan
Karang

Hasil tangkap
(Produksi) dan
Nilai tambah
menurun

Produktivitas biota/ikan
terumbu karang menurun

Pembuangan
limbah panas

Pengundulan hutan

• • Habitat karang rusak
• • Kematian kan/biota
karang
• • Meningkat suhu air
• • Kekeruhan akibat
sedimen
• • Eutrofikasi
• • Jumlah spesies karang
menurun

Masyarakat
miskin, kurang
sejahtera

Pengerukan





Pariwisata






Tekhnologi
Labor
Modal
Managemen

Ekonomi Wilayah dan Nasional tak
berkembang

Penangkapan ikan
dengan bahan
beracun/boom

Pemberdayaan
Masyarakat dan
Pengguna

Gambar 1. Upaya Penanganan Kerusakan Ekosistem Terumbu Karang
Keterangan :
= garis pengaruh
= Faktor yang mempengaruhi produktivitas ikan
= Garis upaya penanganannya
Produktivitas dalam suatu ekosistem terumbu karang dapat dibedakan antara
produktivitas primer dan produktivitas sekunder. Produktivitas primer dapat diartikan
sebagai kemampuan perairan untuk menghasilkan C (karbon) dan biasanya di ukur
dalam satuan gram C/m2/tahun, sedangkan produktivitas skunder diartikan sebagai
kemampuan suatu perairan untuk menghasilkan ikan persatuan luas perairan selama
dalam waktu tertentu (Supriharyono, 2000).
Karena tulisan ini lebih diarahkan pada kajian yang bersifat ekonomi, maka
produktivitas dapat disamakan dengan produksi dan dalam pengertian ini produksi
sebagai suatu fungsi, diartikan sebagai fungsi yang menunjukkan hubungan antara hasil
produksi fisik (output) dengan faktor produksi (input) (Debertin D.L., 1986). Beattie dan
6
e- USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara

Taylor (1994) mengatakan bahwa fungsi produksi adalah sebuah deskripsi matematis
atau kuantitatif dari berbagai macam kemungkinan produksi teknis yang dihadapi oleh
suatu organisasi perusahaan. Secara umum suatu fungsi produksi dapat diformulasikan
sebagai berikut (Debertin D.L, 1986)
Y = f (X) …………………………………..(1)
Di mana Y = produksi
X = input
Dalam kaitan dengan produksi pada pengelolaan sumber daya pesisir dan laut pada sub
ekosistem terumbu karang di mana produksi (hasil tangkap) dapat diformulasikan
sebagai berikut (Gambar 1) :
Y = f (X1, X2, X3, X4, X5) ……………………………….(2)
Keterangan :
Y = Hasil produksi lestari (Sustainable Yield)
X1 = Ekosistem terumbu karang
X2 = Teknologi penangkapan
X3 = Tenaga kerja
X4 = Modal
X5 = Manajemen
Ekosistem terumbu karang (X1) dapat diartikan sebagai luasan terumbu karang
(X11) dan tingkat kerusakan ekosistem terumbu karang (X12), dan tingkat kerusakan ini
dapat di kelompokan dari sangat sangat baik, baik, sedang, rusak dan sangat rusak.
Sehingga formulasi (2) dapat diformulasikan menjadi formulasi tiga sebagai berikut :
Y = f(X11, X12, X2, X3, X4, X5) ……………………………..(3)
Dalam kaitannya dengan ekosistem terumbu karang yang semakin lama semakin
mengalami penurunan luasannya dan tingkat kerusakannya yang semakin tinggi, maka
sangat mungkin di masa depan produktivitas biotanya menurun baik produktivitas
primer maupun produktivitas sekunder. Keadaan ini akan berpengaruh dalam jangka
panjang terhadap perekonomian masyarakat pesisir, ekonomi kawasan maupun ekonomi
nasional.
Dalam pemanfataan sumber daya pesisir dan laut khususnya pada ekosistem
terumbu karang secara bijak, optimal dan berkelanjutan maka salah satu caranya adalah
melalui pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir. Ini didasarkan pada suatu kenyataan
bahwa di antara faktor penyebab kerusakan terumbu karang adalah unsur masyarakat
pesisir.
VI. PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR
Salah satu pendekatan yang dinilai efektif dan mampu meningkatkan produksi,
pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pesisir adalah pendekatan agribisnis dan
agroindustri. Kegiatan ini dengan melibatkan secara utuh subsistem input, subsistem

7
e- USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara

produksi, subsistem pengolahan hasil, subsistem pemasaran dan subsitem kelembagaan
keuangan maupun kelembagaan penyuluhan.
Sebagai upaya untuk mendorong penyediaan produk agribisnis dan agroindustri
agar mampu bersaing di pasar global, maka pemerintah harus secara konsisten dan
berkelanjutan melakukan berbagai langkah, salah satunya adalah meningkatkan
perluasan dan penyebaran agribisnis dan agroindustri di pedesaan atau masyarakat
pesisir. Pengembangannya dapat ditempuh melalui pengembangan unit Kelompok
Usaha Bersama (KUB) yang dapat menyerap, melibatkan dan dimiliki oleh warga pesisir
melalui suatu pola inti-plasma dengan mitra usahanya. Secara skematis pemberdayaan
ekonomi masyarakat pesisir pada Gambar 2.
Ada beberapa alasan kenapa pendekatan agribisnis-agroindustri menjadi hal yang
diprioritas (a) dengan agribisnis-agroindustri peluang usaha yang menguntungkan
masyarakat menjadi lebih banyak (b) dengan agribisnis-agroindustri masyarakat dapat
meningkatkan nilai tambah produknya (c) dengan adanya agribisnis-agroindustri dapat
menampung lebih banyak tenaga kerja (d) dengan adanya kegiatan ini dapat
meningkatkan variabilitas produk yang dihasilkan masyarakat pesisir (e) dapat
berdampak pada peningkatan expor nonmigas dan devisa negara (f) dan dengan ini dapat
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.
Dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir beberapa upaya yang harus
dilakukan meliputi pemberian bantuan modal yang dapat digulirkan (revolving fund)
agar mereka dapat memperoleh segala kebutuhan input/modal seperti benih (benur, anak
siput, bibit rumput laut), peningkatan ketrampilan dalam budidaya yang dinginkan oleh
masyarakat sesuai tuntutan pasar, peningkatan ketrampilan pengolahan hasil,
pembentukan dan pembinaan kelompok usaha bersama sebagai embrio pembentukan
koperasi masyarakat pesisir. Selain itu juga pihak pemerintah dapat membangun sarana
dan prasarana penunjang seperti lembaga keuangan yang khusus untuk bantuan
permodalan bagi masyarakat pesisir, kelembagaan penyuluhan di wilayah pesisir,
pembinaan penataan ruang untuk budidaya laut dan mendorong serta memfasilitasi
adanya program kemitraan yang saling menguntungkan antara pihak masyarakat pesisir
dengan pemilik modal dan tekhnologi.

8
e- USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara

Pemberdayaan Ekonomi
Masyarakat Pesisir

Subsistem
Input

Subsistem
Produksi

Subsistem
Pengolahan

Subsistem
Pemasaran

Subsistem Penunjang Kelembagaan Penyuluhan dan Keuangan

KUB

KUB

KUB

Produksi Meningkat

Mitra

Pendapatan, nilai
tambah masyarakat meningkat

PEMBANGUNAN WILAYAH /
Ekonomi wilayah
dan nasional berkembang

NASIONAL
BERIMBANG
DAN BERKE-

Pengelolaan terumbu karang secara
terpadu dan berkelanjutan

LANJUTAN

Gambar 2 : Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir
Penyelenggaraan usaha agribisnis-agroindustri khususnya dalam pemilihan
produk yang dikembangkan oleh masyarakat harus mengacu pada beberapa alasan yaitu
(Amanto, B.S.1999): (a) menunjukkan kecenderungan permintaan yang meningkat di
pasar ekspor, (b) merupakan kebutuhan pokok masyarakat luas (c) mampu bersaing di
pasar domestik, regional dan global (d) berdampak luas terhadap sektor ekonomi lainnya
9
e- USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara

(e) berpeluang besar untuk dikembangkan (f) memberikan nilai tambah yang tinggi
terhadap hasil perikanan atau hasil laut dan (g) mempunyai efek ganda (multiplier effect)
terhadap peningkatan perekonomian wilayah dan nasional.
VII. PENUTUP
Hubungan antara kegiatan manusia baik di darat maupun di pesisir dan laut
selama ini sangat erat kaitannya dengan kerusakan ekosistem terumbu karang dan
kerusakan terumbu karang berdampak luas terhadap menurunnya produktivitas biota
(ikan) yang hidup pada ekosistem terumbu karang yang pada gilirannya hasil tangkap
ikan akan semakin menurun, pendapatan dan kesejahteraan masyarakat khususnya
masyarakat pesisir menurun. Untuk menanggulangi permasalahan ini maka salah satu
upaya yang dapat dilakukan adalah pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir dengan
pendekatan agribisnis-agroindustri, sehingga di masa datang ekosistem terumbu karang
lestari dan pendapatan masyarakat meningkat serta kemaslahatan dan kesejahteraan umat
manusia meningkat.
DAFTAR PUSTAKA
Amanto B.S. 1999. Kajian Wilayah Pengembangan Agroindustri Perikanan Rakyat di
Daerah Maluku. Thesis. PPS IPB. Bogor Indonesia.
Beattie B.R. dan Taylor C.R., 1994. Ekonomi Produksi. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta. 386 p.
Bengen D.G., 2001. Sinopsis Ekosistem Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut. Pusat
Kajian Sumber daya Pesisir dan Lautan. IPB. Bogor. 62 p.
Budiharsono S., 2001. Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan.
Pradnya Paramita. Jakarta. 159p.
Dahuri, Rokhmin; Rais J.; Ginting S.P. dan Sitepu M.J., 2001. Pengelolaan Sumber
Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Pradnya Paramita. Jakarta.
328 p.
Debertin D. L. 1986. Agricultural Production Economics. University of Kentucky.
Macmillan Publishing Company. New York. 366 p.
Ngangi, E.L.A. 2001. Kajian Intensifikasi dan Analisis Finansial Usaha Budidaya
Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) di Desa Bentenan-Tumbak Kecamatan
Belang Propinsi Sulawesi Utara.Thesis. PPS IPB. Bogor, Indonesia.
Supriharyono. 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam di Wilayah Pesisir
Tropis. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 247 p.

10
e- USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara