Studi Wireless Nusre Call System Dengam Menggunakan Microcontrollera AT89S51 Dilengkapi Dengan Sensor Basah

(1)

STUDI WIRELESS NURSE CALL SYSTEM

DENGAN MENGGUNAKAN MICROCONTROLLER AT89S51 DILENGKAPI DENGAN SENSOR BASAH

OLEH :

NIM. 040 422 026 T A U F I K

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

STUDI WIRELESS NURSE CALL SYSTEM

DENGAN MENGGUNAKAN MICROCONTROLLER AT89S51 DILENGKAPI DENGAN SENSOR BASAH

Disusun Oleh :

NIM. 040 422 026 T A U F I K

Disetujui Oleh Pembimbing,

NIP. 131 288 519 Ir. ZULKARNAEN PANE

Diketahui Oleh,

Ketua Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik USU

NIP. 131 459 554 Ir. Nasrul Abdi, MT

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan laporan Tugas Akhir ini.

Laporan ini berjudul “ STUDI WIRELESS NURSE CALL SYSTEM DENGAN MENGGUNAKAN MICROCONTROLLER AT89S51 DILENGKAPI DENGAN SENSOR BASAH” adalah sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program S1 Ekstensi, Jurusan Teknik Elektro Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyelesaikan laporan ini, penulis mendapat bimbingn dan bentuan dari berbagai pihak, baik berupa materi, spritual, maupun informasi. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Ir. Nasrul Abdi,MT Selaku Ketua Departemen T.Elektro Universitas Sumatera Utara ;

2. Bapak Ir. Zulkarnaen Pane selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir ; 3. Bapak Soeharwinto ST, MT Selaku Dosen wali di Program S1 Ekstensi

jurusan Teknik Elektro Universitas Sumatera Utara ;

4. Ayahanda dan Ibunda tercinta serta adik-adikku semuanya yang telah memberikan dorongan dan bimbingn moril maupun materil serta memberikan doa restunya untuk penulis;

5. Seluruh rekan-rekan Program S1 Ekstensi jurusan Teknik Elektro Universitas Sumatera Utara

6. Dan semua pihak yang telah membantu penulis dalam pembuatan proyek dan Laporan Tugas Akhir ini.


(4)

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih kurang sempurna dikarenakan oleh keterbatasan ilmu yang dimiliki penulis, maka penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk kesempurnaan laporan tugas akhir ini.

Dan Akhirnya penulis mengharapkan semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua yang membacanya.

Medan, November 2008 Penulis,

NIM: 040422026 TAUFIK


(5)

ABSTRAK

Perkembangan dunia elektronik saat ini semakin pesat di setiap kehidupan dengan segala kemudahan yang ditawarkan sehingga membuat manusia semakin terbantu. Salah satunya adalah pengontrolan dan pengaturan peralatan yang menjadikan manusia serba mudah dan efisian sehigga perlu kita ketahui sistem apa dan bagaimana proses pengendalian dari sistemnya.

Pada Dunia Medis atau rumah sakit sering dijumpai adanya keterlambatan dalam proses pemanggilan perawat, apakah untuk melakukan pertolongan darurat ataupun untuk melakukan keperluan-keperluan kecil yang sangat membantu pasien.

Untuk itulah maka dibutuhkan suatu alat yang dapat menjadi indikasi ataupun tanda bagi perawat, agar si perawat dapat dengan segera mengetahui di kamar/pasien mana yang sedang membutuhkan pertolongan segera.

Berdasarkan alasan di atas, dengan harapan alat ini dapat diaplikasikan sebagai suatu sistem yang dapat bekerja lebih efisien, kami merancang dan membuat suatu alat yang diangkat sebagai tugas akhir dengan judul “STUDI WIRELESS NURSE CALL SYSTEM DENGAN MENGGUNAKAN MICROCONTROLLER AT89S51 DILENGKAPI DENGAN SENSOR BASAH ”. Alat yang dibuat pemasangannya dipermudah karena antara tombol-tombol call dan reset dipasang sistem wireless dengan display di ruangan perawat. Dalam aplikasinya rangkaian ini berfungsi sebagai indikator bagi perawat bahwa ia dibutuhkan pasien yang sedang membutuhkan pertolongan.


(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………….……….………...………….…. i

ABSTRAK………....…………...………. iii

DAFTAR ISI...……….………..……….…. iv

DAFTAR GAMBAR……....……….……….…..vii

DAFTAR TABEL………...………....…………...….…....viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah……….….……… 1

1.2Tujuan Pembuatan……..……….……… 2

1.3Batasan Masalah……….…………. 3

1.4Metodologi………..………… 4

1.5Gambaran Umum……….…….……….. 4

1.6Sistematika Penulisan Tugas Akhir………. 5

BAB II LANDASAN TEORI 2.1Mikrocontroller AT89S51……….……….….7

2.1.1 Arsitektur Mikrocontroller AT89S51……….…….………..8

2.1.2 Struktur Memori…….………..………..…..13

2.1.3 Reset………..…..………...…….…………...15

2.1.4 Instruksi Transfer Data ………..…….…….17

2.1.5 Instruksi Aretmatika ………18


(7)

2.1.7 Instruksi transfer Kendali…….……….….………..19

2.2 Seven Segment ……….………...…....21

2.3 Transistor Sebagai Saklar ……….……….…..22

2.4 Switch Push On……….……...………....23

2.5 Buzzer……….……...………..25

2.6 Amplitudo Shift Keying (ASK)………...……….………...…....25

2.7 Catu Daya……….…....……....27

BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI 3.1 Perancangan Hardware..………..…...……..28

3.1.1 Diagram Blok Sistem………..……..28

3.1.2 Rangkaian Tombol Call dan Reset………...…….30

3.1.3 Rangkaian sensor Basah………...…….32

3.1.4 Rangkaian Modul Pemancar ASK……….…..….33

3.1.5 Rangkaian Modul Penerima ASK………...……..33

3.1.6 Rangkaian Mikrocontroller AT89S51………...35

3.1.7 Rangkaian Driver Beep………...………..37

3.1.8 Rangkaian Seven Segment………..…….……….39

3.1.9 Rangkaian LED………..………..39

3.2 Perancangan Software…….……….………..…….41

3.2.1 Program Pemancar………..…...44


(8)

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA

4.1 Analisa Hardware………....……...46

4.1.1 Pengujian Sistem Mikrocontroller AT89S51……..….…….46

4.1.2 Pengujian Rangkaian Sensor Basah………...48

4.1.3 Pengujian Rangkaian Tombol………...……50

4.1.4 Pengujian Rangkaian Display LED………….……...51

4.2 Analisa Program…...……….……...51

4.2.1 Analisa Program Pemencar………...51

4.2.2 Analisa Program Penerima………..……....……56

BAB V PENUTUP 5.1Kesimpulan………..………60

5.2Saran………...61

DAFTAR PUSAKA LAMPIRAN


(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1Deskripsi PIN……….……….…………..……7

2.2Aliran Arus dan Perubahan Tegangan pada Reset Otomatis...14

2.3Display Seven Segment………...………19

2.4Transistor sebagai Saklar...20

3.1. Diagram Blok Sistem Pemancar...25

3.2. Diagram Blok Sistem Penerima...25

3.3. Rangkaian Call dan Reset……….…………..……….…...27

3.4. Rangkaian Deteksi Basah...28

3.5 Rangkaian Modul Pemancar ASK...29

3.6 Rangkaian Modul Penerima ASK………...………....…….30

3.7 Rangkaian Minimum Sistem Mikrokontroler AT89S51...31

3.8 Rangkaian Alarm...33

3.9 Rangkaian LED...34

3.10 Flowchart Pemancar...35

3.11 Flowchart Penerima...36

4.1Titik Pengukuran Kondisi Power On Reset..………...……...40

4.2Titik Pengukuran Basah Kering………...……….…………42

4.3Data Hasil Pengujian Rangkaian Tombol.………...43


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.5Deskripsi PIN……….……….…………..……8

2.6Isi Data pada regesiter setelah Reset...………...…...13

4.5Titik Pengukuran Kondisi Power On Reset..………...40

4.6Titik Pengukuran Basah Kering………...……….…………41

4.7Data Hasil Pengujian Rangkaian Tombol.……….……...43


(11)

ABSTRAK

Perkembangan dunia elektronik saat ini semakin pesat di setiap kehidupan dengan segala kemudahan yang ditawarkan sehingga membuat manusia semakin terbantu. Salah satunya adalah pengontrolan dan pengaturan peralatan yang menjadikan manusia serba mudah dan efisian sehigga perlu kita ketahui sistem apa dan bagaimana proses pengendalian dari sistemnya.

Pada Dunia Medis atau rumah sakit sering dijumpai adanya keterlambatan dalam proses pemanggilan perawat, apakah untuk melakukan pertolongan darurat ataupun untuk melakukan keperluan-keperluan kecil yang sangat membantu pasien.

Untuk itulah maka dibutuhkan suatu alat yang dapat menjadi indikasi ataupun tanda bagi perawat, agar si perawat dapat dengan segera mengetahui di kamar/pasien mana yang sedang membutuhkan pertolongan segera.

Berdasarkan alasan di atas, dengan harapan alat ini dapat diaplikasikan sebagai suatu sistem yang dapat bekerja lebih efisien, kami merancang dan membuat suatu alat yang diangkat sebagai tugas akhir dengan judul “STUDI WIRELESS NURSE CALL SYSTEM DENGAN MENGGUNAKAN MICROCONTROLLER AT89S51 DILENGKAPI DENGAN SENSOR BASAH ”. Alat yang dibuat pemasangannya dipermudah karena antara tombol-tombol call dan reset dipasang sistem wireless dengan display di ruangan perawat. Dalam aplikasinya rangkaian ini berfungsi sebagai indikator bagi perawat bahwa ia dibutuhkan pasien yang sedang membutuhkan pertolongan.


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kemudahan pasien rumah sakit untuk pemanggilan perawat sangatlah dibutuhkan pada saat ini khususnya didunia medis. Hal ini bertujuan agar pasien rumah sakit tidak kecewa atas pelayanan dirumah sakit yang memudahkan pasien untuk memanggil perawat dirumah sakit.

Pada umumnya sistem pemanggilan rumah sakit masih menggunakan sarana jaringan instalasi. Dengan kata lain, sistem pemanggilan perawat ini mempermudah untuk mengetahui keadaan pasien tanpa harus mengontrolnya secara langsung.

Melihat kondisi diatas penulis memberanikan diri untuk mendisain sistem pemanggilan perawat secara wireless, dimana akan didapatkan kepuasan bagi pasien rumah sakit atas pelayanan yang diberikan dari pihak ruamah sakit. Hal ini dijamin oleh adanya tampilan petunjuk pemanggilan yang menanadakan kamar pasien yang mana akan membutuhkan pelayanan dari perawat rumah sakit.

Selain itu sistem ini dilengkapi dengan sensor basah, yang apabila pasien tersebut tak mampu untuk menggantikan pakaiannya basah diakibatkan keringat, ataupun segala sesuatu yang membuat pakaian pasien tersebut lembab atau basah sehingga si pasien tidak lagi nyaman dengan keadaan tadi, maka perawat dapat mengetahui hal yang membuat pasien tidak merasa nyaman sehingga alat tadi secara otomatis akan bekerja untuk memanggil perawat rumah sakit.


(13)

1.2Tujuan Pembuatan

Tujuan utama dari studi tugas akhir ini adalah:

1. Sebagai salah satu syarat mata kuliah tugas akhir untuk menyelesaikan pendidikan Sarjana bagi mahasiswa Jurusan Teknik Elektro PPSE Universitas Sumatera Utara.

2. Untuk menerapkan dan mengembangkan secara langsung ilmu yang telah diperoleh dalam bidang elektronika dan merencanakannya pada lingkungan dan kehidupan masyarakat yang telah diperoleh selama perkuliahan.

3. Mengaplikasikan pengetahuan tentang mikrocontroller dan teknik pengendalian sebagai interaksi antara teori dan praktik.

4. Mempermudah pemasangan dan perbaikan sistem bila menggunakan sistem wireless pada pemanggilan perawat dirumah sakit.

1.3. Batasan Masalah

Untuk mendapatkan pembahasan yang maksimal pada pembuatan proyek tugas akhir ini maka penulis membatasi permasalahan yang akan dibahas Adapun permasalahan yang akan dibahas :

1. Bagaimana sistem kerja rangkaian secara keseluruhan berdasarkan blok diagram.

2. Bagaimana sistem kerja rangkaian sensor. 3. Bagaimana sistem kerja rangkaian alarm


(14)

4. Bagaimana sistem kerja pemancar dan penerima, tidak membahas secara mendalam tentang sinyal atau frekuensi yang digunakan pada pemancar dan penerima.

5. Bagaimana sistem kerja software berdasarkan flowchart

Demikian halnya untuk sensor basah yang digunakan, dalam alat yang saya desain ini hanya menggunakan konsep 2 buah metal, yang mana jika kedua metal tersebut tersentuh air maka kedua metal akan tersambung. Jadi pembahasan bagaimana sensor bekerja secara spesifiknya maupun peletakan secara tepatnya tidaklah dijelaskan secara rinci, karena untuk mendisain sensor tersebut dibutuhkan penelitian yang mendalam (tergantung jenis kasur, jenis spon yang digunakan dll).

1.4. Medotologi

Dalam penulisan tugas akhir ini penulis menggunakan metode pengumpulan data diperoleh dengan berbagai cara dan usaha, antara lain dengan membaca dan menganalisa buku referensi yang berkaitan dengan operasi mikrocontroller serta mendiskusikannya dan meminta arahan dan bimbingan dari para rekan, Dosen Pembimbing, serta staf pengajar lainnya.

Setelah pengumpulan data diperoleh, kemudian penulis melanjutkannya dengan merancang sistem yang akan dibuat. dalam pemanggilan perawat (secara

wireless) agar bekerja sesuai dengan yang kita harapkan. Pengaturan ini dilakukan dengan memasukkan data program dalam memori yang terdapat pada sistem


(15)

minimum mikrocontroller dan dengan menghubungkan rangkaian sensor, tombol reset dan call pada input mikrocontroller.

Untuk mewujudkan hal tersebut maka diperlukan: - Sistem mikrocontroller AT89S51

- Rangkaian pemancar (transmitter) - Rangkaian penerima (receiver)

- Tone generator sebagai penghasil sinyal-sinyal

- Tone decoder sebagai penterjemah sinyal-sinyal dari tone generator

Mikrocontroller akan membaca salah satu input rangkaian tadi. Output mikrocontroller tersebut akan menjadi input bagi tone generator yang membangkitkan sinyal-sinyal. Sinyal-sinyal yang dihasilkan dari tone generator

akan dipancarkan oleh rangkaian pemancar sebagai media pengiriman data. Sinyal yang dikirimkan akan diterima rangkaian receiver dan akan menjadi input tone decoder yang akan menterjemahkan sinyal yang dikirimkan melalui rangkaian

transmitter. Setelah sistem ini dibuat dan dirakit kemudian dilanjutkan dengan pengujian masing – masing blok rangkaian dengan menggunakan multimeter.


(16)

1.5. Sistematika Penulisan Tugas Akhir

Untuk mempermudah penulisan Tugas Akhir ini dan Tugas Akhir ini mudah untuk dipahami, penulis membuat urutan penulisan laporan yang terdiri dari bab-bab. Setiap bab akan membahas satu topik utama dari tiap-tiap bab yang sangat berkaitan erat dengan bab-bab yang lain.

BAB I PENDAHULUAN

Berisikan latar belakang masalah, tujuan pembuatan, batasan masalah, metoda pengumpulan data, gambaran umum, serta sistematika penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI

Berisikan tentang teori dasar komponen yang perlu yang digunakan dalam studi tugas akhir ini, seperti mikrocontroller AT89S51, dan komponen-komponen pendukung pada rangkaian percobaan.

BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI

Berisikan tahap-tahap perancangan blok diagram dari sistim keseluruhan, rangkaian sensor (pemancar dan penerima).

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA

Bab ini berisikan tentang analisa dan pengujian sistem yang terdiri dari pengujian dan pengukuran, serta analisa hasil pengukuran dengan teori. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan rangkuman tulisan dalam bentuk kesimpulan disertai dengan saran-saran dari penulis.


(17)

BAB 2

LANDASAN TEORI

Dalam bab ini penulis akan membahas tentang komponen-komponen yang digunakan dalam seluruh unit sistem ini. Agar pembahasan tidak melebar dan menyimpang dari topik utama laporan ini, maka setiap komponen hanya dibahas sesuai dengan fungsinya pada masing-masing unit.

2.1. Mikrokontroler AT89S51

AT89S51 adalah mikrokontroler keluaran Atmel dengan 4K byte Flash PEROM (Programmable and Erasable Read Only Memory), AT89S51 merupakan memori dengan teknologi nonvolatile memory, isi memory tersebut dapat diisi ulang ataupun dihapus berkali-kali.

Memory ini biasa digunakan untuk menyimpan instruksi (perintah) berstandar MCS-51 code sehingga memungkinkan mikrokontroler ini untuk bekerja dalam mode single chip operation (mode operasi keeping tunggal) yang tidak memerlukan external memory (memory luar) untuk menyimpan source code tersebut.


(18)

2.1.1. Arsitektur Mikrokontroler AT89S51

Gambar 2.1. Pena-pena Mikrokontroller AT89S51

Dengan keistimewaan diatas, pembuatan alat dengan menggunakan mikrokontroller AT89S51 menjadi lebih sederhana dan tidak memerlukan komponen komponen pendukung eksternal yang banyak.


(19)

Tabel 2.1. Deskripsi Pin Nomor

Pin Nama Pin Alternatif Keterangan

20 GND Ground

40 VCC Power Supply

32…39 P0.7…P0.0 D7…D0 & A7…A0 Port 0 dapat berfungsi sebagai I/O biasa, low order multiflex address data ataupun menerima kode byte pada saat flash programming. Pada fungsi sebagai I/O biasa port ini dapat memberikan output sink ke delapan buah TTL input atau dapat diubah sebagai input dengan memberikan logika 1 pada port tersebut.Pada fungsi sebagai low order multiflex address data port ini akan mempunyai internal pull up terutama pada saat verifikasi program.


(20)

LanjutanTabel 2.1. Deskripsi Pin....

Nomor

Pin Nama Pin Alternatif Keterangan

1…8 P1.0…P2.7 Port 1 berfungsi sebagai I/O

biasa atau menerima low order address bytes selama pada saat flash programming. Port ini mempunyai internal pull up dan berfungsi sebagai input dengan memberikan logika 1.Sebagai output port ini dapat memberikan output sink ke empat buah input TTL.

21…28 P2.0…P2.7 A8…A15 Port 2 berfungsi sebagai I/O

biasa atau high order address, pada saat mengakses memori

secara 16 bit

Pada saat mengakses memori

secara 8 bit

ini akan mengeluarkan isi dari P2 special function register. Port ini mempunyai internal pull up dan berfungsi sebagai input dengan memberikan logika 1.Sebagai output port ini dapat memberikan output sink ke empat buah input TTL.


(21)

Nomor

Pin Nama Pin Alternatif Keterangan

10…17 Port 3 Sebagai I/O biasa port 3

mempunyai sifat yang sama dengan port 1 maupun port 2. Sedangkan sebagai fungsi special port-port ini mempunyai keterangan sebagai berikut :

P3.0 sebagai RXD alamat B0H; Untuk menerima data port serial

P3.1 sebagai TXD alamat B1H; Untuk mengirim data port serial

P3.2 sebagai INT0 alamat B2H; Interupsi eksternal 0 P3.3 sebagai INT1 alamat B3H; Interupsi eksternal 1 P3.4 sebagai T0 alamat B4H;

Input Eksternal waktu/pencacah 0

P3.5 sebagai T1 alamat B5H;

Input Eksternal waktu/pencacah 1

P3.6 sebagai WR alamat B6H; Jalur menulis memori data eksternal

P3.7 sebagai RD alamat B7H; Jalur membaca memori data eksternal


(22)

2.1.2. Struktur Memori

Memori dari AT89S51 terbagi menjadi : 2.7.2.1. RAM internal

- Register Bank

- Bit addressable RAM

- General Purpose RAM

2.7.2.2. Register Fungsi Khusus (Special Function Register)

2.7.2.3. Flash PEROM

2.1.2.1. RAM Internal RAM Internal terdiri dari : - Register Bank

AT89S51 mempunyai delapan buah register yang terdiri atas R0 hingga R7. Kedelapan buah register ini selalu terletak pada alamat 00H hingga 07H pada setiap kali sistem direset. Namun, posisi R0 hingga R7 dapat dipindahkan ke Bank 1 (08 hingga OFH), Bank 2 (10H hingga 17H) atau Bank 3 (18H hingga 1FH) dengan mengatur bit RS0 dan RS1.

- Bit Addressable RAM

RAM pada alamat 20H hingga 2FH dapat diakses secara pengalamatan bit (bit addressable) sehingga hanya dengan sebuah instruksi saja setiap bit dalam area ini dapat diset, clear, AND dan OR.


(23)

Dengan adanya sistem bit Addressable RAM, proses yang seharusnya dijalankan dengan tiga cycle seperti pada listing di atas dapat digantikan dengan instruksi yang hanya membutuhkan satu cycle saja.

- RAM Keperluan Umum (General Purpose RAM)

RAM Keperluan Umum dimulai dari alamat 30H hingga 7FH dan dapat diakses dengan pengalamatan langsung maupun tidak langsung. Pengalamatan langsung dilakukan ketika salah satu operand merupakan bilangan yang menunjukkan lokasi yang dialamati. Sedangkan pengalamatan secara tak langsung pada lokasi dari RAM internal ini adalah akses data dari memori ketika alamat memori tersebut tersimpan dalam suatu register R0 atau R1 adalah dua buah register pada mikrokontroler berarsitektur MCS51 yang dapat digunakan sebagai pointer dari sebuah lokasi memori pada RAM internal.

2.1.2.2. Register Fungsi Khusus

AT89S51 mempunyai 21 Special Function Register (Register Fungsi Khusus) yang terletak pada antara alamat 80H hingga FFH (Gambar 3). Beberapa dari register-register ini mampu dialamati dengan pengalamatan bit sehingga dapat dioperasikan seperti yang ada pada RAM yang lokasinya dapat dialamati dengan pengalamatan bit.

2.1.2.3. Flash PEROM

AT89S51 mempunyai 4 Kb Flash PEROM (Programmable Erasable Read Only Memory), yaitu ROM yang dapat ditulis ulang atau dihapus menggunakan sebuah perangkat programmer. Flash PEROM dalam Atmel’s High-Density Non


(24)

Volatile Technology yang mempunyai kemampuan untuk ditulis ulang hingga 1.000 kali dan berisikan perintah standard MCS51.

Program yang ada pada Flash PEROM akan dijalankan jika pada saat sistem di-reset, pin EA/VP berlogika satu sehingga mikrokontroler aktif berdasarkan program yang ada pada Flash PEROM-nya. Namun jika pin EA/VP berlogika nol, mikrokontroler aktif berdasarkan program yang ada pada memori eksternal.

2.1.3. Reset

Reset dapat dilakukan secara manual maupun otomatis saat power diaktifkan (Power and reset). Saat terjadi reset isi dari register akan berubah sesuai yang ada pada tabel 2.2.

Tabel 2.2. Isi Data pada Register Setelah Reset

Register Isi Register

Program counter 0000H

Akumulator 00H

Register B 00H

PSW 00H

Stack pointer (A) 07H

DPTR 0000H

Port 0 – 3 FFH

Interrupt Priority (IP) XXX00000B

Interrupt Enable (IE) 0XX00000B

Register Timer 00H

SCON 00H

SBUF 00H

PCON (HMOS) 0XXXXXXXB

PCON (CMOS) 0XXX0000B

Reset terjadi dengan adanya logika 1 selama minimal 2 cycle pada kaki RST. Setelah kondisi pin RST kembali low, mikrokontroler akan mulai menjalankan program dari alamat 0000H. Kondisi pada internal RAM tidak terjadi perubahan selama reset.


(25)

Gambar di atas merupakan gambar rangkaian reset yang bekerja secara manual maupun otomatis saat sumber daya diaktifkan. Pada saat sumber daya diaktifkan, maka kapasitor C1 sesuai dengan sifat kapasitor akan terhubung

singkat ada saat itu sehingga rangkaian ekivalennya tampak pada gambar di bawah ini. Arus mengalir dari VCC langsung ke kaki RST sehingga kaki tersebut berlogika 1. Kemudian kapasitor terisi sehingga tegangan pada kapasitor (VC)

yaitu tegangan antara VCC dan titik antara kapasitor C1 dan resistor R2 mencapai

VCC, otomatis tegangan pada R2 atau tegangan RST akan turun menjadi 0

sehingga kaki RST akan berlogika 0 (seperti gambar disebelahnya) dan proses reset selesai.

Gambar 2.3. Aliran Arus dan Perubahan Tegangan pada Reset Otomatis Jika saklar S1 ditekan, reset bekerja secara manual, aliran arus akan mengalir dari VCC melalui R1 menuju ke kaki RST (seperti gambar di bawah ini). Tegangan pada kaki RST atau VR2 akan berubah menjadi :

VR2 = R2 x VCC/R1 + R2

Yaitu 4,94 Volt dengan nilai VCC = 5 Volt.

……….. (2.1)

R1

100R

Vcc

Vcc

Arus dari Vcc mengalir ke kaki RST

R2

8.2K

S1

RST

Vcc

C1 10uF/16V

R2

8.2K

S1

R1

100R

VR2

Vcc


(26)

Tegangan 4,94 Volt pada kaki RST menyebabkan kaki ini berlogika 1 pada saat saklar tersebut ditekan. Saat saklar dilepas, aliran arus dari VCC melalui R1 akan terhenti dan tegangan pada kaki RST akan turun menuju ke nol sehingga

logika pada kaki ini berubah menjadi 0 dan proses reset selesai.

2.1.4. Instruksi Transfer Data

Instruksi transfer data terbagi menjadi dua kelas operasi sebagai berikut :

1.Transfer data umum (general Purpose Transfer), yaitu : MOV, PUSH dan POP

2.Transfer spesifik akumulator (Accumulator Specific Transfer), yaitu : XCH, XCHD, dan MOVC.

Instruksi transfer data adalah instruksi pemindahan atau pertukaran antara operand sumber dengan operand tujuan. Operand-nya dapat berupa register, memori atau suatu memori.

Deskripsi instruksi transfer data tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. MOV -- Transfer bit atau byte dari operand sumber ke operand tujuan.

2. PUSH -- Transfer byte dari operand sumber ke suatu lokasi dalam stack yang ditunjuk oleh register penunjuk (stack pointer).

3. POP -- Transfer byte dalam stack ke operand tujuan.

4. XCH -- Pertukaran data antara operand akumulator dengan operand sumber. 5. XCHD -- Pertukaran nibble rendah antara RAM internal (lokasinya


(27)

2.1.5. Instruksi Aritmatika (Instruksi Perhitungan )

Operasi dasar aritmatika seperti penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian dimiliki oleh AT89S51 dengan mnemonic, INC, ADD, ADDC, SUBB, DEC, MUL dan DIV. Deskripsi mnemonic tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. INC = Menambahkan satu isi sumber operand dan menyimpan hasilnya ke operand tersebut.

2. ADD = Penjumlahan antara akumulator dengan sumber operand dan hasilnya disimpan di akumulator.

3. ADDC = Hasil dari instruksi ADD ditambah satu bila CY diset.

4. SUBB = Pengurangan akumulator dengan sumber operand, lalu kurangi satu bila CY diset, hasilnya disimpan dalam operand tersebut.

5. DEC = Mengurangi sumber operand dengan satu, dan hasilnya disimpan dalam operand tersebut.

6. MUL = Perkalian antara akumulator dengan register B.

7. DIV = Pembagian antara akumulator dengan register B dan hasilnya disimpan dalam akumulator, sisanya di register B.

2.1.6. Instruksi logika

Mikrokontroler AT89S51 dapat melakukan operasi logika bit maupun operasi logika byte. Operasi logika tersebut dibagi atas dua bagian, yaitu :

• Operasi logika operand tunggal

yaitu terdiri dari : CLR, SETB, CPL, RLC, RR, RRL dan SWAB.


(28)

yaitu terdiri dari : ANL, ORL,dan XRL.

Operasi yang dilakukan oleh AT89S51 dengan pembacaan instruksi logika dapat dijelaskan sebagai berikut :

CLR -- Menghapus bit atau byte menjadi satu. SETB -- Menset bit atau byte menjadi satu. CPL -- Mengkomplemenkan akumulator.

RL -- Rotasi akumulator 1 bit digeser melalui carry flag. RR -- Rotasi akumulator 1 bit ke kanan.

RRL -- Rotasi akumulator 1 bit ke kanan.

SWAB -- Pertukaran nibble orded rendah dengan nibble orded tinggi.

ANL -- Operasi logika AND dan hasilnya disimpan dalam operand pertama. ORL -- Operasi logika OR dan hasilnya disimpan dalam operand pertama. XRL -- Operasi logika X-OR dan hasilnya disimpan di operand pertama.

2.1.7. Intruksi Transfer Kendali

Instruksi transfer kendali (control transfer) terdiri dari tiga kelas operasi, yaitu :

• Lompat tidak bersyarat (Unconditional Jump)

yaitu terdiri dari : ACALL, AJMP, LJMP, JMP@A+DPTR.

• Lompat bersyarat (Conditioning Jump)

yaitu terdiri dari : JZ, JNZ, JNB, CJNE dan DJNZ

• Interupsi

yaitu terdiri dari : RET1 dan RET. Instruksi di atas dapat dijelaskan sebagai berikut :


(29)

ACALL = Pemanggilan subrutin yang mempunyai alamat antara 2 Kbyte sampai dengan 64 Kbyte.

AJMP = Lompat untuk percabangan maksimum 2 Kbyte. LJMP = Lompat untuk percabangan maksimum 64 Kbyte. JMP@A+DPTR

JNB = Percabangan jika bit tidak diset.

= Instruksi prcabangan ke suatu lokasi yang ditunjuk oleh DPTR + isi akumulator. Instruksi pemanggilan subrutin bila alamat subrutin tidak lebih dari 2 Kbyte.

JZ = Percabangan akan dilakukan jika isi akumulator adalah nol. JNZ = Percabangan akan dilakukan jika isi akumulator tidak nol. CJNE = Operasi perbandingan operand pertama dengan operand

kedua, jika tidak sama akan dilakukan percabangan.

DJNZ = Mengurangi isi operand sumber dan percabangan akan dilakukan apabila isi operand tersebut tidak nol.

RET = Kembali dari subrutin.

RET1 = Instruksi kembali ke program instrupsi utama.

Sebagai operand dari perlengkapan instruksi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

Rn = Register R0 sampai R7 yang dipilih dari kumpulan register. Data = Lokasi alamat data internal 8 bit, yang dilokasikan pada data

rAM internal, 90 – 127 SFR pada 128 – 255 (I/O port, register pengontrol, register status).

@R1 = Data RAM internal lokasi 0 – 255 delapan bit, yang dialamati secara tidak langsung melalui R0 dan register 1.


(30)

#Data = Yang diisikan ke dalam instruksi adalah 8 bit. #Data 16 = Yang diisikan ke dalam instruksi adalah 16 bit.

Addr. 16 = Untuk tujuan alamat 16 bit. Digunakan pada operasi LCALL dan LJMP yang dapat dilakukan dimana saja dalam 64 Kbyte daerah alamat program memori.

Add. 11 = 11 bit alamat tujuan dipakai oleh operasi CALL dan AJMP. Percabangan dapat dilakukan dimana saja dalam 2 Kbyte daerah program.

2.2. Seven Segment

Seven Segment yang nantinya akan menampilkan data yang diberikan pada rangkaian, terhubung kepada 7 buah LED yang disusun berbentuk angka delapan, dimana setiap 1 (satu) buah LED ditandai sebagai Segment “a” sampai “g”. Sebagai peraga (display) pada perancangan ini digunakan Seven Segment sebagai common anoda dimana kaki commonnya dihubungkan ke Vcc dan input “a” sampai ke “g” diberikan logika rendah agar Segmentnya menyala. Setiap Segment dinyatakan dengan sistem saklar seperti gambar berikut :

a b c d e f g

h

Vcc

Gambar 2.4. Display Seven Segment


(31)

Jika transistor digunakan sebagai saklar maka hal ini transistor tersebut dioperasikan dalam daerah jenuhnya (saturation) dan daerah yang menyumbat (cut off). Pada saat transistor dalam keadaan jenuh, maka resistansi antara kolektor dan emitor akan sangat kecil, maka transistor itu akan berfungsi sebagai saklar yang tertutup. Sedangkan apabila transistor dalam keadaan cut off maka resistansi antara kolektor dan emitor akan sangat besar, maka transistor akan berfungsi sebagai saklar yang terbuka.

Vcc OUT R1 R2 (a) Vcc OUT (b)

Gambar 2.5. Transistor sebagai Saklar (a) Gambar Skema Transistor

(b) Analogi Transistor sebagai Saklar Pada saat transistor saturasi :

- Arus IC

- Tegangan V

= maksimum

CE

- Tegangan pada R = 0

C

Pada saat transistor cut off :

= tegangan sumber

- Arus IC

- Tegangan V = 0

CE

- Tegangan R

= tegangan sumber

C = 0

Rb Rc


(32)

Pada saat basis transistor mengalir arus, transistor dalam keadaan saturasi maka :

IB = Vi . VBE/RB

I

………. (2.2)

C = VCC/RC

Dimana :

………. (2.3)

IC

I

= Arus kolektor (A)

B

V

= Arus basis (A)

BE

R

= Tegangan antara basis dan emitor (V)

C

R

= Tahanan pada kolektor (Ω)

B

V

= Tahanan pada basis (Ω)

i

V

= Tegangan input (V)

CC = Tegangan sumber (V)

Transistor sebagai driver adalah transistor yang pada saat saturasi akan mengaktifkan komponen atau rangkaian yang lain. Dimana variasi arus kolektor penguatannya ini kecil (lemah). Kalau dibandingkan dengan arus kolektor stationer. Penguatan sinyal kecil ini penerapannya pada tingkat depan dalam berbagai perancangan sistem penguatan, penerima dan instrument alat ukur. Penguatan dapat digolongkan dalam dua bagian, yaitu penguatan yang digerakkan basis dan penguatan yang digerakkan oleh emiter.


(33)

2.4 AmplitudoShift Keying (ASK)

Suatu teknik mendapatkan bit digital untuk data yang menggunakan Amplitudo sebagai sinyal pembawanya.

Figure 2.1: an ASK signal (below) and the message (above)


(34)

Amplitude Shift Keying (ASK) adalah modulasi yang menyatakan sinyal digital 1 sebagai suatu nilai tegangan tertentu (misalnya 1 Volt) dan sinyal digital 0 sebagai sinyal digital dengan tegangan 0 Volt. Sinyal ini yang kemudian digunakan untuk menyala-mati-kan pemancar, kira-kira mirip sinyal morse

Mekanisme kerja :

• Apabila sinyal data mempunyai perbedaan dengan sinyal pembawa maka bit digital adalah 1 dan apabila sinyal data sama dengan sinyal pembawa maka bit digital adalah 0.


(35)

BAB 3

PERANCANGAN DAN REALISASI

Perancangan Sistem ini, diawali dengan pembuatan blok diagram dari sistem tersebut. Dimana tiap-tiap blok berhubungan antara yang satu dengan yang lainnya. Perancangan sistem ini dibagi atas dua bagian yaitu perancangan secara hardware dan secara software.

3.1. Perancangan Hardware 3.1.1. Diagram Blok Sistem

Perancangan Hardware dapat digambarkan melalui diagram blok. Diagram blok merupakan salah satu cara yang paling sederhana untuk menjelaskan cara kerja dari suatu sistem dan memudahkan untuk melokalisir kesalahan dalam suatu sistem. Diagram blok dapat menganalisa cara kerja rangkaian dan merancang hardware yang akan dibuat secara umum. Diagram blok merupakan pernyataan hubungan yang berurutan dari satu atau lebih komponen yang memiliki satu kesatuan kerja tersendiri, dan setiap blok rangkaian mempengaruhi blok rangkaian yang lain

Diagram blok sistem pada sistem ini ada 2 yaitu untuk pemancar dan penerima. Adapun diagram blok sistem ini adalah sebagai berikut :


(36)

Gambar 3.1. Diagram Blok Sistem Pemancar

Gambar 3.2. Diagram Blok Sistem Penerima

Adapun fungsi dari masing-masing blok tersebut adalah:

Blok Kamar terdiri atas Tombol Call dan Tombol Reset serta Sensor Pendeteksi Basah

Tombol Call dan Reset : Merupakan tombol yang difungsikan untuk mendeteksi apakah adanya teknanan untuk memanggil atau untuk mereset.

Sensor Basah : Merupakan sensor yang mendeteksi adanya basah pada kasur. Penerima

ASK

Mikro kontroler

BEEP

DISPLAY Pemancar

ASK Mikro

kontroler

KAMAR1

KAMAR2

KAMAR3


(37)

Blok Pemancar & Penerima : Merupakan Pemancar dan Penerima yang mengirimkan dan menerima data melalui frekuensi RF ASK

BEEP : Merupakan output alarm yang memberikan suara buzzer jika ada yang masuk ke dalam gedung tanpa menekan switch toggle. Rangkaian Mikrokontroler AT89S51 : Berfungsi sebagai pengontrol atau

pengendali semua cara kerja rangkaian sehingga sistem ini dapat mendeteksi sensor, hingga proses membunyikan alarm.

Display : Sebagai indikator kondisi apakah terjadi pemanggilan ataupun apakah terjadi basah pada kasur.

3.1.2. Rangkaian Tombol Call dan Reset

Rangkaian call dan reset ini berfungsi untuk memberi data ke mikrokontroler AT89S51 agar dapat ditampilkan ke display dengan diiringi suara alarm. Rangkaian ini bekerja bila terjadi penekanan pada salah satu tombol, maka akan mengakibatkan keluaran call atau RST akan berubah.

Bila tombol call 1 ditekan maka akan berlogika “1” dengan tegangan +5V berarti call 1 “on”. Mikrokontroler akan menerima data tersebut pada P0.0, demikian juga halnya pada tombol reset. Jika tombol reset 1 ditekan maka RST 1 akan berlogika “1” dengan tegangan +5V, berarti RST 1 “on” dan data tersebut akan diterima mikrokontroler pada P0.1. Dalam perancangan ini menggunakan 8 tombol yang akan diterima oleh mikrokontroler yaitu : 4 untuk tombol call dan 4 untuk tombol reset. Dalam hal ini P0.0, P0.2, P0.4, P0.6, digunakan untuk tombol


(38)

call dan P0.1, P0.3, P0.5, P0.7 digunakan untuk tombol reset. Dengan data yang diterima dari port-port tersebut, maka mikrokontroler akan lompat ke rutin yang dituju. Namun jika tidak terjadi penekanan pada tombol call dan reset, maka akan berlogika “0” berarti tegangan 0V dan mikrokontroler tidak akan lompat ke rutin yang dituju. Pada masing-masing call dan reset dilengkapi tahanan sebesar 1K sebagai pull-down. Tahanan 1K merupakan tahanan yang berfungsi agar didapat data logika 0 saat tombol tidak ditekan dan tidak akan short circuit jika tombol ditekan, dengan kata lain tahanan 1K merupakan rangkaian resistor Pull Down. Dari penjelasan di atas dapat dilihat pada gambar 3.3.


(39)

3.1.3. Rangkaian Sensor Basah

Adapun rangkaian deteksi basah yang digunakan adalah sebagai berikut:

Gambar 3.4. Rangkaian Deteksi Basah

Dalam perancangan deteksi basah ini didesain menggunakan konsep 2 buah metal yang berdekatan, yang satu di hubungkan dengan ground dan satunya di hubungkan ke basis dari transistor tipe pnp melalui sebuah resistor, dimana jika bagian metal dan ground terkena air/basah, maka transistor BC 557 tersebut akan ON dan mengirimkan data (logika 0) ke mikrokontroler sebagai tanda bahwa sensor telah mendeteksi adanya air/basah.

Ib = Ic / hFE

Rb = Vcc-Vbe / Ib

Sensitifitas sensor dalam aplikasi ini sangatlah sensitif, untuk itu perlu penempatannya di bawah kasur yang benar-benar kering, sehingga dapat membuat sensor benar-benar mendeteksi setiap terjadinya basah pada kasur.


(40)

3.1.4. Rangkaian Modul Pemancar ASK

Rangkaian modul pemancar ASK ini beroperasi pada frekuensi 315, 418 dan 433,92 Mhz. Modul ini berfungsi untuk memancarkan data pada modulasi ASK. Pada modul ini di dukung oleh komponen HT12E yang berfungsi untuk merubah data parallel (yang dikeluarkan mikrokontroller) menjadi data serial (yang masuk ke pemancar ASK). Rangkaian ini bekerja bila pada input komponen HT12E diberikan data 4 bit. Serta dengan memberikan logika 0 pada input TE (kaki di HT12E).

Gambar 3.5. Rangkaian Modul Pemancar ASK

Pada modul ini diberikan komponen dip switch pada HT12E yang berfungsi sebagai address. Sedangkan data di letakkan pada pin D0 hingga D3.

3.1.5. Rangkaian Modul Penerima ASK

Rangkaian modul penerima ASK ini sama beroperasinya dengan rangkaian pemancar ASK yaitu pada frekuensi 315, 418 dan 433,92 Mhz. Modul ini berfungsi untuk menerima data pada modulasi ASK, dimana data yang diterima adalah dari data yang dipancarkan oleh modul pemancar ASK. Pada modul ini di dukung oleh komponen HT12D yang berfungsi untuk merubah data serial (yang dikeluarkan oleh pemancar ASK) menjadi data parallel 4 bit (yang


(41)

masuk ke mikrokontroller). Rangkaian ini bekerja bila ada data yang diterima oleh penerima ASK. Jika ada data maka output serial akan diberikan ke komponen HT12D untuk di rubah menjadi data parallel 4 bit (D0 hingga D3). Jika ada data yang masuk, maka pada pin DIN akan berlogika 0, lalu data 4 bit akan masuk ke pin D0 hingga pin D3.

Gambar 3.6. Rangkaian Modul Penerima ASK

Pada modul ini diberikan komponen dip switch pada HT12D yang berfungsi sebagai address. Sedangkan data di letakkan pada pin D0 hingga D3.

3.1.6. Rangkaian Mikrokontroler AT89S51

Rangkaian Mikrokontroler AT89S51 seperti gambar 3.7 berfungsi sebagai pengontrol atau pengendali semua kerja rangkaian untuk dapat mengirim maupun menerima data, membaca sensor dan juga menampilkan ke display.


(42)

X1 X2 RST P0.0 P0.1. P0.2. P0.3 P0.4 P0.5 P0.6 P0.7 39 38 37 36 35 34 33 32 P1.0 P1.1. P1.2. P1.3 P1.4 P1.5 P1.6 P1.7 1 2 3 4 5 6 7 8 P2.0 P2.1. P2.2. P2.3 P2.4 P2.5 P2.6 P2.7 21 22 23 24 25 26 27 28 INT1 INT0 13 12 T1 T0 15 14 Vcc 40 GND 20 19 18 11.592 30 pF 30 pF 10 K 10

µ

F

Reset P3.0 P3.1. P3.2. P3.3 P3.4 P3.5 P3.6 P3.7 11 12 13 14 15 16 17 10

Gambar 3.7. Rangkaian Minimum Sistem Mikrokontroler AT89S51 Pada rangkaian pemancar yang di desain, port dari mikrokontroller yang digunakan adalah port 0, 1, 2 dan port 3. Port rangkaian pemancar port p3.0 hingga p3.3 dihubungkan ke sensor basah, port p0.0 hingga p0.7 dihubungkan dengan tombol call dan reset. Port p1.0 hingga p1.4 dihubungkan ke pemancar ASK. Sedangkan untuk rangkaian penerima pin p1.0 – p1.4 dihubungkan ke rangkaian penerima ask dan pin p2.0 hingga p2.7 di hubungkan ke output LED dan P3.0 dihubungkan ke output Buzzer. Untuk kedua IC pada rangkaian pemancar maupun penerima kaki 18 dan 19 dari mikrokontroller dihubungkan dengan rangkaian ossilator eksternal yang menggunakan kristal 11.0592 Mhz. Sedangkan kaki 9 dihubungkan dengan rangkaian power on reset.


(43)

Mikrokontroler yang digunakan adalah jenis AT89S51, memiliki 40 pin dengan harga yang cukup ekonomis, juga memiliki 4 kbyte Reprogrammable Flas Memory (PEROM) di dalam chip. Selain itu IC mikrokontroler ini memiliki 32 jalur I/O untuk memprogram dan tidak memerlukan IC EPROM eksternal untuk menyimpan programnya. IC ini dibuat dengan ukuran yang kecil, dengan penggunaan daya yang rendah dan dengan kinerja yang cukup tinggi. Operasi seluruh input dan output dari pena-pena tergantung pada pemrograman dengan menggunakan bahasa assembly.

Mikrokontroler AT89S51 memiliki rangkaian dalam yang cukup lengkap dengan demikian komponen luar yang digunakan semakin sedikit. Rangkaian ini memerlukan tambahan 3 kapasitor, 1 resistor, 1 osilator kristal serta catu daya 5V. Kapasitor 10 micro-Farad dan resistor 10K Kilo Ohm pada pena 1 dipakai untuk membentuk rangkaian reset. Rangkaian Mikrokontroler AT89S51 otomatis direset begitu rangkaian menerima catu daya. Osilator kristal dengan frekuensi maksimal 24 MHz dan 2 kapasitor 30 pico-Farad dipakai untuk melengkapi rangkaian osilator pembentuk clock yang menentukan kecepatan kerja mikrokontroler.

3.1.7. Rangkaian Driver Beep

Pada perancangan rangkaian beep ini, penghasil bunyi beep yang digunakan adalah buzzer. Buzzer ini akan berbunyi jika ada terjadi penekanan tombol call ataupun sensor mendeteksi adanya basah pada kasur. Untuk rangkaian beep ini digunakan transistor BC 547 sebagai driver (saklar) . Dari gambar rangkaian dapat dilihat bahwa jika input base BC547 diberi logika 1, maka BC547 akan ON atau berfungsi sebagai saklar, sehingga arus tersebut akan mengalir ke


(44)

buzzer dan akan mengaktifkan buzzer. Adapun gambar perancangannya dapat dilihat dibawah ini :

Gambar 3.8. Rangkaian Alarm

Pada saat mikrokontroler memberikan logika tinggi (Tegangan dari Output Mikrokontroller saat output berlogika tinggi adalah 5V) pada rangkaian driver alarm maka transistor BC547 akan saturasi.

Ib = Ic / hFE

Rb = Vcc-Vbe / Ib

3.1.8. Rangkaian 7-Segment

Seven-segment dalam perancangan ini diset akan on terus dan tidak dihubungkan ke mikrokontroller. Seven-segment dalam rancangan tersebut hanya sebagai penanda kamar/ruangan. Rangkaian seven-segment ini menggunakan tahanan 220Ω sebagai pembatas arus, agar arus yang mengalir tidak melebihi arus maksimal seven-segment. Seven-segment yang digunakan adalah common anoda yang akan hidup jika mendapat masukan rendah (logika “0”).


(45)

3.1.9. Rangkaian LED

Pada display tersebut LED yang hidup sebagai penunjuk kamar yang menekan tombol call. LED akan hidup bila mendapat perintah dari mikrokontroler pada port yang telah ditentukan untuk masing-masing LED. P2.0 hingga P2.7 dihubungkan ke kaki ground dari LED1 hingga LED8. LED diberi tegangan sebesar +5V dan tahanan sebesar 330Ω sebagai pembatas arus agar arus yang mengalir tidak melebihi arus maksimum LED.

Gambar 3.9. Rangkaian LED

Untuk menentukan nilai Resistor yang di seri dengan LED dapat dihitung seperti di bawah ini :

I = I

R LED

= VCC – VLED

Dimana, Vo adalah tegangan output dari mikrokontroller

I adalah dengan Arus LED maksimum

V

/ I


(46)

3.2. Perancangan Software

Setelah perancangan hardware selesai, kemudian mulailah dengan perancangan software. Dalam perancangan software ini terbagi atas dua bagian yaitu perancangan flowchart dan perancangan program.

3.2.1. Flowchart

START

Cek jika tombol call ditekan &Sensor mendeteksi

Jika ada penekanan & basah

? Ya

Tdk

Cek jika tombol reset ditekan

Matikan beep + LED bila tombol reset ditekan

Jika ada penekanan ?

Ya

Tdk Kirim data pemancar

yang bersesuain

Kirim data pemancar yang bersesuain


(47)

Gambar 3.10. Flowchart Pemancar

Gambar 3.11. Flowchart Penerima

START

Ambil data pada Penerima ASK

Hidupkan LED jika tombol Call dan Sensor

aktif, matikan jika tombol Reset Aktif

Jika Ada Data Ya


(48)

3.2.1. Program Pemancar

Program pemancar yang digunakan adalah:

Rutin program untuk menangkap data tombol dan sensor seperti di bawah ini :

start: jb p0.0,call1 jb p0.1,rst1 jb p0.2,call2 jb p0.3,rst2 jb p0.4,call3 jb p0.5,rst3 jb p0.6,call4 jb p0.7,rst4 mov a,p3

cjne a,#08h,chk2 jmp basah1 chk2: cjne a,#04h,chk3 jmp basah2 chk3: cjne a,#03h,chk4 jmp basah3

chk4: cjne a,#01h,start jmp basah4

Rutin program untuk mengirimkan data ke pemancar ASK.

call1: mov p1,#11101110b setb p1.4

jmp start

3.2.1. Program Penerima

Program penerima yang digunakan adalah:

Rutin program untuk menangkap data dari rangkaian penerima ask yang di hubungkan ke port p1, seperti di bawah ini :

start: jb p1.0,check

Rutin untuk membandingkan data yang di dapat dengan data 11101110.

check: mov a,p1

call1: cjne a,#11101110b,rst1 clr p2.3


(49)

Rutin untuk membandingkan menghasilkan suara beep.

beep: setb p3.0

call delay

clr p3.0

call delay

ret

Rutin untuk menghasilkan delay.

delay: mov r3,#01h del2: mov r1,#0f0h del1: mov r2,#0f0h djnz r2,$ djnz r1,del1 djnz r3,del2 ret


(50)

BAB 4

PENGUKURAN DAN ANALISA

Pengujian dan pengukuran dilakukan untuk membuktikan apakah rangkaian yang sudah dibuat bekerja sesuai dengan yang direncanakan. Pertama sekali pengujian dilakukan pada setiap bloknya dan pengujian beberapa blok yang saling berkaitan. Dalam setiap pengujian dilakukan dengan pengukuran yang nantinya akan digunakan untuk menganalisa hardware dan software pendukungnya.

Setelah semua komponen dipasang dan semua instalasi selesai, lalu dilakukan pemeriksaan ulang terhadap jalur PCB, solderan dan pengawatan agar pengujian dan pengukuran dapat dilaksanakan dengan cepat dan baik.

4.1. Analisa Hardware

4.1.1. Pengujian Sistem Mikrokontroler AT89S51

Bagian ini merupakan pemroses keseluruhan dari sistem ini. Rutin yang dikerjakan ditulis dalam bahasa assembling yang selanjutnya didownload pada memori internal yang tersedia.

Pada rangkaian sistem minimum mikrokontroller ini tidak semua port dipakai (P0, P1, P2, P3) sebagai input dan output. Rangkaian eksternal sebagai pembangkit frekuensi yang dipakai sesuai karakteristiknya yaitu pada C2, C3 dan

XTAL sedangkan untuk rangkaian reset dipergunakan komponen C1 dan R1.


(51)

X1 X2 RST P0.0 P0.1. P0.2. P0.3 P0.4 P0.5 P0.6 P0.7 39 38 37 36 35 34 33 32 P1.0 P1.1. P1.2. P1.3 P1.4 P1.5 P1.6 P1.7 1 2 3 4 5 6 7 8 P2.0 P2.1. P2.2. P2.3 P2.4 P2.5 P2.6 P2.7 21 22 23 24 25 26 27 28 INT1 INT0 13 12 T1 T0 15 14 Vcc 40 GND 20 19 18 11.592 30 pF 30 pF 10 K

10

µ

F

Reset P3.0 P3.1. P3.2. P3.3 P3.4 P3.5 P3.6 P3.7 11 12 13 14 15 16 17 10 TP1 TP3 TP2

Gambar 4.1. Titik Pengukuran Mikrokontroler

Tabel 4.1. Titik Pengukuran Kondisi Power On Reset

TITIK PENGUKURAN POWER ON

TP1 H → L

TP2 H ↔ L


(52)

Vcc

RST

R1

Vcc

RST

R1

C1 Arus dari kaki Vcc

mengalir ke kaki RST

(a) (b)

Gambar 4.2. Aliran Arus dan Perubahan Tegangan pada Reset Otomatis

Pada saat sumber daya diaktifkan, maka kapasitor C1 sesuai dengan sifat

kapasitor akan terhubung singkat pada saat itu sehingga rangkaian ekivalennya tampak pada gambar 4.2a. Arus mengalir dari VCC langsung ke kaki RST sehingga kaki tersebut berlogika 1. Kemudian kapasitor terisi hingga tegangan pada kapasitor (Vc) yaitu tegangan antara Vcc dan titik antara kapasitor C1 dan

resistor R1 mencapai Vcc, otomatis tegangan pada R1 atau tegangan RST akan

berlogika 0 (gambar 4.2b) dan proses reset selesai.

4.1.2. Pengujian Rangkaian Sensor Basah

Saat sensor terkena air, atau dengan kata lain basah, maka arus pada Gnd akan mengalir melalui Resistor R17 menuju base dari transistor Q1 (Transistor PNP), hingga mengakibatkan Transistor tersebut akan ON. Dengan demikian maka pada kaki kolektor dari Transistor Q1 akan berlogika 1. Namun Jika sensor tidak terkena air maka kaki base dari transistor Q1 tidak akan ada sinyal dan akan mengakibatkan transistor Q1 akan off, sehingga pada kaki kolektor Q1 akan berlogika rendah atau 0.


(53)

Gambar 4.3. Gambar Rangkaian Sensor Basah

Pada saat dilakukan pengukuran di kaki kolektor transistor yang ditunjukan pada TP 15, saat air mengenai detektor akan di dapat tegangan sebesar 4,9 V, sedangkan pada saat air tidak mengenai ke dua metal maka tegangan pada kaki transistor sebesar 0 V. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 4.2 dibawah ini :

Tabel 4.2. Titik Pengukuran basah dan kering

TITIK PENGUKURAN KERING V

BASAH V


(54)

4.1.3. Pengujian Rangkaian Tombol

Pengujian rangkaian tombol bertujuan untuk mengetahui bahwa rangkaian dapat bekerja dengan baik atau dengan kata lain dapat terjadi perbedaan pada saat tombol di tekan atau tidak di tekan. Rangkaian tombol ini outputnya terhubung pada port 0 yaitu pada port 0.0 sampai 0.7 dimana rangkaian tombol ini berfungsi sebagai call dan reset. Adapun rangkaian pengujian untuk tombol adalah sebagai berikut :

Gambar 4.4 Pengujian Rangkaian Tombol

Tabel 4.3 Data Hasil Pengujian Rangkaian Tombol Kondisi tombol Vout (V)

Ditekan 4,75

Tidak ditekan 0

Dari hasil pengujian diperoleh bahwa ketika tombol ditekan tegangan keluaran yang terukur sebesar 4,75V dan ketika tidak ditekan tegangan keluarannya 0 V. Hasil pengujian ini sesuai dengan yang diinginkan pada perancangan karena sesuai dengan prinsip kerja dari tombol dengan resistor pull-down yaitu ketika tombol ditekan menghasilkan logika tinggi dan ketika tidak ditekan menghasilkan logika rendah.


(55)

4.1.4. Pengujian Rangkaian Display LED

Untuk melakuan pengujian terhadap LED, apakah dapat bekerja atau tidak, adalah dengan cara menghubungkan rangkaian dengan port p2 mikrokontroller, jika diberi perintah clr p2.0 maka LED1 akan menyala, namun jika tidak menyala maka dapat dipastikan jika LED tidak berfungsi.

Gambar 4.4. Gambar Pengujian Rangkaian LED

Pengujian Rangkaian Beep

Pengujian pada rangkaian beep ini dilakukan dengan pengukuran tegangan yang ditujunjukkan pada TP9. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Gambar 4.5. Gambar Pengujian Rangkaian Beep Dari hasil pengujian didapat hasil sebagai berikut:

Tabel 4.4. Hasil pengukuran Beep Kondisi Buzzer TP9 (V)

Bunyi 4,7


(56)

4.2. Analisa Program

4.2.1. Analisa Program Pemancar

Untuk memudahkan pengenalan masing-masing port dalam pemograman, dibutuhkan sebuah inisialisasi masing-masing port tersebut, adapun port-port yang digunakan haruslah diberi alamat dari masing-masing port tersebut. Untuk port p0 misalnya memiliki alamat 080h sedangkan port p3 alamatnya 0b0h.

p0 equ 080h p1 equ 090h p2 equ 0a0h p3 equ 0b0h

Pertama-tama program diawali dengan pengalamatan awal program (diawali dengan alamat 0000h).

org 0000h

Selanjutnya mikrokontroller akan memeriksa pin p0.0, jika berlogika 1 maka program akan lompat ke rutin call1, namun jika berlogika 0 maka program akan memeriksa port p0.1 apakah berlogika 0 atau 1, jika berlogika 1 maka program akan lompat ke rutin rst1, namun jika berlogika 0 maka program akan mengecheck port yang ada dibawahnya hingga port p0.7. Selanjutnya program mengambil data dari port p3 dan dimasukkan ke dalam akumulator, lalu di bandingkan dengan data 08h, jika tidak sama maka program akan lompat ke rutin chk2, jika sama maka program akan lompat ke rutin basah1, namun jika tidak sama maka program akan membandingkan dengan data 04h, jika tidak sama maka program akan lompat ke rutin chk3, jika sama maka program akan lompat ke rutin basah2, selanjutnya program akan membandingkan dengan data 08h, jika tidak


(57)

sama maka program akan lompat ke rutin chk4, jika sama maka program akan lompat ke rutin basah3, namun jika tidak sama maka program akan membandingkan dengan data 01h, jika tidak sama maka program akan lompat ke rutin start, jika sama maka program akan lompat ke rutin basah4.

start: jb p0.0,call1 jb p0.1,rst1 jb p0.2,call2 jb p0.3,rst2 jb p0.4,call3 jb p0.5,rst3 jb p0.6,call4 jb p0.7,rst4 mov a,p3

cjne a,#08h,chk2 jmp basah1 chk2: cjne a,#04h,chk3 jmp basah2 chk3: cjne a,#03h,chk4 jmp basah3

chk4: cjne a,#01h,start jmp basah4

Pada rutin call1, program akan memasukkan data 11101110b ke port p1, lalu program akan memberi logika 1 pada port p1.4 dan dilanjutkan dengan lompat ke rutin start.

call1: mov p1,#11101110b setb p1.4

jmp start

Pada rutin rst1, program akan memasukkan data 11101101b ke port p1, lalu program akan memberi logika 1 pada port p1.4 dan dilanjutkan dengan lompat ke rutin start.

rst1: mov p1,#11101101b setb p1.4


(58)

Pada rutin call2, program akan memasukkan data 11101100b ke port p1, lalu program akan memberi logika 1 pada port p1.4 dan dilanjutkan dengan lompat ke rutin start.

call2: mov p1,#11101100b setb p1.4

jmp start

Pada rutin rst2, program akan memasukkan data 11101011b ke port p1, lalu program akan memberi logika 1 pada port p1.4 dan dilanjutkan dengan lompat ke rutin start.

rst2: mov p1,#11101011b setb p1.4

jmp start

Pada rutin call3, program akan memasukkan data 11101010b ke port p1, lalu program akan memberi logika 1 pada port p1.4 dan dilanjutkan dengan lompat ke rutin start.

call3: mov p1,#11101010b setb p1.4

jmp start

Pada rutin rst3, program akan memasukkan data 11101001b ke port p1, lalu program akan memberi logika 1 pada port p1.4 dan dilanjutkan dengan lompat ke rutin start.

rst3: mov p1,#11101001b setb p1.4


(59)

Pada rutin call4, program akan memasukkan data 11101000b ke port p1, lalu program akan memberi logika 1 pada port p1.4 dan dilanjutkan dengan lompat ke rutin start.

call4: mov p1,#11101000b setb p1.4

jmp start

Pada rutin rst4, program akan memasukkan data 11100111b ke port p1, lalu program akan memberi logika 1 pada port p1.4 dan dilanjutkan dengan lompat ke rutin start.

rst4: mov p1,#11100111b setb p1.4

jmp start

Pada rutin basah1, program akan memasukkan data 11100110b ke port p1, lalu program akan memberi logika 1 pada port p1.4 dan dilanjutkan dengan lompat ke rutin start.

basah1: mov p1,#11100110b setb p1.4

jmp start

Pada rutin basah2, program akan memasukkan data 11100101b ke port p1, lalu program akan memberi logika 1 pada port p1.4 dan dilanjutkan dengan lompat ke rutin start.

basah2: mov p1,#11100101b setb p1.4


(60)

Pada rutin basah3, program akan memasukkan data 11100100b ke port p1, lalu program akan memberi logika 1 pada port p1.4 dan dilanjutkan dengan lompat ke rutin start.

basah3: mov p1,#11100100b setb p1.4

jmp start

Pada rutin basah4, program akan memasukkan data 11100011b ke port p1, lalu program akan memberi logika 1 pada port p1.4 dan dilanjutkan dengan lompat ke rutin start.

basah4: mov p1,#11100110b setb p1.4

jmp start

Pada akhir dari program akan selalu diakhiri dengan perintah end.

end

4.2.2. Analisa Program Penerima

Untuk memudahkan pengenalan masing-masing port dalam pemograman, dibutuhkan sebuah inisialisasi masing-masing port tersebut, adapun port-port yang digunakan haruslah diberi alamat dari masing-masing port tersebut. Untuk port p0 misalnya memiliki alamat 080h sedangkan port p3 alamatnya 0b0h.

p0 equ 080h p1 equ 090h p2 equ 0a0h p3 equ 0b0h

Pertama-tama program diawali dengan pengalamatan awal program (diawali dengan alamat 0000h).


(61)

org 0000h

Pada rutin start port p1.0 diperiksa apakah berlogika 1 atau 0, jika berlogika 1 maka program akan lompat ke rutin check, namun apabila berlogika 0 maka program akan mengambil isi dari port p2 ke dalam akumulator, lalu dibandingkan dengan data 0fh, jika tidak sama maka program akan lompat ke rutin beep, namun jika sama maka program akan lompat ke start.

start: jb p1.0,check mov a,p2

cjne a,#0ffh,beep jmp start

Pada rutin check, isi dari port p1 dimasukkan ke dalam akumulator lalu dibandingkan dengan data 11101110, jika tidak sama maka program akan lompat ke rutin rst1, namun jika sama maka program akan memberi logika 0 pada port p2.3 dan lompat ke start. Pada rutin rst1 isi dari akumulator dibandingkan dengan data 11110110, jika tidak sama maka program akan lompat ke rutin call2, namun jika sama maka program akan memberi logika 1 pada port p2.3 dan pada port p2.7 kemudian dilanjutkan dengan lompat ke start.

check: mov a,p1

call1: cjne a,#11101110b,rst1 clr p2.3

jmp start

rst1: cjne a,#11110110b,call2 setb p2.3

setb p2.7 jmp start

Pada rutin call2 isi dari akumulator dibandingkan dengan data 11100110, jika tidak sama maka program akan lompat ke rutin rst2, namun jika sama maka


(62)

program akan memberi logika 0 pada port p2.2, kemudian dilanjutkan dengan lompat ke start.

call2: cjne a,#11100110b,rst2 clr p2.2

jmp start

Pada rutin rst2 isi dari akumulator dibandingkan dengan data 11111010, jika tidak sama maka program akan lompat ke rutin call3, namun jika sama maka program akan memberi logika 1 pada port p2.2 dan pada port p2.6 kemudian dilanjutkan dengan lompat ke start.

rst2: cjne a,#11111010b,call3 setb p2.2

setb p2.6 jmp start

Pada rutin call3 isi dari akumulator dibandingkan dengan data 11101010, jika tidak sama maka program akan lompat ke rutin rst3, namun jika sama maka program akan memberi logika 0 pada port p2.1, kemudian dilanjutkan dengan lompat ke start.

call3: cjne a,#11101010b,rst3 clr p2.1

jmp start

Pada rutin rst3 isi dari akumulator dibandingkan dengan data 11110010, jika tidak sama maka program akan lompat ke rutin call4, namun jika sama maka program akan memberi logika 1 pada port p2.1 dan pada port p2.5 kemudian dilanjutkan dengan lompat ke start.

rst3: cjne a,#11110010b,call4 setb p2.1

setb p2.5 jmp start


(63)

Pada rutin call4 isi dari akumulator dibandingkan dengan data 11100010, jika tidak sama maka program akan lompat ke rutin rst4, namun jika sama maka program akan memberi logika 0 pada port p2.0, kemudian dilanjutkan dengan lompat ke start.

call4: cjne a,#11100010b,rst4 clr p2.0

jmp start

Pada rutin rst4 isi dari akumulator dibandingkan dengan data 11111100, jika tidak sama maka program akan lompat ke rutin basah1, namun jika sama maka program akan memberi logika 1 pada port p2.0 dan pada port p2.4 kemudian dilanjutkan dengan lompat ke start.

rst4: cjne a,#11111100b,basah1 setb p2.0

setb p2.4 jmp start

Pada rutin basah1 isi dari akumulator dibandingkan dengan data 11101100, jika tidak sama maka program akan lompat ke rutin basah2, namun jika sama maka program memberi logika 0 pada port p2.4, kemudian dilanjutkan dengan lompat ke start.

basah1: cjne a,#11101100b,basah2 clr p2.4

jmp start

Pada rutin basah2 isi dari akumulator dibandingkan dengan data 11110100, jika tidak sama maka program akan lompat ke rutin basah3, namun jika sama maka program memberi logika 0 pada port p2.5, kemudian dilanjutkan dengan lompat ke start.


(64)

basah2: cjne a,#11110100b,basah3 clr p2.5

jmp start

Pada rutin basah3 isi dari akumulator dibandingkan dengan data 11100100, jika tidak sama maka program akan lompat ke rutin basah4, namun jika sama maka program memberi logika 0 pada port p2.6, kemudian dilanjutkan dengan lompat ke start.

basah3: cjne a,#11100100b,basah4 clr p2.6

jmp start

Pada rutin basah4 isi dari akumulator dibandingkan dengan data 11111000, jika tidak sama maka program akan lompat ke rutin start, namun jika sama maka program memberi logika 0 pada port p2.7, kemudian dilanjutkan dengan lompat ke start.

basah4: cjne a,#11111000b,start clr p2.7

jmp start

Pada rutin beep isi dari port p3.0 diberi logika 1, lalu program lompat ke rutin delay dilanjutkan dengan memberi logika 0 pada port p3.0 dan diikutin dengan lompat ke rutin delay dan selanjutnya program kembali ke rutin yang memanggil.

beep: setb p3.0 call delay

clr p3.0

call delay ret


(65)

Subroutine delay berisikan proses penundaan waktu yang dilakukan pada saat setiap beep akan di hidupkan. Lamanya waktu tunda yang diberikan bergantung dari nilai r1, r2 dan r3, apabila nilai tersebut dinaikkan maka akan menyebabkan penundaan waktu yang lebih lama. Demikian sebaliknya jika nilai r1, r2,dan r3 dikurangi/dikecilkan maka akan mengakibatkan penundaan waktu yang lebih cepat.

delay: mov r3,#01h del2: mov r1,#0f0h del1: mov r2,#0f0h djnz r2,$ djnz r1,del1 djnz r3,del2 ret

Pada akhir dari program akan selalu diakhiri dengan perintah end.


(66)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Setelah merancang dan membuat Alat Pemanggil Perawat tersebut dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Alat Pemanggil Perawat tersebut dapat mempermudah pasien dalam memanggil perawat dan mempermudah perawat untuk segera memberi bantuan/pertolongan, sehingga lebih efisien.

2. Alat Pemanggil Perawat bekerja jika ada yang menekan tombol call dan LED akan hidup berkedip sesuai dengan letak seven-segment yang menandakan kamar/ruangan. Secara otomatis alarm akan hidup bersamaan dengan hidupnya LED.

5.2. Saran

Dalam pembuatan Alat Pemanggil Perawat tersebut masih terdapat kekurangan, untuk itu penulis memberikan saran yang mungkin dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk membuat perancangan yang berhubungan dengan tugas akhir tersebut :

1. Untuk tampilan display pada ruangan perawat dibutuhkan tampilan display yang lebih besar, sehingga akan memudahkan bagi perawat untuk melihat. 2. Alat ini dapat di renovasi lagi dengan mengganti outputnya, seperti

peralatan listrik rumah tangga atau peralatan elektronik di perusahaan yang membutuhkan pengendalian yang jaraknya jauh.


(67)

DAFTAR PUSTAKA

MecKenzie, I. Scott. 1999. The 8051 Mikrocontroller. Cetakan ke-3. New Jersey, USA: Prentice Hall.

Malvino Albert Paul, Ph. D, dan Hanafi Gunawan. 1999. Prinsip-prinsip Elektronika, Jakarta: Erlangga.

Rusmadi, Dedi. 1995. Digital dan Rangkaian, Bandung: Pioner Jaya. Wasito S. 1996. Data sheet book 1, Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Suwarto Edi, Ath. 1982. Rangkaian Listrik, Bandung: TEDC Bandung.

Hutahean, Berman dkk. 1997. Keterampilan menulis, Surat-menyurat dan Laporan Tugas Akhir, Medan: Politeknik Negeri Medan.


(68)

(69)

(70)

Amplitude Shift Keying & Frequency Shift

Keying

Aim: To generate and demodulate an amplitude shift keyed (ASK) signal and a binary FSK signal.

Intro to Generation of ASK

Amplitude shift keying - ASK - in the context of digital communications is a modulation process, which imparts to a sinusoid two or more discrete amplitude levels. These are related to the number of levels adopted by the digital message. For a binary message sequence there are two levels, one of which is typically zero. Thus the modulated waveform consists of bursts of a sinusoid.

Figure 1 illustrates a binary ASK signal (lower), together with the binary sequence which initiated it (upper). Neither signal has been bandlimited.

Figure 1: an ASK signal (below) and the message (above)

There are sharp discontinuities shown at the transition points. These result in the signal having an unnecessarily wide bandwidth. Bandlimiting is generally introduced before transmission, in which case these discontinuities would be ‘rounded off’. The bandlimiting may be applied to the digital message, or the modulated signal itself. The data rate is often made a sub-multiple of the carrier frequency. This has been done in the waveform of Figure 1.

One of the disadvantages of ASK, compared with FSK and PSK, for example, is that it has not got a constant envelope. This makes its processing (eg, power

amplification) more difficult, since linearity becomes an important factor. However, it does make for ease of demodulation with an envelope detector.


(71)

As already indicated, the sharp discontinuities in the ASK waveform of Figure 1 imply a wide bandwidth. A significant reduction can be accepted before errors at the receiver increase unacceptably. This can be brought about by bandlimiting (pulse shaping) the message before modulation, or bandlimiting the ASK signal itself after

generation.

Figure 2: ASK generation method

Figure 3 shows the signals present in a model of Figure 2, where the message has been bandlimited. The shape, after bandlimiting, depends naturally enough upon the amplitude and phase characteristics of the bandlimiting filter.

Figure 3: original TTL message (lower), bandlimited message (center), and ASK (above)

Intro to Demodulation

It is apparent from Figures 1 and 4 that the ASK signal has a well defined envelope. Thus it is amenable to demodulation by an envelope detector.

With bandlimiting of the transmitted ASK neither of these demodulation methods (envelope detection or synchronous demodulation) would recover the original binary


(72)

sequence; instead, their outputs would be a bandlimited version. Thus further processing - by some sort of decision-making circuitry for example - would be necessary.

Thus demodulation is a two-stage process:

1. recovery of the bandlimited bit stream

2. regeneration of the binary bit stream

Figure 4 illustrates.

Figure 4: the two stages of the demodulation process

Modeling an ASK Generator

It is possible to model the rather basic generator shown in Figure 2.

The switch can be modeled by one half of a DUAL ANALOG SWITCH module. Being an analog switch, the carrier frequency would need to be in the audio range. The TTL output from the SEQUENCE GENERATOR is connected directly to the CONTROL input of the DUAL ANALOG SWITCH. For a synchronous carrier and message use the 8.333 kHz TTL sample clock (filtered by a TUNEABLE LPF) and the 2.083 kHz sinusoidal message from the MASTER SIGNALS module.

If you need the TUNEABLE LPF for bandlimiting of the ASK, use the sinusoidal output from an AUDIO OSCILLATOR as the carrier. For a synchronized message as above, tune the oscillator close to 8.333 kHz, and lock it there with the sample clock connected to its SYNCH input.


(73)

Figure 5: modeling ASK with the arrangement of Figure 2

Demodulation of an ASK signal

Having a very definite envelope, an envelope detector can be used as the first step in recovering the original sequence. Further processing can be employed to regenerate the true binary waveform.

Figure 6 is a model for envelope recovery from a baseband ASK signal.

Figure 6: envelope demodulation of baseband ASK

The output from the above demodulators will not be a copy of the binary sequence TTL waveform. Bandlimiting will have shaped it, as (for example) illustrated in Figure 3.

If the ASK has been bandlimited before or during transmission (or even by the receiver itself) then the recovered message, in the demodulator, will need restoration (‘cleaning up’) to its original bi-polar format.

Some sort of decision device is then required to regenerate the original binary sequence. This could be done with a COMPARATOR.


(74)

Introduction to Part II:

As its name suggests, a frequency shift keyed transmitter has its frequency shifted by the message.

FSK Generation:

Although there could be more than two frequencies involved in an FSK signal, in this experiment the message will be a binary bit stream, and so only two frequencies will be involved.

The word ‘keyed’ suggests that the message is of the ‘on-off’ (mark-space) variety, such as one (historically) generated by a morse key, or more likely in the present context, a binary sequence. The output from such a generator is illustrated in Figure 1 below.

Conceptually, and in fact, the transmitter could consist of two oscillators (on frequencies f1 and f2), with only one being connected to the output at any one time. This is shown in block diagram form in Figure 2 below.


(75)

Unless there are special relationships between the two oscillator frequencies and the bit clock there will be abrupt phase discontinuities of the output waveform during transitions of the message.

Practice is for the tones f1 and f2 to bear special inter-relationships, and to be integer multiples of the bit rate. This leads to the possibility of continuous phase, which offers advantages, especially with respect to bandwidth control.

Bandwidth:

Alternatively the frequency of a single oscillator (VCO) can be switched between two values, thus guaranteeing continuous phase - CPFSK.

The continuous phase advantage of the VCO is not accompanied by an ability to ensure that f1 and f2 are integer multiples of the bit rate. This would be difficult (impossible ?) to implement with a VCO.

FSK signals can be generated at baseband, and transmitted over telephone lines (for example). In this case, both f1 and f2 (of Figure 2) would be audio frequencies. Alternatively, this signal could be translated to a higher frequency. Yet again, it may be generated directly at ‘carrier’ frequencies.

There are different methods of demodulating FSK. A natural classification is into synchronous (coherent) or asynchronous (non-coherent).

Demodulation:

Representative demodulators of these two types are the following:

A close look at the waveform of Figure 1 reveals that it is the sum of two amplitude

Asynchronous Demodulator:

shift keyed (ASK) signals.

The receiver of Figure 3 takes advantage of this. The FSK signal has been separated into two parts by bandpass filters (BPF) tuned to the MARK and SPACE frequencies.


(76)

The output from each BPF looks like an amplitude shift keyed (ASK) signal. These can be demodulated asynchronously, using the envelope.

The decision circuit, to which the outputs of the envelope detectors are presented, selects the output which is the most likely one of the two inputs. It also re-shapes the waveform from a bandlimited to a rectangular form.

This is, in effect, a two channel receiver. The bandwidth of each is dependent on the message bit rate. There will be a minimum frequency separation required of the two tones.

Hint:

You are advised to read ahead, before attempting the experiment, to consider the modelling of this demodulator. Unlike most TIMS models, you are not free to choose parameters - particularly frequencies. If they are to be tuned to different frequencies, then one of these frequencies must be 2.083 kHz (defined as the MARK frequency). This is a restriction imposed by the BIT CLOCK REGEN module, of which the BPF are sub-systems. As a result of this, most other frequencies involved are

predetermined. Make sure you appreciate why this is so, then decide upon:

• bit clock rate

• SPACE frequency

• envelope detector LPF characteristics

In the block diagram of Figure 4 two local carriers, on each of the two frequencies of the binary FSK signal, are used in two synchronous demodulators. A decision circuit examines the two outputs, and decides which is the most likely.


(77)

(78)

This is, in effect, a two channel receiver. The bandwidth of each is dependent on the message bit rate. There will be a minimum frequency separation required of the two tones. This demodulator is more complex than most asynchronous demodulators.

A phase locked loop is a well known method of demodulating an FM signal. It is thus capable of demodulating an FSK signal. It is shown, in block diagram form, in Figure 5 below.

Phase Locked Loop:

The control signal, which forces the lock, is a bandlimited copy of the message sequence. Depending upon the bandwidth of the loop integrator, a separate LPF will probably be required (as shown) to recover the message.


(79)

Experimental Procedure:

Generation:

A VCO module is ideally suited for the generation of a continuous phase FSK signal, as shown in Figure 6.

Scheme # 1:

In FSK mode the VCO is keyed by the message TTL sequence. Internal circuitry results in a TTL HI switching the VCO to frequency f1, while a TTL LO switches it to frequency f2. These two frequencies may be in the audio range (front panel toggle switch LO), or in the 100 kHz range (front panel toggle switch HI).

The frequencies f1 and f2 are set by the on-board variable resistors RV8 and RV7 respectively, while a continuous TTL HI or a TTL LO is connected to the DATA input socket.

In FSK mode neither of the front panel rotary controls of the VCO is in operation.

Figure 7 shows a model of the arrangement of Figure 2. It switches either one of two tones to the output, in response to the message sequence.


(80)

The binary sequence is shown clocked by a divided-by-8 version of the output of an AUDIO OSCILLATOR. This oscillator cannot itself be tuned to this relatively low (for TIMS) frequency. The DIVIDE-BY-8 sub-system is in the BIT CLOCK REGEN module (set the on-board switch SW2 with both toggles DOWN).

The signals at f1 and f2 are provided by the 2.083 kHz MESSAGE from the MASTER SIGNALS module, and a VCO, respectively . The DUAL AUDIO SWITCH module is used to switch between them.

• one of the two ANALOG SWITCHES is driven directly by the TTL binary message

sequence.

• the other ANALOG SWITCH is driven by the same TTL sequence, reversed in polarity, and then DC shifted by +5 volts. The reversal and DC shift is

performed by the ADDER, with a maximum -ve output from the VARIABLE DC module. Although 5 volt signals exceed the TIMS ANALOG

REFERENCE LEVEL the ADDER design is such that it will not be overloaded.

An example of this is the demodulator of Figure 3, shown modelled in Figure 8.

Demodulator:

The demodulator requires two bandpass (BPF) filters, tuned to the MARK and SPACE frequencies. Suitable filters exist as sub-systems in the BIT CLOCK REGEN module.

To prepare the filters it is necessary to set the on-board switch SW1. Put the left hand toggle UP, and right hand toggle DOWN. This tunes BPF1 to 2.083 kHz, and BPF2 anywhere in the range 1 < fo < 5 kHz, depending on the VCO (the filter centre frequency will be 1/50 of the VCO frequency).


(81)

I f you do not have extra UTILITIES and TUNEABLE LPF modules, then complete just one arm of the demodulator.

Alignment requires the BPFs to be tuned to the MARK and SPACE frequencies. The first is already done (2.083 kHz is already pre-set with SW1); the other is set with the VCO (already pre-set with SW2).

Note that the specified bit rate is, by TIMS standards, rather low. The average oscilloscope display can be a little flickery. Use a short sequence, and the SYNC signal from the SEQUENCE GENERATOR to ext. trig.

A phase locked loop is shown in block diagram form in Figure 5, and modelled in Figure 9.


(82)

For the present experiment the integrator (of Figure 5) is modelled with the LOOP FILTER in the BIT CLOCK REGEN module. This module contains four independent sub-systems. The DIVIDE-BY-8 sub system may already be in use at the transmitter.

1) Suggest an advantage of making the data rate a sub-multiple of the carrier rate in ASK

Discussion Questions:

2) What will you observe in the spectrum of ASK signal if the binary message frequency is of alternate ones and zeros?


(1)

(2)

This is, in effect, a two channel receiver. The bandwidth of each is dependent on the message bit rate. There will be a minimum frequency separation required of the two tones. This demodulator is more complex than most asynchronous demodulators. A phase locked loop is a well known method of demodulating an FM signal. It is thus capable of demodulating an FSK signal. It is shown, in block diagram form, in Figure 5 below.

Phase Locked Loop:

The control signal, which forces the lock, is a bandlimited copy of the message sequence. Depending upon the bandwidth of the loop integrator, a separate LPF will probably be required (as shown) to recover the message.


(3)

Experimental Procedure:

Generation:

A VCO module is ideally suited for the generation of a continuous phase FSK signal, as shown in Figure 6.

Scheme # 1:

In FSK mode the VCO is keyed by the message TTL sequence. Internal circuitry results in a TTL HI switching the VCO to frequency f1, while a TTL LO switches it to frequency f2. These two frequencies may be in the audio range (front panel toggle switch LO), or in the 100 kHz range (front panel toggle switch HI).

The frequencies f1 and f2 are set by the on-board variable resistors RV8 and RV7 respectively, while a continuous TTL HI or a TTL LO is connected to the DATA input socket.

In FSK mode neither of the front panel rotary controls of the VCO is in operation.

Figure 7 shows a model of the arrangement of Figure 2. It switches either one of two tones to the output, in response to the message sequence.


(4)

The binary sequence is shown clocked by a divided-by-8 version of the output of an AUDIO OSCILLATOR. This oscillator cannot itself be tuned to this relatively low (for TIMS) frequency. The DIVIDE-BY-8 sub-system is in the BIT CLOCK REGEN module (set the on-board switch SW2 with both toggles DOWN).

The signals at f1 and f2 are provided by the 2.083 kHz MESSAGE from the MASTER SIGNALS module, and a VCO, respectively . The DUAL AUDIO SWITCH module is used to switch between them.

• one of the two ANALOG SWITCHES is driven directly by the TTL binary message

sequence.

• the other ANALOG SWITCH is driven by the same TTL sequence, reversed in polarity, and then DC shifted by +5 volts. The reversal and DC shift is

performed by the ADDER, with a maximum -ve output from the VARIABLE DC module. Although 5 volt signals exceed the TIMS ANALOG

REFERENCE LEVEL the ADDER design is such that it will not be overloaded.

An example of this is the demodulator of Figure 3, shown modelled in Figure 8.

Demodulator:

The demodulator requires two bandpass (BPF) filters, tuned to the MARK and SPACE frequencies. Suitable filters exist as sub-systems in the BIT CLOCK REGEN module.

To prepare the filters it is necessary to set the on-board switch SW1. Put the left hand toggle UP, and right hand toggle DOWN. This tunes BPF1 to 2.083 kHz, and BPF2 anywhere in the range 1 < fo < 5 kHz, depending on the VCO (the filter centre frequency will be 1/50 of the VCO frequency).


(5)

I f you do not have extra UTILITIES and TUNEABLE LPF modules, then complete just one arm of the demodulator.

Alignment requires the BPFs to be tuned to the MARK and SPACE frequencies. The first is already done (2.083 kHz is already pre-set with SW1); the other is set with the VCO (already pre-set with SW2).

Note that the specified bit rate is, by TIMS standards, rather low. The average oscilloscope display can be a little flickery. Use a short sequence, and the SYNC signal from the SEQUENCE GENERATOR to ext. trig.

A phase locked loop is shown in block diagram form in Figure 5, and modelled in Figure 9.


(6)

For the present experiment the integrator (of Figure 5) is modelled with the LOOP FILTER in the BIT CLOCK REGEN module. This module contains four independent sub-systems. The DIVIDE-BY-8 sub system may already be in use at the transmitter. 1) Suggest an advantage of making the data rate a sub-multiple of the carrier rate in ASK

Discussion Questions:

2) What will you observe in the spectrum of ASK signal if the binary message frequency is of alternate ones and zeros?


Dokumen yang terkait

Perancangan Sistem Pengendali Infus Dengan Menggunakan Sensor Infra Merah Berbasis Mikrokontroller AT89S51

3 72 100

Perancangan Robot Penghindar Dinding Dengan Menggunakan Sensor Infra Merah Berbasis Mikrokontroler AT89S51

2 48 95

Smart Pool System Based On Wireless Sensor Network.

0 2 24

SISTEM VITAL SIGN MONITORING SECARA MULTIPOINT MENGGUNAKAN WIRELESS SENSOR NETWORK ZIGBEE MULTIPOINT VITAL SIGN MONITORING SYSTEM USING ZIGBEE WIRELESS SENSOR NETWORK

0 0 7

SISTEM KEAMANAN GEDUNG BERBASIS WIRELESS SENSOR NETWORK DENGAN MODUL NRF24 BUILDING SECURITY SYSTEM BASED ON WIRELESS SENSOR NETWORK USING NRF24 MODULLE

0 0 8

WIRELESS SENSOR NETWORK Safety Railway Gate Automation System and Electric Train Using Wireless Sensor Network

0 0 9

IMPLEMENTASI WIRELESS SENSOR NETWORK (WSN) UNTUK SISTEM PERKIRAAN CUACA DENGAN MENGGUNAKAN LOGIKA FUZZY (Implementation of Wireless Sensor Network (WSN) for Weather Forecast System using Fuzzy Logic)

0 0 8

SISTEM KEAMANAN WIRELESS SENSOR NETWORK MENGGUNAKAN SIGNATURE BASED INTRUSION DETECTION SYSTEM DAN SYSTEM SHUTDOWN UNTUK MEMITIGASI SERANGAN HELLO FLOOD WIRELESS SENSOR NETWORK SECURITY SYSTEM USING SIGNATURE BASED INTRUSION DETECTION SYSTEM AND SYSTEM SH

0 0 8

SISTEM KEAMANAN WIRELESS SENSOR NETWORK MENGGUNAKAN SIGNATURE BASED INTRUSION DETECTION SYSTEM DAN SISTEM SHUTDOWN UNTUK MEMITIGASI SERANGAN DOS WIRELESS SENSOR NETWORK SECURITY SYSTEM USING SIGNATURE BASED INTRUSION DETECTION SYSTEM AND SHUTDOWN SYSTEM T

1 2 8

SISTEM KEAMANAN WIRELESS SENSOR NETWORK MENGGUNAKAN SIGNATURE BASED INTRUSION DETECTION SYSTEM DAN SYSTEM SHUTDOWN UNTUK MEMITIGASI SERANGAN BLACKHOLE WIRELESS SENSOR NETWORK SECURITY SYSTEM USING SIGNATURE BASED INTRUSION DETECTION SYSTEM AND SYSTEM SHUT

0 0 9