Peranan Foto Dada Dalam Mendiagnosis Tuberkulosis Paru Tersangka Dengan BTA Negatif Di Puskesmas Kodya Medan

(1)

PERANAN FOTO DADA DALAM MENDIAGNOSIS

TUBERKULOSIS PARU TERSANGKA DENGAN BTA NEGATIF DI

PUSKESMAS KODYA MEDAN

TESIS

Oleh

MUAL BOBBY E PARHUSIP

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT PARU FK.USU/

SMF PARU RSUP. H. ADAM MALIK

MEDAN


(2)

LEMBARAN PERSETUJUAN

Judul Penelitian : Peranan Foto Dada Dalam Mendiagnosis Tb Paru Tersangka Dengan BTA Negatif Di Puskesmas Kodya Medan

Nama : Mual Bobby E Parhusip

Program Studi : Program Pendidikan Dokter Spesialis I Paru

Menyetujui Pembimbing

Dr.Hilaluddin S, SpP(K), DTM&H NIP. 130 365 290

Koordinator Penelitian Ketua Program Studi Ketua Departemen Ilmu Dep .Ilmu Paru Dep. Ilmu Peny. Paru Penyakit Paru

Prof.Dr.Tamsil S, SpP(K) Dr.Hilaluddin S,SpP(K),DTM&H Prof.Dr.H.Luhur Soeroso,SpP(K)


(3)

TESIS

PPDS ILMU PENYAKIT PARU FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA/RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK

MEDAN

1. Judul Penelitian : Peranan Foto Dada Dalam Mendiagnosis TB Paru Tersangka Dengan BTA Negatif Di Puskesmas Kodya Medan

2. Nama Peneliti : Mual Bobby E Parhusip

3. NIP. : -

4. Pangkat/ Golongan : -

5. Fakultas : Kedokteran Universitas Sumatera Utara 6. Jurusan : Ilmu Penyakit Paru

7. Jangka Waktu : 4 Bulan (empat bulan)

8. Lokasi Penelitian : SMF Paru RSUP.H. Adam Malik Medan dan Puskesmas Kotamadya Medan

9. Pembimbing : Dr.Hilaluddin S, SpP(K), DTM&H


(4)

PERNYATAAN

PERANAN FOTO DADA DALAM MENDIAGNOSIS

TUBERKULOSIS PARU TERSANGKA DENGAN BTA NEGATIF DI

PUSKESMAS KODYA MEDAN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 18 Maret 2009


(5)

Telah diuji pada :

Tanggal 23 July 2009

Panitia Penguji Tesis

Ketua

: Dr. Hilaluddin Sembiring, DTM&H, SpP

Sekretaris

: Dr. Pantas Hasibuan, SpP

Penguji

: Prof. Dr. H. Luhur Soeroso, SpP(K)

: Dr. Zainuddin Amir, SpP(K)

: Dr. Pandiaman Pandia, Sp.P


(6)

ABSTRAK

Objektif

:

Untuk mengetahui peranan foto dada dalam mendiagnosis TB paru tersangka dengan BTA negatif di puskesmas kodya Medan

Metode

:

Penelitian ini menggunakan uji diagnostik yang bersifat observational dengan pendekatan secara cross sectional.

Hasil

:

Dari 54 orang penderita yang datang ke puskesmas dengan gejala klinis TB paru,dengan pemeriksaan BTA negatif dilakukan pemeriksaan foto ronsen dada. Diperoleh 45 orang (83,3%) lesi negatif , 9 orang (16,7%) yang memiliki gambaran lesi positif pada ronsen foto dadanya. Penderita dengan gambaran lesi positif diberi pengobatan OAT regimen RHZE selama 2 bulan, kemudian dilakukan foto dada ulangan. Diperoleh adanya gambaran perbaikan secara radiologis pada foto dadanya pada 5 orang (55,6%) penderita, 4 orang (44,4%) penderita tidak mengalami perubahan foto dada dibandingkan foto dada yang pertama.

Kesimpulan : Dari hasil penelitian di puskesmas kodya Medan diperoleh data-data yang menunjukkan penambahan foto dada tidak akurat untuk diagnostik TB paru yang cukup bermakna, karena yang positif hanya 9 pasien(16,7%) setelah dilakukan penambahan foto dada pada pasien-pasien tersangka TB paru dengan BTA negatif.


(7)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS

IDENTITAS

Nama : Dr. Mual Bobby E Parhusip Tempat/Tgl/Lahir : Medan, 31 Maret 1972 Agama : Kristen, Protestan

Pekerjaan : PPDS Paru FK-USU Medan Alamat : Jl Sekip No 106 Medan. 20117

KELUARGA

Bapak : Prof.Dr. R S Parhusip Sp.P(K) Ibu : R H Situmorang. SH

Istri : Dr. Lucy Meylani E Pakpahan Anak : 1. Miranda Gratia Parhusip 2. Luther Gideon Parhusip

PENDIDIKAN

1. SD Yos Sudarso Ijazah 1984 2. SMP St Thomas I Medan Ijazah 1987 3. SMA Negeri 1 Medan Ijazah 1990 4. FK UKI Jakarta Ijazah 2000

PEKERJAAN


(8)

PERKUMPULAN PROFESI

1. Anggota IDI kota Medan 2000 - sekarang 2. Anggota muda PDPI cabang Sumatera Utara 2002 – sekarang

PARTISIPASI DALAM KEGIATAN ILMIAH

1. Laporan Kasus dengan topik Allergic Bronchopulmonary Aspergillosis pada KONKER XI PDPI, Bali 2007

2. Peserta pada KONAS XI PDPI 2008 di Bandung 3. Peserta pada beberapa kegiatan ilmiah Paru

TUGAS

Selama mengikuti pendidikan dokter spesialis Ilmu Penyakit Paru FK- USU telah membawakan :

1. Sari Pustaka Dasar 1 buah 2. Sari Pustaka 5 buah 3. Laporan Kasus 5 buah 4. Journal Reading 12 buah 5. Karya Ilmiah tingkat Nasional 1 buah


(9)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur dan terima kasih penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, sebab berkat rahmat dan kasih karuniaNya penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “Akurasi deteksi dini pasien tuberkulosis

paru dengan BTA sputum dibandingkan dengan penambahan foto dada pada pasien yang dicurigai sebagai kasus dengan BTA

sputum yang negatif di puskesmas kodya Medan ”, yang merupakan persyaratan akhir pendidikan keahlian di Departemen Ilmu Penyakit Paru Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/ RSUP H. Adam Malik Medan.

Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan penelitian ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak baik dari guru-guru yang penulis hormati, teman sejawat asisten Departemen Ilmu Penyakit Paru FK USU, paramedis dan nonmedis serta dorongan dari pihak keluarga. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

Prof. Dr. H. Luhur Soeroso, Sp.P(K) sebagai Ketua Departemen Ilmu Penyakit Paru FK-USU/ SMF Paru RSUP H. Adam Malik Medan ,yang tiada henti-hentinya memberikan bimbingan ilmu pengetahuan, senantiasa menanamkan disiplin, ketelitian dan perilaku yang baik serta pola berpikir dan bertindak ilmiah, yang mana hal tersebut sangat berguna bagi penulis untuk masa yang akan datang.


(10)

Dr. PS Pandia, SpP sebagai Sekretaris Departemen Ilmu Penyakit Paru FK-USU/ SMF Paru RSUP H. Adam Malik Medan, yang telah banyak memberikan bimbingan dan nasihat selama penulis menjalani Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di FK-USU/ SMF Paru RSUP. H. Adam Malik Medan.

Dr. Hilaluddin Sembiring, DTM&H, Sp.P(K) sebagai Ketua Program Studi Ilmu Penyakit Paru yang senantiasa tiada jemunya berupaya menanamkan disiplin, ketelitian, berpikir dan berwawasan ilmiah serta memberikan motivasi, saran serta nasehat yang bermanfaat dan selalu mendorong penulis dalam penyempurnaan penulisan tesis ini sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini .

Dr. Pantas Hasibuan, Sp.P(K) sebagai Sekretaris Program Studi Ilmu Penyakit Paru dan pembimbing penulis yang banyak memberikan motivasi, saran serta nasehat yang bermanfaat serta selalu mendorong penulis dalam menyelesaikan pendidikan ini.

Dr. H. Zainuddin Amir, Sp.P (K) yang telah banyak memberikan bimbingan dan ilmu serta pengalamannya selama penulis mengikuti pendidikan .

Prof. Dr. Tamsil Syafiuddin, Sp.P(K), sebagai koordinator penelitian ilmiah Departemen Ilmu Penyakit Paru yang telah banyak memberikan dorongan, bimbingan, kritikan, pengarahan dan masukan dalam rangka penyusunan dan penyempurnaan tulisan ini.

Dr. Widi Rahardjo, Sp.P sebagai Ketua Persatuan Dokter Paru Indonesia Cabang Sumatera Utara yang telah banyak memberikan bantuan , bimbingan, masukan selama penulis menjalani pendidikan.


(11)

Drs. Abdul Jalil Amri Arma, MKes sebagai pembimbing statistik yang banyak memberi bantuan , dukungan serta membuka wawasan penulis dalam bidang statistik.

Penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Dr. Sumarli, SpP(K), Prof. Dr. RS Parhusip, SpP(K), Dr. H. Sugito, Sp.P(K) yang telah banyak memberikan bimbingan, nasihat, ilmu pengetahuan dan pengalaman klinis beliau selama mengabdi pada Departemen Ilmu Penyakit Paru yang sangat berguna selama penulis menjalani pendidikan ini.

Rasa terima kasih tak lupa penulis ucapkan kepada yang terhormat Kepala Dinas Kesehatan kota Medan, Ka. Puskesmas Pasar Merah, Ka. Puskesmas Belawan, Ka. Puskesmas Darussalam, Ka. Puskesmas Medan Area Selatan, Ka Puskesmas atas kerjasamanya yang telah banyak membantu penulis atas terlaksananya penelitian ini.

Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr Syahlan, SpP, Dr. Usman, SpP, Dr. Tunggul Hutapea, SpP, Dr. Adlan Lutfi Sitompul, SpP, Dr. PS Pandia, SpP, Dr. Fajrinur Syarani, SpP, Dr. Parluhutan Siagian, SpP, Dr. Amira P Tarigan, SpP, Dr. Bintang Sinaga, SpP, Dr. Supiono, SpP, Dr Noni Soeroso SpP, Dr Setia Putra Tarigan SpP yang telah banyak memberikan bantuan, masukan dan pengarahan selama penulis menjalani pendidikan ini.

Izinkanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Direktur RSUP H. Adam Malik Medan,


(12)

Direktur RSU Pirngadi Medan, Kepala BP4 Medan, Kepala bagian Radiologi RS Materna Medan, dr Robert Rumanang DMRD.(LOND), Sp.Rad , Kepala Departemen Kardiologi RSUP H. Adam Malik Medan, Kepala Departemen Patologi Anatomi FK USU Medan, Kepala Departemen Mikrobiologi FK USU Medan, yang telah memberikan kesempatan dan bimbingan kepada penulis selama menjalani pendidikan ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman sejawat peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Paru FK-USU, pegawai tata usaha, perawat/ petugas poliklinik , ruang bronkoskopi, ruang rawat inap bagian paru , instalasi perawatan intensif, unit gawat darurat RSUP H. Adam Malik Medan, perawat/ petugas RSU Pirngadi Medan, perawat/ petugas BP4 Medan yang telah bekerja sama dan membantu penulis selama menjalani pendidikan ini.

Dengan rasa hormat dan terima kasih yang tiada terbalas penulis sampaikan kepada Ayahanda Prof. Dr. RS Parhusip SpP(K) dan Ibunda R.H br Situmorang, SH tercinta yang telah membesarkan, mendidik dan memberi dorongan semangat serta doa kepada penulis hingga dapat menyelesaikan pendidikan ini. Rasa hormat dan terima kasih terhadap mertua penulis Bapak Alm H Pakpahan dan Ibu . M br Simamora yang banyak memberikan dukungan dan doa selama penulis menjalani pendidikan ini. Rasa terima kasih juga penulis sampaikan kepada abang, adik dan ipar penulis. Demikian juga kepada Isteriku tercinta Dr Lucy Meylani E Pakpahan serta anak-anak tersayang Miranda Gratia Parhusip, Luther Gideon Parhusip yang selalu setia dalam suka dan duka, penuh


(13)

pengertian, kesabaran dan pengorbanannya kepada penulis selama menjalani pendidikan. Tiada kata yang dapat diucapkan selain ungkapan rasa terima kasih dan penghargaan atas segala kesetiaan maupun dukungan kalian selama ini. Akhirnya pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya atas segala kekurangan, kekhilafan dan kesalahan yang pernah diperbuat selama ini. Semoga ilmu, keterampilan dan pembinaan kepribadian yang penulis dapatkan selama ini dapat bermanfaat bagi agama, nusa dan bangsa dan mendapat restu dari Tuhan Yang Maha Esa.

Medan, 18 Maret 2009

Penulis


(14)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

DAFTAR SINGKATAN ... xiv

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Epidemiologi ... 7

2.2. Etiologi ... 9

2.3. Penularan dan Penyebaran ... 11

2.4. Patogénesis ... 12

2.5. Diagnosis ... 13

BAB III. BAHAN DAN METODE... 25

3.1. Rancangan Penelitian ... 25

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ... 25

3.3. Subjek Penelitian ... 25

3.4. Jumlah Sampel ... 26

3.5. Kriteria Inklusi dan Ekslusi ... 27


(15)

3.8. Cara Kerja ... 31

3.9. Pengolahan Data ... 32

3.10. Jadwal Penelitian ... 33

3.11. Biaya Penelitian ... 33

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 34

4.1. Hasil Penelitian ... 34

4.2. Pembahasan ... 41

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 46

5.1. Kesimpulan ... 46

5.2. Saran ... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 47


(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Skema Klasifikasi American Tuberculosis Association ... 18 Gambar 2. Kerangka konsep ... 28


(17)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Karakteristik peserta penelitian ... 35 Tabel 2. Karakteristik penderita Tb paru dengan gambaran foto dada 37 Tabel 3. Gambaran karakteristik foto dada lesi positif berdasarkan hasil foto dada ulangan ……… 38 Tabel 4. Manfaat pemberian OAT pada penderita dengan


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Persetujuan Komite Etik Tentang Penelitian Lampiran 2. Lembaran Penjelasan Calon subjek Penelitian Lampiran 3. Lembaran Persetujuan Calon Subjek Penelitian Lampiran 4. Lembaran Data Penelitian Subyek


(19)

DAFTAR SINGKATAN

AIDS : Acquired Immunodeficiency Syndrome

BACTEC : Battle Area Clearence and Training Equipment Consultants

BAL : Broncho Alveolar Lavage BJH : Biopsi Jarum Halus BTA : Batang Tahan Asam

CT Scan : Computed Tomography Scanning

DOTS : Directly Observed Treatment Short Course ELISA : Enzyme Linked Immunosorbent Assay HIV : Human Immunodeficiency Syndrome IgG : Immunoglobulin G

IUATLD : International Union Against Tuberculosis and Lung Disease

PA : Posterior Anterior

PAP : Peroxidase anti Peroxidase PCR : Polymersae Chain Reaction

RFLP : Restrictive Fragment Length Polymorphysm SKRT : Survey Kesehatan Rumah Tangga

SPS : Sewaktu, Pagi, Sewaktu


(20)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Tuberkulosis (TB) paru hingga saat ini masih merupakan masalah penting bagi kesehatan.Penemuan Mycobacterium tuberculosis (M.tb) pada tahun 1882 oleh Robert Koch merupakan suatu momen yang sangat penting dalam penemuan dan pengembangan obat antituberkulosis untuk mengendalikan penyakit ini, walaupun penyakit ini sudah dikenal sejak 8000 tahun sebelum tahun masehi.1

Tuberkulosis paru (TB Paru) adalah penyakit paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.Sampai sekarang ini penyakit tersebut belum dapat disembuhkan secra sempurna bahkan sebaliknya jumlah penderita baru dari hari ke hari semakin meningkat.Jika dahulu pada masa era non HIV/AIDS penyakit ini umumnya berada pada negara yang sedang atau belum berkembang,tetapi sekarang pada negara yang sudah maju seperti di negara Eropa dan Amerika jumlah penderita TB paru semakin meningkat.Hal ini disebabkan makin meningkatnya penderita HIV/AIDS yang pada akhirnya akan menyebabkan seseorang menjadi sangat mudah atau rentan terinfeksi Mycobacterium tuberculosis oleh karena penurunan daya tahan tubuh.2 Penyakit TB Paru tetap berlanjut sebagai masalah kesehatan masyarakat di dunia.Empat puluh persen dari seluruh jumlah penderita TB paru di dunia berada di sebelas negara di


(21)

Asia Tenggara termasuk Indonesia dengan perkiraan delapan juta penduduk penderita TB paru aktif setiap tahunya dan setiap tahun pertambahan tiga juta penderita baru.Pada saat yang bersamaan, di Asia Tenggara juga lebih lima juta penduduk hidup dengan HIV/AIDS yang membuat Asia Tenggara nomor dua tertinggi di dunia.3,4

Pada tahun 1993, World Health Organization (WHO) mencanangkan kedaruratan global penyakit TB paru karena pada sebagian besar negara di dunia penyakit TB paru tidak terkendali, ini disebakan banyaknya penderita yang tidak berhasil disembuhkan.5,6 Pada tahun 1995, diperkirakan setiap tahun terjadi sekitar sembilan juta penderita TB paru dengan kematian tiga juta orang.Di negara-negara berkembang,kematian oleh karena TB paru merupakan 25% dari seluruh kematian yang seharusnya dapat dicegah. Diperkirakan 95% penderita TB paru berada di negara berkembang dan 75% penderita TB paru adalah kelompok usia produktif (15-50 tahun).7,8

Di Indonesia berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 menunjukkan bahwa penyakit tuberkulosis paru merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit kardiovaskular,penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok usia dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi.9Pada tahun 1999,WHO memperkirakan bahwa setiap tahun di Indonesia terjadi 583.000 kasus baru TB paru dengan kematian karena TB paru sekitar 140.000 kasus. Secara kasar diperkirakan setiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat


(22)

130 penderita baru TB paru dengan bakteri tahan asam (BTA) sputum positif.10,11 Menurut laporan WHO (1996),di negara yang sedang berkembang risiko kematian TB paru adalah 50 % pada penderita yang tidak diobati,25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi,dan 25% sebagai kasus kronik yang tetap menular.Oleh karena itu diperlukan diagnosis yang tepat untuk menekan TB paru secara dini dan diharapkan dapat memutuskan mata rantai penularan tuberkulosis.12,13

Dalam usaha pemberantasan penyakit TB paru,pencarian kasus merupakan unsur yang penting untuk keberhasilan pelaksanaan program pengobatan. Hal ini ditunjang oleh sarana diagnostik yang tepat.

Diagnosis terhadap TB paru umumnya dilakukan dengan cara melakukan pemeriksaan klinis (dari anamnesis terhdap keluhan penderita dan hasil pemeriksaan fisik penderita), hasil pemeriksaan foto toraks, hasil pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainya.

Pemeriksaan radiologik toraks merupakan pemeriksaan yang sangat penting. Kemajuan yang pesat selama dasawarsa terakhir dalam teknik pemeriksaan radiologik toraks dan pengetahuan untuk menilai suatu roengtgenogram toraks menyebabkan pemeriksaan toraks dengan sinar Roentgen ini suatu keharusan rutin.Pemeriksaan paru tanpa pemeriksaan Roentgen saat ini dapat dianggap tidak lengkap.Suatu penyakit paru belum dapat disingkirkan dengan pasti sebelum dilakukan pemeriksaan radiologik.Selain itu, berbagai kelainan dini dalam paru juga


(23)

sudah dapat dilihat dengan jelas pada foto Roentgen sebelum timbul gejala-gejala klinis, sehingga pemeriksaan secara rutin pada orang-orang yang tidak mempunyai keluhan apa-apa (mass-chest survey ) sudah menjadi prosedur yang lazim dalam pemeriksaan kesehatan masyarakat secara massal, seperti yang dilakukan pada para mahasiswa, murid sekolah, anggota alat negara ,pegawai perusahaan, serta para karyawan lainnya.Misalnya suatu sarang tuberkulosis yang hanya sekecil 2 mm diameternya, mungkin telah dapat dilihat pada foto Roentgen ,sedangkan pemeriksaan fisik klinis tentu tidak akan berhasil menemukan sarang sekecil ini.14,15

Tidak ada cara lain yang sebanding pentingnya dengan pemeriksaan radiologik untuk dokumentasi dan pemeriksaan berkala (follow-up) yang obyektif. Foto roentgen yang dibuat pada suatu saat tertentu dapat merupakan dokumen yang abadi dari penyakit seorang penderita ,dan setiap waktu dapat dipergunakan dan diperbandingkan dengan foto yang dibuat pada saat-saat lain.16 Hasil pemeriksaan BTA positif dibawah mikroskop memerlukan kurang lebih 5000 kuman/ml sputum,sedangkan untuk mendapatkan kuman positif pada kultur sputum yang merupakan diagnosis pasti dibutuhkan sekitar 50-100 kuman/ml sputum.17,18

Pulasan BTA sputum mempunyai sensitivitas yang rendah,terutama tuberkulosis non kavitas, dan akan memberikan kepositivan 10 % pada pasien dengan gambaran tuberkulosis, dan 40 % penyandang TB paru dewasa mempunyai hasil negatif pada pulasan sputumnya.Pemeriksaan


(24)

mikrobiologi dari dahak ini mempunyai keterbatasan antar lain sulit untuk mendapatkan dahak dalam jumlah yang cukup.19

1.2. PERUMUSAN MASALAH

Salah satu komponen program DOTS adalah dengan penemuan kasus TB dengan pemeriksaan BTA mikroskopis. Pada beberapa tempat, bila hasil BTA negatif sering tidak diikuti dengan pemeriksaan radiologis sehingga beberapa kasus menjadi tidak terdeteksi.

Pada evaluasi yang dilakukan di Puskesmas, proporsi antara penderita TB Paru BTA positif diantara suspek berdasarkan rumus

Jumlah penderita BTA Positif

RUMUS : x 100% Jumlah seluruh suspek yang diperiksa Biasanya hanya ditemukan angka sekitar 10 %3

Walaupun misalnya sekitar 90% pasien dapat menyelesaikan pengobatan, tetapi kalau hanya separuh jumlah yang terdeteksi maka penyembuhan itu tidak punya dampak berarti dalam penurunan morbiditas secara keseluruhan2.

1.3. TUJUAN PENELITIAN 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui peranan foto dada pada deteksi dini pasien tuberkulosis paru di sejumlah Puskesmas di wilayah Medan karena hasil


(25)

BTA sputum yang negatif dan tidak diobati, tetapi secara radiologis memberikan gambaran tuberkulosis.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui gambaran karakteristik penderita TB paru yang disajikan dalam bentuk tabulasi dan di deskripsikan.

2. Untuk mengetahui sputum BTA positif dan sputum BTA negatif dan dilanjutkan dengan pemeriksaan foto dada dan untuk ditabulasikan dan dideskripsikan.

3. Untuk mengetahui tingkat akurasi TB paru dengan pemeriksaan BTA positif dan pemeriksaan BTA negatif yang dilanjutkan dengan pemeriksaan foto dada.

4. Membandingkan hasil pemeriksaan BTA positif dengan BTA negatif ditambah foto dada dengan gambaran tuberkulosis.

1.4. MANFAAT PENELITIAN

a. Mencegah keterlambatan dalam penegakan diagnosis tuberkulosis paru dan pengambilan keputusan memulai pengobatan pada penderita, karena semakin cepat penatalaksanaan kasus tuberkulosis pada kasus dini b. Dari hasil penelitian ini akan diperloleh gambaran perlunya pemanfaatan

pemeriksaan radiologi foto dada di pusat-pusat pelayanan kesehatan masyarakat sebagai penunjang diagnostik dalam pemberantasan maka akan semakin baik juga angka kesembuhan yang didapatkan.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. EPIDEMIOLOGI

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh infeksi kuman (basil) Mikobakterium tuberkulosis (M.Tuberkulosis). Yang sering disebut juga Tubercle bacilli oleh karena mengakibatkan lesi berupa tuberkel atau disebut juga bakteri tahan asam.Sebagian besar tuberkulosis menyerang paru, tetapi dapat juga menyerang organ tubuh lain.1,3,20

Dewasa ini di sebagian besar negara maju diperkirakan setiap tahunnya hanya 10 sampai 20 kasus baru tuberkulosis diantara 100.000 penduduk.Angka kematian akibat tuberkulosis di berbagai negara maju dewasa ini hanyalah tinggal sekitar 1 sampai 5 kematian per 100.000 penduduk. Di negara berkembang angka ini masih cukup tinggi.21,22

Penyakit tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang tersebar luas di seluruh dunia, terutama didaerah dengan penduduk yang padat dan tingkat sosio ekonomi yang rendah. Resiko penularan di Asia, Afrika dan Amerika Latin selama 25 tahun terakhir menunjukkan angka penularan tinggi sebesar 2-5 % per tahun.Peningkatan kasus baru tuberkulosis paru diprediksi meningkat dari 7,5 juta pada tahun 1995 menjadi 8,8 juta pada tahun 1998, 10,2 juta pada tahun 2002 dan 11,9


(27)

juta pada tahun 2005,dan jumlah peningkatan ini sekitar 58,6% dalam periode 15 tahun.

Di India, prevalensi dari tuberkulosis diperkirakan 5,05/1000 penduduk, dan merupakan masalah kesehatan yang penting di negara tersebut. Di India, TB paru membunuh 14 kali lebih banyak dari penyakit tropis, 21 kali lebih banyak dari penyakit malaria, dan 400 kali lebih banyak dari penyakit lepra. Setiap hari di India lebih dari 20.000 ribu orang terinfeksi basil tuberkulosis, lebih dari 5000 orang yang berkembang menjadi TB paru dan lebih dari 1000 orang menjnggal akibat tuberkulosis.23

Di Cina, insiden BTA positif sebanyak 630.000 orang,insiden seluruh kasus sebanyak 1.402.000 orang, prevalensi BTA positif sebanyak 1.132.000 orang, prevalensi seluruh kasus 2.721.000 orang.

Menurut laporan WHO, negara Afrika merupakan negara dengan insiden TB Paru adalah 356/100.000 penduduk, dan secara global 13 % dari seluruh penderita TB paru baru tersebut adalah penderita HIV.

Di negara Eropa,penyakit TB Paru juga meningkat, dimana negara Rusia yang paling tinggi insidennya, terutama di penjara Rusia (1,1 juta penghuni penjara, 10-20% keseluruhan dari penghuni penjara terinfeksi tuberkulosis). Di Jerman, terjadi penurunan kasus tuberkulosis dalam 50 tahun terakhir ini, dimana insiden kasus tuberkulosis sekarang di Jerman 9/100.000 penduduk. Pada tahun 2001, hampir 8000 kasus baru yang dilaporkan dari 83 juta penduduk Jerman.


(28)

Di Turki, pada tahun 2002 dilaporkan 18.083 penderita TB paru,dengan angka insiden 27/100.000 penduduk.24

Survei prevalensi tuberkulosis yang dilakukan di 6 propinsi di Indonesia pada tahun 1983-1993 menunjukkan bahwa prevalensi tuberkulosis di Indonesia berkisar 0,2-0,65%. Penderita TB Paru di Indonesia pada tahun 1995 berjumlah 460.190 orang.Angka ini relatif tinggi jika dibandingkan dengan negara lain dan menduduki peringkat kedua penyebab kematian di Indonesia setelah penyakit kardiovaskular.Data yang dikeluarkan WHO pada bulan Agustus 1999 menyebutkan bahwa prevalensi BTA positif di Indonesia sebesar 715.000 orang dengan insiden 262.000 orang dan kematian akibat TB Paru 140.000 orang pertahun. Sedangkan menurut laporan Penanggulangan Tuberkulosis Global yang dilakukan oleh WHO tahun 2004, angka insiden tuberkulosis pada tahun 2002 mencapai 505.000 kasus ( 256/100.000 penduduk ) dan 46% diantaranya diperkirakan merupakan kasus baru.25,26

2.2. Etiologi TB

Organisme ini termasuk ordo Actinomycetalis,familia Mycobacteriaceae dan genus Mycobacterium. Genus Mycobacterium memiliki beberap spesies diantaranya Mycobacterium tuberculosis yang menyebabkan infeksi pada manusia. Basil tuberkulosis berbentuk batang ramping lurus, tapi kadang-kadang agak melengkung, dengan ukuran


(29)

panjang 2-4 µm dan lebar 0.2-0.5 µm.Organisme ini tidak bergerak, tidak membentuk spora, tidak berkapsul, bila diwarnai akan terlihat berbentuk manik-manik atau granuler.Kuman ini bersifat obligat aerob dan pertumbuhanya lambat.Dibutuhkan waktu 18 jam untuk mengganda dan pertumbuhan pada media kultur biasa dapat dilihat dalam waktu 6-8 minggu.Suhu optimal untuk tumbuh pada 370 C dan PH 6.4-7.0 .Jika dipanaskan pada suhu 600 C akan mati dalam waktu 15-20 menit.Kuman ini sangat rentan terhadap sinar matahari dan radiasi sinar ultraviolet. Disamping itu organisme ini agak resisten terhadap bahan-bahan kimia dan tahan terhadap pengeringan, sehingga memungkinkan untuk tetap hidup dalam periode yang panjang didalam ruangan, selimut dan kain yang ada di kamar tidur, sputum. Dinding selnya 60% terdiri dari kompleks lemak seperti mycolic acid yang menyebabkan kuman bersifat tahan asam, cord factor merupakan mikosida yang berhubungan dengan virulensi. Kuman yang virulen mempunyai bentuk khas yang disebut serpentinecord, Wax D yang berperan dalam imunogenitas dan phospatides yang berperan dalam proses nekrosis kaseosa. M tuberkulosis sulit untuk diwarnai tetapi sekali diwarnai ia akan mengikat zat warna dengan kuat yang tidak dapat dilepaskan dengan larutan asam alkohol seperti pewarna Ziehl Nielsen.

Organisme seperti ini disebut tahan asam M.tuberkulosis juga dapat diwarnai dengan pewarna fluoresens seperti pewarnaan auramin rhodamin.7,23


(30)

2.3. Penularan dan Penyebaran

Tuberkulosis ditularkan melalui udara oleh partikel kecil yang berisi kuman tuberkulosis yang disebut “droplet”. Droplet nukleus yang berukuran 1-5 µm dapat sampai ke alveoli.Droplet nukleus kecil yang berisi basil tunggal lebih berbahaya daripada sejumlah besar basil didalam partikel yang besar, sebab partikel besar akan cenderung menumpuk di jalan napas daripada sampai ke alveoli sehingga akan dikeluarkan dari paru oleh sistem mukosilier. Batuk merupakan mekanisme yang paling efektif untuk menghasilkan droplet nukleus.Satu kali batuk yang cepat dan kuat akan menghasilkan partikel infeksius sama banyaknya dengan berbicara keras selama lima menit .Penyebaran melalui udara juga dapat disebabkan oleh manuver ekspirasi yang kuat seperti bersin, berteriak ,bernyanyi.Satu kali bersin dapat menghasilkan 20.000-40.000 droplet, tapi kebanyakan merupakan partikel yang besar sehingga tidak infeksius. London dan Roberts meneliti bahwa pasien pasien yang batuk lebih dari 48 kali /malam akan menginfeksi 48% dari orang yang kontak dengan pasien.Sementara pasien yang batuk kurang dari 12 kali/malam menginfeksi 28% dari orang yang kontak dengan pasien. Basil tuberkulosis juga dapat memasuki tubuh melalui traktus gastrointestinal ketika minum susu yang mengandung mikobakterium. Jalan lain masuknya kedalam tubuh manusia adalah melalui luka pada kulit atau membran mukosa, tetapi penyebaran dengan cara ini sangat jarang. Jika fokus tuberkulosis telah terbentuk pada satu bagian tubuh maka penyakit


(31)

dapat menyebar ke bagian tubuh yang lain melalui pembuluh darah, saluran limfatik, kontak langsung, saluran cerna (sering dari intestinum kembali ke darah melalui duktus torasikus) dan terakhir yang paling sering melalui jalan napas.11,16

2.4. Patogenesis

Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh cell mediated immune

response. Sel efektornya adalah makrofag,sedang limfosit (biasanya sel T) merupakan immunoresponse cell. Inhalasi partikel besar yang berisi lebih dari tiga basil tuberkulosis tidak akan sampai ke alveoli, partikel akan melekat di dinding bronkus dan akan dikeluarkan oleh sistem mukosiliari, tetapi inhalasi partikel kecil yang berisi 1-3 basil dapat sampai ke alveoli.

M tuberkulosis yang masuk ke alveoli akan diikuti oleh vasodilatasi dan masuknya leukosit polimorfonuklear dan makrofag yang berfungsi untuk memakan dan membunuh basil tersebut.Setelah beberapa hari maka leukosit berkurang dan makrofag jadi dominan.Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut yang disebut dengan focus primer

atau ghon focus yang merupakan infeksi primer. Infeksi primer ini dapat sembuh dengan atau tanpa bekas atau dapat berlanjut terus dan bakteri terus di fagosit atau berkembang biak didalam sel. Basil dapat menyebar melalui kelenjar getah bening menuju kelenjar getah bening regional. Gabungan terserangnya kelenjar


(32)

getah bening dengan fokus primer disebut kompleks Ghon.Infeksi primer kadang-kadang berlanjut terus dan perubahan patologisnya bersamaan seperti TB post primer. TB post primer umumnya terlihat pada paru bagian atas terutama pada segmen posterior lobus atas atau pada bagian apeks lobus bawah. Terjadinya TB post primer dapat terjadi melalui salah satu dari 3 mekanisme ini yaitu:

1. Perkembangan langsung dari TB primer 2. Reaktivasi dari TB primer

3. Reinfeksi dari luar (exogenous reinfection)

Proliferasi dari hasil tuberkulosis di dalam nekrosis sentral diikuti dengan perlunakan dan pencairan zat kaseosa dapat pecah ke bronkus dan membentuk kavitas.Perdarahan dapat terjadi jika proses kaseosa berlanjut ke pembuluh darah pada dinding kavitas. Penyebaran kaseosa dan bahan cair kedalam percabangan bronkus akan menyebarkan infeksi kedaerah paru yang lainya.Rupturnya fokus kaseosa ke dalam pembuluh darah mengakibatkan terjadinya TB milier.7,11

2.5. Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis TB Paru perlu dilakukan beberapa pemeriksaan seperti pemeriksaan klinis, pemeriksaan radiologis dan pemeriksaan laboratorium.


(33)

2.5.1. Pemeriksaan Klinis:

TB disebut juga the great imitator oleh karena gejalanya banyak mirip dengan penyakit lain. Pada pemeriksaan klinis dibagi atas pemeriksaan gejala klinis dan pemeriksaan jasmani.

1).Gejala klinis

Gejala klinis TB paru dibagi menjadi 2(dua) golongan yaitu : a. Gejala respiratorik :

Ü Batuk : merupakan gejala yang paling dini dan paling sering dikeluhkan. Batuk timbul oleh karena bronkus sudah terlibat. Batuk-batuk yang berlangsung ≥ 3 minggu harus dipikirkan adanya tuberkulosis paru.

Ü Batuk darah : darah yang dikeluarkan dapat berupa garis-garis,bercak,atau bahkan dalam jumlah banyak.Batuk darah dapat juga terjadi pada bronkiektasis dan tumor paru.

Ü Sesak napas : dijumpai jika proses penyakit sudah lanjut dan terdapat kerusakan paru yang cukup luas.

Ü Nyeri dada : timbul apabila parenkim paru subpleura sudah terlibat. b. Gejala sistemik :

Ü Demam : merupakan gejala yang paling sering dijumpai, biasanya timbul pada sore dan malam hari.

Ü Gejala sistemik lain seperti keringat malam, anoreksia, malese, berat badan menurun serta nafsu makan menurun.11


(34)

2). Pemeriksaan Jasmani

Pemeriksaan jasmani sangat tergantung pada luas lesi dan kelainan struktural paru yang terinfeksi. Pada permulaan penyakit sulit didapatkan kelainan pada pemeriksaan jasmani.Suara atau bising napas abnormal dapat berupa suara bronkial, amforik,ronki basah, suara napas melemah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum.

2.5.2. Pemeriksaan Radiologis :

Pemeriksaan rutin adalah foto toraks PA.Pemeriksaan atas indikasi seperti foto apiko lordotik, oblik,CT Scan.Secara sederhana foto toraks hanyalah berupa film hitam putih dan kelainan yang ditemukan dapat diklasifikasikan menjadi corakan paru yang bersifat :27

1. Terlalu putih 2. Terlalu hitam 3. Terlalu besar

4. Berada di tempat yang salah

Untuk mendapatkan informasi dari foto toraks serta menghindari kebingungan ketika melihat kelainan yang diamati, maka dipergunakan prosedur berikut ini :

Periksa nama dan tanggal, lakukan hal ini sebelum meletakan ronsen paru tersebut pada iluminator, apabila tidak dilakukan anda cenderung untuk melupakannya:


(35)

1. Periksa kualitas film foto toraks tersebut.

2. Amati seluruh film dan perhatikan dengan seksama kelainan yang ada.Ada keinginan menghentikan pengamatan di saat pertama menemukan kelainanan tersebut, bila hal ini terjadi, maka kita cenderung akan melupakan bagian lain dari ronsen paru tersebut.

3. Apabila telah menemukan kelainan, tentukan kelainan tersebut.Putuskan apakah lesi tersebut berada pada dinding, pleura, di dalam paru atau mediastinum.

4. Hubungkan kelainan yang ditemukan. Apakah termasuk kedalam salah satu kategori di bawah ini :

a. Terlalu putih b. Terlalu hitam c. Terlalu besar

d. Berada di tempat yang salah.

5. Interpretasi dasar terhadap ronsen toraks mudah, namun ada tanda-tanda tambahan yang memerlukan latihan mata seperti seorang radiolog.23

Tuberkulosis memberikan gambaran bermacam-macam pada foto toraks.

Gambaran radiologis yang ditemukan dapat berupa :


(36)

̇ Bayangan berawan atau berbercak

̇ Adanya kavitas tunggal atau ganda

̇ Bayangan bercak milier

̇ Bayangan efusi pleura,umumnya unilateral

̇ Destroyed lobe sampai destroyed lung

̇ Kalsifikasi

̇ Schwarte

Menurut American Thoracic Society dan National Tuberculosis Association luasnya proses yang tampak pada foto toraks dapat dibagi sebagai berikut :

• Lesi minimal (minimal lesion) :

Bila proses tuberkulosis paru mengenai sebagian kecil dari satu atau dua paru dengan luas tidak lebih dengan volume paru yang terletak diatas

chondrosternal junction dari iga kedua dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis IV atau korpus vertebra torakalis V dan tidak dijumpai kavitas.

• Lesi sedang (moderatly advanced lesion):

Bila proses penyakit lebih luas dari lesi minimal dan dapat menyebar dengan densitas sedang,tetapi luas proses tidak boleh lebih luas dari satu paru,atau jumlah dari seluruh proses yang ada paling banyak seluas satu paru atau bila proses tuberkulosis tadi mempunyai densitas lebih padat, lebih tebal maka proses tersebut tidak boleh lebih dari sepertiga pada satu paru dan proses ini dapat/tidak disertai


(37)

kavitas.Bila disertai kavitas maka luas (diameter) semua kavitas tidak boleh lebih 4 cm.

• Lesi luas (far advanced):

Kelainan lebih luas dari lesi sedang.

Gambar 1.Skema klasifikasi American Tuberculosis Association15

2.5.3. Pemeriksaan Laboratorium : 1). Pemeriksaan darah rutin :


(38)

darah yang normal tidak menyingkirkan tuberkulosis.Limfositosis juga kurang spesifik.

2). Pemeriksaan bakteriologis :

Untuk pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis.Bahan untuk pemeriksaan bakteriologi ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH)

a). Pemeriksaan mikroskopis biasa

Pemeriksaan mikroskopis ini dapat melihat adanya basil tahan asam, dimana dibutuhkan paling sedikit 5000 batang kuman per ml sputum untuk mendapatkan kepositifan. Pewarnaan yang umum dipakai adalah pewarnaan Zielh Nielsen dan pewarnaan Kinyoun Gabbett.

#. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS):

• Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan) • Pagi (keesokan harinya)

• Sewaktu / spot (pada saat mengantarkan dahak pagi) atau setiap pagi 3 hari berturut-turut.

Bahan pemeriksaan / spesimen yang berbentuk cairan dikumpulkan / ditampung dalam pot yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau lebih


(39)

bocor.Apabila ada fasiliti, spesimen tersebut dapat dibuat sediaan apus pada gelas objek (difiksasi) sebelum dikirim ke laboratorium.2

Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease).2

̇ Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapangan pandang : negatif

̇ Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang : ditulis jumlah kuman yang ditemukan.

̇ Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang : positif 1

̇ Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang : positif 2

̇ Ditemukan > 10 BTA dalam 1 lapang pandang : positif 3 Interpretasi hasil pemeriksaan mikroskopis yaitu :

• Bila 2x positif → mikroskopis positif

• Bila 1x positip, 2x negatif → ulang BTA 3x - Bila 1x positif → mikroskopis positif - Bila 3x negatif → mikroskopis negatif b). Pemeriksaan mikroskopis fluoresens

Dengan mikroskopis ini gambaran basil tahan asam akan terlihat lebih besar dan lebih jelas karena daya pandang diperluas dan adanya fluoresens dari zat warna auramin-rhodamin.12


(40)

c). Kultur/biakan kuman

Pemeriksaan kultur dibutuhkan paling sedikit 10 kuman tuberkulosis yang hidup. Jenis pemeriksaan kultur :

Metode konvensional : Lowenstein-Jensen, Ogawa, Kudoh, Middle brook. Teknik pemeriksaan dengan metode radiometrik seperti BACTEC.27

d). Imunologi / Serologi o Uji Tuberkulin

Di Indonesia dengan prevalensi TB yang tinggi pemeriksaan ini kurang berarti apalagi pada orang dewasa. Uji ini akan bermakna jika didapatkan konversi dari uji yang sebelumnya atau apabila kepositivan dari uji yang didapat besar sekali atau timbul bulla.3,16

o ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay)

Merupakan tes serologi yang dapat mendeteksi respon humoral berupa proses antigen-antibodi yang terjadi. Dengan cara ini dapat ditentukan kadar antibodi terhadap basil tuberkulosis pada serum penderita. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa IgG saja yang memberikan kenaikan diatas normal secara bermakna. Sayangnya uji serologis ini hanya memberikan sensitivitas yang sedang saja (62%) dan spesifisitas 74,3%.19


(41)

o Uji PAP (Peroksidase Anti Peroksidase)

Uji serologi imunoperoksida untuk menentukan adanya IgG anti TB. Uji PAP dikatakan positif jika terdapat 3 atau lebih antigen dalam lapangan pandang kecil (pembesaran mikroskop 10x10) yang tercat merah.

Dikatakan : - Positif lemah : bila antigen tercat merah muda - Positif sedang : bila antigen tercat merah cerah - Positif : bila antigen tercat merah tua

o Mycodot

Tes ini menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM) yang direkatkan pada suatu alat berbentuk sisir plastik. Sisir plastik ini kemudian dicelupkan kedalam serum penderita dan bila di dalam serum tersebut terdapat antibodi spesifik anti LAM dalam jumlah yang memadai dan sesuai dengan aktivitas penyakit, maka akan timbul perubahan warna pada sisir.

e). RFLP (Restrictive Fragment Length Polymorphism)

Teknik ini dikenal sebagai teknik finger printing. Pada teknik ini dapat dideteksi perbedaan antara satu Mycobacterium tuberculosis dengan

mycobacterium lainnya.

f). PCR (Polymerase Chain Reaction)

Teknik ini pada dasarnya mendeteksi DNA yang memang spesifik untuk tiap mahluk hidup. Pemeriksaan ini sangat baik bahkan dapat mendeteksi bila terdapat satu kuman saja. Teknik ini spesifik, sensitif dan


(42)

cepat. Hasil didapat dalam waktu ± 6 jam dan dapat membedakan

Mycobacterium tuberculosis dengan MOTT (Mycobacterium other than

tuberculosis).

Dalam klasifikasi TB paru terdapat beberapa pegangan yang prinsipnya hampir bersamaan. PDPI membuat klasifikasi berdasarkan gejala klinis, radiologis dan hasil pemeriksaan bakteriologis dan riwayat pengobatan sebelumnya. Klasifikasi ini dipakai untuk menetapkan strategi pengobatan dan penanganan pemberantasan TB, yaitu :

1. TB paru BTA positif adalah :

• Dengan atau tanpa gejala klinis • BTA positif mikroskopis positif 2

• BTA posiitf mikroskopis positif biakan positif • BTA positif mikroskopis positif radiologis positif • Gambaran radiologis sesuai dengan TB paru 2. TB paru BTA negatif yaitu:

• Gejala klinis dan gambaran radiologis sesuai dengan TB paru aktif

• Bakteriologis (sputum BTA) negatif, jika belum ada hasil tulis belum diperiksa

• Mikroskopis negatif, biakan, klinis dan radiologis positif Mikroskopis negatif, biakan, klinis dan radiologis positif


(43)

3. Bekas TB paru yaitu :

• Bakteriologis (mikroskopis dan biakan) negatif

• Gejala klinis tidak ada, atau ada gejala sisa akibat kelainan paru yang ditinggalkan

• Radiologis menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, terlebih menunjukkan gambaran serial foto toraks yang sama/tidak berubah

• Riwayat pengobatan OAT yang adekuat, akan lebih mendukung

Pada tahun 1997 WHO membuat klasifikasi menurut regimen pengobatan yang dibagi atas empat kategori yaitu:31

a. Kategori I adalah kasus dengan dahak yang positif dan penderita dengan keadaan yang berat seperti meningitis, tuberkulosis milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis masif atau bilateral spondilitis dengan gangguan neurologik, penderita dengan dahak negatif tapi lesi paru luas, tuberkulosis usus, saluran kemih dan sebagainya.

b. Kategori II adalah kasus relaps atau gagal dengan dahak yang tetap positif.

c. Kategori III adalah kasus dengan dahak yang negatif dengan kelainan paru yang tidak luas, dan kasus tuberkulosis ekstrapulmoner selain dari yang disebut dalam kategori I.

d. Kategori IV adalah kasus tuberkulosis kronik.21


(44)

BAB III

BAHAN DAN METODE

3.1. RANCANGAN PENELITIAN

Rancangan penelitian berupa observational dengan pendekatan secara cross sectional.Dimana pengamatan atau pengukuran dilakukan secara bersamaan, yaitu pengukuran dilakukan dengan 1 kali pengamatan, dan ada perlakuan.28,29,30

3.2. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan pada tersangka penderita TB paru yang berobat jalan di Puskesmas kota Medan selama kurun waktu 2 bulan.

3.3. SUBJEK PENELITIAN 3.3.1. Populasi

Pasien yang datang ke Pukesmas kota Medan yang mempunyai sarana pemeriksaan mikroskopis.

3.3.2. Sampel

Sampel adalah bagian dari penderita TB yang datang ke Puskesmas sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi.


(45)

3.4. JUMLAH SAMPEL

Jumlah sampel dihitung berdasarkan rumus : n = [ Z √ P0 Q0 + Z √ Pa Qa ] 2

( Pa – Po )2 Dimana :

n = besar sampel

Z = nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya tergantung pada nilai yang ditentukan pada = 0,05 Z = 1,960

Z = nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya tergantung pada nilai yang ditentukan untuk 10% Z = 1,282 = tingkat keyakinan

P0 = proporsi penderita TB,5 tahun yang lalu secara kasar setiap

100.00 penduduk Indonesia terdapat 130 penderita baru TB paru BTA positif = 0,0013

Q0 = 1 – P0 = 1 – 0,0013 = 0,9987

Pa = Proporsi penderita TB yang sekarang 110 penderita TB paru

BTA positif dari 100.000 penduduk Indonesia = 0,0011 Qa = 1 – Pa = 1 – 0,0011 = 0,9989

n = [1,96 √(0,0013)(0,9987) + 1,282√(0,0011)(0,9989)] (0,015)2

n = 0,0127958161 = 54 orang 0,000125


(46)

3.5. KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI 3.5.1. Kriteria Inklusi :

a. Penderita TB paru kasus baru berusia > 12 tahun dengan pemeriksaan BTA sputum negatif.

b. Bersedia mengikuti penelitian.

3.5.2. Kriteria Eksklusi :

a. TB paru ekstra pulmonal. b. Penderita tidak kooperatif.

c. Penderita dengan keadaan umum yang jelek,tidak bisa berjalan dan membutuhkan perawatan di rumah sakit.


(47)

3.6. KERANGKA KONSEP

Penderita Tersangka TB paru

2. Sputum BTA negatif 1. Sputum BTA positif

Pemeriksaan Mikroskopis (sputum)

Pemeriksaan ronsen dada

Lesi positif Lesi negatif

Diberi OAT selama 2 bulan

Luas lesi

tetap/bertambah Luas lesi berkurang

Tb Non Tb


(48)

3.7. DEFINISI OPERASIONAL

a. Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala respiratori (gejala lokal sesuai organ yang terlibat)

1. Gejala respiratorik - Batuk > 2 minggu - Batuk darah - Sesak napas - Nyeri dada

2. Gejala sistemik - Demam

- Gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia dan berat badan menurun

b. Pemeriksaan jasmani bisa didapat suara atau bising napas abnormal berupa suara bronkial, amforik, ronki basah, suara napas melemah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum.

c. Pemeriksaan BTA adalah pemeriksaan terhadap sputum pada penderita TB paru dengan menggunakan Teknik Ziehl Neelsen dengan kategori :


(49)

1). BTA sputum SPS (sewaktu, Pagi, Sewaktu) :

- 3 kali positif atau 2x positip, 1 kali negatif → BTA positif - 1x positif, 2x negatif → ulang BTA 3x, kemudian

bila 1x positif, 2x negatif → BTA positif bila 3x negatif →BTA negatif

2) Penilaian apusan BTA

Ü Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapangan pandang : disebut negatif

Ü Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang : ditulis jumlah kuman yang ditemukan.

Ü Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang :disebut positif 1

Ü Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang disebut positif 2

Ü Ditemukan > 10 BTA dalam 1 lapang pandang :disebut positif 3

d. Pemeriksaan radiologis adalah yang dibuat pada penderita TB paru dengan posisi PA

Cara penilaian ;

¬ Lesi minimal (minimal lesion)

Bila proses TB paru mengenai sebagian kecil dari satu atau dua paru dengan luas tidak lebih dengan volume paru yang terletak diatas chondrosternal junction dari iga kedua dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis IV atau korpus vertebra torakalis V dan tidak dijumpai kavitas.


(50)

¬ Lesi sedang (moderately advanced lesion)

Proses penyakit lebih luas dari lesi minimal dan dapat menyebar dengan densitas sedang, tetapi luas proses tidak boleh luas dari satu paru, atau jumlah dari proses yang paling banyak seluas satu paru atau bila proses tadi mempunyai densitas lebih padat, lebih tebal maka proses tersebut tidak boleh lebih dari sepertiga pada satu paru dan proses ini dapat/ tidak disertai kavitas. Bila disertai kavitas maka luas (diameter) semua kavitas tidak boleh lebih dari 4 cm.

¬ Lesi luas (far advanced)

Kelainan lebih luas dari lesi sedang.

3.8. CARA KERJA

a. Sebelum penelitian dimulai, diminta persetujuan dan kesediaa penderita untuk mengikuti penelitian.

b. Penderita yang memenuhi kriteria inklusi, dilakukan pemeriksaan sputum BTA dan bila hasil pemeriksaan sputum BTA negatif,tetapi dari klinis positif TB paru dicatat nama, umur, alamat, lama keluhan, riwayat pengobatan dan dilakukan pemeriksaan fisik.

c. Dilakukan pemeriksaan radiologis foto dada,di fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki peralatan diagnostik radiologis foto dada.

d. Hasil pemeriksaan radiologis foto dada di nilai, bila terdapat lesi/ kelainan,maka pasien termasuk kriteria pasien tuberkulosis paru dengan BTA negatif,radiologis positif.


(51)

e. Pada pasien dengan lesi radiologis positif diberi obat anti tuberkulosis kategori I,selama 2 bulan. Kemudian dilakukan foto dada ulangan ,bila luas lesi berkurang,maka pasien merupakan pasien Tb paru BTA negatif, radiologis positif dengan perbaikan radiologis.

3.9. PENGOLAHAN DATA

Pengolahan data hasil penelitian ini diformulasikan dengan menggunakan langkah-langkah berikut :

a. Editing : Untuk mengevaluasi kelengkapan, konsistensi dan kesesuaian antara kriteria data yang diperlukan untuk menjawab tujuan penelitian. b. Coding : Untuk mengkuantifikasi data kualitatif atau membedakan aneka

karakter. Pemberian kode ini sangat diperlukan terutama dalam rangka pengolahan data, baik secara manual maupun dengan menggunakan komputer.

c. Entry : Data yang telah terkumpul dan tersusun secara tepat sesuai dengan variabel penelitian kemudian dimasukkan kedalam program komputer untuk diolah.

d. Cleaning: Pemeriksaan data yang telah di masukkan ke dalam program komputer guna menghindari terjadinya kesalahan pada pemasukkan data.


(52)

3.10. JADWAL PENELITIAN

Kegiatan I II III IV V VI VII VIII

1. Persiapan √ √

2.Pengumpulan data √ √

3. Analisis data √ √

4. Penulisan laporan √ √ √

3.11. BIAYA PENELITIAN

a. Pengumpulan kepustakaan Rp 700.000,- b. Pembuatan proposal Rp 500.000,- c. Seminar proposal Rp 500.000,- d. Laboratorium (radiologi) Rp 10.000.000,- e. Pembuatan dan penggandaan laporan Rp 600.000,- f. Tim pendukung penelitian Rp 1.000.000,- g. Seminar hasil penelitian Rp 900.000,- Jumlah Rp 14.200.000,-


(53)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. HASIL PENELITIAN

Peserta pada penelitian ini berjumlah 54 orang yang seluruhnya penderita tersangka TB paru dengan gejala klinis tuberkulosis meliputi gejala respiratorik dan gejala sistemik yang kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan sputum BTA, bila hasil pemeriksaan sputum BTA negatif, penderita dilakukan pemeriksaan radiologis foto dada di RSU Materna, yang memiliki fasilitas digital x-ray image. Dari 54 orang yang melakukan foto dada, terdapat 9 orang yang memiliki kelainan pada gambar foto dadanya, 9 orang memperoleh pengobatan dengan OAT kategori 1 (RHZE) selama 2 bulan. Setelah mendapatkan pengobatan OAT 2 bulan, 9 orang dilakukan foto dada ulangan. Pada penghitungan statistik 54 sampel yang sahih untuk dapat dilakukan pengolahan data statistik. Data peserta penelitian dilakukan analisis statistik seperti yang dikemukakan dibawah ini.


(54)

4.1.1. KARAKTERISTIK PESERTA PENELITIAN

Karakteristik peserta penelitian dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 1. Karakteristik peserta penelitian

Karakteristik Jumlah Persentase

Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Umur (tahun) 15-25 26-35 36-45 46-55 > 56 Tingkat pendidikan 1. SD 2. SMP 3. SMA 4. Sarjana Keluhan utama 1. Batuk berdahak 2. Batuk berdarah 3. Sesak napas

29 25 25 13 8 3 5 7 15 29 3 36 12 6 53,7% 46,3% 46,3% 24,1% 14,8% 5,6% 9,3% 13% 27,8% 53,7% 5,6% 66,7% 22,2% 11,1%


(55)

Pada penelitian ini, berdasarkan jenis kelamin penderita terdiri atas 29 (53,7%) penderita laki-laki dan 25 (46,3%) penderita perempuan.

Berdasarkan umur, pada penelitian ini umur yang terbanyak dijumpai pada kelompok usia 15-25 tahun sebanyak 25 orang (46,3%), dimana penderita termuda umur 16 tahun dan tertua umur 65 tahun.

Tingkat pendidikan tertinggi dari penderita adalah SMA sebanyak 29 orang (53,7%).

Keluhan yang paling banyak timbul sebagai alasan dari para penderita untuk datang berobat ke puskesmas adalah, batuk berdahak sebanyak 36 orang (66,7%) kemudian diikuti oleh batuk berdarah 12 orang (22,2%), sesak napas 6 orang ( 11,1%).

Pada tabel 2 dapat dilihat foto dada dengan tidak ada kelainan atau lesi negatif pada gambaran radiologisnya sebanyak 45 orang (83,3%), sedangkan yang ada gambaran lesi positif pada gambaran radologis sebanyak 9 orang (16,7%).

Dari hasil 9 orang yang mengalami lesi positif, luas lesi yang terbanyak adalah dengan gambaran lesi luas sebanyak 4 orang (44,4%). Dan dari hasil pemeriksaan foto dada ulangan setelah pasien mendapatkan pengobatan dengan OAT kategori 1 (RHZE) selama 2 bulan, didapatkan ada 5 orang (55,6%) menunjukkan perubahan gambaran foto dadanya kearah perbaikan yaitu dengan berkurangnya gambaran infiltrat.

Sedangkan 4 orang (44,4%) lagi tidak menunjukkan perubahan walaupun telah mendapatkan terapi OAT juga selama 2 bulan.


(56)

Tabel 2. Karakteristik penderita Tb paru dengan gambaran foto dada

Karakteristik foto Jumlah Persentase

Kelainanan foto pertama 1. Lesi negatif 2. Lesi positif Luas lesi hasil foto pertama

1. Lesi minimal 2. Lesi sedang 3. Lesi luas

Hasil pemeriksaan foto dada ulang 1. Ada perbaikan

2. Stasioner 45 9 3 2 4 5 4 83,3% 16,7% 33,3% 22,2% 44,4% 55,6% 44,4%

Gambaran karakteristik penderita TB paru lesi positif berdasarkan hasil foto dada ulangan, dapat dilihat pada tabel 3.

Dimana hasil pemeriksaan foto dada ulang memberikan hasil 5 orang (55,6%) menunjukkan gambaran radiologis kearah perbaikan, sedangkan 4 orang (44,4%) memberikan hasil stasioner atau tetap sama seperti foto awal dibandingkan dengan jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan dan keluhan utama.


(57)

Tabel 3. Gambaran karakteristik foto dada lesi positif berdasarkan hasil foto dada ulangan

Hasil pemeriksaan foto

dada ulang Jumlah

Ada perbaikan Menetap Karakteristik

penderita

n % n % n % Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Umur (tahun) 15-25 26-35 46-55 > 56 Tingkat pendidikan SD SMP SMA Keluhan Utama Batuk berdahak Batuk berdarah 2 3 2 1 0 2 0 3 2 3 2 22,2 33,3 22,2 11,1 0 22,2 0 33,3 22,2 33,3 22,2 3 1 0 0 2 2 3 0 1 4 0 33,3 11,1 0 0 22,2 22,2 33,3 0 11,1 44,4 0 5 4 2 1 2 4 3 3 3 7 2 55,6 44,4 22,2 11,1 22,2 44,4 33,3 33,3 33,3 77,8 22,2


(58)

Dari tabel 3 didapatkan data karakteristik pasien yang dilakukan foto dada ulangan setelah mendapatkan pengobatan dengan OAT selama 2 bulan. Berdasarkan jenis kelamin penderita di dapatkan pada laki-laki 2 orang (22,2%) yang mengalami perbaikan luasnya lesi dari gambaran radiologis foto dadanya, 3 orang (33,3%) yang tidak mengalami perubahan gambaran radiologis foto dadanya. Sedangkan pada perempuan 3 orang (33,3%) yang mengalami perbaikan, 1 orang (11,1%) yang tidak mengalami perbaikan.

Berdasarkan umur didapatkan 2 orang (22,2%) yg berusia 15-25 tahun yang mengalami perbaikan foto dada ulang, pada usia 26-35 tahun 1 orang (11,1%) yang mengalami perbaikan gambaran luasnya lesi radiologis foto dada, sedangkan pada usia 46-55 tahun 2 orang(22,2%) menunjukan gambaran menetap, pada usia > 56 tahun yang mengalami perubahan perbaikan gambaran radiologis foto dada ada 2 orang (22,2%) sedangkan yang tidak mengalami perubahan ada 2 orang (22,2%).

Berdasarkan tingkat pendidikan diperoleh 3 orang (33,3%) yang berpendidikan SD tidak mengalami perubahan radiologis dari foto dadanya, sedangkan yang berpendidikan SMP ada 3 orang (33,3%) yang mengalami perbaikan gambaran luasnya lesi foto dada, pada yang berpendidikan SMA dijumpai 2 orang (22,2%) yang gambaran radiologis foto dadanya mengalami perbaikan, 1 orang (11,1%) yang gambaran foto dadanya tidak mengalami perubahan.


(59)

Berdasarkan keluhan utama yang dialami, maka dari keluhan utama batuk berdahak dijumpai 3 orang (33,3%) yang menunjukkan perbaikkan luasnya lesi gambaran radiologis foto dadanya, 4 orang menunjukkan gambaran yang menetap dari gambaran radiologis foto dadanya. Dari keluhan utama batuk darah ditemukan 2 orang (22,2%) yang mengalami perbaikan dari luasnya lesi gambaran radiologis foto dadanya.

Tabel 4. Manfaat pemberian OAT pada penderita dengan foto dada lesi positif

Hasil foto

Sebelum Sesudah Lesi positif = 9 Ada perbaikan = 5

Tidak ada perubahan = 4 Hasil uji tanda : P = 0,025

Dari tabel di atas, hasil uji statistiknya dengan uji tanda diperoleh p < 0,05 , artinya pemberian OAT bermanfaat menyembuhkan penderita Tb dengan lesi positif pada penelitian ini.


(60)

4.2. PEMBAHASAN

Keterlambatan diagnosis dan pengobatan penyakit TB paru masih merupakan masalah karena penemuan penderita sering terlambat, terlihat dari angka cakupan penemuan kasus di Indonesia masih dibawah target yaitu, 36, 4 % dari 70 % yang ditargetkan. Terlihat hanya 1/3 kasus TB paru yang mampu ditemukan, keterlambatan dapat berasal dari penderita ( patient’s delay ), secara definisi diartikan sebagai fase antara timbulnya gejala sampai penderita datang ke fasilitas pengobatan, keterlambatan yang berasal dari dokter yang mengobati ( doctor’s delay ), secara definisi diartikan sebagai fase sejak datang ke dokter sampai tegaknya diagnosis. Ditinjau dari segi dokter dikatakan terlambat kalau keterlambatan terjadi lebih dari satu bulan31.

Dari penelitian di RS H Adam Malik Medan tahun 2005, Situmorang mendapatkan mean (rerata) keterlambatan penderita sebesar 4.67 bulan dan mean (rerata) keterlambatan dokter sebesar 3,78 bulan dan total keterlambatan penderita + dokter = 7,6 bulan32.

Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mempercepat deteksi diagnosis TB paru dengan menggunakan alat radiologi foto dada pada pasien yang dicurigai sebagai kasus dengan BTA sputum yang negatif. Pemeriksaan dilakukan di RSU Materna Medan dengan menggunakan alat Computed Radiography , sistem ini menggunakan media yang dikenal dengan phosphor penyimpanan – yang dibaca oleh perangkat computer – di olah menjadi data digital – dan ditampilkan sebagai gambar. Sistem ini di kenal


(61)

dengan istilah Computed Radiography (CR) system karena gambar dapat di tingkatkan baik konsistensi maupun kualitasnya, sehingga gambar dapat dianalisa dengan lebih baik. Penggunaan alat ini sangat ramah lingkungan karena tidak lagi membutuhkan dan memproduksi limbah kimia untuk pemrosesan film.

Pada penelitian ini, jumlah seluruh subjek penelitian sebanyak 54 orang, terdiri dari laki-laki 29 orang (53,7%) lebih banyak dibanding perempuan 25 orang (46,3%). Long dkk.33 melaporkan prevalensi tuberkulosis paru dua pertiga pada laki-laki dan sepertiganya pada perempuan, sedangkan Nakagawa dkk34 melaporkan bahwa diagnosis tuberkulosis pada perempuan sering terlambat dan kurang berminat pergi ke pelayanan kesehatan untuk memeriksakan kesehatannya, tidak demikian halnya dengan laki-laki. Masniari dkk. Dalam penelitian di RS Persahabatan Jakarta mendapatkan hasil 61,7% penderita laki-laki dan wanita 38,3%.35 Yeung dkk. Melakukan penelitian di Hongkong mendapatkan prevalensi tuberkulosis paru pada laki-laki 65,1% lebih tinggi dibanding perempuan 30,9% dan laki-laki berumur 60-79 tahun mempunyai prevalensi 4 kali lebih besar dibanding perempuan, hal ini disebabkan laki-laki lebih sering terpajan dan laki-laki yang berumur tua lebih banyak mempunyai kecenderungan terjadi perburukan penyakit karena mempunyai faktor komorbid seperti diabetes melitus, keganasan dan silikosis.36 World Health Organization

(WHO) melaporkan prevalensi tuberkulosis paru 2,3 lebih banyak pada laki-laki dibanding perempuan


(62)

terutama pada negara yang sedang berkembang karena laki-laki dewasa lebih sering melakukan aktivitas sosial35. Angka kejadian tuberkulosis pada laki-laki lebih tinggi diduga akibat perbedaan pajanan dan risiko infeksi walaupun demikian beberapa penelitian menunjukkan perempuan memiliki rasio progresivitas dan case fatality rate lebih tinggi daripada laki-laki. Hal ini mungkin juga diakibatkan oleh perbedaan perilaku dalam mencari perawatan kesehatan antara laki-laki dan perempuan sehingga lebih banyak kasus tuberkulosis yang dilaporkan37.

Umur penderita paling muda pada penelitian ini 16 tahun sedangkan umur yang paling tua 65 tahun dan penderita terbanyak pada kelompok umur 15-25 tahun. Hasil ini sesuai dengan distribusi umur penderita tuberkulosis pada penelitian Amril dkk38. di BP4 Surakarta mendapatkan kelompok usia kurang 45 tahun yang paling banyak menderita tuberkulosis paru, sedangkan Nurjihad dkk39. melakukan penelitian di RS Persahabatan mendapatkan penderita tuberkulosis paru didominasi oleh kelompok umur 15-29 tahun (60%). Pada penelitian ini, penderita tuberkulosis paru kelompok umur < 40 tahun didapatkan sebesar 80%, hal tersebut menunjukkan bahwa tuberkulosis paru banyak dijiumpai pada usia produktif.

Data ini mirip dengan data WHO yang menunjukkan bahwa kasus tuberkulosis di negara berkembang banyak terdapat pada umur produktif 15 – 29 tahun39.


(63)

Status pendidikan terbanyak adalah SMA 29 orang (53,7 %), status pendidikan juga menentukan keberhasilan konversi, Retno Gitawati di 10 puskesmas di DKI Jakarta mendapatkan kasus drop out yang tinggi pada responden dengan pendidikan SD – SMP (14 %).40

Karakteristik keluhan utama pasien adalah umumnya batuk berdahak yaitu 36 orang (66,7%) pada kelompok KDT dan 24 (69%) orang pada kelompok OAT Generik. Pardosi, Litbang Depkes menyatakan bahwa 58% responden mengetahui gejala utama TB.41 Penelitian Tjandra Yoga tahun 1988 di Jakarta, mendapatkan bahwa keluhan yang membawa penderita TB paru berobat adalah batuk (65%), batuk darah (22%), demam (8%), nyeri dada (2%) dan keluhan lainya sebanyak (3%).2

Pada pemeriksaan radiologis didapatkan lesi minimal 3 penderita (33,3%), lesi sedang 2 penderita (22,2%), lesi luas 4 penderita (44,4%).Nurjihad dkk39. mendapatkan gambaran radiologis pada pasien baru di RS Persahabatan, lesi minimal 21 penderita (23,1%), lesi sedang 36 penderita (39,5%) dan lesi luas 34 penderita (37,4%).

Pada pasien dengan lesi positif diberikan pengobatan OAT selama 2 bulan pada kategori I dengan BTA negatif, lesi luas paduan obat yang dianjurkan 2 RHZE / 4 RH atau kategori III, kasus TB paru BTA negatif lesi minimal dengan paduan obat yang dianjurkan 2 RHZE / 4 RH .43

Setelah mendapatkan pengobatan selama 2 bulan, penderita dilakukan foto dada ulangan yang dilakukan di RS Materna dengan fasilitas yang sama seperti foto dada yang pertama kali. Dari pemeriksaan


(64)

foto dada ulangan didapatkan adanya perbaikan secara radiologis, dimana sudah didapati penjernihan dan berkurangnya luas lesi pada 5 orang (55,6%) sedangkan pada 4 orang (44,4%) perbaikan radiologis tidak berbeda bermakna bila dibandingkan dengan foto dada yang pertama. Kemungkinan pada kasus yang tidak mengalami perbaikan radiologis merupakan kasus bekas TB, dimana adanya riwayat TB pada penderita dimasa lalu, dengan atau tanpa pengobatan atau gambaran rontgen yang abnormal, stabil dan BTA sputum negatif. Tidak ada petunjuk klinik/rontgenologik sebagai penyakit aktif. Dari penelitian di RS H Adam Malik Medan tahun 2006, mengenai pengaruh pemberian soy protein terhadap pasien tuberkulosis paru kategori I fase intensif, Supiono melakukan foto dada ulangan setelah akhir pengobatan bulan ke-2, dari penilaian didapatkan perbaikan secara radiologis, dimana sudah didapati penjernihan dan berkurangnya luas lesi45.

Penelitian yang dilakukan oleh Van cleef dkk46 ,di Kenya menjumpai, bergantung apakah foto ronsen dada dilakukan terhadap semua tersangka, foto ronsen dada yang diikuti dengan pemeriksaan sputum BTA biayanya lebih jauh lebih ekonomis bila dibandingkan dengan pemeriksaan sputum BTA yang diikuti dengan foto ronsen dada.


(65)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap akurasi deteksi dini pasien tuberkulosis paru dengan penambahan foto dada pada pasien yang dicurigai sebagai kasus dengan BTA sputum yang negatif di puskesmas kodya Medan diperoleh data-data yang menunjukkan ketidak akuratan pemeriksaan foto dada untuk diagnostik TB paru karena yang memiliki gambaran lesi positif hanya 9 orang (16,7%) sedangkan 45 orang (83,3%) memiliki gambaran lesi negatif dari 54 orang pasien yang dilakukan pemeriksaan foto dada.

Adanya pemberian OAT bermanfaat menyembuhkan penderita TB pada penelitian ini baik secara klinis maupun radiologis.

SARAN

Untuk mencegah keterlambatan dalam penegakan diagnosis tuberkulosis paru dan pengambilan keputusan memulai pengobatan perlunya pemanfaatan pemeriksaan mikroskopis dan pemeriksaan penunjang yang lain secara terpadu di pusat-pusat pelayanan kesehatan masyarakat sebagai penunjang diagnostik dalam pemberantasan TB paru maka akan semakin baik juga angka kesembuhan yang didapatkan.


(66)

DAFTAR PUSTAKA

1. Rudiansyah M.Tuberkulosis Tinjauan Kesehatan Masyarakat. In : Isa M, Soefyani A, Juwono O, Budiarti L. Tuberkulosis Tinjauan Multidisipliner. Banjarmasin : Pusat Studi FK Universitas Lambung Mangkurat, 2001 :21 – 27.

2. Aditama TY. Tuberkulosis Diagnosis, Terapi dan Masalahnya. Edisi V. Jakarta : Yayasan Penerbitan Ikatan Dokter Indonesia, 2002.

3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta.Depkes RI ; 2002.

4. Kurth R, Haas WH. Epidemiology , Diagnostic Possibilities, and Treatment of Tuberculosis. Ann Rheum Dis 2002 : 61 : ii59 – ii61.

5. Jensen MM.Wright DN. Introduction to Medical Microbiology. New Jersey : Prentice-Hall, 1985 : 231 – 38.

6. Chakraborty A . Epidemiology of Tuberculosis : Current Status in India. Indian J Med Res 2004 : 120 : 248 – 76.

7. Garay SM. Pulmonary tuberculosis. IN : Rom WN, Garay SM, eds. Tuberculosis, Philadelphia : Lippincot Williams Wilkins, 2004(2):345-50.

8. Jagirdar J, Zagzag D. Pathology and Insight Into Pathogenesis of Tuberculosis. In : Rom WN, Garay SM, eds. Tuberculosis. Philadelphia : Lippincot William Wilkins, 2004(2):323-41.

9. Dye C. Global Epidemiology of Tuberculosis. The Lancet 2006 : 367 : 938 – 40.

10. Chaulet P.Mycobacterial Infections in High-Prevalence Countries.In : Grassi C.Brambilla C, Costabel U, Naeije R, Roisin RR, Stockley RA,eds. Pulmonary Diseases. England : Mc Graw Hill, 1999 : 165 – 72.

11. Tuberkulosis. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. PDPI. Jakarta. 2006.

12. Volk WA, Benjamin DC, Kadner RJ, Parsons JT. Essentials of Medical Microbiology. Philadelphia ; J.B. Lippincott, 1986 :470 – 81.


(67)

13. Berkow R, Andrew J, Fletcher MB, et al. The Merck Manual. Jakarta. 1999.Bina Rupa Aksara : 7 - 16

14. Aditama TY. Tuberkulosis Masa Datang. Dalam : Palilingan JF,Maranatha D, Winariani.Simposium Nasional TB Update .Surabaya.2002 :102-7

15. Rasad S. Tuberkulosis Paru. In : Rasad S, Kartoleksono S, Ekayuda I, eds. Radiologi Diagnostik. FK-UI. Jakarta. 2000:126 – 39.

16. Crofton J, Horner N, Miller F. Tuberkulosis klinik. Jakarta : Widya Medika, 1998 : 33 – 40.

17. Ahmad UF. Masalah Tuberkulosis di Indonesia dan Upaya Percepatan Penanggulangan Tuberkulosis , “ Stop TB Sekarang Juga.” Buku Makalah Seminar Tuberkulosis. Medan : PDPI, Dinkes Sumut, PPTI, 2004 : 52 – 61. 18. Sukartini N, Sosrosumihardjo R. Perkembangan Diagnostik tuberkulosis

paru.Indonesia J Clin Pathol 1998 : 5 : 7 – 12.

19. Zain H, Tuberkulosis Paru. In : Isa M, Soefyani A, Juwono O, Budiarti LY, eds.Tuberkulosis Tinjauan Multidipliner.Banjarmasin : Pusat Studi FK Univeritas Lambung Mangkurat, 2001 (1) : 119 – 28.

20. Yunus F. Diagnostik Tuberkulosis Paru. In : Yunus F, Rasmin M, Hudoyo A, Boedi S ,eds. Pulmonologi klinik. Jakarta : Balai Penerbit FK UI, 1992 : 45 – 50.

21. PDPI. Tuberkulosis. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta : Indah Offset Citra Grafika, 2006.

22. Surjanto E, Sutanto YS. Diagnostik Tuberkulosis Paru. Kumpulan Naskah Ilmiah Tuberkulosis pada Pertemuan Ilmiah Nasional PDPI Palembang,1997. 23. Alsagaff H, Mukti HA. Tuberkulosis Paru. In : Alsagaff H, Mukty HA eds.

Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga University Press, 2002 : 73 – 109.

24. American Thoracic Society. Diagnostic Standards and Classification of Tuberculosis in Adults and Children. Am J Respir Crit Care Med 2000 : 161 : 376 – 95.

25. Zubaidah T, Aditama TY, Priyanti ZS, Bernida I. Diagnosis tuberkulosis. In : Abdullah A, Patau MJ, Susilo HT, editor. Naskah Lengkap Pertemuan Ilmiah Khusus (PIK) X. FK Universitas Hasanuddin/Perjan RS Dr Wahidin Sudirohusodo Makassar, 2003 : 139 -44.


(68)

26. Hansell DM, Armstrong P, Lynch DA, McAdams HP. Infections of the lungs and pleura.In : Imaging of diseases of the chest,fourth edition, Mosby,2005 ; 208-24

27. Soeroso L.Mutiara paru.Buku Atlas Radiologi dan Ilustrasi kasus. Penerbit Buku Kedokteran EGC 2007: 12-6

28. Notoatmodjo S.Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi ke 2. Jakarta:Rineka cipta, 2002.h .1-208.

29. Pratiknya AW. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Edisi ke 5.Jakarta : Rajagrafindo persada, 2003.h.1-236.

30. Sastroasmoro S. Panduan Penulisan Makalah Ilmiah Kedokteran Penerbit Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 1999.h 1-71.

31. Syafiuddin T. Program Pendidikan Dokter Sebagai Kunci Utama Dalam Pemberantasan TB Di Indonesia, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Pulmonologi pada Fakultas Kedokteran UISU, 2008. 32. Situmorang RV, Analisis keterlambatan diagnosis dan pengobatan TB paru

pada pasien yang datang ke SMF Paru RS Adam Malik Medan, Tesis Spesialis I Paru FK USU, 2005.

33. Long NH, Joansson E, Lonnroth K, Erikson B, Winkvist A, Diwan VK. Longer delays in tuberculosis among women in Vietnam. Int J Tuberc Lung Dis 1999 ; 3 :388 – 93.

34. Nakagawa MY, Ozasa K, Yamada N, Osuga K, Shimouchi A, Ishikawa N et al. Gender differnce in delays to diagnosis and health care seeking behaviour in a rural area of Nepal. Int J Tuberc Lung Dis 2001 ; 5 : 24 – 31.

35. Masniari L, Aditama TY, Wiyono WH, Hupudio H. Penilaian hasil pengobatan TB paru dan faktor-faktor yang mempengaruhinya serta alasan putus berobat di RS Persahabatan Jakarta. J Respir Indo 2005 : 25 : 9- 22.

36. Yeung MC, Noertjojo K, Tan J, Tam M. Tuberculosis in the elderly in Hongkong. Int J Tuberc Lung Dis 2002 ; 6 : 771 – 9.

37. WHO. Gender and tuberculosis control : towards strategy for research and action. Available from : http://www.who.int/gtb/publications/gender/gender


(69)

38. Amril Y, Suryanto E, Suriadi, Bakhtiar A. Keberhasilan Directly Observed Therapy (DOT) pada pengobatan TB paru kasus baru di BP4 Surakarta. J Respir Indo 2003 ; 23(2) : 67-75.

39. Nurjihad A, Soepandi PZ, Nawas A, Jususf A, Bachtiar A. Perbandingan akurasi pemeriksaan mikroskopik apusan BTA sputum 3 kali pagi (PPP) dan sewaktu (SPS) pada penderita tuberkulosis paru di RS Persahabatan. J Respir Indo 2003 ; 23(3) : 161 – 70.

40.Gitawati R, Sukasediati N, Studi Kasus Hasil Pengobatan Tuberkulosis Paru di 10 Puskesmas di DKI jakarta 1996-1999, dalam Cermin Dunia Kedokteran,2002:137:17 -21.

41. Pardosi JF. Tuberkulosis di Indonesia. Litbang DEPKES.2001

43. Sembiring H. Masalah penanganan TB paru dan strategi DOTS ( Directly Observed Therapy Shortcourse ) . Dexa Media.2001 : 36-9. 44. Mangunnegoro H, Suryatenggara W. Pedoman praktis diagnosis dan Penatalaksanaan tuberkulosis paru.Yayasan penerbit Ikatan Dokter Indonesia.1990: 1- 19.

45. Supiono. Pengaruh pemberian soy protein terhadap konversi BTA sputum pada TB paru kategori I fase intensif di RSUP.H. Adam Malik Medan. Tesis Spesialis I Paru FK USU, 2006.

46. Van Cleef MRA, Ndugga LE, Meme H, Odhiambo JA, Klatser PR. The role and performance of chest X-ray for the diagnosis of tuberculosis : A cost- effectivness analysis in Nairobi, Kenya. BMC Infectious

Diseases 2005, 5:111.


(70)

LEMBARAN PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

Bapak/ Ibu, saya dokter Mual B E Parhusip , residen ilmu penyakit paru yang akan melakukan penelitian yang berjudul :

PERANAN FOTO DADA DALAM MENDIAGNOSIS TB PARU TERSANGKA DENGAN BTA NEGATIF DI PUSKESMAS KODYA MEDAN

Penyakit TB paru masih merupakan ancaman bagi kesehatan masyarakat di Indonesia,dimana rakyat Indonesia menempati peringkat ke-3 dalam hal jumlah penderita Tb paru tertinggi di dunia setelah penduduk Cina dan India.

Infeksi Tb terjadi oleh karena kuman Tuberkulosis terinhalasi ke paru-paru manusia.

Menurut laboran WHO (1996), dinegara yang sedang berkembang risiko kematian Tb paru adalah 50% pada penderita yang tidak di obati, 25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi, dan 25% sebagai kasus kronik yang menetep dan menular.

Oleh karena itu diperlukan diagnosis yang tepat untuk menekan Tb paru secara dini dan diharapkan dapat memutuskan mata rantai penularan tuberkulosis paru. Penelitian ini saya lakukan untuk melihat seberapa besar keakuratan diagnostik dini Tb paru pada pasien yg hasil pemeriksaan sputum/dahak tidak dijumpai BTA , bila ditambahkan dengan pemeriksaan Foto ronsen dada.

Bila dari hasil pemeriksaan ronsen dada dijiumpai ada kelainan,maka pasien akan diterapi dengan OAT (Oral anti tuberculosis) selama 2 bulan, dan akan


(71)

dilakukan foto ronsen dada ulangan untuk melihat ada proses penyembuhan atau tidak.Bila foto ronsen dada tidak menunjukan kelainan maka si pasien tidak diberikan OAT.

Bapak / Ibu, penelitian seperti ini sudah rutin dilakukan di Indonesia pada Pusat pelayan kesehatan masyarakat yang lengkap peralatan diagnostiknya dan biasanya tidak berisiko, tetapi bila terjadi hal yang tidak diinginkan maka bapak/ibu akan langsung mendapat perawatan oleh peneliti. Bapak/ Ibu tidak dibebankan dengan biaya apapun, hanya kesediaan dan persetujuan yang dimintakan.

Bila masih terdapat pertanyaan, maka Bapak / Ibu dapat menghubungi saya.

Nama : dr. Mual B.E Parhusip Alamat : Jl. Sekip no 106 Medan No. Telepon : 061-6613849 (Rumah)

: 08163192224 (HP)

Demikian penjelasan ini saya sampaikan, kiranya hasil dari penelitian ini banyak bermanfaat bagi kita semua.

Medan, November 2008

Peneliti

( Dr. Mual B E Parhusip )


(72)

FORMULIR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN ( INFORMED CONSENT )

Surat Persetujuan Ikut Penelitian

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama :

Umur :

Jenis kelamin :

Pekerjaan : Alamat :

Setelah mendapat penjelasan secukupnya serta menyadari manfaat dan resiko dari penelitian

PERANAN FOTO DADA DALAM MENDIAGNOSIS TUBERKULOSIS PARU TERSANGKA DENGAN BTA NEGATIF DI PUSKESMAS KODYA MEDAN

Saya dengan sukarela menyetujui untuk diikutsertakan dalam penelitian di atas. Bila sewaktu – waktu saya sebagai pihak yang diteliti merasa dirugikan oleh pihak peneliti maka berhak membatalkan persetujuan ini tanpa menuntut kerugian.

Medan, November 2008 Peneliti, Peserta Penelitian,


(73)

FORMULIR ISIAN/DATA PENELITIAN (SUBYEK)

1. Nama :

2. Alamat :

3. Jenis kelamin : a. Laki-laki b. Perempuan 4. Umur : a. 15 – 25 tahun b. 26 – 35 tahun c. 36 – 45 tahun d. 46 – 55 tahun e. > 55 tahun

7. Apa keluhan / gejala yang pertama sekali dari penyakit anda ? a. Batuk –batuk

b. Sesak napas c. Batuk berdahak d. Batuk darah e. Nyeri dada

f. Lain-lain sebutkan ……….

8. Disamping keluhan / gejala diatas, keluhan / gejala apalagi yang Anda rasakan ?

a. Penurunan berat badan b. Keringat malam

c. Demam

10. Pemeriksaan BTA : I. II. III.


(74)

11. Gambaran foto toraks : a. Lesi minimal

b. Lesi sedang


(75)

No Nama

Jenis

Kel Umur Umur Pendidikan Kel utama Kelainan foto

1 Dewi .R 2 16 1 2 1 1

2 Marta M 2 18 1 3 1 1

3 Betsaida 2 19 1 2 1 1

4 Jhon Res 1 22 1 1 2 1

5 Agustina F 2 25 1 2 3 1

6 Rina 2 29 2 3 1 1

7 Feri

Tampu 1 33 2 3 2 1

8 Jhon Dam 1 27 2 2 1 1

9 Ida 2 19 1 2 3 1

10 Itokki Jos 1 17 1 1 2 1

11 Nidya Ayu 2 40 3 3 1 1

12 Johan Har 1 44 3 3 1 1

13 Hartati Pa 2 17 1 2 1 1

14 Jonas Sim 1 37 3 4 1 1

15 Vicky Leo 1 19 1 3 1 1

16 Geniaman 1 50 4 3 2 1

17 Ardy Sur 1 37 3 3 1 1

18 Sahriana S 2 22 1 3 3 1

19 Yusrizal 1 58 5 2 1 2

20 Syamsir 1 62 5 3 1 2

21 Abdul W 1 60 5 1 1 1

22 Syaiful A 1 23 1 3 1 1

23 Feri Irawan 1 29 2 3 2 2

24 Nova Psrb 2 21 1 3 1 1

25 Erlinda Tp 2 29 2 3 1 1

26 Jepta Sem 1 41 3 4 1 1

27 Sutri Helpi 2 19 1 3 1 2

28 Natalina 1 33 2 3 1 1

29 Ana Zei 2 17 1 2 1 1

30 Menti Sin 2 27 2 3 1 1

31 Victor Jam 1 18 1 3 1 1

32 Stori Waru 1 19 1 3 2 1

33 Ryan Tres 1 35 2 4 1 1

34 Ristiani Si 2 35 2 3 2 1

35 Heri 1 19 1 3 2 1

36 Realis 1 38 3 2 2 1

37 Ramses 1 19 1 3 1 1

38 Adriansyah 1 22 1 3 2 1

39 Lusi 2 33 2 3 2 1

40 Era Wahyu 2 35 2 3 1 1

41 Albert 1 19 1 2 1 1

42 Yelli

Mardia 2 24 1 3 1 1

43 Siti

Rohana 2 45 3 1 3 1


(76)

45 Tiarona 2 50 4 1 1 2

46 Bahari 1 52 4 1 1 2

47 Zubaidah 2 23 1 2 1 1

48 Siti Reni 2 57 5 2 2 2

49 Sabda tua 1 42 3 2 1 1

50 Sandro 1 24 1 2 1 1

51 Nazarudin 2 22 1 3 1 1

52 Alvin 1 34 2 3 3 1

53 Sander 1 30 2 3 1 1

54 Sartika 2 19 1 2 1 2

Keterangan :

Umur : 1 = 15-25 tahun Keluhan utama : 2 = 26-35 tahun 1=Batuk berdahak 3 = 36-45 tahun 2=Batuk berdarah 4 = 46-55 tahun 3=Sesak nafas 5 = 56-65 tahun

Sex: 1= Laki laki Pendidikan : 2=

Perempuan 1=SD

2=SMP

Kelainan foto 3=SMA

1. Lesi (-) 4=PT 2. Lesi (+)


(1)

FORMULIR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN

( INFORMED CONSENT )

Surat Persetujuan Ikut Penelitian

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama

:

Umur

:

Jenis kelamin

:

Pekerjaan :

Alamat :

Setelah mendapat penjelasan secukupnya serta menyadari manfaat dan resiko

dari penelitian

PERANAN FOTO DADA DALAM MENDIAGNOSIS TUBERKULOSIS PARU

TERSANGKA DENGAN BTA NEGATIF DI PUSKESMAS KODYA MEDAN

Saya dengan sukarela menyetujui untuk diikutsertakan dalam penelitian di atas.

Bila sewaktu – waktu saya sebagai pihak yang diteliti merasa dirugikan oleh

pihak peneliti maka berhak membatalkan persetujuan ini tanpa menuntut

kerugian.

Medan, November 2008

Peneliti,

Peserta Penelitian,


(2)

FORMULIR ISIAN/DATA PENELITIAN (SUBYEK)

1. Nama :

2. Alamat :

3. Jenis kelamin : a. Laki-laki

b. Perempuan

4. Umur : a. 15 – 25 tahun

b. 26 – 35 tahun

c. 36 – 45 tahun

d. 46 – 55 tahun

e. > 55 tahun

7. Apa keluhan / gejala yang pertama sekali dari penyakit anda ?

a. Batuk –batuk

b. Sesak napas

c. Batuk berdahak

d. Batuk darah

e. Nyeri dada

f. Lain-lain sebutkan ……….

8. Disamping keluhan / gejala diatas, keluhan / gejala apalagi yang

Anda rasakan ?

a. Penurunan berat badan

b. Keringat malam

c. Demam

10. Pemeriksaan BTA : I.

II.

III.


(3)

11. Gambaran foto toraks :

a. Lesi minimal

b. Lesi sedang


(4)

No Nama

Jenis

Kel Umur Umur Pendidikan Kel utama Kelainan foto

1 Dewi .R 2 16 1 2 1 1

2 Marta M 2 18 1 3 1 1

3 Betsaida 2 19 1 2 1 1

4 Jhon Res 1 22 1 1 2 1

5 Agustina F 2 25 1 2 3 1

6 Rina 2 29 2 3 1 1

7 Feri

Tampu 1 33 2 3 2 1

8 Jhon Dam 1 27 2 2 1 1

9 Ida 2 19 1 2 3 1

10 Itokki Jos 1 17 1 1 2 1

11 Nidya Ayu 2 40 3 3 1 1

12 Johan Har 1 44 3 3 1 1

13 Hartati Pa 2 17 1 2 1 1

14 Jonas Sim 1 37 3 4 1 1

15 Vicky Leo 1 19 1 3 1 1

16 Geniaman 1 50 4 3 2 1

17 Ardy Sur 1 37 3 3 1 1

18 Sahriana S 2 22 1 3 3 1

19 Yusrizal 1 58 5 2 1 2

20 Syamsir 1 62 5 3 1 2

21 Abdul W 1 60 5 1 1 1

22 Syaiful A 1 23 1 3 1 1

23 Feri Irawan 1 29 2 3 2 2

24 Nova Psrb 2 21 1 3 1 1

25 Erlinda Tp 2 29 2 3 1 1

26 Jepta Sem 1 41 3 4 1 1

27 Sutri Helpi 2 19 1 3 1 2

28 Natalina 1 33 2 3 1 1

29 Ana Zei 2 17 1 2 1 1

30 Menti Sin 2 27 2 3 1 1

31 Victor Jam 1 18 1 3 1 1

32 Stori Waru 1 19 1 3 2 1

33 Ryan Tres 1 35 2 4 1 1

34 Ristiani Si 2 35 2 3 2 1

35 Heri 1 19 1 3 2 1

36 Realis 1 38 3 2 2 1

37 Ramses 1 19 1 3 1 1

38 Adriansyah 1 22 1 3 2 1

39 Lusi 2 33 2 3 2 1

40 Era Wahyu 2 35 2 3 1 1

41 Albert 1 19 1 2 1 1

42 Yelli

Mardia 2 24 1 3 1 1

43 Siti

Rohana 2 45 3 1 3 1

44

Abdul


(5)

45 Tiarona 2 50 4 1 1 2

46 Bahari 1 52 4 1 1 2

47 Zubaidah 2 23 1 2 1 1

48 Siti Reni 2 57 5 2 2 2

49 Sabda tua 1 42 3 2 1 1

50 Sandro 1 24 1 2 1 1

51 Nazarudin 2 22 1 3 1 1

52 Alvin 1 34 2 3 3 1

53 Sander 1 30 2 3 1 1

54 Sartika 2 19 1 2 1 2

Keterangan :

Umur : 1 = 15-25 tahun Keluhan utama : 2 = 26-35 tahun 1=Batuk berdahak 3 = 36-45 tahun 2=Batuk berdarah 4 = 46-55 tahun 3=Sesak nafas 5 = 56-65 tahun

Sex: 1= Laki laki Pendidikan :

2=

Perempuan 1=SD

2=SMP

Kelainan foto 3=SMA

1. Lesi (-) 4=PT


(6)

Pasien yang mendapat pemeriksaan foto dada ulang setelah mendapat OAT selama 2 bulan N

o Nama Jenis kel Umur Gambaran Foto Perbaikan foto

1 Yusrizal 1 5 3 1

2 Syamsir 1 5 3 2

3 Feri Irawan 1 2 2 1

4 Sutri Helpi 2 2 1 1

5 Abdul Husin 1 5 1 2

6 Tiarona 2 4 1 2

7 Bahari 1 4 3 2

8 Siti Reni 2 5 3 1

9 Sartika 2 1 2 1

Gambaran Foto: Perbaikan foto :

1= lesi minimal (3 orang) 1. Ada

2= lesi sedang (2 orang) 2. Stasioner

3= lesi luas(far advanced) (4 orang)

Pasien yang mengalami perbaikan foto ronsen dada

N

o Nama Jenis kel Umur Gambaran Foto Perbaikan foto

1 Yusrizal 1 5 3 1

2 Feri Irawan 1 2 2 1

3 Sutri Helpi 2 2 1 1

4 Siti Reni 2 5 3 1

5 Sartika 2 1 2 1

Pasien yang tidak mengalami perbaikan foto ronsen dada

N

o Nama Jenis kel Umur Gambaran Foto Perbaikan foto

1 Syamsir 1 5 3 2

2 Abdul Husin 1 5 1 2

3 Tiarona 2 4 1 2

4 Bahari 1 4 3 2


Dokumen yang terkait

Perilaku penderita TB Paru Positif Dalam Upaya Pencegahan Penularan Tuberkulosis Pada Keluarga di Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah

35 163 127

Faktor-Faktor Risiko Penularan TB Paru pada Keluarga yang Tinggal Serumah di Kabupaten Aceh Timur

3 68 135

HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU BTA (+) POSITIF PADA KLIEN TUBERKULOSIS DI PUSKESMAS KENDAL KEREP KECAMATAN BLIMBING MALANG

0 27 23

Hubungan Manifestasi Klinis dan Hasil Pemeriksaan Foto Toraks dalam Mendiagnosis TB di RSU Kota Tangerang Selatan pada Tahun 2013

0 15 84

HUBUNGAN GAMBARAN FOTO TORAKS PASIEN TUBERKULOSIS PARU ANAK DENGAN UJI TUBERKULOSIS DI RSUD SARAS HUSADA

0 4 65

Peranan Uji Kulit Tuberkulin Dalam Mendiagnosis Tuberkulosis (Studi Pustaka).

0 0 12

Performa Pemeriksaan Xpert MTBRIF dengan Menggunakan Spesimen Bilasan Lambung dalam Mendiagnosis Tuberkulosis Paru pada Pasien HIV Tersangka Tuberkulosis Paru | Mboeik | Jurnal Penyakit Dalam Indonesia 1 PB

0 1 6

SKRIPSI ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN KONDISI RUMAH DENGAN TUBERKULOSIS PARU BTA POSITIF DI PUSKESMAS KUNTI KABUPATEN PONOROGO

0 2 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberkulosis Paru - DISTRIBUSI TERSANGKA TUBERKULOSIS PARU PADA KELUARGA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU BTA POSITIF - Repository Universitas Muhammadiyah Semarang

0 0 10

DISTRIBUSI TERSANGKA TUBERKULOSIS PARU PADA KELUARGA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU BTA POSITIF ARTIKEL ILMIAH Diajukan sebagai salah satu syarat Mencapai gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

0 0 11